SlideShare a Scribd company logo
OTORHINOLARYNGOLOGY
Imaging in Otorhinolaryngology
Radiography of
Sinus Paranasal
• Waters View
• Schedel View
• Caldwell View
• Submentovertical
View
Radiography of
Temporal Bone
• Schuller
• Stenver
• Towne
Sumber :
K. J. Lee: Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery (IIIrd Ed)
Waters View
• Proyeksi terbaik
untuk sinus
maksilaris
• Dapat
memperlihatkan
sinus sphenoid
dan septumnya
jika dilakukan
dengan
membuka
mulut
Radiography of Sinus
Paranasal
Schedel View
• Foto cranium AP
dan lateral
• Dapat
memperlihatkan
semua sinus
paranasal
• Pada proyeksi
lateral terbaik
untuk sinus
sphenoid
Radiography of Sinus
Paranasal
Caldwell View
• Terbaik untuk
memperlihatkan
sinus frontalis
• Beberapa struktur
maxillofasial
seperti maxilla,
mandibula, sutura
zygomaticofrontal,
dan zygoma
Radiography of Sinus
Paranasal
Submentovertical
View
• Sinar x ray
melalui basis
cranii
• Dapat berguna
untuk
mengevaluasi
kelainan di sinus
sphenoid
Radiography of Sinus
Paranasal
Radiography of Temporal
Bone
Towne View
• Memperlihatkan
struktur apex
petrosus, canalis
auditorius internus,
eminensia arcuata,
antrum et processus
mastoid
• Dipakai pada
evaluasi kondisi
apical petrositis,
acoustic neuroma
dan
cerebellopontine
angle tumor
Radiography of Temporal
Bone
Stenvers View
• Memperlihatkan
sebagian mastoid
dan telinga dalam
(vestibulum, cochlea,
canalis
semicircularis)
• Eksposur ringan akan
memperlihatkan
struktur mastoid
• Eksposur berat
memperlihatkan
apex petrosus
Radiography of Temporal
Bone
Schuller View
• Proyeksi lateral dari
mastoid dengan
angulasi 30 derajat
cephalocaudal
• Memperlihatkan
sebagian besar
mastoid dan telinga
tengah
• Pada evaluasi OMSK,
Schuller lebih unggul
dibandingkan Stenver
dalam menilai
kolesteatom
EAR
BACK
OTITIS EKSTERNA
Otitis Eksterna Furunkulosa (Sirkumskripta)
• Penyebab: Staph. Aureus, Staph. Albus.
• Terletak di folikel rambut atau gld.sebasea yang tersumbat.
• Hanya terjadi di 1/3 ext canal (part kartilaginosa)
• TRAUMA ABRASION / MACERATION  STAPHY. SP (DM) 
INFECTION  SPONTANEUS / RECURRENCY
Otitis eksterna difusa (swimmer’s ear)
• Penyebab: Pseudomonas (usually), Staph albus, E. Coli.
• Mengenai seluruh CAE, menyebabkan penyempitan kanal
• Manipulasi liang telinga  hilangnya lapisan lemak muara kelenjar
terbuka  resorbsi cairan dari luar  oedem  sekresi kelenjar sebacea
& sudorifera   permukaan kulit kering  rasa gatal pada liang telinga
 ingin menggaruk & laserasi kulit  mempermudah invasi kuman
(Mawson 1974 )
Terapi OE
Furunkulosa/Sirkumskripta Difusa
Otitis eksterna sirkumskripta pada stadium
infiltrat diberikan salep ikhtiol atau antibiotik
dalam bentuk salep seperti polymixin B atau
basitrasin. (PPM Puskesmas)
Pada otitis eksterna difus dengan memasukkan
tampon yang mengandung antibiotik ke liang
telinga supaya terdapat kontak yang baik antara
obat dengan kulit yang meradang. Pilihan
antibiotika yang dipakai adalah campuran
polimiksin B, neomisin, hidrokortison dan
anestesi topikal. (PPM Puskesmas)
Kebanyakan furunkel direabsorpsi secara
spontan, namun jika dalam 24-48 jam bisulnya
belum pecah maka dilakukan insisi dan
drainase
Sistemik : Antibiotika diberikan dengan pertimbangan infeksi yang cukup berat. Diberikan pada
orang dewasa ampisillin 250 mg qid, eritromisin 250 qid. Anak-anak diberikan dosis 40-50 mg per
kg BB.
Topical antibiotics usually contains boric or acetic acid to decrease pH of the canal
neomycin, actives againts gram negative bacteria ex: Proteus sp., Klebsiella sp., and E.coli.
polymyxin B or E, active againts Pseudomonas sp., E. coli, and Klebsiella sp.
gentamicin, actives againts Pseudomonas sp.
newer quinolon preparations of ciprofloxacin and ofloxacin appear to equally efficacious in
controlling acute otitis externa
Malignant Otitis Eksterna
(Necrotizing OE)
• Merupakan komplikasi Otitis
eksterna bakterial  infeksi
menginvasi lebih dalam
mengenai katilago, jaringan
lunak dan tulang  Selulitis,
chondritis, dan osteomyelitis
• Sering terjadi pada penderita
diabetes, usia tua atau
imunokompromised
• 95% kasus disebabkan oleh
P.aeruginosa
• Dapat mengenai saraf kranial
terutama nervus VII
meskipun dapat juga
mengenai nervus kranial yang
lain kecuali nervus I, III, IV
• Kematian  jika terjadi
trombosis sinus lateralis
BACK
• Manifestasi Klinis:
– Severe otalgia extend
to
temporomandibular
joint  pain at
chewing
– Purulent otorrhea
– Cranial nerve
paralysis, most often
facial nerve paralysis
• Terapi: antibiotik dan
debridement agresive
– For adults,
ciprofloxacin (400 mg
intravenously [IV]
every 8 hours; 750 mg
orally every 12 hours)
remains the antibiotic
of choice
Keratosis Obturans
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
BACK
Penumpukan epitel skuamous dalam jumlah besar yang
susah di keluarkan
Sering terjadi pada usia muda
Akibat kegagalan migrasi sel epitel ke arah luar
Menyebabkan erosi tulang sirkumferensial
Manifestasi Klinis: tuli konduktif, nyeri, liang telinga lebih
luas, sekret telinga berkurang
Tx: aural drops, campuran dari alkohol/ gliserin dalam H2O2,
3x seminggu
Miringitis Bulosa
BACK
Infeksi pada membran timpani terkait dengan
kejadian OMA, yang dikarakteristikkan dengan onset
cepat, nyeri sekali, dan ukuran bula yang bervariasi
pada membran timpani dan struktur tulang sekitar
kanalis
Terjadi pada 5% kasus OMA anak usia di bawah 2 tahun
Penyebab: virus, Mycoplasma, dan bakteria
Bula  cairan serosa dan hemoragic
Tx: Sama dengan terapi OMA tanpa disertai bullae
Herpes Zooster Oticus
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
The virus stays dormant in the sensory ganglia
(geniculate ganglion) & reactivates under conditions of
decreased immune competence.
The virus causes blisters on the auricle, the EAC, even on
the lateral surface of the tympanic membrane.
Involvement of the facial & cochleovestibular nerves 
facial palsy, with or without hearing loss & dizziness 
Ramsay Hunt syndrome.
Mostly self-limiting.
Pharmacologic Treatment
• Acyclovir 5x800mg 7-10 hari
• Valacyclovir 3x1000mg 7hari
Cellulitis & Erysipelas of the
Auricle
CELLULITIS
• Penyebab: Staphylococcus or Streptococcus, Pseudomonas (jarang).
• Involves the deeper dermis and subcutaneous fat
• Clinical manifestation : Skin erythema, edema, warmth
• Faktor resiko : Infeksi bakteri aurikula  abrasi, laserasi atau ear
piercing
• Pilihan antibiotik : Amoxicillin, Clindamycin, Cefadroxil, Dicloxacillin
ERYSIPELAS
• Penyebab: group A β-hemolytic Streptococcus
• Erysipelas has more distinctive anatomic features than cellulitis;
erysipelas lesions are raised above the level of surrounding skin, and
there is a clear line of demarcation between involved and
uninvolved tissue
• Pilihan antibiotik : Penicillin, Amoxicillin, Erythromycin
Perichondritis & Chondritis
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Perichondritis / chondritis  a bacterial infection of
perichondrium or cartilage of the auricle.
Etiologi: inadequately treated auricular cellulitis, acute
otitis externa, accidental or surgical trauma, or multiple ear
piercing in the scapha.
Sign: painful, red, swollen & drains serous - purulent
exudates. Extend to the surrounding soft tissues of the face
& neck. Usually ear lobe still intact (uninvolved)
The most common pathogen: Pseudomonas sp.
Auricular Hematoma
• Etiologi: Trauma langsung pada auricula anterior dan merupakan cedera fasial
yang sering terutama pada pegulat.
• Trauma mengakibatkan terlepasnya perikondrium dan kartilagonya
• Hal ini mengakibatkan pecahnya pembuluh darah perikondrium dan terbentuknya
hematoma
• Komplikasi : Terkumpulnya darah di subperichondrial menstimulus timbulnya
kartilago baru yang asimetris akibat proses fibrosis (Cauliflower ear)
Pseudokista
Terdapat benjolan didaun telinga yang disebabkan
oleh adanya kumpulan cairan kekuningan diantara
lapisan perikondrium dan tulang rawan telinga
Manifestasi Klinis :
• Biasanya asymptomatic
• Rasa tidak nyaman
• Tidak ada atau minimal tanda inflamasi
Diagnosis didasarkan pada temuan klinis dan tidak
adanya bukti infeksi
Terapi : Insisi drainase diikuti pressure dressing atau
compression suture therapy
Ear wax  mixture of secretions of the ceruminose & pilosebaseus
glands, squames of epithelium, dust & other foreign debris located in
the cartilaginous portion of the ears canal.
Faktor Risiko
• 1. Dermatitis kronik liang telinga luar
• 2. Liang telinga sempit
• 3. Produksi serumen banyak dan kering
• 4. Adanya benda asing di liang telinga
• 5. Kebiasaan mengorek telinga
Tanda dan Gejala:
• Hearing impairment (deafness)  CHL
• Earache
• Reflex cough
• Fullness in the ear
• Tinitus – vertigo
Cerumen Prop
Penatalaksanaan
• Menghindari membersihkan telinga secara berlebihan
• Menghindari memasukkan air atau apapun ke dalam telinga
• Serumen yang lembek, dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas.
• Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.Apabila dengan cara ini
• Serumen tidak dapat dikeluarkan, maka serumen harus dilunakkan lebih dahulu dengan
tetes karbogliserin 10% selama 3 hari.
• Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong kedalam liang telinga sehingga dikuatirkan
menimbulkan trauma pada membran timpani sewaktu mengeluarkannya, dikeluarkan
dengan mengalirkan (irigasi) air hangat yang suhunya disesuaikan dengan suhu tubuh.
Indikasi untuk mengeluarkan serumen
• Sulit untuk melakukan evaluasi membran timpani
• Otitis eksterna
• Oklusi serumen dan bagian dari terapi tuli konduktif.
Kontraindikasi dilakukannya irigasi adalah adanya perforasi membran timpani. Bila
terdapat keluhan tinitus, serumen yang sangat keras dan pasien yang tidak kooperatif
merupakan kontraindikasi dari suction
Serumen dianjurkan dikeluarkan setiap 6-12 bulan sekali
Prosedur Tindakan
Benda Asing Telinga
• Untuk melihat CAE lebih jelas dan lebih lurus, pegang pinna dengan satu tangan dan tarik ke belakang dan
ke atas pada orang dewasa dan ditarik kebawah pada infant.
• Pada kebanyakan kasus, benda asing di CAE yang masih baru, dilakukan ekstraksi dalam anestesi lokal.
• Pada kasus-kasus benda asing yang tertanam dalam CAE
- Benda asing tidak dikeluarkan dengan kasar/keras karena dapat menyebabkan kerusakan
permukaan epitel CAE.
- Ekstraksi benda asing dapat dilakukan dengan alat pengait berlubang
- Apabila terdapat eritema atau eskoriasi yang luas setelah ekstraksi benda asing, digunakan
antibiotic tetes telinga dan gunakan tampon antibiotik, untuk mengurangi stenosis.
• Pada kasus-kasus benda asing yang tidak tertanam dalam CAE :
- Apabila pasien tersebut anak-anak : selama prosedur anak dalam pangkuan orang dewasa.
- Alat pengait kecil merupakan alat terbaik untuk ektraksi benda asing.
- Taruhlah alat pengait di belakang benda asing, diputar dan secara gentle ditarik keluar.
• Pada kasus benda asing berupa serangga :
- Ditetesi alkohol, khloroform, atau minyak mineral supaya serangga tidak banyak bergerak sekaligus
untuk lubrifikasi dinding kanalis.
- Ekstraksi dapat dengan mudah dikeluarkan dengan memegang serangga menggunakan forceps
alligator.
Overview
• Otitis Eksterna yang disebabkan oleh jamur
• Mikosis pembengkakan,  pengelupasan epitel superfisial 
penumpukan debris yang berbentuk hifa, disertai suppurasi, dan nyeri
Gejala
• Gatal
• Otalgia dan otorrhea sebagai gejala yang paling banyak dijumpai,
• Kurangnya pendengaran,
• Rasa penuh pada telinga
Faktor Resiko
• Cuaca yang lembab,
• Ketiadaan serumen,
• Instrumentasi pada telinga,
• Olah raga air
• Status pasien yang immunocompromised ,
• Peningkatan pemakaian preparat steroid dan antibiotik topikal.
Otomycosis
Aspergillus niger:
Newspaper mass
like appearance
Candida sp :
Cotton wool
appearance
Pemeriksaan penunjang
• Preparat langsung :
• skuama dari kerokan kulit
liang telinga diperiksa dengan
KOH 10 %  hifa-hifa lebar,
berseptum, dan dapat
ditemukan spora-spora kecil.
• Pembiakan :
• Skuama dibiakkan pada media
Agar Saboraud, dan
dieramkan pada suhu kamar.
Koloni akan tumbuh dalam
satu minggu.
Manajemen
• Ear toilet
• Obat anti jamur topikal
• Nystatin  efektif untuk
Candida sp.
• Miconazole  efektif utk
Aspergillus sp.
• Asam asetat 2 % dalam alkohol
 sebagai keratolytic
• Jaga telinga tetap kering dan
cegah manuver2 pada telinga
1. P Hueso Gutirrez, S Jimenez Alvarez, E Gil-carcedo Sanudo, et al. (2005). Presumed diagnosis :
Otomycosis. A study of 451 patients. Acta Otorinolaringol Esp, 56, 181-186.
Adanya lubang kecil di depan auricula (crux helix)
• Akibat tidak tertutupnya sulcus brachialis II  lubang
yang berlanjut sebagai saluran pendek/panjang, dpt
sampai kavitas tympani atau faring, dibatasi epitel
sehingga dari lubang dapat keluar hasil deskuamasi epitel
• Bila lubang tetap terbuka  tidak ada gangguan
Bila lubang tertutup  kista atau abses
• Pembengkakan hiperemis, purulent
Pemeriksaan radiologik : Fistulografi
Bila terjadi abses, incisi pada lubang, rekurensi
tinggi, sehingga harus ekstirpasi.
Preaurikular fistule
OTITIS MEDIA
BACK
The presence of inflammation
in the middle ear accompanied
by the rapid onset of signs and
symptoms of an ear infection
BACK
BACK
BACK
Acute :
<3 minggu
Subacute :
3 minggu – 2
bulan
Chronic
> 2 bulan
BACK
OTITIS MEDIA AKUT
Stadium
Oklusi
Stadium
Hiperemis /
Presupuratif
Stadium
Supuratif
Stadium
Perforasi
Stadium
Resolusi
Patofisiologi Fungsi tuba
terganggu,
terbentuk tekanan
negatif di telinga
tengah, memicu
terjadinya efusi
dan retraksi
membran timpani
Patogen masuk ke
telinga tengah,
terjadi respon
inflamasi di telinga
tengah
Pus yang terbentuk
di telinga tengah
semakin banyak
sehingga tekanan
di telinga tengah
meningkat
Tekanan
semakin
meningkat
mengakibatkan
rupturnya
membran
timpani
Fase
penyembuhan,
penutupan
kembali
membran
timpani
Symptoms • Penurunan
pendengaran
• Sensasi penuh
di telinga
• Tidak ada
demam
• Nyeri telinga
• Penurunan
pendengaran
• Demam tinggi
• Nyeri telinga
semakin
memberat
• Anak anak:
semakin rewel
• Demam
• Nyeri telinga
berkurang
• Anak-anak :
lebih tenang
• Demam
berkurang
• Keluar cairan
dari telinga
• Cairan dari
telinga
berkurang
• Penurunan
pendengaran
Signs • Membran
timpani
retraksi,
tampak suram
• Tes penala :
Tuli konduktif
Membran timpani
tampak hiperemis
dan kongesti
Membran timpani
tampak menonjol
(bulging) dan
hiperemis
• Membran
timpani
tampak
perforasi
• Tampak
discharge
dari telinga
tengah
• Edem
mukosa
berkurang
• Discharge
berkurang
• Perforasi
semakin
menutup
Stadium
Oklusi
Stadium
Hiperemis /
Presupuratif
Stadium
Supuratif
Stadium
Perforasi
Stadium
Resolusi
Terapi Perbaiki fungsi
tuba :
tetes hidung HCl
efedrin 0,5-1%
(atau
oksimetazolin
0,025 – 0,05%)
Antibiotik 10 -14
hari:
Ampisilin : Dewasa
500 mg 4 x sehari;
Anak 25 mg/KgBB
4 x sehari atau
Amoksisilin:
Dewasa 500 mg 3 x
sehari; Anak 10
mg/KgBB 3 x
sehari atau
Eritromisin :
Dewasa 500 mg 4 x
sehari; Anak 10
mg/KgBB 4 x
sehari
Miringotomi
(kasus rujukan)
dan pemberian
antibiotik.
Antibiotik yang
diberikan:
Amoxyciline
Erythromycine
Cotrimoxazole
• Obat cuci
telinga
H2O2 3%
selama 3-5
hari
• Antibiotik
adekuat
yang tidak
ototoksik
seperti
ofloxacin
tetes telinga
sampai 3
minggu
Sekret tenang 
observasi
Pengobatan Operatif
1. Myringotomy
– Insisi kecil melubangi
gendang telinga
– Fungsi: mengeluarkan cairan
dari telinga dalam dan
menghilangkan rasa sakit.
– Lokasi insisi di kuadran
posterior inferior (Buku Ajar
THT FK UI)
– Indications :
• Suppurative stage:
extreme pain, bulging
• Impending intracranial
complications
• Perforated AOM with
insufficient drainage
• Secretory AOM
• Hemotimpanum
• Unresolutive AOM
(Bhargava, 2002)
©Bimbel UKDI MANTAP
OTITIS MEDIA AKUT
2. Pemasangan Tube Ventilasi
(Grommet’s tube)
• Tube ventilasi ini dipasang
sifatnya sementara,
berlangsung 6 hingga 12
bulan di dalam telinga
hingga infeksi telinga bagian
tengah membaik dan
sampai tuba Eustachi
kembali normal.
3. Terapi pembedahan (operatif) 
faktor predisposisi (+) -
mungkin dibutuhkan
adenoidektomi, tonsilektomi
dan mencuci (membersihkan)
sinus maksillaris
©Bimbel UKDI MANTAP
OTITIS MEDIA AKUT
Komplikasi
Intra-temporal
complications:
• Mastoiditis
• Petrositis
• Labyrinthitis
• Facial nerve
paralysis
Intra-cranial
complications:
• extradural
abscess
• brain abscess
• subdural abscess
• sigmoid sinus
thrombophlebitis
• otic
hydrocephalus
• meningitis
BACK
OTITIS MEDIA AKUT
Petrositis
Inflammation of pneumatized
spaces of petrous portion of
temporal bone
Gradenigo Syndrome (Apical
Petrositis)
• Lateral rectus palsy (N.abducens palsy)
• Otorrhea
• Retroorbital, facial pain or headache (Vth
cranial nerve irritation)
Mastoiditis
Inflammation of the mastoid air
cells of the temporal bone
Acute mastoiditis
• associated with AOM.
Chronic mastoiditis
• most commonly associated with Chronic
suppurative otitis media (OMSK) and
particularly with cholesteatoma formation
Sign and Symptoms
• Fever, otalgia, pain behind ear, swelling,
redness, ear discharge
Abses Mastoid
Abses Bezold
• Terjadi penjebolan nanah pada ujung
bawah dinding medial mastoid
• Abses didalam
M.Sternocleidomastoideus sehingga
terdorong keluar
Abses Citelli
• Abses terbentuk dibelakang mastoid
sampai ke os occipital
Abses Luc (Meatal)
• Pus menjebol dinding antara antrum
dan meatus acusticus externa
• Pus tampak di CAE
Labyrinthitis
BACK
Labyrinthitis is an inflammatory disorder of the inner ear, or labyrinth
Etiology
• Viral
• Prenatal : Rubella, CMV
• Postnatal : Mumps, measles, varicella zooster
• Bacterial
• Potential consequence of meningitis or otitis media. Labyrinthitis is the most common
complication of otitis media, accounting for 32%
Clinical Presentation
• Vertigo
• Hearing loss,
• Otitis media-induced labyrinthitis: mixed hearing loss
• Viral labyrinthitis : SNHL
• Tinnitus
• Fever
• Otalgia
• Facial weakness
Otitis Media
Efusi
Definisi
•Otitis Media Efusi adalah terdapatnya cairan
di telinga tengah tanpa adanya tanda dan
gejala dari infeksi akut (AAO 2016)
Etiologi
•Infeksi saluran napas atas
•Spontan karena buruknya fungsi tuba (alergi,
barotrauma)
•Sekuel dari OMA
Biasanya OMSK akibat campuran
bakteri aerob dan anaerob:
Aerobic: Pseudomonas aeruginosa,
Staph. aureus and epidermidis,
proteus species, klebsiella, and E.
coli
Anaerobic:
prevotella and porphyromonas,
anaerobic Streptococci, Bacteroides
fragilis.
P aeruginosa is the most commonly
recovered organism from the
chronically draining ear. Various
researchers over the past few
decades have recovered
pseudomonads from 48-98% of
patients with CSOM.
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
BACK
Radang kronis telinga tengah dengan perforasi
membrane timpani dan riwayat keluarnya secret
dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terus-
menerus atau hilang timbul.
Secret mungkin encer atau kental, bening atau
berupa nanah
OMSK : OMA + Perforasi memb. tympani > 2
bulan
OMSA : OMA + Perforasi memb. tympani < 2
bulan
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
Faktor- faktor yang menyebabkan OMSA menjadi OMSK:
• Terapi terlambat diberikan
• Terapi tidak adekuat
• Virulensi kuman tinggi, infeksi persisten
• Daya tahan tubuh pasien rendah, gizi kurang
• Higiene buruk
• Gangguan fungsi tubuh oleh ISPA, obstruksi parsial/total → retraksi
membrane timpani
• Perforasi membrane telinga persisten
• Aerasi telinga tengah/mastoid yang mengalami obstruksi
• Skuestri atau osteomyelitis
• Alergi
• ISPA dengan sepsis atau obstruksi (adenoid, tonsillitis kronis, sinusitis)
Patophysiology
BACK
Ekstrinsik,
intrinsik
gangguan
fungsi tuba
obstruksi
retraksi
membrane
timpani
tekanan
negative
resorbsi udara
transudat
jika ada infeksi
menjadi
eksudat
perforasi OMSA
jika ada faktor
risiko,
berlangsung lebih
dari 2 bulan
OMSK
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
BACK
Safe Dangerous/Unsafe
Perforasi Central Attic or marginal
Discharge Frekuensi
Mukus
Bau tidak enak
Warna
Berdarah
Volume
Hubungan
dengan URTI
Intermiten
Mukopurulen/purulen
+/-
Putih/kekuningan
Jarang
Banyak
↑
Kontinu
Selalu purulent
+
Kekningan/kecoklatan/kehijauan
Bisa ada darah
Sedikit
Tidak berpengaruh
Polyp Jarang Sering
Kolesteatoma Sangat jarang Hampir selalu ada
Tuli Konduksi – ringan sampai
sedang
Konduksi atau mix – Ringan
sampai berat
Complication Sangat jarang Sering
Radiograph mastoid Seluler or sklerotik Sklerotik with erosi
Prinsip Terapi
• OMSK benigna : konservatif atau medikamentosa
– Sekret aktif :
• Aural toilet H2O2 3% selama 3-5 hari.
• Setelah berkurang tetesi antibiotik lokal yang non ototoksik maksimal 2
minggu.
• Berikan pula antibiotik oral golongan penisilin, ampisilin, eritromisin
sebelum hasil tes resistensi diterima
– Sekret tenang:
• Observasi selama 2 bulan
• Bila membran timpani belum menutup, dilakukan miringoplasti atau
timpanoplasti
• OMSK maligna : pembedahan
– Mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti
– Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, dilakukan insisi abses
sebelum mastoidektomi
– Terapi medikamentosa hanyalah sementara sebelum pembedahan
(BUKU AJAR THT FK UI)
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
Timpanosclerosis
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Timpanosklerosis merupakan sebuah kelainan proses penyembuhan dimana terjadi
penumpukan jaringan ikat kolagen pada telinga tengah (terutama pada membran timpani).
Timpanosklerosis juga dapat disertai dengan kalsifikasi pada tulang-tulang
pendengaran  memperburuk penghantaran suara.
Penyebab timpanosklerosis dapat berupa proses penyembuhan OMSK atau OME kronis yang
tidak sempurna, komplikasi dari operasi telinga dan pemasangan grommet tube.
Gejala dan tanda klinis
• Penurunan pendengaran konduktif
