1. REFLEKSI KASUS
HNP Lumbal-sakral
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang
Disusun Oleh :
Ahmada Bagus Priambada/30101607593
Amelia Berlika Ifana/30101607600
Diajukan kepada :
dr. Naili Sofi Riasari, Sp. N
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2021
2. LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN
ILMU PENYAKIT SARAF
Refleksi kasus dengan judul :
“HNP Lumbal-sakral”
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang
Disusun Oleh:
Ahmada Bagus Priambada/30101607593
Amelia Berlika Ifana/30101607600
Telah disetujui oleh Pembimbing:
Nama pembimbing Tanda Tangan
dr. Naili Sofi Riasari, Sp.N .............................
3. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. B
Umur : 47 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Kelurahan Lamper, kecamatan Mijen, Semarang
Status : BPJS PBI
Tanggal Masuk RS : 04 Mei 2021
No. CM : 21xxxxxx
I. ANAMNESA
Dilakukan secara autoanamnesa
Riwayat Penyakit Sekarang
1. Keluhan Utama : Nyeri pada pinggang bawah kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
a.Keluhan Utama : Nyeri pada pinggang bawah kiri
b.Riwayat Penyakit Sekarang:
Onset : +- 1 minggu
Kualitas : nyeri pada pinggang kiri disertai kesemutan yang
menjalar hingga telapak kaki
Kuantitas : Aktivtitas pasien saat ini terhambat pada saat
melakukan aktivitas keseharianya dan tidak dapat melakukan
pekerjaan.
Kronologis
Sejak 5 hari SMRS, pasien mengeluh nyeri pinggang bawah kiri.
Nyeri pinggang bawah kiri timbul mendadak setelah sebelumnya
pasien membungkuk untuk memungut buah-buahan yang jatuh dari
pohon di depan rumahnya. Nyeri dirasakan seperti tersetrum dan
menjalar hingga ke bokong dan paha bawah. Pasien memberikan
nilai 5-6 untuk skala nyeri 1 hingga 10. Nyeri dirasakan sepanjang
hari, terutama saat duduk. Nyeri juga dirasakan memberat saat
pasien bersin dan mengejan. Nyeri dirasakan berkurang saat pasien
tidur. Saat berjalan pasien tetap merasakan nyeri, namun pasien
4. 4
masih bisa berjalan sendiri. Pasien merasa keluhannya ini mulai
mengganggu aktivitasnya sehari-hari, namun pasien masih bisa tidur
di malam hari. Pasien menyangkal adanya keluhan BAK maupun
BAB. Demam (-), kesemutan (-), baal (-), kelemahan anggota gerak
(-). Pasien belum mengobati keluhannya saat ini
3 hari SMRS, nyeri pinggang bawah kiri masih dirasakan pasien.
Pasien lalu membeli obat pereda nyeri diapotik. Keluhan dirasakan
sedikit berkurang. Pasien memberikan nilai 4-5 untuk skala nyeri 1
hingga 10. Namun, nyeri masih dirasakan ketika pasien bersin dan
mengejan, pasien juga merasakan kesemutan yang menjalar hingga
telapak kaki.
Faktor memperberat : Ketika pasien melakukan aktivitas pekerjaan dan
saat angkat-angkat beban berat. Nyeri saat Batuk (+) bersin(+) mengejan
(+).
• Faktor memperingan : Nyeri berkurang sedikit dengan istirahat
• Gejala penyerta : -
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit seperti ini sebelumnya : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat hipertensi : ada
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat kolesterol tinggi : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
6. 6
II. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : baik
Kesadaran : komposmentis, GCS : E4M6V5
Vital Sign
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 90x / menit, regular, isi dan tegangan cukup
RR : 20x / menit, regular
Suhu : 36,70
C
ROM
Cara jalan:
1.jongkok-berdiri: terbatas
2.jalan jinjit: Terbatas
3.jalan-tumit: terbatas
Pemeriksaan Punggung dan Pinggang :
a.nyeri ketok CVA -/-,
b.nyeri tekan -/-
c. Sikap tubuh :
- inspeksi : lurus dan simetris ( lordosis, kifosis, skoliosis (-) ),
- palpasi : tidak terdapat benjolan, tidak terdapat nyeri tekan
Status Generalis :
Kepala : Mesochepal, nyeri tekan(-).
Wajah : Simetris (-), edema (-)
Mata : Simetris (-), reflek cahaya +/+, edem palpebra -/-,
pupil bulat isokor 3mm /3mm, kedutan -/+
Hidung : Nafas cuping (-), deformitas (-), sekret (-)
Telinga : Serumen (-), nyeri mastoid (-), nyeri tragus (-),
kurang pendengaran -/-
Mulut : Simetris (-), sianosis (-)
Leher : Pembesaran limfonodi (-), pembesaran tiroid (-)
Status Internus
1. Thorax Pulmo
a. Inspeksi :
1) Pergerakan dinding dada simetris.
7. 7
2) Retraksi intercostal (-/-).
