rikel Ilmiah tersebut berisi tentang bagaimana Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini dapat dipicu oleh tradisi masyarakat yang gemar menjodohkan anak dan bagaimana dampak psikologis yang dialami para korban KDRT serta bagaimana perlindungan hukum terhadap masalah KDRT
metode pengumpulan data melalui pengamatan dalam psikologi klinis.pptxYolandadwiSetyorini
Â
metode yang digunakan dalam klinis untuk menentukan diagnose salah satunya Adalah metode observasi atau pengamatan kepada klien menggunakan media digital atau alat tulis lainnya
metode pengumpulan data melalui pengamatan dalam psikologi klinis.pptxYolandadwiSetyorini
Â
metode yang digunakan dalam klinis untuk menentukan diagnose salah satunya Adalah metode observasi atau pengamatan kepada klien menggunakan media digital atau alat tulis lainnya
Arikel Ilmiah tersebut berisi tentang bagaimana motif pelaku Cyberbullying dan apa saja bentuk Cyberbullying serta bagaimana cara berinteraksi dengan bijak di media sosial sehingga terhindar dari perbuatan Cyberbullying
Arikel Ilmiah tersebut berisi tentang bagaimana ciri-ciri anak yang paling rentan menjadi korban Eksploitasi Seksual dan bagaimana dampak pada anak yang menjadi korban Eksploitasi Seksual serta perlindungan hukum yang mengatur tentang kasus Eksploitasi Anak
Gambaran Kasus Kekerasan Seksual Di Daerah Serang Baru Berdasarkan Data Polse...YolandadwiSetyorini
Â
Riset tentang Gambaran Kasus Kekerasan Seksual di Daerah Serang Baru Berdasarkan Data Polsek Serang Baru, Kabupaten Bekasi Periode 2017-2022Kegiatan dan masyarakat: Melakukan Riset tentang Gambaran Kasus Kekerasan Seksual di Daerah Serang Baru Berdasarkan Data Polsek Serang Baru, Kabupaten Bekasi Periode 2017-2022
1. Melakukan pengambilan data mengenai "Kasus Pelecehan Seksual dan Pemerkosaan" dalam rentang tahun 2017-2022
2. Membuat Laporan Kartografi Kriminal di Daerah Kabupaten Bekasi berdasarkan Data Polsek Serang Baru
3. Membuat Artikel ilmiah tentang gambaran Kasus Kekerasan Seksual dan Pelecehan Seksual yang terjadi di Kabupaten Bekasi dalam Periode 2017-2022
Arikel Ilmiah tersebut berisi tentang bagaimana senioritas menjadi tradisi di suatu Lembaga Pendidikan dan bagaimana dampak terhadap korban Kekerasan Dalam Dunia Pendidikan
analisis buku novel berjudul Kerumunan Terakhir tahun 2016 karangan Okky Madasari.
dianalis berdasarkan teori psikoanalisis Karen Horney yang mencakup 10 kategori kebutuhan neurotik
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
Berawal dari Perjodohan Berakhir Mengalami KDRT.pdf
1. BERAWAL DARI PERJODOHAN BERAKHIR MENGALAMI KDRT
Yolanda Dwi Setyorini dan Allsyah
Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
Sejak lahir manusia dikodratkan hidup bermasyarakat, berinteraksi, dan saling
membutuhkan satu sama lain. Salah satu unit masyarakat paling sederhana adalah
rumah tangga. Menurut UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Pasal 2, ruang lingkup rumah tangga meliputi suami, istri, anak, orang-orang yang
mempunyai hubungan dengan suami, istri, dan anak karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga
atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut (Tina Marlina et al., 2022). Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah
tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap
martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi. Kekerasan dalam
bentuk apapun dan dilakukan dengan alasan apapun merupakan bentuk kejahatan
yang tidak dapat dibenarkan.(Santoso, 2019)
Setiap keluarga memimpikan dapat membangun keluarga harmoni, bahagia dan
saling mencintai, namun pada kenyataannya banyak keluarga yang merasa tidak
nyaman, tertekan dan sedih karena terjadi kekerasan dalam keluarga, baik kekerasan
yang bersifat fisik, psikologis, seksual, emosional, maupun penelantaran. Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal, baik
secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, terlebih-lebih di era terbuka dan informasi
yang kadangkala budaya kekerasan yang muncul lewat informasi tidak bisa terfilter
pengaruh negatifnya terhadap kenyamanan hidup dalam rumah tangga.
Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, dan perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga. KDRT dapat dikategorikan sebagai tindakan
penyalahgunaan kekuasaan secara sewenang-wenang tanpa batasan (abuse of power)
yang dilakukan oleh suami terhadap istri. Tindakan ini juga merupakan tindakan yang
melanggar hak asasi manusia. Pasal 30 dan Pasal 31 Undang-Undang Hak Asasi
Manusia pun menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta
perlindungan terhadap ancaman ketakutan dan setiap orang bebas dari penyiksaan,
penghukuman, perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan
martabat Manusia.(HAM, 1999)
Sebagaimana budaya yang berkembang di masyarakat bahwa suami adalah
kepala keluarga yang memiliki kewenangan leluasa dalam bertindak di lingkup rumah
tangga, sehingga hampir semua pelaku KDRT adalah laki-laki. Dalam nilai masyarakat,
istri dan anak harus tunduk kepada kepala keluarganya. Hubungan antara suami dengan
istri dan anak cenderung bersifat subordinatif. Suami menjadi kepala keluarga dan identik
untuk mengatur segala halnya, sedangkan istri lebih identik dengan urusan rumah
2. tangga. Adanya budaya tersebut menyebabkan istri rentan menjadi korbannya. (Wahab,
2006)
Disisi lain, bentuk KDRT ini juga dipicu oleh tradisi masyarakat yaitu karna
menjodohkan anaknya. Perjodohan ini adalah ketika kedua belah pihak yaitu khususnya
pihak orang tua yang setuju menikahkan anak mereka masing-masing. Tradisi ini bisa
membawa dampak tersendiri bagi individu yang menjadi korban perjodohan orang tua.
Menurut Indah (2022) Perjodohan adalah proses ikatan hubungan yang di
rencanakan oleh pihak keluarga tanpa sepengetahuan kedua belah pihak yaitu anak
yang di jodohkan, perjodohan juga sering di lakukan sewaktu anak masih di dalam
kandungan dengan perjanjian oleh dua belah pihak keluarga. Pada dasarnya setiap
perjodohan dilakukan dengan tujuan agar tali kekerbatan atau kekeluargaan tidak
terputus atau tetap terjalin dengan baik. Namun, dalam hal lain perjodohan juga dianggap
sebagai perampas hak kemerdekaan orang. Manusia sebenarnya selalu ingin mencapai
kondisi yang baik di dalam pergaulan hidupnya, baik sebagai individu yang bersifat bebas
maupun sebagai bagian dari sosialitas masyarakat yang terikat.
Bagaimanapun, pernikahan adalah hal yang sakral. Kita bisa melihat sisi baik
maupun sisi buruk dari pernikahan bentuk apapun Dalam perjodohan pun, ada beberapa
hal buruk yang mungkin terjadi, dimana umumnya mereka terpaksa menjalankan
pernikahan agar berjalan baik. Serta pasangan yang dijodohkan umumnya memang
terlahir dari keluarga yang mengutamakan nilai-nilai tradisional. Bagaimanapun, setiap
pasangan manapun yang menginjak jenjang lebih tinggi, tetap harus menemukan
'chemistry' dalam hubungan baru mereka.
Di Madura, pada umumnya pernikahan dilakukan atas dasar perjodohan. Anak-
anak dari keluarga masyarakat Madura sebagian besar dijodohkan oleh orang tua
mereka. Hal ini sudah menjadi budaya dan tradisi yang dianggap lumrah di kalangan
masyarakat Madura. Menurut (Zubari, 2013) Tradisi yang dikenal dengan
istilah abhekalan, yakni proses mengikat dua orang berlainan jenis (remaja, bahkan anak-
anak melakukan perjodohan dini) dalam sebuah ikatan yang mirip dengan tunangan.
Di wilayah lain juga masih banyak yang menjodohkan anaknya padahal usia anak
yang dijodohkan masih sangat belia atau masih sangat muda. Walaupun masih banyak
pro dan kontra yang terjadi akan tradisi tersebut, tapi tetap banyak yang melaksanakan
tradisi ini. Tradisi ini biasanya dilakukan hanya dengan keputusan orang tua saja tanpa
mempertimbangkan apakah anak menginginkan hal tersebut? Apakah anak siap untuk
dijodohkan dan dinikahkan? Apakah anak sudah mengenal orang yang akan ia nikahi?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah hal yang sangat penting, karna menikah
bukan hanya sekedar untuk memiliki anak dan mengurus suami. Menikah adalah
pertimbangan yang besar bagi kehidupan khususnya bagi perempuan, karena setelah
menikah kehidupan perempuan akan berubah karna seseprang yang menikah akan terus
hidup bersama sepanjang waktu dan ini harus dilandasi dengan rasa cinta dan kasih
sayang, jika tidak akan ada banyak sekali konflik yang timbul dalam Rumah tangga yang
berujung pada KDRT, karena sebuah perjodohan yang dilakukan tidak menjamin sebuah
keharmonisan seperti yang diharapkan.
