SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
BAB I
                                           PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

       Pendidikan Agama yang sumbernya pada nilai-nilai Qur’an semakin diperlukan oleh anak-anak kita,
untuk mempersiapkan masa depannya yang lebih maju, kompleks, canggih, dan penuh tantangan. Mengapa
anak-anak? Apakah orang dewasa tidak lagi membutuhkan pendidikan Agama wa bil khusus pendidikan
Agama Islam?

         Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita sejenak berpaling pada pendapat Benyamin
Spock yang mengatakan bahwa usia 0-12 tahun merupakan masa emas anak untuk dirangsang intelektual
dan kreativitasnya, karena 80% perkembangan anak ditentukan pada usia tersebut. Hal ini sekali lagi bukan
berarti kita menafikan keekfetifan pendidikan Agama Islam pada usia dewasa. Bukankah penyair Arab telah
bersenandung, belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar di masa dewasa ibarat mengukir
di atas air? Rasulullah sendiri telah berstatemen melalui sabda yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah; “Didiklah
anak-anak kalian dan buatlah pendidikan mereka itu menjadi baik”.

        Dari latar belakang ini, jelas bahwa penanaman pendidikan Agama Islam sangat efektif jika
dilakukan pada usia anak-anak sehingga dewasa nanti akan menjadi bekal dalam kehidupan sehari-hari
(pembiasaan).

B. Pembatasan Masalah

        Sebagai antisipasi penulis agar pembaca tidak mengalami ambigu dan supaya pembahasan lebih
fokus, maka penulis memberikan batasan-batasan sebagai berikut:

  1.        Pendidikan : memelihara dan memberi latihan, ajaran, bimbingan mengenai akhlak dan kecerdasan
            berpikir. Dengan menarik lebih dalam, maka makna pendidikan yaitu proses pengubahan sikap dan
            tatalaku seseorang dalam mendewasakan manusia.
  2.        Agama : sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan (dewa dan sebagainya) dengan ajaran kebaktian
            dan kewajiban-kewajiban yang telah bertalian dengan kepercayaan itu.
  3.        Islam : agama yang diajarkan Nabi Muhammad SAW berpedoman kepada kitab suci Al-Qur’anyang
            diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT.
  4.        Penanaman : berasal dari kata dasar tanam yang berarti menaburkan paham atau ajaran.
  5.        Pembiasaan : melakukan sesuatu seperti yang sudah-sudah.

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka penulis merumuskan beberapa masalah antara lain:

  1.        Bagaimana pendidikan Agama Islam dengan penanaman nilai?
  2.        Bagaimana pendidikan Agama Islam dengan pembiasaan?

D. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:

       1.    Mengetahui pendidikan Agama Islam dengan penanaman nilai.
       2.    Mengetahui pendidikan Agama Islam dengan pembiasaan.
BAB II

                                                   ISI
A. Pendidikan Agama Islam dengan Penanaman Nilai

        Anak-anak dengan segala potensi yang terpendam, perlu kita poles supaya benar-benar terbentuk
kepribadian yang luhur. Konsep John Locke tentang tabularasa nya menggambarkan bahwa anak akan baik
atau buruk tergantung lingkungan terdekatnya. Bisa jadi, orang tua, keluarga, atau masyarakat sekitar.
Anak dianggap sebagai barang pasif yang tak punya kekuatan sehingga hanya bisa menerima apapun yang
datang dari luar dirinya.

        Berbeda dengan John Locke, Nabi Muhammad SAW mempunyai konsep bahwa anak yang lahir di
dunia ini sudah membawa bekal dan potensi yang populer dengan istilah fitrah. Orang tua hanya
meneruskan dan mengelola potensi ini.

        Dari dua pandangan tokoh di atas, bisa kita tarik benang merah yaitu faktor penting lingkungan
keluarga terutama orang tua dalam mendewasakan anak-anak mereka. Masa inilah yang seharusnya
dimanfaatkan orang tua untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan Agama Islam.

         Hal ini diperkuat oleh pendapat Zakiah Darajat (1996) yang mengatakan bahwa “apabila latihan-
latihan keagamaan diterapkan pada waktu anak masih kecil dalam keluarga dengan cara yang kaku atau
tidak benar, maka ketika menginjak usia dewasa nanti akan cenderung kurang peduli terhadap agama atau
kurang merasakan pentingnya agama bagi dirinya. Sebaliknya, semakin banyak si anak mendapatkan
latihan-latihan keagamaan sewaktu kecil, maka pada saat dia dewasa akan semakin merasakan
kebutuhannya kepada agama”.

         Kemudian bagaimana cara kita menanamkan pendidikan nilai pada anak-anak kita? Tentu saja
jawabannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tetapi juga bukan mustahil ketika kita mau
mengusahakan dan melihat apa yang telah dituturkan oleh Trimo, S.Pd.,M.Pd dengan analisisnya;
“setidaknya ada lima pendekatan dalam penanaman nilai yakni (1) Pendekatan penanaman nilai atau
inculcation approach,(2) Pendekatan perkembangan moral kognitif atau cognitive moral development
approach, (3) Pendekatan analisis nilai atau values analysis approach, (4) Pendekatan klarifikasi nilai atau
values clarification approach, dan (5) Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach).

1. Pendekatan Penanaman Nilai

        Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu pendekatan yang memberi
penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Pendekatan ini sebenarnya merupakan
pendekatan tradisional. Banyak kritik dalam berbagai literatur barat yang ditujukan kepada pendekatan ini.
Pendekatan ini dipandang indoktrinatif, tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan demokrasi (Banks,
1985; Windmiller, 1976). Pendekatan ini dinilai mengabaikan hak anak untuk memilih nilainya sendiri secara
bebas. Menurut Raths et al. (1978) kehidupan manusia berbeda karena perbedaan waktu dan tempat. Kita
tidak dapat meramalkan nilai yang sesuai untuk generasi yang akan datang. Menurut beliau, setiap generasi
mempunyai hak untuk menentukan nilainya sendiri. Oleh karena itu, yang perlu diajarkan kepada generasi
muda bukannya nilai, melainkan proses, supaya mereka dapat menemukan nilai-nilai mereka sendiri, sesuai
dengan tempat dan zamannya.

2. Pendekatan Perkembangan Kognitif

       Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam
membuat keputusan-keputusan moral. Perkembangan moral menurut pendekatan ini dilihat sebagai
perkembangan tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah
menuju suatu tingkat yang lebih tinggi (Elias, 1989).
Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama. Pertama, membantu siswa
dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi.
Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam
suatu masalah moral (Superka, et. al., 1976; Banks, 1985).

