Radiografi merupakan teknik penting dalam pemeriksaan otorinolaringologi. Beberapa proyeksi radiografi yang dijelaskan dalam dokumen ini antara lain Waters View, Schedel View, Caldwell View, dan Submentovertical View untuk sinus paranasal, serta Towne, Stenvers, dan Schuller View untuk tulang temporal. Dokumen ini juga membahas berbagai kondisi klinis seperti otitis eksterna, selulitis telinga, dan penatalaksanaannya.
2. Imaging in Otorhinolaryngology
Radiography of
Sinus Paranasal
• Waters View
• Schedel View
• Caldwell View
• Submentovertical
View
Radiography of
Temporal Bone
• Schuller
• Stenver
• Towne
Sumber :
K. J. Lee: Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery (IIIrd Ed)
3. Waters View
• Proyeksi terbaik
untuk sinus
maksilaris
• Dapat
memperlihatkan
sinus sphenoid
dan septumnya
jika dilakukan
dengan
membuka
mulut
Radiography of Sinus
Paranasal
4. Schedel View
• Foto cranium AP
dan lateral
• Dapat
memperlihatkan
semua sinus
paranasal
• Pada proyeksi
lateral terbaik
untuk sinus
sphenoid
Radiography of Sinus
Paranasal
5. Caldwell View
• Terbaik untuk
memperlihatkan
sinus frontalis
• Beberapa struktur
maxillofasial
seperti maxilla,
mandibula, sutura
zygomaticofrontal,
dan zygoma
Radiography of Sinus
Paranasal
6. Submentovertical
View
• Sinar x ray
melalui basis
cranii
• Dapat berguna
untuk
mengevaluasi
kelainan di sinus
sphenoid
Radiography of Sinus
Paranasal
7. Radiography of Temporal
Bone
Towne View
• Memperlihatkan
struktur apex
petrosus, canalis
auditorius internus,
eminensia arcuata,
antrum et processus
mastoid
• Dipakai pada
evaluasi kondisi
apical petrositis,
acoustic neuroma
dan
cerebellopontine
angle tumor
8. Radiography of Temporal
Bone
Stenvers View
• Memperlihatkan
sebagian mastoid
dan telinga dalam
(vestibulum, cochlea,
canalis
semicircularis)
• Eksposur ringan akan
memperlihatkan
struktur mastoid
• Eksposur berat
memperlihatkan
apex petrosus
9. Radiography of Temporal
Bone
Schuller View
• Proyeksi lateral dari
mastoid dengan
angulasi 30 derajat
cephalocaudal
• Memperlihatkan
sebagian besar
mastoid dan telinga
tengah
• Pada evaluasi OMSK,
Schuller lebih unggul
dibandingkan Stenver
dalam menilai
kolesteatom
11. OTITIS EKSTERNA
Otitis Eksterna Furunkulosa (Sirkumskripta)
• Penyebab: Staph. Aureus, Staph. Albus.
• Terletak di folikel rambut atau gld.sebasea yang tersumbat.
• Hanya terjadi di 1/3 ext canal (part kartilaginosa)
• TRAUMA ABRASION / MACERATION STAPHY. SP (DM)
INFECTION SPONTANEUS / RECURRENCY
Otitis eksterna difusa (swimmer’s ear)
• Penyebab: Pseudomonas (usually), Staph albus, E. Coli.
• Mengenai seluruh CAE, menyebabkan penyempitan kanal
• Manipulasi liang telinga hilangnya lapisan lemak muara kelenjar
terbuka resorbsi cairan dari luar oedem sekresi kelenjar sebacea
& sudorifera permukaan kulit kering rasa gatal pada liang telinga
ingin menggaruk & laserasi kulit mempermudah invasi kuman
(Mawson 1974 )
12.
13. Terapi OE
Furunkulosa/Sirkumskripta Difusa
Otitis eksterna sirkumskripta pada stadium
infiltrat diberikan salep ikhtiol atau antibiotik
dalam bentuk salep seperti polymixin B atau
basitrasin. (PPM Puskesmas)
Pada otitis eksterna difus dengan memasukkan
tampon yang mengandung antibiotik ke liang
telinga supaya terdapat kontak yang baik antara
obat dengan kulit yang meradang. Pilihan
antibiotika yang dipakai adalah campuran
polimiksin B, neomisin, hidrokortison dan
anestesi topikal. (PPM Puskesmas)
Kebanyakan furunkel direabsorpsi secara
spontan, namun jika dalam 24-48 jam bisulnya
belum pecah maka dilakukan insisi dan
drainase
Sistemik : Antibiotika diberikan dengan pertimbangan infeksi yang cukup berat. Diberikan pada
orang dewasa ampisillin 250 mg qid, eritromisin 250 qid. Anak-anak diberikan dosis 40-50 mg per
kg BB.