3) Penggunaan otot-otot bantu pernapasan (-)
b. Palpasi : tidak dilakukan
c. Perkusi : tidak dilakukan
d. Auskultasi : tidak dilakuan
2.Abdomen
a. Inspeksi : supel, datar
b. Palpasi : tidak dilakukan
c. Perkusi : tidak dilakukan
d. Auskultasi : tidak dilakukan
STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5
Mata : Pupil bulat isokor, diameter 2 mm/2 mm reflek
cahaya (+/+)
ANGGOTA GERAK
ATAS Kanan Kiri
Inspeksi:
Drop hand
Claw hand
Pitcher’s hand
Kontraktur
Warna kulit
Palpasi (sebut kelainannya)
Lengan atas
Lengan bawah
Tangan
Sistem motorik :
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Trofi
Reflek fisiologik
Reflek Patologi :
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Normal
555
normal
eutrofi
+2
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Normal
555
normal
eutrofi
+2
8. 8
Hoffman
Tromer
Sensibilitas
(-)
(-)
N
(-)
(-)
N
ANGGOTA GERAK
BAWAH
Kanan Kiri
Inspeksi:
Drop foot
Claw foot
Kontraktur
Warna kulit
Sistem motorik:
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Trofi
Klonus
Reflek fisiologik
Reflek Patologis:
Babinski
Chaddok
Klonus
Sensibilitas
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Normal
555
Normal
eutrofi
(-)
+2
(-)
(-)
(-)
N
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Normal
444
Normal
eutrofi
(-)
+1
(-)
(-)
(-)
Turun
Pemeriksaan khusus
Tes Patrick : -/-
Tes Contrapatrick : -/-
Tes Laseque : -/+50
Tes Valsava : -/+
Tes Naffziger : -/+
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : dalam batas normal
Defekasi : dalam batas normal
9. 9
PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N. I (Olfactorius)
Daya Penghidu DBN
N.II (Opticus)
Daya penglihatan
Lapang pandang
Melihat warna
Fundus okuli
6//6
Tidak ada penyempitan
Normal
normal
N.III (Oculomotorius)
Ptosis
Lagophtalmus
Gerak mata keatas
Gerak mata kebawah
Gerak mata media
Ukuran pupil
Bentuk pupil
Reflek cahaya langsung
Reflek cahaya tidak langsung
Diplopia
Tidak ada
Tidak ada
Gerak bebas
Gerak bebas
Gerak bebas
2mm
Isokor
Positif
Positif
Tidak ada
N.IV (Trochlearis) :
Gerak mata lateral bawah
Diplopia
Strabismus
Gerak bebas
Tidak ada
Tidak ada
N.V (Trigeminus)
Menggigit
Membuka mulut
normal
normal
normal
normal
10. 10
Sensibilitas
Menggigit
Reflek kornea
normal
normal
positif
normal
normal
positif
N.VI (Abducens)
Pergerakan mata (ke lateral)
Diplopia
Strabismus
Gerak bebas
Tidak ada penglihatan dobel
Tidak ada
N.VII (Facialis)
Mengerutkan dahi
Mengangkat alis
Menutup mata
Sudut mulut
Meringis
Daya kecap 2/3 depan
DBN
DBN
DBN
DBN
DBN
DBN
DBN
DBN
DBN
DBN
DBN
DBN
N.VIII (Vestibulocochlearis)
Suara berbisik
Mendengarkan detik arloji
Tes rinne
Tes weber
Tes schwabach
DBN
TIDAK
DILAKUKAN
DBN
TIDAK
DILAKUKAN
N.IX (Glossopharyngeus)
Arkus faring
Uvula
Daya kecap 1/3 belakang DBN
12. 12
Rencana Terapi
Konservatif:
Eperison 50 mg 2 x 1
Mecobalamin 500 mg 1 x 1
Ca diclofenac 50 mg 2 x 1
Amitriptylin 25 mg 1 x 1
Modifikasi aktifitas:
1.mengangkat beban berat harus dengan cara yang benar
2.Program rehab medik (fisioterapi):
Positioning
Alih baring
TENS
Mobilisasi bertahap
Pemasangan korset
Edukasi pasien dan keluarga
3.program olahraga
Edukasi
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita
pasien
2. Minum obat dan kontrol teratur
3. Beri dukungan kepada pasien agar pasien menghindari stress
4. Menghindari pasien untuk mengangkat barang atau beban berat
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam :dubia ad bonam
13. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Low back pain (LBP) merupakan rasa nyeri yang dirasakan pada
punggung bawah yang sumbernya adalah tulang belakang daerah spinal
(punggung bawah), otot, saraf, atau struktur lainnya di sekitar daerah tersebut.
