Dokumen tersebut membahas tentang tatalaksana neuropati perifer akibat kemoterapi (CIPN). CIPN merupakan efek samping umum dari kemoterapi yang berhubungan dengan dosis obat. Tatalaksananya meliputi pencegahan dengan neuroprotektan, terapi simtomatik seperti analgesik dan antidepresan, serta rehabilitasi. Diagnosis CIPN secara klinis dengan pemeriksaan gejala dan riwayat pasien. Hingga saat ini belum ada
Studi ini membandingkan respon klinis pasien kanker nasofaring yang menerima kemoterapi cisplatin secara neoadjuvant dan konkuren. 46 pasien dibagi menjadi 2 kelompok yang menerima kemoterapi cisplatin secara neoadjuvant atau konkuren sebelum radioterapi. Hasilnya menunjukkan respon klinis positif lebih tinggi pada kelompok konkuren dibanding neoadjuvant."
Genetika manusia corry 1106007842_level of her2 on breast cancerCorry Oktaviani S
Penelitian ini mengkaji hubungan antara tingkat amplifikasi gen HER2/neu dengan respons terhadap terapi trastuzumab pada pasien kanker payudara metastatik HER2-positif. Hasilnya menunjukkan adanya hubungan antara tingkat amplifikasi gen yang lebih tinggi dengan waktu pengembangan tumor yang lebih pendek dan kemampuan bertahan yang lebih rendah.
Dokumen tersebut membahas terapi nutrisi yang penting untuk pasien kanker untuk mencegah malnutrisi. Kanker dan pengobatannya dapat menyebabkan anoreksia dan cacheksia, dua penyebab utama malnutrisi pada pasien kanker, yang perlu diatasi dengan terapi nutrisi yang tepat seperti suplemen makanan kaya zat gizi.
Studi ini membandingkan respon klinis pasien kanker nasofaring yang menerima kemoterapi cisplatin secara neoadjuvant dan konkuren. 46 pasien dibagi menjadi 2 kelompok yang menerima kemoterapi cisplatin secara neoadjuvant atau konkuren sebelum radioterapi. Hasilnya menunjukkan respon klinis positif lebih tinggi pada kelompok konkuren dibanding neoadjuvant."
Genetika manusia corry 1106007842_level of her2 on breast cancerCorry Oktaviani S
Penelitian ini mengkaji hubungan antara tingkat amplifikasi gen HER2/neu dengan respons terhadap terapi trastuzumab pada pasien kanker payudara metastatik HER2-positif. Hasilnya menunjukkan adanya hubungan antara tingkat amplifikasi gen yang lebih tinggi dengan waktu pengembangan tumor yang lebih pendek dan kemampuan bertahan yang lebih rendah.
Dokumen tersebut membahas terapi nutrisi yang penting untuk pasien kanker untuk mencegah malnutrisi. Kanker dan pengobatannya dapat menyebabkan anoreksia dan cacheksia, dua penyebab utama malnutrisi pada pasien kanker, yang perlu diatasi dengan terapi nutrisi yang tepat seperti suplemen makanan kaya zat gizi.
Nyeri kanker merupakan komplikasi umum pada pasien kanker yang disebabkan oleh berbagai faktor patofisiologis seperti faktor sel tumor, kerusakan saraf, dan proses sensitasi sentral. Diagnosis dan penatalaksanaan nyeri kanker meliputi penilaian karakteristik nyeri, evaluasi respons terapi, serta penggunaan analgesik dan terapi suportif sesuai pedoman WHO. Penanganan nyeri sontak juga perlu dilakukan untuk mengendalikan n
Terapi Kanker Indonesia merupakan sebuah Informasi Pengobatan Penyakit Kanker Tanpa Operasi dengan Obat Herbal Tahitian Noni Juice untuk Penyakit kanker Darah, Kanker Payudara, Kanker Hati, Kanker Prostat, Kanker Otak dll, informasi lebih lanjut, hubungi Konsultan Kesehatan Kanker Indonesia Ph/Wa 0821 300 80001 http://www.terapikankerindonesia.com
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring, di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut.
