1. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA
DITJEN BINA GIZI DAN KIA
TAHUN 2013
DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIA
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2014
2. Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
yang menyebutkan bahwa unit eselon I dan unit eselon II
instansi pemerintah diwajibkan untuk menyusun Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), maka
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA sebagai salah satu unit eselon I di
lingkungan Kementerian Kesehatan telah menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja
tahun 2013.
Laporan Akuntabilitas Kinerja adalah laporan kinerja tahunan yang berisi
pertanggung jawaban kinerja yang merupakan perwujudan dari salah satu indikator
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance),
dan berkaitan dengan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dalam
memberikan pelayanan prima serta menyampaikan pertanggungjawaban kinerja
kepada pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA ini
secara garis besar berisikan informasi mengenai tugas dan fungsi organisasi,
rencana kinerja dan capaian kinerja yang telah dilaksanakan dalam Tahun
Anggaran 2013. Gambaran tentang capaian kinerja program dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat
capaian serta menentukan upaya tindaklanjut, dengan tetap mengacu kepada
Rencana Strategi Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014.
Secara formal Laporan Akuntabilitas Kinerja ini disusun dengan
berpedoman pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan
Penetapan Kinerjda dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan
mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatn Nomor 2416/MENKES/PER/XII/2011
tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas
Kinerja Kementerian Kesehatan.
i
KATA PENGANTAR
Dalam menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 7
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
3. Dalam penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja ini kami telah
berupaya seoptimal mungkin, walaupun masih ditemukan banyak kendala dalam
penyusunan dan penyempurnaan laporan ini. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka, masukan dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan untuk
perbaikan serta penyempurnaan penyusunan laporan ditahun yang akan datang.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya dalam mengevaluasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan
R.I.
ii
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
4. Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
tahun 2013 disusun sebagai sebuah kewajiban organisasi untuk
menyampaikan dan mempertanggungjawabkan kinerja yang telah
dilaksanakan pada tahun 2013 sebagaimana telah ditetapkan melalui
Instruksi Presiden No 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Ferormasi Birokrasi No. 29 tahun 2010 tentang pedoman penyusunan
Laporan Akuntabilitas Kinerja.
Pelaksanaan program dan kegiatan di lingkungan Direktorat Jenderal
Bina Gizi dan KIA tahun 2013 mengacu pada Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan tahun 2010 – 2014 yang ditetapkan dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/60/I/2010. Dalam upaya
mewujudkan tercapaianya tujuan penurunan AKI, AKB dan Status Gizi
Kurang, maka telah dijabarkan melalui berbagai kegiatan yang dilaksanakan
oleh masing-masing unit eselon II di lingkup Direktorat Jenderal Bina Gizi
dan KIA. Upaya tersebut dilaksanakan ditiap jenjang pemerintahan mulai
dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah melalui dekonsentrasi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota melalui Tugas Pembantuan, serta Unit
Pelaksana Teknis (UPT).
Dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
KIA tahun 2013, diuraikan mengenai capaian kinerja tahun 2013
sebagaimana telah diperjanjikan dalam dokumen penetapan kinerja yang
terdiri dari target Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Indikator Kinerja
Kegiatan (IKK). Hal tersebut disajikan secara sistimatis dalam laporan ini.
Sumber data laporan ini diperoleh dari unit eselon II dan UPT di lingkup
Direktorat Bina Gizi dan KIA tahun 2013.
iii
IKHTISAR EKSEKUTIF
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
5. Gambaran keberhasilan dalam mecapai target disajikan dalam
analisis capaian indikator kinerja utama dan indikator kinerja kegiatan serta
analisis akuntabilitas keuangan dengan mengutarakan hal-hal yang telah
dilaksanakan dan faktor-faktor pendukung keberhasilan maupun kegagalan.
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA memiliki 16 indikator kinerja
yang terdiri dari 3 IKU dan 13 IKK. Capaian Indikator Kenerja Utama adalah;
Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan sebesar
90,88% (target 89%), Cakupan kunjungan neonatus pertama (KN1) sebesar
92,33% (target 89%), Persentase Balita ditimbang berat badannya (D/S)
sebesar 80,29% (target 80%). Sedangkan Realisasi capaian Indikator
Kinerja Kegiatan adalah; Persentase balita gizi buruk yang mendapat
perawatan sebesar 92,63% (target 100%), Persentase Ibu Hamil mendapat
Pelayanan Antenatal Care (K4) sebesar 86,52% (target 93%), Persentase
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memberikan Pelayanan KB sesuai
standar sebesar 95,1% (target 90%), Cakupan pelayanan kesehatan bayi
sebesar 87,77% (target 87%), Cakupan pelayanan kesehatan anak Balita
sebesar 70,12% (target 83%), Cakupan SD/MI melaksanakan penjaringan
siswa kelas I sebesar 73,91% (target 94%), Cakupan kabupaten/ kota yang
menyelenggarakan pembinaan pelayanan kesehatan tradisional alternatif
dan komplementer sebesar 44,6% (target 40%), Jumlah RS yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan
bermanfaat sebagai pelayanan alternatif dan komplementer sebesar 73 RS
(target 56 RS), Jumlah Puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan
Kerja di Wilayah Industri sebesar 778 Pkm (target 576 Pkm), Jumlah
Puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan Olahraga sebesar 671
Pkm (target 240 Pkm), Persentase satuan kerja yang menyelenggarakan
adminstrasi kepemerintahan sesuai ketentuan sebesar 96,96% (target
95%), Persentase sarana dan prasarana kerja yang sesuai standar sebesar
90,01% (target 90%), Jumlah puskesmas yang mendapatkan Bantuan
iv
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
6. Operasional Kesehatan dan menyelenggarakan Lokakarya Mini sebesar
9.419 (target 8.868).
Secara umum pencapaian indikator Renstra Direktorat Jenderal Bina
Gizi dan KIA dapat mencapai target, namun masih terdapat 25% indikator
yang tidak dapat mencapai target yaitu penanganan balita gizi buruk, Ibu
hamil mendapat pelayanan antenatal, pelayanan kesehatan balita dan
penjaringan kesehatan bagi anak SD/MI. Beberapa indikator yang belum
tercapai antara lain disebabkan oleh masalah ketersediaan dan komitmen
tenaga, kurang optimalnya metode program di tingkat kab/kota, sarana dan
prasarana, sistem informasi yang lemah, serta kurang berpihaknya
kebijakan daerah dalam pembangunan bidang kesehatan.
Secara garis besar, upaya perbaikan antara lain dengan
meningkatkan bimbingan teknis, meningkatkan kapasitas tenaga,
peningkatan dan perbaikan regulasi, koordinasi lintas program dan sektor,
melakukan advokasi kepada pemerintah daerah agar meningkatkan tenaga
teknis yang terlatih, perbaikan sistim informasi palaporan, maupun
penyediaan biaya operasional yang diperlukan. Perbaikan ini difokuskan
terutama kepada daerah capaian indikator rendah dengan potensi
sumberdaya yang rendah, namun memiliki kontribusi terhadap tingginya
cakupan program.
Realisasi anggaran pelaksanaan program Bina Gizi dan KIA, yang
meliputi anggaran dekonsentrasi, tugas pembantuan, kantor pusat dan
kantor daerah sebesar 92,11%. Tingginya penyerapan anggaran
dipengaruhi oleh tingkat serapan anggaran pada satker tugas pembantuan
yang terkait dengan pelaksanaan BOK. Sementara realisasi satuan kerja
pada kantor pusat sebesar 88,09%. Dari sisi manfaat terhadap program
bahwa serapan anggaran kegiatan yang tinggi, ternyata tidak sejalan
dengan peningkatan kinerja program. Sejak tahun 2011 serapan anggaran
meningkat dari 80,72% menjadi 93,11% pada tahun 2013, sedangkan
v
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
7. capaian kinerja program tahun 2011 sebanyak 87,5% indikator yang telah
tercapai, menurun menjadi 75% pada tahun 2013. Hal ini diharapkan
segera mendapat perhatian serius, agar upaya kinerja program mengalami
perbaikan.
Masalah dalam pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran
pada umumnya adalah pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan
rencana penarikan dana (RPD) yang telah disusun, revisi kegiatan, dan
persoalan administrasi lainnya. Revisi DIPA memerlukan waktu cukup lama
sehingga beberapa kegiatan baru bisa dilaksanakan di akhir tahun bahkan
tidak sempat terlaksana mempengaruhi realisasi kegiatan dan keuangan.
Proses pengadaan barang dan jasa telah mengalami perbaikan, terutama
sejak diaplikasin secara online.
Untuk perbaikan ke depan, perlu koordinasi yang lebih baik antar unit
eselon II dalam penyusunan jadwal kegiatan terutama yang melibatkan
Direktur Jenderal serta eselon II sehingga rencana kegiatan yang telah
dibuat bisa dilaksanakan. Jika dibutuhkan revisi DIPA, perlu dilakukan
percepatan agar pelaksanaan kegiatan tidak terhambat. Demikian pula
proses pengadaan barang dan jasa perlu dipersiapkan lebih awal agar tidak
semua pengadaan selesai di akhir tahun.
Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau Kantor Daerah. Dari tiga UPT
binaan Ditjen Bina Gizi dan KIA secara umum serapan anggaran dan
pelaksanaan kegiatan program sebesar 92,21%% sedangkan fisik
mencapai 99,79%.
Hal-hal diatas merupakan gambaran capaian kinerja Program Bina
Gizi dan KIA. Secara detail terkait capaian kinerja, telah ditulis lebih lengkap
dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja ini. Harapannya bahwa, laporan ini
dapat memberi gambaran capaian dan akuntabilitas kinerja program bina
Gizi dan KIA.
vi
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
8. vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR I
IKHTISAR EKSEKUTIF iii
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GRAFIK xii
DAFTAR GAMBAR xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................
B. Maksud dan Tujuan ..................................................
C. Tugas Pokok dan Fungsi ..........................................
D. Sistimatika .................................................................
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
1
3
3
5
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
A. Perencanaan Kinerja..............................................
1. Visi ………………………………………………..
2. Misi ………………………………………………...
3. Tujuan …………………………………………......
4. Nilai-nilai…………………………………………..
5. Strategi Nasional Pembangunan Kesehatan
Masyarakat...................................................…
6. Sasaran Strategi Ditjen Bina Gizi dan KIA...…
7. Indikator Kinerja…………………………………
B. Perjanjian Kinerja.....................................................
1. Indikator Kinerja Program Bina Gizi dan KIA.…
2. Indikator Penunjang Kinerja Program (Kegiatan)...
7
8
8
9
9
9
10
11
12
13
15
9. viii
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A. Pengukuran Kinerja ...............................................
a. Capaian Indikator Kinerja Utama Program
BinaGizi dan KIA......................................……
b. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan....................
c. Capaian Kinerja Keuangan..................................
B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja.....................
1. Indikator Kinerja Utama ………………………
a) Persentase ibu hamil ditolong oleh nakes
terlatih (cakupan Pn) ...................................
b) Persentase Kunjungan Neonatal Pertama
(KN1)...
c) Persentase Balita ditimbang berat badannya
(D/S) ...........................................................
2. Indikator Kinerja Kegiatan...................................
a) Persentase Balita Gizi Buruk yang mendapat
Perawatan.....................................................
b) Persentase Ibu Hamil Mendapat Pelayanan
Antenatal (cakupan K4)..................................
c) Persentase KB sesuai Standar di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan...................................
d) Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi...........
e) Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita...
f) Cakupan SD/MI melaksanakan Penjaringan
Siswa Kelas 1.................................................
g) Cakupan Kabupaten/Kota Menyelenggarakan
Pembinaan Yankestradkom...........................
h) Jumlah RS Menyelenggarakan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
22
22
24
25
27
27
27
36
41
48
48
53
60
64
69
74
79
86
10. ix
Yankestradkom
i) Jumlah Puskesmas Melaksanakan Upaya
Kesehatan Kerja...........................................
j) Jumlah Puskesmas Melaksanakan Upaya
Kesehatan Olahraga......................................
k) Persentase satuan kerja yang
menyelenggaran administrasi kepemerintahan
sesuai ketentuan.
l) Penyediaan Sarana dan Prasarana sesuai
dengan standar.............................................
m) Penyelenggaraan Bantuan Operasional
Kesehatan.....................................................
C. Akuntabilitas Keuangan...........................................
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
90
92
94
99
104
108
BAB IV PENUTUP ............................................................ 113
LAMPIRAN
11. x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Indikator Kinerja Program Bina Gizi dan KIA Tahun 2012..... 14
Tabel 2.2 : Indikator Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA………………… 15
Tabel 2.3 : Indikator Bina Gizi Masyarakat................................................ 16
Tabel 2.4 : Indikator Bina Kesehatan Ibu.................................................. 17
Tabel 2.5 : Indikator Bina Kesehatan Anak............................................... 19
Tabel 2.6 : Indikator Bina Pelayanan Kestradkom.................................... 20
Tabel 2.7 : Indikator Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga........................ 21
Tabel 3.1 : Capaian Indikator Kinerja Utama Program Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak .......................................................