Low back pain (LBP) dapat disebabkan oleh penyakit atau kelainan yang berasal
dari luar punggung bawah misalnya penyakit atau kelainan pada testis atau
ovarium . Low back pain (LBP) adalah gangguan muskuloskeletal yang terjadi
pada daerah punggung bawah yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan
aktivitas tubuh yang kurang baik. (Suma’mur.2009)
Hernia nukleus pulposus adalah keadaan dimana terjadi penonjolan
sebagian atau seluruh bagian dari nukleus pulposus atau anulus fibrosus diskus
intervertebralis, yang kemudian dapat menekan ke arah kanalis spinalis atau
radiks saraf melalui anulus fibrosus yang robek.( Dorland, 2007)
B. Epidemiologi
Nyeri pinggang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
pada semua negara. Di Indonesia, low back pain (LBP) dijumpai pada golongan
usia 40 tahun. Secara keseluruhan, low back pain (LBP) merupakan keluhan yang
paling banyak dijumpai (49 %). Pada negara maju prevalensi orang terkena low
back pain (LBP) adalah sekitar 70-80 %. Sekitar 80-90% pasien low back pain
(LBP) menyatakan bahwa mereka tidak melakukan usaha apapun untuk
mengobati penyakitnya jadi dapat disimpulkan bahwa low back pain (LBP)
meskipun mempunyai prevalensi yang tinggi namun penyakit ini dapat sembuh
dengan sendirinya (Sadeli dan Tjahjono dalam Trimunggara 2010).
Prevalensi hernia nukleus pulposus berkisar antara 1-2% dari populasi.
Kejadian hernia nukleus pulposus paling sering (90%) mengenai diskus
intervertebralis L5-S1 dan L4-L5, kemudian daerah servikalis (C6-C7 dan C5-C6)
dan paling jarang terkena di daerah torakalis (Mahadewa & Maliawan, 2009).
15. 15
Penyebab LBP dapat dibagi menjadi (Sidharta,1980):
1. Diskogenik
Sindroma radikuler biasanya disebabkan oleh suatu hernia nukleus
pulposus yang merusak saraf-saraf disekitar radiks. Diskus hernia ini bisa
dalam bentuk suatu protrusio atau prolaps dari nukleus pulposus dan
keduanya dapat menyebabkan kompresi pada radiks. Lokalisasinya paling
sering di daerah lumbal atau servikal dan jarang sekali pada daerah torakal.
Nukleus terdiri dari megamolekul proteoglikan yang dapat menyerap air
sampai sekitar 25% dari beratnya. Sampai dekade ketiga, gel dari nukleus
pulposus hanya mengandung 90% air, dan akan menyusut terus sampai
dekade keempat menjadi kira-kira 65%.
Nutrisi dari anulus fibrosis bagian dalam tergantung dari difusi air
dan molekul-molekul kecil yang melintasi tepian vertebra. Hanya bagian
luar dari anulus yang menerima suplai darah dari ruang epidural. Pada
trauma yang berulang menyebabkan robekan serat-serat anulus baik secara
melingkar maupun radial. Beberapa robekan anular dapat menyebabkan
pemisahan lempengan, yang menyebabkan berkurangnya nutrisi dan
hidrasi nukleus. Perpaduan robekan secara melingkar dan radial
menyebabkan massa nukleus berpindah keluar dari annulus lingkaran ke
ruang epidural dan menyebabkan iritasi ataupun kompresi akar saraf
(Wheeler,2004).
2.Non-diskogenik
Biasanya penyebab low back pain yang non-diskogenik adalah
iritasi pada serabut sensorik saraf perifer, yang membentuk nervus
ischiadicus dan bisa disebabkan oleh neoplasma, infeksi, proses toksik
atau imunologis, yang mengiritasi nervus ischiadicus dalam perjalanannya
dari pleksus lumbosakralis, daerah pelvik, sendi sakro-iliaka, sendi pelvis
sampai sepanjang jalannya n.Iskiadikus (neuritis nervus
iskiadikus).(Sidharta, 1980).
16. 16
D. Faktor Resiko
Faktor risiko penderita HNP dapat dibagi atas (Mahadewa &
Maliawan, 2009):
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
Umur: semakin umur bertambah, risiko makin tinggi.
Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak daripada wanita.
Riwayat akibat cedera punggung atau HNP sebelumnya
2. Faktor risiko yang dapat diubah
17. 17
Aktivitas dan pekerjaan, misalnya duduk dalam waktu lama,
mengangkat ataupun menarik beban yang berat, terlalu sering
memutar punggung ataupun membungkuk, latihan fisik terlalu berat
dan berlebihan, paparan pada vibrasi yang konstan.
Olahraga tidak menentu, misalnya memulai aktivitas fisik yang sudah
sekian lama tidak dilakukan dengan berlatih berlebih dan berat dalam
jangka waktu yang cukup lama.
Merokok, dimana nikotin dalam rokok dapat mengganggu
kemampuan diskus menyerap nutrisi yang diperlukan dari darah.
Berat badan yang berlebihan, terutama beban ekstra di perut yang
menyebabkan strain pada punggung bawah.
Batuk dalam waktu yang lama dan berulang-ulang.
E. Klasifikasi
Bagian yang bergerak (mobile) dengan bagian yang relatif tidak bergerak
(immobile), misalnya junctura cervicothoracalis dan junctura lumbosacralis
(Snell, 2003). Klasifikasi hernia nukleus pulposus, yaitu :
1. Diskus servikal
Diskus yang sering terjadi herniasi adalah vertebra servikalis kelima,
keenam, dan ketujuh (C5, C6, C7) (Snell, 2003). Hernia diskus servikal terjadi
di leher, belakang kranium, bahu, skapula, lengan, dan tangan (Brunicardi,
2015).