        Pendekatan perkembangan kognitif pertama kali dikemukakan oleh Dewey (Kohlberg 1971, 1977).
Selanjutnya dikembangkan lagi oleh Peaget dan Kohlberg (Freankel, 1977; Hersh, et. al. 1980). Dewey
membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahap (level) sebagai berikut:

    (1) Tahap “premoral” atau “preconventional”.

         Dalam tahap ini tingkah laku seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau sosial;

    (2) Tahap “conventional”.

         Dalam tahap ini seseorang mulai menerima nilai dengan sedikit kritis, berdasarkan kepada kriteria
         kelompoknya.

    (3) Tahap “autonomous”.

         Dalam tahap ini seseorang berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan akal pikiran dan
         pertimbangan dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.

        Piaget berusaha mendefinisikan tingkat perkembangan moral pada anak-anak melalui pengamatan
dan wawancara (Windmiller, 1976). Dari hasil pengamatan terhadap anak-anak ketika bermain, dan
jawaban mereka atas pertanyaan mengapa mereka patuh kepada peraturan, Piaget sampai pada suatu
kesimpulan bahwa perkembangan kemampuan kognitif pada anak-anak mempengaruhi pertimbangan moral
mereka.

         Kohlberg (1977) juga mengembangkan teorinya berdasarkan kepada asumsi-asumsi umum tentang
teori perkembangan kognitif dari Dewey dan Piaget di atas. Seperti dijelaskan oleh Elias (1989), Kohlberg
mendefinisikan kembali dan mengembangkan teorinya menjadi lebih rinci. Tingkat-tingkat perkembangan
moral menurut Kohlberg dimulai dari konsekuensi yang sederhana, yang berupa pengaruh kurang
menyenangkan dari luar ke atas tingkah laku, sampai kepada penghayatan dan kesadaran tentang nilai-nilai
kemanusian universal. Lebih tinggi tingkat berpikir adalah lebih baik, dan otonomi lebih baik daripada
heteronomi.

3. Pendekatan Analisis Nilai

         Pendekatan analisis nilai (values analysis approach) memberikan penekanan pada perkembangan
kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-
nilai sosial. Jika dibandingkan dengan pendekatan perkembangan kognitif, salah satu perbedaan penting
antara keduanya bahwa pendekatan analisis nilai lebih menekankan pada pembahasan masalah-masalah
yang memuat nilai-nilai sosial. Ada enam langkah analisis nilai yang penting dan perlu diperhatikan dalam
proses pendidikan nilai menurut pendekatan ini (Hersh, et. al., 1980; Elias, 1989), sebagai berikut:

Langkah Analisis Nilai Tugas Penyelesaian Masalah

    1.   Mengidentifikasi dan menjelaskan nilai yang terkait Mengurangi perbedaan penafsiran tentang nilai
         yang terkait.Mengumpulkan fakta yang berhubungan Mengurangi perbedaan dalam fakta yang
         berhubungan.
    2.   Menguji kebenaran fakta yang berkaitan Mengurangi perbedaan kebenaran tentang fakta yang
         berkaitan.
3.   Menjelaskan kaitan antara fakta yang bersangkutan Mengurangi perbedaan tentang kaitan antara
         fakta yang bersangkutan.
    4.   Merumuskan keputusan moral sementara Mengurangi perbedaan dalam rumusan keputusan
         sementara.
    5.   Menguji prinsip moral yang digunakan dalam pengambilan keputusan Mengurangi perbedaan dalam
         pengujian prinsip moral yang diterima.
    6.   Pendekatan Klarifikasi Nilai

        Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach) memberi penekanan pada usaha
membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran
mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri. Pendekatan ini memberi penekanan pada nilai yang
sesungguhnya dimiliki oleh seseorang. Bagi penganut pendekatan ini, nilai bersifat subjektif, ditentukan oleh
seseorang berdasarkan kepada berbagai latar belakang pengalamannya sendiri, tidak ditentukan oleh faktor
luar, seperti agama, masyarakat, dan sebagainya. Oleh karena itu, bagi penganut pendekatan ini
berpandangan bahwa isi nilai tidak terlalu penting. Hal yang sangat dipentingkan dalam program pendidikan
adalah mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan proses menilai. Ada tiga proses klarifikasi
nilai menurut pendekatan ini.

Dalam tiga proses tersebut terdapat tujuh subproses sebagai berikut:

    Pertama : Memilih

    a)   Dengan bebas.
    b)   Dari berbagai alternatif.
    c)   Setelah mengadakan pertimbangan tentang berbagai akibatnya.

    Kedua : Menghargai

    a)   Merasa bahagia atau gembira dengan pilihannya.
    b)   Mau mengakui pilihannya itu di depan umum.

    Ketiga : Bertindak

    a)   Berbuat sesuatu sesuai dengan pilihannya.
    b)   Diulang-ulang sebagai suatu pola tingkah laku dalam hidup (Raths, et. Al., 1978).
    c)   Pendekatan Pembelajaran Berbuat

        Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) memberi penekanan pada usaha
memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara
perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok.

        Menurut Elias (1989), Hersh, et. al., (1980) dan Superka, et. al. (1976), pendekatan pembelajaran
berbuat diprakarsai oleh Newmann, dengan memberikan perhatian mendalam pada usaha melibatkan siswa
sekolah menengah atas dalam melakukan perubahan-perubahan sosial.

        Menurut Elias (1989), walaupun pendekatan ini berusaha juga untuk meningkatkan keterampilan
“moral reasoning” dan dimensi afektif, namun tujuan yang paling penting adalah memberikan pengajaran
kepada siswa, supaya mereka berkemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum sebagai warga dalam
suatu masyarakat yang demokratis.

B. Pendidikan Agama Islam dengan Pembiasaan.

        Witeng tresno jalaran soko kulino. Demikian cetusan pepatah Jawa ini kerap menjadi pedoman bagi
kita. Apapun pendidikan yang kita peroleh dan dari mana pun ilmu yang selama ini kita dapat, semuanya
tiada guna jika tidak terbiasa untuk diimplementasikan. Al Ghazali dalam Ayyuhal Walad berkata bahwa inti
sari dari ilmu adalah untuk diamalkan.