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
23
Tabel 3.2 : Capaian Indikator Kinerja Setditjen Bina Gizi dan KIA ........... 24
Tabel 3.3 : Capaian Kinerja Keuangan Kantor Pusat................................ 26
Tabel 3.4 : Capaian Kinerja Keuangan Kantor Daerah (UPT)...………..... 27
Tabel 3.5 : Capaian Indikator Pn antar tahun 2009-2013.………........... 28
Tabel 3.6 : Capaian Indikator KN1 antar tahun 2009-2013....................... 36
Tabel 3.7 : Capaian Indikator D/S antar tahun 2009-2013........................ 41
Tabel 3.8 : Capaian Indikator K4 antar tahun 2009-2013.......................... 53
Tabel 3.9 : Capaian Pelayanan Kesehatan Bayi antar tahun 2009-2013.. 65
Tabel 3.10: Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita antar tahun
2009-2013................................................................................
69
Tabel 3.11: Cakupan SD/MI Melaksanakan Pemeriksaan Kesehatan
antar tahun 2009-2013............................................................
74
Tabel 3.12: Cakupan Kabupaten/Kota yang Menyelenggarakan
Yankestradkom........................................................................
80
Tabel 3.13: Jumlah Rumah Sakit Menyelenggarakan Yankestradkom..... 87
Tabel 3.14: Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA Tahun 2013
Menurut Jenis Anggaran..........................................................
119
Tabel 3.15: Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA Tahun 2010 -
2013.....................................................................................
110
12. xi
Tabel 3.16: Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA Lokasi Kantor
Pusat Menurut Satuan Kerja......................................
Tabel 3.17: Realisasi Anggaran Program Bina Gizi dan KIA Menurut
Lokasi Satuan Kerja Kantor Daerah........................................
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
111
112
13. xii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 3.1 : Tren cakupan PN tahun 2010-2013 dibandingkan target
Renstra Kemenkes 2010-2014 ……………………….....
29
Grafik 3.2 : Capaian Cakupan Pn tahun 2013......... …………………… 29
Grafik 3.3 : Tren Capaian Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) Tahun
2009-2013…....………………………..............……………....
37
Grafik 3.4 : Cakupan KN1 menurut Provinsi Tahun 2013....................... 38
Grafik 3.5 : Tren Cakupan D/S dibanding Target Renstra 2009-2014.… 42
Grafik 3.6 : Capaian D/S menurut Provinsi Tahun 2013........................ 43
Grafik 3.7 : Tren Jumlah Kasus Gizi Buruk yang Mendapat Perawatan 50
Grafik 3.8 : Tren Cakupan K4 dibanding Target Renstra tahun 2010-
2014.......................................................................................
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
54
Grafik 3.9 : Cakupan persentase cakupan K4 menurut Provinsi tahun
2013.......................................................................................
55
Grafik 3.10 : Tren capaian jumlah fasilitas kesehatan yang mampu
memberikan pelayanan KB sesuai standar tahun 2010
sampai 2013..........................................................................
61
Grafik 3.11 : Tren capaian faskes KB dari tahun 2010 hingga 2013
dibandingkan target Renstra Kemenkes 2010-2014............
62
Grafik 3.12 : Tren cakupan pelayanan kesehatan bayi tahun 2009-2013
dibanding Target Renstra......................................................
66
Grafik 3.13 : Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi Menurut Provinsi
Tahun
2013............................................................................
66
Grafik 3.14 : Tren Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita tahun
2009-2013 dibanding Target Renstra...................................
70
Grafik 3.15 : Cakupan Yankes Balita 2013.................…………………….. 71
Grafik 3.16: Tren Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak SD/MI 2010-
2013 dibanding dengan Target Renstra...............................
75
14. xiii
Grafik 3.17: Capaian Pelayanan Kesehatan Anak SD/MI Per Provinsi... 76
Grafik 3.18: Tren Cakupan Kabupaten/Kota Menyelenggarakan
Yankestradkom Tahun 2010-2013 dibanding Renstra..........
80
Grafik 3.19: Jumlah Puskesmas yang Melaksanakan Kesehatan Kerja... 91
Grafik 3.20: Jumlah Puskesmas yang Menyelenggarakan Kesehatan
Olahraga...............................................................................
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
93
Grafik 3.21: Trend Realisasi Indikator Penyelenggaraan Kepemerintahan
Tahun 2010-2013......................................
96
Grafik 3.22: Trend Realisasi Indikator Penyediaan Sarana & Prasarana
Tahun 2010-2013..................................................................
100
Grafik 3.23: Realisasi Keuangan dan Capaian Fisik Setditjen Bina Gizi &
KIA Tahun 2013.................................................................
103
Grafik 3.24: Trend Puskesmas yang Merealisasikan BOK Tahun 2011-
2014.......................................................................................
105
Grafik 3.25: Trend Realisasi Dana BOK Tahun 2011-2013..................... 106
Grafik 3.26: Trend Serapan Anggaran disbanding Capaian Indikator....... 111
15. Gambar 3.1 : Salah satu Poskesdes di Kab Gorontalo.............. 30
Gambar 3.2 : Pelaksanaan P4K di Provinsi NTT.................. 31
Gambar 3.3 : Kemitraan Bidan dan Dukun............................ 32
Gambar 3.4 : Salah satu Rumah Tunggu Kelahiran di Provinsi
xiv
DAFTAR GAMBAR
Jambi
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
32
Gambar 3.5 : Konseling ASI pada saat Kunjungan Neonatal...... 38
Gambar 3.6 : Fasilitasi Peningkatan Pelayanan BBLR dan Bayi
di Puskesmas dan RS di Kab Lampung..........
39
Gambar 3.7 : Peningkatan Kapasitas dokter Umum dalam
Tatalaksana Bayi dan Balita Sakit di Jakarta......
39
Gambar 3.8 : Pengembangan Materi KIE Perawatan Bayi Baru
Lahir dan Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir di
Puskesmas Wilayah Kabupaten Jayawijaya......
40
Gambar 3.9 : Aktifitas Penimbangan di Posyandu
KelurahanCipedak, Jakarta Selatan..................
44
Gambar 3.10: Contoh Penanganan Kasus Gizi Buruk............. 50
Gambar 3.11: Ruangan di dalam TFC (Terauphetic Feeding
Centre)...
51
Gambar 3.12: Pelaksanaan Kelas Ibu hamil yang merupakan
sarana peningkatan pengetahuan pada Ibu
Hamil....
56
Gambar 3.13: Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi terpadu, termasuk pelayanan KB.........
60
Gambar 3.14: Pelayanan Pemantauan Tumbuh Kembang Anak
Balita.....................................................................
69
16. Puskesmas.............................................................
81
Pelayanan Akupunktur Medik........................
87
xv
Gambar 3.15: Orientasi Akupresur Tenaga Kesehatan
Gambar 3.16: Peningkatan Kapasitas dokter RS dalam
Gambar 3.17: Peningkatan Kapasitas dokter RS dalam
Pelayanan Obat
Herbal................................................................
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
88
Gambar 3.18: Pertemuan Perencanaan............................... 95
Gambar 3.19: Peningkatan SDM.......................................... 95
Gambar 3.20: Sosialisasi Peraturan Per-UU............................. 95
Gambar 3.21: Pelatihan Photograpi.......................................... 95
Gambar 3.22: Komitmen ISO 9001:2008 Setditjen Bina Gizi
KIA..........
97
Gambar 3.23: Piagam Penghargaan ISO 9001:2008, Ditjen Bina
Gizi
&KIA.......................................................................
97
Gambar 3.24: Absensi Finger Print Setditjen Bina Gizi &
KIA..........................................................................
101
Gambar 3.25: Character Building Ditjen Bina Gizi & KIA.......... 104
Gambar 3.26: Pelatihan Bisnis Proses,Ditjen Bina Gizi & KIA... 104
Gambar 3.27: Trend Realisasi Dana BOK Tahun 2011-2013....... 106
17. Good governance merupakan salah satu prasyarat bagi pemerintah
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Salah satu
upaya yang dilakukan adalah menciptakan pelaksanaan pemerintahan
yang bersih, transparan, akuntabel dan bertanggung jawab. Wujud
transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan pengelolaan sumber daya
Instansi Pemerintah diwujudkan dalam laporan pertanggungjawaban
dalam mencapai visi, misi dan tujuan organisasi yang dijalankan sesuai
Rencana Strategis.
Kementerian Kesehatan mengemban tugas untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya, menurunkan Angka
Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi, prevalensi gizi kurang dan gizi
buruk serta peningkatan akses pelayanan kesehatan terutama bagi
masyarakat miskin serta masyarakat di daerah terpencil, perbatasan
dan kepulauan. Tugas tersebut tertuang dalam Rencana Strategis
(Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014, yang ditetapkan
melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.03.01/60/I/2010.
Dalam upaya mendukung tercapainya tugas tersebut, pada tahun
2013 Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak telah melaksanakan
kebijakan dan menyusun berbagai rencana kegiatan sebagai
penjabaran visi, misi dan rencana strategis. Komitmen tersebut
dibuktikan melalui penyediaan anggaran yang memadai dan dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, setiap unit teknis/unit utama
dilingkup Kementerian Kesehatan wajib mempertangungjawabkan
pelaksanaan kebijakan dan kewenangan pengelolaan sumber daya
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
18. yang diberikan, dengan tetap berlandasan pada Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan.
Kewajiban diatas sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun
1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (RB)
Nomor 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan
Kinerja dan Laporan Akuntabilitas, maka setiap unit teknis/unit utama
yang merupakan unsur penyelenggara pemerintahan negara, wajib
memberikan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
yang merupakan dokumen berisi gambaran perwujudan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah yang disusun dan disampaikan secara
sistematis dan melembaga.
Pelaporan kinerja juga dimaksudkan sebagai media untuk
mengkomunikasikan pencapaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi
dan KIA dalam satu tahun anggaran kepada masyarakat dan pemangku
kepentingan lainnya. Pengukuran pencapaian kinerja bertujuan untuk
mendorong Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA dalam meningkatkan
transparansi, akuntabilitas dan efektifitas dari kebijakan dan program
serta dapat menjadi masukan dan umpan balik bagi pihak-pihak yang
berkepentingan dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. Oleh
karena itu, substansi penyusunan LAKIP didasarkan pada hasil-hasil
capaian indikator kinerja dari masing-masing unit satuan kerja yang ada
di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut dan mengacu pada
petunjuk teknis penyusunan laporan akuntabilitas kinerja yang
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, maka Ditjen Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak perlu menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP), sebagai bentuk pertanggungjawaban
pelaksanaan kegiatan secara akuntabel dan transparan.
2
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
19. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak merupakan suatu
kewajiban untuk mempertanggung jawabkan keberhasilan dan
kegagalan misi organisasi tahun 2013 dalam mencapai target
dan sasaran program seperti yang tertuang dalam Rencana
Strategis, dan ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak oleh
pejabat yang bertanggungjawab.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/PER/XI/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan, tugas pokok Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak adalah merumuskan serta melaksanakan
kebijakan dan standarisasi teknis di bidang Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak.
Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak, mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan gizi dan kesehatan ibu
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan gizi dan kesehatan ibu
3
B. MAKSUD DAN TUJUAN
C. TUGAS POKOK DAN FUNGSI
dan anak;
dan anak;
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
20. 3. Penyusunan Standar, Norma, Pedoman dan Kriteria dan Prosedur
4. Pemberian Bimbingan Teknis dan Evaluasi di bidang pembinaan
5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal bina gizi dan
Fungsi tersebut dilaksanakan oleh organisasi yang susunannya adalah
sebagai berikut :
5. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan
Di samping Direktorat teknis di pusat, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak membina beberapa Unit Pelaksana Teknis di
daerah, yang terdiri dari :
4
di bidang pembinaan gizi dan kesehatan ibu dan anak;
gizi dan kesehatan ibu dan anak;
kesehatan ibu dan anak.
1. Sekretariat Direktorat Jenderal;
2. Direktorat Bina Gizi;
3. Direktorat Bina Kesehatan Ibu
4. Direktorat Bina Kesehatan Anak;
Komplementer; dan
6. Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga.
1. Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Bandung
2. Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat Makassar
3. Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat Palembang
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
21. Sistematika penulisan Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak adalah sebagai berikut :
Pendahuluan, menjelaskan uraian singkat mengenai tujuan program
yang dilaksanakan oleh Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak, tugas pokok dan fungsi, susunan organisasi serta sistematika
penulisan laporan
Rencana Stratejik, menjelaskan mengenai rencana stratejik dan
rencana kinerja. Pada bab ini disampaikan gambaran singkat
sasaran yang ingin dicapai Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak tahun 2010.
Akuntabilitas Kinerja, menguraikan tentang sumber pembiayaan,
indicator kinerja evaluasi kinerja, termasuk menguraikan
keberhasilan dan kegagalan, hambatan/kendala dan permasalahan
yang dihadapi serta langkah-langkah antisipatif yang akan diambil.
Penutup, mengemukakan simpulan dari tujuan secara umum
tentang keberhasilan dan kegagalan, permasalahan dan kendala
utama yang berkaitan dengan kinerja Ditjen Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak serta strategi pemecahan masalah yang
akan dilaksanakan di tahun mendatang.
5
D. SISTEMATIKA
- Ringkasan Ekskutif
- Kata Pengantar
- Daftar Isi
- BAB I
- BAB II
- BAB III
- BAB IV
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
22. 6
- LAMPIRAN
• Formulir RK : Pengukuran Kinerja
• Formulir RKT : Rencana Kinerja Tahunan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
23. Pembangunan kesehatan menjadi upaya prioritas dalam
rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia,
sebagaimana diamanahkan dalam UU 36 tahun 2009. Sejalan
dengan itu, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun
2010-2014 disusun dan ditetapkan dengan keputusan Nomor
021/Kemenkes/SK/1/2011, serta tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP).
Rencana Aksi kegiatan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak merupakan penjabaran dari Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010 – 2014. Disebutkan
bahwa Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
merupakan program yang terkait dengan pencapaian target
MDGs; terutama pada target pertama untuk menurunkan
prevalensi gizi kurang sebesar 15,5% dan gizi buruk sebesar
3,6% pada tahun 2015; target keempat mengurangi tingkat
kematian Balita hingga menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup dan
bayi 23 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015; target kelima
mengurangi angka kematian ibu hingga mencapai 102 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Dalam mencapai target MDGs diatas, telah dilakukan berbagai
upaya intervensi sebagaimana tertuang dalam Rencana Aksi
Kegiatan Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Upaya
7
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
A. PERENCANAAN KINERJA
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
24. tersebut diharapkan dapat memiliki daya ungkit terhadap
pencapaian target MDGs. Indikator dan target kinerja yang telah
ditetapkan pada awal tahun akan menjadi ukuran keberhasilan
pelaksanaan program, yang meliputi Indikator Kinerja Program
(IKP) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang dilaksanakan di
tingkat esselon 2.
Agar tercapainya target indikator sebagaimana yang telah
dijabarkan dalam Rencana Aksi Program Ditjen Bina Gizi dan KIA,
dalam bab ini perlu ditegaskan kembali tentang visi, misi, tujuan
nilai-nilai, kebijakan, program, sasaran strategis, dan indikator.
Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
Visi Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak mengacu pada visi Kementerian Kesehatan tahun 2010-
2014 yaitu “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”
2. Misi
Misi Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
mengacu kepada Misi Kementerian Kesehatan yaitu:
a. Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, melalui
pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat
madani.
b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin
tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu
dan berkeadilan.
c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya
8
1. Visi
kesehatan.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
25. 3. Tujuan
Tujuan Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak adalah
terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil guna
dan berdaya guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan dan
gizi masyarakat yang setinggi-tingginya.
4. Nilai-Nilai
Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan
kesehatan, Ditjen Bina Gizi dan KIA menganut dan menjunjung
tinggi nilai-nilai yang telah dirumuskan dalam Renstra
Kementerian Kesehatan antara lain:
5. Strategi Nasional Pembangunan Kesehatan Masyarakat
Dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan masyakat,
strategi yang dilakukan adalah :
a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan
masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan
melalui kerjasama nasional dan global.
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata,
terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti
dengan pengutamaan pada upaya promotif preventif.
9
d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
a. Pro Rakyat
b. Inklusif
c. Responsif
d. Efektif
e. Bersih
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
26. c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan,
terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan
nasional.
d. Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan SDM
e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan
keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin
keamanan/khasiat, kemanfaatan dan mutu sediaan
farmasi, alat kesehatan dan makanan.
f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel,
transparan, berdaya guna dan berhasil guna untuk
memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung
jawab.
Meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat.
pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer
e. Meningkatnya pembinaan upaya kesehatan kerja dan olahraga
10
kesehatan yang merata dan bermutu.
6. Sasaran Strategis Ditjen Bina Gizi dan KIA
Sasaran Program:
Dengan sasaran kegiatan:
a. Meningkatnya kualitas penanganan gizi masyarakat
b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan ibu dan
reproduksi
c. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan anak
d. Meningkatnya pembinaan, pengawasan dan pengembangan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
27. g. Meningkatnya dukungan managemen dan pelaksanaan tugas
1) Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga
2) Cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) sebesar
3) Persentase Balita ditimbang berat badannya (jumlah
1) Presentase balita ditimbang berat badannya
2) Presentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan
3) Presentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga
4) Presentase ibu hamil yang mendapatkan antenatal K4
5) Presentase fasilitas kesehatan yang memberikan
11
f. Tersedianya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk
puskesmas.
teknis lainnya pada program Bina Gizi Kesehatan Ibu dan
Anak.
7. Indikator Kinerja
Indikator Kinerja Ditjen Bina Gizi dan KIA terdiri dari indikator
Kinerja Program dan Indikator Kinerja Kegiatan, antara lain:
a. Indikator Kinerja Program (IKP):
kesehatan terlatih (cakupan PN) sebesar 90%;
90%;
Balita ditimbang/Balita seluruhnya (D/S)) sebesar 85%.
b. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)
kesehatan terlatih (cakupan PN)
(kunjungan 4 kali)
pelayanan KB sesuai standar
6) Cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1)
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
28. 7) Cakupan pelayanan kesehatan bayi
8) Cakupan pelayanan kesehatan balita
9) Cakupan SD/MI melaksanakana penjaringan siswa
10) Cakupan kabupaten/ kota yang menyelengarakan
program bina pelayanan kesehatan tradisional alternatif
dan komplementer
11) Jumlah Rumah Sakit yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan tradisional kyang aman dan
bermanfaat sebagai pelayanan kesehatan alternatif dan
komplementer
12) Jumlah puskesmas yang melaksanakan upaya
13) Jumlah puskesmas yang melaksanakan upaya
14) Presentasse satuan kerja yang menyelenggaraan
15) Presentase sarana dan prasarana sesuai dengan
standar.Jumlah puskesmas yang mendapat Bantuan
Operasionak Kesehatan dan Menyelenggarakan
Lokakarya Mini untuk mencapai pencapaian SPM.
Perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA telah
ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang merupakan
suatu dokumen pernyatan kinerja/ perjanjian kinerja antara atasan
dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja tertentu dengan
didukung sumber daya yang tersedia.
12
kelas 1
kesehatan kerja di wilayah industri
kesehatan olahraga.
administrasi kepemerintahan sesuai ketentuan
B. PERJANJIAN KINERJA
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
29. Indikator dan target kinerja yang telah ditetapkan, menjadi
kesepakatan yang mengikat untuk dilaksanakan dan
dipertanggungjawabkan sebagai upaya mewujudkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat yang berkualitas. Perjanjian
penetapan kinerja Program Bina Gizi dan KIA, merupakan
dokumen penetapan kinerja tahun 2012 yang telah ditandatangani
bersama oleh Direktur Jenderal dan Menteri Kesehatan RI pada
bulan Maret 2013. Indikator tersebut antara lain:
Indikator kinerja program Bina Gizi dan Kesehatan ibu dan
anak terdiri dari tiga indikator yang dianggap dapat
merefleksikan kinerja program. Indikator tersebut meliputi
indikator kesehatan ibu (PN), dan indikator kesehatan anak
(KN1), indikator bina gizi (D/S).
Cakupan PN menggambarkan indikator pelayanan kesehatan
terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan. Indikator PN menjadi penting karena pada periode
persalinan merupakan salah satu periode yang berkontribusi
terhadap resiko kematian ibu di Indonesia dan merupakan
bagian dari indikator kesepakatan global (MDGs), pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan
persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dengan kompetensi kebidanan. Cakupan KN1
menggambarkan pelayanan kesehatan pada neonatus (0-28
hari). Indikator ini menjadi penting karena pada usia kelahiran
0-28 hari merupakan masa yang memiliki resiko terjadinya
gangguan kesehatan paling tinggi dibanding usia lainnya dan
13
1. Indikator Kinerja Program Bina Gizi dan KIA
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
30. berkaitan erat dengan upaya penurunan risiko kematian bayi
pada 48 jam pertama. Cakupan D/S menggambarkan tingkat
motivasi/partisipasi masyarakat dalam memantau
pertumbuhan dan perkembangan, serta kesehatan balita di
Posyandu. Indikator ini menjadi penting karena selain
menunjukkan pelayanan gizi pada balita, juga memiliki korelasi
yang kuat dengan peningkatan cakupan pemberian vitamin A,
Imunisasi dan penemuan kasus kurang gizi di Posyandu.
Secara teknis indikator tersebut memenuhi syarat untuk
digunakan sebagai tolokukur keberhasilan, karena selain
ketersediaan data, juga kesinambungan dan validitasnya dapat
dijaga dengan baik melalui sistem pelaporan yang baik. Pada
tahun 2012, indikator program Bina Gizi dan Kesehatan ibu
dan anak telah ditetapkan beserta target-targetnya (tabel 1).
Indikator Target
14
Tabel 2.1 Indikator Kinerja Program Bina Gizi dan KIA
Tahun 2013
No. Sasaran
Strategis
1 Meningkatkan
status
kesehatan dan
Gizi
Masyarakat
% ibu bersalin yang ditolong oleh
nakes terlatih (cakupan PN)
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
89%
% Cakupan kunjungan neonatal
pertama (KN1)
89%
Persentase Balita ditimbang berat
badannya (D/S)
80%
31. Indikator kegiatan Sekretariat Direktrorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
meliputi; a) persentase satuan kerja yang menyelenggarakan
administrasi kepemerintahan sesuai dengan ketentuan; indikator
merupakan indikator komposit dari penyelenggaraan administrasi
sesuai dengan ketentuan yang meliputi penilaian penyelenggaraan
perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, pengaturan
sumberdaya dan pengelolaan keuangan; b) persentase sarana dan
prasarana kerja yang sesuai standar; indikator ini merupakan
indikator komposit dari penyelenggaraan sarana dan prasarana
sesuai standar yaitu sesuai jumlah, jenis, ukuran dan syarat teknis
lainnya; c) Jumlah puskesmas yang mendapatkan Bantuan
Operasional Kesehatan dan menyelenggarakan Lokakarya Mini.
Sasaran Strategis Indikator Target
15
2. Indikator Penunjang Kinerja Program (Kegiatan)
a. Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
Tabel 2.2 Indikator Sekretariat Ditjen Bina Gizi dan KIA
Meningkatnya dukungan manajemen
dan pelaksanaan tugas teknis lainnya
pada program bina gizi dan kesehatan
ibu dan anak. status kesehatan dan
Gizi Masyarakat
Persentase satuan kerja yang
menyelenggarakan adminstrasi
kepemerintahan sesuai ketentuan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
95%
Persentase sarana dan prasarana kerja
yang sesuai standar
90%
Jumlah Puskesmas yang mendapatkan
Bantuan Operasional Kesehatan dan
menyelenggarakan Lokakarya Mini
untuk menunjang pencapaian SPM
Jumlah puskesmas yang mendapatkan
Bantuan Operasional Kesehatan dan
menyelenggarakan Lokakarya Mini
untuk menunjang pencapaian SPM
8.868
Puskemas
32. Indikator kegiatan Direktorat Bina Gizi meliputi: a) Persentase balita
ditimbang berat badannya (D/S). Cakupan D/S ini menggambarkan
tingkat motivasi/partisipasi masyarakat dalam memantau
pertumbuhan dan perkembangan, serta kesehatan balita di
Posyandu. Indikator ini menjadi penting karena selain menunjukkan
pelayanan gizi pada balita, juga memiliki korelasi yang kuat dengan
peningkatan cakupan pemberian vitamin A, Imunisasi dan penemuan
kasus kurang gizi di Posyandu.; b) Persentase balita gizi buruk yang
mendapat perawatan. Indikator ini menggambarkan respon terhadap
penanganan kasus gizi buruk dengan segera setelah kasus
diketemukan. Artinya bahwa setiap balita gizi buruk yang
diketemukan harus mendapat perawatan baik rawat jalan maupun
rawat inap.