2. Diskus torakal
Herniasi diskus biasanya terjadi pada spina torakalis bawah dan cenderung
menghasilkan defisit neurologis. Lesi diduga berdasarkan riwayat trauma pada
tulang torakalis. Diagnosa dapat dilakukan dengan menggunakan X-ray dan
ditemukan penyempitan di sela vertebra (Brunicardi, 2015).
18. 18
3. Diskus lumbal
Herniasi diskus lumbalis lebih sering terjadi dibandingkan dengan herniasi
pada diskus lainnya dan biasanya terjadi pada diskus L4 dan L5 (Snell, 2003).
Herniasi diskus lumbal terjadi di bagian punggung bawah, paling sering pada
vertebra L4, L5 dan S1 serta biasanya unilateral. Gejala yang timbul bisa
melibatkan punggung bawah, bokong, paha, dan bisa menjalar ke kaki
dan/atau jari-jari kaki karena melibatkan nervus skiatik. (Brunicardi, 2015).
Menurut gradasinya (Gambar 2.1), hernia ini dapat dibagi atas (Ekayuda,
2005) :
Protruded intervertebral disc
Nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan anulus
fibrosus.
Prolapsed intervertebral disc
Nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran anulus fibrosus.
Extruded intervertebral disc
Nukleus keluar dan anulus fibrosus berada di bawah ligamentum,
longitudinalis posterior.
Sequestrated intervertebral disc
Nukleus telah menembus ligamentum longitudinal posterior.
Gambar 2.1 Hernia nukleus pulposus menurut gradasi
19. 19
(Sumber: Highsmith, 2014)
F. Patofisiologi
1. Proses Degenaratif
Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang
berfungsi sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada kolumna
vertebralis dan juga memungkinkan gerakan antar vertebra. Kandungan air
diskus berkurang dengan bertambahnya usia (dari 90% pada bayi sampai
menjadi 70% pada orang usia lanjut). Selain itu serabut-serabut menjadi
kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan
ke arah herniasi nukleus pulposus melalui anulus dan menekan radiks saraf
spinal. (Autio, 2006)(Meli,2003)(Sylvia,1995)
2. Proses Traumatik
Dimulainya degenerasi diskus mempengaruhi mekanika sendi
intervertebral, yang dapat menyebabkan degenerasi lebih jauh. Selain
degenerasi, gerakan repetitive, seperti fleksi, ekstensi, lateral fleksi, rotasi,
dan mengangkat beban dapat memberi tekanan abnormal pada nukleus.
Jika tekanan ini cukup besar sampai bisa melukai annulus, nucleus
pulposus ini berujung pada herniasi. Trauma akut dapat pula menyebabkan
herniasi, seperti mengangkat benda dengan cara yang salah dan jatuh).
(Autio, 2006)(Meli,2003)
Nukleus pulposus yang mengalami herniasi ini dapat menekan
nervus di dalam medulla spinalis jika menembus dinding diskus (annulus
fibrosus); hal ini dapat menyebabkan nyeri, rasa tebal, rasa keram, atau
kelemahan. Rasa nyeri dari herniasi ini dapat berupa nyeri mekanik, yang
berasal dari diskus dan ligamen; inflamasi, nyeri yang berasal dari nucleus
pulposus yang ekstrusi menembus annulus dan kontak dengan suplai
darah; dan nyeri neurogenik, yang berasal dari penekanan pada
nervus.(Autio, 2006)(Rasad,2005)
20. 20
G. Gejala Klinis
Gejala klinik bervariasi tergantung pada derajatnya dan radiks yang
terkena. Pada stadium awal, gejala asimtomatik. Gejala klinis muncul ketika
nucleus pulposus menekan saraf. Gejala klinis yang paling sering adalah iskialgia
(nyeri radikuler). Nyeri biasanya bersifat tajam, seperti terbakar dan berdenyut
menjalar sampai bawah lutut. Bila saraf sensoris kena maka akan memberikan
gejala kesemutan atau rasa baal sesuai dermatomnya. Bila mengenai conus atau
cauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi, defekasi dan disfungsi seksual. Nyeri
yang timbul sesuai dengan distribusi dermatom (nyeri radikuler) dan kelemahan
otot sesuai dengan miotom yang terkena.(Autio,2006)(Sylvia,1995)
Gambar 2.2 Dermatom
Level HNP/
Akar Saraf
yang
Terlibat
Lokasi
Nyeri
Lokasi
Kebas
Kelemah
an Otot
Perubah
an
Refleks
C4- C5
C5
Leher
Bahu
C5
Dermatom
Deltoid
Supraspin
atus
Penurunan
refleks
biceps
C5-C6
C6
Leher
Lengan
bawah
C6
Dermatom
Biceps Penurunan
refleks
biceps
brachii
C6- C7 Leher C7 Triceps Penurunan
22. 22
pemeriksaan neurologik dan pemeriksaan penunjang.(Lumbantobing, FKUI)
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditanyakan hal yang berhubungan dengan nyerinya.
Pertanyaan itu berupa :
Mula timbul nyeri: apakah didahului trauma atau aktivitas fisik, ataukah
spontan.
