Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang pentingnya dakwah dalam kehidupan masyarakat untuk membentuk akhlak yang baik. Dokumen juga menjelaskan pengertian da'i, dakwah, dan objek dakwah beserta pengaruhnya dalam proses dakwah. Selain itu, dibahas pula faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejenuhan objek dakwah dalam mengikuti pengajian."
Masing-masing kita memiliki pemahaman yang berbeda mengenai apa itu prestasi. Jika prestasi itu bernilai kebahagiaan di dunia dan di akhirat, kenapa harus ragu untuk mengejarnya.
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
Dakwah, nur habibullah norman kardi, stai an nadwah kuala tungkal
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan pembangunan nasional di Indonesia banyak aspek
yang harus diperhatikan, di antaranya adalah aspek keislaman yakni dakwah.
Sebagai warga negara, kita menyadari akan pentingnya dakwah islamiyah
dalam kehidupan sehari-hari, karena suatu negara akan maju dan kokoh
apabila masyarakatnya berilmu pengetahuan, beriman dan bertaqwa serta
berakhlak mulia.
Melihat realitas yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dewasa
ini, tampak adanya gejala-gejala penyimpangan akhlak yang meningkat
seperti terjadinya kenakalan anak dalam bentuk perkelahian, mabuk-
mabukan, merokok, mencuri dan lain sebagainya. Hal ini terjadi karena
kurang pembinaan agama. Seharusnya sudah menjadi tugas dan tanggung
jawab semua pihak untuk berupaya menanamkan nilai-nilai agama kepada
masyarakat dan menuntut mereka untuk mengamalkan sehingga terbentuk
akhlak masyarakat yang baik.
Perkembangan akhlak masyarakat banyak dipengaruhi oleh
lingkungan. Lingkungan ini terdiri dari orang tua, saudara, teman, guru dan
sebagainya. Tanpa masyarakat atau lingkungan, kepribadian seseorang itu
tidak akan berkembangan dengan baik. Seseorang banyak belajar dari
lingkungannya mengenai bagaimana ia harus bertingkah laku yang baik.
Dakwah sangatlah dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa
adanya pendakwah akan sulit menyebarluaskan ajaran yang di bawa oleh
Rasulullah SAW. Maka dibutuhkanlah para pendakwah yang mempunyai
ilmu untuk mengamalkan ilmunya di tengah masyarakat sebagai penyambung
lidah Rasulullah SAW. Sedangkan tugas Rasulullah SAW sudah jelas untuk
2. 2
memperbaiki akhlak manusia. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-
Qur’an Surat Saba’ ayat 28 sebagai berikut1 :
انٱل َرَثۡكَأ انِكََٰل َو ا ٗيرِذَن َو ا ٗيرِشَب ِاسانلِل ٗةافٓاَك اَّلِإ َكََٰنۡلَس ۡرَأ ٓاَم َوَونُمَلۡعَي ََّل ِاس٨٢
Artinya : “ Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.
Melihat ayat ini maka jelaslah selain dari pada dakwah yang sangat
penting, maka tentunya pula harus ada objek dakwah yang menjadi sasaran
dakwah. Objek dakwah ini bisa di sebut Mad’u. Objek dakwah ini tertuju
kepada masyarakat mulai dari diri sendiri, keluarga, kelompok, baik yang
menganut islam ataupun tidak, dengan kata lain adalah seluruh manusia.
Dakwah tidak ada artinya apabila tidak ada manusia. Posisi
manusia begitu sentral dalam aktifitas kedakwahan baik sebagai pelaku
maupun sebagai objek dakwah. Meskipun sangat sulit bagi da’i memahami
manusia dengan berbagai keunikannya, tetapi bukan berarti seorang da’i
mengabaikan dan menjauhkan diri dari pemahaman terhadap konsep manusia.
Justru keefektifan dan kesuksesan dakwah banyak ditentukan oleh
kemampuan da’i dalam mengenal diri dan objek dakwahnya. Oleh karena itu,
pemahaman terhadap konsep manusia menjadi kebutuhan yang tidak bisa
ditawar –tawar bagi umat islam atau mereka-mereka yang terjun dalam
aktifitas dakwah.2
Kelangsungan dakwah tidak akan berjalan baik tanpa adanya objek
dakwah (Mad’u). Keberadaan objek dakwah (Mad’u) ini sangat berpengaruh
dalam mengatasi akhlak di lingkungan masyarakat. Keikutsertaan objek
dakwah (Mad’u) untuk mengikuti pengajian akan membawa pengaruh positif
terhadap lingkungan masyarakat.