Sasaran Strategis Indikator Target
16
b. Direktorat Bina Gizi
Tabel 2.3 Indikator Bina Gizi Masyarakat
Meningkatnya kualitas
penanganan masalah gizi
masyarakat
Persentase (%) balita ditimbang
berat badannya (Jumlah balita ditim
bang/balita seluruhnya (D/S))
Persentase balita gizi buruk yang
mendapat perawatan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
80%
100%
c. Direktorat Bina Kesehatan Ibu
Indikator kegiatan bina pelayanan kesehatan ibu meliputi: a)
Persentase Ibu Bersalin yang ditolong oleh Nakes Terlatih
(Cakupan Pn). Cakupan PN menggambarkan indikator
33. pelayanan kesehatan terhadap pelayanan persalinan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan. Indikator PN menjadi
penting karena pada periode persalinan merupakan salah satu
periode yang berkontribusi terhadap resiko kematian ibu di
Indonesia dan merupakan bagian dari indikator kesepakatan
global (MDGs); b) Persentase Ibu Hamil mendapat Pelayanan
Antenatal Care (K4). Indikator ini memperlihatkan akses
pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat
kepatuhan klien dalam memeriksakan kehamilannya minimal
empat kali ke tenaga kesehatan; dan c) Persentase Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang memberikan Pelayanan KB sesuai
standar. Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan
Pemerintah dalam menyediakan pelayanan KB berkualitas
sesuai standar yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih.
Sasaran Strategis Indikator Target
17
Tabel 2.4 Indikator Bina Kesehatan Ibu
Meningkatnya kualitas
pelayanan kesehatan ibu
dan reproduksi
• Persentase (%) Ibu Bersalin yang
ditolong oleh Nakes Terlatih
(Cakupan Pn)
• Persentase (%) Ibu Hamil
mendapat Pelayanan Antenatal
Care (K4)
• Persentase (%) Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang memberikan
Pelayanan KB sesuai standar
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
89%
93%
90%
34. d. Direktorat Bina Kesehatan Anak
Indikator Bina Kesehatan Anak meliputi: a) Cakupan kunjungan
neonatal pertama (KN1). Indikator kunjungan neonatal Pertama
(KN1) adalah indikator yang menggambarkan upaya kesehatan
bayi baru lahir dan berkaitan erat dengan upaya penurunan risiko
kematian bayi dimana 48 jam pertama merupakan risiko yang
paling tinggi ; b) Cakupan pelayanan kesehatan bayi. Indikator ini
merupakan penilaian terhadap upaya peningkatan akses bayi
memperoleh pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini
mungkin adanya kelainan atau penyakit, pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit serta peningkatan kualitas
hidup bayi; c) Cakupan pelayanan kesehatan anak Balita.
Indikator ini menggambarkan Pelayanan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup
anak balita diantaranya adalah melakukan pemeriksaan
pertumbuhan dan perkembangan dengan menggunakan
instrument SDIDTK, pembinaan pada posyandu, pembinaan
anak prasekolah (PAUD) dan konseling keluarga pada kelas ibu
balita tentang Buku KIA, pemberian ASI sampai 2 tahun,
makanan gizi seimbang, perawatan dan stimulasi tumbuh
kembang pada anak; d) Cakupan SD/MI melaksanakan
penjaringan siswa kelas I. Indikator ini menggambarkan bentuk
pelayanan kesehatan. Indikator ini menggambarkan tentang
pemantauan dan pelayanan kesehatan pada anak usia sekolah.
Pemantauan dan pelayanan kesehatan merupakan kegiatan
pemeriksaan kesehatan yang dilakukan terhadap siswa kelas 1
Sekolah Dasar atau yang sederajat untuk memilah siswa yang
18
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
35. mempunyai masalah kesehatan agar segera mendapatkan
penanganan sedini mungkin.
Sasaran Strategis Indikator Target
19
Tabel 2.5 Indikator Bina Kesehatan Anak
Meningkatnya kualitas
pelayanan kesehatan
anak
1) Cakupan kunjungan neonatal pertama
(KN1)
2) Cakupan pelayanan kesehatan bayi
3) Cakupan pelayanan kesehatan anak
Balita
4) Cakupan SD/MI melaksanakan
penjaringan siswa kelas I
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
89%
87%
83%
94%
e. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional
Alternatif dan Komplementer.
Indikator Bina Pelayanan kestradkom dan komplementer
meliputi: a) Cakupan kabupaten/ kota yang menyelenggarakan
pembinaan pelayanan kesehatan tradisional alternatif dan
komplementer. Indikator ini merupakan refleksi dari
penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional di tingkat
Kabupaten/Kota melalui Dinas Kesehatan dan Puskesmas; b)
Jumlah RS yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tradisional yang aman dan bermanfaat sebagai pelayanan
alternatif dan kompelementer. Indikator ini menggambarkan
pelayanan kesehatan tradisional yang diselenggarakan di rumah
sakit pemerintah dalam memberikan pelayanan pengobatan
alternatif selain pengobatan konvensional.
36. Sasaran Strategis Indikator Target
20
Tabl 2.6 Indikator Bina Pelayanan Kestradkom
Meningkatnya pembinaan,
pengawasan dan
pengembangan pelayanan
kesehatan tradisional
alternatif dan komplementer
1) Cakupan kabupaten/ kota yang
menyelenggarakan pembinaan
pelayanan kesehatan tradisional
alternatif dan komplementer.
2) Jumlah RS yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan tradisional yang
aman dan bermanfaat sebagai
pelayanan alternatif dan
kompelementer
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
40%
56 RS
f. Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga
Indikator pelayanan kesehatan kerja dan olahraga meliputi: a)
Jumlah Puskesmas yang melaksanakan upaya kesehatan Kerja
di Wilayah Industri. Indikator ini menggambarkan ukuran
pelayanan kesehatan kerja yang dilaksanakan oleh Puskesmas
di wilayah industri, untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi
pekerja-pekerja industri ; b) Jumlah Puskesmas yang
melaksanakan upaya kesehatan Olahraga. Indikator ini
menggambarkan pelayanan kesehatan olahraga di
Kabupaten/Kota dan Puskesmas.
37. Sasaran Strategis Indikator Target
21
Tabel 2.7 Indikator Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga
Meningkatnya
Pembinaan Upaya
Kesehatan Kerja dan
Olahraga
Jumlah Puskesmas yang melaksanakan
upaya kesehatan Kerja di Wilayah
Industri
Jumlah Puskesmas yang melaksanakan
upaya kesehatan Olahraga
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
576 Pkm
240 Pkm
38. Dalam Permenpan 29 tahun 2010 disebutkan bahwa
pengukuran kinerja adalah pengukuran pencapaian target kinerja
yang ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang diperoleh
dengan membandingkan antara target kinerja dan realisasi.
Perbandingan antara target dengan realisasi disebut dengan
pencapaian, yang menunjukkan ukuran tingkat kinerja indikator. Data
realisasi diperoleh dari laporan direktorat teknis terkait berdasarkan
data laporan bulanan rutin Dinas Kesehatan
Propinsi/Kabupaten/Kota, sedangkan target kerja mengacu pada
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014.
Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan pada tahun 2013,
capaian Indikator Kinerja Program (IKP) dan Indikator Kinerja
Kegiatan (IKK) dapat dilihat pada uraian capaian kegiatan berikut.
a. Capaian Indikator Kinerja Utama Program Bina Gizi dan KIA
Indikator Kinerja Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak adalah persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga
kesehatan (PN), persentase kunjungan neonatal pertama (KN1) dan
Persentase Balita ditimbang berat badannya (D/S).
22
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. PENGUKURAN KINERJA
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
39. Cakupan PN menggambarkan indikator pelayanan kesehatan
terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan, cakupan KN1 menggambarkan pelayanan kesehatan
pada neonatus (0-28 hari), dan Cakupan D/S menggambarkan
tingkat motivasi/partisipasi masyarakat dalam memantau
pertumbuhan dan perkembangan (penimbangan berat badan) serta
kesehatan balita di Posyandu. Hasil pelaksanaan kegiatan dapat
dilihat pada tabel berikut:
Indikator Target Realisasi Pencapaian
Tabel diatas menjukkan bahwa ketiga indikator kinerja utama
tersebut dapat tercapai sesuai target yang ditetapkan. Rata-rata
pencapaian indikator kinerja diatas 100%, bahkan indikator KN1
menunjukkan peningkatan capaian sebesar 6,13% dibanding target
yang ditetapkan.
23
Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Program Bina Gizi
dan Kesehatan Ibu dan Anak
No. Sasaran
Strategis
1 Meningkatkan status
kesehatan dan Gizi
Masyarakat
% ibu bersalin yang
ditolong oleh nakes
terlatih (cakupan PN)
89% 90,88% 102,11%
% Cakupan kunjungan
neonatal pertama
(KN1)
89% 92,33% 103,74%
Persentase Balita
ditimbang berat
badannya (D/S)
80% 80,29% 100,01%
Sumber: laporan Akuntabilitas Direktorat 2013
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
40. Indikator kegiatan merupakan indikator yang menjadi tolok
ukur kinerja eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
KIA, dalam melaksanakan bidangnya. Indikator Kinerja Kegiatan
dalam laporan ini, merupakan indikator penunjang indikator program.
Selama tahun 2013, capaian kinerja cukup bervariatif sebagai mana
termuat dalam tabel berikut.
No Sasaran Strategis Indikator Target Realisasi Pencapaian
24
b. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan
Tabel 3.2 Capaian Indikator Kinerja Setditjen Bina Gizi dan KIA
1 Meningkatnya dukungan
manajemen dan pelaksanaan
tugas teknis lainnya pada program
bina gizi dan kesehatan ibu dan
anak. status kesehatan dan Gizi
Masyarakat
1) Persentase satuan kerja yang
menyelenggarakan adminstrasi
kepemerintahan sesuai
ketentuan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
95% 96,97% 102,07%
2) Persentase sarana dan
prasarana kerja yang sesuai
standar
90% 90,01% 100,01%
2 Jumlah Puskesmas yang
mendapatkan Bantuan Operasional
Kesehatan dan menyelenggarakan
Lokakarya Mini untuk menunjang
pencapaian SPM
Jumlah puskesmas yang
mendapatkan Bantuan
Operasional Kesehatan dan
menyelenggarakan Lokakarya
Mini untuk menunjang
pencapaian SPM
8.868
Puskemas
9.419
Puskesmas
106,21%
3 Meningkatnya kualitas penanganan
masalah gizi masyarakat
Persentase balita gizi buruk yang
mendapat perawatan
100%
(44.000)
92,63%
(40,755)
92,63%
4 Meningkatnya kualitas pelayanan
kesehatan ibu dan reproduksi
1) Persentase (%) Ibu Hamil
mendapat Pelayanan Antenatal
Care (K4)
2) Persentase (%) Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang
memberikan Pelayanan KB
sesuai standar
93%
90%
(58.500)
86,52%
95,1%
93,03%
105,67%
5 Meningkatnya kualitas pelayanan
kesehatan anak
5) Cakupan pelayanan
kesehatan bayi
6) Cakupan pelayanan
kesehatan anak Balita
7) Cakupan SD/MI
melaksanakan penjaringan
siswa kelas I
87%
83%
94%
87,77%
70,12%
73,91%
100,89%
84,48%
78,63%
6 Meningkatnya pembinaan,
pengawasan dan pengembangan
pelayanan kesehatan tradisional
alternatif dan komplementer
3) Cakupan kabupaten/ kota
yang menyelenggarakan
pembinaan pelayanan
kesehatan tradisional alternatif
dan komplementer.
40%
44,6%
111,5%
41. 25
4) Jumlah RS yang
menyelenggarakan pelayanan
kesehatan tradisional yang
aman dan bermanfaat sebagai
pelayanan alternatif dan
kompelementer
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
56 RS
73RS
130,36%
7 Meningkatnya Pembinaan Upaya
Kesehatan Kerja dan Olahraga
1) Jumlah Puskesmas yang
melaksanakan upaya
kesehatan Kerja di Wilayah
Industri
2) Jumlah Puskesmas yang
melaksanakan upaya
kesehatan Olahraga
576
240
778
671
135,07%
279,58%
Sumber: laporan Akuntabilitas Direktorat 2013
Tabel diatas memperlihatkan bahwa dari 13 indikator
kinerja kegiatan dalam Program Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak terdapat 4 (empat) indikator yang tidak dapat mencapai
target yaitu persentase balita gizi buruk yang mendapat
perawatan 92,63% (target 100%), persentase ibu hamil
mendapat pelayanan antenatal care (K4) sebesar 86,52%
(target 93%), cakupan pelayanan kesehatan anak balita
sebesar 70,12% (target 83%), dan cakupan SD/MI
melaksanakan penjaringan siswa kelas I sebesar 73,91%
(target 94%). Sementara capaian kinerja 10 indikator lainnya
bervariatif, dengan pencapaian berkisar antara 100,01%
hingga 279%.
c. Capaian Kinerja Keuangan
Capaian kinerja keuangan ini menggambarkan tingkat
penyerapan anggaran dalam pelaksanaan kegiatan. Kinerja ini
meliputi capaian fisik dan keuangan. Berdasarkan laporan
keuangan diketahui bahwa realisasi keuangan lingkup kantor
Pusat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA rata-rata sebesar
88,09% dan realisasi fisik 93,19%. Tabel dibawah
menunjukkan adanya perbedaan capaian antara realisasi fisik
42. dan keuangan yang cukup besar, terdapat selisih 9,14% antara
realisasi fisik dan keuangan. Perbedaan realisasi ini
disebabkan karena anggaran kegiatan TP-ASI yang
dialokasikan melalui Satker Direktorat Kesehatan Kerja dan
Olahraga untuk Provinsi Banten tidak dapat terlaksana,
sehingga serapan anggaran hanya mencapai 55,63%.
