1. Dokumen tersebut membahas kritik terhadap Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) yang meliputi empat poin utama yaitu kelembagaan BHP, struktur dan pengambilan keputusan, pendanaan, dan alat legitimasi untuk menanamkan sekulerisme dan pluralisme.
2. Salah satu kritiknya adalah bahwa RUU BHP mengindikasikan upaya pemerintah untuk melepaskan diri
KONSEP DASAR ILMU PEMASARAN DAN MEMAHAMI BAGAIMANA PEMASARAN SECARA HOLISTIK
File
1. Kalam-Upi Online
KRITIK RUU BHP
Contributed by
Tuesday, 25 March 2008
BADAN KOORDINASI LEMBAGA DAKWAH KAMPUSKRITIK RUU BHP (Hasil Musyawarah Simposium Nasional
Pendidikan BKLDK Mei 2007) Terdapat lima point pokok kritik RUU BHP (Badan Hukum Pendidikan). Kelima point
tersebut adalah: A. Kelembagaan Badan hukum Pendidikan (BHP) Dasar · Pasal 1 ayat 1 yang menyebutkan
“Badan Hukum Pendidikan yang selanjutnya disebut BHP adalah badan hukum perdata yang didirikan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau masyarakat, yang menyelenggarakan pendidikan formal” · Pasal 2 ayat 1
yang menyebutkan “Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau
masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan” · Pasal 31 ayat yang menyebutkan: 1. BHP dinyatakan bubar
apabila: a.Pengesahannya dibatalkan oleh Menteri; b.Statusnya sebagai badan hukum dicabut oleh putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berdasarkan salah satu atau lebih dari alasan berikut: 1)
BHP melanggar ketertiban umum dan/atau kesusilaan; 2) tidak mampu membayar utang setelah dinyatakan pailit; 3)
harta kekayaan BHP tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit dicabut; 4) melanggar peraturan
perundangan-undangan yang berlaku; dan/atau 5) menyimpang dari visi dan misi serta tujuan sebagaimana diatur dalam
Anggaran Dasar BHP. c.Jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar BHP telah berakhir. 2. Aset dan utang
BHP yang dinyatakan bubar diserahkan kepada Penyelenggara, atau BHP lain dalam hal Penyelenggara atau Wakil dari
Penyelenggara tidak ada lagi. 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembubaran BHP serta aset dan utang BHP yang
dinyatakan bubar sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) sampai dengan Ayat (2) diatur dalam Anggaran Dasar BHP ·
Pasal 32 yang menyebutkan: 1. Dalam hal keputusan yang diambil oleh organ BHP melanggar ketentuan Anggaran
Dasar BHP, Anggaran Rumah Tangga BHP, dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka Pemerintah
atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangan masing-masing dapat membatalkan keputusan tersebut, mencabut ijin
satuan pendidikan dalam BHP, dan/atau sampai membatalkan pengesahan BHP. 2. Pencabutan ijin satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan di media cetak berbahasa Indonesia. 3. Pembatalan pengesahan
BHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan di berita negara. Kritik Pada pasal 1 ayat 1 terlihat jelas
bahwa BHP yang merupakan badan hukum perdata adalah sebuah kelembagaan yang terpisah dari pemerintahan dan
berdiri sendiri. Dimana jika sebuah Badan Hukum Pendidikan berada dalam kondisi pailit sebagaimana yang disebutkan
pada pasal 31 ayat 1 dan pasal 32, pemerintah atau pemerintah daerah sebagai pihak penyelenggara berhak untuk
melakukan pembubaran terhadap BHP. Beberapa pasal tersebut di atas telah mengindikasikan suatu upaya pemerintah
untuk melepaskan diri dari penyelenggaraan pendidikan. Padahal di sisi lain UUD 45 pasal 31 telah mengamanatkan
bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara yang penyelenggaraannya dilakukan/ kewajiban negara.