        Lagi-lagi, peran orang tua sebagai lingkungan terdekat sangat mempengaruhi pembiasaan anak-
anaknya dalam mengejawantahkan apapun yang telah ia dapat dari luar. Pembiasaan-pembiasaan perilaku
seperti melaksanakan nilai-nilai ajaran agama Islam (beribadah), membina hubungan atau interaksi yang
harmonis dalam keluarga, memberikan bimbingan, arahan, pengawasan dan nasehat merupakan hal yang
senantiasa harus dilakukan oleh orang tua agar perilaku remaja yang menyimpang dapat dikendalikan.
An-Nahlawi (Dahlan : 1992) menyatakan bahwa metode pendidikan dan pembinaan akhlak yang perlu
diterapkan oleh orang tua dalam kehidupan keluarga adalah sebagai berikut :

    a.   Metode hiwar (percakapan)
    b.   Metode kisah.
    c.   Metopde mendidik dengan amtsal (perumpamaan).
    d.   Metode mendidik dengan teladan.
    e.   Metode mendidik dengan pembiasaan diri dan pengalaman.
    f.   Metode mendidik dengan mengambil ibroh (pelajaran) dan mau’idhoh (peringatan).
    g.   Metode mendidik dengan targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut).

        Selain Al-Nahlawi, pakar pendidikan lain seperti Al-Ghazali juga menjelaskan (Abul Quasem : 1988)
bahwa perubahan dan peningkatan akhlak dapat dicapai sepanjang melalui usaha dan latihan moral yang
sesuai, untuk itu maka dalam mewujudkan akhlak yang baik dapat dilakukan dengan menggunakan dua
metode yaitu pengalaman (al-tajribah) dan latihan diri (riyadhah).

Secara teknis peran orang tua dalam membiasakan pendidikan Agama Islam di antaranya:

    a.   Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, dengan cara melaksanakan kewajiban-
         kewajiban sebagaimana yang diperintahkan dalam ajaran agama Islam. Dalam hal ini orang tua
         harus menjadi contoh yang baik dengan memberikan bimbingan, arahan, serta pengawasan
         sehingga dengan kondisi seperti ini remaja menjadi terbiasa berakhlak baik.
    b.   Meningkatkan interaksi melalui komunikasi dua arah. Orang tua dalam hal ini dituntut untuk dapat
         berperan sebagai motivator dalam mengembangkan kondisi-kondisi yang positif yang dimiliki
         remaja sehingga perilaku atau akhlak remaja tidak menyimpang dari norma-norma baik norma
         agama, norma hukum maupun norma kesusilaan.
    c.   Meningkatkan disiplin dalam berbagai bidang kehidupan. Orang tua dalam melaksanakan seluruh
         fungsi keluarganya baik fungsi agama, fungsi pendidikan, fungsi keamanan, fungsi ekonomi
         maupun fungsi sosial harus dilandasi dengan penanaman disiplin yang terkendali agar dapat
         mengendalikan akhlak atau perilaku.

    ` Agama Islam sebagai sumber nilai akhlak harus dijadikan landasan oleh orang tua dalam membina
akhlak karena agama merupakan pedoman hidup serta memberikan landasan yang kuat bagi diri. Di
samping itu pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan orang tua sehari-hari seperti sholat, membaca Al-
Qur’an, menjalankan puasa serta berperilaku baik merupakan bagian penting dalam pembentukan dan
pembinaan akhlak.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melalui berbagai pembahasan di atas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan:

1. Pendidikan Agama Islam dengan penanaman nilai menggunakan beberapa pendekatan, yaitu melalui: (1)
Pendekatan penanaman nilai atau inculcation approach,(2) Pendekatan perkembangan moral kognitif atau
cognitive moral development approach, (3) Pendekatan analisis nilai atau values analysis approach, (4)
Pendekatan klarifikasi nilai atau values clarification approach, dan (5) Pendekatan pembelajaran berbuat
(action learning approach).

2. Metode Pendidikan Agama Islam dengan pembiasaan dapat dilakukan dengan cara:
1.                        Metode                          hiwar                         (percakapan).
2.                                           Metode                                             kisah.
3.           Metopde           mendidik           dengan            amtsal           (perumpamaan).
4.                 Metode                 mendidik                   dengan                   teladan.
5.       Metode       mendidik       dengan        pembiasaan        diri      dan       pengalaman.
6.   Metode   mendidik   dengan     mengambil   ibroh   (pelajaran)   dan   mau’idhoh    (peringatan).
7. Metode mendidik dengan targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut).

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan :

a. Dalam mewujudkan pendidikan Agama Islam dengan penanaman nilai dan pembiasaan hendaknya
dimaksimalkan oleh orang tua (lingkungan keluarga) dengan berbagai pendekatan yang ada.

b. Orang tua (keluarga) tak henti-hentinya meningkatkan pendidikan Agama Islam dengan pembiasaan
dengan berbagai metode.

C. Kata Penutup

Demikian makalah ini dibuat. Semoga bisa menjadi tambahan wacana bagi kita terkait tentang pendidikan
Agama Islam dengan penanaman nilai dan pembiasaan. Segala manfaat yang terserap semata hanya
karena ridho-Nya, sedangkan kekhilafan yang ada murni hadir dari penulis. Saran krituk senantiasa terbuka
sebagai acuan perbaikan tulisan ini. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Asfandiyar,    Andi     Yudha,     Pendidikan     Qur’ani    Senantiasa      Berpihak     pada     Anak,
(http://keyanaku.blogspot.com).

Budiono, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: KARYA AGUNG, 2005.

Kania, Ikeu, Peranan Keluarga dalam Membina Akhlak Remaja, (http//friendster.com).

Trimo, Pendekatan Penanaman Nilai dalam Pendidikan, (http://re-searchengines.com/0807trimo.html).

