kitab suci bagi umat Islam, tidak ada keraguan di dalamnya
ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ
Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (Q.S. Al-Baqarah:2)
kitab suci bagi umat Islam, tidak ada keraguan di dalamnya
ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ
Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (Q.S. Al-Baqarah:2)
MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah mengeluarkan buku pedoman tentang penyimpangan ajaran Syi'ah. Yang ingin mengetahui isi Buku Pedoman MUI ttg Syiah ini, sudah dibuat ringkasan dalam bentuk paparan Power Point dalam 9 seri. Silakan download di sini.
taglines: spiritual, MUI, fatwa MUI, Syi'ah.
MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah mengeluarkan buku pedoman tentang penyimpangan ajaran Syi'ah. Yang ingin mengetahui isi Buku Pedoman MUI ttg Syiah ini, sudah dibuat ringkasan dalam bentuk paparan Power Point dalam 9 seri. Silakan download di sini.
taglines: spiritual, MUI, fatwa MUI, Syi'ah.
Al-Quran Al-Karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu di antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara.
PENULISAN HADITS NABI PRAKODIFIKASI
(Masa Nabi, Sahabat, dan Tabi’in)
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ulumul Hadits
DOSEN:
Prof. Dr. H. Utang Ranuwijaya, M.A
Oleh:
Liseu Taqillah
NIM: 182420106
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSTAS ISLAM NEGERI (UIN)
“SULTAN MAULANA HASANUDIN”
BANTEN
TAHUN 2019
2. Hadits pada Zaman
Khulafaur Rasydin
Pengertian
hadits
1. Zaman Abu
Bakar Ash-
Shiddiq
2. Zaman
Umar Bin
Khattab
3. Zaman
Utsman Bin
Affan
4. Zaman Ali
Bin Thalib
Pengertian
Hadits
Pengertian
Khulafaur
Rasydin
Perkembangan
Hadits pada Masa
Memperbanyak
Periwayatan
Pusat
Pembinaan
Hadits
3. Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah
Al-Qur’an, dan secara fungsional hadis dapat berfungsi
sebagai penjelas (bayan). Hal tersebut dikuatkan dengan
berbagai pernyataan yang gamblang dalam Al-Qur’an itu
sendiri yang menunjukkan pentingnya merujuk kepada
hadis Nabi, Allah berfirman :
رَسُولِْ اللِْ أ سوَةْ حَْسَ لَقَ دْ كانَْ لَكُ مْ فِي
لِمَ نْ كَانَْ يَ رجُوا اللَْ وَْ ا ليَ وْمَْ ا لْخِرَْ وَْ ذَكَرَْ
اللَْ كَثِ يراْ
Artinya : “sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah.”[1]
4. Khulafaur Rasyidin (bahasa Arab: ) الخلفاء الراشدون atau
Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah (pemimpin)
pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai
penerus kepemimpinan Nabi Muhammad setelah beliau wafat.
Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Nabi
Muhammad SAW yang tercatat paling dekat dan paling dikenal
dalam membela ajaran yang dibawanya di saat masa kerasulan
Nabi Muhammad SAW. Keempat khalifah tersebut dipilih
bukan berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan
konsensus bersama umat Islam[1]Sistem pemilihan terhadap
masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda, hal tersebut
terjadi karena para sahabat menganggap tidak ada rujukan
yang jelas yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad tentang
bagaimana suksesi kepemimpinan Islam akan berlangsung.
5. Secara resmi istilah Khulafaur Rasyidin merujuk
pada empat orang khalifah pertama Islam, namun
sebagian ulama menganggap bahwa Khulafaur
Rasyidin atau khalifah yang memperoleh petunjuk
tidak terbatas pada keempat orang tersebut di
atas, tetapi dapat mencakup pula para khalifah
setelahnya yang kehidupannya benar-benar sesuai
dengan petunjuk al-Quran dan Sunnah Nabi. Salah
seorang yang oleh kesepakatan banyak ulama
dapat diberi gelar khulafaur rasyidin adalah Umar
bin Abdul-Aziz, khalifah Bani Umayyah ke-8.
Keempat khalifah tersebut adalah :
1. Abu Bakar As-shiddiq
2. Umar Bin Khattab
3. Usman Bin Affan
4. Ali Bin Abi Thalib
7. Artinya : “Dari Qabishah bin Dzu’aib Bahwasanya ia berkata :
ketika Abu Bakar ash-Shiddiq didatangi seorang nenek yang
menanyakan bagian warisnya, beliau menjawab :”Dalam
kitabullah tidak terdapat bagian untukmu, dan sepengetahuan
saya dalam sunnah Rasulullah SAW juga tidak ada. Silahkan
kemari esok lusa , saya akan menanyakan hal itu kepada
orang-orang.” Lalu Abu Bakar menanyakan kepada orang-orang.