3. KASUS KDRT
Seperti kasus yang dilansir detik.com (Febriani, 2022), Nur Afni Fakhira atau
wanita yang akrab disapa Fira mengalami kdrt setelah sebulan menikah. Pengalaman
tidak menyenangkan yang fira alami bermula dari perjodohan yang dilakukan orang
tuanya, fira dijodohkan ibunya dengan anak dari teman ibunya. Fira sudah berusaha
menolak, namun tante dan keluarganya menasihatinya agar patuh dengan pilihan sang
ibu. Menurut Fira, menjodohkan anak sudah biasa terjadi di sebagian suku bugis.
Setelah menikah Fira mengatakan bahwa sang suami menolak untuk melakukan
hubungan suami istri dan setelah beberapa waktu fira baru mengetahui bahwa suaminya
memiliki penyakit yaitu kelainan fisik.
Karena fira mengetahui bahwa sang suami memiliki kelainan fisik, sang suami
kemudian pulang kerumah orang tuanya. Orang tua mereka berusaha mempersatukan
mereka kembali dan suaminya sedang berobat. Setelah beberapa hari suaminya balik
kerumah dan mau membuktikan bahwa dirinya sudah sembuh, tapi faktanya dia belum
sembuh.
Fira tidak menyangka jika suaminya mengalami penyakit tersebut. Fira merasa
tidak nyaman ketika tinggal bersama. Sebab sang suami jadi kerap marah dan
mengganggunya di tengah malam. Kondisi suami yang menyebabkan seringnya
bertengkar sehingga berakibat seringnya kekerasan yang dilakukan sang suami terhadap
fira. Salah satunya fira pernah dipukul dengan remot tv dibagian kepala yang berakibat
fira tidak sadarkan diri.
Berdasarkan kasus diatas maka perlindungan terhadap masalah KDRT diatur
dalam Undang-Undang no.23 tahun 2004, yaitu :
Pasal 44 Ayat 1 & 2 dalam UU no 23 tahun 2004
Ayat 1
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
Ayat 2
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban
mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
DAMPAK PSIKOLOGIS DARI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Menurut Kementerian Kesehatan (2023) dampak psikologis yang disebabkan KDRT di
antaranya :
4. 1. Depresi
Salah satu masalah yang bisa terjadi akibat kekerasan dalam rumah tangga
adalah depresi. Dampak dari KDRT ini disebabkan oleh peristiwa traumatis, bahkan
depresi yang terjadi dapat berkembang menyebabkan bunuh diri. Faktor risiko dari
depresi pada perempuan akibat dampak KDRT berhubungan erat dengan usia, tingkat
pendidikan, status sosial ekonomi hingga lamanya kekerasan ini terjadi. Seseorang yang
lama mengalami penyiksaan dari pasangannya, risiko untuk alami depresi tentu lebih
tinggi.
2. PTSD (Post Traumatic Stress Disorder)
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dapat terjadi pada seseorang sebagai
dampak KDRT. Berbagai gejala dari PTSD adalah ketakutan, kerentanan, hingga
ketidakberdayaan. Ketakutan yang dialami dapat menjadi sesuatu yang traumatis. Maka
dari itu, seseorang yang mengalami masalah ini perlu mendapatkan penanganan segera.
Jika tidak, gangguan mental yang lebih besar bisa terjadi jika dibiarkan begitu saja.
Terlebih jika pelaku masih tinggal di lingkungan yang berdekatan atau masih hidup
secara berdekatan.
3. Anxiety Disorder
KDRT juga dapat menyebabkan korbannya mengalami gangguan kecemasan
atau anxiety disorder. Pengidapnya dapat alami rasa takut secara tiba-tiba jika teringat
kekerasan yang dialami atau bahkan tanpa sebab yang jelas. Masalah ini perlu
mendapatkan penanganan dari ahlinya segera, sebab dapat mengganggu kehidupan
sehari-hari. Agar masalah ini tidak bertambah parah, ada baiknya segera mendapatkan
sesegera mungkin agar aktivitas dapat kembali normal.