More Related Content

What's hot

Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hari
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hariPeran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hari
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-haripjj_kemenkes
 
UKURAN NILAI BAIK DAN BURUK DALAM AKHLAK ISLAMI
UKURAN NILAI BAIK DAN BURUK DALAM AKHLAK ISLAMIUKURAN NILAI BAIK DAN BURUK DALAM AKHLAK ISLAMI
UKURAN NILAI BAIK DAN BURUK DALAM AKHLAK ISLAMIDewi Sanusi Noor
 
Akhlak tasawuf pembaruan
Akhlak tasawuf pembaruanAkhlak tasawuf pembaruan
Akhlak tasawuf pembaruanMAbdulNasir
 
Pai poltek bab 1
Pai poltek bab 1Pai poltek bab 1
Pai poltek bab 1evayenida
 
Perkmbangan jiwa keagamaan dewasa
Perkmbangan jiwa keagamaan dewasaPerkmbangan jiwa keagamaan dewasa
Perkmbangan jiwa keagamaan dewasaNailiamani Aman
 
makalah akhlak tasawuf
makalah akhlak tasawufmakalah akhlak tasawuf
makalah akhlak tasawufNIsa' Chanysaa
 
makna baik dan buruk dalam budi pekerti
makna baik dan buruk dalam budi pekertimakna baik dan buruk dalam budi pekerti
makna baik dan buruk dalam budi pekertiwicildewikecil
 
Spiritualitas Sebagai Landasan Bertuhan
Spiritualitas Sebagai Landasan Bertuhan Spiritualitas Sebagai Landasan Bertuhan
Spiritualitas Sebagai Landasan Bertuhan FatkurRohman19
 
Presentasi integrasi iman, ilmu, dan amal
Presentasi  integrasi iman, ilmu, dan amalPresentasi  integrasi iman, ilmu, dan amal
Presentasi integrasi iman, ilmu, dan amalRizqy Putra
 
PEMANTAPAN KOMPONEN AKHLAK DALAM PENDIDIKAN ISLAM BAGI MENANGANI ERA GLOBALISASI
PEMANTAPAN KOMPONEN AKHLAK DALAM PENDIDIKAN ISLAM BAGI MENANGANI ERA GLOBALISASIPEMANTAPAN KOMPONEN AKHLAK DALAM PENDIDIKAN ISLAM BAGI MENANGANI ERA GLOBALISASI
PEMANTAPAN KOMPONEN AKHLAK DALAM PENDIDIKAN ISLAM BAGI MENANGANI ERA GLOBALISASIyizreel nicholas
 
Makalah agama kelompok 11
Makalah agama kelompok 11Makalah agama kelompok 11
Makalah agama kelompok 11dianaimi
 
KEPRIBADIAN MUSLIM DAN CIRI-CIRINYA
KEPRIBADIAN MUSLIM DAN CIRI-CIRINYAKEPRIBADIAN MUSLIM DAN CIRI-CIRINYA
KEPRIBADIAN MUSLIM DAN CIRI-CIRINYAMiftahuddin Marzuqi
 
Nilai nilai murni dalam setiap agama di malaysia
Nilai nilai murni dalam setiap agama di malaysiaNilai nilai murni dalam setiap agama di malaysia
Nilai nilai murni dalam setiap agama di malaysiaZarina Zam
 
Psikologi agama 1
Psikologi agama 1Psikologi agama 1
Psikologi agama 1elmakrufi
 

What's hot (20)

Psikologi Agama
Psikologi AgamaPsikologi Agama
Psikologi Agama
 
Agama
AgamaAgama
Agama
 
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hari
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hariPeran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hari
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hari
 
Pengaruh kematangan beragama terhadap kompetensi
Pengaruh kematangan beragama terhadap kompetensiPengaruh kematangan beragama terhadap kompetensi
Pengaruh kematangan beragama terhadap kompetensi
 
UKURAN NILAI BAIK DAN BURUK DALAM AKHLAK ISLAMI
UKURAN NILAI BAIK DAN BURUK DALAM AKHLAK ISLAMIUKURAN NILAI BAIK DAN BURUK DALAM AKHLAK ISLAMI
UKURAN NILAI BAIK DAN BURUK DALAM AKHLAK ISLAMI
 
Akhlak tasawuf pembaruan
Akhlak tasawuf pembaruanAkhlak tasawuf pembaruan
Akhlak tasawuf pembaruan
 
Pai poltek bab 1
Pai poltek bab 1Pai poltek bab 1
Pai poltek bab 1
 
Perkmbangan jiwa keagamaan dewasa
Perkmbangan jiwa keagamaan dewasaPerkmbangan jiwa keagamaan dewasa
Perkmbangan jiwa keagamaan dewasa
 
makalah akhlak tasawuf
makalah akhlak tasawufmakalah akhlak tasawuf
makalah akhlak tasawuf
 
Spe Bab6
Spe Bab6Spe Bab6
Spe Bab6
 
makna baik dan buruk dalam budi pekerti
makna baik dan buruk dalam budi pekertimakna baik dan buruk dalam budi pekerti
makna baik dan buruk dalam budi pekerti
 
Spiritualitas Sebagai Landasan Bertuhan
Spiritualitas Sebagai Landasan Bertuhan Spiritualitas Sebagai Landasan Bertuhan
Spiritualitas Sebagai Landasan Bertuhan
 
Presentasi integrasi iman, ilmu, dan amal
Presentasi  integrasi iman, ilmu, dan amalPresentasi  integrasi iman, ilmu, dan amal
Presentasi integrasi iman, ilmu, dan amal
 
PEMANTAPAN KOMPONEN AKHLAK DALAM PENDIDIKAN ISLAM BAGI MENANGANI ERA GLOBALISASI
PEMANTAPAN KOMPONEN AKHLAK DALAM PENDIDIKAN ISLAM BAGI MENANGANI ERA GLOBALISASIPEMANTAPAN KOMPONEN AKHLAK DALAM PENDIDIKAN ISLAM BAGI MENANGANI ERA GLOBALISASI
PEMANTAPAN KOMPONEN AKHLAK DALAM PENDIDIKAN ISLAM BAGI MENANGANI ERA GLOBALISASI
 
Makalah agama kelompok 11
Makalah agama kelompok 11Makalah agama kelompok 11
Makalah agama kelompok 11
 
Psikologi agama
Psikologi agamaPsikologi agama
Psikologi agama
 
KEPRIBADIAN MUSLIM DAN CIRI-CIRINYA
KEPRIBADIAN MUSLIM DAN CIRI-CIRINYAKEPRIBADIAN MUSLIM DAN CIRI-CIRINYA
KEPRIBADIAN MUSLIM DAN CIRI-CIRINYA
 
Nilai nilai murni dalam setiap agama di malaysia
Nilai nilai murni dalam setiap agama di malaysiaNilai nilai murni dalam setiap agama di malaysia
Nilai nilai murni dalam setiap agama di malaysia
 
Makalah agama
Makalah agamaMakalah agama
Makalah agama
 
Psikologi agama 1
Psikologi agama 1Psikologi agama 1
Psikologi agama 1
 

Viewers also liked

Psikologi gejala gejala psikologis
Psikologi gejala gejala psikologisPsikologi gejala gejala psikologis
Psikologi gejala gejala psikologisIndra Gunawan
 