1 Al-Qur’an dan terjemahan
2 Abdul Basit. Filsafat Dakwah. (Jakarta : Rajawali Pers. 2013), hlm. 93
3. 3
Disisi lain, pendakwah (Da’i) juga harus memiliki kompetensi
ataupun kemampuan untuk menunjang wawasan para objek dakwah (Mad’u)
untuk memperbaiki dirinya menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT. Sehingga motivasi para objek dakwah (Mad’u) untuk
mengikuti pengajian sangat tinggi dan tidak timbul kejenuhan.
Objek dakwah (mad’u) kajiannya merupakan hal yang tak kalah
penting dari pada kajian mengenai da’i. Seperti da’I, mad’u adalah manusia.
Kajian mengenai mad’u tak cukup hanya pada klasifikasi, penggolongan atau
pengelompokan seperti yang selama ini terjadi. Dalam konteks filsafat
dakwah, kajian mengenai mad’u perlu dilihat dalam kedudukannya sebagai
manusia baik sebagai individu maupun kelompok, lalu kecendrungan-
kecendrungannya baik yang bersifat intelektual, moral (emosional) maupun
spiritual.
Pemahaman jati diri mad’u sebagai manusia dan kecendrungan-
kecendrungan dasarnya menjadi sangat penting dalam konteks dakwahuntuk
selanjutnya dapat dirumuskan pendekatan dan metode yang tepat dan relevan.
Tentu metode, teknik dakwah, menjadi tugas ilmu dakwahdan bukan menjadi
wilayah kajian filsafat dakwah untuk merumuskannya dan mengujinya secara
empiris dilapangan. Disadari keberadaan mad’u mempengaruhi aspek-aspek
lain dalam proses dakwah.
Secara harfiah, arti jenuh ialah “…padat atau penuh sehingga tidak
mampu lagi memuat apapun, selain itu juga berarti jemu atau bosan”.
Kejenuhan adalah “…suatu kondisi mental seseoranng saat mengalami rasa
bosan dan lelah yang amat sehingga mengakibatkan timbulnya rasa enggan,
lesu, tidak bersemangat atau tidak bergairah untuk melakukan aktivitas
belajar”.
4. 4
B. Pembahasan
1. Pengertian Da’i dan Dakwah
Menurut Ahmad Suyuti Da’i atau مبالغ adalah berasal dari bahasa
Arab بلغ "–"يبلغ yang berarti orang yang menyampaikan ajaran Islam
kepada masyarakat penerima dakwah.3
Dakwah merupakan kewajiban yang disyariatkan dan menjadi
mas’uliyah (tanggung jawab) yang harus di pikul oleh kaum muslimin
seluruhnya. Dengan artian bahwa setiap muslim baik laki-laki maupun
perempuan, ulama atau bukan, yang berstatus kyai maupun santri di tuntut
dan diwajibkan untuk berdakwah, sesuai dengan kondisi, kemampuan, dan
ilmu yang dimilikinya. Tidak seorangpun yang menyandang predikat
sebagai muslim yang bebas tugas dari menyampaikan dakwah ini,
walaupun hanya satu ayat.4
Memang secara general, setiap muslim pada dasarnya adalah
da’i. Bertugas menyampaikan seruan islam kepada siapa saja yang dapat ia
lakukan. Namun secara proesional, tentulah diperlukan tenaga-tenaga yang
mempunyai kualifikasi tertentu. Kualifikasi tersebut dimunculkan dalam
bentuk pemahaman yang memadai tenytang pengetahuan agama yang
standr dalam masyarakat Islam.5
Kata da’i adalah bentuk fa’il dari lafal da’a yang berarti orang
yang berdakwah. Berhasil atau tidaknya dakwah islam, sangat bergantung
pada pribadi sang pembawa dakwah (da’i) itu sendiri. Oleh sebab itu,
3 Ahmad Suyuti, Amtsilatu Tasrifiyah, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), hlm. 11
4 Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i,
(Jakarta : Amzah. 2008), hlm. 134
5 Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i,
(Jakarta : Amzah. 2008), hlm. 134
5. 5
seorang da’i yang berkepribadian menarik, sedikit banyak akan
mendukung keberhasilan dakwah yang disampaikannnya.6
Sebagai pribadi yang memikul tugas dakwah, para da’i
berfungsi sebagai central of change dalam suatu tatanan masyarakat.