Diantara yang menjawab adalah al-Mughirah bin
Syu’bah, Katanya :”saya pernah menghadap Rasulullah Saw,
beliau menentukan bagian seperenam untuk nenek.” Abu
Bakar lalu menanyainya : “apakah ketika kamu menghadap
Rasulullah Saw kamu bersama orang lain?”. Maka Muhammad
bin Maslamah al-Anshari bangkit dari duduknya dan berkata
seperti yang dikatakan al-Mughirah. Akhirnya Abu Bakar
menetapkan bagian seperenam untuk nenek.”[9]
8. Berdasarkan riwayat diatas, pada masa pemerintahan Abu Bakar
periwayatan Hadits dilakukan dengan sangat hati-hati, tidak serta-nerta
menerima begitu saja riwayat suatu Hadits, sebelum meneliti
terlebih dahulu periwayatannya.
Sikap beliau tersebut juga ditunjukkan dengan tindakan kongkrit
beliau, yaitu dengan membakar catatan-catatan Hadits yang
dimilikinya. Disebabkan karena beliau merasa khawatir berbuat salah
dalam meriwayatkan Hadits. Tidak heran jika jumlah Hadits yang
diriwayatkannya juga tidak banyak. Padahal, jika dilihat dari keadaan
atau ukuran beliau bersama Nabi, beliaulah yang paling lama bersama
Nabi, mulai dari zaman sebelum hijrah ke Madinah hingga Nabi wafat.
Menurut Syuhudi Ismail, terdapat tiga faktor yang menyebabkan
sahabat Abu Bakar tidak banyak meriwayatkan Hadits, yaitu :
a. Selalu sibuk saat menjabat sebagai khalifah.
b. Kebutuhan Hadits tidak sebanyak pada zaman sesudahnya.
c. Jarak waktu antara wafatnya dengan kewafatan Nabi sangat
singkat.[10]
9. Periwayatan hadits pada zaman umar bin
khattab dilakukan dengan sangat hati-hati.
Sikap hati-hati yang dilakukan oleh Abu Bakar
juga diikuti oleh Umar bin Khattab. Beliau
tidak mau menerima suatu riwayat apabila
tidak disaksikan oleh sahabat yang lainnya,
untuk membuktikan kebenaran Hadits
tersebut benar-benar Nabi SAW pernah
mengatakannya. Sebagaimana Hadits
dibawah ini :
11. Artinya : “Abu Sa’id al-Khudry berkata : aku sedang berada di salah
satu majelis kaum Anshar. Kemudian datang Abu Musa, seakan-akan
sedang merasa kesal, lalu berkata : aku meminta izin bertemu sebanyak
tiga kali, tetapi tidak diberi izin. Kemudian aku kembali saja.” Lalu ia
berkata : “mengapa engkau tidak jadi masuk?” aku menjawab : “aku
telah meminta izin sebanyak tiga kali tetapi tidak diberi izin , sehingga
aku kembali.” Rasulullah pernah bersabda : “bila seseorang diantara
kamu meminta izin (untuk bertamu), tetapi tidak diizinkan, maka
sebaiknya ia kembali saja.’ Lalu Umar berkata : “Demi Allah,
hendaknya engkau memberikan saksi atas apa yang kau katakan itu.”
Adakah salah seorang di antara kamu yang mendengarnya dari Nabi
SAW? Lalu Ubay bin Ka’ab berkata : “demi Allah, tidaklah berdiri
bersamamu kecuali yang terkecil di antara kaummu. Aku lah yang
terkecil itu. Lalu aku berdiri bersamanya. Aku beri tahu kepada Umar
bahwa Nabi SAW memang mengatakan seperti diatas.” (HR.
Bukhari)[11]
12. Bahkan pada masa kekhalifahanya Umar meminta dengan keras
supaya menyelidiki riwayat. Tidak membenarkan hingga melarang
para sahabat untuk meriwayatkan Hadits, dan menekankan agar para
sahabat mengerahkan perhatiaanya untuk menyebarluaskan Al-
Qur’an dan mengembangkan kebagusan tajwidnya.
Larangan tersebut dimaksudkan sebagai peringatan agar masyarakat
lebih berhati-hati dalam periwayatan Hadits, dan supaya perhatian
mereka terhadap Al-Qur’an tidak terganggu. Karena pada masa itu
naskah Al-Qur’an masih sangat terbatas jumlahnya dan belum
menyebar ke daerah-daerah kekuasaan Islam.
