SlideShare a Scribd company logo
1 of 21
Download to read offline
TRADISI BAYANI, BURHANI DAN IRFANI
SERTA HUBUNGANNYA DENGAN KHAZANAH KEILMUAN PESANTREN
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Khazanah Keilmuan Pesantren II”
Pada Program Pasca Sarjana PAI Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA)
Guluk-Guluk Sumenep
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. ABU YAZID, MA., LL.M
Disusun Oleh:
FAHRI FARGHIZ
SEMESTER II-A
PROGRAM PASCA SARJANA (PAI)
INSTITUT ILMU KEISLAMAN ANNUQAYAH (INSTIKA)
GULUK-GULUK SUMENEP
AGUSTUS 2020
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan pada Ilahi Rabbi Allah SWT. Shalawat dan
Salam senantiasa terlimparuahkan kepada baginda Rasulillah Muhammad SAW
beserta seluruh keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan pada seluruh ummatnya
yang telah mengikuti jejaknya hingga hari kiamat.
Atas berkat rahmat, taufiq dan hidayah Allah SWT penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik dan lancar tanpa halangan
apapun.
Makalah ini berjudul “Tradisi Bayani, Burhani dan Irfani serta
Hubungannya Dengan Khazanah Keilmuan Pesantren” kami susun guna
memenuhi tugas mata kuliah Khazanah Keilmuan Pesantren 2 dengan harapan
memberikan sebuah manfaat kepada seluruh umat utamanya kepada saya sendiri
Dalam kesempatan yang berbahagia ini, penulis menghaturkan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Seluruh Civitas Akademika INSTIKA, Utamanya Civitas Akademika
Pascasarjana;
2. Bapak Prof. Dr. Abu Yazid, MA., LL.M selaku dosen pengampu mata kuliah
Khazanah Keilmuan Pesantren 2 yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada kami;
3. Semua pihak yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam penulisan
makalah ini
Penulis menyadari bahwa no body perpect, tentunya tulisan ini masih jauh
dari kesempurnaan dan banyak kekurangannya. Untuk itu kritik dan saran dari
segenap pembaca sangat penulis mengharapkan guna penyempurnaan penulisan
makalah ini.
Dan akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya. Amien Ya Rabbal A’lamin.
Sumenep, 09 Agustus 2020
Fahri Farghiz
iii
DAFTAR ISI
Halaman Cover .......................................................................................................................... i
Kata Pengantar .......................................................................................................................... ii
Daftar Isi .................................................................................................................................. iii
BAB I: PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
C. Tujuan Pembahasa ........................................................................................................ 2
BAB II: PEMBAHASAN ....................................................................................................... 3
A. Konsepsi Bayani, Burhani dan Irfani ........................................................................... 3
1. Bayani ........................................................................................................................
2. Burhani ......................................................................................................................
3. Irfani ..........................................................................................................................
B. Khazanah Keilmuan Pesantren ........................................................................................
C. Hubungan Bayani, Burhani dan Irfani Dengan Khazanah Keilmuan Pesantren .............
BAB III: PENUTUP ..................................................................................................................
A. Kesimpulan ......................................................................................................................
B. Saran-Saran ......................................................................................................................
Daftar Pustaka
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang hingga saat ini menjadi kunci yang paling
mendasar dari kemajuan yang diraih umat manusia, tentunya tidak datang begitu saja
tanpa ada sebuah dinamika atau diskursus ilmiah. Proses untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan itulah lazim dikenal dengan istilah epistemologis.
Lebih lanjut Ahmad Tafsir mengungkapkan bahwa Epistemologi membicarakan
sumber ilmu pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu, epistemologis ini menempati posisi yang sangat strategis, karena ia
membicarakan tentang cara untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Mengetahui cara
yang benar dalam mendapatkan ilmu pengetahuan berkaitan erat dengan hasil yang ingin
dicapai yaitu berupa ilmu pengetahuan. Pada kelanjutannya kepiawaian dalam
menentukan epistemologis, akan sangat berpengaruh pada warna atau jenis ilmu
pengetahuan yang dihasilkan.
Sejarah telah mencatat bahwa peradaban Islam pernah menjadi kiblat ilmu
pengetahuan dunia sekitar abad ke-7 sampai abad ke-15. Setelah itu, masa keemasan itu
mulai melayu, statis, bahkan mundur hingga abad ke-21 ini. Hal itu terjadi, karena Islam
dalam kajian pemikirannya paling tidak menggunakan beberapa aliran besar dalam
kaitannya dengan teori pengetahuan (epistemologi). Setidaknya ada tiga model sistem
berpikir dalam Islam, yakni bayani, irfani dan burhani yang masing-masing mempunyai
pandangan yang berbeda tentang pengetahuan.