Selain menyampaikan pesan, para da’i mempunya tugas untuk menjawab
persoalan-persoalan yang dihadapi umat. Maklumlah, karena masalah itu
berkembang dengan cepat, berbarengan dengan cepatnya pergeseran
zaman. Selain itu, da’i juga mengemban misi pemberdayaan (empowering)
seluruh potensi yang ada dalam masyarakat.7
Menurut Muriah dalam bukunya yang berjudul Metodologi
Dakwah Kontemporer bahwa Da’i dibagi menjadi dua kriteria yaitu umum
dan khusus. Secara umum adalah setiap muslim dan muslimat yang
berdakwah sebagai kewajiban yang melekat tidak terpisahkan dari misinya
dari sebagai penganut Islam sesuai dengan perintah "عنىولوآية ."بلغو
Sedangkan secara khusus adalah mereka yang mengambil keahlian khusus
dalam bidang dakwah Islam dengan kesungguhan dan qodrah khasanah.8
Pengertian dakwah menurut bahasa, dakwah berasal dari bahasa
Arab yakni دعا–يدعوا–دعوة (da’a - yad’u - da'watan). Kata dakwah
tersebut merupakan islam masdar dari kata da’a yang dalam Ensiklopedia
Islam diartikan sebagai “ajakan kepada Islam. Kata da’a dalam al-Quran,
terulang sebanyak 5 kali, sedangkan kata yad’u terulang sebanyak 8 kali
dan kata dakwah terulang sebanyak 4 kali.9
6 Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i,
(Jakarta : Amzah. 2008), hlm. 134-135
7 Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i,
(Jakarta : Amzah. 2008), hlm. 135
8 Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta :Mitra Pustaka, 2000), hlm. 23
9 Abdul Basit. Filsafat Dakwah. (Jakarta : Rajawali Pers. 2013), hlm. 109
6. 6
Kata da’a pertama kali dipakai dalam al-Quran dengan arti
mengadu (meminta pertolongan kepada Allah) yang pelakunya adalah
Nabi Nuh as. Lalu kata ini berarti memohon pertolongann kepada Tuhan
yang pelakunya adalah manusia (dalam arti umum). Setelah itu,
kata da’a berarti menyeru kepada Allah yang pelakunya adalah kaum
Muslimin.
Kemudian kata yad’u, pertama kali dipakai dalam al-Quran
dengan arti mengajak ke neraka yang pelakunya adalah syaitan. Lalu kata
itu berarti mengajak ke surga yang pelakunya adalah Allah, bahkan dalam
ayat lain ditemukan bahwa kata yad’u dipakai bersama untuk mengajak ke
neraka yang pelakunya orang-orang musyrik.
Sedangkan kata dakwah atau da’watan sendiri, pertama kali
digunakan dalam al-Quran dengan arti seruan yang dilakukan oleh para
Rasul Allah itu tidak berkenan kepada obyeknya. Namun kemudian kata
itu berarti panggilan yang juga disertai bentuk fi’il (da’akum) dan kali ini
panggilan akan terwujud karena Tuhan yang memanggil. Lalu kata itu
berarti permohonan yang digunakan dalam bentuk doa kepada Tuhan dan
Dia menjanjikan akan mengabulkannya.
Jika di tilik dari segi bahasa (etimologi), maka dakwah dapat
berarti memanggil, mengundang, mengajak, menyeru, mendorong ataupun
memohon. Dalam ilmu tata bahasa Arab, kata dakwah merupakan
mashdar dari kata kerja da’aa, yad’uu, da’watan, yang berarti memanggil,
menyeru, atau mengajak.10
Dalam Al-qur’an, kata dakwah dapat kita jumpai pada beberapa
tempat, dengan berbagai macam bentuk dan redaksinya. Dalam beberapa
10 Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i,
(Jakarta : Amzah. 2008), hlm. 17
7. 7
hadis Rasulullah SAW pun, sering kita jumpai istilah-istilah yang senada
dengan pengertian dakwah.11
Adapun beberapa ayat dan hadis Nabi yang sejalan dengan
pengertian dakwah adalah sebagai berikut :12
1. Do’a dan permohonan
اَذِإ َوَة َوۡعَد ُيب ِجُأ ٌۖيب ِرَق يِنِإَف يِنَع يِداَبِع َكَلَأَسِااعدٱليِب ْاوُنِم ُۡؤيۡل َو يِل ْاُوبي ِجَتۡسَيۡلَف ٌِۖانَعَد اَذِإ
َُوندُش ۡرَي ۡمُهالَعَل٦٢١
Artinya : Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang
Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.
Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila
ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka
beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran. (QS. Al-Baqarah : 186)
2. Seruan
ۡنَم َوىَلِإ ٓاَعَد نامِم َّٗل ۡوَق ُنَس ۡحَأِ ٱّللاَنِم يِنانِإ َلاَق َو ا ٗحِل ََٰص َلِمَع َوَينِمِلۡسُمۡٱل٣٣
Artinya : Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan
berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
menyerah diri? (QS. Fushilat : 33)
ُ ٱّللا َوِارَد َٰىَلِإ ْا ٓوُعۡدَيِمََٰلاسٱلٖيمِقَتۡسُّم ٖط ََٰر ِص َٰىَلِإ ُءٓاَشَي نَم يِد ۡهَي َو٨٢
Artinya : Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan
menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang
lurus (Islam). (QS. Yunus : 25)
ٖذِئَم ۡوَيَونُعِباتَيَيِعاادٱلُهَل َج َوِع ََّلٌۖۥِتَعَشَخ َوُات َو ۡصَ ۡٱۡلاٗس َۡمه اَّلِإ ُعَمۡسَت ََلَف ِن ََٰم ۡحالرِل٦٠٢
11 Ibid., hlm. 17
12 Ibid., hlm. 18
8. 8
Artinya : Pada hari itu manusia mengikuti (menuju kepada suara)
penyeru dengan tidak berbelok-belok; dan merendahlah
semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka
kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja (QS.Thaha :
108)
ِلُكِليِف َكانُع ِزََٰنُي ََلَف ٌُۖهوُكِسَان ۡمُه اًكَسنَم َانۡلَعَج ٖةامُأِر ۡمَ ۡٱۡلَوُعۡٱدىٗدُه َٰىَلَعَل َكانِإ ٌَۖكِبَر َٰىَلِإ
ٖيمِقَتۡسُّم١٦
Artinya : Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari´at tertentu
yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka
membantah kamu dalam urusan (syari´at) ini dan serulah
kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-
benar berada pada jalan yang lurus. (QS. Al-Hajj : 67)
3. Panggilan untuk nama
َعََزن َوُهَدَيۥَين ِرِظَٰانلِل ُءٓاَض ۡيَب َيِه اَذِإَف٦٠٢
Artinya : ia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu juga tangan itu
menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang
yang melihatnya. (QS. Al-A’raf :180)
4. Undangan
Didin Hafidhuddin menyatakan pengertian dakwah, yakni;
pesan yang datang dari luar, sehingga langkah pendekatan lebih diwarnai
dengan interventif. Ceramah dalam arti sempit, sehingga orientasi dakwah
sering pada hal-hal yang bersifat rohani saja. Menyampaikan dan hasil
akhirnya terserah kepada Allah, akan menafikan perencanaan, pelaksanan
dan evaluasi dari kegiatan dakwah.
9. 9
Dakwah dalam pengertian syara’ (istilah), telah dikemukakan
oleh beberapa pakar keilmuan, diantaranya :13
a. Syaikh Muhammad Ash-shawwaf mengatakan, dakwah adalah risalah
langit yang diturunkan ke bumi, berupa hidayah sang khaliq kepada
makhluk, yakni din dan jalan Nya yang lurus yang sengaja di pilih-Nya
dan dijadikan sebagai jalan satu-satunya untuk bisa selamat kembali
kepada-Nya. Hal ini mengingatkan kita pada firman Allah SWT dalam
Al Qur’an surat Ali Imran Ayat 19 yakni sebagai berikut :
انِإيِٱلدَنَدنِعِ ٱّللاُمََٰلۡس ِ ۡٱۡلاَم َوَفَلَت ۡٱخَينِذالٱْاوُتوُأَبََٰتِكۡٱلُمُهَءٓاَج اَم ِدۡعَب ۢنِم اَّلِإُمۡلِعۡٱلۡمُهَنۡيَب اَۢيۡغَب
ِب ۡرُفۡكَي نَم َوِتََٰياِ ٱّللاانِإَفَ ٱّللاُعي ِرَسِباَس ِحۡٱل٦١
Artinya : Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah
Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al
Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka,
karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.
b. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi menyimpulkan bahwa dakwah adalah ajakan
kepada agama Allah, mengikuti petunjukNya, mencari keputusan
hukum (tahkim) kepada metodeNya di bumi, mengesakanNya dalam
beribadah, meminta pertolongan dan ketaatan, melepaskan diri dari
Thaghut yang ditaati selain Allah, membenarkan apa yang dibenarkan
Allah, memandang bathil apa yang dipandang bathil oleh Allah, amar
ma’ruf nahi munkar dan jihad dijalan Allah. Secara ringkan, ia adalah
ajakan murni paripurna kepada Islam, tidak tercemar dan tidak pula
terbagi.
c. Syaikh Ali Machfudz dalam kitabnya Hidaayatul Mursyidiin memberi
batasan sebagai berikut : “Membangkitkan kesadaran manusia kepada
13 Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i,
(Jakarta : Amzah. 2008), hlm. 19-22
10. 10
kebaikan dan petunjuk, menyuruh berbuat makrufdan mencegah dari
yang mungkarsupaya mereka memperoleh keberuntungan
kebahagiaan dunia dan akhirat”.