4. Penyalahgunaan Zat
Kekerasan dalam rumah tangga dapat membuat korbannya terpicu melakukan
penyalahgunaan zat. Mengutip dari Addiction Center, wanita yang pernah mengalami
KDRT memiliki kemungkinan 15 kali lebih besar untuk penyalahgunaan alkohol dan 9
(Sembilan) kali lebih rentan untuk mengonsumsi narkoba, jika dibandingkan dengan
seseorang yang tidak memiliki riwayat tersebut.
Mencegah dan menanggulangi tindak KDRT merupakan hal yang harus dilakukan
untuk melindungi diri sendiri dan orang lain, sehingga tidak menjadi korban dari KDRT
atau bahkan menjadi pelaku KDRT.
UPAYA UNTUK MENGHINDARI TERJADINYA KEKERASAN DALAM RUMAH
TANGGA
Upaya untuk menanggulangi suatu permasalahan dilakukan secara preventif dan represif
menurut Iskandar (2016) antara lain :
1. Penanggulangan secara preventif
a. Bimbingan pra nikah
5. Kementerian Agama mengadakan bimbingan pra nikah bagi pasangan calon
pengantin untuk mengedukasi calon pengantin mengenai pengetahuan dan keterampilan
dalam menjalani rumah tangga.
b. Bimbingan konseling keluarga di KUA
Konseling keluarga adalah upaya bantuan yang diberikan kepada individu anggota
keluarga melalui system keluarga (pembenahan komunikasi keluarga) agar potensinya
berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan
membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap
keluarga.
2. Penanggulangan secara represif
a. Menjatuhkan sanksi pidana kepada pelaku kekerasan dalam rumah tangga sesuai
dengan jenis dan tingkat berat atau ringannya kekerasan yang dilakukan.
b. Memberikan tindakan kepada pelaku seperti konseling sehingga ia dapat
memahami bahwa tindakan yang sudah ia lakukan merupakan kekerasan dalam
rumah tangga dan tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
Sumber :
Dadang Iskandar. (2016). Upaya Penanggulangan Terjadinya Kekerasan Dalam
Rumah Tangga. Yustisi, 3(2), 13–22.
Dardiri Zubari. (2013). Rahasia perempuan Madura: esai-esai remeh seputar
kebudayaan Madura. Al-Afkar Press.
https://onesearch.id/Record/IOS3718.JAKPU000000000000424
Febriani, G. (2022). Kisah Lengkap Viral Dijodohin Ortu, Sebulan Nikah Masuk RS
karena Suami KDRT. Detik.Com : Wolipop. https://wolipop.detik.com/wedding-
news/d-5999929/kisah-lengkap-viral-dijodohin-ortu-sebulan-nikah-masuk-rs-
karena-suami-kdrt
HAM, K. (1999). Undang-Undang No . 39 Tahun 1999. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, 39, 1–45.
Indah, R. H. (2022). Perjodohan Adat: Dampak dan Implikasi Hukum UU No. 16 Tahun
2019 Tentang Perkawinan di Indonesia. AL-MANHAJ: Jurnal Hukum Dan Pranata
Sosial Islam, 4(2), 105–112. https://doi.org/10.37680/almanhaj.v4i1.1577
Kementerian Kesehatan Direktrorat Jendral Pelayanan Kesehatan. (2023). Pengaruh
Korban KDRT Terhadap Kejiwaan. Kementerian Kesehatan Direktrorat Jendral
Pelayanan Kesehatan. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2085/pengaruh-
korban-kdrt-terhadap-kejiwaan
Santoso, A. B. (2019). Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Terhadap
Perempuan: Perspektif Pekerjaan Sosial. Komunitas, 10(1), 39–57.
https://doi.org/10.20414/komunitas.v10i1.1072
6. Tina Marlina, Montisa Mariana, & Irma Maulida. (2022). Sosialisasi Undang-Undang
Nomer 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Abdimas Awang Long, 5(2), 67–73. https://doi.org/10.56301/awal.v5i1.442
Wahab, R. (2006). Kekerasan dalam Rumah Tangga: Perspektif Psikologis dan
Edukatif. In Unisia (Vol. 29, Issue 61).
https://doi.org/10.20885/unisia.vol29.iss61.art1