Topical antibiotics usually contains boric or acetic acid to decrease pH of the canal
neomycin, actives againts gram negative bacteria ex: Proteus sp., Klebsiella sp., and E.coli.
polymyxin B or E, active againts Pseudomonas sp., E. coli, and Klebsiella sp.
gentamicin, actives againts Pseudomonas sp.
newer quinolon preparations of ciprofloxacin and ofloxacin appear to equally efficacious in
controlling acute otitis externa
14. Malignant Otitis Eksterna
(Necrotizing OE)
• Merupakan komplikasi Otitis
eksterna bakterial infeksi
menginvasi lebih dalam
mengenai katilago, jaringan
lunak dan tulang Selulitis,
chondritis, dan osteomyelitis
• Sering terjadi pada penderita
diabetes, usia tua atau
imunokompromised
• 95% kasus disebabkan oleh
P.aeruginosa
• Dapat mengenai saraf kranial
terutama nervus VII
meskipun dapat juga
mengenai nervus kranial yang
lain kecuali nervus I, III, IV
• Kematian jika terjadi
trombosis sinus lateralis
BACK
• Manifestasi Klinis:
– Severe otalgia extend
to
temporomandibular
joint pain at
chewing
– Purulent otorrhea
– Cranial nerve
paralysis, most often
facial nerve paralysis
• Terapi: antibiotik dan
debridement agresive
– For adults,
ciprofloxacin (400 mg
intravenously [IV]
every 8 hours; 750 mg
orally every 12 hours)
remains the antibiotic
of choice
15. Keratosis Obturans
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
BACK
Penumpukan epitel skuamous dalam jumlah besar yang
susah di keluarkan
Sering terjadi pada usia muda
Akibat kegagalan migrasi sel epitel ke arah luar
Menyebabkan erosi tulang sirkumferensial
Manifestasi Klinis: tuli konduktif, nyeri, liang telinga lebih
luas, sekret telinga berkurang
Tx: aural drops, campuran dari alkohol/ gliserin dalam H2O2,
3x seminggu
16. Miringitis Bulosa
BACK
Infeksi pada membran timpani terkait dengan
kejadian OMA, yang dikarakteristikkan dengan onset
cepat, nyeri sekali, dan ukuran bula yang bervariasi
pada membran timpani dan struktur tulang sekitar
kanalis
Terjadi pada 5% kasus OMA anak usia di bawah 2 tahun
Penyebab: virus, Mycoplasma, dan bakteria
Bula cairan serosa dan hemoragic
Tx: Sama dengan terapi OMA tanpa disertai bullae
18. Cellulitis & Erysipelas of the
Auricle
CELLULITIS
• Penyebab: Staphylococcus or Streptococcus, Pseudomonas (jarang).
• Involves the deeper dermis and subcutaneous fat
• Clinical manifestation : Skin erythema, edema, warmth
• Faktor resiko : Infeksi bakteri aurikula abrasi, laserasi atau ear
piercing
• Pilihan antibiotik : Amoxicillin, Clindamycin, Cefadroxil, Dicloxacillin
ERYSIPELAS
• Penyebab: group A β-hemolytic Streptococcus
• Erysipelas has more distinctive anatomic features than cellulitis;
erysipelas lesions are raised above the level of surrounding skin, and
there is a clear line of demarcation between involved and
uninvolved tissue
• Pilihan antibiotik : Penicillin, Amoxicillin, Erythromycin
20. Auricular Hematoma
• Etiologi: Trauma langsung pada auricula anterior dan merupakan cedera fasial
yang sering terutama pada pegulat.
• Trauma mengakibatkan terlepasnya perikondrium dan kartilagonya
• Hal ini mengakibatkan pecahnya pembuluh darah perikondrium dan terbentuknya
hematoma
• Komplikasi : Terkumpulnya darah di subperichondrial menstimulus timbulnya
kartilago baru yang asimetris akibat proses fibrosis (Cauliflower ear)
21. Pseudokista
Terdapat benjolan didaun telinga yang disebabkan
oleh adanya kumpulan cairan kekuningan diantara
lapisan perikondrium dan tulang rawan telinga
Manifestasi Klinis :
• Biasanya asymptomatic
• Rasa tidak nyaman
• Tidak ada atau minimal tanda inflamasi
Diagnosis didasarkan pada temuan klinis dan tidak
adanya bukti infeksi
Terapi : Insisi drainase diikuti pressure dressing atau
compression suture therapy
22. Ear wax mixture of secretions of the ceruminose & pilosebaseus
glands, squames of epithelium, dust & other foreign debris located in
the cartilaginous portion of the ears canal.
Faktor Risiko
• 1. Dermatitis kronik liang telinga luar
• 2. Liang telinga sempit
• 3. Produksi serumen banyak dan kering
• 4. Adanya benda asing di liang telinga
• 5. Kebiasaan mengorek telinga
Tanda dan Gejala:
• Hearing impairment (deafness) CHL
• Earache
• Reflex cough
• Fullness in the ear
• Tinitus – vertigo
Cerumen Prop
23. Penatalaksanaan
• Menghindari membersihkan telinga secara berlebihan
• Menghindari memasukkan air atau apapun ke dalam telinga
• Serumen yang lembek, dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas.
• Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.Apabila dengan cara ini
• Serumen tidak dapat dikeluarkan, maka serumen harus dilunakkan lebih dahulu dengan
tetes karbogliserin 10% selama 3 hari.
• Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong kedalam liang telinga sehingga dikuatirkan
menimbulkan trauma pada membran timpani sewaktu mengeluarkannya, dikeluarkan
dengan mengalirkan (irigasi) air hangat yang suhunya disesuaikan dengan suhu tubuh.
Indikasi untuk mengeluarkan serumen
• Sulit untuk melakukan evaluasi membran timpani
• Otitis eksterna
• Oklusi serumen dan bagian dari terapi tuli konduktif.
Kontraindikasi dilakukannya irigasi adalah adanya perforasi membran timpani. Bila
terdapat keluhan tinitus, serumen yang sangat keras dan pasien yang tidak kooperatif
merupakan kontraindikasi dari suction
Serumen dianjurkan dikeluarkan setiap 6-12 bulan sekali
24. Prosedur Tindakan
Benda Asing Telinga
• Untuk melihat CAE lebih jelas dan lebih lurus, pegang pinna dengan satu tangan dan tarik ke belakang dan
ke atas pada orang dewasa dan ditarik kebawah pada infant.