Sementara kinerja keuangan Unit Pelaksana Teknis di Daerah
(UPT) rata-rata sangat baik dengan realisasi fisik sebesar
99,79% dan realiasi keuangan sebesar 92,21%.
26
Tabel 3.3 Capaian Kinerja Keuangan Kantor Pusat
No Unit Organisasi Capaian Fisik
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
(%)
Capaian
Keuangan (%)
1 Sekretariat Ditjen Bina GIKIA 67,27 71,46
2 Direktorat Bina Gizi 97,53 97,66
3 Direktorat Bina Kes Ibu 100 96,58
4 Direktorat Bina Kes Anak 97,87 91,64
5 Direktorat Bina Yankestradkom 99,99 92,37
6 Direktorat Bina Kesjor 96,5 55,63
rata-rata 93,19 88,09
Sumber: Laporan Keuangan dan PP39
43. Tabel 3.4 Capaian Kinerja Keuangan Kantor Daerah (UPT)
27
No Unit Organisasi Capaian Fisik
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
(%)
Capaian
Keuangan (%)
1 Balai Kesehatan Olahraga
Masyarakat
100 83,19
2 Balai Kesehatan Tradisional
Mayarakat
99,59 95,42
3 Loka Kesehatan Tradisional
Masyarakat
99,79 95,14
rata-rata 99,79 92,21
Sumber: Laporan Keuangan dan PP39
B. EVALUASI DAN ANALISIS CAPAIAN KINERJA
1. Indikator Kinerja Utama
a) Persentase Ibu Bersalin yang Ditolong oleh Tenaga
Kesehatan Terlatih (cakupan Pn)
Pertolongan persalinan merupakan proses pelayanan
persalinan yang dimulai pada kala I sampai dengan kala IV
persalinan. Indikator Pn diukur dari jumlah persalinan yang ditolong
tenaga kesehatan dibandingkan dengan jumlah sasaran ibu bersalin
dalam setahun dikali 100%. Indikator ini memperlihatkan tingkat
kemampuan Pemerintah dalam menyediakan pelayanan persalinan
berkualitas yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Hasil
pelaksanaan kegiatan dalam 5 (lima) tahun terakhir dapat dilihat
pada tabel berikut.
44. Indikator Capaian Keterangan
84,4%
84,8%
86,38%
88,64%
90,88%
Target
28
Tabel 3.5 Capaian Indikator Pn antar tahun 2009-2013
2009 2010 2011 2012 2013
Persentase persalinan
yang ditolong tenaga
kesehatan terlatih
(Cakupan Pn)
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
tercapai
Sumber data: Laporan Kesehatan Ibu Tahun 2013
Tabel diatas terlihat bahwa cakupan pelayanan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan menunjukkan adanya peningkatan
bila dibandingkan antar tahun. Namun demikian kecenderungan
peningkatannya hanya berkisar antara 0,4% hingga 2,26%.
Peningkatan terendah (0,4%) terjadi antara tahun 2009 dan 2010
sedangkan tertinggi (2,26%) terjadi antara tahun 2011 dan 2012.
Walau demikian cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan setiap tahun telah memenuhi target Renstra Kementerian
Kesehatan (2010-2014).
Bila dibandingkan dengan target Renstra, maka capaian
indikator Pn selalu konsisten memenuhi harapan. Terutama tahun
2013, capaian cakupan Pn sebesar 90,88% telah melampaui target
yang ditetapkan (89%), bahkan telah melampaui target tahun 2014
sebesar 90%. Perbandingan capaian target Pn antar tahun dapat
dilihat pada grafik berikut.
45. Secara nasional target indikator Pn tersebut telah tercapai, namun
masih terdapat disparitas cakupan antar provinsi. Disparitas antar
provinsi cukup besar, bekisar antara 33,3% (Prov. Papua) hingga
99,9% (Prov. Jawa Tengah). Secara rincian cakupan Pn menurut
provinsi dapat dilihat grafik berikut.
Dari grafik diatas kita lihat bahwa, jika dibandingkan dengan
target Nasional maka provinsi dengan capaian rendah adalah;
Lampung, Jawa Barat, Aceh, Kalimantan Barat, Sumatera Barat,
Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Maluku,
29
Grafik 3.1. Tren cakupan Pn tahun 2010-2013 dibandingkan target
Renstra Kemenkes 2010-2014
Grafik 3.2. Capaian cakupan Pn tahun 2013
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
46. NTT, Papua Barat dan Papua. Terutama di provinsi Papua, perlu
ditelusuri lebih lanjut terkait rendahnya capaian Pn ini.
Dalam upaya peningkatan cakupan Pn tersebut, pada tahun
2013 Direktorat Bina Kesehatan Ibu telah melaksanakan berbagai
kegiatan, yaitu:
1) Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu (RAN PP AKI)
Tahun 2013-2015, melalui penyusunan Rencana Aksi Nasional.
2) Peningkatan cakupan Pn dan Kf melalui Kemitraan Bidan dan
3) Penguatan Manajemen dan Jejaring Rujukan di tingkat
kabupaten/kota pada Pelayanan Persalinan di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan,
4) Peningkatan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor
kesehatan untuk peningkatan cakupan Pn dan Kf di Fasilitas
Kesehatan,
5) Peningkatan kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat
6) Fasilitasi, Advokasi, Supervisi dan bimbingan teknis bagi
pengelola program kesehatan ibu di daerah dengan cakupan Pn
dan Kf rendah.
Penyebab langsung (Direct Obstetric Death) Kematian ibu
antaralain adalah komplikasi obstetri
pada masa hamil, bersalin dan nifas,
atau kematian yang disebabkan oleh
suatu tindakan, atau berbagai hal
yang terjadi akibat tindakan yang
dilakukan selama hamil, bersalin
atau nifas terkait erat dengan faktor
penolong persalinan dan
tempat/fasilitas persalinan.
30
Dukun serta Rumah Tunggu Kelahiran,
dan Organisasi Profesi,
Gambar 3.1 Salah satu Poskesdes di
Kab Gorontalo
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
47. Persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan
terbukti berkontribusi terhadap turunnya risiko kematian ibu karena
akan mendapatkan pelayanan dengan sarana yang memadai, oleh
tenaga kesehatan yang terlatih, serta penanganan
kegawatdaruratan yang komprehensif. Berdasarkan SDKI 2012,
Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih sudah
memperlihatkan tren peningkatan dari tahun sebelumnya, namun
kualitas pelayanan dan kompetensi tenaga kesehatan belum
sepenuhnya sesuai standar pelayanan.
Oleh karena itu, kebijakan Kementerian Kesehatan adalah
seluruh persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan dan
diupayakan dilakukan di fasilitas kesehatan. Hal ini sejalan dengan
kebijakan JKN dalam mempersiapkan penyelenggaraannya. Dalam
mempersiapkan penyelenggaraan JKN yang terhitung tanggal 1
Januari 2014, rencana DAK Bidang Kesehatan difokuskan untuk
kesiapan fasilitas kesehatan
dalam mempersiapkan
pelayanan. Untuk
mendukung
penyelenggaraan pelayanan
kesehatan ibu bersalin, pada
tahun 2013 Kementerian
Kesehatan memfasilitasi
Gambar 3.2 Pelaksanaan P4K di Provinsi NTT
penyediaan Bidan Kit
sebesar 1.377 unit, tenaga
penolong persalinan yang berkompeten sebanyak 104.178 bidan
desa di Indonesia dan 56.561 diantaranya tinggal di desa. Bidan
yang tinggal di desa memberi kontribusi positif dalam penurunan
kematian ibu.
Salah satu upaya penting dalam program kesehatan ibu di
Indonesia adalah Program Perencanaan Persalinan dan
31
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
48. Pencegahan Komplikasi (P4K) yang menitikberatkan fokus totalitas
pemantauan yang menjadi salahsatu upaya deteksi dini,
menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil serta menyediakan
akses dan pelayanan kegawatdaruratan kebidanan dan bayi baru
lahir dasar di tingkat Puskesmas (PONED) dan pelayanan
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal komprehensif di Rumah
Sakit (PONEK). Dalam implementasinya, P4K merupakan salah satu
unsur dari Desa Siaga. Sampai dengan tahun 2013, tercatat 61.731
desa (80%) telah melaksanakan P4K.
Berdasarkan data SDKI 2012, persalinan di rumah dan
lainnya sebesar 36%. Hal tersebut disebabkan masih adanya
masyarakat yang masih percaya kepada dukun untuk menolong
persalinannya. Selain itu,
pada daerah dengan kondisi
geografis sulit, akses ke
fasilitas pelayanan kesehatan
secara cepat juga menjadi
sebuah kendala yang dialami
masyarakat. Di daerah-daerah
32
Gambar 3.3 Kemitraan Bidan dan Dukun
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
tersebut, kebijakan
Kementerian
Kesehatan adalah dengan melanjutkan pengembangan program
Kemitraan Bidan dan
Dukun serta Rumah
Tunggu Kelahiran. Dukun
tetap diupayakan bermitra
dengan bidan dalam hal
pengaturan hak dan
kewajiban sehingga
terdapat kejelasan peran
Gambar 3.4 Salah satu Rumah Tunggu Kelahiran di
Provinsi Jambi
49. dan tugas masing-masing pihak. Hingga tahun 2012 persentase
kemitraan bidan dan dukun telah mencapai sebesar 73,2% lebih
tinggi dibanding tahun 2011 sebesar 68,6%.
Ketika ibu hamil yang di daerahnya tidak terdapat bidan atau
memang memiliki kondisi penyulit, maka pada saat menjelang hari
taksiran persalinan diupayakan sudah berada di dekat fasilitas
kesehatan, yaitu dapat tinggal di Rumah Tunggu Kelahiran. Rumah
Tunggu Kelahiran tersebut dapat berupa rumah tunggu khusus
maupun di rumah sanak saudara yang dekat dengan fasilitas
kesehatan.
Fokus pengembangan Rumah Tunggu Kelahiran adalah
pada daerah DTPK. Sampai tahun 2011, tercatat 6 unit (12%)
Rumah Tunggu Kelahiran di wilayah Puskesmas DTPK dan
meningkat pada tahun 2013 sebanyak 597 unit.
Jaminan Persalinan. Kementerian Kesehatan sejak tahun
2011 sampai dengan tahun 2013 telah mengupayakan program
Jaminan Persalinan (Jampersal) yang merupakan jaminan paket
pembiayaan sejak pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan,
hingga pelayanan nifas termasuk pelayanan bayi baru lahir dan KB
pasca persalinan. Penyediaan Jampersal mempunyai peran yang
cukup signifikan dalam meningkatkan cakupan Pn di seluruh wilayah
Indonesia dalam upaya mengatasi hambatan akses pada faktor
finansial. Pada tahun 2014, pengelolaan Jampersal dan Jamkesmas
direncanakan akan bertransformasi ke dalam Sistem Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN).
Keberhasilan pencapaian target indikator Pn merupakan hasil
dari kerja keras dan pelaksanaan berbagai program yang dilakukan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat termasuk
sektor swasta.
Sesuai dengan dokumen penetapan kinerja, bahwa anggaran
yang disediakan untuk meningkatkan cakupan Pn ini sebesar Rp.