Sifat nyeri: nyeri tajam, menusuk dan berdenyut sering bersumber dari
sendi, tulang dan ligamen; sedangkan pegal, biasanya berasal dari otot.
Lokasi nyeri: nyeri yang disertai penjalaran ke arah tungkai
menunjukkan keterlibatan radiks saraf.
Hal-hal yang meringankan atau memprovokasi nyeri: bila berkurang
setelah melakukan tirah baring mungkin HNP tetapi bila bertambah,
mungkin disebabkan tumor; bila berkurang setelah berjalan jalan
mungkin tumor dalam kanalis vertebralis; nyeri dan kaku waktu bangun
pagi dan berkurang setelah melakukan gerakan tubuh mungkin
disebabkan spondilitis ankilopoetika; batuk, bersin dan mengejan akan
memprovokasi nyeri pada HNP.
Klaudikasio intermitens dibedakan atas jenis vaskuler dan neurogenik,
jenis neurogenik memperlihatkan pulsasi pembuluh darah perifer yang
normal dan nyeri berkembang menjadi parestesia dan kelumpuhan.
Adanya demam selama beberapa waktu terakhir menyokong adanya
infeksi, misalnya spondilitis.
Nyeri bersifat stasioner mungkin karena gangguan mekanik kronik; bila
progresif mungkin tumor.
Adakah gangguan fungsi miksi dan defekasi, fungsi genitalia, siklus
haid, penggunaan AKDR (IUD), fluor albus, atau jumlah anak.
Nyeri berpindah-pindah dan tidak wajar mungkin nyeri psikogenik.
Riwayat keluarga dapat dijumpai pada artritis rematoid dan
osteoartritis.
2. Pemeriksaan Fisis
23. 23
Posisi berdiri:
- Perhatikan cara penderita berdiri dan sikap berdirinya.
- Perhatikan bagian belakang tubuh: adakah deformitas, gibus,
scoliosis, lordosis lumbal (normal, mendatar, atau hiperlordosis),
pelvis yang miring tulang panggul kanan dan kiri tidak sama
tinggi, atrofi otot.
- Derajat gerakan (range of motion) dan spasme otot.
- Hipersensitif denervasi (piloereksi terhadap hawa dingin).
- Palpasi untuk mencari trigger zone, nodus miofasial, nyeri pada
sendi sakroiliaka, dan lain-lain.
- Perhatikan cara penderita berjalan/gaya jalannya.
Posisi duduk:
- Perhatikan cara penderita duduk dan sikap duduknya.
- Perhatikan bagian belakang tubuhnya.
Posisi berbaring :
- Perhatikan cara penderita berbaring dan sikap berbaringnya.
- Pengukuran panjang ekstremitas inferior.
- Pemeriksaan abdomen, rektal, atau urogenital.
- Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya
kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological
overlay).
- Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan
nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan
jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus sambil
melihat respons pasien.
- Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan
(step-off) pada palpasi di tempat/level yang terkena.
- Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan
untuk mencari adanya fraktur pada vertebra.
- Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan
neurologis.
24. 24
- Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu
berguna pada diagnosis LBP dan juga tidak dapat dipakai untuk
melokalisasi level kelainan, kecuali pada sindroma kauda ekuina
atau adanya neuropati yang bersamaan.
- Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks
L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1.
- Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila
ada hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper
motor neuron (UMN).
- Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan
yang berupa UMN atau LMN.
3. Pemeriksaan Neurologis
Untuk memastikan bahwa nyeri yang timbul termasuk dalam
gangguan saraf. Meliputi pemeriksaan sensoris, motoric dan
reflex.(Lumbantobing, FKUI)
Pemeriksaan sensoris; pada pemeriksaan sensoris ini apakah ada
gangguan sensoris, dengan mengetahui dermatom mana yang
terkena akan dapat diketahui radiks mana yang terganggu.
Pemeriksaan motoric; apakah ada tanda paresis, atropi otot.
Pemeriksaan reflex. Bila ada penurunan atau reflex tendon
menghilang, misal APR (Achilles Pee Reflex) menurun atau
menghilang berarti menunjukkan segmen S1 terganggu.
