Ini di dapat dari kegiatan wawancara dengan mahasiswa di kampus sekitar daerah Jawa tengah, serta beberapa referensi dari jurnal penelitian yang beredar di google
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...
Budaya, adat Jawa Tengah_Kelompok 1.pptx
1. Kirap Malam 1 Suro Karaton
Kasunanan Surakarta Hadiningrat
Studi Masyarakat Budaya Jawa Tengah
Kelompok 1 :
Rasna (12011426520 )
Rini Wediana ( 12011424202 )
Yuliana Adisti ( 12011426798 )
2. Ritual 1 Suro telah dikenal masyarakat Jawa
sejak masa pemerintahan Sultan Agung (1613-
1645 Masehi). Tradisi 1 Suro merupakan
perpaduan antara warisan nenek moyang Jawa
dan Hindu.
Berlangsungnya Kirab Pusaka Malam 1 Suro
di Keraton Surakarta Hadiningrat terdapat
beberapa unsur Islam dan juga unsur budaya
Jawa. Ajaran-ajaran Islam yang masuk dalam
rangkaian upacara kirab pusaka malam 1 Suro
diantaranya sholat, doa dan sedekah. Sedangkan
nilai-nilai budaya Jawa yang masuk adalah
jamasan, wilujengan, caos dhahar, semedi, tapa
bisu. Dan menariknya pelaksanaan kirab pusaka
malam 1 Suro ini selalu diawali oleh kebo bule Kyai
Slamet sebagai cucuking lampah.
Apa itu Kirap Malam Satu Suro ?
3. Pergantian tahun baru Jawa yang jatuh tiap malam 1 Suro (1 Muharram)
yang tidak disambut dengan kemeriahan, namun dengan berbagai ritual
sebagai bentuk introspeksi diri. Saat malam 1 Suro tiba, masyarakat Jawa
umumnya melakukan ritual tirakatan, lèk-lèkan (tidak tidur semalam suntuk),
dan tuguran (perenungan diri sambil berdoa). Bahkan sebagian orang memilih
menyepi untuk bersemedi di tempat sakral seperti puncak gunung, tepi laut,
pohon besar, atau di makam keramat. Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro
sebagai awal tahun Jawa juga dianggap sebagai bulan yang sakral atau suci,
bulan yang tepat untuk melakukan renungan, tafakur, dan introspeksi untuk
mendekatkan dengan Yang Maha Kuasa. Cara yang biasa digunakan
masyarakat Jawa untuk berinstrospeksi adalah dengan lelaku, yaitu
mengendalikan hawa nafsu.
4. Lanjutan…
Sepanjang bulan Suro masyarakat Jawa
meyakini untuk terus bersikap eling (ingat) dan
waspada. Eling artinya manusia harus tetap ingat
siapa dirinya dan di mana kedudukannya sebagai
ciptaan Tuhan. Sedangkan waspada berarti manusia
juga harus terjaga dan waspada dari godaan yang
menyesatkan. Karenanya dapat dipahami apabila
kemudian masyarakat Jawa pantang melakukan
hajatan pernikahan selama bulan Suro. Pesta
pernikahan yang biasanya berlangsung dengan
penuh gemerlap dianggap tidak selaras dengan
lelaku yang harus dijalani selama bulan Suro.
5. Upacara kirab pusaka malam 1 Suro di kraton
Surakarta merupakan upacara adat yang bertujuan
untuk memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Poses kirab pusaka pada tengah malam ini
berlangsung cukup unik, karena diawali barisan
kawanan kerbau bule Kiai Slamet. Konon kerbau ini
termasuk hewan piaraan kesayangan raja yang memiliki
turunan langsung dari hewan sejenis milik keraton
Mataram. Jadi, kerbau Kiai Slamet dipercaya berbeda
dengan kerbau kebanyakan. Pada hari-hari biasa, ia
lebih banyak meninggalkan kandangnya di kampung
Gurawan, sebelah Timur Alun-alun Selatan. Namun di
saat menjelang datangnya 1 Suro kerbau itu kembali
menetap di Alun-alun Selatan.