Menurut ‘Ajjaj al-Khattib, mengutip pernyataan al-Khattib al-
Baghdadi, sebab-sebab dilarangnya para sahabat menulis Hadits
pada periode awal yaitu :
a. Kekhawatiran mereka akan diabaikanya Al-Qur’an,
b. Mayoritas orang Arab saat itu belum faham betul mengenai agama
dan belum membudayakan muyawarah bersama kaum ulama.
c. Untuk menghindarkan kekeliruan dalam meriwayatkan Hadits, dan
menghalangi orang-orang yang tidak bertanggung jawab melakukan
pemalsuan Hadits.
13. Pada masa Utsman bin Affan, periwayatan Hadits dilakukan
dengan tetap menjaga sikap hati-hati. Hanya saja tidak
setegas apa yang dilakukan oleh Umar bin Khattab.
Sikap Utsman tersebut dapat dilihat ketika beliau sedang
berkhutbah, meminta kepada para sahabat agar tidak
banyak meriwayatkan Hadits yang tidak pernah mereka
dengar pada zaman Abu Bakar dan Umar.
Meskipun melalui khutbahnya telah menyampaikan seruan
agar tidak banyak meriwayatkan Hadits, ternyata pada
zaman ini, kegiatan periwayatan Hadits telah banyak bila
dibandingkan dengan kegiatan periwayatan pada zaman
dua khalifah sebelumnya. Hal ini dikarenakan pribadi
Utsman yang tidak sekeras pribadi Umar dan karena
wilayah Islam semakin luas yang mengakibatkan sulitnya
pengendalian kegiatan periwayatan Hadits secara ketat.
14. Khalifah Ali tidak jauh berbeda dengan khalifah
sebelumnya. Tetap berhati-hati dalam meriwayatkan
Hadits. Ali baru bersedia menerima suatu riwayat apabila
periwayat Hadits tersebut mengucapkan sumpah, bahwa
Hadits yang disampaikan tersebut benar-benar berasal dari
Nabi. Tetapi tidak pada orang-orang yang benar-benar
dipercayainya, seperti Abu Bakar.
Ali tidak meminta beliau untuk bersumpah karena telah
benar-benar diyakini periwayatannya tidak mungkin keliru.
Seperti dalam suatu riwayat, Ali menyatakan : “Abu Bakar
telah memberitakan Hadits Nabi kepada saya, dan
benarlah Abu Bakar itu...”. Ahmad bin Hanbal telah
meriwayatkan Hadits Nabi melalui riwayat Ali bin Abi
Thalib sebanyak lebih dari 780 Hadits. Sehingga dalam
Musnad Ahmad, Ali bin abi Thalib adalah periwayat yang
terbanyak bila dibandingkan dengan ketiga khalifah
pendahulunya. Hal ini disebabkan oleh sebagian matan dari
Hadits tersebut berulang-ulang karena perbedaan
sanadnya.
15. Pada masa kekhalifahan Utsman dan Ali bin
Abi Thalib telah terjadi pergolakan politik,
yang mendorong orang-orang yang tidak
bertanggung jawab melakukan pemalsuan
Hadits. Hadits yang beredar makin
bertambah banyak. Berbeda jauh bila
dibandingkan dengan khalifah-khalifah
sebelumnya. Maka, untuk mendapatkan
Hadits dengan kualitas shahih, dibutuhkan
penelitian yang mendalam dari segi
periwayatan maupun matannya.
16. Periode sejarah dan perkembangan Hadits yang
ketiga adalah masa memperbanyak periwayatan
atau dikenal sebagai Ashru Iktsar Riwayat al-
Hadits. Periode ini terjadi pada masa sahabat
kecil atau zaman tabi’in besar. Pada masa ini
daerah Islam sudah meluas hingga negeri Syam,
Irak, Mesir, Samarkand. Bahkan pada tahun 93 H
tentara Islam berhasil menaklukkan Spanyol.
Pada periode ini umat Islam telah mulai
mencurahkan perhatiannya terhadap
periwayatan Hadits. Hal ini disebabkan :
17. 1. Al-Qur’an telah dikodifikasikan.
2. Peristiwa-peristiwa yang dihadapi umat Islam semakin
banyak. Dan memerlukan petunjuk-petunjuk dari Hadits-
Hadits Rasulullah yang lebih banyak lagi, disamping
petunjuk-petunjuk dari Al-Qur’an.
3. Meninggalnya para sahabat, dan sahabat yang masih
hidup banyak yang berpencar ke daerah-daerah.[12]
Sedangkan cara umat Islam meriwayatkan Hadits pada
periode ini yaitu :
1. Para sahabat lebih berhati-hati dalam meriwayatkan dan
menerima Hadits. Demikian pula para tabi’in. Karena
pada periode ini pemalsuan Hadits dari orang-orang yang
tidak bertanggung jawab semakin banyak
2. Bentuk periwayatan Hadits pada periode ini, masih sama
dengan periode sebelumnya, yaitu dengan cara :
Dari mulut ke mulut.