• Riwayat infeksi telinga berulang, tindakan invasif pada membran timpani, atau trauma telinga
• Membran timpani terlihat berwarna putih, dengan plak sklerotik menyerupai kapur
Terapi
• Tymphanoplasty dan ossicular reconstruction
Clinically, myringosclerotic lesions are seen as whitish, sclerotic plaques
(chalk patches) in the tympanic membrane (TM)
Timpanosclerosis
Otosclerosis
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Otosklerosis merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami spongiosis di daerah kaki
stapes sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat menghantarkan getaran suara ke labirin dengan baik
Terjadi bilateral, perempuan lebih sering, usia 11-45 tahun
Penyebab belum dapat dipastikan, beberapa faktor yang mempengaruhi faktor keturunan dan
gangguan sirkulasi pada stapes
Gejala dan tanda klinis
• Penurunan pendengaran progresif
• Tinnitus dan Vertigo
• Membran timpani kemerahan akibat pelebaran pembuluh darah pada promontorium (Schwarte’s sign)
• Pasien merasa pendengaran lebih baik pada ruang bising (Paracusis Willisi)
Terapi
• Stapedektomi, stapes diganti bahan prostesa
• Pemberian Alat Bantu Dengar (ABD)
Otosclerosis
Aerotitis (Barotrauma)
BACK
Disebabkan perubahan tekanan telinga tengah menjadi negatif dalam
waktu cepat
Mukosa tuba bersifat one way ball valve
Saat take off  tekanan telinga tengah > lingkungan luar  masih dapat
terkompensasi dengan absorpsi udara oleh mukosa telinga tengah
Saat landing  tekanan telinga tengah < lingkungan luar  Retraksi
membran timpani & resiko hemotympanum dan efusi
Pencegahan:
• Preflight dose of a 12 hour vasoconstricting nasal spray like oxymetazoline
• Oral decongestant
• Gum chewing while landing
Pemeriksaan Pendengaran
Objektif
• Audiometri Impedans
• OAE (Otoacoustic Emission)
• BERA (Brainstem Evoked
Response Audiometry)
Subjektif
• Tes Bisik
• Tes Garpu Tala
• Audiometri Nada Murni
• Audiometri Nada Tutur
1. Sound resources  receiver
organ
2. Physical energy conversion
 nerve impuls
3. Nerve impuls  hearing
cortex
BACK
Tes Pendengaran Objektif
Audiometri Impedans
• Terdiri dari pemeriksaan fungsi 3 komponen :
Timpanometri, Refleks stapedius, Tuba Eustachius
OAE (Otoacoustic Emissions)
• Tes ini mendeteksi getaran yang dihasilkan oleh sel
rambut luar saat distimulus oleh suara
• Sering dipakai untuk screening pendengaran pada bayi
baru lahir
BERA (Brainstem Evoked Response
Audiometry
• Menggunakan elektroda yang dipasang di kepala, tes ini
mendeteksi fungsi koklea dan jalur sensoris di otak
(brain pathway)
• Pasien diperiksa saat sedang tenang atau tidur
• Dapat digunakan juga untuk screening bayi baru lahir
Pemeriksaan Pendengaran
Tes Bisik (Whispered
Voice Test)
Tes Garputala
Audiometri Nada
Murni (Pure tone
audiometry)
Audiometri Nada
Tutur (Speech
audiometry) BACK
Suara berbisik, setengah ekspirasi, pemeriksa
mengucapkan materi tes.
Telinga tidak diperiksa ditutup & pasien tidak
melihat bibir pemeriksa (pemeriksa berdiri
sekitar 0.6m dibelakang pasien)
Syarat :
1. Ruangan cukup sepi, kebisingan
maksimal 40 dB.
2. Ruangan cukup lebar, jarak 6 meter.
3. Materi tes disiapkan, diusahakan
memakai perkataan
yang digunakan sehari-hari.
4. Pemeriksa harus terlatih mengucapkan
materi tes.
Tes Pendengaran Subjektif
Pemeriksaan Pendengaran
Tes Bisik (Whispered
Voice Test)
Tes Garputala
Audiometri Nada
Murni (Pure tone
audiometry)
Audiometri Nada
Tutur (Speech
audiometry) BACK
TES RINNE
TES WEBER
TES SCHWABACH
Garpu tala 512 HZ!!!
Tes Pendengaran Subjektif
TES RINNE WEBER SCHWABACH
TUJUAN AC VS BC BC Ka VS Ki BC Px VS Pasn
©Bimbel UKDI MANTAP
Pemeriksaan Pendengaran
Tes Bisik (Whispered
Voice Test)
Tes Garputala
Audiometri Nada
Murni (Pure tone
audiometry)
Audiometri Nada
Tutur (Speech
audiometry) BACK
Tes Pendengaran Subjektif
Audiogram
• Tinta merah untuk telinga kanan, dan
tinta biru untuk telinga kiri
• Hantaran udara (Air Conduction = AC)
– Kanan = O
– Kiri = X
• Hantaran tulang (Bone Conduction =
BC)
– Kanan = C
– Kiri = ‫כ‬
– Hantaran udara (AC) dihubungkan
dengan garis lurus ( )
dengan menggunakan tinta merah untuk
telinga kanan dan biru untuk telinga kiri
– Hantaran tulang (BC) dihubungkan
dengan garis putus-putus ( - - - - - - - - )
dengan menggunakan tinta merah untuk
telinga kanan dan biru untuk telinga kiri
Audiogram Normal (Telinga Kanan) :
AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB
AC dan BC berimpit, tidak ada air-bone
gap
©Bimbel UKDI MANTAP
Tuli Konduktif
BC normal atau kurang dari 25 dB
AC lebih dari 25 dB
Antara AC dan BC terdapat air-bone
gap
Tuli sensori neural
AC dan BC lebih dari 25 dB
AC dan BC berimpit, tidak ada air-
bone gap
Tuli Campur
BC lebih dari 25 dB
AC lebih besar dari BC, terdapat air-
bone gap
Disebut terdapat air-bone gap apabila
antara AC dan BC terdapat perbedaan
lebih atau sama dengan 10 dB,
minimal pada 2 frekuensi yang
berdekatan.
©Bimbel UKDI MANTAP
Pemeriksaan Pendengaran
Tes Bisik (Whispered
Voice Test)
Tes Garputala
Audiometri Nada
Murni (Pure tone
audiometry)
Audiometri Nada
Tutur (Speech
audiometry) BACK
• Kata-kata  sumber bunyi
• Kegunaan :
1. Mengetahui jenis & derajat ketulian
2. Mengetahui lokasi kerusakan rantai
pendengaran
3. Mengetahui kenaikan ambang
pendengaran post-timpanoplasti
4. Untuk pemilihan hearing aid
• SRT Speech Reception Threshold  menirukan secara
betul kata-kata yang disajikan sebanyak 50%.
• SDS Speech Discrimination Score  Diperoleh dg ↑
intensitas antara 25 – 40 dB diatas titik SRT 
menirukan jumlah kata disajikan antara 90 – 100%.
Tes Pendengaran Subjektif
PB List Speech Audiometry
Tuli Sensorineural Koklea
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
PRESBIKUSIS
•Tuli sensorineural
•Usia > 65 tahun
•Bilateral
•Akibat proses degenerasi
NOISE INDUCED HEARING LOSS
•Akibat pajanan bising yang cukup keras dalam
waktu yang cukup lama
•Pemeriksaan audiometri nada murni didapat tuli
sensori neural pada frekuensi 3000-6000 Hz,
terberat pada 4000 Hz
Gejala klinis
• Penurunan pendengaran progresif, simetris
• Tinnitus nada tinggi
• Pasien dapat mendengar suara percakapan tetapi sulit memahaminya, terutama bila diucapkan dengan
latar belakang bising (Cocktail party deafness)
• Bila intensitas ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga (recruitment)
Diagnosis
• Tes penala didapat tuli sensorineural
• Pemeriksaan audiometri nada murni didapat hasil tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris
• Pemeriksaan audiometri nada tutur menunjukkan gangguan diskriminasi wicara (speech discrimination)
Presbycusis
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
• Gradually slopping downward pattern
Noise Induced Hearing Loss
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
• “Noise notch” at 4000 Hz
Ototoxic Drug
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Aminoglikosida
(Streptomisin,
Neomisin, Kanamisin
Gentamisin)
Eritromisin
Loop Diuretic
(Furosemide,
bumetanide,
ethycrinic acid)
Anti inflamasi
(Salisilat dan aspirin)
Anti Malaria
(Kina dan Klorokuin)
Anti Tumor
(Cisplatin
Karboplatin)
Kerusakan yang ditimbulkan
• Degenerasi stria vaskularis
Terjadi pada hampir semua obat
ototoksik
• Degenerasi sel epitel sensori pada
organon corti dan labirin
vestibular. Pada penggunaan
aminoglikosida
• Degenerasi sel ganglion
Sekunder akibat degenerasi sel
epitel sensori
Vertigo
Otologi
•24-61% kasus
•Benigna
Paroxysmal
Positional
Vertigo (BPPV)
•Meniere
Desease
•Parese N VIII
Uni/bilateral
•Otitis Media
Neurologik
•23-30% kasus
•Gangguan
serebrovaskuler
batang otak/
serebelum
•Ataksia karena
neuropati
•Gangguan visus
•Gangguan
serebelum
•Gangguan
sirkulasi LCS
•Multiple
sklerosis
•Malformasi
Chiari
•Vertigo servikal
Interna
•+/- 33% karena
gangguan
kardio vaskuler
•tekanan darah
•Aritmia kordis
•Penyakit
koroner
•Infeksi
•< glikemia
•Intoksikasi
Obat: Nifedipin,
Benzodiazepin,
Xanax,
Psikiatri
•> 50% kasus
•Klinik dan
laboratorik :
dbn
•Depresi
•Fobia
•Anxietas
•Psikosomatik
Fisiologi
•Melihat dari
ketinggian
BACK
Vertigo adalah perasaan penderita merasa dirinya atau dunia berputar
Jenis Vertigo
Gejala Vertigo Perifer Vertigo Sentral
Onset Mendadak Tersembunyi
Intensitas Berat Ringan -Sedang
Munculnya Episodik Konstan
Durasi Singkat Panjang
Eksaserbasi posisi Berat Ringan
Nistagmus Horizontal atau torsional Vertikal, horizontal,
torsional
Romberg- test mata
• Terbuka
• Tertutup
Normal
Abnormal
Abnormal
Abnormal
Gejala Neurologis Jarang Sering
Vertigo perifer
©Bimbel UKDI MANTAP
Vertigo sentral
©Bimbel UKDI MANTAP
BPPV
KRITERIA DIAGNOSIS BPPV:
a. Recurrent vestibuler vertigo
b. Duration of attack always < 1 minute
c. Symptoms invariably provoked by the following
changes of head position:
- lying down or
- turning over in the supine position
- or at least 2 of the following manouvres:
- reclining the head
- rising up from supine position
- bending forward
d. Not attributable to another disorder
(Brevern et al., 2007)
Comparison of two pathophysiological theories for BPPV
Theory Cupulolithiasis Canalithiasis
Originator Schuknecht, 1969 Hall,et al.,1979
Location of lesion Posterior semicircular canal (PSC) PSC
Proposed
pathophysiology
Cupulolithiasis (basophilic
densities adhered to the PSC
cupula) alter the specific gravity of
the cupula making it sensitive to
gravitational changes
Canalith (free-floating psc
endolympathic densities) create a
hydrodynamic drag which
displaces & stimulates the cupula
Supportive evidence 1. Histological observation of
cupular basophilic densities
2. Reports of positive responses
to physical treatment inspired
by this pathophysical theory
1. Operative observation of free-
floating endolymphatic
densities
2. Reports of positive responses
to physical treatment inspired
by this pathophysical theory
(Velde, 1999)
©Bimbel UKDI MANTAP
BPPV
BPPV
DIX-HALLPIKE MANEUVER
©Bimbel UKDI MANTAP
D
I
A
G
N
O
S
I
S
a. Reclined head hanging 45 degree
turn
b. Rotate 45 degrees contralateral
c. Head and body rotated to 135 degrees from supine
d. Keep head
turn and to
sitting
e. Turn
forward chin
down 20
degrees
EPLEY
©Bimbel UKDI MANTAP
SEMONT BRANDT & DAROFF
EXCERCISES
©Bimbel UKDI MANTAP
Meniere disease
Disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa pada koklea dan vestibulum
Trias Meniere :
• Vertigo (Periodik yang semakin mereda pada serangan berikutnya)
• Tinnitus
• Tuli sensorineural terutama nada rendah
Px penunjang :
Tes Gliserin  Pasien diberi minuman gliserin 1,2cc/kgBB setelah
diperiksa tes kalori dan audiogram. Setelah 2 jam diperiksa ulang, bila
menunjukan perbaikan bermakna menunjukan adanya hidrops endolimfa
Terapi : Simtomatik vertigo, diuretik, pengaturan diet (hindari garam,
coklat, kafein)
Pengobatan simptomatik vertigo :
• Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan pelepasan
glutamat, menekan aktivitas NMDA spesial channel, bekerja langsung sebagai
depresor labirin): Flunarisin (Sibelium) 3x 5-10 mg/hr
• Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang inhibitory; monoaminergik
dengan akibat inhibisi n. vestibualris) : Cinnarizine 3 x 25 mg/hr, Dimenhidrinat
(Dramamine) 3 x 50 mg/hr.
• Histamin Agonis (inhibisi neuron potisinaptik pada n. vestibularis lateralis) :
Betahistine (Merislon) 3 x 8 mg.
• Fenotiazine (pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di M. oblongata):
Chlorpromazine (largaktil) : 3 x 25 mg/hr
• Benzodiazepine (Diazepam menurunkan resting activity neuron pada n.
vestibutaris) 3 x 2-5 mg/hr
• Antiepileptik : Carbamazepine (Tegretol) 3 x 200 mg/hr, Fenitoin (Dilantin) 3 x 100
mg (bila ada tanda kelainan epilepsi dan kelainan EEG)
• Campuran obat-obat di atas.
Pengobatan simptomatik otonom (mis. muntah) :
• Metoclopramide (Primperan, Raclonid) 3 x 10 mg/hr
Terapi Simptomatik Vertigo
NOSE
Rhinitis Alergi
• Rhinitis alergi adalah penyakit
inflamasi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang
sebelumnya sudah tersensitisasi
dengan alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia
ketika terjadi paparan ulangan dengan
alergen spesifik terkait. (Von Pirquet,
1986)
• Kelainan pada hidung dengan gejala
bersin-bersin, rinorea, rasa gatal dan
tersumbat setelah mukosa hidung
terpapar alergen yang diperantai oleh
IgE. (WHO ARIA (Allergic Rhinitis and Its
Impact on Asthma) tahun 2007)
BACK
BACK
Dikategorikan berdasar munculnya gejala:
 Seasonal Allergic Rhinitis (SAR)/hay fever, polinosis/rino
konjungtivitis: gejalanya muncul krn trigger yang musiman,
biasanya pada negara 4 musim. Alergen: serbuk sari, spora
jamur
 Perennial Allergic Rhinitis (PAR): gejala muncul hampir
sepanjang tahun. Alergen yang sering inhalan (indoor atau
outdoor) dan alergen ingestan
• Serangan bersin
berulang
• Keluar ingus
(rhinorrhea) encer
dan banyak
• Hidung tersumbat
• Hidung dan mata
yg gatal
• Kadang2 disertai
dengan lakrimasi
• Riwayat alergi
How to diagnose?
Anamnesis
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan
Penunjang
BACK
Diagnostic of Allergic Rhinitis
Symptoms suggestive of allergic
rhinitis
2 or more of the following symptoms
for >1 h on most days
Watery rhinorhea
Sneezing espicially paroxysmal
Nasal Obstruction
Nasal pruritus
Conjunctivitis
Classify and assess severity
Symptoms usually not associated with
allergic rhinitis
Unilateral symptoms
Nasal obstruction without
other symptoms
Mucopurulent rhinorhea
Posterior rhinorhea
with thick mucus
and no anterior
rhinorhea
Pain
Recurrent epistaxis
Anosmia
Refer the patient
Etiologi Rhinitis Alergi
• masuk bersama dengan udara pernapasan
• misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel, dan bulu
binatang serta jamur.
Alergen
inhalan
• masuk ke saluran cerna berupa makanan seperti susu,
telur, coklat, ikan, udang.
Alergen
ingestan
• masuk melalui suntikan atau tusukan
Alergen
injektan
• masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misal
bahan kosmetik atau perhiasan
Alergen
kontaktan ©Bimbel UKDI MANTAP
Rhinitis alergi merupakan reaksi alergi hipersensitivitas tipe 1 yang
terjadi akibat paparan alergen. Berdasarkan cara masuknya alergen
dibagi atas:
Anamnesis
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan
Penunjang
• Rhinoskopi anterior: mukosa edem, basah,
livid, sekret encer yang banyak
• Gejala spesifik pada anak:
– Allergic shinner: stasis vena o/k obstruksi
hidung
– Allergic sallute: gerakan gosok hidung
– Allergic crease: garis melintang dorsum nasi
1/3 bawah
– Facies adenoid: karena mulut sering terbuka
– Cobblestone appearance: dinding post faring
granuler dan edema
– Geographic tongue
Allergic Shiner Cobblestone Appearance Allergic Salute
Facies adenoid Geographic tongue Allergic Crease
• berguna sebagai pelengkap. Jika ditemukan eosinofil
meningkat, menunjukan kemungkinan alergen berasal
dari alergen inhalan.
Pemeriksaan
sitologi hidung,
• dapat normal atau meningkat
Hitung eosinofil
darah tepi,
• dengan metode prist-paper radio immunosorbent test,
RAST, atau ELISA.
Pemeriksaan IgE
total
• uji intrakutan tunggal atau serial (Skin End-Point Titration/SET), uji cukit
(prick test)
• uji tempel (patch test). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan
menyuntikan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat
kepekatannya. Keuntungannya adalah selain menentukan alergen
penyebab juga dapat menentukan derajat alergi serta dosis inisial untuk
desensitisasi.
Uji kulit
BACK
Anamnesis
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan
Penunjang
BACK
BACK
Medikamentosa
• - Cetirizine 10mg, 1x1
• - Loratadine 10mg, 1x1
1. H1-antagonist,
generasi 2:
• Nasal: Phenylephrine 0,5% 4x2 tetes/hari (max 3-4 hari)
• Sistemik: Pseudoepehdrine 60mg, 2x1
2. Decongestant
• - Fluticasone spray
• - Mometasone spray
3. Steroid
• - Zafirlukast
4. Leukotriene
inhibitor
Rhinitis non alergi
Rinitis non alergi digunakan
untuk semua penyakit hidung
dengan gambaran obstruksi,
hipersekresi dan hiperiritabel
yang tidak mempunyai etiologi
alergi dan bersifat kronik
Rhinitis non alergi
Rhinitis gustatory
•Rhinitis terkait makanan.
Minuman beralkohol dapat
menyebabkan rinitis karena
efek langsung dilatasi
pembuluh darah hidung.
Makanan yang pedas dapat
mengakibatkan rinore profus
melalui mekanisme vagal.
Rhinitis hormonal
•Penyebabnya meliputi
hypotiroid (myxedema),
naiknya hormon esterogen
pada kehamilan, pemakaian
kontrasepsi oral dan siklus
menstruasi.
•Estrogen terbukti
meningkatkan asam
hyaluronat yg membuat
edema dan nasal congestion
Rhinitis Medikamentosa
•Rinitis karena obat dapat
karena pemakaian obat
sistemik dan topikal.
•Pemakaian obat sistemik yang
paling sering adalah obat
antihipertensi seperti reserpin
metildopa, beta bloker, ACE-I.
•Obat-obat topikal adalah
cocain, nasal dekongestan.
Rhinitis vasomotor (idiopathic)
• Keluhan utama pasien hidung
tersumbat, bergantian kiri dan
kanan tergantung posisi tidur
pasien. Pada pagi hari saat
bangun tidur, kondisi memburuk
karena adanya perubahan suhu
yang ekstrem, udara yang
lembab, dan karena adanya asap
rokok.
• Dibagi menjadi tipe runner,
sneezer, dan blocker
Non-allergic rhinitis with
eosinophilia (NARES)
• Secara klinis sangat serupa
dengan Rinitis alergi.
• Gejalanya berupa rinore yang
kronik, hidung gatal dan bersin.
• Pada pemeriksaan swab
mukosa hidung banyak eosinofil.
Tes alergi hasilnya negatif.
• Penyebabnya diduga
berhubungan dengan intoleransi
aspirin.
Rhinitis Atrophy
• Rinitis atropi atau rinitis sicca
ditandai adanya atropi mukosa
septum, konka, dinding lateral
rongga hidung.
• Rinitis atropi dg ozaena ditandai
adanya krusta yg tebal berbau.
Yang tanpa ozaena akan tampak
mukosa atropi dfan kering
BACK
Rhinosinusitis
• Sinus paranasal adalah ruang berisi udara di dalam cranium
yang terhubung dengan cavitas nasal.
• Rinosinusitis adalah peradangan simtomatis mukosa sinus
paranasal & mukosa hidung (Clinical Practice Guideline Adult
Sinusitis AAO 2015)
Rhinosinusitis
Akut ≤4 minggu
S. Pneumonia
(30-50%), H.
Influenzae
(20-40%), M.
Catarrhalis
Subakut 4-12 minggu
Kronis ≥12 minggu
S. Aureus
(40%), P.
Aeruginosa
(10-25%), K.
Pneumoniae,
P. Mirabilis,
Rekuren
≥4x/tahun, setiap episode ≥7-10 hari,
ada periode sembuh sempurna
Kronik
eksaserbasi
akut
Perburukan RSK, namun kembali ke
baseline setelah terapi
©Bimbel UKDI MANTAP
BACK
Patofisiologi
Edema
ostium KOM
tersumbat dan
cilia tidak dapat
bergerak
tekanan negatif
transudasi
serosa
bisa self-limiting
RSA non
bakterial
Bila menetap
pertumbuhan
bakteri
RSA bakterial terapi antibiotik tidak berhasil
inflamasi,
hipoksia, bakteri
anaerob, faktor
predisposisi
mukosa makin
bengkak
hipertrofi,
polipoid, atau
pembentukan
polip dan kista
Gangguan
patensi ostium-
ostium sinus dan
mucociliary
clearance
BACK
Acute Rhinosinusitis
• Rinosinusitis akut ditegakan jika terdapat sekret nasal purulen
yang disertai dengan obstruksi nasal, gejala nyeri/sensasi penuh
pada wajah atau keduanya dalam kurun waktu 4 minggu
BACK
Chronic Rhinosinusitis
• Dalam jangka waktu 12 minggu atau lebih terdapat 2 atau lebih
tanda berikut
– Discharge nasal purulen
– Obstruksi nasal
– Nyeri atau sensasi penuh di wajah
– Menurunnya fungsi penghidu
• DAN terdapat minimal satu dokumentasi tanda inflamasi dari
pemeriksaan
– Mucus purulen atau edema pada meatus media/regio ethmoid
anterior
– Polip di cavum nasi atau meatus media
– Gambaran radiologis yang menunjukkan inflamasi dari sinus paranasal
• - CT scan: mucosal thickening, bone changes, air-fluid levels
• - Plain sinus Xray: air-fluid levels atau >5 mm opasifikasi pada ≥ 1 sinus
Treatment
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Epistaksis
Epistaksis anterior
• Perdarahan dari arteri
eithmoidalis anterior atau
pleksus kisselbach
• Biasanya diawali oleh trauma
atau infeksi
• Penanganan awal berupa
penekanan digital selama 10-
15 menit. Jika perdarahan
terlihat dapat dikauter
• Jika masih berdarah dapat
ditampon anterior 2x24 jam
Epistaksis posterior
• Perdarahan dimulai dari
arteri ethmoidalis posterior
atau arteri sphenopalatina
• Mempengaruhi pasien
dengan hipertensi atau
arteriosklerosis
• Terapi: aplikasi tampon
belloq/posterior selama 2-3
hari.
©Bimbel UKDI MANTAP
Buku ajar ilmu THTK&L FKUI edisi keenam
©Bimbel UKDI MANTAP
©Bimbel UKDI MANTAP
Polip Hidung
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Massa lunak dan berwarna putih/ keabu-abuan
yang terdapat pada rongga hidung. Bertangkai
dengan permukaan licin.
Epidemiologi
• Biasanya timbul di dewasa usia >20 thn dan lebih sering di usia
> 40 thn
• menyerang pria 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan
wanita
Berasal dari kompleks ostio-meatal di meatus media
dan sinus ethmoid
Polip koana
• tumbuh kearah belakang dan membesar di nasofaring
• Berasal dari sinus maxillaris
• Disebut juga polip antro-koana
“Chronic inflammation causes a
reactive hyperplasia of the
intranasal mucosal membrane,
which results in the formation of
polyps.
The precise mechanism of polyp
formation is incompletely
understood.”
-
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Etiologi Polip Hidung
Inflamasi kronik : Sinusitis Kronis, Rhinitis allergi,
Asma
Fibrosis Kistik
Predisposisi genetik
Disfungsi saraf autonom
Intoleransi alkohol
Intoleransi aspirin
Edema  Peningkatan tekanan cairan interstitial
sehingga timbul edema mukosa hidung
Anamnesis
– Gejala Utama
• Hidung tersumbat
• Rinore (dari jernih sampai
purulen)
• Hiposmia / Anosmia
• Nyeri pada hidung
• Sakit kepala
– Gejala Sekunder
• Bernafas melalui mulut
• Suara sengau
• Halitosis
• Gangguan tidur
• Penurunan kualitas hidup
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Polip Hidung
Pemeriksaan Fisik
• Rhinoskopi anterior  massa berwarna pucat,
berasal dari meatus medius dan mudah
digerakkan
Stadium polip(Mackay dan Lund ;1997)
• Stadium 1 polip masih terbatas di meatus