• Pada kebanyakan kasus, benda asing di CAE yang masih baru, dilakukan ekstraksi dalam anestesi lokal.
• Pada kasus-kasus benda asing yang tertanam dalam CAE
- Benda asing tidak dikeluarkan dengan kasar/keras karena dapat menyebabkan kerusakan
permukaan epitel CAE.
- Ekstraksi benda asing dapat dilakukan dengan alat pengait berlubang
- Apabila terdapat eritema atau eskoriasi yang luas setelah ekstraksi benda asing, digunakan
antibiotic tetes telinga dan gunakan tampon antibiotik, untuk mengurangi stenosis.
• Pada kasus-kasus benda asing yang tidak tertanam dalam CAE :
- Apabila pasien tersebut anak-anak : selama prosedur anak dalam pangkuan orang dewasa.
- Alat pengait kecil merupakan alat terbaik untuk ektraksi benda asing.
- Taruhlah alat pengait di belakang benda asing, diputar dan secara gentle ditarik keluar.
• Pada kasus benda asing berupa serangga :
- Ditetesi alkohol, khloroform, atau minyak mineral supaya serangga tidak banyak bergerak sekaligus
untuk lubrifikasi dinding kanalis.
- Ekstraksi dapat dengan mudah dikeluarkan dengan memegang serangga menggunakan forceps
alligator.
25. Overview
• Otitis Eksterna yang disebabkan oleh jamur
• Mikosis pembengkakan, pengelupasan epitel superfisial
penumpukan debris yang berbentuk hifa, disertai suppurasi, dan nyeri
Gejala
• Gatal
• Otalgia dan otorrhea sebagai gejala yang paling banyak dijumpai,
• Kurangnya pendengaran,
• Rasa penuh pada telinga
Faktor Resiko
• Cuaca yang lembab,
• Ketiadaan serumen,
• Instrumentasi pada telinga,
• Olah raga air
• Status pasien yang immunocompromised ,
• Peningkatan pemakaian preparat steroid dan antibiotik topikal.
Otomycosis
Aspergillus niger:
Newspaper mass
like appearance
Candida sp :
Cotton wool
appearance
26. Pemeriksaan penunjang
• Preparat langsung :
• skuama dari kerokan kulit
liang telinga diperiksa dengan
KOH 10 % hifa-hifa lebar,
berseptum, dan dapat
ditemukan spora-spora kecil.
• Pembiakan :
• Skuama dibiakkan pada media
Agar Saboraud, dan
dieramkan pada suhu kamar.
Koloni akan tumbuh dalam
satu minggu.
Manajemen
• Ear toilet
• Obat anti jamur topikal
• Nystatin efektif untuk
Candida sp.
• Miconazole efektif utk
Aspergillus sp.
• Asam asetat 2 % dalam alkohol
sebagai keratolytic
• Jaga telinga tetap kering dan
cegah manuver2 pada telinga
1. P Hueso Gutirrez, S Jimenez Alvarez, E Gil-carcedo Sanudo, et al. (2005). Presumed diagnosis :
Otomycosis. A study of 451 patients. Acta Otorinolaringol Esp, 56, 181-186.
27. Adanya lubang kecil di depan auricula (crux helix)
• Akibat tidak tertutupnya sulcus brachialis II lubang
yang berlanjut sebagai saluran pendek/panjang, dpt
sampai kavitas tympani atau faring, dibatasi epitel
sehingga dari lubang dapat keluar hasil deskuamasi epitel
• Bila lubang tetap terbuka tidak ada gangguan
Bila lubang tertutup kista atau abses
• Pembengkakan hiperemis, purulent
Pemeriksaan radiologik : Fistulografi
Bila terjadi abses, incisi pada lubang, rekurensi
tinggi, sehingga harus ekstirpasi.
Preaurikular fistule
28. OTITIS MEDIA
BACK
The presence of inflammation
in the middle ear accompanied
by the rapid onset of signs and
symptoms of an ear infection
BACK
31. Stadium
Oklusi
Stadium
Hiperemis /
Presupuratif
Stadium
Supuratif
Stadium
Perforasi
Stadium
Resolusi
Patofisiologi Fungsi tuba
terganggu,
terbentuk tekanan
negatif di telinga
tengah, memicu
terjadinya efusi
dan retraksi
membran timpani
Patogen masuk ke
telinga tengah,
terjadi respon
inflamasi di telinga
tengah
Pus yang terbentuk
di telinga tengah
semakin banyak
sehingga tekanan
di telinga tengah
meningkat
Tekanan
semakin
meningkat
mengakibatkan
rupturnya
membran
timpani
Fase
penyembuhan,
penutupan
kembali
membran
timpani
Symptoms • Penurunan
pendengaran
• Sensasi penuh
di telinga
• Tidak ada
demam
• Nyeri telinga
• Penurunan
pendengaran
• Demam tinggi
• Nyeri telinga
semakin
memberat
• Anak anak:
semakin rewel
• Demam
• Nyeri telinga
berkurang
• Anak-anak :
lebih tenang
• Demam
berkurang
• Keluar cairan
dari telinga
• Cairan dari
telinga
berkurang
• Penurunan
pendengaran
Signs • Membran
timpani
retraksi,
tampak suram
• Tes penala :
Tuli konduktif
Membran timpani
tampak hiperemis
dan kongesti
Membran timpani
tampak menonjol
(bulging) dan
hiperemis
• Membran
timpani
tampak
perforasi
• Tampak
discharge
dari telinga
tengah
• Edem
mukosa
berkurang
• Discharge
berkurang
• Perforasi
semakin
menutup
32. Stadium
Oklusi
Stadium
Hiperemis /
Presupuratif
Stadium
Supuratif
Stadium
Perforasi
Stadium
Resolusi
Terapi Perbaiki fungsi
tuba :
tetes hidung HCl
efedrin 0,5-1%
(atau
oksimetazolin
0,025 – 0,05%)
Antibiotik 10 -14
hari:
Ampisilin : Dewasa
500 mg 4 x sehari;
Anak 25 mg/KgBB
4 x sehari atau
Amoksisilin:
Dewasa 500 mg 3 x
sehari; Anak 10
mg/KgBB 3 x
sehari atau
Eritromisin :
Dewasa 500 mg 4 x
sehari; Anak 10
mg/KgBB 4 x
sehari
Miringotomi
(kasus rujukan)
dan pemberian
antibiotik.