Periwayatan dilakukan dengan lafdziyah dan
ma’nawiyah.
Bersandar kepada ingatan dan hafalan.[13]
18. 1. Pusat-Pusat Pembinaan Hadits
a. Madinah
Tokoh-tokoh dari kalangan sahabat : Abu Bakar, Umar,
Ali (sebelum pindah ke Kuffah), Abu Hurairah, Aisyah,
Ibnu Umar, Sa’id al-Khudry dan Zaid bin Tsabit.
Tokoh-tokoh dari kalangan tabi’in : Sa’id bin al-
Musayyab, Urwah bin al-Zubair, Ibnu Syihab al-Zuhri,
Ubaidillah bin Urbah bin Mas’ud dan Salim bin Abdillah
bin Umar.
b. Makkah
Tokoh–tokoh dari kalangan sahabat : Mu’adz bin Jabal,
Abdullah bin Abbas, Haris bin Hisyam, Atab bin Asid.
Tokoh-tokoh dari kalangan tabi’in : Mujahid, Atha’ bin
Abi Rabah, Ikrimah, Abul Zubair Muhammad bin Muslim.
19. c. Kuffah
Tokoh-tokoh dari kalangan sahabat : Ali bin Abi Thalib,
Abdullah bin Mas’ud, Sa’ad bin Abi Waqash, Sa’id bin Zaid.
Tokoh-tokoh dari kalangan tabi’in : al-Rabi’ bin Qasim, Kamal
bin Zaid al-Nakha’i, Abu Ishaq al-Sa’bi.
d. Bashrah
Tokoh-tokoh dari kalangan sahabat : Anas bin Malik, Uthbah,
Imran bin Husain, Abu Barzah, Abu Bakrah, Ma’qil bin Yasar.
Tokoh-tokoh dari kalangan tabi’in : Abul ‘Aliyah, Rafi’ bin
Mihram al-Riyahy, Muhammad bin sirrin.
e. Syam
Tokoh-tokoh dari kalangan sahabat : Ubadah bin Shamit dan
Abu Darda’
Tokoh-tokoh dari kalangan tabi’in : Abu Idris al-Khaulany,
Qabishah bin Dzuaib, Makhul, Raja’ bin Haiwah.
f. Mesir
Tokoh-tokoh dari kalangan sahabat : kharijah bin hudzaifah,
Uqbah bin Amir, Abdullah bin Sa’ad, Mahmiyah bin Juz, Abu
Basyrah.
Tokoh-tokoh dari kalangan tabi’in : Abul Khair Maartsad al-
Yaziny dan Yazid bin Abi Habib.
20. 1. Abu Hurairah, menurut Ibnu Jauzi dalam Talqih Fuhumi
al-Atsar, meriwayatkan Hadits dari Rasulullah sebanyak
5347 Hadits. Dalam kitab Musnad Imam Ahmad sebanyak
3848 Hadits. Menurut perhitungan al-Kirmany 5364 buah
Hadits. 352 Hadits disepakati oleh Bukhari Muslim
(muttafaq ‘alaih), Imam Bukhari sendiri 93 Hadits dan
Imam Muslim sendiri 139 Hadits.
2. Abdullah bin Umar, meriwayatkan 2630 Hadits menurut
ibnu Jauzi. Menurut Imam Ahmad dalam Kitab Musnad
2019 Hadits. Muttafaq ‘alaih mentakhrij sebanyak 170
Hadits, Imam Bukhari 80 Hadits dan 31 Hadits oleh Imam
Muslim.
3. Anas bin Malik meriwayatkan 2286 Hadits. Dari Anas bin
Malik muttafaq ‘alaih mentakhrij sebanyak 168 Hadits.
Oleh Imam Bukhari sendiri sebanyak 8 Hadits dan oleh
Imam Muslim sebanyak 70 Hadits.
4. ‘Aisyah binti Abu Bakar (isteri Nabi) meriwayatkan
sebanyak 2210 Hadits.
21. 5. Abdullah bin Abbas, menurut kitab Ibnu
Jauzi meriwayatkan 1660 Hadits, dan
menurut kitab Musnad Imam Ahmad 1696
Hadits.
6. Jabir bin Abdullah meriwayatkan 1540 Hadits
menurut Ibnu Jauzi, dan 2019 Hadits menurut
Imam Ahmad.
7. Abu Sa’id Al Khudry Haditsnya 1170 menurut
Ibnu Jauzi dan 958 Hadits menurut Imam
Ahmad.
8. Abdullah bin Mas’ud, sebanyak 848 Hadits
menurut Ibnu Jauzi dan 892 Hadits menurut
Imam Ahmad.
9. Abdullah bin Amr bin Ash, Ibnu Jauzi
mengatakan 700 Hadits dan 722 Hadits
menurut Imam Ahmad.