medius
• Stadium 2  polip sudah keluar dari meatus
medius, tampak di rongga hidung tapi belum
memenuhi rongga hidung
• Stadium 3  polip yang masif
Pemeriksaan Penunjang
• Naso-Endoskopi
• Foto polos SPN (posisi Waters, AP, Caldwell dan
lateral)
• CT Scan SPN
• Medikamentosa
– Kortikosteroid
• Intranasal rather than oral
corticosteroids should be
used as first-line treatment.
Multiple randomized trials
have found that fluticasone
(200 mcg bid), budesonide
(200 mcg twice daily), and
mometasone (280 mcg
daily) are superior
– Antileukotriene
– Antiallergi
– Daily lavage of the sinuses
• Operasi
– Indikasi: anak dengan multipel ,
benign polip nasi atau
rhinosinustitis kronis yang
tidak membaik dengan terapi
medis maximum
– Polipektomi
• Etmoidektomi
intranasal/ekstranasal  polip
etmoid
• Operasi Caldwell-Luc  sinus
maxilla
– ESS (Endoscopic sinus surgery)
• Melebarkan celah di meatus
media  rekurensi berkurang
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Tatalaksana Polip Hidung
Nasal Foreign Bodies
• Intranasal foreign
bodies (FBs) occur
most commonly in
young children and
consist of a variety
of inorganic and
organic objects.
©Bimbel UKDI MANTAP
Nasal Foreign Bodies
CLINICAL MANIFESTATIONS
• History of nasal FB insertion
without symptoms (71 to 88
percent)
• Unilateral mucopurulent nasal
discharge (17 to 24 percent)
• Foul odor (9 percent)
• Epistaxis (3 to 6 percent)
• Nasal obstruction (1 to 3
percent)
• Mouth breathing (2 percent)
©Bimbel UKDI MANTAP
THROAT
©Bimbel UKDI MANTAP
Tonsilitis
BACK
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina
yang merupakan bagian dari cincin waldeyer
Cincin waldeyer:
• tonsil pharyngeal (adenoid)
• tonsil palatina (faucial)
• tonsil lingual (tonsil pangkal lidah) dan
• tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding
faring/Gerlach’s tonsil)
Rute penyebaran infeksi: airborne droplets,
kontak langsung
Dapat terjadi pada semua umur, terutama
pada anak
Klasifikasi
Tonsilitis
Akut
Viral
Adenovirus, rhinovirus, reovirus, respiratory
syncytial virus (RSV), and the influenza and
parainfluenza virusesEpstein-Barr Virus,
Hemofillus infulenza, Coxschakie
Bakterial
GABHS
Other
bacteria
Treponema vincentii and
Spirochaeta denticulata
(Vincent angina),
Corynebacterium
diphtheriae,
Fungal Candida albicans
Rekuren
akut
Consider
surgery
7 or more episodes
of tonsillitis in 1 year
5 episodes/y for 2
consecutive years
3 episodes/y for 3
consecutive years
Kronis
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
• penularan mikroorganisme melalui
droplet  menginfiltrasi lapisan epitel
jaringan tonsil  epitel terkikis  reaksi
dari jaringan limfoid superfisial  reaksi
radang berupa keluarnya leukosit
polimorfonuklear  terbentuk detritus
(kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan
epitel yang terlepas)  mengisi kriptus
tonsil dan tampak sebagai bercak kuning
Tonsilitis
akut
• Jika proses radang ini berulang  epitel
mukosa dan jaringan limfoid akan terkikis
 jaringan parut pengerutan sehingga
kripta tertarik dan melebar  drainase
kripta menjadi kurang baik  retensi
debris sel  menembus kapsul tonsi 
perlekatan dengan jaringan di sekitar
fossa tonsilaris.
Tonsilitis
kronis
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Tonsilitis Viral
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Gejala yang tampak seperti common cold + nyeri tenggorok
Demam, nyeri menelan, sakit tenggorokan, oropharynx
hiperemis, biasanya tanpa eksudat
Coxsackie virus result in herpangina, which presents as
ulcerative vesicles over the tonsils, posterior pharynx, and
palate
Consider infectious mononucleosis due to EBV in an
adolescent or younger child with acute tonsillitis, particularly
when it is accompanied by tender cervical, axillary, and/or
inguinal nodes; splenomegaly; severe lethargy and malaise;
and low-grade fever. A gray membrane may cover tonsils that
are inflamed from an EBV infection. This membrane can be
removed without bleeding.
Tonsilitis Fungal
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Oropharyngeal candidiasis
(thrush) often presents in
• immunocompromised patients or
• in patients who have undergone
prolonged treatment with antibiotics.
On exam:
• White cottage-cheese-like plaques over
the pharyngeal mucosa
• Plaques bleed if removed with a tongue
depressor
Tonsilitis Bakterial
• GABHS
– most common and important pathogen
causing acute bacterial pharyngotonsillitis
– most commonly presents in children aged
5–6
– characterized by fever, dry sore throat,
cervical adenopathy, dysphagia, otalgia
(referred pain from n.IX) and odynophagia.
The tonsils and pharyngeal mucosa are
erythematous and may be covered with
purulent exudate; the tongue may also
become red ("strawberry tongue")
– Bentuk detritus:
• Jelas  tonsilitis folikularis
• Bercak detritus menjadi satu, membentuk alur 
tonsilitis lakunaris
• Melebar membentuk pseudomembrane
BACK
Patients with all four
of the classic
symptoms of Group
A Streptococcal
pharyngitis:
1.pharyngeal or
tonsillar exudate
2.swollen anterior
cervical nodes
3.a history of a fever
greater than 38°C
4.absence of cough
 a 44% chance
that they will not
have Group A
Streptococcal
pharyngitis.
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Tonsilitis difteri
• Disebabkan oleh bakteri gram
positif Corynebacterium
diphteriae.
• Gejala: kenaikan suhu
subfebris, nyeri kepala, tidak
nafsu makan, badan lemah,
nadi lambat serta keluhan nyeri
menelan.
• Pemeriksaan fisik: Tonsil
membengkak ditutupi bercak
putih kotor yang melekat erat
dengan dasarnya, mudah
berdarah, infeksi yang menjalar
ke kelenjar limfe bull neck (+)
• Terapi
• Anti difteri serum 20.000-
100.000 unit
• Antibiotik Penicillin atau
Eritromisin 25-50 mg/kg
dibagi 3 dosis selama 14 hari
• Kortikosteroid 1,2 mg/kgbb/
hari
• Pengobatan simptomatis
(antipiretik)
• Isolasi dan tirah baring
selama 2-3 minggu
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Tonsilitis kronis
• Defined by persistent sore
throat, anorexia, dysphagia,
and pharyngotonsillar
erythema.
• It is also characterized by the
presence of malodorous
tonsillar concretions and the
enlargement of jugulodigastric
lymph nodes.
• The organisms involved are
usually both aerobic and
anaerobic mixed flora, with a
predominance of streptococci.
• Pada tonsilitis kronis,
permukaan tonsil tampak
tidak rata, tampak pelebaran
kripta, dan beberapa kripta
dapat terisi oleh detritus.
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Grading
Grading disusun berdasarkan rasio tonsil terhadap jarak antar arcus palatoglosus.
Grading pembesaran tonsil adalah:
©Bimbel UKDI MANTAP
Tonsillectomy Indications
Absolute
• Enlarged tonsils that cause upper
airway obstruction, severe
dysphagia, sleep disorders, or
cardiopulmonary complications
• Peritonsillar abscess that is
unresponsive to medical
management and drainage
documented by surgeon, unless
surgery is performed during acute
stage
• Tonsillitis resulting in febrile
convulsions
• Tonsils requiring biopsy to define
tissue pathology
Relative
• Three or more tonsil infections per
year despite adequate medical
therapy
• Persistent foul taste or breath due to
chronic tonsillitis that is not
responsive to medical therapy
• Chronic or recurrent tonsillitis in a
streptococcal carrier not responding
to beta-lactamase-resistant
antibiotics
• Unilateral tonsil hypertrophy that is
presumed to be neoplastic
Tonsillectomy Contraindications
• Bleeding diathesis
• Poor anesthetic risk or uncontrolled medical illness
• Anemia
• Acute infection
Infiltrat Peritonsil
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Infiltrat peritonsil merupakan satu tahap sebelum terjadinya abses. Namun pada infiltrate
jumlah pus belum banyak dan terlokalisir sehingga tidak ditemukan fluktuasi.
Komplikasi dari tonsilitis yang tidak diobati dengan sempurna.
Pada daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar sehingga
bisa terjadi penjalaran pus.
Keluhan: nyeri menelan, trismus, hipersalivasi.
Pada pemeriksaan fisik terlihat: palatum mole membengkak dan uvula bergeser
Terapi: antibiotik, obat kumur dan obat simptomatik.
Kumpulan pus di belakang tonsil palatina. Nama lain dari abses ini adalah
abses quinsy
SIMPTOM SIGN
Demam Palatum molle
edematous, hiperemis;
deviasi uvula ke sisi
kontralateral;
pembesaran tonsil
Malaise Trismus
Nyeri tengorrokan
(lebih pada satu sisi)
Drooling
Dysphagia Hot potato voice
Otalgia (ipsilateral Halitosis
Cervical lymphadenitis
Abses Peritonsiler
DIAGNOSIS
• Dibuat melalu anamnesis dan
pemeriksaan fisik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Aspirasi dengan jarum – pus
mengkonfirmasi diagnosis
• Intraoral USG – cellulitis VS abses
(Steyer, 2002)
• Suspek penyebaran infeksi selain
peritonsiler / komplikasi leher lateral =
CT/MRI diindikasi
Abses Peritonsiler
Pasien dengan PTA dextra
Tonsil displaced ke inferior dan
medial + deviasi kontralateral
uvula (Gallioto, 2008)
TATALAKSANA
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Abses Peritonsiler
Drainage Antibiotics
Supportive
(hydration dan
kontrol nyeri)
• Pilihan Antibiotik
©Bimbel UKDI MANTAP
Acute Pharyngitis
• Pain in throat
• Dysphagia
• Headache
• Malaise
• High fever
• Pharynx shows erythema, exudate
Clinical
Manifestation
Viral (most
common)
Bacterial Fungal Miscellaneous
▪ Rhinoviruses
▪ Influenza
▪ Parainfluenza
▪ Measles
▪ Chickenpox
▪ Coxsackie virus
▪ Herpes simplex
▪ Infectious
Mononucleosis
▪ Cytomegalovirus
▪ Streptococcus
(Group A, beta
hemolyticus)
▪ Diphtheria
▪ Gonococcus
▪ Candida
albicans
▪ Chlamydia
trachomatis
▪ Toxoplasmosis
(parasitic, rare)
ETIOLOGY
©Bimbel UKDI MANTAP
Acute Pharyngitis
Investigation :
Culture of throat swab
• Diagnosis of bacterial pharyngitis
• Can detect 90% of Group A
Streptococci
**Failure to get any bacterial growth
suggests a viral aetiology
Causes Drugs
Streptococcal
pharyngitis (Group A,
Beta Haemolyticus)
Penicilin G,
Erythromycin
Diphtheria Diphtheria antitoxin
and
penicillin/erythromycin
Gonococcal pharyngitis Conventional dose of
penicillin or
tetracycline
Candida infection Nystatin
Chlamydia trachomatis
infection
Erythromycin or
Sulphonamides
Chronic Pharyngitis
Symptoms :
• Discomfort or pain in the throat
- especially in the morning
• Foreign body sensation in throat
- has constant desire to swallow or clear his throat to get rid of ‘foreign body’
• Tiredness of voice
- cannot speak for long, voice lose quality and may crack
• Cough
- tendency to cough as throat is irritable
• Chronic inflammatory condition of the pharynx
• Pathologically:
Hypertrophy of mucosa, seromucinous glands, subepithelial lymphoid
follicles and muscular coat of pharynx
• Two types :
1. Chronic Catarral Pharyngitis
2. Chronic Granular Pharyngitis
Chronic Pharyngitis
ETIOLOGY
Persistent infection in
the neighbourhood
Mouth breathing
Chronic irritants
Environmental
pollution
Faulty voice
production
Ch. Rhinitis , Ch. Sinusitis,
Ch.Tonsillitis & Dental sepsis
Excessive smoking, chewing
tobacco, heavy drinking, highly
spiced food
Smoky or dusty
environment or irritant
industrial fumes
Excessive use of voice or faulty
voice production where a
person resorts to constant
throat clearing
Chronic Pharyngitis
Chronic Catarrhal Pharyngitis Chronic Hypertrophic
(Granular) Pharyngitis
• Congestion of posterior
pharyngeal wall
• Engorgement of vessels
• Thickened faucial pillars
• Increased mucus secretion
which cover pharyngeal
mucosa
• Pharyngeal wall appears
thick and oedematous
with congested mucosa
and dilated vessels
• Post pharyngeal wall may
be studded with reddish
nodules
• Lateral pharyngeal bands
became hypertrophied
• Uvula may be elongated
and appears oedematous Granular pharyngitis :
Reddish nodules on the
posterior pharyngeal wall
Chronic catarrhal pharyngitis
• Infeksi ruang submandibula
• Ditandai dengan pembengkakan
(edema) pada bagian bawah ruang
submandibular yang mencakup
jaringan yang menutupi otot2 antara
laring dan dasar mulut.
• Peradangan  kekerasan berlebihan
jar. dasar mulut  mendorong lidah ke
atas dan belakang  obstruksi jalan
napas
• Penyebab:
– Infeksi gigi molar, premolar
– Tindik lidah  peradangan kelenjar
limfe servikal
• Gejala:
• Demam
• Nyeri tenggorokan
• Pembengkakan
• Drooling
• Trismus
• Terjadi secara bilateral
BACK
Angina Ludwig
Laryngopharyngeal Reflux (LPR)
Laryngopharyngeal reflux (LPR) is the retrograde
movement of gastric contents (acid and enzymes such as
pepsin) into the laryngopharynx leading to symptoms
referable to the larynx/hypopharynx
GERD involves lower esophageal sphincter dysfunction
LPR involves both upper and lower esophageal sphincter
dysfunction
Until recently, LPR often considered to be under-
diagnosed/under-treated
Koufman (1991, 2000) reports
• LPR present in 4-10% of attendees of otolaryngology clinic (Koufman, 1991)
• LPR present in 55% of patients with hoarseness (Koufman, 2000)
Clinical
Manifestation
• Dysphonia or
hoarseness
• Cough
• Globus
• Throat clearing
• Dysphagia
Laryngopharyngeal Reflux (LPR)
REFLUX SYMPTOM INDEX (RSI)
A score > 13 indicates LPR
Laryngopharyngeal Reflux (LPR)
REFLUX FINDING SCORE(RFS)
A score > 7 indicates LPR
GERD vs LPR
GERD LPR
Heartburn and/or regurgitation YES NO (minimal)
Hoarseness, dysphagia, globus,
throat clearing, cough etc
NO YES
Endoscopic esophagitis YES NO
Laryngeal inflammation NO YES
Reflux on supine (nocturnal) YES Sometimes
Reflux on upright (awake) Sometimes YES
Clinical Management LPR
©Bimbel UKDI MANTAP
Laryngitis
BACK
Inflammation of the larynx
Causes:
•Most commonly due to to a viral infection (viral
laryngitis).
•Coughing-induced laryngitis may also occur in
bronchitis, pneumonia, influenza, pertussis, measles,
and diphtheria.
•Excessive use of the voice (especially with loud
speaking or singing)
•Allergic reactions
•Gastroesophageal reflux
•Bulimia
•Inhalation of irritating substances (eg, cigarette
smoke or certain aerosolized drugs) can cause acute
or chronic laryngitis.
•Drugs can induce laryngeal edema, for example, as a
side effect of ACE inhibitors.
•Bacterial laryngitis is extremely rare.
Sign and Symptoms
• An unnatural change of voice is usually
the most prominent symptom.
• Volume is typically greatly decreased
(sometimes aphonia)
• Hoarseness
• A sensation of tickling, rawness, and a
constant urge to clear the throat may
occur.
• Symptoms vary with the severity of the
inflammation.
• Fever, malaise, dysphagia, and throat
pain may occur in more severe infections.
• Laryngeal edema, although rare, may
cause stridor and dyspnea.
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Laryngitis
Diagnosis
• Clinical evaluation
• Sometimes direct or indirect laryngoscopy
• Diagnosis is based on symptoms.
• Indirect or direct flexible laryngoscopy is
recommended for symptoms
persisting > 3 wk
• Findings include mild to marked
erythema of the mucous membrane,
which may also be edematous.
• With reflux, there is swelling of the
inner lining of the larynx and redness of
the vocal cords that extends above and
below the edges of the back part of the
cords. If a pseudomembrane is present,
diphtheria is suspected.
Treatment
• Symptomatic treatment (eg, cough
suppressants, voice rest, steam
inhalations)
• No specific treatment is available for viral
laryngitis.
• Cough suppressants, voice rest, and steam
inhalations relieve symptoms and
promote resolution of acute laryngitis.
• Smoking cessation and treatment of acute
or chronic bronchitis may relieve
laryngitis.
• Depending on the presumed cause,
specific treatments to control
gastroesophageal reflux, bulimia, or drug-
induced laryngitis may be beneficial.
Laringomalasia
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Laringomalasia adalah kelainan kongenital dimana kartilago epiglotis lemah
Kelemahan epiglotis akan menyebabkan penyumbatan saluran pernafasan nafas
berbunyi/stridor terutama saat berbaring, no feeding intolerance, biasanya remisi usia 2
tahun
Pada pemeriksaan dapat terlihat laring berbentuk omega
Bila sumbatan semakin hebat maka dapat dilakukan intubasi
Epiglotitis akut
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Akibat Hib
Onset rapid, sorethroat,
odynophagia/dysphagia, muffled voice/hot
potato voice, adanya preceeding ISPA
Tripod position, drolling, stridor (late
finding), cervical adenopathy
X ray : thumb sign
Nodul Pita Suara/Vocal nodule
©Bimbel UKDI MANTAP
Kelainan ini biasanya disebabkan oleh penggunaan suara
dalam waktu lama, mis. pada seorang guru, penyanyi
dan sebagainaya.
Keluhan: suara parau, batuk.
Pemeriksaan fisik: nodul pita suara, sebesar kacang hijau
berwarna keputihan. Predileksi di sepertiga anterior pita
suara dan sepertiga medial. Nodul biasanya bilateral.
Pengobatan:
• Istirahat bicara dan voice therapy.
• Bedah mikro - dilakukan bila dicurigai adanya keganasan atau
lesi fibrotik
©Bimbel UKDI MANTAP
1
2 3
Massa lain pada pita suara
• Polip pita suara (1): lesi
bertangkai pada seprtiga
anterior, sepertiga tengah atau
seluruh pita suara. Pasien biasa
mengeluhkan suara parau.
• Keganasan laring (2): Keganasan
pada daerah laring, faktor risiko
berupa perokok, peminum
alkohol dan terpajan sinar
radioaktif.
• Kista pita suara (3): kista retensi
kelenjar minor laring, terbentuk
akibat tersumbatnya kelenjar
tersebut Faktor risiko: iritasi
kronis, GERD dan infeksi.
©Bimbel UKDI MANTAP
4
5
Massa lain pada pita suara
• Granuloma pita suara (4): Akibat
iritasi pada laring (vocal abuse,
reflux disease, intubasi).
Predileksi pada posterior plica
vocalis. Lebih besar dari nodul.
• Papilloma laring (5): Akibat
infeksi virus HPV subtipe 6 dan
11. Pertumbuhan massa
raspberry like. Terjadi pada epitel
plica vocalis.
Achalasia
• Achalasia is an uncommon
swallowing disorder
• Affects about 1 in every
100,000 people.
• The major symptom of
achalasia is usually difficulty
with swallowing.
• Most people are diagnosed
between the ages of 25 and
60 years.
• Although the condition
cannot be cured, the
symptoms can usually be
controlled with treatment.
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Achalasia
ACHALASIA CAUSE
• In achalasia, nerve cells in the
esophagus degenerate for reasons that
are not known. The loss of nerve cells in
the esophagus causes two major
problems that interfere with swallowing
• The muscles that line the esophagus do
not contract normally
• The lower esophageal sphincter (LES)
fails to relax normally with swallowing.
Instead, the LES muscle continues to
squeeze the end of the esophagus
• Over time, the esophagus above the
persistently contracted LES dilates, and
large volumes of food and saliva can
accumulate in the dilated esophagus.
SYMPTOMS
• The most common symptom of
achalasia is difficulty swallowing.
• Patients experience the sensation
that swallowed material, both solids
and liquids, gets stuck in the chest.
• This problem often begins slowly and
progresses gradually.
• Other symptoms can include chest
pain, regurgitation of swallowed food
and liquid, heartburn, difficulty
burping, a sensation of fullness or a
lump in the throat, hiccups, and
weight loss
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
X-ray: Bird beak sign or Rat
tail Sign
Achalasia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Esophageal manometry (aka esophageal
motility study) measures changes in pressures
within the esophagus that are caused by the
contraction of the esophageal muscles.
• The test typically reveals three abnormalities in
people with achalasia:
• high pressure in the LES at rest,
• failure of the LES to relax after swallowing, and
• an absence of useful (peristaltic) contractions
in the lower esophagus
• X ray : Bird beak sign or Rat tail Sign
Malignancy in ENT
History Physical Exam. Diagnosis Treatment
Elderly with history of
smoking, preservative
food. Tinnitus, otalgia
epistaxis, diplopia,
neuralgia trigeminal.
Neck Mass : metastasis limfonodi
inferior angulus mandibula dan
jugularis superior
Nose Symptoms : Epistaksis,
nose obstruction
Ear Symptoms : Tinnitus, otalgia,
CHL
Others : Headache, cranial nerve
paralysis
KNF Radiotherapy,
chemoradiatio
n, surgery.
BACK
Karsinoma Nasofaring
Karsinoma Nasofaring
History Physical Exam. Diagnosis Treatment
Male, young adult, with
recurrent epistaxis.
Anterior rhinoscopy: red
shiny/bluish mass. No lymph
nodes enlargement.
Juvenile
angiofibroma
Surgery
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
©Bimbel UKDI MANTAP BACK
Juvenile Nasopharyngeal
Angiofibroma
AIRWAY OBSTRUCTION
BACK
Airway Obstruction Noises Associated
©Bimbel UKDI MANTAP
Noises Definition
Stridor A harsh, high pitched noise occurring commonly
on inspiration caused by turbulent flow in the
upper airway is suggestive of an upper airway
obstruction.
Snoring Occurs when the pharynx is partially obstructed
by the soft palate or tongue.
Gurgling Occurs due to secretions or fluid (e.g. vomit) in
the upper airway.
Expiratory wheezes Suggestive of obstruction of lower airways.
Hoarseness Hoarseness is an abnormal deep, harsh voice
generally caused by irritation of, or injury to, the
vocal cords.
©Bimbel UKDI MANTAP
Jac
Severity of Airway Obstruction
Jackson Classification Clinical Manifestation
Jackson I
(Patient Calm)
No cyanosis
Inspiratory Stridor
Suprasternal retraction
Jackson II
(Patient Discomfort)
Mild cyanosis
Inspiratory Stridor
Suprasternal & Substernal retraction
Jackson III
(Patient Dyspnea)
Cyanosis
Inspiratory & Expiratory Stridor
Suprasternal, Substernal, & Intercostal retraction
Jackson IV
(Patient Apathy)
Cyanosis and Apathy
Inspiratory & Expiratory Stridor
Suprasternal, Substernal, & Intercostal retraction
BACK
TERIMA KASIH