Antibiotik yang
diberikan:
Amoxyciline
Erythromycine
Cotrimoxazole
• Obat cuci
telinga
H2O2 3%
selama 3-5
hari
• Antibiotik
adekuat
yang tidak
ototoksik
seperti
ofloxacin
tetes telinga
sampai 3
minggu
Sekret tenang
observasi
36. Petrositis
Inflammation of pneumatized
spaces of petrous portion of
temporal bone
Gradenigo Syndrome (Apical
Petrositis)
• Lateral rectus palsy (N.abducens palsy)
• Otorrhea
• Retroorbital, facial pain or headache (Vth
cranial nerve irritation)
37. Mastoiditis
Inflammation of the mastoid air
cells of the temporal bone
Acute mastoiditis
• associated with AOM.
Chronic mastoiditis
• most commonly associated with Chronic
suppurative otitis media (OMSK) and
particularly with cholesteatoma formation
Sign and Symptoms
• Fever, otalgia, pain behind ear, swelling,
redness, ear discharge
Abses Mastoid
38. Abses Bezold
• Terjadi penjebolan nanah pada ujung
bawah dinding medial mastoid
• Abses didalam
M.Sternocleidomastoideus sehingga
terdorong keluar
Abses Citelli
• Abses terbentuk dibelakang mastoid
sampai ke os occipital
Abses Luc (Meatal)
• Pus menjebol dinding antara antrum
dan meatus acusticus externa
• Pus tampak di CAE
39. Labyrinthitis
BACK
Labyrinthitis is an inflammatory disorder of the inner ear, or labyrinth
Etiology
• Viral
• Prenatal : Rubella, CMV
• Postnatal : Mumps, measles, varicella zooster
• Bacterial
• Potential consequence of meningitis or otitis media. Labyrinthitis is the most common
complication of otitis media, accounting for 32%
Clinical Presentation
• Vertigo
• Hearing loss,
• Otitis media-induced labyrinthitis: mixed hearing loss
• Viral labyrinthitis : SNHL
• Tinnitus
• Fever
• Otalgia
• Facial weakness
40. Otitis Media
Efusi
Definisi
•Otitis Media Efusi adalah terdapatnya cairan
di telinga tengah tanpa adanya tanda dan
gejala dari infeksi akut (AAO 2016)
Etiologi
•Infeksi saluran napas atas
•Spontan karena buruknya fungsi tuba (alergi,
barotrauma)
•Sekuel dari OMA
41. Biasanya OMSK akibat campuran
bakteri aerob dan anaerob:
Aerobic: Pseudomonas aeruginosa,
Staph. aureus and epidermidis,
proteus species, klebsiella, and E.
coli
Anaerobic:
prevotella and porphyromonas,
anaerobic Streptococci, Bacteroides
fragilis.
P aeruginosa is the most commonly
recovered organism from the
chronically draining ear. Various
researchers over the past few
decades have recovered
pseudomonads from 48-98% of
patients with CSOM.
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
BACK
Radang kronis telinga tengah dengan perforasi
membrane timpani dan riwayat keluarnya secret
dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terus-
menerus atau hilang timbul.
Secret mungkin encer atau kental, bening atau
berupa nanah
OMSK : OMA + Perforasi memb. tympani > 2
bulan
OMSA : OMA + Perforasi memb. tympani < 2
bulan
42. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
Faktor- faktor yang menyebabkan OMSA menjadi OMSK:
• Terapi terlambat diberikan
• Terapi tidak adekuat
• Virulensi kuman tinggi, infeksi persisten
• Daya tahan tubuh pasien rendah, gizi kurang
• Higiene buruk
• Gangguan fungsi tubuh oleh ISPA, obstruksi parsial/total → retraksi
membrane timpani
• Perforasi membrane telinga persisten
• Aerasi telinga tengah/mastoid yang mengalami obstruksi
• Skuestri atau osteomyelitis
• Alergi
• ISPA dengan sepsis atau obstruksi (adenoid, tonsillitis kronis, sinusitis)
44. BACK
Safe Dangerous/Unsafe
Perforasi Central Attic or marginal
Discharge Frekuensi
Mukus
Bau tidak enak
Warna
Berdarah
Volume
Hubungan
dengan URTI
Intermiten
Mukopurulen/purulen
+/-
Putih/kekuningan
Jarang
Banyak
↑
Kontinu
Selalu purulent
+
Kekningan/kecoklatan/kehijauan
Bisa ada darah
Sedikit
Tidak berpengaruh
Polyp Jarang Sering
Kolesteatoma Sangat jarang Hampir selalu ada
Tuli Konduksi – ringan sampai
sedang
Konduksi atau mix – Ringan
sampai berat
Complication Sangat jarang Sering
Radiograph mastoid Seluler or sklerotik Sklerotik with erosi
45. Prinsip Terapi
• OMSK benigna : konservatif atau medikamentosa
– Sekret aktif :
• Aural toilet H2O2 3% selama 3-5 hari.