d. Dr. Muhammad Sayyid Al-Wakil mendefenisikan dakwah adalah
mengajak dan mengumpulkan manusia untuk kebaikan serta
membimbing mereka kepada petunjuk dengan cara ber-amar makruf
nahi mungkar.
e. Dr. Taufiq Al-Wa’i menjelaskan dakwah adalah mengumpulkan
manusia dalam kebaikan, menunjuk mereka ke jalan yang benar
dengan cara merealisasikan manhaj Allah di bumi dalam ucapan dan
amalan, menyeru kepada yang makruf dan mencegahh dari yang
mungkar, membimbing mereka kepada shiraathal mustaqiim dan
bersabar menghadapi ujian yang menghadang diperjalanan.
f. Dakwah menurut H.M arifin, M.Ed, mengandung pengertian sebagai
suatu ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkahlaku, dan
sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha
mempengaruhi orang lain, baik secara individual maupun secara
kelompok, agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran,
sikap, penghayatan, serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai
message yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur-
unsur paksaan.
g. Menurut Drs. H.M. Masyhur Amin, dakwah adalah suatu aktifitas
yang mendorong manusia memeluk agama Islam melalu cara yang
bijaksana, dengan materi ajaran Islam, agar mereka mendapatkan
kesejahteraan kini (dunia) dan kebahagian nanti ( akhirat).
h. Jamaluddin Kaffie berpendapat dakwah adalah suatu sistem kegiatan
dari seseorang, kelompok, segolongan umat Islam sebagai aktualisasi
Imaniah yang di manifestasikan dalam bentuk seruan , ajakan,
panggilan, undangan, dan doa, yang disampaikan dengan ikhlas dan
menggunakian metode, sistem, dan tekhnik tertentu, agar mampu
menyentuh qalbu dan fitrah seseorang, keluarga, kelompok, massa, dan
11. 11
masyarakat manusia supaya dapat mempengaruhi tingkah lakunya
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
i. Sementara itu Prof. Dr. M. Quraish Shihab mengatakan dakwah adalah
seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi
kepada situasi yang lebih baik dan sempurna baik terhadap pribadi
maupun masyarakat.
Beberapa defenisi dakwah tersebut kesemuanya bertemu pada
satu titik. Yakni dakwah merupakan sebuah upaya dan kegiatan baik
dalam wujud ucapan maupun perbuatan yang mengandung ajakan dan
seruan kepada orang lain untuk mengetahui, menghayati dan
mengamalkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari untuk
meraih kebahagiaan dunia dan akhirat sehingga selalu mendorong
pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah..
Dengan demikian, dakwah bukanlah terbatas pada penjelasan
dan penyampaian semata, namun juga menyentuh aspek pembinaan dan
takwin (pembentukan) pribadi, keluarga, dan masyarakat Islam.
2. Mad’u ( Objek Dakwah )
a. Pengertian Mad’u
Mad’u yaitu mamnusia yang menjadi saasaran dakwah, atau
manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai
kelompok, baik manusia yang beragama islam maupun tidak, atau
dengan kata lain, manusia secara keseluruhan. Kepada manusia yang
belum beragama islam, dakwah bertujuan untuk mengajak mereka
untuk mengikuti agama islam, sedangkan kepada orang-orang yang
telah beragama islam dakwah bertujuan meningkatkan kwalitas iman,
islam, dan ihsan.14
Menurut Abdul Munir Mulkhan,bahwa objek da’wah (mad’u)
ada dua sasaran,yaitu umat da’wah dan umat ijabah. Umat da’wah
14 Manajemen Dakwah, M. Munir dan Wahyu Ialihi. Hal. 23
12. 12
adalah masyarakat yang non muslim sedangkan umat ijabah adalah
mereka yang sudah menganut Agama islam.Kepada manusia yang
belum beragama islam,da’wah bertujuan untuk mengajak mereka untuk
mengikuti agama islam.Sedangkan bagi mereka yang telah beragama
islam,da’wah bertujuan meningkatkan kualitas keimanan.15
b. Mad’u Sebagai Sentral Da’wah
Objek da’wah (mad’u) adalah merupakan sasaran da’wah.yang
tertuju pada masyarakat luas, mulai dari diri sendiri, keluarga,
kelompok, baik yang menganut islam maupun tidak. salah satu sasaran
utama yang hendak dicapai melalui da’wah adalah pemberdayaan
masyarakat menuju suatu komunitas atau masyarakat yang khaira
ummah, the best ummah. Bukan hanya dari aspek-aspek keimanan dan
ibadah semata, melainkan dari aspek-aspek sosial seperti pendidikan.
untuk memosisikan mad’u sebagai sentral da’wah,perlu memperhatikan
tiga hal :
1) Da’wah harus memperhatikan kapasitas pemikiran (tingkat
intelektual) suatu masyarakat.