More Related Content

Similar to Belajar THT.pdf

Otitis_Eksterna_Maligna_Cecilia_b23_ppt.pptx
Otitis_Eksterna_Maligna_Cecilia_b23_ppt.pptxOtitis_Eksterna_Maligna_Cecilia_b23_ppt.pptx
Otitis_Eksterna_Maligna_Cecilia_b23_ppt.pptx
jonathan9410
 
2B kelompok 8 otitis.pptx igknbhubkkbgfgjjbn
2B kelompok 8 otitis.pptx igknbhubkkbgfgjjbn2B kelompok 8 otitis.pptx igknbhubkkbgfgjjbn
2B kelompok 8 otitis.pptx igknbhubkkbgfgjjbn
sonyaawitan
 
OMA OMSK
OMA OMSKOMA OMSK
Abses peritonsilar
Abses peritonsilarAbses peritonsilar
Abses peritonsilar
Zarah Dzulhijjah
 
THT referat hubungan deviasi septum nasi dengan faktor resiko rinosinusitis
THT referat hubungan deviasi septum nasi dengan faktor resiko rinosinusitisTHT referat hubungan deviasi septum nasi dengan faktor resiko rinosinusitis
THT referat hubungan deviasi septum nasi dengan faktor resiko rinosinusitis
ssuser1723a4
 
CASE REPORT THT
CASE REPORT THT CASE REPORT THT
CASE REPORT THT
RahayuNovianti1
 
Peradangan telinga tengah
Peradangan telinga tengahPeradangan telinga tengah
Peradangan telinga tengahYohanita Tengku
 
fdokumen.com_otitis-media-5927fcffbc568.ppt
fdokumen.com_otitis-media-5927fcffbc568.pptfdokumen.com_otitis-media-5927fcffbc568.ppt
fdokumen.com_otitis-media-5927fcffbc568.ppt
RandiDoank2
 
Klp cerdas
Klp cerdasKlp cerdas
Klp cerdas
astisauna
 
otitis Media Akut.pptx
otitis Media Akut.pptxotitis Media Akut.pptx
otitis Media Akut.pptx
MuhammadFikiFauzan
 
THT Bimbingan [Autosaved].pptx
THT Bimbingan [Autosaved].pptxTHT Bimbingan [Autosaved].pptx
THT Bimbingan [Autosaved].pptx
LettaCoffee
 
