Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
3. Pendekatan agama
1. Mengeksplorasi makna agama dalam
kehidupan klien
2. Memeriksa cara-cara dimana agama dapat
dimasukkan ke dalam praktik kebidanan
3. Menguraikan kepercayaan yang berhubung
an dengan keselamatan dan praktik-praktik
kelompok agama tertentu
Tujuan pendekatan agama
4. Hal-hal yang perlu diketahui bidan
berkaitan dengan pendekatan agama
1. Peran bidan untuk menentukan dari klien dimensi yang
penting sehingga klien dan bidan dapat saling memiliki
tujuan prioritas.
2. Penting untuk menentukan kelompok agama yang diperca
ya bagi klien untuk berafiliasi.
3. Informasi bidan harus akurat, membuat asumsi tentang
agama klien adalah ceroboh dan dapat menyebabkan
kesalahan.
4. Bukan peran bidan untuk menilai agama klien tetapi lebih
kepada memahami aspek yang berhubungan dengan
agama yang penting bagi klien dan anggota keluarganya.
5. Norma-norma ideal dan perilaku nyata tidak perlu sama.
Bidan seringkali berhadapan dengan tantangan untuk pe-
mahaman dan membantu klien untuk koping dengan
konflik norma.
5. Alasan mengapa bidan kadang dapat gagal mem-
beri asuhan spiritual
1. memandang agama sebagai masalah pribadi.
2. merasa agama sebagai masalah yang hanya
memperhatikan hubungan individu dengan
penciptaNya.
3. tidak nyaman mengenai agama mereka sendiri
atau menyangkal mempunyai kebutuhan
spiritual.
4. kurang pengetahuan tentang spiritualitas dan
agama orang lain.
5. salah mengira kebutuhan spiritual sebagai
kebutuhan psiokososial.
6. menganggap pemenuhan kebutuhan spiritual
bukan tanggung jawabnya.
6. Intervensi spiritual tepat jika...
1. Memperhatikan kesejahteraan spiritual
klien seperti hanya kesehatan bio,
psiko, sosial
2. Mengaku bahwa keseimbangan fisik,
psikososial dan spiritual penting bagi
kesehatan yang baik secara
menyeluruh.
7. Dimensi Agama
1. Agama bersifat kompleks baik dalam bentuk dan fungsi
2. Keyakinan keagamaan dan institusi keagamaan menjadi fokus
utama dalam memenuhi kebutuhan individu yang “percaya”
3. Lima dimensi utama agama (Faulkner dan De Jong, 1966)
• Eksperiential
• Ritualistik: tata cara keagamaan
• Ideologikal : keyakinan sesuai agama
• Intelektual
• Konsekuensial
4. Tiap dimensi agama memiliki kemaknaan yang berbeda jika
dihubungkan dengan masalah sehat dan sakit
5. Budaya: agama yang berbeda dapat memberi penekanan yang
berbeda dari dimensi tersebut dan relatif berbeda dengan
agama lain.
6. Individu juga mengembangkan prioritasnya sendiri yang
berhubungan dengan dimensi agama.
8. Agama dan asuhan kebidanan
1. Sedikit referensi tentang spiritual care
2. Asuhan kebidanan yang holistik perlu memberi penekanan
juga pada kebutuhan spiritual
3. Perlu membedakan antara agama dan spiritualitas
4. Agama merujuk pada system kepercayaan yang terorganisa
si, kaitannya dengan sang pencipta (Allah).
5. Spiritualitas lahir dari pengalaman kehidupan yang unik
setiap individu dan usaha pribadinya untuk menemukan m
akna dan kegunaan dari hidup/kehidupan.
6. Tujuan asuhan kebidanan spiritual adalah untuk membantu
klien menemukan Tuhan mereka sendiri dan kebenaran, rea
litas yang bermakna bagi kehidupan mereka dalam hubung
annya dengan penyakit yang mencetuskan kebutuhan
untuk asuhan kebidanan.
7. Asuhan kebidanan spiritual meningkatkan kesejahteraan
spiritual mereka.
8. Dalam memberikan asuhan kebidanan, bidan tidak dan seh
arusnya tidak mengenakan keyakinan dan hukuman agama
tertentu.
9. Asuhan klien yang dalam kondisi kritis atau
kehilangan klien dan keluarga.