33
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
50. 11.539.380.000, dan terealisasi sebesar 91,64%. Ketersediaan
anggaran ini diharapkan dapat meningkatkan cakupan sesuai target,
namun dalam pelaksanaan terdapat kendala-kendala baik teknis
maupun non teknis.
a) Meningkatnya komitmen dan dukungan dari pemerintah
daerah setempat dalam mendukung program peningkatan Pn
dan Pn di fasilitas kesehatan.
b) Adanya program Jamkesmas dan Jampersal, Kemitraan
c) Meningkatnya peran serta dan kesadaran masyarakat untuk
melakukan persalinan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan.
d) Menguatnya motivasi dan komitmen tenaga kesehatan
e) Meningkatnya dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh
a) Belum semua bidan desa tinggal di desa
b) Belum semua dukun bermitra dengan bidan
c) Walaupun persalinan ditolong tenaga kesehatan sudah tinggi,
d) Belum semua Puskesmas dan Poskesdes memiliki sarana,
prasarana, dan peralatan yang memadai untuk menolong
persalinan
e) Masih ada kepercayaan sebagian masyarakat yang lebih
memilih persalinan ditolong non tenaga kesehatan dan
dilakukan di rumah.
f) Koordinasi dan integrasi lintas program masih kurang optimal
34
Faktor pendukung dan penghambat keberhasilan:
1) Faktor pendukung keberhasilan:
Bidan dan Dukun, serta Rumah Tunggu Kelahiran.
setempat dalam menjalankan program.
agama, organisasi kemasyarakatan lainnya.
2) Faktor penghambat keberhasilan:
namun masih ada persalinan yang dilakukan di rumah
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
51. g) Masih kurangnya pemahaman petugas kesehatan dalam
menentukan sasaran ibu bersalin dan nifas serta dalam
merencanakan kunjungannya
h) Sistem pencatatan dan pelaporan belum sesuai yang
diharapkan (ada yang tidak tercatat atau ada keterlambatan
pengiriman laporan)
i) Puskemas yang telah dilatih PONED belum sepenuhnya
berfungsi secara optimal, disebabkan mobilitas SDM/provider
tinggi, peralatan tidak memadai dan lokasi tidak strategis
j) Belum semua kabupaten/kota mempunyai RS mampu
k) RS mampu PONEK belum sepenuhnya berfungsi secara
optimal disebabkan keterbatasan SDM dan sarana prasarana
l) Masih kurangnya tenaga kesehatan (bidan) untuk
melaksanakan kunjungan nifas ke rumah, apabila pasien
tidak datang ke fasyankes.
a) Advokasi ke pemerintah daerah terkait ketersediaan dan
distribusi tenaga kesehatan yang merata serta penyediaan
alokasi APBD yang memadai untuk kegiatan kesehatan ibu.
b) Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam program
• Peningkatan pemberdayaan masyarakat melalui P4K
• Memfokuskan pemanfaatan Bantuan Operasional
Kesehatan untuk kegiatan-kegiatan prioritas, termasuk
kesehatan ibu
35
PONEK
m) Belum optimalnya pencatatan dan pelaporan data KIA.
3) Alternatif pemecahan masalah:
kesehatan ibu, baik di Puskesmas maupun di desa
c) Melaksanakan bimbingan teknis untuk:
dalam Desa Siaga
• Memperbaiki sistem pencatatan dan pelaporan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
52. • Meningkatkan koordinasi dan integrasi LP/LS untuk
• Memperluas jejaring untuk mendukung pelaksanaan
• Memperkuat manajemen dan jejaring pelayanan
Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau yang disebut
dengan KN1, merupakan indikator yang menggambarkan upaya
kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko kematian pada
periode neonatal yaitu 48 jam setelah lahir yang meliputi kunjungan
menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Muda
(MTBM) termasuk konseling perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif,
pemberian Vitamin K1 injeksi dan Hepatitis B injeksi.
Indikator Capaian Keterangan
80,6%
84,01%
90,51%
92,31%
92,33%
Target
36
mendukung kegiatan KIA
kegiatan KIA
persalinan di fasilitas kesehatan
b) Persentase Kunjungan Neonatal Pertama (KN1)
Tabel 3.6 Capaian Indikator KN1 antar tahun 2009-2013
2009 2010 2011 2012 2013
Persentase cakupan
kunjungan neonatal
pertama (KN1)
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
tercapai
Sumber data: Laporan Kesehatan Anak Tahun 2013
Tabel diatas menggambarkan perkembangan cakupan KN1
dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Trend cakupan
menunjukkan kenaikan setiap tahun, dengan rentang kenaikan
cakupan berkisar antara 1,8% hingga 6,5%. Kenaikan tertinggi
terjadi antara tahun 2010-2011 (3,41%) dan terendah antara
tahun 2011-2012 (1,8%). Walau secara keseluruhan masih
memenuhi target, tetapi terjadi penurun rentang cakupan antara
53. tahun 2011-2012 dibanding tahun sebelumnya (2010-2011) dan
semakin melambat pada tahun 2013, hendaknya menjadi perhatian
serius untuk mencari faktor penyebabnya.
Bila dibandingkan dengan target Renstra, dalam 5 (lima)
tahun terakhir maka cakupan KN1 menunjukkan peningkatan yang
positif. Pada tahun 2009 indikator KN1 tidak memenuhi target (-1,4%
dibawah target), namun sejak tahun 2010 hingga tahun 2013,
cakupan indikator KN1 mengalami perbaikan hingga mencapai
4,51% (2011), 4,31% (2012) lebih tinggi dibanding target Renstra
tahun yang sama namun pada tahun 2013 walau menuhi target
renstra namun ada kecenderungan menurun sampai 3,33% diatas
target. Bila kondisi ini dapat segera diperbaiki dan atau
dipertahankan maka diperkirakan capaian kinerja Indikator KN1
pada tahun 2014 akan tercapai dengan baik (on track). Lebih jelas
dapat dilihat pada grafik berikut.
Grafik 3.3 Tren Capaian Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) Tahun 2009 - 2013
Secara nasional, capaian KN1 telah terpenuhi. Namun
masih terdapat disparitas cakupan antar provinsi berkisar antara
39,05%% hingga 99,69%. Secara nasional cakupan KN1 sebesar
92,33%. Bila dibandingkan dengan terget nasional terdapat 12
provinsi yang telah memenuhi target yaitu; DIY, DKI Jakarta,
Kepulauan Bangka Belitung, Banten, Jawa Timur, Jawa Tengah,
37
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
54. Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, NTB, Gorontalo, Jawa Barat,
dan Lampung. Sedangkan tiga Provinsi dengan capaian terendah
adalah Papua, Papua Barat dan NTT.
Faktor yang memberikan kontribusi terhadap pencapaian
target KN1 antara lain masalah
jumlah, distribusi dan kualitas SDM
kesehatan yang belum merata, serta
belum semua nakes memberi
pelayanan Kunjungan Neonatal sesuai
standar. Hal ini diperberat oleh
masalah akses geografis dan juga
ketersediaan logistik, masih banyak
persalinan yang meski ditolong oleh
nakes tetapi tetap dilakukan di rumah,
masalah koordinasi dan integrasi lintas program yang belum
optimal, masih lemahnya pemberdayaan keluarga/masyarakat
38
Grafik 3.4 Cakupan KN1 menurut Provinsi Tahun 2013
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Gambar 3.5 Konseling ASI pada saat
Kunjungan Noenatal
55. terhadap penggunaan buku KIA. Sistem pencatatan dan pelaporan
yang belum sesuai dengan yang diharapkan, misalnya penolong
persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan tidak mencatat dengan
benar pelayanan yang telah diberikan.
Beberapa upaya terkait dengan pencapaian indikator ini, diantaranya
adalah :
1) Peningkatan Kapasitas Tenaga Kesehatan (dokter, bidan dan
perawat) melalui pelatihan Manajemen Asfiksia, pelatihan
Manajemen BBLR, Peningkatan Kemampuan Dokter Umum
dalam Penanganan Neonatal, Bayi dan Balita )
Gambar 3.6 Fasilitasi Peningkatan
Pelayanan BBLR dan Bayi di
Puskesmas dan RS di Kab. Lampung
Tengah
Gambar 3.7 Peningkatan Kapasitas
dokter Umum dalam Tatalaksana Bayi
2) Kegiatan pendampingan oleh Kementerian Kesehatan dan
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam peningkatan kualitas
dan jangkauan pelayanan kesehatan anak di daerah perbatasan
telah dilakukan pada pertengahan tahun 2013 dan akan
dilanjutkan dalam 6 bulan kegiatan. Pada tahun 2013 kegiatan
pendampingan Kementerian Kesehatan dan IDAI dipusatkan di
RSUD Kabupaten Nunukan. Penyusunan SOP di tingkat RS.
Nunukan di kabupaten dan penyediaan sarana dan alat
kesehatan yang menyesuaikan dengan kebutuhan lokal
dilakukan dengan tujuan meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan anak di Kabupaten Nunukan.
39
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
dan Balita Sakit di Jakarta
56. 3) Distribusi pedoman terkait pelayanan kesehatan neonatal
esensial dan pengembangan materi KIE hingga ke tingkat
puskesmas dan jajarannya.
Gambar 3.8 Pengembangan Materi KIE Perawatan Bayi
Baru Lahir dan Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir di
Puskesmas Wilayah Kabupaten Jayawijaya
4) Peningkatan koordinasi lintas program dan lintas sektor melalui
5) Mendorong distribusi tenaga kesehatan (bidan, perawat)
secara adil hingga ke pedesaan; distribusi dokter umum di
seluruh puskesmas dan dokter spesialis ke seluruh kab/kota .
Upaya yang harus dilakukan agar cakupan kunjungan
neonatal pertama meningkat, terutama dalam hal kualitas pelayanan
yaitu peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap
40
pertemuan Pokja MDG, Konsorsium Perguruan Tinggi
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
57. standar/pedoman melalui pendampingan, pemanfaatan Jampersal,
penguatan pemanfaatan register kohort bayi untuk pemantauan
sasaran neonatus, serta distribusi tenaga bidan yang berkompeten
hingga ke tingkat desa. Khusus untuk Jampersal, mulai 1 Januari
2014, Jampersal akan terintegrasi kedalam Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN). Hal ini berarti, coverage dari Jampersal hanya akan
tertuju ibu yang berasal dari keluarga tidak mampu dan ibu yang
bukan berasal dari keluarga tidak mampu tetapi menjadi peserta
JKN, sementara Ibu yang bukan berasal dari keluarga tidak mampu
dan bukan peserta JKN tidak akan cover. Hal ini kemungkinan akan
berimbas pada capaian kunjungan neonatus (KN) dikemudian hari.
Cakupan D/S menggambarkan tingkat
motivasi/partisipasi masyarakat dalam memantau
pertumbuhan dan perkembangan, serta kesehatan balita di
Posyandu. Indikator ini menjadi penting karena selain
menunjukkan pelayanan gizi pada balita, juga memiliki korelasi
yang kuat dengan peningkatan cakupan pemberian vitamin A,
Imunisasi dan penemuan kasus kurang gizi di Posyandu. Hasil
pelaksanaan selama tahun 2013 dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3.7 Capaian Indikator D/S antar tahun 2009-2013
Indikator Capaian Keterangan
63,9%
67,9%
71,4%
75,1%
80,2%
Target
41
c) Persentase Balita Ditimbang Berat Badannya (D/S)
2009 2010 2011 2012 2013
Persentase Balita
ditimbang Berat Badanya
(D/S)
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
tercapai
Sumber data: Laporan Gizi Tahun 2013
58. Tabel diatas menggambarkan perkembangan cakupan D/S
dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Trend cakupan
menunjukkan kenaikan setiap tahun, dengan rentang kenaikan
cakupan berkisar antara 3,5% hingga 5,1%. Kenaikan tertinggi
terjadi antara tahun 2012-2013 (5,1%) dan terendah terjadi
antara tahun 2010-2011 (3,5%). Walau secara keseluruhan masih
memenuhi target, tetapi terjadi penurun rentang cakupan antara
tahun 2010-2012 dan selanjutnya melambat bila dibanding terget.
Tabel dibawah Bila dibandingkan dengan target Renstra,
dalam 5 (lima) tahun terakhir maka cakupan D/S dapat tercapai.
Rentang capaian terhadap renstra berkisar antara 0,1% hingga
3,5%. Pada tahun 2009 indikator D/S ini 3,5% lebih tinggi dari target
(60%), namun sejak tahun 2010 cenderung melambat. Pada tahun
2010 hingga tahun 2012 terlihat mulai melambat dengan selisih
capaian 2,9% (2010) dan menurun hingga 0,1% di tahun 2011. Bila
kondisi ini tidak disikapi secara serius dengan menunjukkan kinerja
program yang lebih baik, maka dikawatirkan pada tahun 2014 tidak
dapat mencapai target yang ditetapkan.
42
Grafik 3.5 Tren Cakupan D/S dibanding Target Renstra 2009-2014
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
59. Walaupun secara nasional cakupan D/S ini mencapai target,
namun masih terdapat disparitas capaian antar provinsi. Rentang
capaian antar provinsi berkisar antara 37,89% (Papua) hingga
89,43% (Jawa Tengah). Terdapat 16 provinsi yang cakupannya
masih di bawah target dan rata-rata nasional. Trend cakupan D/S
tahun 2009-1013 dan cakupan D/S menurut provinsi dapat dilihat di
bawah ini.