B. Struktur dan Pengambilan Keputusan Kelembagaan Badan hukum Pendidikan (BHP) Dasar · Pasal 1 ayat 7 yaitu :
Majelis Wali Amanat yang selanjutnya disebut MWA adalah organ tertinggi BHP yang bertindak mewakili
penyelenggara, satuan, pendidikan, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. · Pasal 2 ayat 5(b,c,d,j):
b. otonom, yaitu kewenangan dan kemampuan untuk menjalankan kegiatan secara mandiri , sehingga mampu
menjalankan fungsinya secara kreatif; c. akuntabel, yaitu kemampuan dan komitmen untuk mempertanggungjawabkan
semua kegiatan yang dijalankan kepada para pihak yang berkepentingan sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku, sehingga menjadi BHP yang kredibel. f. transparan, yaitu keterbukaan dan kemampuan menyajikan informasi
yang relevan secara tepat waktu sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada para pihak yang
berkepentingan, sehingga menjadi BHP yang kredibel. j. partisipatif, yaitu melibatkan para pihak yang berkepentingan
dalam penyelenggaraan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama para pihak yang berkepentingan. · Pasal 9 ayat
1 yang menyebutkan: Organ BHP terdiri atas: a. Majelis Wali Amanat; b. Dewan Audit; c. Senat Akademik pada
pendidikan tinggi atau Dewan Pendidik pada pendidikan dasar dan menengah; d. Satuan Pendidikan; dan e. Unit
lain yang dipandang perlu yang diatur dalam Anggaran Dasar BHP. · Pasal 10 ayat 1 dan 2 yang menyebutkan: 1.
Anggota MWA terdiri atas: a. Penyelenggara atau wakil penyelenggara; b. Pemimpin Satuan Pendidikan;
Wakil SA atau DP; d. Wakil tenaga kependidikan non pendidik pada pendidikan tinggi; e. Wakil orang tua/wali
peserta didik pada pendidikan dasar dan menengah; f. Wakil alumni satuan pendidikan pada pendidikan tinggi;
Unsur masyarakat, dan h. Unsur lain yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar BHP 2. Jumlah anggota sebagaiman
dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat lebih dari 1 (satu) orang. 3. Jumlah anggota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b adalah 1 (satu) orang. 4. Jumlah anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, c, dan d sebanyak-
banyaknya 1/3 (satu per tiga) dari jumlah anggota Majelis Wali Amanat. 5. Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, d, e, f, g dan h dipilih oleh SA atau DP. 6. Pengangkatan dan pemberhentian anggota MWA diatur dalam
Anggaran Dasar BHP. 7. MWA dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota Majelis Wali
Amanat. 8. Anggota MWA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, c, dan d tidak dapat dipilih sebagai Ketua
Majelis Wali Amanat. 9. Ketua MWA harus berwarganegara Indonesia. · Pasal 12 yang menyebutkan: Tugas dan
wewenang MWA adalah: a. menetapkan kebijakan umum BHP; b. mengesahkan rencana strategis dan rencana
kerja serta anggaran tahunan BHP; c. mengangkat dan memberhentikan anggota Dewan Audit dan Pemimpin Satuan
Pendidikan; d. mengesahkan pimpinan dan keanggotaan SA atau DP ; e. melaksanakan pengawasan umum atas
pengelolaan BHP; f. melakukan evaluasi tahunan atas kinerja BHP; g. mengevaluasi laporan pertanggungjawaban
tahunan Pemimpin Satuan Pendidikan, Dewan Audit, serta SA atau DP ; h. mengusahakan pemenuhan kebutuhan
pembiayaan BHP sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan i. imenyelesaikan persoalan BHP
termasuk masalah keuangan yang tidak bisa diselesaikan oleh organ-organ lain BHP sesuai kewenangan masing-
http://kalam.downloadfan.net Powered by Joomla! Generated: 19 April, 2009, 12:05
2. Kalam-Upi Online
masing. · Pasal 14 ayat 3 yang menyebutkan: Tugas dan wewenang Dewan Audit adalah: a. menetapkan
kebijakan audit internal dan eksternal atas BHP dalam bidang non akademik; b. mengevaluasi hasil audit internal dan
eksternal atas BHP; dan c. mengambil kesimpulan atas hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf b dan
mengajukan pertimbangan serta saran kepada MWA Kritik · Dalam struktur kelembagaan Badan Hukum
Pendidikan (BHP) terdapat Majelis Wali Amanat (MWA), dimana MWA inilah yang memiliki fungsi dan wewenang
strategis dalam pengelolaan BHP. Hal ini sebagaimana yang terlihat pada pasal 12 tentang tugas dan fungsi MWA.