Kerentanan Genetik
Gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) memiliki kerentanan terhadap karsinoma nasofaring
Faktor Lingkungan
- Hidrokarbon aromatik (debu asap).
- Golongan nitrosamin (pengawet ikan asin).
Virus Eipstein-Barr (virus herpes)
Dokumen tersebut membahas cachexia malignansi (malnutrisi pada kanker) yang merupakan kondisi multifaktorial yang ditandai dengan penurunan berat badan progresif akibat hilangnya otot dan jaringan lemak. Hal ini disebabkan oleh interaksi kompleks antara faktor tumor dan respon inang yang mengakibatkan gangguan metabolisme protein, lemak, dan energi serta gejala klinis seperti kelemahan dan penurunan kualitas hidup. Dokumen tersebut
Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), Ki-67 dan protein 53 (p53) yang tinggi sebagai faktor risiko respons terhadap kemoterapi neoadjuvan paklitaksel-karboplatin pada kanker serviks stadium IB3, IIA2 dan IIB. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa ekspresi VEGF, Ki-67 dan p53 yang tinggi merupakan faktor risiko terhadap respons kemoterapi neoadjuvan paklitaksel karboplatin yang buruk pada kank
Beberapa kondisi klini yang harus membuat para praktisi klinis mulai mencurigai adanya penyakit autoimmune. Dijelaskan dengan beberapa contoh autoimmune dseases
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletalpjj_kemenkes
Modul ini membahas asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem muskuluskeletal seperti rheumatoid arthtritis (RA) dan osteoarthtritis (OA). Terdapat penjelasan mengenai definisi, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaan untuk kedua kondisi tersebut. Modul ini juga menjelaskan proses pengkajian data keperawatan, penetapan diagnosa, dan perencanaan tindakan yang
Sindrom hipersensitivitas obat atau Drug Rash Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS) adalah kondisi yang mengancam jiwa yang ditandai dengan ruam kulit, demam, peningkatan leukosit khususnya eosinofil dan limfosit atipik, pembengkakan kelenjar getah bening, serta gangguan hati atau ginjal. Kondisi ini disebabkan oleh paparan obat tertentu pada individu rentan yang memiliki faktor keturunan atau didapat
Dokumen tersebut membahas tentang hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan pasien diabetes melitus dalam menjalani pengobatan di rumah sakit di Banda Aceh. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan yang baik dengan kepatuhan pasien dalam mengikuti terapi pengobatan.
Nyeri kanker merupakan komplikasi umum pada pasien kanker yang disebabkan oleh berbagai faktor patofisiologis seperti faktor sel tumor, kerusakan saraf, dan proses sensitasi sentral. Diagnosis dan penatalaksanaan nyeri kanker meliputi penilaian karakteristik nyeri, evaluasi respons terapi, serta penggunaan analgesik dan terapi suportif sesuai pedoman WHO. Penanganan nyeri sontak juga perlu dilakukan untuk mengendalikan n
Terapi Kanker Indonesia merupakan sebuah Informasi Pengobatan Penyakit Kanker Tanpa Operasi dengan Obat Herbal Tahitian Noni Juice untuk Penyakit kanker Darah, Kanker Payudara, Kanker Hati, Kanker Prostat, Kanker Otak dll, informasi lebih lanjut, hubungi Konsultan Kesehatan Kanker Indonesia Ph/Wa 0821 300 80001 http://www.terapikankerindonesia.com
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring, di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut.
Kerentanan Genetik
Gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) memiliki kerentanan terhadap karsinoma nasofaring
Faktor Lingkungan
- Hidrokarbon aromatik (debu asap).
- Golongan nitrosamin (pengawet ikan asin).