• Setelah berkurang tetesi antibiotik lokal yang non ototoksik maksimal 2
minggu.
• Berikan pula antibiotik oral golongan penisilin, ampisilin, eritromisin
sebelum hasil tes resistensi diterima
– Sekret tenang:
• Observasi selama 2 bulan
• Bila membran timpani belum menutup, dilakukan miringoplasti atau
timpanoplasti
• OMSK maligna : pembedahan
– Mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti
– Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, dilakukan insisi abses
sebelum mastoidektomi
– Terapi medikamentosa hanyalah sementara sebelum pembedahan
(BUKU AJAR THT FK UI)
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
50. Aerotitis (Barotrauma)
BACK
Disebabkan perubahan tekanan telinga tengah menjadi negatif dalam
waktu cepat
Mukosa tuba bersifat one way ball valve
Saat take off tekanan telinga tengah > lingkungan luar masih dapat
terkompensasi dengan absorpsi udara oleh mukosa telinga tengah
Saat landing tekanan telinga tengah < lingkungan luar Retraksi
membran timpani & resiko hemotympanum dan efusi
Pencegahan:
• Preflight dose of a 12 hour vasoconstricting nasal spray like oxymetazoline
• Oral decongestant
• Gum chewing while landing
52. Tes Pendengaran Objektif
Audiometri Impedans
• Terdiri dari pemeriksaan fungsi 3 komponen :
Timpanometri, Refleks stapedius, Tuba Eustachius
OAE (Otoacoustic Emissions)
• Tes ini mendeteksi getaran yang dihasilkan oleh sel
rambut luar saat distimulus oleh suara
• Sering dipakai untuk screening pendengaran pada bayi
baru lahir
BERA (Brainstem Evoked Response
Audiometry
• Menggunakan elektroda yang dipasang di kepala, tes ini
mendeteksi fungsi koklea dan jalur sensoris di otak
(brain pathway)
• Pasien diperiksa saat sedang tenang atau tidur
• Dapat digunakan juga untuk screening bayi baru lahir
53. Pemeriksaan Pendengaran
Tes Bisik (Whispered
Voice Test)
Tes Garputala
Audiometri Nada
Murni (Pure tone
audiometry)
Audiometri Nada
Tutur (Speech
audiometry) BACK
Suara berbisik, setengah ekspirasi, pemeriksa
mengucapkan materi tes.
Telinga tidak diperiksa ditutup & pasien tidak
melihat bibir pemeriksa (pemeriksa berdiri
sekitar 0.6m dibelakang pasien)
Syarat :
1. Ruangan cukup sepi, kebisingan
maksimal 40 dB.
2. Ruangan cukup lebar, jarak 6 meter.
3. Materi tes disiapkan, diusahakan
memakai perkataan
yang digunakan sehari-hari.
4. Pemeriksa harus terlatih mengucapkan
materi tes.
Tes Pendengaran Subjektif
54. Pemeriksaan Pendengaran
Tes Bisik (Whispered
Voice Test)
Tes Garputala
Audiometri Nada
Murni (Pure tone
audiometry)
Audiometri Nada
Tutur (Speech
audiometry) BACK
TES RINNE
TES WEBER
TES SCHWABACH
Garpu tala 512 HZ!!!
Tes Pendengaran Subjektif
59. Pemeriksaan Pendengaran
Tes Bisik (Whispered
Voice Test)
Tes Garputala
Audiometri Nada
Murni (Pure tone
audiometry)
Audiometri Nada
Tutur (Speech
audiometry) BACK
• Kata-kata sumber bunyi
• Kegunaan :
1. Mengetahui jenis & derajat ketulian
2. Mengetahui lokasi kerusakan rantai
pendengaran
3. Mengetahui kenaikan ambang
pendengaran post-timpanoplasti
4. Untuk pemilihan hearing aid
• SRT Speech Reception Threshold menirukan secara
betul kata-kata yang disajikan sebanyak 50%.
• SDS Speech Discrimination Score Diperoleh dg ↑
intensitas antara 25 – 40 dB diatas titik SRT
menirukan jumlah kata disajikan antara 90 – 100%.