1. Peran bidan dalam menghadapi klien sakaratul
maut dan keluarga bervariasi sesuai kebutuhan-
nya serta pilihan klien dan bidan, juga lingkung-
an klinik dimana interaksi terjadi.
2. Dengan memahami budaya dan variasi agama
yang berhubungan dengan hal di atas bidan
dapat memberikan asuhan yang bersifat
individual dan dapat membantu dalam menentu
kan siapa yang perlu dihubungi jika kebutuhan
itu timbul.
11. Pendekatan melalui paguyuban
Paguyuban atau gemein-schaft adalah suatu
kelompok atau masyarakat yang diantara
para warganya diwarnai dengan hubungan-
hubungan sosial yang penuh rasa kekeluarga
an, bersifat batiniah dan kekal, serta jauh dan
pamrih-pamrih ekonomi.
12. Ciri-ciri pokok paguyuban (Ferdinand Tonnes):
1. Intimate : hubungan menyeluruh yang mesra
2. Private : hubungan bersifat pribadi, yaitu khusus untuk
beberapa orang saja
3. Exclusive : bahwa hubungan tersebut hanyalah untuk
‘kita’ saja dan tidak untuk orang lain di luar ‘kita’
Ciri-ciri umum paguyuban:
1) Adanya hubungan perasaan kasih sayang
2) Adanya keinginan untuk meninggkatkan kebersamaan
3) Tidak suka menonjolkan diri
4) Selalu memegang teguh adat lama yang konservatif
5) Sifat gotong royong masih kuat
6) Hubungan kekeluargaan masih kental
13. Tipe paguyuban
1. Paguyuban karena ikatan darah (gemeinschaft by blood)
yaitu paguyuban berdasarkan keturunan, contoh kelomp
ok kekerabatan, keluarga besar.
2. Paguyuban karena tempat (gemeinschaft by place) yaitu
paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang berdekata
n tempat tinggal sehingga dapat saling tolong menolong,
contohnya arisan, RT, RW, karang taruna, PKK, pos kamlin
g atau ronda.
3. Paguyuban karena jiwa pikiran (gemeinschaft by mind) ya
itu paguyuban yang terdiri dari orang yang tidak mempu
nyai hubungan darah atau tempat tinggalnya tidak berde
katan, akan tetapi mereka mempunyai jiwa dan pikiran ya
ng sama, paguyuban semacam itu tidak sekuat dengan ik
atan paguyuban berdasarkan keturunan
14. Pendekatan melalui pesantren
1. Pendekatan sosial
2. Survai mawas diri
3. Musyawarah masyarakat pondok
pesantren
4. Pelatihan
5. Pelaksanaan kegiatan
6. Pembinaan
Bidan dapat mengusung tema
kesehatan / kebidanan
15. Pendekatan melalui sistem banjar
(Bali)
• Banjar adalah organisasi kemasyarakatan tradisional bagi
suku bangsa Bali.
• Organisasi ini seperti sistem RT/RW pada masyarakat lain
seperti di Jawa atau lainnya, sudah ada sejak jaman
dahulu
• Mulanya dikenal dengan nama subak.
• Subak merupakan organisasi yang hanya mengatur masal
ah – masalah di sawah, berhubung masyarakat Bali saat
itu sebagian besar mata pencahariannya bertani.
• Banjar, dengan berkembangnya jaman juga menjadi beru
bah, tepatnya bertambah fungsi. Kalau dulu hanya untuk
kepentingan di sawah, namun sekarang banjar juga men
gurus masalah administrasi dari pemerintahan, seperti hal
nya urusan KTP dll.
16. Cara-cara pendekatan bidan di dalam
wilayah Banjar Bali:
1. Menggerakkan dan membina peran serta
masyarakat dalam bidang kesehatan, dengan
melakukan penyuluhan kesehatan yang sesuai
dengan permasalahan kesehatan setempat.
2. Pemerintah menjalankan/menerapkan PosKes
Des (Pos Kesehatan Desa) yang ditujukan
kepada seluruh masyarakat, yang terjangkau
sampai ke daerah pedalaman.
3. Penyuluhan kesehatan masyarakat dimaksud
kan dapat menghasilkan perubahan perilaku
yang lestari untuk keluarganya, individu keluar
ga dan masyarakat itu sendiri.