Virus Eipstein-Barr (virus herpes)
Dokumen tersebut membahas cachexia malignansi (malnutrisi pada kanker) yang merupakan kondisi multifaktorial yang ditandai dengan penurunan berat badan progresif akibat hilangnya otot dan jaringan lemak. Hal ini disebabkan oleh interaksi kompleks antara faktor tumor dan respon inang yang mengakibatkan gangguan metabolisme protein, lemak, dan energi serta gejala klinis seperti kelemahan dan penurunan kualitas hidup. Dokumen tersebut
Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), Ki-67 dan protein 53 (p53) yang tinggi sebagai faktor risiko respons terhadap kemoterapi neoadjuvan paklitaksel-karboplatin pada kanker serviks stadium IB3, IIA2 dan IIB. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa ekspresi VEGF, Ki-67 dan p53 yang tinggi merupakan faktor risiko terhadap respons kemoterapi neoadjuvan paklitaksel karboplatin yang buruk pada kank
Beberapa kondisi klini yang harus membuat para praktisi klinis mulai mencurigai adanya penyakit autoimmune. Dijelaskan dengan beberapa contoh autoimmune dseases
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletalpjj_kemenkes
Modul ini membahas asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem muskuluskeletal seperti rheumatoid arthtritis (RA) dan osteoarthtritis (OA). Terdapat penjelasan mengenai definisi, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaan untuk kedua kondisi tersebut. Modul ini juga menjelaskan proses pengkajian data keperawatan, penetapan diagnosa, dan perencanaan tindakan yang
Sindrom hipersensitivitas obat atau Drug Rash Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS) adalah kondisi yang mengancam jiwa yang ditandai dengan ruam kulit, demam, peningkatan leukosit khususnya eosinofil dan limfosit atipik, pembengkakan kelenjar getah bening, serta gangguan hati atau ginjal. Kondisi ini disebabkan oleh paparan obat tertentu pada individu rentan yang memiliki faktor keturunan atau didapat
Dokumen tersebut membahas tentang hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan pasien diabetes melitus dalam menjalani pengobatan di rumah sakit di Banda Aceh. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan yang baik dengan kepatuhan pasien dalam mengikuti terapi pengobatan.
Similar to Current management of chemotherapy induced polyneuropathy (20)
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFratnawulokt
Peningkatan status kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu hal prioritas di Indonesia. Status derajat kesehatan ibu dan anak sendiri dapat dinilai dari jumlah AKI dan AKB. Pemerintah berupaya menerapkan program Sustainable Development Goals (SDGs) dengan harapan dapat menekan AKI dan AKB, tetapi kenyataannya masih tinggi sehingga tujuan dari penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif dari ibu hamil trimester III sampai KB.
Metode penelitian menggunakan Continuity of Care dengan pendokumentasian SOAP Notes. Subjek penelitian Ny. “H” usia 34 tahun masa kehamilan Trimester III hingga KB di PMB E Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.
Hasil asuhan selama masa kehamilan trimester III tidak ada komplikasi pada Ny. “E”. Masa persalinan berjalan lancar meskipun terdapat kesenjangan dimana IMD dilakukan kurang dari 1 jam. Kunjungan neonatus hingga nifas normal tidak ada komplikasi, metode kontrasepsi memilih KB implant.
Kesimpulan asuhan pada Ny. “H” ditemukan kesenjangan antara kenyataan dan teori di penatalaksanaan, tetapi dalam pemberian asuhan ini kesenjangan masih dalam batas normal. Asuhan kebidanan ini diberikan untuk membantu mengurangi kemungkinan terjadi komplikasi pada saat masa kehamilan hingga KB.
Current management of chemotherapy induced polyneuropathy
1. TUGAS PENGAYAAN
KEPANITRAAN KLINIK MADYA
LABORATORIUM NEUROLOGI
Current Management of Chemotherapy Induced Polyneuropathy
Oleh:
Calvin Tanuwijaya 170070201011010
Pembimbing
dr. Shahdevi Nandar Kurniawan, Sp. S(K)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
2. Definisi
Chemotherapy-induced peripheral neuropathy (CIPN) adalah efek samping yang
umum terjadi berkaitan dengan penggunaan obat kemoterapi. Kejadian efek samping
ini berkaitan dengan dosis pemberian dari obat kemoterapi. Obat kemoterapi yang
dapat menyebabkan terjadinya CIPN meliputi analog platinum (cisplatin, oxaliplatin,
carboplatin), taxane (paclitaxel, docetaxel), vinca alkaloid (vincristine), thalidomide
dan bortezomib (Jordan, Jahn, Sauer, & Jordan, 2019; Kurniawan, 2014).