Tes Pendengaran Subjektif
66. Vertigo
Otologi
•24-61% kasus
•Benigna
Paroxysmal
Positional
Vertigo (BPPV)
•Meniere
Desease
•Parese N VIII
Uni/bilateral
•Otitis Media
Neurologik
•23-30% kasus
•Gangguan
serebrovaskuler
batang otak/
serebelum
•Ataksia karena
neuropati
•Gangguan visus
•Gangguan
serebelum
•Gangguan
sirkulasi LCS
•Multiple
sklerosis
•Malformasi
Chiari
•Vertigo servikal
Interna
•+/- 33% karena
gangguan
kardio vaskuler
•tekanan darah
•Aritmia kordis
•Penyakit
koroner
•Infeksi
•< glikemia
•Intoksikasi
Obat: Nifedipin,
Benzodiazepin,
Xanax,
Psikiatri
•> 50% kasus
•Klinik dan
laboratorik :
dbn
•Depresi
•Fobia
•Anxietas
•Psikosomatik
Fisiologi
•Melihat dari
ketinggian
BACK
Vertigo adalah perasaan penderita merasa dirinya atau dunia berputar
67. Jenis Vertigo
Gejala Vertigo Perifer Vertigo Sentral
Onset Mendadak Tersembunyi
Intensitas Berat Ringan -Sedang
Munculnya Episodik Konstan
Durasi Singkat Panjang
Eksaserbasi posisi Berat Ringan
Nistagmus Horizontal atau torsional Vertikal, horizontal,
torsional
Romberg- test mata
• Terbuka
• Tertutup
Normal
Abnormal
Abnormal
Abnormal
Gejala Neurologis Jarang Sering
70. BPPV
KRITERIA DIAGNOSIS BPPV:
a. Recurrent vestibuler vertigo
b. Duration of attack always < 1 minute
c. Symptoms invariably provoked by the following
changes of head position:
- lying down or
- turning over in the supine position
- or at least 2 of the following manouvres:
- reclining the head
- rising up from supine position
- bending forward
d. Not attributable to another disorder
(Brevern et al., 2007)
75. Meniere disease
Disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa pada koklea dan vestibulum
Trias Meniere :
• Vertigo (Periodik yang semakin mereda pada serangan berikutnya)
• Tinnitus
• Tuli sensorineural terutama nada rendah
Px penunjang :
Tes Gliserin Pasien diberi minuman gliserin 1,2cc/kgBB setelah
diperiksa tes kalori dan audiogram. Setelah 2 jam diperiksa ulang, bila
menunjukan perbaikan bermakna menunjukan adanya hidrops endolimfa
Terapi : Simtomatik vertigo, diuretik, pengaturan diet (hindari garam,
coklat, kafein)
76. Pengobatan simptomatik vertigo :
• Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan pelepasan
glutamat, menekan aktivitas NMDA spesial channel, bekerja langsung sebagai
depresor labirin): Flunarisin (Sibelium) 3x 5-10 mg/hr
• Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang inhibitory; monoaminergik
dengan akibat inhibisi n. vestibualris) : Cinnarizine 3 x 25 mg/hr, Dimenhidrinat
(Dramamine) 3 x 50 mg/hr.
• Histamin Agonis (inhibisi neuron potisinaptik pada n. vestibularis lateralis) :
Betahistine (Merislon) 3 x 8 mg.
• Fenotiazine (pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di M. oblongata):
Chlorpromazine (largaktil) : 3 x 25 mg/hr
• Benzodiazepine (Diazepam menurunkan resting activity neuron pada n.
vestibutaris) 3 x 2-5 mg/hr
• Antiepileptik : Carbamazepine (Tegretol) 3 x 200 mg/hr, Fenitoin (Dilantin) 3 x 100
mg (bila ada tanda kelainan epilepsi dan kelainan EEG)
• Campuran obat-obat di atas.
Pengobatan simptomatik otonom (mis. muntah) :
• Metoclopramide (Primperan, Raclonid) 3 x 10 mg/hr
Terapi Simptomatik Vertigo
78. Rhinitis Alergi
• Rhinitis alergi adalah penyakit
inflamasi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang
sebelumnya sudah tersensitisasi
dengan alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia
ketika terjadi paparan ulangan dengan
alergen spesifik terkait. (Von Pirquet,
1986)
• Kelainan pada hidung dengan gejala
bersin-bersin, rinorea, rasa gatal dan
tersumbat setelah mukosa hidung
terpapar alergen yang diperantai oleh
IgE. (WHO ARIA (Allergic Rhinitis and Its
Impact on Asthma) tahun 2007)
BACK
79. BACK
Dikategorikan berdasar munculnya gejala:
Seasonal Allergic Rhinitis (SAR)/hay fever, polinosis/rino
konjungtivitis: gejalanya muncul krn trigger yang musiman,
biasanya pada negara 4 musim. Alergen: serbuk sari, spora
jamur
Perennial Allergic Rhinitis (PAR): gejala muncul hampir
sepanjang tahun. Alergen yang sering inhalan (indoor atau
outdoor) dan alergen ingestan
80. • Serangan bersin
berulang
• Keluar ingus
(rhinorrhea) encer
dan banyak
• Hidung tersumbat
• Hidung dan mata
yg gatal
• Kadang2 disertai
dengan lakrimasi
• Riwayat alergi
How to diagnose?
Anamnesis
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan
Penunjang
BACK
81. Diagnostic of Allergic Rhinitis
Symptoms suggestive of allergic
rhinitis
2 or more of the following symptoms
for >1 h on most days
Watery rhinorhea
Sneezing espicially paroxysmal
Nasal Obstruction
Nasal pruritus
Conjunctivitis
Classify and assess severity
Symptoms usually not associated with
allergic rhinitis
Unilateral symptoms
Nasal obstruction without
other symptoms
Mucopurulent rhinorhea
Posterior rhinorhea
with thick mucus
and no anterior
rhinorhea
Pain
Recurrent epistaxis
Anosmia
Refer the patient
85. • berguna sebagai pelengkap. Jika ditemukan eosinofil
meningkat, menunjukan kemungkinan alergen berasal
dari alergen inhalan.
Pemeriksaan
sitologi hidung,
• dapat normal atau meningkat
Hitung eosinofil
darah tepi,
• dengan metode prist-paper radio immunosorbent test,
RAST, atau ELISA.