Pemantauan pertumbuhan anak yang dilakukan melalui
penimbangan berat badan secara teratur dan menggunakan Kartu
Menuju Sehat (KMS) berfungsi sebagai instrumen penilaian
pertumbuhan anak merupakan dasar strategi pemberdayaan
masyarakat yang telah dikembangkan sejak awal 1980-an. Memiliki
2 (dua) fungsi yaitu 1) sebagai strategi dasar pendidikan gizi dan
kesehatan masyarakat, 2) sebagai sarana deteksi dini dan intervensi
gangguan pertumbuhan serta entry point berbagai pelayanan
kesehatan anak seperti imunisasi, pemberian kapsul vitamin A,
pencegahan diare, dan sebagainya untuk peningkatan kesehatan
anak.
43
Grafik 3.6 Capaian D/S menurut Provinsi Tahun 2013
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
60. Peran serta masyarakat dalam penimbangan balita (D/S)
menjadi sangat penting dalam deteksi dini kasus gizi kurang dan gizi
buruk. Dengan rajin menimbang balita, maka pertumbuhan balita
dapat dipantau secara intensif. Sehingga bila berat badan anak tidak
naik ataupun jika ditemukan penyakit akan dapat segera dilakukan
upaya pemulihan dan pencegahan supaya tidak menjadi gizi kurang
atau gizi buruk. Semakin cepat ditemukan, maka penanganan kasus
gizi kurang atau gizi buruk akan semakin baik. Penanganan yang
cepat dan tepat sesuai tata laksana kasus anak gizi buruk akan
mengurangi risiko kematian, sehingga angka kematian akibat gizi
buruk dapat ditekan.
Faktor pendukung dan penghambat keberhasilan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Faktor Pendukung
Tingkat capaian indikator kinerja persentase balita ditimbang
berat badannya (D/S) dapat sedikit diatas target yang
ditetapkan, yaitu 80,15% dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor
44
Gambar 3.9
Aktifitas Penimbangan di Posyandu Kelurahan Cipedak,
Jakarta Selatan
pendukung berikut:
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
61. 1) Adanya perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah
2) Adanya kemauan masyarakat untuk meningkatkan
3) Tingginya motivasi dari tenaga kesehatan setempat dalam
4) Adanya dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan
5) Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Posyandu dengan
dilandasi Permendagri nomor 19 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di
Posyandu.
6) Adanya Surat Edaran Menteri Kesehatan nomor
GK/Menkes/333/IX/2012 tanggal 21 September 2012
perihal Penyelenggaraan Bulan Penimbangan di seluruh
Indonesia pada setiap Bulan November setiap tahun
sebagai upaya berdaya ungkit meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam penimbangan.
7) Tersedianya dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
yang menjadi daya ungkit peningkatan kinerja puskesmas
termasuk dalam pembinaan posyandu yang berdampak
pada peningkatan D/S.
Belum tercapainya target D/S di beberapa provinsi dari
target nasional dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1) Permasalahan geografis seperti di Kabupaten Indramayu,
terdapat jarak rumah penduduk ke Posyandu sekitar 2 km
yang harus ditempuh dengan berjalan kaki. Untuk wilayah
45
setempat.
kesehatan balita di lingkungannya.
menjalankan program.
organisasi kemasyarakatan lainnya.
b. Permasalahan Terkait Pencapaian Indikator
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
62. Papua di kabupaten Wamena penduduk harus berjalan kaki
2-3 jam untuk mencapai Posyandu.
2) Kurangnya dukungan dari para pemangku kepentingan,
dimana Posyandu hanya didukung oleh tenaga kesehatan
dari Puskesmas setempat.
3) Kualitas dan kuantitas dari kader masih kurang.
4) Terbatasnya dana operasional, sarana dan prasarana di
5) Kurangnya kemampuan tenaga dalam pemantauan
6) Tingkat pemahaman keluarga dan masyarakat akan
Untuk mengatasi permasalahan di atas maka perlunya
dirumuskan alternative pemecahan masalah, diantaranya
adalah:
1) Mensosialisasikan dan memantau pelaksanaan Surat
Edaran Menteri Kesehatan Nomor GK/Menkes/333/IX/2012
tanggal 21 September 2012 perihal Penyelenggaraan Bulan
Penimbangan di seluruh Indonesia pada setiap Bulan
November setiap tahun sebagai upaya berdaya ungkit
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penimbangan.
2) Advokasi dan readvokasi kepada pemangku kepentingan
3) Pelatihan fasilitator dan pemantauan pertumbuhan kepada
seluruh tenaga kesehatan di Indonesia. Hingga akhir
Desember 2013 telah dilatih sebanyak 1.749 pengguna
akhir (end user) dan 193 fasilitator.
46
Posyandu.
pertumbuhan dan konseling.
manfaat Posyandu masih rendah.
c. Alternatif Pemecahan Masalah
terkait
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
63. 4) Melakukan bimbingan teknis kepada tenaga kesehatan baik
5) Pelatihan ulang kader posyandu (refreshing kader).
6) Peningkatan pemberdayaan masyarakat terutama di
7) Penyediaan dana melalui Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK) dengan perencanaan yang sesuai dengan besaran
masalah di Puskesmas.
8) Di samping upaya tersebut di atas, telah diinventarisasi
berbagai upaya terobosan atau kegiatan dalam rangka
peningkatan D/S antara lain :
a) Arisan posyandu yaitu kegiatan yang dilaksanakan
pada hari buka posyandu dengan melibatkan keluarga
yang memiliki balita sehingga membuat para peserta
arisan merasakan keterikatan untuk datang ke
posyandu.
b) Demo memasak atau demo kecantikan yaitu kegiatan
yang dilakukan pada hari buka posyandu dengan
memanfaatkan keterampilan yang dimiliki masyarakat
atau dapat juga bekerjasama dengan pihak lain di
wilayah posyandu sehingga pada saat demo, ibu dan
atau keluarga balita mau datang ke posyandu.
c) Warung posyandu yaitu kegiatan seperti “bazar” yang
dilakukan pada hari buka posyandu, dimana peserta
bazar adalah ibu-ibu balita atau kader yang menjual
aneka kebutuhan termasuk kerajinan tangan dan
masakan bergizi yang diolah sendiri.
d) Odong-odong, kuda-kudaan, jungkat-jungkit, ayunan
yaitu bentuk permainan yang dimiliki dan dikelola oleh
posyandu atau jenis permainan lain yang biasa
terdapat di daerah setempat. Permainan tersebut
47
di puskesmas maupun di posyandu.
posyandu.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
64. digunakan untuk menarik balita datang ke posyandu,
sambil menunggu giliran ditimbang. Permainan tersebut
dioperasikan oleh ibu balita, kader, dan sukarelawan
lainnya.
e) Pertunjukan boneka atau pertunjukan lain yang sudah
dikenal di masyarakat setempat. Bentuk boneka
merupakan kreativitas masyarakat setempat. Pesan-pesan
yang disampaikan meliputi kesehatan balita, ibu
f) Memberikan penghargaan atau hadiah sederhana
kepada ibu/keluarga balita yang rutin menimbang
balitanya yang dibuktikan dengan buku KIA atau KMS.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi
ibu/keluarga agar membawa balitanya ditimbang
secara rutin di posyandu.
g) Mengintegrasikan kegiatan posyandu dengan kegiatan
Gizi buruk adalah gangguan kekurangan gizi tingkat
berat yang ditandai dengan adanya tanda-tanda klinis gizi
buruk dan atau berat badan sangat rendah tidak sesuai
dengan tingginya. Kasus gizi buruk seringkali disertai dengan
penyakit lain seperti hydrocephalus, cerebral palsy, kelainan
jantung, tuberculosis (TB) dan HIV/AIDS sehingga bila tidak
dirawat sesuai standar akan memiliki risiko kematian sangat
tinggi.
48
hamil, ibu menyusui, dan lain-lain
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
2. Indikator Kinerja Kegiatan
a) Persentase Balita Gizi Buruk yang mendapat
Perawatan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
65. M.KHAIRUL
( 2 TAHUN 7 BULAN )
dilaksanakan melalui
prosedur rawat inap dan
rawat jalan. Bagi anak-anak
gizi buruk yang disertai
komplikasi penyakit dapat
dirawat di puskesmas,
rumah Sakit, dan Therapeutic Feeding Centre (TFC),
sedangkan bagi anak gizi buruk tanpa komplikasi dapat
dirawat jalan. Perawatan anak di rumah dilakukan melalui
pembinaan petugas kesehatan dan kader.
Tingkat capaian indikator kinerja persentase balita gizi
buruk yang mendapat perawatan dimana semua balita gizi
buruk dengan indikasi medis maupun tanpa indikasi medis
yang terdeteksi telah dirawat, baik itu rawat inap di TFC,
puskesmas perawatan dan di rumah sakit maupun rawat jalan
di puskesmas non perawatan dan rumah sakit setiap tahunnya
selalu mencapai target 100%. Hanya saja untuk tahun 2013,
penemuan kasus gizi buruk secara absolut masih dibawah
target (44.000 kasus) yaitu sebesar 40.549 (92,2%) kasus
yang ditemukan. Trend kasus gizi buruk yang ditemukan dan
dirawat dibanding target Renstra dapat dilihat dalam gambar di
bawah ini:
49
Perawatan gizi buruk
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Saat Masuk
BB = 6.7 kg ; PB = 78 cm
Saat Akan Pulang
BB = 10 kg ; PB = 78 cm
Lama Perawatan Selama 28 hari
66. 50
Grafik 3.7 Tren Jumlah Kasus Gizi Buruk yg Mendapat Perawatan
Gambar 3.10
Contoh Penanganan Kasus Gizi Buruk
Kasus Gizi Buruk
( 4 TAHUN 9 BULAN )
Saat Datang
BB = 11 kg ; TB = 98,3 cm
TB PARU Saat Akan Pulang
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
BB = 12.7 kg ; TB = 98,3 cm
Lama Perawatan Selama 16 hari
67. Pada implementasinya masih ditemukan beberapa
kendala dalam pencapaian indikator ini antara lain:
1) Pengetahuan, keterampilan dan kesanggupan beberapa
2) Mobilisasi tenaga kesehatan yang sangat cepat.
3) Data yang ada baru sebatas jumlah balita yg ditangani
namun belum dilakukan pemantauan pasca perawatan.
4) Pelaksanaan surveilans dan pelacakan kasus gizi buruk
b. Alternatif Pemecahan Masalah
1) Melaksanakan pelatihan Tata Laksana Anak Gizi Buruk
bagi petugas kesehatan dari Puskesmas dan Rumah
Sakit. Sejak tahun 2004 sampai dengan Desember 2013
telah dilatih sebanyak 6.775 petugas kesehatan (dokter,
perawat/ bidan, dan ahli gizi) dengan jumlah fasilitator
sebanyak 128 orang. Sementara itu puskesmas dengan
51
Gambar 3.11
Ruangan di dalam TFC (Terauphetic Feeding Centre)
Ruang Perawatan
a. Permasalahan Terkait Pencapaian Indikator
tenaga masih kurang dalam tata laksana gizi buruk.
yang belum optimal.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
68. tempat perawatan (DTP) yang sudah dilatih sebanyak
1.576 (59%) dari total 3.152 puskesmas DTP yang ada,
514 (12%) puskesmas non perawatan dari total 6.358
puskesmas, dan sebanyak 397 RSUD (67%) telah dilatih
tatalaksana gizi buruk dari total 685 RSUD yang ada di
Indonesia.
2) Mendirikan Therapeutic Feeding Centre (TFC) dan
Community Feeding Centre (CFC) atau Pos Pemulihan
Gizi Berbasis Masyarakat (PGBM) dengan dukungan
pemerintah daerah setempat. Sampai dengan Desember
2013 telah didirikan 184 TFC di 28 provinsi dan 136 CFC
di 10 kabupaten/kota di 4 (empat) provinsi, yaitu Jawa
Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi
Tenggara.
3) Telah ditetapkan spesifikasi teknis mineral mix untuk
4) Menyediakan materi-materi penunjang berupa buku-buku
5) Melakukan pelacakan balita gizi buruk
6) Memperbaiki sistem rujukan dan pascarujukan sehingga
mengurangi risiko jatuh kembali balita ke dalam status
gizi buruk
7) Bekerjasama dalam melakukan rujukan dan perawatan
8) Melaksanakan penanganan gizi buruk dimulai dari
9) Meningkatkan surveilans gizi dengan memanfaatkan
52
perawatan gizi buruk.
pedoman, brosur-brosur maupun leaflet-leaflet
gizi buruk dengan lintas sektor
tingkat masyarakat (posyandu)
SMS gateway
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
69. b) Persentase Ibu Hamil Mendapat Pelayanan Antenatal
Indikator K4 ini memperlihatkan akses pelayanan
kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan klien
dalam memeriksakan kehamilannya minimal empat kali ke
tenaga kesehatan.
