Ritual adat kebo-keboan di Banyuwangi melibatkan manusia berpakaian kerbau untuk memohon berkah pertanian. Tradisi ini bermula dari munculnya musibah pada abad ke-18, di mana ritual ini dilakukan setelah mendapat petunjuk dalam meditasi. Ritual ini masih dilestarikan di dua desa, meliputi berbagai tahapan seperti selamatan, prosesi, dan orang-orang khusus seperti pemimpin upacara dan
Kaitan antara manusia purba dan manusia modernRiana Indah
Kaitan antara manusia purba dan modern
Membahas mengenai persamaan, perbedaan, dan keterkaitan mengenai manusia modern dan manusia purba dari masa ke masa
Walisongo : Sunan gresik ( Sejarah Kelas X )Khansha Hanak
Berikut adalah presentasi dari Sunan Gresik. Beiau merupakan Walisongo pertama atau tertua. Beliau yang bernama asli Maulana Malik Ibrahim dan bukan penduduk asli Indonesia.
Relevansi Kisah Wayang terhadap Nilai KekinianPitoyo Amrih
Berbagi tentang Relevansi Kisah Wayang terhadap Nilai Kekinian pada acara Seminar Wayang yang merupakan salah satu rangkaian acara Bandung Wayang Festival yang diselenggarakan di Itenas, Bandung, 30 April 2011.
Mata Kuliah Pengembangan Materi Sejarah Kebudayaan Islam
Kondisi Bangsa Jazirah Arab pada Masa Sebelum Islam:
-Sosial
-Politik
-Adat dan Kebiasaan
-Ekonomi
Kaitan antara manusia purba dan manusia modernRiana Indah
Kaitan antara manusia purba dan modern
Membahas mengenai persamaan, perbedaan, dan keterkaitan mengenai manusia modern dan manusia purba dari masa ke masa
Walisongo : Sunan gresik ( Sejarah Kelas X )Khansha Hanak
Berikut adalah presentasi dari Sunan Gresik. Beiau merupakan Walisongo pertama atau tertua. Beliau yang bernama asli Maulana Malik Ibrahim dan bukan penduduk asli Indonesia.
Relevansi Kisah Wayang terhadap Nilai KekinianPitoyo Amrih
Berbagi tentang Relevansi Kisah Wayang terhadap Nilai Kekinian pada acara Seminar Wayang yang merupakan salah satu rangkaian acara Bandung Wayang Festival yang diselenggarakan di Itenas, Bandung, 30 April 2011.
Mata Kuliah Pengembangan Materi Sejarah Kebudayaan Islam
Kondisi Bangsa Jazirah Arab pada Masa Sebelum Islam:
-Sosial
-Politik
-Adat dan Kebiasaan
-Ekonomi
Budaya, adat Jawa Tengah_Kelompok 1.pptxMirawati64
Ini di dapat dari kegiatan wawancara dengan mahasiswa di kampus sekitar daerah Jawa tengah, serta beberapa referensi dari jurnal penelitian yang beredar di google
2. Masyarakat Banyuwangi yang mayoritas petani memiliki
ritual sakral untuk meminta berkah keselamatan.
Tradisi tersebut dikenal dengan nama kebo-keboan.
Ritual ini menggunakan kerbau sebagai sarana upacara.
Namun, kerbau yang digunakan adalah binatang jadi-
jadian yakni manusia berdandan mirip kerbau, lalu
beraksi layaknya kerbau di sawah yang berkubang di
lumpur.
Ritual kebo-keboan digelar setahun sekali pada bulan
Muharam atau Suro (penanggalan Jawa). Bulan ini
diyakini memiliki kekuatan magis.
Sekilas tentang Kebo-keboan
3. Konon, Ritual ini muncul pada abad ke 18.
Di Banyuwangi, tradisi kebo-keboan terdapat di dua
tempat, yaitu:
Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, dan
Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi
Kebo-keboan
4. Munculnya ritual kebo-keboan berawal terjadinya musibah pagebluk.
Kala itu, seluruh warga diserang penyakit. Hama juga menyerang
tanaman. Banyak warga kelapran dan mati akibat penyakit misterius
(Pagebluk).