CBD OMSK Maligna
CBD OMSK MalignaCBD OMSK Maligna
CBD OMSK Maligna
CoassTHT
 
GANGGUAN PENDENGARAN.ppt
GANGGUAN PENDENGARAN.pptGANGGUAN PENDENGARAN.ppt
GANGGUAN PENDENGARAN.ppt
PrazhCzar
 
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada otitis eksterna atau furunkel  AKPER PEMKAB MUNA Askep pada otitis eksterna atau furunkel  AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 

Similar to Belajar THT.pdf (20)

Otitis_Eksterna_Maligna_Cecilia_b23_ppt.pptx
Otitis_Eksterna_Maligna_Cecilia_b23_ppt.pptxOtitis_Eksterna_Maligna_Cecilia_b23_ppt.pptx
Otitis_Eksterna_Maligna_Cecilia_b23_ppt.pptx
 
Anis furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Anis furunkel AKPER PEMKAB MUNAAnis furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Anis furunkel AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep serumen
Askep serumenAskep serumen
Askep serumen
 
2B kelompok 8 otitis.pptx igknbhubkkbgfgjjbn
2B kelompok 8 otitis.pptx igknbhubkkbgfgjjbn2B kelompok 8 otitis.pptx igknbhubkkbgfgjjbn
2B kelompok 8 otitis.pptx igknbhubkkbgfgjjbn
 
OMA OMSK
OMA OMSKOMA OMSK
OMA OMSK
 
Abses peritonsilar
Abses peritonsilarAbses peritonsilar
Abses peritonsilar
 
THT referat hubungan deviasi septum nasi dengan faktor resiko rinosinusitis
THT referat hubungan deviasi septum nasi dengan faktor resiko rinosinusitisTHT referat hubungan deviasi septum nasi dengan faktor resiko rinosinusitis
THT referat hubungan deviasi septum nasi dengan faktor resiko rinosinusitis
 
CASE REPORT THT
CASE REPORT THT CASE REPORT THT
CASE REPORT THT
 
Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA
Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA
Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA
Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA
Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA
 
Peradangan telinga tengah
Peradangan telinga tengahPeradangan telinga tengah
Peradangan telinga tengah
 
fdokumen.com_otitis-media-5927fcffbc568.ppt
fdokumen.com_otitis-media-5927fcffbc568.pptfdokumen.com_otitis-media-5927fcffbc568.ppt
fdokumen.com_otitis-media-5927fcffbc568.ppt
 
Klp cerdas
Klp cerdasKlp cerdas
Klp cerdas
 
otitis Media Akut.pptx
otitis Media Akut.pptxotitis Media Akut.pptx
otitis Media Akut.pptx
 
Askep pada otitis eksterna atau furunkel
Askep pada otitis eksterna atau furunkelAskep pada otitis eksterna atau furunkel
Askep pada otitis eksterna atau furunkel
 
THT Bimbingan [Autosaved].pptx
THT Bimbingan [Autosaved].pptxTHT Bimbingan [Autosaved].pptx
THT Bimbingan [Autosaved].pptx
 
CBD OMSK Maligna
CBD OMSK MalignaCBD OMSK Maligna
CBD OMSK Maligna
 
GANGGUAN PENDENGARAN.ppt
GANGGUAN PENDENGARAN.pptGANGGUAN PENDENGARAN.ppt
GANGGUAN PENDENGARAN.ppt
 
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada otitis eksterna atau furunkel  AKPER PEMKAB MUNA Askep pada otitis eksterna atau furunkel  AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
 

Recently uploaded

PERSENTASI AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pptx
PERSENTASI AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pptxPERSENTASI AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pptx
PERSENTASI AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pptx
TeukuEriSyahputra
 
Penjelasan tentang Tahapan Sinkro PMM.pptx
Penjelasan tentang Tahapan Sinkro PMM.pptxPenjelasan tentang Tahapan Sinkro PMM.pptx
Penjelasan tentang Tahapan Sinkro PMM.pptx
GuneriHollyIrda
 
CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...
CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...
CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...
VenyHandayani2
 
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdfObservasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
andikuswandi67
 
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
arianferdana
 
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdfPPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
SdyokoSusanto1
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
DataSupriatna
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
Kanaidi ken
 
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptxRefleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
SholahuddinAslam
 
Visi Misi SDN 2 Krenceng dalam Observasi Kepala Sekolah
Visi Misi SDN 2 Krenceng dalam Observasi Kepala SekolahVisi Misi SDN 2 Krenceng dalam Observasi Kepala Sekolah
Visi Misi SDN 2 Krenceng dalam Observasi Kepala Sekolah
kusnen59
 
Modul ajar logaritma matematika kelas X SMK
Modul ajar logaritma matematika kelas X SMKModul ajar logaritma matematika kelas X SMK
Modul ajar logaritma matematika kelas X SMK
WinaldiSatria
 
penjelasan tentang tugas dan wewenang pkd
penjelasan tentang tugas dan wewenang pkdpenjelasan tentang tugas dan wewenang pkd
penjelasan tentang tugas dan wewenang pkd
jaya35ml2
 
ALur Tujuan Pembelajaran Materi IPA Kelas VII (1).pptx
ALur Tujuan Pembelajaran Materi IPA  Kelas VII (1).pptxALur Tujuan Pembelajaran Materi IPA  Kelas VII (1).pptx
ALur Tujuan Pembelajaran Materi IPA Kelas VII (1).pptx
rusinaharva1
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
setiatinambunan
 
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdfRANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
junarpudin36
 
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdfPPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
safitriana935
 
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
PreddySilitonga
 
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawasuntuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
TEDYHARTO1
 
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakatPPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
jodikurniawan341
 
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
ozijaya
 

Recently uploaded (20)

PERSENTASI AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pptx
PERSENTASI AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pptxPERSENTASI AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pptx
PERSENTASI AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pptx
 
Penjelasan tentang Tahapan Sinkro PMM.pptx
Penjelasan tentang Tahapan Sinkro PMM.pptxPenjelasan tentang Tahapan Sinkro PMM.pptx
Penjelasan tentang Tahapan Sinkro PMM.pptx
 
CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...
CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...
CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...
 
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdfObservasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
 
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
 
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdfPPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
 
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptxRefleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
 
Visi Misi SDN 2 Krenceng dalam Observasi Kepala Sekolah
Visi Misi SDN 2 Krenceng dalam Observasi Kepala SekolahVisi Misi SDN 2 Krenceng dalam Observasi Kepala Sekolah
Visi Misi SDN 2 Krenceng dalam Observasi Kepala Sekolah
 
Modul ajar logaritma matematika kelas X SMK
Modul ajar logaritma matematika kelas X SMKModul ajar logaritma matematika kelas X SMK
Modul ajar logaritma matematika kelas X SMK
 
penjelasan tentang tugas dan wewenang pkd
penjelasan tentang tugas dan wewenang pkdpenjelasan tentang tugas dan wewenang pkd
penjelasan tentang tugas dan wewenang pkd
 
ALur Tujuan Pembelajaran Materi IPA Kelas VII (1).pptx
ALur Tujuan Pembelajaran Materi IPA  Kelas VII (1).pptxALur Tujuan Pembelajaran Materi IPA  Kelas VII (1).pptx
ALur Tujuan Pembelajaran Materi IPA Kelas VII (1).pptx
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
 
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdfRANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
 
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdfPPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
 
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
ATP Kimia Fase E Kelas X bisa deigunakan ditahun ajaran 2024/2025
 
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawasuntuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
 
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakatPPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
 