Epidemiologi
Sekitar 30-40% pasien yang menjalani kemoterapi dengan obat-obatan seperti analog
platinum (cisplatin, oxaliplatin, carboplatin), taxane (paclitaxel, docetaxel), vinca
alkaloid (vincristine), thalidomide dan bortezomib akan mengalami CIPN. Sebuah
studi melaporkan insiden terjadinya CIPN sebesar 68,1% pada bulan pertama setelah
dilakukan kemoterapi, 60,0% pada bulan ke-3, dan 30% pada bulan ke-6 atau lebih.
Studi lain melaporkan pada 80% pasien yang menjalani terapi taxane dan oxaliplatin
mengalami CIPN pada 6 bulan atau bahkan hingga 2 tahun paska kemoterapi. Insiden
CIPN akibat kemoterapi lainnya masih belum didapatkan, namun kemungkinan
insidennya di masa depan diperkirakan akan cenderung meningkat (Hou, Huh, Kim,
Kim, & Abdi, 2018; Jordan et al., 2019; Trivedi, Hershman, & Crew, 2015).
Faktor Resiko
Faktor resiko utama dari CIPN adalah dosis dan durasi dari kemoterapi. Selain itu
faktor demografis, komorbiditas, faktor genetik, diabetes mellitus, usia, paparan
terhadap agen neurotoksik lain, serta orang dengan neuropati sebelumnya juga dapat
memicu peningkatan risiko efek neurotoksik obat kemoterapi. Kemudian
penyalahgunaan alcohol, penyakit metabolik seperti insufisiensi renal, hipotiroidism,
defisiensi vitamin (B1, B6, B12) diperkirakan juga dapat menyebabkan peningkatan
resiko terjadinya CIPN. Masih sedikit yang diketahui tentang gen atau variasi genetik
(polimorfisme) yang mungkin menjadi faktor predisposisi neurotoksisitas perifer
(Jordan et al., 2019; Kurniawan, 2014).
3. Patofisiologi
Mekanisme patofisiologi CIPN bermacam-macam, dengan target komponen yang
berbeda-beda dari sistem saraf perifer (Kurniawan, 2014).
Sebagian besar obat kemoterapi menyebabkan kerusakan pada mitokondria neuronal
dan non-neuronal, menyebabktan terjadinya peningkatan produksi Reactive Oxygen
Species (ROS) dan kemudian akan menyebabkan terjadinya stress oksidatif.
Peningkatan patologis dalam produksi ROS akan menyebabkan kerusakan pada
biomolekul intraseluler seperti enzim, protein, dan molekul lemak, yang akan
menyebabkan terjadinya demyelinisasi dan kerusakan sitoskeleton dari saraf perifer
dan sensitisasi dari proses transduksi sinyal. Kemudian, ROS dapat menyebabkan
aktivasi dari jalur apoptosis dan meningkatkan produksi dari mediator pro inflamasi.
Proses tersebut dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah terhadap mitokondria
4. sehingga akan meningkatkan produksi dari ROS dan proses patologis dari stress
oksidatif (Starobova & Vetter, 2017).
Dorsal Root Ganglion (DRG) rentan terhadap kerusakan neurotoksik, karena tidak
adanya sawar darah saraf di DRG. Kerusakan pada DRG dapat menyebabkan gejala
sensoris pada CIPN. Target mayor lain dari kemoterapi adalah tubulin (komponen
primer dari mikrotubulin dan dasar struktur sitoskeletal sel). Mikrotubulin merupakan
inti proses transport aksonal yang menjadi target etiologi neurotoksisitas. Toksisitas
pada akson bagian distal, gangguan mekanisme energi akson (kerusakan organel
intraseluler), dan kerusakan vaskuler perifer juga berkontribusi pada terjadinya
neurotoksisitas (Kurniawan, 2014; Staff, Grisold, Grisold, & Windebank, 2017).