Dalam kondisi genting itu, sesepuh desa yang bernama Mbah Karti
melakukan meditasi di bukit. Selama meditasi, tokoh yang disegani ini
mendapatkan wangsit. Isinya, warga disuruh menggelar ritual kebo-
keboan dan mengagungkan Dewi Sri atau yang dipercainya sebagai
simbol kemakmuran. Keajaiban muncul ketika warga menggelar ritual
kebo-keboan. Warga yang sakit mendadak sembuh. Hama yang
menyerang tanaman padi sirna. Sejak itu, ritual kebo-keboan
dilestarikan. Mereka takut terkena musibah jika tidak
melaksanakannya.
Sejarah Kebo-keboan
5. Nama Alasmalang berasal dari kata
alas (hutan) dan malang (melintang).
Alasmalang berarti hutan yang
melintang di atas bukit panjang. Di
tempat ini terdapat makam keluarga
Mbah Karti dan keturunannya. Di sini
terdapat batu mirip tempat tidur
yang dikenal dengan nama
watukloso. Batu ini dahulu tempat
istirahat Mbah Karti. Hingga kini,
sebagian besar warga Alasmalang
adalah keturunan Mbah Karti.
Desa Alasmalang
6. Fakta tentang
Kebo-keboan
Alasmalang
• Nama ritual :
Kebo-keboan
• Tempat :
Dusun Krajan, Desa Alas
Malang, kec. Singojuruh
• Waktu Pelaksanaan :
Setiap tanggal 10 suro (10
Muharram)
• Tujuan khusus :
Bersih desa; upacara panen
raya; rasa syukur atas nikmat
yang telah didapatkan
masyarakat
7. Tahap-tahap yang harus dilalui dalam upacara ini
adalah sebagai berikut:
Tahap selamatan di Petaunan;
Tahap ider bumi atau arak-arakan mengelilingi Dusun
Krajan; dan
Tahap ritual kebo-keboan yang dilaksanakan di daerah
persawahan Dusun Krajan.
Tahapan-tahapan ini dilaksanakan dalam 1 hari.
Tahapan Upacara
9. Sesaji
Ritual keboan identik dengan sesaji. Sesaji dibuat
dari berbagai jenis hasil bumi dan masakan kuno.
Jenisnya mencapai 20 macam lebih. pembuat
sesaji diputuskan dalam rapat adat. Yang terpilih
harus berusia lanjut dan sudah monopause.
Pembuat sesaji wajib hafal beberapa jenis
mantra. Sesaji terdiri atas beragam jenis dan
bahan baku. Masing-masing sesaji memiliki
filososofi tersendiri.
Biasanya, pembuat sesaji masih satu keluarga
dengan dukun adat. Selama ritual, dukun dan
pembuat sesaji berjaga di samping altar. Ketika
ada warga kesurupan, dua orang ini yang
memberi pertolongan, sekaligus melayani jenis
sesaji yang dimintanya.
10. Pemimpin Upacara (Pawang) yang merupakan pelaksana adat
yang merupakan keturunan dari Mbah Buyut Karti. Dalam
Upacara ini, ada kyai yang juga dijadikan pemimpin upacara saat
prosesi pembacaan doa.
Penjelmaan Dewi Sri, merupakan simbolis dari kepercayaan
masyarakat terhadap keberadaan Dewi Sri. Perempuan yang
memerankan Dewi Sri harus memiliki syarat-syarat tertentu.
Apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, maka pelaksanaan
upacara tersebut tidak akan tercapai. Syarat-syaratnya adalah:
Masih keturunan Mbah Buyut Karti, Perawan / Gadis, Berperilaku
Baik, Memiliki Wajah yang rupawan.
Dayang Pengiring Dewi Sri, Merupakan Para Gadis dari Desa
Krajan yang memiliki criteria seperti Dewi Sri. Para Dayang
bertugas membawa peras dan sesaji yang digunakan untuk
pelaksanaan pawai ider bumi.
Pelaku Upacara adat (1)
12. Kebo-keboan, merupakan pelaksana setiap tahapan dalam
pelaksanaan upacara, yang memiliki criteria Berbadan
besar, sehat, kuat dan masih keturunan Mbaj Buyut Karti.
Kebo-keboan ini berjumlah lima sampai sepuluh Pasang,
satu pasang berjumlah tiga yaitu dua kerbau dan satu
pengendali.