25. 25
Gambar 2.3 Level lokalisasi neurologik
Adapun tes yang sering dilakukan untuk diagnosis HNP, yaitu :
(Saunder;2000) (Reijo,Autio;2006) (Meli dkk;2003) (Rasad;2005)
Pemeriksaan ROM (Range of Movements)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara aktif oleh penderita
sendiri maupun secara pasif oleh pemeriksa.Pemeriksaan ROM
ini memperkirakan derajat nyeri, function laesa atau untuk
memeriksa ada/tidaknya penyebaran rasa nyeri.(Saunder;2000)
(Reijo,Autio;2006) (Rasad;2005)
Straight Leg Raise (Laseque) Test
Tes untuk mengetahui adanya nervus ischiadicus.Pasien tidur
dalam posisi supinasi dan pemeriksa memfleksikan panggul
secara pasif, dengan lutut dari tungkai terekstensi
maksimal.Tes ini positif bila timbul rasa nyeri pada saat
mengangkat kaki dengan lurus, menandakan ada kompresi dari
akar saraf lumbal.(Saunder;2000) (Reijo,Autio;2006)
(Rasad;2005)
Laseque Menyilang
Caranya sama dengan percobaan Laseque Test, tetapi disini
secara otomatis timbul pula rasa nyeri di tungkai yang tidak
diangkat. Hal ini menunjukkan bahwa radiks yang kontralateral
juga turut tersangkut.(Saunder;2000) (Reijo,Autio;2006)
(Rasad;2005)
Tes Patrick dan Kontrapatrick
Ankle Jerk Reflex
Dilakukan pengetukan pada Tendon Achilles.Jika tidak terjadi
dorsofleksi pada kaki, hal ini mengindikasikan adanya jebakan
nervus di tingkat kolumna vertebra L5-S1.(Saunder;2000)
(Reijo,Autio;2006) (Rasad;2005)
26. 26
Knee Jerk Reflex
Dilakukan pengetukan pada tendon lutut.Jika tidak terjadi
ekstensi pada lutut, hal ini mengindikasikan adanya jebakan
nervus di tingkat kolumna vertebra L2-L3-L4.(Saunder;2000)
(Reijo,Autio;2006) (Rasad;2005)
4. Diagnosis Penunjang
X-Ray
X-Ray tidak dapat menggambarkan struktur jaringan lunak
secara akurat. Nucleus pulposus tidak dapat ditangkap di X-
Ray dan tidak dapat mengkonfirmasikan herniasi diskus
maupun jebakan akar saraf.Namun, X-Ray dapat
memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran dengan
penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra.
Myelogram
Pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-
opaque dalam columna spinalis.Kontras masuk dalam columna
spinalis sehingga pada X-Ray dapat Nampak adanya
penyumbatan atau hambatan kanalis spinalis.
MRI
Merupakan Gold Standard diagnosis HNP karena dapat melihat
struktur columna vertebra dengan jelas dan mengidentifikasi
letak herniasi.
Gambar 2.4 Foto MRI
27. 27
Elektromyografi
Untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk
mengidentifikasi kerusakan nervus.
I. Diagnosis Banding
Herniasi diskus servikal
Beberapa kondisi yang menyerupai manifestasi klinis hernia diskus
servikalis, yaitu :
a. Akibat trauma dan inflamasi, seperti bursitis subdeltoid atau
subakromial dan bahu terkilir.
b. Gangguan neurologis :Entrapment neuropathy di ekstremitas atas,
scanelus anticus syndrome, carpal tunnel syndrome, tardy ulnar palsy,
primary peripheral atau tumor sistem saraf pusat dari pleksus brakialis,
korda servikalis, atau sambungan servikomedularis.
c. Gangguan paru : coronary insufficiency dan angina pektoris;
neoplasma pada apeks paru.
d. Gangguan pada tulang : fraktur, dislokasi, atau subluksasi dari spina
servikal (Way, 2003).
Herniasi diskus lumbal
Karakteristik herniasi diskus lumbal adalah nyeri punggung yang
menyebar sampai ke kaki dan mempunyai banyak penyebab, seperti:
a. Kelainan tulang, misalnya spondilolistesis, spondilosis, atau Paget’s
disease.
b. Tumor primer dan metastatis dari cauda equina atau area panggul.
c. Inflamasi, meliputi abses di ruang epidural atau pleksus
retreoperitoneal lumbosakral, postinfeksius atau posttrauma araknoiditis,
dan reumatoid spondilitis.
d. Lesi degeneratif dari medulla spinalis dan neuropati perifer.
28. 28
e. Penyakit oklusi vaskular perifer (Way, 2003).
J. Penatalaksanaan
Terapi Konservatif (Meli;2003) (Rahim dkk)
a. Terapi Non Farmakologis
1) Terapi Fisik Pasif
Terapi fisik pasif biasanya digunakan untuk mengurangi nyeri
punggung bawah akut, misalnya:
a. Kompres hangat/dingin
Kompres hangat/dingin ini merupakan modalitas yang mudah
dilakukan. Untuk mengurangi spasme otot dan
inflamasi.Beberapa pasien merasakan nyeri hilang pada
29. 29
pengkompresan hangat, sedangkan yang lain pada
pengkompresan dingin.
b. Unit TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator)
Sebuah unit transcutaneous electrical nerve stimulator (TENS)
menggunakan stimulasi listrik untuk mengurangi sensasi nyeri
punggung bawah dengan mengganggu impuls nyeri yang
dikirimkan ke otak
c. Ultrasound
Ultrasound merupakan suatu bentuk penghangatan di lapisan
dalam dengan menggunakan gelombang suara pada kulit yang
menembus sampai jaringan lunak dibawahnya.Ultrasound
terutama berguna dalam menghilangkan serangan nyeri akut dan
dapat mendorong terjadinya penyembuhan jaringan.