Tabel 3.8 Capaian Indikator K4 antar tahun 2009-2013
Indikator Capaian Keterangan
53
(Cakupan K4)
2009 2010 2011 2012 2013
Persentase Ibu hamil
mendapatkan antenatal
(K4)
85,5%
85,6%
88,17%
90,18%
86,52%
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Target tidak
tercapai
Sumber data: Laporan Kesehatan Ibu Tahun 2013
Tabel diatas menggambarkan perkembangan cakupan
K4 dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Trend cakupan
menunjukkan kenaikan setiap tahun, dengan rentang kenaikan
cakupan berkisar antara 0,1% hingga 2,67%. Kenaikan
tertinggi terjadi antara tahun 2010-2011 (2,67%) dan terjadi
penurunan pada tahun 2012-2013 (-3,66%). Pada tahun
2013, indikator K4 tidak dapat memenuhi target, ini merupakan
tahun pertama dalam kurun waktu 5 (lima) tahun bahwa K4
tidak dapat mencapai target.
Grafik dibawah Bila dibandingkan dengan target
Renstra, dalam 4 (empat) tahun terakhir maka cakupan K4
cenderung memperlihatkan penurunan. Rentang capaian
terhadap renstra berkisar antara 0,18% hingga 1,6% pada
tahun 2010 hingga 2012. Pada tahun 2013 indikator K4 ini -
6,48% lebih rendah dari target (93%), kecenderungan
menurun terlihat sejak tahun 2011 dan pada tahun 2013 tidak
tercapai. Bila kondisi ini tidak disikapi secara serius dengan
70. menunjukkan kinerja program yang lebih baik, maka indikator
ini tidak akan mengalami perbaikan dan dikawatirkan pada
tahun 2014 tidak dapat mencapai target yang ditetapkan.
Grafik 3.8 Tren Cakupan K4 dibanding Target Renstra tahun 2010-
Secara nasional pada tahun 2013 target K4 belum
terpenuhi, hal ini disebabkan salah satunya adalah tingginya
disparistas cakupan antar provinsi cukup tinggi. Cakupan K4
terendah di Provinsi Papua (22,3%) dan tertinggi di Jawa
Tengah (99,8%). Terdapat 23 provinsi yang pencapaiannya di
bawah target nasional, yaitu Malut, Bengkulu, NTB, Jambi,
Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, Jawa Timur, Sumatera
Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat, DIY,
Lampung, Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan
Timur, Maluku, Kalimantan Selatan, Papua Barat, NTT dan
Papua.
54
2014
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
71. Dalam upaya peningkatan cakupan K4 tersebut, pada
tahun 2013 Direktorat Bina Kesehatan Ibu telah melaksanakan
berbagai kegiatan, yaitu:
1) Penguatan Pelayanan ANC Terpadu pada Provinsi
2) Evaluasi pelaksanaan PPIA di provinsi dengan kasus HIV
3) Pengembangan Kelas Ibu Hamil yang difokuskan bagi
4) Peningkatan koordinasi lintas program dan lintas sektor
dalam peningkatan pelayanan antenatal terpadu dan
penyelenggaraan Kelas Ibu
5) Peningkatan kerjasama dengan organisasi profesi dan
6) Fasilitasi, advokasi, supervisi dan bimbingan teknis ke
daerah tentang peningkatan cakupan dan kualitas
55
Grafik 3.9 Capaian persentase cakupan K4 menurut Provinsi tahun
2013
dengan Kematian Ibu Tinggi
tinggi
provinsi dengan cakupan K4 rendah
lembaga swadaya masyarakat
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
pelayanan
antenatal
Kegiatan tersebut
bertujuan untuk mendekatkan
akses pelayanan kesehatan
72. yang berkualitas kepada masyarakat hingga ke pelosok desa,
termasuk untuk meningkatkan cakupan K4. Dari segi sarana
dan fasilitas pelayanan kesehatan, hingga Juli 2013, tercatat
9.422 Puskesmas di seluruh Indonesia. Dengan demikian, saat
ini setiap Puskesmas rata-rata melayani sekitar 26.000
penduduk. Hal tersebut masih berada dalam rasio ideal
Puskesmas, yaitu 1 : 30.000 penduduk. Demikian pula dengan
UKBM seperti Poskesdes dan Posyandu. Hingga Desember
2011 tercatat terdapat 53.152 Poskesdes dan 268.439
Posyandu di seluruh Tanah Air.
Pada aspek ketenagaan, dari data tahun 2011, tercatat
jumlah dokter umum sebanyak 32.492 orang dan jumlah bidan
sebanyak 124.164 orang. Dengan demikian, saat ini 1 orang
dokter melayani sekitar 7.500 penduduk, masih di bawah rasio
ideal 1:2.500. Sedangkan untuk tenaga bidan, saat ini 1 orang
bidan melayani sekitar 2.000 penduduk. Walaupun dari segi
jumlah terlihat sudah
cukup ideal, namun
ketenagaan bidan masih
mengalami permasalahan
dari sisi distribusi.
Kebijakan Kementerian
Kesehatan adalah
menempatkan satu
orang bidan di setiap
desa. Sampai tahun
2011, hanya 7 dari 10 bidan di desa yang betul-betul tinggal di
desa tempat tugasnya. Sedangkan sisanya saat ini belum
dapat sepenuhnya tinggal di desa tempat tugasnya karena
adanya kendala teknis di lapangan, seperti kendala geografis,
Gambar 3.12 Pelaksanaan Kelas Ibu hamil yang
merupakan sarana peningkatan pengetahuan
56
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
pada Ibu Hamil
73. alasan keamanan, atau belum adanya tempat tinggal di desa
tersebut bagi bidan yang bersangkutan.
Upaya meningkatkan cakupan K4 juga makin diperkuat
dengan telah dikembangkannya Kelas Ibu Hamil. Sampai saat
ini telah terdapat 5.115 Puskesmas yang memfasilitasi dan
melaksanakan Kelas Ibu Hamil di wilayah kerjanya. Kelas Ibu
Hamil akan meningkatkan demand creation di kalangan ibu
hamil dan keluarganya, dengan meningkatkan pengetahuan,
sikap, dan perilaku ibu hamil dan keluarganya dalam
memperoleh pelayanan kesehatan ibu secara paripurna.
Adanya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sejak
tahun 2010 dan diluncurkannya Jaminan Persalinan
(Jampersal) sejak tahun 2011 juga semakin bersinergi dalam
berkontribusi meningkatkan cakupan K4. BOK dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan luar gedung, seperti pendataan,
pelayanan di Posyandu, kunjungan rumah, sweeping kasus
drop out, serta kemitraan bidan dan dukun. Sementara itu
Jampersal mendukung paket pelayanan antenatal, termasuk
yang dilakukan pada saat kunjungan rumah atau sweeping.
Semakin kuatnya kerja sama dan sinergi berbagai
program yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat termasuk sektor swasta mendorong
tercapainya target cakupan K4.
1) Faktor yang mendukung keberhasilan:
a) Adanya orientasi antenatal terpadu bagi petugas
kesehatan yang terorientasi untuk pelayanan
antenatal terpadu di Puskesmas
b) Adanya peningkatan kapasitas pengelolaan kelas ibu
57
hamil
c) Adanya pedoman pelayanan antenatal terpadu
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
74. d) Adanya pedoman, modul pelatihan dan paket Kelas
ibu hamil yang memungkinkan terselenggaranya kelas
ibu hamil di desa-desa dalam upaya meningkatkan
pengetahuan ibu, suami, keluarga, dan masyarakat
tentang kehamilan, persalinan dan nifas sehingga
menyadari pentingnya mendapatkan pelayanan
antenatal
a) Kurangnya pengetahuan ibu, suami, keluarga dan
b) Adanya mitos yang melarang untuk memeriksakan
kehamilan secara dini, sehingga ibu memeriksakan
kehamilannya ke tenaga kesehatan hanya bila sudah
pasti dirinya hamil
c) Jarak dan geografis tempat kediaman ibu hamil yang
d) Kebiasaan ibu hamil yang kembali ke kampung asal
(tempat orangtua/keluarga) pada trimester akhir
kehamilan untuk melahirkan
e) Angka abortus yang cukup tinggi dibeberapa daerah
f) Belum semua petugas melakukan pelayanan
g) Pelayanan antenatal yang diberikan hanya sebatas
pelayanan kehamilan, belum seluruhnya terintegrasi
dengan memperhatikan penyakit lain yang dapat
mempengaruhi kehamilan
h) Kurangnya peran masyarakat dalam P4K dengan
58
e) Adanya surveilans melalui PWS KIA
2) Faktor yang menghambat keberhasilan:
masyarakat tentang kehamilan, persalinan dan nifas
sulit
antenatal berkualitas sesuai standar.
stiker
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
75. i) Masih adanya dukun dan juga bidan yang belum mau
melakukan kemitraan, demikian juga masih kurangnya
dukungan dari kepala desa untuk hal ini
j) Tidak semua desa mempunyai bidan sehingga
pelaksanaan kelas ibu hamil yang diharapkan dapat
dilaksanakan di tiap desa mengalami kendala
k) Adanya perbedaan persepsi definisi operasional
indikator K1 yang dilaporkan ke pusat baik dari
pelaksana maupun dari pengelola program KIA,
dimana masih ada beberapa daerah yang melaporkan
K1 hanya pada ibu hamil saat kunjungan pertama di
trimester pertama saja padahal yang diharapkan
adalah ibu hamil kunjungan pertama tanpa melihat
umur kehamilannya karena untuk melihat jangkuan
pelayanan kesehatan ke masyarakat.
a) Penguatan Pelayanan ANC Terpadu pada Provinsi
b) Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, antara lain
dengan mengintensifkan kegiatan P4K dengan stiker
dan Buku KIA dengan melibatkan kader, perangkat
desa, dan masyarakat
c) Meningkatkan cakupan Antenatal dengan
meningkatkan pengetahuan dan perubahan perilaku
Ibu dan keluarga melalui Pelaksanaan Kelas Ibu
Hamil
d) Peningkatan Kinerja Provider/Petugas Kesehatan
antara lain dengan Peningkatan akses ke pelayanan
dengan Kunjungan Rumah
59
l) Belum optimalnya pendataan ibu hamil.
3) Alternatif pemecahan masalah:
dengan Kematian Ibu Tinggi
e) Peningkatan Kerjasama LP/LS terkait
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
76. f) Pemenuhan kebutuhan bidan di desa
g) Peningkatan kualitas pelayanan terhadap ibu hamil
h) Peningkatan kualitas pelayanan antenatal melalui
c) Persentase KB sesuai Standar di Fasilitas Pelayanan
Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan
Pemerintah dalam menyediakan pelayanan KB berkualitas
sesuai standar yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
kompeten.
60
melalui Pelayanan Antenatal Terpadu
pelaksanaan konsep Pelayanan Antenatal Terpadu
i) Pelaksanaan PWS KIA sebagai alat surveilans KIA
Kesehatan
Gambar 3.13 Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi terpadu, termasuk pelayanan KB
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013
Pada
tahun 2013,
pencapaian
indikator
kinerja
“Persentase
Fasilitas
Kesehatan
yang Mampu
Memberikan
Pelayanan KB Sesuai Standar” dapat terealisasi dengan baik
yaitu dari 76,36% (49.633 fasilitas) pada tahun 2012 menjadi
95,1% (60.392 fasilitas).
Berdasarkan rekapitulasi laporan Dinas Kesehatan
Provinsi, pencapaian indikator Faskes KB tahun 2013 telah
meningkat bila dibandingkan tahun 2010 yang mencapai
77. 12.000 buah dan tahun 2011 yang mencapai 26.554 buah. Hal
ini akan semakin memudahkan akses masyarakat terhadap
pelayanan KB berkualitas.
Pada tahun 2013, pencapaian Fasilitas Kesehatan yang
Mampu Memberikan Pelayanan KB Sesuai Standar (Faskes
KB) telah mencapai 49.633 buah (76,36%). Dengan demikian,
apabila mengacu pada Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2010-2014, diharapkan target Faskes KB
pada tahun 2014 sebesar 63.500 buah (100%) akan dapat
tercapai.
61
Grafik 3.10 Tren capaian jumlah fasilitas kesehatan yang mampu
memberikan pelayanan KB sesuai standar tahun 2010 sampai 2013
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA 2013