Para Petani, terlibat saat melaksanakan ider Bumi
Buldrah, merupakan tokoh yang bertugas memimpin
pelaksanaan kirab ider bumi. Yang di pilih adalah yang
memiliki keahlian dibidang pertanian, dan biasanya
merupakan penggerak warga dibidang pertanian.
Modin Banyu, merupakan seorang yang mempunyai tugas
sehari-hari yang mengatur sistim pengairan.
Pelaku Upacara adat (2)
14. Peralatan Pertanian, peralatan ini digunakan karena
upacara adat ini berlatarbelakang tradisi masyarakat
agraris, maka berbagai perlengkapan yang digunakan
adalah: singkal, teter, pecut, sabit, cangkul, dan cingkek
Songsong, merupakan payung besar yang digunakan
untuk memayungi dewi sri, agar tidak tersengat terik
matahari.
Sesaji, merupakan syarat terpenting dari tradisi ini yang
apabila sesaji kurang, maka upacara yang dilaksanakan
tidak sempurna. Sesaji diantaranya berupa peras, tumpeng
agung, jenang Abang (bubur Merah), Bubur Putih, Bubur
Kuning, Bubur Hitam, Bubur hijau / biru, peteteng, kendi,
daun pisang, kemenyan, dan beras petung tawar.
Tandu (tempat duduk Dewi Sri), Tandu ini digunakan untuk
tempat duduk dewi sri saat prosesi adat.
Peralatan Upacara Adat
16. Pemimpin dalam upacara kebo-keboan ini bergantung pada kegiatan
atau tahap yang dilakukan. Pada tahap selamatan di Petaunan, yang
bertindak sebagai pemimpin upacara adalah kepala Dusun Krajan.
Sedangkan, yang bertindak sebagai pemimpin upacara saat mengadakan
ritual ider bumi dan kebo-keboan adalah seorang pawang yang dianggap
sebagai orang yang ahli dalam memanggil roh-roh para leluhur.
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan upacara
adalah:
(1) Para aparat Dusun Krajan;
(2) Beberapa kelompok kesenian yang ada di wilayah Alasmalang;
(3) Empat orang atau lebih yang nantinya akan menjadi kebo-
keboan; dan
(4) Warga masyarakat lainnya yang membantu menyiapkan
perlengkapan upacara maupun menyaksikan jalannya upacara.
Penyelenggara Upacara
17. Pelaksanaan
Kebo-keboan di
Desa Aliyan Upacara yang dilaksanakan
dalam rangka bersih desa
(selamatan desa) ini dibagi
dalam beberapa prosesi yang
terangkum dalam tiga hari.
1. Hari pertama bersih desa
dan tajen (adu ayam)
2. Hari kedua pertunjukan
wayang dan selamatan
(makan pecel pitik dan
gecok gempol)
3. Hari ketiga pelaksanaan
kebo-keboan.
18. Di Desa Aliyan selamatan pada hari
pertama hanya dihadiri beberapa orang
yang dipimpin tetua untuk
mendoakannya. Doa-doa yang dibacakan
adalah doa-doa Islam dan ujub dalam
bahasa lokal (bahasa Using). Pada hari ini
juga diadakan tajen atau sabung ayam.
Pelaksanaan Hari Pertama
19. Keesokan harinya diadakan
pertunjukan wayang kulit
selama dua kali, yakni pada
waktu siang dan malam hari.
Dalam pertunjukan ini, Buyut
Wangsa Kenanga dan anak
buahnya diundang secara gaib
untuk menghadiri upacara
Kebo-keboan.
Pelaksanaan
Hari Kedua (1)
20. Pertunjukan wayang pada siang
hari menceritakan tentang
turunnya Dewi Sri (Dewi Padi),
Pertunjukan wayang ini juga
memerlukan sesajen yang terdiri
dari tumpeng beserta lauknya,
biasanya kare atau ‘pecel
pitik’ (ayam panggang) dan gecok
gempol. Ada juga boneka binatang,
seperti tikus, katak, cacing, dan
ular yang terbuat dari tepung.
Pertunjukan wayang ini digelar di
rumah Jaga Tirta (pengawas
pengairan di desa).
Pelaksanaan Hari Kedua (2)