Tingkat pemahaman suatu kelompok masyarakat dengan
kelompok masyarakat yang lainnya pasti berbeda.Perbedaan
pemahaman ditentukan banyak variabel,diantaranya tingkat
kemajuan budaya dan peradaban masyarakat yang
bersangkutan.masyarakat yang masih sederhana dan bersahaja
memiliki kecenderungan memahami dengan mudah dan apa
adanya.Sedangkan masyarakat yang memiliki intelektual lebih tinggi
cenderung memahami agama secara lebih kompleks.
2) Da’wah harus memperhatikan kondisi kejiwaan (psikologis) mad’u.
15 Filsafat dakwah rekayasa mambangun agama dan peradaban islam, Dr. A. Ilyas Isma’il dan Prio
Hotman. Hal. 155
13. 13
Dipandang dari sudut suasana kejiwaannya,setiap
masyarakat memiliki suasana kejiwaan masing-masing,maka da’wah
yang manusiawi dan sekaligus komunikatif adalah da’wah yang
dapat memahami perbedaan psikologis setiap masyarakat dan
mencarikan jalan keluar yang tepat dan sesuai dengan suasana
kebatinan mereka.maka dalam pemilihan dan penyesuaian materi
da’wah menjadi hal yang penting yang harus diperhatikan.
3) Da’wah harus memperhatikan problematika kekinian yang harus
dihadapi oleh suatu masyarakat.
Risalah islam diturunkan dengan kepentingan merespon
masalah-masalah umat manusia dan membantu mencarikan jalan
keluar dengan mengarahkan manusia melalui bimbingan agar lebih
berpihak pada nilai-nilai moral dan ketuhanan.16 Dalam
pelaksanaannya da’wah harus bersifat komunikatif dan interaktif.
Komunikatif berarti bahwa da’wah harus memahami dan merespons
setiap problematika umat.Sedangkan interaktif berarti dakwah harus
mampu berdialog dengan berbagai pihak dan kelompok dalam rangka
mencari solusi dan memecahkan masalah yang dihadapi oleh
umat.Dengan demikian da’wah dituntut untuk selalu inovatif dan
kreatif dalam menajawab tantangan zaman dan perubahan sosial.
c. Hak-Hak Mad’u
Islam itu condong kepada prinsip humanism. Jika logika ini
ditarik lebih jauh kemudian dikaitkan dengan hak mad’u,maka ia adalah
tidak laib dari hak-hak manusia..persoalan ini dapat ditinjau dari dua
16 Islam Aktual, Jalaludin Rahmat. Hal. 228
14. 14
aspek,yaitu hak hubungan social antar pribadi (interpersonal
relationship right),dan hak hubungan antar keterkaitan komunikasi
(communication interconnecting right).Hak manusia dalam tujuan
pertama,menekankan kecakapan kualitas pribadi seseorang dalam
membangun pola hubungan antar personal yang nyaman (comfortable),
dan penuh keakraban (friendliness). Adapun hak dalam tinjauan aspek
yang kedua,menekankan pola hubungan ketergantungan dan saling
respons serta saling pengertian.Hubungan sehat antarpersonal,juga
ditentukan oleh sejauh mana masing-masing pihak mampu menciptakan
situasi pergulan yang akrab dan hangat.Hal demikian ini terbilang amat
perlu karena pertimbangan beberapa hal:
1) Secara psikologis orang hanya akan mau membuka diri kepada orang
yang benar-benar ia kenal dan tahu latar belakangnya.
2) Ketiadaan jarak antar hubungan memugkinkan tumbuhnya selera
untuk menjalin keakraban dan kedekatan dalam pergaulan.
3) Keakraban dan kedekatan,lahir dari sikap empatis dan simpatik dari
seseorang kepada orang lain.
Keakraban dan kedekatan pergaulan juga dapat diwujudkan
melalui hubungan yang baik antara da’I dengan mad’u.Dalam hal itu,da’I
sebagai pihak yang lebih aktif,da’I harus mengerti bah wa mad’u memiliki
hak untuk didekati dan dibimbing untuk kemudian dirubah menjadi lebih
baik lagi.17
d. Klasifikasi Mad’u
Setelah pemaparan bahwa setiap manusia tanpa terkecuali
adalahmad’u,yaitu pihak yang diseru ke jalan Allahm, maka
perbincangan mengenai klasifikasi mad’u menjadi tidak lepas dari
pengklasifikasian manusia dalam keterkaitannya dengan da’wah.