Pemeriksaan IgE
total
• uji intrakutan tunggal atau serial (Skin End-Point Titration/SET), uji cukit
(prick test)
• uji tempel (patch test). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan
menyuntikan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat
kepekatannya. Keuntungannya adalah selain menentukan alergen
penyebab juga dapat menentukan derajat alergi serta dosis inisial untuk
desensitisasi.
Uji kulit
BACK
Anamnesis
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan
Penunjang
88. Rhinitis non alergi
Rinitis non alergi digunakan
untuk semua penyakit hidung
dengan gambaran obstruksi,
hipersekresi dan hiperiritabel
yang tidak mempunyai etiologi
alergi dan bersifat kronik
89. Rhinitis non alergi
Rhinitis gustatory
•Rhinitis terkait makanan.
Minuman beralkohol dapat
menyebabkan rinitis karena
efek langsung dilatasi
pembuluh darah hidung.
Makanan yang pedas dapat
mengakibatkan rinore profus
melalui mekanisme vagal.
Rhinitis hormonal
•Penyebabnya meliputi
hypotiroid (myxedema),
naiknya hormon esterogen
pada kehamilan, pemakaian
kontrasepsi oral dan siklus
menstruasi.
•Estrogen terbukti
meningkatkan asam
hyaluronat yg membuat
edema dan nasal congestion
Rhinitis Medikamentosa
•Rinitis karena obat dapat
karena pemakaian obat
sistemik dan topikal.
•Pemakaian obat sistemik yang
paling sering adalah obat
antihipertensi seperti reserpin
metildopa, beta bloker, ACE-I.
•Obat-obat topikal adalah
cocain, nasal dekongestan.
Rhinitis vasomotor (idiopathic)
• Keluhan utama pasien hidung
tersumbat, bergantian kiri dan
kanan tergantung posisi tidur
pasien. Pada pagi hari saat
bangun tidur, kondisi memburuk
karena adanya perubahan suhu
yang ekstrem, udara yang
lembab, dan karena adanya asap
rokok.
• Dibagi menjadi tipe runner,
sneezer, dan blocker
Non-allergic rhinitis with
eosinophilia (NARES)
• Secara klinis sangat serupa
dengan Rinitis alergi.
• Gejalanya berupa rinore yang
kronik, hidung gatal dan bersin.
• Pada pemeriksaan swab
mukosa hidung banyak eosinofil.
Tes alergi hasilnya negatif.
• Penyebabnya diduga
berhubungan dengan intoleransi
aspirin.
Rhinitis Atrophy
• Rinitis atropi atau rinitis sicca
ditandai adanya atropi mukosa
septum, konka, dinding lateral
rongga hidung.
• Rinitis atropi dg ozaena ditandai
adanya krusta yg tebal berbau.
Yang tanpa ozaena akan tampak
mukosa atropi dfan kering
90. BACK
Rhinosinusitis
• Sinus paranasal adalah ruang berisi udara di dalam cranium
yang terhubung dengan cavitas nasal.
• Rinosinusitis adalah peradangan simtomatis mukosa sinus
paranasal & mukosa hidung (Clinical Practice Guideline Adult
Sinusitis AAO 2015)
92. BACK
Patofisiologi
Edema
ostium KOM
tersumbat dan
cilia tidak dapat
bergerak
tekanan negatif
transudasi
serosa
bisa self-limiting
RSA non
bakterial
Bila menetap
pertumbuhan
bakteri
RSA bakterial terapi antibiotik tidak berhasil
inflamasi,
hipoksia, bakteri
anaerob, faktor
predisposisi
mukosa makin
bengkak
hipertrofi,
polipoid, atau
pembentukan
polip dan kista
Gangguan
patensi ostium-
ostium sinus dan
mucociliary
clearance
93. BACK
Acute Rhinosinusitis
• Rinosinusitis akut ditegakan jika terdapat sekret nasal purulen
yang disertai dengan obstruksi nasal, gejala nyeri/sensasi penuh
pada wajah atau keduanya dalam kurun waktu 4 minggu
94. BACK
Chronic Rhinosinusitis
• Dalam jangka waktu 12 minggu atau lebih terdapat 2 atau lebih
tanda berikut
– Discharge nasal purulen
– Obstruksi nasal
– Nyeri atau sensasi penuh di wajah
– Menurunnya fungsi penghidu
• DAN terdapat minimal satu dokumentasi tanda inflamasi dari
pemeriksaan
– Mucus purulen atau edema pada meatus media/regio ethmoid
anterior
– Polip di cavum nasi atau meatus media
– Gambaran radiologis yang menunjukkan inflamasi dari sinus paranasal
• - CT scan: mucosal thickening, bone changes, air-fluid levels
• - Plain sinus Xray: air-fluid levels atau >5 mm opasifikasi pada ≥ 1 sinus
112. Tonsilitis Bakterial
• GABHS
– most common and important pathogen
causing acute bacterial pharyngotonsillitis
– most commonly presents in children aged
5–6
– characterized by fever, dry sore throat,
cervical adenopathy, dysphagia, otalgia
(referred pain from n.IX) and odynophagia.