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
 

Belajar THT.pdf

  • 2. Imaging in Otorhinolaryngology Radiography of Sinus Paranasal • Waters View • Schedel View • Caldwell View • Submentovertical View Radiography of Temporal Bone • Schuller • Stenver • Towne Sumber : K. J. Lee: Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery (IIIrd Ed)
  • 3. Waters View • Proyeksi terbaik untuk sinus maksilaris • Dapat memperlihatkan sinus sphenoid dan septumnya jika dilakukan dengan membuka mulut Radiography of Sinus Paranasal
  • 4. Schedel View • Foto cranium AP dan lateral • Dapat memperlihatkan semua sinus paranasal • Pada proyeksi lateral terbaik untuk sinus sphenoid Radiography of Sinus Paranasal
  • 5. Caldwell View • Terbaik untuk memperlihatkan sinus frontalis • Beberapa struktur maxillofasial seperti maxilla, mandibula, sutura zygomaticofrontal, dan zygoma Radiography of Sinus Paranasal
  • 6. Submentovertical View • Sinar x ray melalui basis cranii • Dapat berguna untuk mengevaluasi kelainan di sinus sphenoid Radiography of Sinus Paranasal
  • 7. Radiography of Temporal Bone Towne View • Memperlihatkan struktur apex petrosus, canalis auditorius internus, eminensia arcuata, antrum et processus mastoid • Dipakai pada evaluasi kondisi apical petrositis, acoustic neuroma dan cerebellopontine angle tumor
  • 8. Radiography of Temporal Bone Stenvers View • Memperlihatkan sebagian mastoid dan telinga dalam (vestibulum, cochlea, canalis semicircularis) • Eksposur ringan akan memperlihatkan struktur mastoid • Eksposur berat memperlihatkan apex petrosus
  • 9. Radiography of Temporal Bone Schuller View • Proyeksi lateral dari mastoid dengan angulasi 30 derajat cephalocaudal • Memperlihatkan sebagian besar mastoid dan telinga tengah • Pada evaluasi OMSK, Schuller lebih unggul dibandingkan Stenver dalam menilai kolesteatom
  • 11. OTITIS EKSTERNA Otitis Eksterna Furunkulosa (Sirkumskripta) • Penyebab: Staph. Aureus, Staph. Albus. • Terletak di folikel rambut atau gld.sebasea yang tersumbat. • Hanya terjadi di 1/3 ext canal (part kartilaginosa) • TRAUMA ABRASION / MACERATION  STAPHY. SP (DM)  INFECTION  SPONTANEUS / RECURRENCY Otitis eksterna difusa (swimmer’s ear) • Penyebab: Pseudomonas (usually), Staph albus, E. Coli. • Mengenai seluruh CAE, menyebabkan penyempitan kanal • Manipulasi liang telinga  hilangnya lapisan lemak muara kelenjar terbuka  resorbsi cairan dari luar  oedem  sekresi kelenjar sebacea & sudorifera   permukaan kulit kering  rasa gatal pada liang telinga  ingin menggaruk & laserasi kulit  mempermudah invasi kuman (Mawson 1974 )
  • 12.
  • 13. Terapi OE Furunkulosa/Sirkumskripta Difusa Otitis eksterna sirkumskripta pada stadium infiltrat diberikan salep ikhtiol atau antibiotik dalam bentuk salep seperti polymixin B atau basitrasin. (PPM Puskesmas) Pada otitis eksterna difus dengan memasukkan tampon yang mengandung antibiotik ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit yang meradang. Pilihan antibiotika yang dipakai adalah campuran polimiksin B, neomisin, hidrokortison dan anestesi topikal. (PPM Puskesmas) Kebanyakan furunkel direabsorpsi secara spontan, namun jika dalam 24-48 jam bisulnya belum pecah maka dilakukan insisi dan drainase Sistemik : Antibiotika diberikan dengan pertimbangan infeksi yang cukup berat. Diberikan pada orang dewasa ampisillin 250 mg qid, eritromisin 250 qid. Anak-anak diberikan dosis 40-50 mg per kg BB. Topical antibiotics usually contains boric or acetic acid to decrease pH of the canal neomycin, actives againts gram negative bacteria ex: Proteus sp., Klebsiella sp., and E.coli. polymyxin B or E, active againts Pseudomonas sp., E. coli, and Klebsiella sp. gentamicin, actives againts Pseudomonas sp. newer quinolon preparations of ciprofloxacin and ofloxacin appear to equally efficacious in controlling acute otitis externa
  • 14. Malignant Otitis Eksterna (Necrotizing OE) • Merupakan komplikasi Otitis eksterna bakterial  infeksi menginvasi lebih dalam mengenai katilago, jaringan lunak dan tulang  Selulitis, chondritis, dan osteomyelitis • Sering terjadi pada penderita diabetes, usia tua atau imunokompromised • 95% kasus disebabkan oleh P.aeruginosa • Dapat mengenai saraf kranial terutama nervus VII meskipun dapat juga mengenai nervus kranial yang lain kecuali nervus I, III, IV • Kematian  jika terjadi trombosis sinus lateralis BACK • Manifestasi Klinis: – Severe otalgia extend to temporomandibular joint  pain at chewing – Purulent otorrhea – Cranial nerve paralysis, most often facial nerve paralysis • Terapi: antibiotik dan debridement agresive – For adults, ciprofloxacin (400 mg intravenously [IV] every 8 hours; 750 mg orally every 12 hours) remains the antibiotic of choice
  • 15. Keratosis Obturans Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. BACK Penumpukan epitel skuamous dalam jumlah besar yang susah di keluarkan Sering terjadi pada usia muda Akibat kegagalan migrasi sel epitel ke arah luar Menyebabkan erosi tulang sirkumferensial Manifestasi Klinis: tuli konduktif, nyeri, liang telinga lebih luas, sekret telinga berkurang Tx: aural drops, campuran dari alkohol/ gliserin dalam H2O2, 3x seminggu
  • 16. Miringitis Bulosa BACK Infeksi pada membran timpani terkait dengan kejadian OMA, yang dikarakteristikkan dengan onset cepat, nyeri sekali, dan ukuran bula yang bervariasi pada membran timpani dan struktur tulang sekitar kanalis Terjadi pada 5% kasus OMA anak usia di bawah 2 tahun Penyebab: virus, Mycoplasma, dan bakteria Bula  cairan serosa dan hemoragic Tx: Sama dengan terapi OMA tanpa disertai bullae
  • 17. Herpes Zooster Oticus ©Bimbel UKDI MANTAP BACK The virus stays dormant in the sensory ganglia (geniculate ganglion) & reactivates under conditions of decreased immune competence. The virus causes blisters on the auricle, the EAC, even on the lateral surface of the tympanic membrane. Involvement of the facial & cochleovestibular nerves  facial palsy, with or without hearing loss & dizziness  Ramsay Hunt syndrome. Mostly self-limiting. Pharmacologic Treatment • Acyclovir 5x800mg 7-10 hari • Valacyclovir 3x1000mg 7hari
  • 18. Cellulitis & Erysipelas of the Auricle CELLULITIS • Penyebab: Staphylococcus or Streptococcus, Pseudomonas (jarang). • Involves the deeper dermis and subcutaneous fat • Clinical manifestation : Skin erythema, edema, warmth • Faktor resiko : Infeksi bakteri aurikula  abrasi, laserasi atau ear piercing • Pilihan antibiotik : Amoxicillin, Clindamycin, Cefadroxil, Dicloxacillin ERYSIPELAS • Penyebab: group A β-hemolytic Streptococcus • Erysipelas has more distinctive anatomic features than cellulitis; erysipelas lesions are raised above the level of surrounding skin, and there is a clear line of demarcation between involved and uninvolved tissue • Pilihan antibiotik : Penicillin, Amoxicillin, Erythromycin
  • 19. Perichondritis & Chondritis ©Bimbel UKDI MANTAP BACK Perichondritis / chondritis  a bacterial infection of perichondrium or cartilage of the auricle. Etiologi: inadequately treated auricular cellulitis, acute otitis externa, accidental or surgical trauma, or multiple ear piercing in the scapha. Sign: painful, red, swollen & drains serous - purulent exudates. Extend to the surrounding soft tissues of the face & neck. Usually ear lobe still intact (uninvolved) The most common pathogen: Pseudomonas sp.
  • 20. Auricular Hematoma • Etiologi: Trauma langsung pada auricula anterior dan merupakan cedera fasial yang sering terutama pada pegulat. • Trauma mengakibatkan terlepasnya perikondrium dan kartilagonya • Hal ini mengakibatkan pecahnya pembuluh darah perikondrium dan terbentuknya hematoma • Komplikasi : Terkumpulnya darah di subperichondrial menstimulus timbulnya kartilago baru yang asimetris akibat proses fibrosis (Cauliflower ear)
  • 21. Pseudokista Terdapat benjolan didaun telinga yang disebabkan oleh adanya kumpulan cairan kekuningan diantara lapisan perikondrium dan tulang rawan telinga Manifestasi Klinis : • Biasanya asymptomatic • Rasa tidak nyaman • Tidak ada atau minimal tanda inflamasi Diagnosis didasarkan pada temuan klinis dan tidak adanya bukti infeksi Terapi : Insisi drainase diikuti pressure dressing atau compression suture therapy
  • 22. Ear wax  mixture of secretions of the ceruminose & pilosebaseus glands, squames of epithelium, dust & other foreign debris located in the cartilaginous portion of the ears canal. Faktor Risiko • 1. Dermatitis kronik liang telinga luar • 2. Liang telinga sempit • 3. Produksi serumen banyak dan kering • 4. Adanya benda asing di liang telinga • 5. Kebiasaan mengorek telinga Tanda dan Gejala: • Hearing impairment (deafness)  CHL • Earache • Reflex cough • Fullness in the ear • Tinitus – vertigo Cerumen Prop
  • 23. Penatalaksanaan • Menghindari membersihkan telinga secara berlebihan • Menghindari memasukkan air atau apapun ke dalam telinga • Serumen yang lembek, dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas. • Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.Apabila dengan cara ini • Serumen tidak dapat dikeluarkan, maka serumen harus dilunakkan lebih dahulu dengan tetes karbogliserin 10% selama 3 hari. • Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong kedalam liang telinga sehingga dikuatirkan menimbulkan trauma pada membran timpani sewaktu mengeluarkannya, dikeluarkan dengan mengalirkan (irigasi) air hangat yang suhunya disesuaikan dengan suhu tubuh. Indikasi untuk mengeluarkan serumen • Sulit untuk melakukan evaluasi membran timpani • Otitis eksterna • Oklusi serumen dan bagian dari terapi tuli konduktif. Kontraindikasi dilakukannya irigasi adalah adanya perforasi membran timpani. Bila terdapat keluhan tinitus, serumen yang sangat keras dan pasien yang tidak kooperatif merupakan kontraindikasi dari suction Serumen dianjurkan dikeluarkan setiap 6-12 bulan sekali
  • 24. Prosedur Tindakan Benda Asing Telinga • Untuk melihat CAE lebih jelas dan lebih lurus, pegang pinna dengan satu tangan dan tarik ke belakang dan ke atas pada orang dewasa dan ditarik kebawah pada infant. • Pada kebanyakan kasus, benda asing di CAE yang masih baru, dilakukan ekstraksi dalam anestesi lokal. • Pada kasus-kasus benda asing yang tertanam dalam CAE - Benda asing tidak dikeluarkan dengan kasar/keras karena dapat menyebabkan kerusakan permukaan epitel CAE. - Ekstraksi benda asing dapat dilakukan dengan alat pengait berlubang - Apabila terdapat eritema atau eskoriasi yang luas setelah ekstraksi benda asing, digunakan antibiotic tetes telinga dan gunakan tampon antibiotik, untuk mengurangi stenosis. • Pada kasus-kasus benda asing yang tidak tertanam dalam CAE : - Apabila pasien tersebut anak-anak : selama prosedur anak dalam pangkuan orang dewasa. - Alat pengait kecil merupakan alat terbaik untuk ektraksi benda asing. - Taruhlah alat pengait di belakang benda asing, diputar dan secara gentle ditarik keluar. • Pada kasus benda asing berupa serangga : - Ditetesi alkohol, khloroform, atau minyak mineral supaya serangga tidak banyak bergerak sekaligus untuk lubrifikasi dinding kanalis. - Ekstraksi dapat dengan mudah dikeluarkan dengan memegang serangga menggunakan forceps alligator.
  • 25. Overview • Otitis Eksterna yang disebabkan oleh jamur • Mikosis pembengkakan,  pengelupasan epitel superfisial  penumpukan debris yang berbentuk hifa, disertai suppurasi, dan nyeri Gejala • Gatal • Otalgia dan otorrhea sebagai gejala yang paling banyak dijumpai, • Kurangnya pendengaran, • Rasa penuh pada telinga Faktor Resiko • Cuaca yang lembab, • Ketiadaan serumen, • Instrumentasi pada telinga, • Olah raga air • Status pasien yang immunocompromised , • Peningkatan pemakaian preparat steroid dan antibiotik topikal. Otomycosis Aspergillus niger: Newspaper mass like appearance Candida sp : Cotton wool appearance
  • 26. Pemeriksaan penunjang • Preparat langsung : • skuama dari kerokan kulit liang telinga diperiksa dengan KOH 10 %  hifa-hifa lebar, berseptum, dan dapat ditemukan spora-spora kecil. • Pembiakan : • Skuama dibiakkan pada media Agar Saboraud, dan dieramkan pada suhu kamar. Koloni akan tumbuh dalam satu minggu. Manajemen • Ear toilet • Obat anti jamur topikal • Nystatin  efektif untuk Candida sp. • Miconazole  efektif utk Aspergillus sp. • Asam asetat 2 % dalam alkohol  sebagai keratolytic • Jaga telinga tetap kering dan cegah manuver2 pada telinga 1. P Hueso Gutirrez, S Jimenez Alvarez, E Gil-carcedo Sanudo, et al. (2005). Presumed diagnosis : Otomycosis. A study of 451 patients. Acta Otorinolaringol Esp, 56, 181-186.
  • 27. Adanya lubang kecil di depan auricula (crux helix) • Akibat tidak tertutupnya sulcus brachialis II  lubang yang berlanjut sebagai saluran pendek/panjang, dpt sampai kavitas tympani atau faring, dibatasi epitel sehingga dari lubang dapat keluar hasil deskuamasi epitel • Bila lubang tetap terbuka  tidak ada gangguan Bila lubang tertutup  kista atau abses • Pembengkakan hiperemis, purulent Pemeriksaan radiologik : Fistulografi Bila terjadi abses, incisi pada lubang, rekurensi tinggi, sehingga harus ekstirpasi. Preaurikular fistule
  • 28. OTITIS MEDIA BACK The presence of inflammation in the middle ear accompanied by the rapid onset of signs and symptoms of an ear infection BACK
  • 30. Acute : <3 minggu Subacute : 3 minggu – 2 bulan Chronic > 2 bulan BACK OTITIS MEDIA AKUT
  • 31. Stadium Oklusi Stadium Hiperemis / Presupuratif Stadium Supuratif Stadium Perforasi Stadium Resolusi Patofisiologi Fungsi tuba terganggu, terbentuk tekanan negatif di telinga tengah, memicu terjadinya efusi dan retraksi membran timpani Patogen masuk ke telinga tengah, terjadi respon inflamasi di telinga tengah Pus yang terbentuk di telinga tengah semakin banyak sehingga tekanan di telinga tengah meningkat Tekanan semakin meningkat mengakibatkan rupturnya membran timpani Fase penyembuhan, penutupan kembali membran timpani Symptoms • Penurunan pendengaran • Sensasi penuh di telinga • Tidak ada demam • Nyeri telinga • Penurunan pendengaran • Demam tinggi • Nyeri telinga semakin memberat • Anak anak: semakin rewel • Demam • Nyeri telinga berkurang • Anak-anak : lebih tenang • Demam berkurang • Keluar cairan dari telinga • Cairan dari telinga berkurang • Penurunan pendengaran Signs • Membran timpani retraksi, tampak suram • Tes penala : Tuli konduktif Membran timpani tampak hiperemis dan kongesti Membran timpani tampak menonjol (bulging) dan hiperemis • Membran timpani tampak perforasi • Tampak discharge dari telinga tengah • Edem mukosa berkurang • Discharge berkurang • Perforasi semakin menutup
  • 32. Stadium Oklusi Stadium Hiperemis / Presupuratif Stadium Supuratif Stadium Perforasi Stadium Resolusi Terapi Perbaiki fungsi tuba : tetes hidung HCl efedrin 0,5-1% (atau oksimetazolin 0,025 – 0,05%) Antibiotik 10 -14 hari: Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x sehari atau Amoksisilin: Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x sehari atau Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x sehari Miringotomi (kasus rujukan) dan pemberian antibiotik. Antibiotik yang diberikan: Amoxyciline Erythromycine Cotrimoxazole • Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari • Antibiotik adekuat yang tidak ototoksik seperti ofloxacin tetes telinga sampai 3 minggu Sekret tenang  observasi
  • 33. Pengobatan Operatif 1. Myringotomy – Insisi kecil melubangi gendang telinga – Fungsi: mengeluarkan cairan dari telinga dalam dan menghilangkan rasa sakit. – Lokasi insisi di kuadran posterior inferior (Buku Ajar THT FK UI) – Indications : • Suppurative stage: extreme pain, bulging • Impending intracranial complications • Perforated AOM with insufficient drainage • Secretory AOM • Hemotimpanum • Unresolutive AOM (Bhargava, 2002) ©Bimbel UKDI MANTAP OTITIS MEDIA AKUT
  • 34. 2. Pemasangan Tube Ventilasi (Grommet’s tube) • Tube ventilasi ini dipasang sifatnya sementara, berlangsung 6 hingga 12 bulan di dalam telinga hingga infeksi telinga bagian tengah membaik dan sampai tuba Eustachi kembali normal. 3. Terapi pembedahan (operatif)  faktor predisposisi (+) - mungkin dibutuhkan adenoidektomi, tonsilektomi dan mencuci (membersihkan) sinus maksillaris ©Bimbel UKDI MANTAP OTITIS MEDIA AKUT
  • 35. Komplikasi Intra-temporal complications: • Mastoiditis • Petrositis • Labyrinthitis • Facial nerve paralysis Intra-cranial complications: • extradural abscess • brain abscess • subdural abscess • sigmoid sinus thrombophlebitis • otic hydrocephalus • meningitis BACK OTITIS MEDIA AKUT
  • 36. Petrositis Inflammation of pneumatized spaces of petrous portion of temporal bone Gradenigo Syndrome (Apical Petrositis) • Lateral rectus palsy (N.abducens palsy) • Otorrhea • Retroorbital, facial pain or headache (Vth cranial nerve irritation)
  • 37. Mastoiditis Inflammation of the mastoid air cells of the temporal bone Acute mastoiditis • associated with AOM. Chronic mastoiditis • most commonly associated with Chronic suppurative otitis media (OMSK) and particularly with cholesteatoma formation Sign and Symptoms • Fever, otalgia, pain behind ear, swelling, redness, ear discharge Abses Mastoid
  • 38. Abses Bezold • Terjadi penjebolan nanah pada ujung bawah dinding medial mastoid • Abses didalam M.Sternocleidomastoideus sehingga terdorong keluar Abses Citelli • Abses terbentuk dibelakang mastoid sampai ke os occipital Abses Luc (Meatal) • Pus menjebol dinding antara antrum dan meatus acusticus externa • Pus tampak di CAE
  • 39. Labyrinthitis BACK Labyrinthitis is an inflammatory disorder of the inner ear, or labyrinth Etiology • Viral • Prenatal : Rubella, CMV • Postnatal : Mumps, measles, varicella zooster • Bacterial • Potential consequence of meningitis or otitis media. Labyrinthitis is the most common complication of otitis media, accounting for 32% Clinical Presentation • Vertigo • Hearing loss, • Otitis media-induced labyrinthitis: mixed hearing loss • Viral labyrinthitis : SNHL • Tinnitus • Fever • Otalgia • Facial weakness
  • 40. Otitis Media Efusi Definisi •Otitis Media Efusi adalah terdapatnya cairan di telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala dari infeksi akut (AAO 2016) Etiologi •Infeksi saluran napas atas •Spontan karena buruknya fungsi tuba (alergi, barotrauma) •Sekuel dari OMA
  • 41. Biasanya OMSK akibat campuran bakteri aerob dan anaerob: Aerobic: Pseudomonas aeruginosa, Staph. aureus and epidermidis, proteus species, klebsiella, and E. coli Anaerobic: prevotella and porphyromonas, anaerobic Streptococci, Bacteroides fragilis. P aeruginosa is the most commonly recovered organism from the chronically draining ear. Various researchers over the past few decades have recovered pseudomonads from 48-98% of patients with CSOM. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) BACK Radang kronis telinga tengah dengan perforasi membrane timpani dan riwayat keluarnya secret dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terus- menerus atau hilang timbul. Secret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah OMSK : OMA + Perforasi memb. tympani > 2 bulan OMSA : OMA + Perforasi memb. tympani < 2 bulan
  • 42. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) Faktor- faktor yang menyebabkan OMSA menjadi OMSK: • Terapi terlambat diberikan • Terapi tidak adekuat • Virulensi kuman tinggi, infeksi persisten • Daya tahan tubuh pasien rendah, gizi kurang • Higiene buruk • Gangguan fungsi tubuh oleh ISPA, obstruksi parsial/total → retraksi membrane timpani • Perforasi membrane telinga persisten • Aerasi telinga tengah/mastoid yang mengalami obstruksi • Skuestri atau osteomyelitis • Alergi • ISPA dengan sepsis atau obstruksi (adenoid, tonsillitis kronis, sinusitis)
  • 43. Patophysiology BACK Ekstrinsik, intrinsik gangguan fungsi tuba obstruksi retraksi membrane timpani tekanan negative resorbsi udara transudat jika ada infeksi menjadi eksudat perforasi OMSA jika ada faktor risiko, berlangsung lebih dari 2 bulan OMSK Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
  • 44. BACK Safe Dangerous/Unsafe Perforasi Central Attic or marginal Discharge Frekuensi Mukus Bau tidak enak Warna Berdarah Volume Hubungan dengan URTI Intermiten Mukopurulen/purulen +/- Putih/kekuningan Jarang Banyak ↑ Kontinu Selalu purulent + Kekningan/kecoklatan/kehijauan Bisa ada darah Sedikit Tidak berpengaruh Polyp Jarang Sering Kolesteatoma Sangat jarang Hampir selalu ada Tuli Konduksi – ringan sampai sedang Konduksi atau mix – Ringan sampai berat Complication Sangat jarang Sering Radiograph mastoid Seluler or sklerotik Sklerotik with erosi
  • 45. Prinsip Terapi • OMSK benigna : konservatif atau medikamentosa – Sekret aktif : • Aural toilet H2O2 3% selama 3-5 hari. • Setelah berkurang tetesi antibiotik lokal yang non ototoksik maksimal 2 minggu. • Berikan pula antibiotik oral golongan penisilin, ampisilin, eritromisin sebelum hasil tes resistensi diterima – Sekret tenang: • Observasi selama 2 bulan • Bila membran timpani belum menutup, dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti • OMSK maligna : pembedahan – Mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti – Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, dilakukan insisi abses sebelum mastoidektomi – Terapi medikamentosa hanyalah sementara sebelum pembedahan (BUKU AJAR THT FK UI) Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