17 Ismail, Ilyas, Prio Hotman. Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama Dan Peradaban
Islam. 2011. Kencana Prenada Media Group: Jakarta.
15. 15
1) Menurut Abdul Karim Zaidan klasifikasi mad’u menurut siakpnya
terhadap dakwah dibagi mnejadi empat yaitu :
a) Al-mala’ (penguasa)
Al-mala’ adalah kaum eksekutif masyarakat yang
memiliki pengaruh besar hal demikian karna kemampuan mereka
untuk mengakomodasi masa dan pengaruhnya dalam membentuk
opini-opini public.
b) Jumhur An-nas (mayoritas masyarakat)
Menurut Abdul Karim Zaidan, jumhur an-nas adalah
orang yang paling tanggap menerima seruan dan ajakan dakwah.
Hal demikian, kiranya dapat ditinjau dari dua perspektif historis
dan psikologis.
Di tinjau dari perspektif historis, mayoritas manusia
yang merupakan kaum lemah secara faktual adalah mereka yang
paling simpatik dan cepat menerima seruan dakwahpara rasul. Hal
ini banyak tersurat dalam al-qur’an maupun sirah nabi. Adapun
dari perspektif psikologis mayoritas manusia yang merupakan
kaum yang lemah adalah mereka yang selalu melawan penindasan
kaum penguasa. Dalam kondisi ini, mereka senantiasa
mendambakan tampilnya sosok yang berani bersama-sama
memperjuangkan nasib mereka. Dan para rasul dan dakwahnya
membawa ajaran kebebasan.
c) Al-munafiqun
Adalah oranag-orang yang menentang dakwah namun tidak
terlihat.
d) pelaku maksiat
Mereka yang secara batin masih memiliki pijakan yang kuat
dalam agama, namun secara behavioral menunjukan indikasi yang
sebaliknya.
16. 16
2) Pengelompokan mad’u berdasarkan antusiasnya kepada dakwah
dibagi menjadi tiga kelompok :
a) As-sabiquna bil akhirat (yang bersegera dalam menerima
kebenaran)
Golongan mad’u yang cenderung antusias kepada
kebaikan dan tanggap terhadap seru-seruan dakwah baik yang
sunnah apalagi yang wajib.
b) Muqthasid (kelompok pertengahan)
Mereka yang mengerjakan kewajiban-kewajiban agama
dan meninggalkan yang diharamkan, namun pada waktu yang
bersamaan mereka kerap kali melakukan hal-hal yang di
makruhkan dan kurang tanggap terhadap kebaikan yang
dianjurkan.
c) Zalim linafsih (kelompok yang menzalimi diri sendiri)
Kelompok yang senang melampaui batasan-batasan
agama, cenderung mengabaikan kewajiban dan kerap melakukan
larangan-larangan dalam agama.
3) Kategori mad’u menurut keyakinannya
Dakwah diakui sebagai ajakan universal, artinya ajakan
dakwah tidak dibatasi hanya kepada kelompok tertentu dan tidak
yang lainnya. Terkait dengan aneka ragam keyakinan manusia
dimuka bumi ini, dakwah juga memiliki kepentingan untuk menarik
orang ke jalan tuhan. Adapun kategori menurut keyakinannya dibagi
menjadi dua macam, yakni muslim dan non-muslim.
4) Pengelompokan mad’u berdasarkan kemepuannya menangkap
dakwah.
Dalam kategori ini, mad’u dikelompokan secara hierarkis
dimulai dari kelompok elit hingga level bawah, karena kemampuan
seseorang untuk menangkap pesan dakwah terkait erat dengan
kedalamannya memahami agama dan hakikatnya. Ada
tiga kelompok dalam hal ini. Pertama, adalah mereka yang dalam
17. 17
menangkap pesan dakwah didekati dengan mengajukan bukti-bukti
demonstrative yang tak terbantahkan.
Kedua, adalah kelompok mad’u menengah terkait tingkat
pemahaman agamanya, dalam menerima pesan dakwah mereka
belum mampu menyikap hakikat-hakikat terdalam agama, dan baru
cukup didekati dengan dialog melalui adu argumentasi.
Ketiga, kelompok ahlul kitab, adalah kelompok terbanyak
dalam masyarakat, karena tingkat pemahaman agamanya yang
rendah. Kelompok mad’u ini tidak tertarik kepada pendekatan-
pendekatan dialektis dan belum mampu memahami hakikat terdalam
agama. Untuk itu, cara retorik melalui tutur kata dan nasihat yang
baik dalam menyampaikan pesan dakwah dipandang sebagai jalan
yang paling baik.
3. Kejenuhan
Kejenuhan itu muncul dari dua faktor, yaitu faktor yang berasal
dari luar diri peserta dan faktor yang muncul dari peserta itu sendiri.