The tonsils and pharyngeal mucosa are
erythematous and may be covered with
purulent exudate; the tongue may also
become red ("strawberry tongue")
– Bentuk detritus:
• Jelas tonsilitis folikularis
• Bercak detritus menjadi satu, membentuk alur
tonsilitis lakunaris
• Melebar membentuk pseudomembrane
BACK
118. Tonsillectomy Indications
Absolute
• Enlarged tonsils that cause upper
airway obstruction, severe
dysphagia, sleep disorders, or
cardiopulmonary complications
• Peritonsillar abscess that is
unresponsive to medical
management and drainage
documented by surgeon, unless
surgery is performed during acute
stage
• Tonsillitis resulting in febrile
convulsions
• Tonsils requiring biopsy to define
tissue pathology
Relative
• Three or more tonsil infections per
year despite adequate medical
therapy
• Persistent foul taste or breath due to
chronic tonsillitis that is not
responsive to medical therapy
• Chronic or recurrent tonsillitis in a
streptococcal carrier not responding
to beta-lactamase-resistant
antibiotics
• Unilateral tonsil hypertrophy that is
presumed to be neoplastic
Tonsillectomy Contraindications
• Bleeding diathesis
• Poor anesthetic risk or uncontrolled medical illness
• Anemia
• Acute infection
120. Kumpulan pus di belakang tonsil palatina. Nama lain dari abses ini adalah
abses quinsy
SIMPTOM SIGN
Demam Palatum molle
edematous, hiperemis;
deviasi uvula ke sisi
kontralateral;
pembesaran tonsil
Malaise Trismus
Nyeri tengorrokan
(lebih pada satu sisi)
Drooling
Dysphagia Hot potato voice
Otalgia (ipsilateral Halitosis
Cervical lymphadenitis
Abses Peritonsiler
121. DIAGNOSIS
• Dibuat melalu anamnesis dan
pemeriksaan fisik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Aspirasi dengan jarum – pus
mengkonfirmasi diagnosis
• Intraoral USG – cellulitis VS abses
(Steyer, 2002)
• Suspek penyebaran infeksi selain
peritonsiler / komplikasi leher lateral =
CT/MRI diindikasi
Abses Peritonsiler
Pasien dengan PTA dextra
Tonsil displaced ke inferior dan
medial + deviasi kontralateral
uvula (Gallioto, 2008)
125. Chronic Pharyngitis
Symptoms :
• Discomfort or pain in the throat
- especially in the morning
• Foreign body sensation in throat
- has constant desire to swallow or clear his throat to get rid of ‘foreign body’
• Tiredness of voice
- cannot speak for long, voice lose quality and may crack
• Cough
- tendency to cough as throat is irritable
• Chronic inflammatory condition of the pharynx
• Pathologically:
Hypertrophy of mucosa, seromucinous glands, subepithelial lymphoid
follicles and muscular coat of pharynx
• Two types :
1. Chronic Catarral Pharyngitis
2. Chronic Granular Pharyngitis
126. Chronic Pharyngitis
ETIOLOGY
Persistent infection in
the neighbourhood
Mouth breathing
Chronic irritants
Environmental
pollution
Faulty voice
production
Ch. Rhinitis , Ch. Sinusitis,
Ch.Tonsillitis & Dental sepsis
Excessive smoking, chewing
tobacco, heavy drinking, highly
spiced food
Smoky or dusty
environment or irritant
industrial fumes
Excessive use of voice or faulty
voice production where a
person resorts to constant
throat clearing
127. Chronic Pharyngitis
Chronic Catarrhal Pharyngitis Chronic Hypertrophic
(Granular) Pharyngitis
• Congestion of posterior
pharyngeal wall
• Engorgement of vessels
• Thickened faucial pillars
• Increased mucus secretion
which cover pharyngeal
mucosa
• Pharyngeal wall appears
thick and oedematous
with congested mucosa
and dilated vessels
• Post pharyngeal wall may
be studded with reddish
nodules
• Lateral pharyngeal bands
became hypertrophied
• Uvula may be elongated
and appears oedematous Granular pharyngitis :
Reddish nodules on the
posterior pharyngeal wall
Chronic catarrhal pharyngitis
128. • Infeksi ruang submandibula
• Ditandai dengan pembengkakan
(edema) pada bagian bawah ruang
submandibular yang mencakup
jaringan yang menutupi otot2 antara
laring dan dasar mulut.
• Peradangan kekerasan berlebihan
jar. dasar mulut mendorong lidah ke
atas dan belakang obstruksi jalan
napas
• Penyebab:
– Infeksi gigi molar, premolar
– Tindik lidah peradangan kelenjar
limfe servikal
• Gejala:
• Demam
• Nyeri tenggorokan
• Pembengkakan
• Drooling
• Trismus
• Terjadi secara bilateral
BACK
Angina Ludwig
129. Laryngopharyngeal Reflux (LPR)
Laryngopharyngeal reflux (LPR) is the retrograde
movement of gastric contents (acid and enzymes such as
pepsin) into the laryngopharynx leading to symptoms
referable to the larynx/hypopharynx
GERD involves lower esophageal sphincter dysfunction
LPR involves both upper and lower esophageal sphincter
dysfunction
Until recently, LPR often considered to be under-
diagnosed/under-treated
Koufman (1991, 2000) reports
• LPR present in 4-10% of attendees of otolaryngology clinic (Koufman, 1991)
• LPR present in 55% of patients with hoarseness (Koufman, 2000)
Clinical
Manifestation
• Dysphonia or
hoarseness
• Cough
• Globus
• Throat clearing
• Dysphagia
132. GERD vs LPR
GERD LPR
Heartburn and/or regurgitation YES NO (minimal)
Hoarseness, dysphagia, globus,
throat clearing, cough etc
NO YES
Endoscopic esophagitis YES NO
Laryngeal inflammation NO YES
Reflux on supine (nocturnal) YES Sometimes
Reflux on upright (awake) Sometimes YES