Jenis Kemoterapi
(Kurniawan, 2014)
Gambaran Klinis
Neuropati perifer yang terjadi pada CIPN utamanya adalah gangguan sensoris atau
gangguan kombinasi sensorimotor dengan gejala utama parestesia dan rasa tebal di
5. bagian distal yang dapat disebut juga dengan “glove and stocking distribution”.
Terkadang dapat disertai dengan gejala motoris dan otonom. Disfungsi saraf sensoris
lebih sering dan awal dibanding disfungsi saraf motoris, mungkin disebabkan karena
neuron DRG dan akson sensoris yang mentransmisikan nyeri tidak bermyelin atau
bermyelin tipis dan lebih rentan mengalami kerusakan akibat bahan toksik. Disfungsi
saraf sensoris dapat ditandai dengan adanya gejala negatif pada pemeriksaan fisik
seperti gangguan persepsi dari rabaan, getaran, dan proprioseptif (pemeriksaan garpu
tala). Gangguan sensoris paska penggunaan kemoterapi biasanya menetap beberapa
minggu hingga beberapa bulan paska penghentian kemoterapi. Fenomena ini disebut
dengan “coasting” (Jordan et al., 2019; Kurniawan, 2014).
Mialgia dapat terjadi sebagai presentasi lain dari nyeri neuropatik. Pasien biasanya
mengeluhkan tentang kram otot yang seringkali dipicu oleh aktivitas. Gejala dan tanda
otonom dapat menonjol karena serabut yang membawa sinyal tersebut cenderung tidak
bermyelin dan lebih rentan mengalami kerusakan (Kurniawan, 2014).
Disotonomia dapat muncul berupa mulut kering, konstipasi, gangguan berkemih, dan
intoleransi ortostatik. Selain itu, pasien dengan neuropati yang telah ada sebelumnya
(misalnya diabetik, paraneoplastik, alkoholik, atau herediter) menunjukkan
kecenderungan untuk mengalami neuropati akibat kemoterapi lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien tanpa neuropati sebelumnya (Kurniawan, 2014).
Tabel Gejala dan Tanda CIPN
6. Derajat Keparahan
(Kurniawan, 2014; Trivedi et al., 2015)
Diagnosis
Diagnosis CIPN adalah secara klinis. Anamnesis dan pemeriksaan klinis adalah metode
yang paling reliable untuk deteksi dini (Kurniawan, 2014).
7. Tatalaksana
Tatalaksana CIPN difokuskan pada 3 langkah: pencegahan, restorasi fungsional, dan
terapi simtomatik.
1. Pencegahan
Saat ini masih belum ditemukan farmakoterapi yang secara ideal dapat
mencegah terjadinta CIPN. Sehingga dapat dipertimbangkan untuk melakukan
pendekatan dengan strategi pemberian kemoterapi, seperti dosis, rute
pemberian, obat-obatan lain yang digunakan, usia, neuropati lain yang sedang
dialami pasien, dan tipe kanker yang diderita pasien (Jordan et al., 2019; Staff
et al., 2017).
Terdapat perkembangan dalam literatur tentang neuroprotektan yang dapat
digunakan untuk mencegah terjadinya CIPN dan mencegah penurunan dosis
8. atau penghentian kemoterapi. Hal ini akan memungkinkan penggunaan
kemoterapi dosis penuh yang secara potensial dapat memperbaiki kontrol
terhadap tumor dan memperbaiki kualitas hidup pasien. Kriteria neuroprotektan
yang efektif antara lain: 1) dapat ditoleransi dengan baik dan tanpa efek
samping yang melemahkan, 2) tidak boleh mengganggu efikasi antitumor, dan
3) secara efektif mencegah terjadinya CIPN. Beberapa bahan yang diajukan
sebagai neuroprotektan antara lain acetyl-l-carnitine, glutathione, scavenger
radikal bebas amifostine, diethyldithiocarbamate, leukemia-inhibitory factor
(LIF), analog adrenocorticotropic hormone ORG- 2766, erythropoietin, dan
vitamin E (Jordan et al., 2019; Kurniawan, 2014).