29 gejala jiwa dan 4 aliran
29 gejala jiwa dan 4 aliran29 gejala jiwa dan 4 aliran
29 gejala jiwa dan 4 aliranMuhammad Ridwan
 
Psikologi (gejala afeksi, konasi,dst)(1)
Psikologi (gejala afeksi, konasi,dst)(1)Psikologi (gejala afeksi, konasi,dst)(1)
Psikologi (gejala afeksi, konasi,dst)(1)HIMA KS FISIP UNPAD
 
PSIKOLOGI DALAM PRESPECTIVE ISLAM
PSIKOLOGI DALAM PRESPECTIVE ISLAMPSIKOLOGI DALAM PRESPECTIVE ISLAM
PSIKOLOGI DALAM PRESPECTIVE ISLAMNam Rie
 
Tokoh-Tokoh Psikologi dan Teorinya
Tokoh-Tokoh Psikologi dan TeorinyaTokoh-Tokoh Psikologi dan Teorinya
Tokoh-Tokoh Psikologi dan TeorinyaIkhsan Muhammad
 

Viewers also liked (9)

Psikologi agama sebagai disiplin ilmu
Psikologi agama sebagai disiplin ilmuPsikologi agama sebagai disiplin ilmu
Psikologi agama sebagai disiplin ilmu
 
Psikologi gejala gejala psikologis
Psikologi gejala gejala psikologisPsikologi gejala gejala psikologis
Psikologi gejala gejala psikologis
 
29 gejala jiwa dan 4 aliran
29 gejala jiwa dan 4 aliran29 gejala jiwa dan 4 aliran
29 gejala jiwa dan 4 aliran
 
Psikologi (gejala afeksi, konasi,dst)(1)
Psikologi (gejala afeksi, konasi,dst)(1)Psikologi (gejala afeksi, konasi,dst)(1)
Psikologi (gejala afeksi, konasi,dst)(1)
 
PSIKOLOGI UMUM
PSIKOLOGI UMUMPSIKOLOGI UMUM
PSIKOLOGI UMUM
 
Psikologi cinta
Psikologi cintaPsikologi cinta
Psikologi cinta
 
Psikogi islam
Psikogi islamPsikogi islam
Psikogi islam
 
PSIKOLOGI DALAM PRESPECTIVE ISLAM
PSIKOLOGI DALAM PRESPECTIVE ISLAMPSIKOLOGI DALAM PRESPECTIVE ISLAM
PSIKOLOGI DALAM PRESPECTIVE ISLAM
 
Tokoh-Tokoh Psikologi dan Teorinya
Tokoh-Tokoh Psikologi dan TeorinyaTokoh-Tokoh Psikologi dan Teorinya
Tokoh-Tokoh Psikologi dan Teorinya
 

Similar to Pendidikan Agama Anak

Upaya guru pendidikan agama islam dalam
Upaya guru pendidikan agama islam dalamUpaya guru pendidikan agama islam dalam
Upaya guru pendidikan agama islam dalamJihan Alive
 
Bab i proposal
Bab i  proposalBab i  proposal
Bab i proposalAbie Tomy
 
PPT TENTANG FUNGSI FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM SEKALIGUS METODE NYA
PPT TENTANG FUNGSI FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM SEKALIGUS METODE NYAPPT TENTANG FUNGSI FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM SEKALIGUS METODE NYA
PPT TENTANG FUNGSI FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM SEKALIGUS METODE NYABagirAlkaff2
 
Makalah psikologi perkembangan
Makalah psikologi perkembanganMakalah psikologi perkembangan
Makalah psikologi perkembanganAsrurMualif1
 
Landasan Psikologis.pptx
Landasan Psikologis.pptxLandasan Psikologis.pptx
Landasan Psikologis.pptxMamaberkarya
 
Psychological Basis of Education
Psychological Basis of EducationPsychological Basis of Education
Psychological Basis of Educationmiaakmt
 
Pendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnya
Pendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnyaPendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnya
Pendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnyaYanuar Hadi Saputro
 
HAKIKAT PERKEMBANGAN NILAI – NILAI KEAGAMAAN ANAK USIA.pptx
HAKIKAT PERKEMBANGAN NILAI – NILAI KEAGAMAAN ANAK USIA.pptxHAKIKAT PERKEMBANGAN NILAI – NILAI KEAGAMAAN ANAK USIA.pptx
HAKIKAT PERKEMBANGAN NILAI – NILAI KEAGAMAAN ANAK USIA.pptxNurLita34
 
Perkembangan moral remaja.docx ary
Perkembangan moral remaja.docx aryPerkembangan moral remaja.docx ary
Perkembangan moral remaja.docx aryzalheri
 
Perkembangan moral remaja.docx ary
Perkembangan moral remaja.docx aryPerkembangan moral remaja.docx ary
Perkembangan moral remaja.docx aryherizal2
 
Perkembangan moral remaja.docx ary
Perkembangan moral remaja.docx aryPerkembangan moral remaja.docx ary
Perkembangan moral remaja.docx aryherizal1234567890
 
Perkembangan moral remaja.docx ary
Perkembangan moral remaja.docx aryPerkembangan moral remaja.docx ary
Perkembangan moral remaja.docx ary1234567890eri
 
124-Article Text-377-1-10-20200927.pdf
124-Article Text-377-1-10-20200927.pdf124-Article Text-377-1-10-20200927.pdf
124-Article Text-377-1-10-20200927.pdfSriIkaAnggeliaAlfare1
 

Similar to Pendidikan Agama Anak (20)

Upaya guru pendidikan agama islam dalam
Upaya guru pendidikan agama islam dalamUpaya guru pendidikan agama islam dalam
Upaya guru pendidikan agama islam dalam
 
Hakikat Pendidikan dan Perkembangan Peradaban Manusia
Hakikat Pendidikan dan Perkembangan Peradaban ManusiaHakikat Pendidikan dan Perkembangan Peradaban Manusia
Hakikat Pendidikan dan Perkembangan Peradaban Manusia
 
Bab i proposal
Bab i  proposalBab i  proposal
Bab i proposal
 
PPT TENTANG FUNGSI FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM SEKALIGUS METODE NYA
PPT TENTANG FUNGSI FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM SEKALIGUS METODE NYAPPT TENTANG FUNGSI FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM SEKALIGUS METODE NYA
PPT TENTANG FUNGSI FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM SEKALIGUS METODE NYA
 
Psikologi
PsikologiPsikologi
Psikologi
 
Makalah psikologi perkembangan
Makalah psikologi perkembanganMakalah psikologi perkembangan
Makalah psikologi perkembangan
 