  • 46. Timpanosclerosis ©Bimbel UKDI MANTAP BACK Timpanosklerosis merupakan sebuah kelainan proses penyembuhan dimana terjadi penumpukan jaringan ikat kolagen pada telinga tengah (terutama pada membran timpani). Timpanosklerosis juga dapat disertai dengan kalsifikasi pada tulang-tulang pendengaran  memperburuk penghantaran suara. Penyebab timpanosklerosis dapat berupa proses penyembuhan OMSK atau OME kronis yang tidak sempurna, komplikasi dari operasi telinga dan pemasangan grommet tube. Gejala dan tanda klinis • Penurunan pendengaran konduktif • Riwayat infeksi telinga berulang, tindakan invasif pada membran timpani, atau trauma telinga • Membran timpani terlihat berwarna putih, dengan plak sklerotik menyerupai kapur Terapi • Tymphanoplasty dan ossicular reconstruction
  • 47. Clinically, myringosclerotic lesions are seen as whitish, sclerotic plaques (chalk patches) in the tympanic membrane (TM) Timpanosclerosis
  • 48. Otosclerosis ©Bimbel UKDI MANTAP BACK Otosklerosis merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami spongiosis di daerah kaki stapes sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat menghantarkan getaran suara ke labirin dengan baik Terjadi bilateral, perempuan lebih sering, usia 11-45 tahun Penyebab belum dapat dipastikan, beberapa faktor yang mempengaruhi faktor keturunan dan gangguan sirkulasi pada stapes Gejala dan tanda klinis • Penurunan pendengaran progresif • Tinnitus dan Vertigo • Membran timpani kemerahan akibat pelebaran pembuluh darah pada promontorium (Schwarte’s sign) • Pasien merasa pendengaran lebih baik pada ruang bising (Paracusis Willisi) Terapi • Stapedektomi, stapes diganti bahan prostesa • Pemberian Alat Bantu Dengar (ABD)
  • 50. Aerotitis (Barotrauma) BACK Disebabkan perubahan tekanan telinga tengah menjadi negatif dalam waktu cepat Mukosa tuba bersifat one way ball valve Saat take off  tekanan telinga tengah > lingkungan luar  masih dapat terkompensasi dengan absorpsi udara oleh mukosa telinga tengah Saat landing  tekanan telinga tengah < lingkungan luar  Retraksi membran timpani & resiko hemotympanum dan efusi Pencegahan: • Preflight dose of a 12 hour vasoconstricting nasal spray like oxymetazoline • Oral decongestant • Gum chewing while landing
  • 51. Pemeriksaan Pendengaran Objektif • Audiometri Impedans • OAE (Otoacoustic Emission) • BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) Subjektif • Tes Bisik • Tes Garpu Tala • Audiometri Nada Murni • Audiometri Nada Tutur 1. Sound resources  receiver organ 2. Physical energy conversion  nerve impuls 3. Nerve impuls  hearing cortex BACK
  • 52. Tes Pendengaran Objektif Audiometri Impedans • Terdiri dari pemeriksaan fungsi 3 komponen : Timpanometri, Refleks stapedius, Tuba Eustachius OAE (Otoacoustic Emissions) • Tes ini mendeteksi getaran yang dihasilkan oleh sel rambut luar saat distimulus oleh suara • Sering dipakai untuk screening pendengaran pada bayi baru lahir BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry • Menggunakan elektroda yang dipasang di kepala, tes ini mendeteksi fungsi koklea dan jalur sensoris di otak (brain pathway) • Pasien diperiksa saat sedang tenang atau tidur • Dapat digunakan juga untuk screening bayi baru lahir
  • 53. Pemeriksaan Pendengaran Tes Bisik (Whispered Voice Test) Tes Garputala Audiometri Nada Murni (Pure tone audiometry) Audiometri Nada Tutur (Speech audiometry) BACK Suara berbisik, setengah ekspirasi, pemeriksa mengucapkan materi tes. Telinga tidak diperiksa ditutup & pasien tidak melihat bibir pemeriksa (pemeriksa berdiri sekitar 0.6m dibelakang pasien) Syarat : 1. Ruangan cukup sepi, kebisingan maksimal 40 dB. 2. Ruangan cukup lebar, jarak 6 meter. 3. Materi tes disiapkan, diusahakan memakai perkataan yang digunakan sehari-hari. 4. Pemeriksa harus terlatih mengucapkan materi tes. Tes Pendengaran Subjektif
  • 54. Pemeriksaan Pendengaran Tes Bisik (Whispered Voice Test) Tes Garputala Audiometri Nada Murni (Pure tone audiometry) Audiometri Nada Tutur (Speech audiometry) BACK TES RINNE TES WEBER TES SCHWABACH Garpu tala 512 HZ!!! Tes Pendengaran Subjektif
  • 55. TES RINNE WEBER SCHWABACH TUJUAN AC VS BC BC Ka VS Ki BC Px VS Pasn ©Bimbel UKDI MANTAP
  • 56. Pemeriksaan Pendengaran Tes Bisik (Whispered Voice Test) Tes Garputala Audiometri Nada Murni (Pure tone audiometry) Audiometri Nada Tutur (Speech audiometry) BACK Tes Pendengaran Subjektif
  • 57. Audiogram • Tinta merah untuk telinga kanan, dan tinta biru untuk telinga kiri • Hantaran udara (Air Conduction = AC) – Kanan = O – Kiri = X • Hantaran tulang (Bone Conduction = BC) – Kanan = C – Kiri = ‫כ‬ – Hantaran udara (AC) dihubungkan dengan garis lurus ( ) dengan menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri – Hantaran tulang (BC) dihubungkan dengan garis putus-putus ( - - - - - - - - ) dengan menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri Audiogram Normal (Telinga Kanan) : AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB AC dan BC berimpit, tidak ada air-bone gap ©Bimbel UKDI MANTAP
  • 58. Tuli Konduktif BC normal atau kurang dari 25 dB AC lebih dari 25 dB Antara AC dan BC terdapat air-bone gap Tuli sensori neural AC dan BC lebih dari 25 dB AC dan BC berimpit, tidak ada air- bone gap Tuli Campur BC lebih dari 25 dB AC lebih besar dari BC, terdapat air- bone gap Disebut terdapat air-bone gap apabila antara AC dan BC terdapat perbedaan lebih atau sama dengan 10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang berdekatan. ©Bimbel UKDI MANTAP
  • 59. Pemeriksaan Pendengaran Tes Bisik (Whispered Voice Test) Tes Garputala Audiometri Nada Murni (Pure tone audiometry) Audiometri Nada Tutur (Speech audiometry) BACK • Kata-kata  sumber bunyi • Kegunaan : 1. Mengetahui jenis & derajat ketulian 2. Mengetahui lokasi kerusakan rantai pendengaran 3. Mengetahui kenaikan ambang pendengaran post-timpanoplasti 4. Untuk pemilihan hearing aid • SRT Speech Reception Threshold  menirukan secara betul kata-kata yang disajikan sebanyak 50%. • SDS Speech Discrimination Score  Diperoleh dg ↑ intensitas antara 25 – 40 dB diatas titik SRT  menirukan jumlah kata disajikan antara 90 – 100%. Tes Pendengaran Subjektif
  • 60. PB List Speech Audiometry
  • 61. Tuli Sensorineural Koklea ©Bimbel UKDI MANTAP BACK PRESBIKUSIS •Tuli sensorineural •Usia > 65 tahun •Bilateral •Akibat proses degenerasi NOISE INDUCED HEARING LOSS •Akibat pajanan bising yang cukup keras dalam waktu yang cukup lama •Pemeriksaan audiometri nada murni didapat tuli sensori neural pada frekuensi 3000-6000 Hz, terberat pada 4000 Hz Gejala klinis • Penurunan pendengaran progresif, simetris • Tinnitus nada tinggi • Pasien dapat mendengar suara percakapan tetapi sulit memahaminya, terutama bila diucapkan dengan latar belakang bising (Cocktail party deafness) • Bila intensitas ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga (recruitment) Diagnosis • Tes penala didapat tuli sensorineural • Pemeriksaan audiometri nada murni didapat hasil tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris • Pemeriksaan audiometri nada tutur menunjukkan gangguan diskriminasi wicara (speech discrimination)
  • 62.
  • 63. Presbycusis ©Bimbel UKDI MANTAP BACK • Gradually slopping downward pattern
  • 64. Noise Induced Hearing Loss ©Bimbel UKDI MANTAP BACK • “Noise notch” at 4000 Hz
  • 65. Ototoxic Drug ©Bimbel UKDI MANTAP BACK Aminoglikosida (Streptomisin, Neomisin, Kanamisin Gentamisin) Eritromisin Loop Diuretic (Furosemide, bumetanide, ethycrinic acid) Anti inflamasi (Salisilat dan aspirin) Anti Malaria (Kina dan Klorokuin) Anti Tumor (Cisplatin Karboplatin) Kerusakan yang ditimbulkan • Degenerasi stria vaskularis Terjadi pada hampir semua obat ototoksik • Degenerasi sel epitel sensori pada organon corti dan labirin vestibular. Pada penggunaan aminoglikosida • Degenerasi sel ganglion Sekunder akibat degenerasi sel epitel sensori
  • 66. Vertigo Otologi •24-61% kasus •Benigna Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) •Meniere Desease •Parese N VIII Uni/bilateral •Otitis Media Neurologik •23-30% kasus •Gangguan serebrovaskuler batang otak/ serebelum •Ataksia karena neuropati •Gangguan visus •Gangguan serebelum •Gangguan sirkulasi LCS •Multiple sklerosis •Malformasi Chiari •Vertigo servikal Interna •+/- 33% karena gangguan kardio vaskuler •tekanan darah •Aritmia kordis •Penyakit koroner •Infeksi •< glikemia •Intoksikasi Obat: Nifedipin, Benzodiazepin, Xanax, Psikiatri •> 50% kasus •Klinik dan laboratorik : dbn •Depresi •Fobia •Anxietas •Psikosomatik Fisiologi •Melihat dari ketinggian BACK Vertigo adalah perasaan penderita merasa dirinya atau dunia berputar
  • 67. Jenis Vertigo Gejala Vertigo Perifer Vertigo Sentral Onset Mendadak Tersembunyi Intensitas Berat Ringan -Sedang Munculnya Episodik Konstan Durasi Singkat Panjang Eksaserbasi posisi Berat Ringan Nistagmus Horizontal atau torsional Vertikal, horizontal, torsional Romberg- test mata • Terbuka • Tertutup Normal Abnormal Abnormal Abnormal Gejala Neurologis Jarang Sering
  • 70. BPPV KRITERIA DIAGNOSIS BPPV: a. Recurrent vestibuler vertigo b. Duration of attack always < 1 minute c. Symptoms invariably provoked by the following changes of head position: - lying down or - turning over in the supine position - or at least 2 of the following manouvres: - reclining the head - rising up from supine position - bending forward d. Not attributable to another disorder (Brevern et al., 2007)
  • 71. Comparison of two pathophysiological theories for BPPV Theory Cupulolithiasis Canalithiasis Originator Schuknecht, 1969 Hall,et al.,1979 Location of lesion Posterior semicircular canal (PSC) PSC Proposed pathophysiology Cupulolithiasis (basophilic densities adhered to the PSC cupula) alter the specific gravity of the cupula making it sensitive to gravitational changes Canalith (free-floating psc endolympathic densities) create a hydrodynamic drag which displaces & stimulates the cupula Supportive evidence 1. Histological observation of cupular basophilic densities 2. Reports of positive responses to physical treatment inspired by this pathophysical theory 1. Operative observation of free- floating endolymphatic densities 2. Reports of positive responses to physical treatment inspired by this pathophysical theory (Velde, 1999) ©Bimbel UKDI MANTAP BPPV BPPV
  • 72. DIX-HALLPIKE MANEUVER ©Bimbel UKDI MANTAP D I A G N O S I S
  • 73. a. Reclined head hanging 45 degree turn b. Rotate 45 degrees contralateral c. Head and body rotated to 135 degrees from supine d. Keep head turn and to sitting e. Turn forward chin down 20 degrees EPLEY ©Bimbel UKDI MANTAP
  • 74. SEMONT BRANDT & DAROFF EXCERCISES ©Bimbel UKDI MANTAP
  • 75. Meniere disease Disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa pada koklea dan vestibulum Trias Meniere : • Vertigo (Periodik yang semakin mereda pada serangan berikutnya) • Tinnitus • Tuli sensorineural terutama nada rendah Px penunjang : Tes Gliserin  Pasien diberi minuman gliserin 1,2cc/kgBB setelah diperiksa tes kalori dan audiogram. Setelah 2 jam diperiksa ulang, bila menunjukan perbaikan bermakna menunjukan adanya hidrops endolimfa Terapi : Simtomatik vertigo, diuretik, pengaturan diet (hindari garam, coklat, kafein)
  • 76. Pengobatan simptomatik vertigo : • Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan pelepasan glutamat, menekan aktivitas NMDA spesial channel, bekerja langsung sebagai depresor labirin): Flunarisin (Sibelium) 3x 5-10 mg/hr • Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang inhibitory; monoaminergik dengan akibat inhibisi n. vestibualris) : Cinnarizine 3 x 25 mg/hr, Dimenhidrinat (Dramamine) 3 x 50 mg/hr. • Histamin Agonis (inhibisi neuron potisinaptik pada n. vestibularis lateralis) : Betahistine (Merislon) 3 x 8 mg. • Fenotiazine (pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di M. oblongata): Chlorpromazine (largaktil) : 3 x 25 mg/hr • Benzodiazepine (Diazepam menurunkan resting activity neuron pada n. vestibutaris) 3 x 2-5 mg/hr • Antiepileptik : Carbamazepine (Tegretol) 3 x 200 mg/hr, Fenitoin (Dilantin) 3 x 100 mg (bila ada tanda kelainan epilepsi dan kelainan EEG) • Campuran obat-obat di atas. Pengobatan simptomatik otonom (mis. muntah) : • Metoclopramide (Primperan, Raclonid) 3 x 10 mg/hr Terapi Simptomatik Vertigo
  • 77. NOSE
  • 78. Rhinitis Alergi • Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik terkait. (Von Pirquet, 1986) • Kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinorea, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantai oleh IgE. (WHO ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma) tahun 2007) BACK
  • 79. BACK Dikategorikan berdasar munculnya gejala:  Seasonal Allergic Rhinitis (SAR)/hay fever, polinosis/rino konjungtivitis: gejalanya muncul krn trigger yang musiman, biasanya pada negara 4 musim. Alergen: serbuk sari, spora jamur  Perennial Allergic Rhinitis (PAR): gejala muncul hampir sepanjang tahun. Alergen yang sering inhalan (indoor atau outdoor) dan alergen ingestan
  • 80. • Serangan bersin berulang • Keluar ingus (rhinorrhea) encer dan banyak • Hidung tersumbat • Hidung dan mata yg gatal • Kadang2 disertai dengan lakrimasi • Riwayat alergi How to diagnose? Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang BACK
  • 81. Diagnostic of Allergic Rhinitis Symptoms suggestive of allergic rhinitis 2 or more of the following symptoms for >1 h on most days Watery rhinorhea Sneezing espicially paroxysmal Nasal Obstruction Nasal pruritus Conjunctivitis Classify and assess severity Symptoms usually not associated with allergic rhinitis Unilateral symptoms Nasal obstruction without other symptoms Mucopurulent rhinorhea Posterior rhinorhea with thick mucus and no anterior rhinorhea Pain Recurrent epistaxis Anosmia Refer the patient
  • 82. Etiologi Rhinitis Alergi • masuk bersama dengan udara pernapasan • misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel, dan bulu binatang serta jamur. Alergen inhalan • masuk ke saluran cerna berupa makanan seperti susu, telur, coklat, ikan, udang. Alergen ingestan • masuk melalui suntikan atau tusukan Alergen injektan • masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misal bahan kosmetik atau perhiasan Alergen kontaktan ©Bimbel UKDI MANTAP Rhinitis alergi merupakan reaksi alergi hipersensitivitas tipe 1 yang terjadi akibat paparan alergen. Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:
  • 83. Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang • Rhinoskopi anterior: mukosa edem, basah, livid, sekret encer yang banyak • Gejala spesifik pada anak: – Allergic shinner: stasis vena o/k obstruksi hidung – Allergic sallute: gerakan gosok hidung – Allergic crease: garis melintang dorsum nasi 1/3 bawah – Facies adenoid: karena mulut sering terbuka – Cobblestone appearance: dinding post faring granuler dan edema – Geographic tongue
  • 84. Allergic Shiner Cobblestone Appearance Allergic Salute Facies adenoid Geographic tongue Allergic Crease
  • 85. • berguna sebagai pelengkap. Jika ditemukan eosinofil meningkat, menunjukan kemungkinan alergen berasal dari alergen inhalan. Pemeriksaan sitologi hidung, • dapat normal atau meningkat Hitung eosinofil darah tepi, • dengan metode prist-paper radio immunosorbent test, RAST, atau ELISA. Pemeriksaan IgE total • uji intrakutan tunggal atau serial (Skin End-Point Titration/SET), uji cukit (prick test) • uji tempel (patch test). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungannya adalah selain menentukan alergen penyebab juga dapat menentukan derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi. Uji kulit BACK Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang
  • 86. BACK
  • 87. BACK Medikamentosa • - Cetirizine 10mg, 1x1 • - Loratadine 10mg, 1x1 1. H1-antagonist, generasi 2: • Nasal: Phenylephrine 0,5% 4x2 tetes/hari (max 3-4 hari) • Sistemik: Pseudoepehdrine 60mg, 2x1 2. Decongestant • - Fluticasone spray • - Mometasone spray 3. Steroid • - Zafirlukast 4. Leukotriene inhibitor
  • 88. Rhinitis non alergi Rinitis non alergi digunakan untuk semua penyakit hidung dengan gambaran obstruksi, hipersekresi dan hiperiritabel yang tidak mempunyai etiologi alergi dan bersifat kronik
  • 89. Rhinitis non alergi Rhinitis gustatory •Rhinitis terkait makanan. Minuman beralkohol dapat menyebabkan rinitis karena efek langsung dilatasi pembuluh darah hidung. Makanan yang pedas dapat mengakibatkan rinore profus melalui mekanisme vagal. Rhinitis hormonal •Penyebabnya meliputi hypotiroid (myxedema), naiknya hormon esterogen pada kehamilan, pemakaian kontrasepsi oral dan siklus menstruasi. •Estrogen terbukti meningkatkan asam hyaluronat yg membuat edema dan nasal congestion Rhinitis Medikamentosa •Rinitis karena obat dapat karena pemakaian obat sistemik dan topikal. •Pemakaian obat sistemik yang paling sering adalah obat antihipertensi seperti reserpin metildopa, beta bloker, ACE-I. •Obat-obat topikal adalah cocain, nasal dekongestan. Rhinitis vasomotor (idiopathic) • Keluhan utama pasien hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan tergantung posisi tidur pasien. Pada pagi hari saat bangun tidur, kondisi memburuk karena adanya perubahan suhu yang ekstrem, udara yang lembab, dan karena adanya asap rokok. • Dibagi menjadi tipe runner, sneezer, dan blocker Non-allergic rhinitis with eosinophilia (NARES) • Secara klinis sangat serupa dengan Rinitis alergi. • Gejalanya berupa rinore yang kronik, hidung gatal dan bersin. • Pada pemeriksaan swab mukosa hidung banyak eosinofil. Tes alergi hasilnya negatif. • Penyebabnya diduga berhubungan dengan intoleransi aspirin. Rhinitis Atrophy • Rinitis atropi atau rinitis sicca ditandai adanya atropi mukosa septum, konka, dinding lateral rongga hidung. • Rinitis atropi dg ozaena ditandai adanya krusta yg tebal berbau. Yang tanpa ozaena akan tampak mukosa atropi dfan kering
  • 90. BACK Rhinosinusitis • Sinus paranasal adalah ruang berisi udara di dalam cranium yang terhubung dengan cavitas nasal. • Rinosinusitis adalah peradangan simtomatis mukosa sinus paranasal & mukosa hidung (Clinical Practice Guideline Adult Sinusitis AAO 2015)
  • 91. Rhinosinusitis Akut ≤4 minggu S. Pneumonia (30-50%), H. Influenzae (20-40%), M. Catarrhalis Subakut 4-12 minggu Kronis ≥12 minggu S. Aureus (40%), P. Aeruginosa (10-25%), K. Pneumoniae, P. Mirabilis, Rekuren ≥4x/tahun, setiap episode ≥7-10 hari, ada periode sembuh sempurna Kronik eksaserbasi akut Perburukan RSK, namun kembali ke baseline setelah terapi ©Bimbel UKDI MANTAP
  • 92. BACK Patofisiologi Edema ostium KOM tersumbat dan cilia tidak dapat bergerak tekanan negatif transudasi serosa bisa self-limiting RSA non bakterial Bila menetap pertumbuhan bakteri RSA bakterial terapi antibiotik tidak berhasil inflamasi, hipoksia, bakteri anaerob, faktor predisposisi mukosa makin bengkak hipertrofi, polipoid, atau pembentukan polip dan kista Gangguan patensi ostium- ostium sinus dan mucociliary clearance
  • 93. BACK Acute Rhinosinusitis • Rinosinusitis akut ditegakan jika terdapat sekret nasal purulen yang disertai dengan obstruksi nasal, gejala nyeri/sensasi penuh pada wajah atau keduanya dalam kurun waktu 4 minggu
  • 94. BACK Chronic Rhinosinusitis • Dalam jangka waktu 12 minggu atau lebih terdapat 2 atau lebih tanda berikut – Discharge nasal purulen – Obstruksi nasal – Nyeri atau sensasi penuh di wajah – Menurunnya fungsi penghidu • DAN terdapat minimal satu dokumentasi tanda inflamasi dari pemeriksaan – Mucus purulen atau edema pada meatus media/regio ethmoid anterior – Polip di cavum nasi atau meatus media – Gambaran radiologis yang menunjukkan inflamasi dari sinus paranasal • - CT scan: mucosal thickening, bone changes, air-fluid levels • - Plain sinus Xray: air-fluid levels atau >5 mm opasifikasi pada ≥ 1 sinus
  • 97. Epistaksis Epistaksis anterior • Perdarahan dari arteri eithmoidalis anterior atau pleksus kisselbach • Biasanya diawali oleh trauma atau infeksi • Penanganan awal berupa penekanan digital selama 10- 15 menit. Jika perdarahan terlihat dapat dikauter • Jika masih berdarah dapat ditampon anterior 2x24 jam Epistaksis posterior • Perdarahan dimulai dari arteri ethmoidalis posterior atau arteri sphenopalatina • Mempengaruhi pasien dengan hipertensi atau arteriosklerosis • Terapi: aplikasi tampon belloq/posterior selama 2-3 hari. ©Bimbel UKDI MANTAP Buku ajar ilmu THTK&L FKUI edisi keenam
  • 100. Polip Hidung ©Bimbel UKDI MANTAP BACK Massa lunak dan berwarna putih/ keabu-abuan yang terdapat pada rongga hidung. Bertangkai dengan permukaan licin. Epidemiologi • Biasanya timbul di dewasa usia >20 thn dan lebih sering di usia > 40 thn • menyerang pria 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita Berasal dari kompleks ostio-meatal di meatus media dan sinus ethmoid Polip koana • tumbuh kearah belakang dan membesar di nasofaring • Berasal dari sinus maxillaris • Disebut juga polip antro-koana
  • 101. “Chronic inflammation causes a reactive hyperplasia of the intranasal mucosal membrane, which results in the formation of polyps. The precise mechanism of polyp formation is incompletely understood.” - ©Bimbel UKDI MANTAP BACK Etiologi Polip Hidung Inflamasi kronik : Sinusitis Kronis, Rhinitis allergi, Asma Fibrosis Kistik Predisposisi genetik Disfungsi saraf autonom Intoleransi alkohol Intoleransi aspirin Edema  Peningkatan tekanan cairan interstitial sehingga timbul edema mukosa hidung