6. Introduction
Ritual 1 Suro telah dikenal masyarakat Jawa sejak masa pemerintahan Sultan Agung (1613-
1645 Masehi). Saat itu masyarakat Jawa masih mengikuti sistem penanggalan Tahun Saka
yang diwarisi dari tradisi Hindu. Sementara itu umat Islam pada masa Sultan Agung
menggunakan sistem kalender Hijriyah. Sebagai upaya memperluas ajaran Islam di tanah
Jawa, kemudian Sultan Agung memadukan antara tradisi Jawa dan Islam dengan
menetapkan 1 Muharram sebagai tahun baru Jawa.
7. para masyarakat
keraton yang
lengkap dengan
pakaian beskap
hitam, blangkon, dan
kain
Laki-laki
mengenakan kebaya hitam, kain,
dan rambut yang disanggul.
Mereka yang bertugas membawa
pusaka, wajib memakai
sumpingan Gajah Oling rangkaian
bunga melati yang dipasang di
telinga.
Perempuan
Membawa pusaka,
mereka membawa
lentera dan
obor untuk
menerangi
rombongan kirab.
Tidak
bertugas
Keraton membentuk berbagai simbol dengan pusaka keraton menjadi komponen
utama pada tiap barisan, diikuti;
8. Pesan Dakwah dalam Kirap Malam 1 Suro
Kirab pusaka adalah suatu tatacara adat, bertepatan dengan warsa baru
menjelang 1 suro. Dengan maksud, memancarkan daya prabawa yang menurut
kepercayaan kalangan kraton terdapat pusaka-pusaka itu. Pada saat kirab tersebut semua
diwajibkan mengelepas cipta dengan memohon kepada Tuhan untuk keselamatan negara
seisinya
Kirab Pusaka Keraton Surakarta merupakan adat atau tradisi dan juga bagian dari budaya
yang sudah mengalami proses akulturasi dengan agama Islam. Oleh karena itu dalam
upacara Kirab Pusaka Keraton Surakarta juga terdapat unsur-unsur ajaran Islam. Unsur
atau nilai Islam tersebut berupa simbol-simbol tertentu yang ada dalam kirab pusaka
keraton Surakarta.
Simbol tersebut antara lain berupa peralatan atau sesajen yang digunakan dalam kirab
pusaka di keraton Surakarta. Baedhowi mengkatakan bahwa Sesajen ini sebenarnya
merupakan perlambang antara harapan dan rasa syukur. Dari berbagai ragam ruwatan
yang dilakukan orang Jawa tampak sekali pusaran tradisi pada pembebasan sukerta dari
mangsa Batara Kala. Simbol juga mengandung pesan mengenai ajaran atau nilai Islam.
Pesan adalah simbol yang disalurkan dan dipertukarkan, yang memuat gagasan, motif-
motif, harapan, obsesi, keinginan, kepercayaan, keyakinan, persepsi terhadap sesuatu,
pandangan terhadap dunia, dan maksud-maksud tertentu yang lain di mana disalurkan dari
sumber (komunikator), melalui berbagai saluran (chanel) baik media massa maupun media
yang lain
9. Lanjutann…
Unsur agama itulah yang disebut sebagai pesan dakwah. Pesan
atau nilai Islam tersebut di antaranya terdapat di dalam peralatan
atau sesaji yang digunakan dalam proses kirab pusaka sebagai
berikut:
1. Arang
2. Cambuk
3. Alat penerangan
4. Beras ketan
5. Ketan empat warna dan enten-enten
6. Ingkung ayam atau pemggang ayam
7. Jenang pathi
8. Jenang gerendul
9. Jenang abang putih
10. Doa
14. Kesimpulan :
Dapat disimpulkan bahwa Kirab Pusaka yang diadakan oleh Kraton Surakarta
merupakan adat-istiadat atau tradisi yang di miliki oleh Kraton Surakarta karena
sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan merupakan upacara rutin yang
diadakan setahun sekali, yaitu pada setiap malam menjelang tanggal 1 Suro.
Sebagai salah satu budaya yang lahir dan tumbuh,
Kirab Pusaka Kraton Surakarta tidak lepas dari pengaruh Islam. Unsur-unsur Islam
yang terkandung dalam Kirab Pusaka di antaranya adalah symbol atau perlambang
pada peralatan, sesaji. Dan doa yang digunakan dalam proses Kirab Pusaka. Hal
inilah yang disebut dengan pesan dakwah. Menjadi kewajiban segenap kerabat
atau siapapun yang bersimpati untuk selalu meluhurkan dan menjunjung nama
Keraton Surakarta sebagai sumber budaya tradisional Jawa dan bangunan kultural
yang bersejarah.