Landasan Psikologis.pptx
Landasan Psikologis.pptxLandasan Psikologis.pptx
Landasan Psikologis.pptx
 
Resume ppd kb 4
Resume ppd kb 4Resume ppd kb 4
Resume ppd kb 4
 
Makalah pembentukan karakter
Makalah pembentukan karakterMakalah pembentukan karakter
Makalah pembentukan karakter
 
Psychological Basis of Education
Psychological Basis of EducationPsychological Basis of Education
Psychological Basis of Education
 
Pendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnya
Pendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnyaPendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnya
Pendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnya
 
Tugasan p.moral
Tugasan p.moralTugasan p.moral
Tugasan p.moral
 
HAKIKAT PERKEMBANGAN NILAI – NILAI KEAGAMAAN ANAK USIA.pptx
HAKIKAT PERKEMBANGAN NILAI – NILAI KEAGAMAAN ANAK USIA.pptxHAKIKAT PERKEMBANGAN NILAI – NILAI KEAGAMAAN ANAK USIA.pptx
HAKIKAT PERKEMBANGAN NILAI – NILAI KEAGAMAAN ANAK USIA.pptx
 
Perkembangan moral remaja.docx ary
Perkembangan moral remaja.docx aryPerkembangan moral remaja.docx ary
Perkembangan moral remaja.docx ary
 
Perkembangan moral remaja.docx ary
Perkembangan moral remaja.docx aryPerkembangan moral remaja.docx ary
Perkembangan moral remaja.docx ary
 
Perkembangan moral remaja.docx ary
Perkembangan moral remaja.docx aryPerkembangan moral remaja.docx ary
Perkembangan moral remaja.docx ary
 
Perkembangan moral remaja.docx ary
Perkembangan moral remaja.docx aryPerkembangan moral remaja.docx ary
Perkembangan moral remaja.docx ary
 
124-Article Text-377-1-10-20200927.pdf
124-Article Text-377-1-10-20200927.pdf124-Article Text-377-1-10-20200927.pdf
124-Article Text-377-1-10-20200927.pdf
 
Resume.docx
Resume.docxResume.docx
Resume.docx
 
Metode dalam pendidikan
Metode dalam pendidikanMetode dalam pendidikan
Metode dalam pendidikan
 