Faktor-faktor Penyebab Kejenuhan dari luar (eksternal)
beberapa di antaranya:
a. suasana yang monoton
Suasana yang monoton merupakan salah satu sebab
munculnya kejenuhan dalam halaqah. Ini merupakan hal yang wajar.
Sebab manusia pada dasarnya menginginkan suasana yang berubah
dan sesuatu yang baru (dinamis). Tidak terperangkap dalam satu cara
atau metode. Ketika halaqah berjalan dengan cara atau suasana yang
monoton, maka besar kemungkinan peserta/mad’u akan merasa
jemu.
b. Ketiadaan Keteladanan
Murabbi menjadi teladan bagi peserta/mad’u. Peserta
menjadi teladan bagi peserta lainnya. Ketika Murabbi dan peserta
tidak bisa memberikan keteladanan, maka halaqah berubah menjadi
menjemukan. Contoh hilangnya keteladanan adalah ketika Murabbi
18. 18
mewajibkan peserta untuk hadir rutin, tapi ia sendiri jarang datang
dengan berbagai alasan. Atau ketika ia meminta peserta datang tepat
waktu, tapi ia justru sering terlambat. Atau hal lain ketika meminta
peserta untuk bisa menghargai pendapat peserta lain, tapi ia sendiri
tak bisa menghargai pendapat orang lain. Jika hal ini tak dapat
dihindarkan, semakin potensial halaqah terjerumus pada suasana
yang membosankan. Hal ini wajar, karena ketiadaan keteladanan
membuat hilangnya kepercayaan dan nilai lebih suatu kelompok. Hal
ini tentu berdampak pada suasana yang tidak nyaman dan
membosankan.
c. Kurangnya upaya untuk saling memotivasi/mengingatkan
Suasana yang menjemukan bisa juga disebabkan
murabbi/naqib dan peserta tidak saling mengingatkan atau
memotivasi satu sama lain. Mereka mungkin terjebak pada rutinitas
halaqah yang di anggap bukan masalah. Jika pun di antara mereka
ada yang mengingatkan tentang pentingnya mendinamiskan halaqah,
tidak ditanggapi serius oleh yang lain. Atau bisa juga pengingatan itu
dilakukan, tapi tidak dilakukan secara rutin, supaya untuk
mendinamiskan halaqah hanya bersifat temporer dan tidak
berkesinambungan.
d. Konflik berkepanjangan
Kejenuhan dalam halaqah bisa juga disebabkan seringnya terjadi
konflik di antara peserta. Konflik itu muncul karena berbagai sebab.
Bisa karena perbedaan cara pandang, sifat/karakter atau karena
perbedaan kebutuhan. Konflik yang berkepanjangan dalam halaqah
biasanya bersifat laten, tidak muncul secara vulgar atau terang-
terangan, sehingga jika murabbi atau peserta kurang jeli, maka mereka
tidak mengetahui adanya konflik tersebut. Konflik yang tidak
terselesaikan dalam halaqah dapat berdampak pada suasana yang
menjemukan.
Adapun Kejenuhan dari Internal, di antara:
19. 19
1) Kurangnya Keikhlasan
Salah satu sebab internal dari munculnya perasaan jemu adalah
kurangnya keikhlasan. Karena ikhlas merupakan motivasi yang
tertinggi, sehingga jika seseorang telah ikhlas, kecil kemungkinan ia
dihinggapi perasaan bosan. Bahkan walau suasana monoton, tapi jika
ikhlas mengerjakannya maka rasa bosan tak akan mudah
menghinggapi. Namun jika keikhlasan berkurang, seseorang akan
mudah tertimpa penyakit jenuh.
2) Maksiat
Sebab internal lain dari munculnya perasaan jenuh adalah
sering seseorang melakukan kemaksiatan. Semakin banyak
kemaksiatan yang dilakukan seseorang, semakin mudah ia tertimpa
penyakit jenuh. Sebaliknya, semakin bersih seseorang dari
kemaksiatan, semakin sulit ia tertimpa penyakit jenuh. Itulah
sebabnya Nabi SAW tidak pernah jemu melakukan qiyamullail tiap
malam. Hal ini juga berlaku pada halaqah. Jika peserta halaqah
banyak melakukan kemaksiatan, maka kecenderungan untuk muncul
rasa jemu akan lebih besar dibandingkan jika peserta menjaga dirinya
dari kemaksiatan.
3) Kurangnya Pemahaman
Kejemuan juga bisa muncul dari kurangnya pemahaman
tentang pentingnya suatu pekerjaan. Orang yang cepat bosan
melakukan suatu pekerjaan biasanya karena kurang paham manfaat
dari pekerjaan tersebut.