Latihan Dan Modifikasi Gaya Hidup
Berat badan yang berlebihan harus diturunkan karena akan
memperberat tekanan ke punggung bawah. Program diet dan latihan penting
untuk mengurangi NPB pada pasein yang mempunyai berat badan
berlebihan.Direkomendasikan untuk memulai latihan ringan tanpa stres
secepat mungkin.Endurance exercise latihan aerobit yang memberi stres
minimal pada punggung seperti jalan, naik sepeda atau berenang dimulai
pada minggu kedua setelah awaitan NPB. Conditional exercise yang
bertujuan memperkuat otot punggung dimulai sesudah dua minggu karena
bila dimulai pada awal mungkin akan memperberat keluhan pasien. Latihan
memperkuat otot punggung dengan memakai alat tidak terbukti lebih efektif
daripada latihan tanpa alat.
b. Terapi Farmakologis (Priguna,Shidarta;2004) (Priguna,Shidarta;2005)
1) Analgetik dan NSAID ( Non Steroid Anti Inflamation Drug)
Obat ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi
sehingga mempercepat kesembuhan. Contoh analgetik : paracetamol,
30. 30
Aspirin Tramadol. NSAID : Ibuprofen, Natrium diklofenak, Etodolak,
Selekoksib.
2) Obat pelemas otot (muscle relaxant)
Bermanfaat bila penyebab NPB adalah spasme otot.Efek terapinya tidak
sekuat NSAID, seringkali di kombinasi denganNSAID.Sekitar 30%
memberikan efek samping mengantuk. Contoh Tinazidin, Esperidone dan
Carisoprodol.
3) Opioid
Obat ini terbukti tidak lebih efektif daripada analgetik biasa yang jauh
lebih aman.Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan
ketergantungan obat.
4) Kortikosteroid Oral
Pemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi.Dipakai pada kasus HNP
yang berat dan mengurangi inflamasi jaringan.
5) Anelgetik Adjuvan
Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan mekanisme nyeri
pada HNP sesuai dengan neuropatik.Contohnya : amitriptilin,
Karbamasepin, Gabapentin.
6) Suntikan Pada Titik Picu
Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan campuran anastesi lokal
dan kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada titik picu disekitar
tulang punggung.Cara ini masih kontroversi. Obat yang dipakai antara lain
lidokain, lignokain, deksametason, metilprednisolon dan triamsinolon.
Terapi Operatif
Indikasi terapi operatif adalah :
- Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.
- Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang
tersisa, atau ada gangguan fungsional setelah terapi konservatif
diberikan selama 6 sampai 12 minggu.
31. 31
- Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien
menyebabkan keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun
terapi konservatif yang diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat
menurunkan gejala dan memperbaiki fungsi dari pasien.
- Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam waktu
lama.
Pilihan terapi operatif yang dapat diberikan adalah:
a. Distectomy
Pengambilan sebagian diskus intervertabralis.
b. Percutaneous Distectomy
Pengambilan sebagian diskus intervertabralis dengan
menggunakan jarum secara aspirasi.
c. Laminotomy/Laminectomy/Foraminotomy/Facetectomy
Melakukan dekompresi neuronal dengan mengambil beberapa
bagian dari vertebra baik parsial maupun total.
d. Spinal Fusion Dan Sacroiliac Joint Fusion:
Penggunaan graft pada vertebra sehingga terbentuk koneksi yang
rigid diantara vertebra sehingga terjadi stabilitas.
K. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari HNP adalah nyeri punggung untuk
jangka waktu yang lama, kehilangan sensasi di tungkai yang diikuti penurunan
fungsi kandung kemih dan usus (Sastrodiwirjo, 2000). Selain itu, kerusakan
permanen pada akar saraf dan medula spinalis dapat terjadi bersamaan dengan
hilangnya fungsi motorik dan sensorik. Hal ini dapat terjadi pada servikal stenosis
dan spondilosis yang menekan medulla spinalis dan pembuluh darah, sehingga
dapat menimbulkan mielopati dengan spastik paraplegia atau kuadriplegia (Way,
2003).
L. Prognosis
Pada HNP servikalis 75% pasien akan pulih dengan penanganan terapi
32. 32
medis yang memadai (10-14 hari), walaupun pada beberapa kasus berlanjut
dengan ketidaknyamanan dan parestesis ringan. Pada beberapa pasien, gejala
radikular atau mielopati kambuh setelah kembali beraktivitas penuh. Untuk 25%
pasien yang tidak respon terhadap terapi konservatif, dibutuhkan operasi.
Perbaikan tampak pada sekitar 80% pasien yang melakukan terapi operatif pada
diskus servikalis. Pada hernia diskus lumbalis sekitar 10-20% kasus
membutuhkan penangan terapi bedah dan 85% pasien akan pulih sepenuhnya
setelah penanganan bedah. (Way, 2003).
M. Pencegahan (Priguna,Shidarta;2004)
1. Latihan Punggung Setiap Hari
Berbaringlah terlentang pada lantai atau matras yang keras. Tekukan
satu lutut dan gerakkanlah menuju dada lalu tahan beberapa detik.
Kemudian lakukan lagi pada kaki yang lain. Lakukanlah beberapa kali.
Berbaringlah terlentang dengan kedua kaki ditekuk lalu luruskanlah ke
lantai. Kencangkanlah perut dan bokong lalu tekanlah punggung ke
lantai, tahanlah beberapa detik kemudian relaks. Ulangi beberapa kali.