Pendidikan Agama Anak

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Agama yang sumbernya pada nilai-nilai Qur’an semakin diperlukan oleh anak-anak kita, untuk mempersiapkan masa depannya yang lebih maju, kompleks, canggih, dan penuh tantangan. Mengapa anak-anak? Apakah orang dewasa tidak lagi membutuhkan pendidikan Agama wa bil khusus pendidikan Agama Islam? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita sejenak berpaling pada pendapat Benyamin Spock yang mengatakan bahwa usia 0-12 tahun merupakan masa emas anak untuk dirangsang intelektual dan kreativitasnya, karena 80% perkembangan anak ditentukan pada usia tersebut. Hal ini sekali lagi bukan berarti kita menafikan keekfetifan pendidikan Agama Islam pada usia dewasa. Bukankah penyair Arab telah bersenandung, belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar di masa dewasa ibarat mengukir di atas air? Rasulullah sendiri telah berstatemen melalui sabda yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah; “Didiklah anak-anak kalian dan buatlah pendidikan mereka itu menjadi baik”. Dari latar belakang ini, jelas bahwa penanaman pendidikan Agama Islam sangat efektif jika dilakukan pada usia anak-anak sehingga dewasa nanti akan menjadi bekal dalam kehidupan sehari-hari (pembiasaan). B. Pembatasan Masalah Sebagai antisipasi penulis agar pembaca tidak mengalami ambigu dan supaya pembahasan lebih fokus, maka penulis memberikan batasan-batasan sebagai berikut: 1. Pendidikan : memelihara dan memberi latihan, ajaran, bimbingan mengenai akhlak dan kecerdasan berpikir. Dengan menarik lebih dalam, maka makna pendidikan yaitu proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang dalam mendewasakan manusia. 2. Agama : sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan (dewa dan sebagainya) dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang telah bertalian dengan kepercayaan itu. 3. Islam : agama yang diajarkan Nabi Muhammad SAW berpedoman kepada kitab suci Al-Qur’anyang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT. 4. Penanaman : berasal dari kata dasar tanam yang berarti menaburkan paham atau ajaran. 5. Pembiasaan : melakukan sesuatu seperti yang sudah-sudah. C. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka penulis merumuskan beberapa masalah antara lain: 1. Bagaimana pendidikan Agama Islam dengan penanaman nilai? 2. Bagaimana pendidikan Agama Islam dengan pembiasaan? D. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu: 1. Mengetahui pendidikan Agama Islam dengan penanaman nilai. 2. Mengetahui pendidikan Agama Islam dengan pembiasaan.
  • 2. BAB II ISI A. Pendidikan Agama Islam dengan Penanaman Nilai Anak-anak dengan segala potensi yang terpendam, perlu kita poles supaya benar-benar terbentuk kepribadian yang luhur. Konsep John Locke tentang tabularasa nya menggambarkan bahwa anak akan baik atau buruk tergantung lingkungan terdekatnya. Bisa jadi, orang tua, keluarga, atau masyarakat sekitar. Anak dianggap sebagai barang pasif yang tak punya kekuatan sehingga hanya bisa menerima apapun yang datang dari luar dirinya. Berbeda dengan John Locke, Nabi Muhammad SAW mempunyai konsep bahwa anak yang lahir di dunia ini sudah membawa bekal dan potensi yang populer dengan istilah fitrah. Orang tua hanya meneruskan dan mengelola potensi ini. Dari dua pandangan tokoh di atas, bisa kita tarik benang merah yaitu faktor penting lingkungan keluarga terutama orang tua dalam mendewasakan anak-anak mereka. Masa inilah yang seharusnya dimanfaatkan orang tua untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan Agama Islam. Hal ini diperkuat oleh pendapat Zakiah Darajat (1996) yang mengatakan bahwa “apabila latihan- latihan keagamaan diterapkan pada waktu anak masih kecil dalam keluarga dengan cara yang kaku atau tidak benar, maka ketika menginjak usia dewasa nanti akan cenderung kurang peduli terhadap agama atau kurang merasakan pentingnya agama bagi dirinya. Sebaliknya, semakin banyak si anak mendapatkan latihan-latihan keagamaan sewaktu kecil, maka pada saat dia dewasa akan semakin merasakan kebutuhannya kepada agama”. Kemudian bagaimana cara kita menanamkan pendidikan nilai pada anak-anak kita? Tentu saja jawabannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tetapi juga bukan mustahil ketika kita mau mengusahakan dan melihat apa yang telah dituturkan oleh Trimo, S.Pd.,M.Pd dengan analisisnya; “setidaknya ada lima pendekatan dalam penanaman nilai yakni (1) Pendekatan penanaman nilai atau inculcation approach,(2) Pendekatan perkembangan moral kognitif atau cognitive moral development approach, (3) Pendekatan analisis nilai atau values analysis approach, (4) Pendekatan klarifikasi nilai atau values clarification approach, dan (5) Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach). 1. Pendekatan Penanaman Nilai Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Pendekatan ini sebenarnya merupakan pendekatan tradisional. Banyak kritik dalam berbagai literatur barat yang ditujukan kepada pendekatan ini. Pendekatan ini dipandang indoktrinatif, tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan demokrasi (Banks, 1985; Windmiller, 1976). Pendekatan ini dinilai mengabaikan hak anak untuk memilih nilainya sendiri secara bebas. Menurut Raths et al. (1978) kehidupan manusia berbeda karena perbedaan waktu dan tempat. Kita tidak dapat meramalkan nilai yang sesuai untuk generasi yang akan datang. Menurut beliau, setiap generasi mempunyai hak untuk menentukan nilainya sendiri. Oleh karena itu, yang perlu diajarkan kepada generasi muda bukannya nilai, melainkan proses, supaya mereka dapat menemukan nilai-nilai mereka sendiri, sesuai dengan tempat dan zamannya. 2. Pendekatan Perkembangan Kognitif Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral. Perkembangan moral menurut pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi (Elias, 1989).
  • 3. Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama. Pertama, membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral (Superka, et. al., 1976; Banks, 1985). Pendekatan perkembangan kognitif pertama kali dikemukakan oleh Dewey (Kohlberg 1971, 1977). Selanjutnya dikembangkan lagi oleh Peaget dan Kohlberg (Freankel, 1977; Hersh, et. al. 1980). Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahap (level) sebagai berikut: (1) Tahap “premoral” atau “preconventional”. Dalam tahap ini tingkah laku seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau sosial; (2) Tahap “conventional”. Dalam tahap ini seseorang mulai menerima nilai dengan sedikit kritis, berdasarkan kepada kriteria kelompoknya. (3) Tahap “autonomous”. Dalam tahap ini seseorang berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan akal pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya. Piaget berusaha mendefinisikan tingkat perkembangan moral pada anak-anak melalui pengamatan dan wawancara (Windmiller, 1976). Dari hasil pengamatan terhadap anak-anak ketika bermain, dan jawaban mereka atas pertanyaan mengapa mereka patuh kepada peraturan, Piaget sampai pada suatu kesimpulan bahwa perkembangan kemampuan kognitif pada anak-anak mempengaruhi pertimbangan moral mereka. Kohlberg (1977) juga mengembangkan teorinya berdasarkan kepada asumsi-asumsi umum tentang teori perkembangan kognitif dari Dewey dan Piaget di atas. Seperti dijelaskan oleh Elias (1989), Kohlberg mendefinisikan kembali dan mengembangkan teorinya menjadi lebih rinci. Tingkat-tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg dimulai dari konsekuensi yang sederhana, yang berupa pengaruh kurang menyenangkan dari luar ke atas tingkah laku, sampai kepada penghayatan dan kesadaran tentang nilai-nilai kemanusian universal. Lebih tinggi tingkat berpikir adalah lebih baik, dan otonomi lebih baik daripada heteronomi. 3. Pendekatan Analisis Nilai Pendekatan analisis nilai (values analysis approach) memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai- nilai sosial. Jika dibandingkan dengan pendekatan perkembangan kognitif, salah satu perbedaan penting antara keduanya bahwa pendekatan analisis nilai lebih menekankan pada pembahasan masalah-masalah yang memuat nilai-nilai sosial. Ada enam langkah analisis nilai yang penting dan perlu diperhatikan dalam proses pendidikan nilai menurut pendekatan ini (Hersh, et. al., 1980; Elias, 1989), sebagai berikut: Langkah Analisis Nilai Tugas Penyelesaian Masalah 1. Mengidentifikasi dan menjelaskan nilai yang terkait Mengurangi perbedaan penafsiran tentang nilai yang terkait.Mengumpulkan fakta yang berhubungan Mengurangi perbedaan dalam fakta yang berhubungan. 2. Menguji kebenaran fakta yang berkaitan Mengurangi perbedaan kebenaran tentang fakta yang berkaitan.