Bahkan lebih jauh dari itu, laporan pertanggungjawaban satuan pimpinan pendidikan (rektor dll) tidak lagi disampaikan
keada menteri sebagai representatif pemerintah melainkan kepada MWA. · Dalam keanggotaan MWA sebagaimana
tercantum pada pasal 10 terlihat hanya sepertiga (1/3) anggota yang berasal dari kalangan akademisi, sedangkan dua
pertiga (2/3) lainnya berasal dari mereka yang mengatasnamakan masyarakat. Meskipun tidak terlihat secara tersurat,
namun berdasarkan beberapa fakta yang ditemukan dibeberapa Perguruan Tinggi BHMN bahwa dua pertiga komposisi
MWA tersebut diisi oleh kalangan pengusaha dan pemilik modal. Dengan adanya komposisi tersebut maka
dikhawatirkan institusi pendidikan akan menyesuaikan diri dengan kepentingan para pemilik modal tersebut. Sebagai
contoh ketika para MWA yang notabene sebagian besar pengusaha akan menetapkan kebijakan pada BHP tersebut,
maka sudah dapat dipastikan bahwa pertimbangan mereka lebih pada keuntungan yang akan mereka raih, bukan pada
kualitas pendidikan itu sendiri. · Prinsip transparansi yang disebutkan dalam pasal 2 ayat 5(b) hanya menjadi legitimasi
bagi pihak asing yang menjadi sumber dana untuk menekan BHP dan memastikan dana yang didonorkan kepada BHP
benar-benar dialokasikan secara efektif dan efisien sesuai arahan dan kepentingan asing. · Prinsip otonomi
berimplikasi pada kebebasan fakultas atau program studi melakukan kerjasama (membuka diri agar diinterfensi) dengan
pihak asing. · Melihat tugas dan wewenang Dewan Audit dalam bidang non akademik, hal ini membatasi aktualisasi
mahasiswa dalam aktivitas yang mengasah kepekaan dan kepedulian politik berdasarkan hasil audit tersebut. C.
Pendanaan Badan Hukum Pendidikan (BHP) Dasar · Pasal 22 ayat 1, 2, dan 3 yang menyebutkan: 1.Modal awal
BHP berwujud aset Penyelenggara yang dipisahkan atau dialihkan kepada BHP. 2.Aset BHP dapat berasal dari modal
penyelenggara, utang kepada pihak lain, sumbangan atau bantuan dari pihak lain, dan hasil usaha BHP, yang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3.Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memberikan
sumberdaya dalam bentuk hibah kepada BHP sesuai dengan penugasan yang diberikan. Kritik · Modal awal BHP
sebagaimana yang tercantum ada pasal 22 ayat 1 merupakan aset penyelenggara (negara) yang dipisahkan dan
dialihkan kepada BHP. Hal ini telah menunjukkan bahwa telah terjadi privatisasi/ pengalihan aset-aset negara kepada
pihak swasta (BHP dan organnya). · Dengan dipisahkannya aset penyelenggara/ negara dengan BHP yang
memberikan konsekuensi pencarian dana mandiri, maka dalam penyelenggaraan BHP terdapat peluang untuk
pencarian dana baik berupa sumbangan, pinjaman, dan hasil usaha mandiri. Hal ini bertentangan prinsip dasar Tri
Dharma Perguruan tinggi karena dikhawatirkan dengan adanya tuntutan kemandirian, BHP rawan ditunggangi oleh
pihak-pihak yang berkepentingan. · Dalam pemnyelenggaran BHP, pemerintah hanya memberikan bantuan
pendanan berupa hibah yang disertai penugasan tertentu. Hal ini bertentangan dengan amanat UU Sisdiknas no 20
tahun 2003 pasal 49 yang menyatakan “Dana pendidikan selain gaji pendidikan dan biaya pendidikan kedinasan
dialokasikan minimal 20 persen dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD. Hal ini juga
terdapat kontradiksi dengan tujuan dari rancangan BHP (pasal 2 ayat 7) D. Alat Legitimasi bagi Penanaman SIPILIS
(Sekulerisme, Pluralisme, Liberalisme) Dasar · Pasal 2 ayat 5(g) dan (h) yang menyebutkan bahwa BHP berprinsip:
g. non diskriminasi, yaitu memberikan pelayanan pendidikan ke calon peserta didik dan peserta didik secara
berkeadilan, tanpa memandang latar agama, ras, etnis, gender, status sosial, dan kemampuan ekonomi. h.