  • 102. Anamnesis – Gejala Utama • Hidung tersumbat • Rinore (dari jernih sampai purulen) • Hiposmia / Anosmia • Nyeri pada hidung • Sakit kepala – Gejala Sekunder • Bernafas melalui mulut • Suara sengau • Halitosis • Gangguan tidur • Penurunan kualitas hidup ©Bimbel UKDI MANTAP BACK Polip Hidung Pemeriksaan Fisik • Rhinoskopi anterior  massa berwarna pucat, berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan Stadium polip(Mackay dan Lund ;1997) • Stadium 1 polip masih terbatas di meatus medius • Stadium 2  polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung • Stadium 3  polip yang masif Pemeriksaan Penunjang • Naso-Endoskopi • Foto polos SPN (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral) • CT Scan SPN
  • 103. • Medikamentosa – Kortikosteroid • Intranasal rather than oral corticosteroids should be used as first-line treatment. Multiple randomized trials have found that fluticasone (200 mcg bid), budesonide (200 mcg twice daily), and mometasone (280 mcg daily) are superior – Antileukotriene – Antiallergi – Daily lavage of the sinuses • Operasi – Indikasi: anak dengan multipel , benign polip nasi atau rhinosinustitis kronis yang tidak membaik dengan terapi medis maximum – Polipektomi • Etmoidektomi intranasal/ekstranasal  polip etmoid • Operasi Caldwell-Luc  sinus maxilla – ESS (Endoscopic sinus surgery) • Melebarkan celah di meatus media  rekurensi berkurang ©Bimbel UKDI MANTAP BACK Tatalaksana Polip Hidung
  • 104. Nasal Foreign Bodies • Intranasal foreign bodies (FBs) occur most commonly in young children and consist of a variety of inorganic and organic objects. ©Bimbel UKDI MANTAP
  • 105. Nasal Foreign Bodies CLINICAL MANIFESTATIONS • History of nasal FB insertion without symptoms (71 to 88 percent) • Unilateral mucopurulent nasal discharge (17 to 24 percent) • Foul odor (9 percent) • Epistaxis (3 to 6 percent) • Nasal obstruction (1 to 3 percent) • Mouth breathing (2 percent) ©Bimbel UKDI MANTAP
  • 106. THROAT
  • 107. ©Bimbel UKDI MANTAP Tonsilitis BACK Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin waldeyer Cincin waldeyer: • tonsil pharyngeal (adenoid) • tonsil palatina (faucial) • tonsil lingual (tonsil pangkal lidah) dan • tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/Gerlach’s tonsil) Rute penyebaran infeksi: airborne droplets, kontak langsung Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak
  • 108. Klasifikasi Tonsilitis Akut Viral Adenovirus, rhinovirus, reovirus, respiratory syncytial virus (RSV), and the influenza and parainfluenza virusesEpstein-Barr Virus, Hemofillus infulenza, Coxschakie Bakterial GABHS Other bacteria Treponema vincentii and Spirochaeta denticulata (Vincent angina), Corynebacterium diphtheriae, Fungal Candida albicans Rekuren akut Consider surgery 7 or more episodes of tonsillitis in 1 year 5 episodes/y for 2 consecutive years 3 episodes/y for 3 consecutive years Kronis ©Bimbel UKDI MANTAP BACK
  • 109. • penularan mikroorganisme melalui droplet  menginfiltrasi lapisan epitel jaringan tonsil  epitel terkikis  reaksi dari jaringan limfoid superfisial  reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear  terbentuk detritus (kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas)  mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning Tonsilitis akut • Jika proses radang ini berulang  epitel mukosa dan jaringan limfoid akan terkikis  jaringan parut pengerutan sehingga kripta tertarik dan melebar  drainase kripta menjadi kurang baik  retensi debris sel  menembus kapsul tonsi  perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Tonsilitis kronis ©Bimbel UKDI MANTAP BACK
  • 110. Tonsilitis Viral ©Bimbel UKDI MANTAP BACK Gejala yang tampak seperti common cold + nyeri tenggorok Demam, nyeri menelan, sakit tenggorokan, oropharynx hiperemis, biasanya tanpa eksudat Coxsackie virus result in herpangina, which presents as ulcerative vesicles over the tonsils, posterior pharynx, and palate Consider infectious mononucleosis due to EBV in an adolescent or younger child with acute tonsillitis, particularly when it is accompanied by tender cervical, axillary, and/or inguinal nodes; splenomegaly; severe lethargy and malaise; and low-grade fever. A gray membrane may cover tonsils that are inflamed from an EBV infection. This membrane can be removed without bleeding.
  • 111. Tonsilitis Fungal ©Bimbel UKDI MANTAP BACK Oropharyngeal candidiasis (thrush) often presents in • immunocompromised patients or • in patients who have undergone prolonged treatment with antibiotics. On exam: • White cottage-cheese-like plaques over the pharyngeal mucosa • Plaques bleed if removed with a tongue depressor
  • 112. Tonsilitis Bakterial • GABHS – most common and important pathogen causing acute bacterial pharyngotonsillitis – most commonly presents in children aged 5–6 – characterized by fever, dry sore throat, cervical adenopathy, dysphagia, otalgia (referred pain from n.IX) and odynophagia. The tonsils and pharyngeal mucosa are erythematous and may be covered with purulent exudate; the tongue may also become red ("strawberry tongue") – Bentuk detritus: • Jelas  tonsilitis folikularis • Bercak detritus menjadi satu, membentuk alur  tonsilitis lakunaris • Melebar membentuk pseudomembrane BACK
  • 113. Patients with all four of the classic symptoms of Group A Streptococcal pharyngitis: 1.pharyngeal or tonsillar exudate 2.swollen anterior cervical nodes 3.a history of a fever greater than 38°C 4.absence of cough  a 44% chance that they will not have Group A Streptococcal pharyngitis. ©Bimbel UKDI MANTAP BACK
  • 114.
  • 115. Tonsilitis difteri • Disebabkan oleh bakteri gram positif Corynebacterium diphteriae. • Gejala: kenaikan suhu subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan. • Pemeriksaan fisik: Tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang melekat erat dengan dasarnya, mudah berdarah, infeksi yang menjalar ke kelenjar limfe bull neck (+) • Terapi • Anti difteri serum 20.000- 100.000 unit • Antibiotik Penicillin atau Eritromisin 25-50 mg/kg dibagi 3 dosis selama 14 hari • Kortikosteroid 1,2 mg/kgbb/ hari • Pengobatan simptomatis (antipiretik) • Isolasi dan tirah baring selama 2-3 minggu ©Bimbel UKDI MANTAP BACK
  • 116. Tonsilitis kronis • Defined by persistent sore throat, anorexia, dysphagia, and pharyngotonsillar erythema. • It is also characterized by the presence of malodorous tonsillar concretions and the enlargement of jugulodigastric lymph nodes. • The organisms involved are usually both aerobic and anaerobic mixed flora, with a predominance of streptococci. • Pada tonsilitis kronis, permukaan tonsil tampak tidak rata, tampak pelebaran kripta, dan beberapa kripta dapat terisi oleh detritus. ©Bimbel UKDI MANTAP BACK
  • 117. Grading Grading disusun berdasarkan rasio tonsil terhadap jarak antar arcus palatoglosus. Grading pembesaran tonsil adalah: ©Bimbel UKDI MANTAP
  • 118. Tonsillectomy Indications Absolute • Enlarged tonsils that cause upper airway obstruction, severe dysphagia, sleep disorders, or cardiopulmonary complications • Peritonsillar abscess that is unresponsive to medical management and drainage documented by surgeon, unless surgery is performed during acute stage • Tonsillitis resulting in febrile convulsions • Tonsils requiring biopsy to define tissue pathology Relative • Three or more tonsil infections per year despite adequate medical therapy • Persistent foul taste or breath due to chronic tonsillitis that is not responsive to medical therapy • Chronic or recurrent tonsillitis in a streptococcal carrier not responding to beta-lactamase-resistant antibiotics • Unilateral tonsil hypertrophy that is presumed to be neoplastic Tonsillectomy Contraindications • Bleeding diathesis • Poor anesthetic risk or uncontrolled medical illness • Anemia • Acute infection
  • 119. Infiltrat Peritonsil ©Bimbel UKDI MANTAP BACK Infiltrat peritonsil merupakan satu tahap sebelum terjadinya abses. Namun pada infiltrate jumlah pus belum banyak dan terlokalisir sehingga tidak ditemukan fluktuasi. Komplikasi dari tonsilitis yang tidak diobati dengan sempurna. Pada daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar sehingga bisa terjadi penjalaran pus. Keluhan: nyeri menelan, trismus, hipersalivasi. Pada pemeriksaan fisik terlihat: palatum mole membengkak dan uvula bergeser Terapi: antibiotik, obat kumur dan obat simptomatik.
  • 120. Kumpulan pus di belakang tonsil palatina. Nama lain dari abses ini adalah abses quinsy SIMPTOM SIGN Demam Palatum molle edematous, hiperemis; deviasi uvula ke sisi kontralateral; pembesaran tonsil Malaise Trismus Nyeri tengorrokan (lebih pada satu sisi) Drooling Dysphagia Hot potato voice Otalgia (ipsilateral Halitosis Cervical lymphadenitis Abses Peritonsiler
  • 121. DIAGNOSIS • Dibuat melalu anamnesis dan pemeriksaan fisik PEMERIKSAAN PENUNJANG • Aspirasi dengan jarum – pus mengkonfirmasi diagnosis • Intraoral USG – cellulitis VS abses (Steyer, 2002) • Suspek penyebaran infeksi selain peritonsiler / komplikasi leher lateral = CT/MRI diindikasi Abses Peritonsiler Pasien dengan PTA dextra Tonsil displaced ke inferior dan medial + deviasi kontralateral uvula (Gallioto, 2008)
  • 122. TATALAKSANA ©Bimbel UKDI MANTAP BACK Abses Peritonsiler Drainage Antibiotics Supportive (hydration dan kontrol nyeri) • Pilihan Antibiotik
  • 123. ©Bimbel UKDI MANTAP Acute Pharyngitis • Pain in throat • Dysphagia • Headache • Malaise • High fever • Pharynx shows erythema, exudate Clinical Manifestation Viral (most common) Bacterial Fungal Miscellaneous ▪ Rhinoviruses ▪ Influenza ▪ Parainfluenza ▪ Measles ▪ Chickenpox ▪ Coxsackie virus ▪ Herpes simplex ▪ Infectious Mononucleosis ▪ Cytomegalovirus ▪ Streptococcus (Group A, beta hemolyticus) ▪ Diphtheria ▪ Gonococcus ▪ Candida albicans ▪ Chlamydia trachomatis ▪ Toxoplasmosis (parasitic, rare) ETIOLOGY
  • 124. ©Bimbel UKDI MANTAP Acute Pharyngitis Investigation : Culture of throat swab • Diagnosis of bacterial pharyngitis • Can detect 90% of Group A Streptococci **Failure to get any bacterial growth suggests a viral aetiology Causes Drugs Streptococcal pharyngitis (Group A, Beta Haemolyticus) Penicilin G, Erythromycin Diphtheria Diphtheria antitoxin and penicillin/erythromycin Gonococcal pharyngitis Conventional dose of penicillin or tetracycline Candida infection Nystatin Chlamydia trachomatis infection Erythromycin or Sulphonamides
  • 125. Chronic Pharyngitis Symptoms : • Discomfort or pain in the throat - especially in the morning • Foreign body sensation in throat - has constant desire to swallow or clear his throat to get rid of ‘foreign body’ • Tiredness of voice - cannot speak for long, voice lose quality and may crack • Cough - tendency to cough as throat is irritable • Chronic inflammatory condition of the pharynx • Pathologically: Hypertrophy of mucosa, seromucinous glands, subepithelial lymphoid follicles and muscular coat of pharynx • Two types : 1. Chronic Catarral Pharyngitis 2. Chronic Granular Pharyngitis
  • 126. Chronic Pharyngitis ETIOLOGY Persistent infection in the neighbourhood Mouth breathing Chronic irritants Environmental pollution Faulty voice production Ch. Rhinitis , Ch. Sinusitis, Ch.Tonsillitis & Dental sepsis Excessive smoking, chewing tobacco, heavy drinking, highly spiced food Smoky or dusty environment or irritant industrial fumes Excessive use of voice or faulty voice production where a person resorts to constant throat clearing
  • 127. Chronic Pharyngitis Chronic Catarrhal Pharyngitis Chronic Hypertrophic (Granular) Pharyngitis • Congestion of posterior pharyngeal wall • Engorgement of vessels • Thickened faucial pillars • Increased mucus secretion which cover pharyngeal mucosa • Pharyngeal wall appears thick and oedematous with congested mucosa and dilated vessels • Post pharyngeal wall may be studded with reddish nodules • Lateral pharyngeal bands became hypertrophied • Uvula may be elongated and appears oedematous Granular pharyngitis : Reddish nodules on the posterior pharyngeal wall Chronic catarrhal pharyngitis
  • 128. • Infeksi ruang submandibula • Ditandai dengan pembengkakan (edema) pada bagian bawah ruang submandibular yang mencakup jaringan yang menutupi otot2 antara laring dan dasar mulut. • Peradangan  kekerasan berlebihan jar. dasar mulut  mendorong lidah ke atas dan belakang  obstruksi jalan napas • Penyebab: – Infeksi gigi molar, premolar – Tindik lidah  peradangan kelenjar limfe servikal • Gejala: • Demam • Nyeri tenggorokan • Pembengkakan • Drooling • Trismus • Terjadi secara bilateral BACK Angina Ludwig
  • 129. Laryngopharyngeal Reflux (LPR) Laryngopharyngeal reflux (LPR) is the retrograde movement of gastric contents (acid and enzymes such as pepsin) into the laryngopharynx leading to symptoms referable to the larynx/hypopharynx GERD involves lower esophageal sphincter dysfunction LPR involves both upper and lower esophageal sphincter dysfunction Until recently, LPR often considered to be under- diagnosed/under-treated Koufman (1991, 2000) reports • LPR present in 4-10% of attendees of otolaryngology clinic (Koufman, 1991) • LPR present in 55% of patients with hoarseness (Koufman, 2000) Clinical Manifestation • Dysphonia or hoarseness • Cough • Globus • Throat clearing • Dysphagia
  • 130. Laryngopharyngeal Reflux (LPR) REFLUX SYMPTOM INDEX (RSI) A score > 13 indicates LPR
  • 131. Laryngopharyngeal Reflux (LPR) REFLUX FINDING SCORE(RFS) A score > 7 indicates LPR
  • 132. GERD vs LPR GERD LPR Heartburn and/or regurgitation YES NO (minimal) Hoarseness, dysphagia, globus, throat clearing, cough etc NO YES Endoscopic esophagitis YES NO Laryngeal inflammation NO YES Reflux on supine (nocturnal) YES Sometimes Reflux on upright (awake) Sometimes YES
  • 134. ©Bimbel UKDI MANTAP Laryngitis BACK Inflammation of the larynx Causes: •Most commonly due to to a viral infection (viral laryngitis). •Coughing-induced laryngitis may also occur in bronchitis, pneumonia, influenza, pertussis, measles, and diphtheria. •Excessive use of the voice (especially with loud speaking or singing) •Allergic reactions •Gastroesophageal reflux •Bulimia •Inhalation of irritating substances (eg, cigarette smoke or certain aerosolized drugs) can cause acute or chronic laryngitis. •Drugs can induce laryngeal edema, for example, as a side effect of ACE inhibitors. •Bacterial laryngitis is extremely rare. Sign and Symptoms • An unnatural change of voice is usually the most prominent symptom. • Volume is typically greatly decreased (sometimes aphonia) • Hoarseness • A sensation of tickling, rawness, and a constant urge to clear the throat may occur. • Symptoms vary with the severity of the inflammation. • Fever, malaise, dysphagia, and throat pain may occur in more severe infections. • Laryngeal edema, although rare, may cause stridor and dyspnea.
  • 135. ©Bimbel UKDI MANTAP BACK Laryngitis Diagnosis • Clinical evaluation • Sometimes direct or indirect laryngoscopy • Diagnosis is based on symptoms. • Indirect or direct flexible laryngoscopy is recommended for symptoms persisting > 3 wk • Findings include mild to marked erythema of the mucous membrane, which may also be edematous. • With reflux, there is swelling of the inner lining of the larynx and redness of the vocal cords that extends above and below the edges of the back part of the cords. If a pseudomembrane is present, diphtheria is suspected. Treatment • Symptomatic treatment (eg, cough suppressants, voice rest, steam inhalations) • No specific treatment is available for viral laryngitis. • Cough suppressants, voice rest, and steam inhalations relieve symptoms and promote resolution of acute laryngitis. • Smoking cessation and treatment of acute or chronic bronchitis may relieve laryngitis. • Depending on the presumed cause, specific treatments to control gastroesophageal reflux, bulimia, or drug- induced laryngitis may be beneficial.
  • 136. Laringomalasia ©Bimbel UKDI MANTAP BACK Laringomalasia adalah kelainan kongenital dimana kartilago epiglotis lemah Kelemahan epiglotis akan menyebabkan penyumbatan saluran pernafasan nafas berbunyi/stridor terutama saat berbaring, no feeding intolerance, biasanya remisi usia 2 tahun Pada pemeriksaan dapat terlihat laring berbentuk omega Bila sumbatan semakin hebat maka dapat dilakukan intubasi
  • 137. Epiglotitis akut ©Bimbel UKDI MANTAP BACK Akibat Hib Onset rapid, sorethroat, odynophagia/dysphagia, muffled voice/hot potato voice, adanya preceeding ISPA Tripod position, drolling, stridor (late finding), cervical adenopathy X ray : thumb sign
  • 138. Nodul Pita Suara/Vocal nodule ©Bimbel UKDI MANTAP Kelainan ini biasanya disebabkan oleh penggunaan suara dalam waktu lama, mis. pada seorang guru, penyanyi dan sebagainaya. Keluhan: suara parau, batuk. Pemeriksaan fisik: nodul pita suara, sebesar kacang hijau berwarna keputihan. Predileksi di sepertiga anterior pita suara dan sepertiga medial. Nodul biasanya bilateral. Pengobatan: • Istirahat bicara dan voice therapy. • Bedah mikro - dilakukan bila dicurigai adanya keganasan atau lesi fibrotik
  • 139. ©Bimbel UKDI MANTAP 1 2 3 Massa lain pada pita suara • Polip pita suara (1): lesi bertangkai pada seprtiga anterior, sepertiga tengah atau seluruh pita suara. Pasien biasa mengeluhkan suara parau. • Keganasan laring (2): Keganasan pada daerah laring, faktor risiko berupa perokok, peminum alkohol dan terpajan sinar radioaktif. • Kista pita suara (3): kista retensi kelenjar minor laring, terbentuk akibat tersumbatnya kelenjar tersebut Faktor risiko: iritasi kronis, GERD dan infeksi.
  • 140. ©Bimbel UKDI MANTAP 4 5 Massa lain pada pita suara • Granuloma pita suara (4): Akibat iritasi pada laring (vocal abuse, reflux disease, intubasi). Predileksi pada posterior plica vocalis. Lebih besar dari nodul. • Papilloma laring (5): Akibat infeksi virus HPV subtipe 6 dan 11. Pertumbuhan massa raspberry like. Terjadi pada epitel plica vocalis.
  • 141. Achalasia • Achalasia is an uncommon swallowing disorder • Affects about 1 in every 100,000 people. • The major symptom of achalasia is usually difficulty with swallowing. • Most people are diagnosed between the ages of 25 and 60 years. • Although the condition cannot be cured, the symptoms can usually be controlled with treatment. ©Bimbel UKDI MANTAP BACK
  • 142. ©Bimbel UKDI MANTAP BACK Achalasia ACHALASIA CAUSE • In achalasia, nerve cells in the esophagus degenerate for reasons that are not known. The loss of nerve cells in the esophagus causes two major problems that interfere with swallowing • The muscles that line the esophagus do not contract normally • The lower esophageal sphincter (LES) fails to relax normally with swallowing. Instead, the LES muscle continues to squeeze the end of the esophagus • Over time, the esophagus above the persistently contracted LES dilates, and large volumes of food and saliva can accumulate in the dilated esophagus. SYMPTOMS • The most common symptom of achalasia is difficulty swallowing. • Patients experience the sensation that swallowed material, both solids and liquids, gets stuck in the chest. • This problem often begins slowly and progresses gradually. • Other symptoms can include chest pain, regurgitation of swallowed food and liquid, heartburn, difficulty burping, a sensation of fullness or a lump in the throat, hiccups, and weight loss
  • 143. ©Bimbel UKDI MANTAP BACK X-ray: Bird beak sign or Rat tail Sign Achalasia PEMERIKSAAN PENUNJANG • Esophageal manometry (aka esophageal motility study) measures changes in pressures within the esophagus that are caused by the contraction of the esophageal muscles. • The test typically reveals three abnormalities in people with achalasia: • high pressure in the LES at rest, • failure of the LES to relax after swallowing, and • an absence of useful (peristaltic) contractions in the lower esophagus • X ray : Bird beak sign or Rat tail Sign
  • 145. History Physical Exam. Diagnosis Treatment Elderly with history of smoking, preservative food. Tinnitus, otalgia epistaxis, diplopia, neuralgia trigeminal. Neck Mass : metastasis limfonodi inferior angulus mandibula dan jugularis superior Nose Symptoms : Epistaksis, nose obstruction Ear Symptoms : Tinnitus, otalgia, CHL Others : Headache, cranial nerve paralysis KNF Radiotherapy, chemoradiatio n, surgery. BACK Karsinoma Nasofaring
  • 147. History Physical Exam. Diagnosis Treatment Male, young adult, with recurrent epistaxis. Anterior rhinoscopy: red shiny/bluish mass. No lymph nodes enlargement. Juvenile angiofibroma Surgery Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. ©Bimbel UKDI MANTAP BACK Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma
  • 149. Airway Obstruction Noises Associated ©Bimbel UKDI MANTAP Noises Definition Stridor A harsh, high pitched noise occurring commonly on inspiration caused by turbulent flow in the upper airway is suggestive of an upper airway obstruction. Snoring Occurs when the pharynx is partially obstructed by the soft palate or tongue. Gurgling Occurs due to secretions or fluid (e.g. vomit) in the upper airway. Expiratory wheezes Suggestive of obstruction of lower airways. Hoarseness Hoarseness is an abnormal deep, harsh voice generally caused by irritation of, or injury to, the vocal cords.
  • 151. Jac Severity of Airway Obstruction Jackson Classification Clinical Manifestation Jackson I (Patient Calm) No cyanosis Inspiratory Stridor Suprasternal retraction Jackson II (Patient Discomfort) Mild cyanosis Inspiratory Stridor Suprasternal & Substernal retraction Jackson III (Patient Dyspnea) Cyanosis Inspiratory & Expiratory Stridor Suprasternal, Substernal, & Intercostal retraction Jackson IV (Patient Apathy) Cyanosis and Apathy Inspiratory & Expiratory Stridor Suprasternal, Substernal, & Intercostal retraction
  • 152.