Berbaring terlentang dengan kaki ditekuk dan telapak kaki berada flat di
lantai. Lakukan sit up parsial,dengan melipatkan tangan di tangan dan
mengangkat bahu setinggi 6 -12 inci dari lantai. Lakukan beberapa kali.
2. Berhati-Hatilah Saat Mengangkat
Gerakanlah tubuh kepada barang yang akan diangkat sebelum
mengangkatnya.
Tekukan lutut , bukan punggung, untuk mengangkat benda yang lebih
rendah
Peganglah benda dekat perut dan dada
Tekukan lagi kaki saat menurunkan benda
Hindari memutarkan punggung saat mengangkat suatu benda
3. Lindungi Punggung Saat Duduk dan Berdiri
Hindari duduk di kursi yang empuk dalam waktu lama
33. 33
Jika memerlukan waktu yang lama untuk duduk saat bekerja, pastikan
bahwa lutut sejajar dengan paha. Gunakan alat Bantu (seperti
ganjalan/bantalan kaki) jika memang diperlukan.
Jika memang harus berdiri terlalu lama,letakkanlah salah satu kaki pada
bantalan kaki secara bergantian. Berjalanlah sejenak dan mengubah
posisi secara periodic.
Tegakkanlah kursi mobil sehingga lutut daapt tertekuk dengan baik
tidak teregang.
Gunakanlah bantal di punggung bila tidak cukup menyangga pada saat
duduk dikursi
4. Tetaplah Aktif dan Hidup Sehat
Berjalanlah setiap hari dengan menggunakan pakaian yang nyaman dan
sepatu berhak rendah
Makanlah makanan seimbang, diit rendah lemak dan banyak
mengkonsumi sayur dan buah untuk mencegah konstipasi.
Tidurlah di kasur yang nyaman.
Hubungilah petugas kesehatan bila nyeri memburuk atau terjadi trauma.
34. 34
DAFTAR PUSTAKA
Autio Reijo. MRI Of Herniated Nucleus Pulposus.Acta Universitatis Ouluensis D
Medica. 2006.
Brunicardi, et al.,2015. Neurosurgery. Schwartz’s Principles of Surgery tenth
edition. . United States of America : Mc Graw-Hill, 1740-1771.
Company Saunder.B. W. Classification, diagnostic imaging, and imaging
characterization of a lumbar.Volume 38. 2000
Dorland, W.A.N, 2007. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta : EGC,
1992.
Ekayuda,I. 2005. Neuroradiologi. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI, 337.
Highsmith, J.M., 2014. Exam and Test for a Herniated Disc, Vertical Health.
Available From http://www.spineuniverse.com/conditions/herniated-
disc/exams-tests-herniated-disc.
Jordon,2009.Available from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2907819/.lumbar. Volume
38. 2000
Meli Lucas, Suryami antradi. Nyeri Punggung. Use Neurontin. 2003. Hal 133-148
Rahim H. A., Priharto K. Terapi Konservatif untuk Low Back Pain. Available
from http://www.jamsostek.co.id. Hal 1-15
Rasad, Sjahriar. Radiologi Doagnostik. Jakarta. Balai Penerbit FK Universitas
Indonesia. Jakarta.2005. Hal 337
S.M Lumbantobing. Neurologi Klinik. Badan Penerbit FK UI. Jakarta Badan
Penerbit FK UI. Hal 18-19
Sidharta Priguna, 1999. Neurologi Klinis Dasar, edisi IV, cetakan kelima. Jakarta:
PT Dian Rakyat
Sidharta Priguna, 2004. Beberapa Segi Klinik dan Penatalaksanaan Nyeri
Pinggang Bawah.In :http://www.kalbe.co.id
Sidharta Priguna, 2005. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta : PT
Dian Rakyat
Sidharta, P. 1980. Anamnesa Kasus Nyeri di Ekstremitas dan Sakit Pinggang:
35. 35
Pemeriksaan klinis dalam neurologis. Pustaka Universitas, Jakarta.
Snell, R.S.,2003. Cedera Medulla Spinalis dan Otak. Pendahuluan dan
Organisasi Susunan Saraf. Neuroanatomi Klinik, Ed 7. Jakarta : EGC, 17.
Snell, R.S.,2003.Uraian Singkat Columna Vertebralis. Pendahuluan dan
Organisasi Susunan Saraf. Neuroanatomi Klinik, Ed 7. Jakarta : EGC,
137-141.
Suma’mur, P.K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja(HIPERKES),
Jakarta.
Sylvia A. Price. Lorraine M. Wilson.Patofisiologi Konsep-konsep prose
penyakit.Jakarta : 1995. EGC. Hal 1023-1026.
Tjokorda Mahadewa G.B, Sri Maliawan. (2009). Diagnosis dan Tatalaksana
Kegawat Daruratan Tulang Belakang. Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
Trimunggara, Kantana. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluhan Low
Back Pain pada Kegiataan Mengemudi Tim Ekspedisi PT.Enseval Putera
Megatrading Jakarta Tahun 2010. Skripsi:Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Wheeler AH, Stubbart JR. Pathophysiology of Chronic Back Pain. Available
from: URL http://www.emedicine.com/neuro/topic516.htm