Keberagaman, yaitu kepekaan dan sikap akomodatif terhadap berbagai perbedaan para pihak berkepentingan yang
bersumber dari kekhasan agama, ras, etnis, gender, status sosial, dan kemampuan ekonomi. Kritik · Dengan tujuan
memberikan pelayanan secara berkeadilan tanpa memandang latar agama, maka tidak menutup kemungkinan
terjadinya pelarangan terhadap penunjukkan identitas yang khas Islam dengan alasan agar tidak terjadi diskriminasi
terhadap orang Islam, meskipun identitas tersebut adalah kerudung dan jilbab. · Keberadaan BHP tidak lepas dari
kepentingan Kapitalisme Global yang telah membidani kelahiran konsep pendidikan tinggi sesuai dengan arahan
pemikiran dan ideologi yang diemban. Hampir dapat dipastikan bahwa prinsip keberagaman dengan batasan yang telah
didefinisikan dalam pasal 2 ayat 5(h), akan mejadi legitimasi bagi usaha penguburan setiap indikasi untuk menegakkan
Islam sebagai sebuah sistem kehidupan yang khas. Selain itu, prinsip keberagaman menjadi legitimasi terhadap upaya
indoktrinasi sekulerisme, pluralisme, dan liberalisme. · Jika dihubungkan dengan pasal 6 yang menyebutkan bahwa:
“Lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau yang diakui di negaranya dapat mendirikan BHP baru di
Indonesia bekerjasama dengan BHP yang keseluruhan anggota MWA-nya berwarga negara Indonesia.” tampak
bahwa RUU BHP ini memuluskan upaya indoktrinasi sekulerisme, pluralisme, dan liberalisme oleh pihak asing. E.
Kesalahan Logika Berpikir RUU BHP Dasar Pasal 2 ayat 7 yang menyebutkan bahwa BHP bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa yang sekurang-kurangnya mencakup aspek spiritual, emosional, intelektual, sosial, dan psikomotorik.
Kritik · Sekilas tampaknya BHP mencantumkan tujuan yang mulia dengan cakupan kecerdasan yang lengkap. Namun,
hal ini menjadi isapan jempol belaka ketika tujuan yang mulia ini hanya dimanfaatkan untuk menutupi berbagai macam
kelemahan dan keburukan yang terkandung dalam BHP sendiri sebagaimana diuraikan dalam kritik poin A-D. · Jika
pasal 2 ayat 7 ini dihubungkan dengan prinsip otonom dalam ayat 5 (b) “ yaitu kewenangan dan kemampuan
untuk menjalankan kegiatan secara mandiri, sehingga mampu menjalankan fungsinya secara kreatif.” terjadi
kontradiksi yang jelas. Prinsip otonom, termasuk otonomi dalam hal pembiayaan pendidikan tinggi yang melepaskan
tanggung jawab negara akan mengeliminasi kemampuan BHP dalam mewujudkan tujuan mulianya, padahal tidak ada
yang dapat memungkiri bahwa untuk mencapai kecerdasan yang lengkap sebagaimana disebutkan dalam tujuan BHP,
diperlukan biaya yang tinggi.
http://kalam.downloadfan.net Powered by Joomla! Generated: 19 April, 2009, 12:05