Untuk pencegahan non-farmakologi dapat dilakukan cryotherapy/terapi
kompresi dengan menggunakan sarung tangan atau kaos kaki beku. Pada
penelitian, proses pendinginan kulit ini berhubungan secara signifikan dalam
menjaga kekuatan otot setelah 6 bulan menjalani kemoterapi. Hal ini juga
mengurangi gejala yang dirasakan oleh pasien dibandingkan yang tidak
dilakukan cryotherapy. Namun bukti dari terapi ini masih sangat sedikit. Selain
itu latihan penguatan otot juga dianjurkan untuk meningkatkan kekuatan otot
dan memperbaiki fungsi sensorimotor. Latihan penguatan otot dapat dilakukan
jika tidak terdapat kontraindikasi (Jordan et al., 2019; Trivedi et al., 2015).
2. Tatalaksana Paliatif
Beberapa literatur menyarankan penggunaan analgetik untuk nyeri yang
berhubungan dengan neuropati. Selain itu disebutkan bahwa manajemen
nyerinya sama dengan manajemen nyeri neuropatik lainnya yang meliputi
pemberian analgesik, antidepresan, dan obat antiepileptik seperti gabapentin
dan pregabalin. Disebutkan bahwa penggunaan venlafaxine dosis rendah atau
topiramate untuk memperbaiki nyeri neuropatik akibat oxaliplatin cukup
sukses. Pada beberapa kasus mungkin diperlukan terapi rehabilitasi, yang
meliputi terapi fisik, terapi okupasi, konseling spiritual dan dukungan
psikologis (Jordan et al., 2019; Kurniawan, 2014).
10. Kesimpulan
CIPN merupakan efek samping yang umum dari penggunaan kemoterapi yang
berhubungan dengan dosis kemoterapi. Neuropati yang terjadi seringkali besifat
melemahkan, sangat mengganggu kualitas hidup pasien, serta berpengaruh pada
keberlangsungan terapi pada pasien. Hingga saat ini masih belum ada strategi yang
dapat digunakan untuk mencegah atau menyembuhkan gejalanya. Terapinya hanya
terbatas pada perbaikan disestesia dan nyeri. Sehingga penting untuk mendeteksi secara
dini faktor resiko dan gejala dari CIPN serta melakukan pencegahan dan tatalaksana
awal untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengurangi resiko terjadinya
disabilitas jangka panjang pada pasien.
11. DAFTAR PUSTAKA
Hou, S., Huh, B., Kim, H. K., Kim, K.-H., & Abdi, S. (2018). Treatment of
Chemotherapy-Induced Peripheral Neuropathy: Systematic Review and
Recommendations. Pain Physician, 21(6), 571–592. Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30508986
Jordan, B., Jahn, F., Sauer, S., & Jordan, K. (2019). Prevention and Management of
Chemotherapy-Induced Polyneuropathy. Breast Care, 79–84.
https://doi.org/10.1159/000499599
Kurniawan, S. N. (2014). Buku Ajar Neuropati ( Textbook Of Neuropathy ). Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya. Danar Wiaya, Brawijaya University Press,
Malang. p1–244.
Staff, N. P., Grisold, A., Grisold, W., & Windebank, A. J. (2017). Chemotherapy-
Induced Peripheral Neuropathy: A Current Review. 1–19. Retrieved from doi:
10.1002/ana.24951
Starobova, H., & Vetter, I. (2017). Pathophysiology of Chemotherapy-Induced
Peripheral Neuropathy. Frontiers in Molecular Neuroscience, 10(May), 1–21.
https://doi.org/10.3389/fnmol.2017.00174
Trivedi, M. S., Hershman, D. L., & Crew, K. D. (2015). Management of
Chemotherapy-Induced Peripheral Neuropathy. The American Journal Of
Hematology/Oncology, 11(1), 4–10.