  • 4. 3. Menjelaskan kaitan antara fakta yang bersangkutan Mengurangi perbedaan tentang kaitan antara fakta yang bersangkutan. 4. Merumuskan keputusan moral sementara Mengurangi perbedaan dalam rumusan keputusan sementara. 5. Menguji prinsip moral yang digunakan dalam pengambilan keputusan Mengurangi perbedaan dalam pengujian prinsip moral yang diterima. 6. Pendekatan Klarifikasi Nilai Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach) memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri. Pendekatan ini memberi penekanan pada nilai yang sesungguhnya dimiliki oleh seseorang. Bagi penganut pendekatan ini, nilai bersifat subjektif, ditentukan oleh seseorang berdasarkan kepada berbagai latar belakang pengalamannya sendiri, tidak ditentukan oleh faktor luar, seperti agama, masyarakat, dan sebagainya. Oleh karena itu, bagi penganut pendekatan ini berpandangan bahwa isi nilai tidak terlalu penting. Hal yang sangat dipentingkan dalam program pendidikan adalah mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan proses menilai. Ada tiga proses klarifikasi nilai menurut pendekatan ini. Dalam tiga proses tersebut terdapat tujuh subproses sebagai berikut: Pertama : Memilih a) Dengan bebas. b) Dari berbagai alternatif. c) Setelah mengadakan pertimbangan tentang berbagai akibatnya. Kedua : Menghargai a) Merasa bahagia atau gembira dengan pilihannya. b) Mau mengakui pilihannya itu di depan umum. Ketiga : Bertindak a) Berbuat sesuatu sesuai dengan pilihannya. b) Diulang-ulang sebagai suatu pola tingkah laku dalam hidup (Raths, et. Al., 1978). c) Pendekatan Pembelajaran Berbuat Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) memberi penekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok. Menurut Elias (1989), Hersh, et. al., (1980) dan Superka, et. al. (1976), pendekatan pembelajaran berbuat diprakarsai oleh Newmann, dengan memberikan perhatian mendalam pada usaha melibatkan siswa sekolah menengah atas dalam melakukan perubahan-perubahan sosial. Menurut Elias (1989), walaupun pendekatan ini berusaha juga untuk meningkatkan keterampilan “moral reasoning” dan dimensi afektif, namun tujuan yang paling penting adalah memberikan pengajaran kepada siswa, supaya mereka berkemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum sebagai warga dalam suatu masyarakat yang demokratis. B. Pendidikan Agama Islam dengan Pembiasaan. Witeng tresno jalaran soko kulino. Demikian cetusan pepatah Jawa ini kerap menjadi pedoman bagi kita. Apapun pendidikan yang kita peroleh dan dari mana pun ilmu yang selama ini kita dapat, semuanya
  • 5. tiada guna jika tidak terbiasa untuk diimplementasikan. Al Ghazali dalam Ayyuhal Walad berkata bahwa inti sari dari ilmu adalah untuk diamalkan. Lagi-lagi, peran orang tua sebagai lingkungan terdekat sangat mempengaruhi pembiasaan anak- anaknya dalam mengejawantahkan apapun yang telah ia dapat dari luar. Pembiasaan-pembiasaan perilaku seperti melaksanakan nilai-nilai ajaran agama Islam (beribadah), membina hubungan atau interaksi yang harmonis dalam keluarga, memberikan bimbingan, arahan, pengawasan dan nasehat merupakan hal yang senantiasa harus dilakukan oleh orang tua agar perilaku remaja yang menyimpang dapat dikendalikan. An-Nahlawi (Dahlan : 1992) menyatakan bahwa metode pendidikan dan pembinaan akhlak yang perlu diterapkan oleh orang tua dalam kehidupan keluarga adalah sebagai berikut : a. Metode hiwar (percakapan) b. Metode kisah. c. Metopde mendidik dengan amtsal (perumpamaan). d. Metode mendidik dengan teladan. e. Metode mendidik dengan pembiasaan diri dan pengalaman. f. Metode mendidik dengan mengambil ibroh (pelajaran) dan mau’idhoh (peringatan). g. Metode mendidik dengan targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut). Selain Al-Nahlawi, pakar pendidikan lain seperti Al-Ghazali juga menjelaskan (Abul Quasem : 1988) bahwa perubahan dan peningkatan akhlak dapat dicapai sepanjang melalui usaha dan latihan moral yang sesuai, untuk itu maka dalam mewujudkan akhlak yang baik dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu pengalaman (al-tajribah) dan latihan diri (riyadhah). Secara teknis peran orang tua dalam membiasakan pendidikan Agama Islam di antaranya: a. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, dengan cara melaksanakan kewajiban- kewajiban sebagaimana yang diperintahkan dalam ajaran agama Islam. Dalam hal ini orang tua harus menjadi contoh yang baik dengan memberikan bimbingan, arahan, serta pengawasan sehingga dengan kondisi seperti ini remaja menjadi terbiasa berakhlak baik. b. Meningkatkan interaksi melalui komunikasi dua arah. Orang tua dalam hal ini dituntut untuk dapat berperan sebagai motivator dalam mengembangkan kondisi-kondisi yang positif yang dimiliki remaja sehingga perilaku atau akhlak remaja tidak menyimpang dari norma-norma baik norma agama, norma hukum maupun norma kesusilaan. c. Meningkatkan disiplin dalam berbagai bidang kehidupan. Orang tua dalam melaksanakan seluruh fungsi keluarganya baik fungsi agama, fungsi pendidikan, fungsi keamanan, fungsi ekonomi maupun fungsi sosial harus dilandasi dengan penanaman disiplin yang terkendali agar dapat mengendalikan akhlak atau perilaku. ` Agama Islam sebagai sumber nilai akhlak harus dijadikan landasan oleh orang tua dalam membina akhlak karena agama merupakan pedoman hidup serta memberikan landasan yang kuat bagi diri. Di samping itu pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan orang tua sehari-hari seperti sholat, membaca Al- Qur’an, menjalankan puasa serta berperilaku baik merupakan bagian penting dalam pembentukan dan pembinaan akhlak.
  • 6. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melalui berbagai pembahasan di atas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan: 1. Pendidikan Agama Islam dengan penanaman nilai menggunakan beberapa pendekatan, yaitu melalui: (1) Pendekatan penanaman nilai atau inculcation approach,(2) Pendekatan perkembangan moral kognitif atau cognitive moral development approach, (3) Pendekatan analisis nilai atau values analysis approach, (4) Pendekatan klarifikasi nilai atau values clarification approach, dan (5) Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach). 2. Metode Pendidikan Agama Islam dengan pembiasaan dapat dilakukan dengan cara: 1. Metode hiwar (percakapan). 2. Metode kisah. 3. Metopde mendidik dengan amtsal (perumpamaan). 4. Metode mendidik dengan teladan. 5. Metode mendidik dengan pembiasaan diri dan pengalaman. 6. Metode mendidik dengan mengambil ibroh (pelajaran) dan mau’idhoh (peringatan). 7. Metode mendidik dengan targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut). B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan : a. Dalam mewujudkan pendidikan Agama Islam dengan penanaman nilai dan pembiasaan hendaknya dimaksimalkan oleh orang tua (lingkungan keluarga) dengan berbagai pendekatan yang ada. b. Orang tua (keluarga) tak henti-hentinya meningkatkan pendidikan Agama Islam dengan pembiasaan dengan berbagai metode. C. Kata Penutup Demikian makalah ini dibuat. Semoga bisa menjadi tambahan wacana bagi kita terkait tentang pendidikan Agama Islam dengan penanaman nilai dan pembiasaan. Segala manfaat yang terserap semata hanya karena ridho-Nya, sedangkan kekhilafan yang ada murni hadir dari penulis. Saran krituk senantiasa terbuka sebagai acuan perbaikan tulisan ini. Terima kasih. DAFTAR PUSTAKA Asfandiyar, Andi Yudha, Pendidikan Qur’ani Senantiasa Berpihak pada Anak, (http://keyanaku.blogspot.com). Budiono, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: KARYA AGUNG, 2005. Kania, Ikeu, Peranan Keluarga dalam Membina Akhlak Remaja, (http//friendster.com). Trimo, Pendekatan Penanaman Nilai dalam Pendidikan, (http://re-searchengines.com/0807trimo.html).