Selain sebagai instrumen untuk mencari kebenaran, ketiga epistemologi tersebut juga
bisa digunakan sebagai sarana identifikasi cara berfikir seseorang. Seorang filosof dengan
corak berfikir burhani akan menjawab bahwa sumber kebenaran itu dari akal atau panca
indera. Dengan kedua sarana ini manusia memunculkan dua dikotomi antara apa yang
disebut rasional dan irrasional. Rasional adalah sebuah kebenaran, sebaliknya irrasional
adalah sebuah kesalahan. Selanjutnya orang yang memiliki corak berfikir bayani akan
menjawab bahwa sumber kebenaran itu dari teks. Rasio tidak memiliki tempat dalam
pembacaan mereka terhadap kebenaran. Ketercukupan golongan ini terhadap teks
memasukkan mereka pada golongan fundamental literalis. Sedangkan orang yang
2
memiliki corak berfikir irfani akan menjawab bahwa sumber kebenaran itu dari wahyu,
ilham, wangsit dan sejenisnya. Pola berfikir demikian akan membangun sebuah struktur
masyarakat yang memiliki hirarki atas bawah. Untuk lebih memahami mengenai bayani,
Burhani dan Irfani penulis akan menjelaskannya dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Tradisi Bayani, Burhani dan Irfani?
2. Bagaimana Hubungan Tradisi Bayani, Burhani dan Irfani dengan Khazanah Keilmuan
Pesantren?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui definisi Tradisi Bayani, Burhani dan Irfani
2. Untuk mengetahui bagaimana Hubungan Tradisi Bayani, Burhani dan Irfani dengan
Khazanah Keilmuan Pesantren
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsepsi Bayani, Burhani dan ‘Irfani
Secara etimologi kata epistemologi berasal dari bahasa yunani yaitu episteme dan logos.
Episteme berarti pengetahuan sedangkan logos berarti teori, uraian, atau alasan. Jadi
epistemologi adalah sebuah teori tentang pengetahuan.
Epistemologi secara sederhana dapat di definisikan sebagai cabang filsafat yang mengkaji
asal mula, stuktur, metode pengetahuan.
Oleh karena itu, epistemologi bersangkutan dengan masalah-masalah:
1. Filsafat, sebagai cabang ilmu dalam mencari hakikat dan kebenaran pengetahuan.
2. Metode, memliliki tujuan untuk mengantarkan manusia mencapai pengetahuan
3. Sistem, bertujuan memperoleh realitas kebenaran pengetahuan.
Epistemologi atau filsafat pengetahuan pada dasarnya juga merupakan suatu upaya secara
rasional untuk menimbang dan menentukan nilai kognitif pengalaman manusia dalam
interaksinya dengan diri, interaksi dengan lingkungan sosial, dan juga interaksinya dengam
alam sekitarnya. Oleh karena itu, epistemologi juga disebut sebagai suatu disiplin yang
bersifat evaluatif, normatif, dan kritis. Evaluatif berarti menilai. Ia menilai apakah suatu
kenyakinan, sikap, pernyataan pendapat, dan teori pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin
kebenarannya, atau memiliki dasar yang dapat dipertanggung jawabkan secara nalar.
Normatif berarti menentukan norma atau tolak ukur. Dalam hal ini adalah tolak ukur
kenalaran bagi kebenaran pengetahuan.
Mukti ali menyatakan dalam mempelajari dan memahami Islam ada 3 cara yang jelas
yakni , Naqly (Bayani), Aqly (Rasional/Burhani), dan Kasfy (mistik/’Irfani). Selanjutnya
penulis akan menerangkan apa yang dimaksud 3 cara untuk memahami islam tersebut.
1. Bayani
a. Definisi
Secara etimologi, bayani mempunyai arti penjelasan, keterangan, ketetapan, data,
keterangan.1
1
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Besar Al-Munawwir, Jakarta: Pustaka Progressif, 1997), 920
4
Adapun secara terminologi al-bayan adalah ilmu baru yang dapat menjelaskan
sesuatu atau ilmu yang dapat mengeluarkan sesuatu dari kondisi samar kepada kondisi
jelas.
Sedangkan dalam bahasa filsafat yang disederhanakan, pendekatan bayani dapat
diartikan sebagai Model metodologi berpikir yang didasarkan atas teks. Dalam hal ini
teks sucilah yang memilki otoritas penuh menentukan arah kebenaran sebuah kitab.
Fungsi akal hanya sebagai pengawal makna yang terkandung di dalamnya.
b. Metode Berfikir Bayani
Bayani adalah metode pemikiran khas arab yang didasarkan atas otoritas teks
(Nash), secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung artinya memahami teks
sebagai pengetahuan jadi dan langsung mengaplikasikan nya tanpa perlu pemikiran,
secara langsung maksudnya memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga
memerlukan tafsir dan penalaran. Sumber pengetahuan bayani adalah al-qur’an dan
hadis. Karena itulah, epistemologi bayani menaruh perhatian besar dan teliti terhadap
transmisi teks dari generasi ke genarasi. Ini penting bagi bayani, karena sebagai
sumber pengetahuan benar tidak nya transmisi teks menetukan benar salahnya
ketentuan hukum yang diambil.2
Untuk mendapatkan pengetahuan, epistemologi bayani menempuh dua cara yaitu:
1) Berpegang pada redaksi (lafadz teks) dengan menggunakan kaidah bahasa
Arab sebagai alat analisa. Syafi’i mengklasifikasi dan menetapkan aspek bayan
dalam wacana Al-Qur’an dan membaginya menjadi 4, yaitu:
a) Teks yang tidak membutuhkan ta’wil karena telah jelas dengan sendirinya
b) Teks yang membutuhkan penyempurnaan dan penjelasan.
c) Teks yang ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an dan teks tersebut dijelaskan
oleh nabi.
d) Teks yang tidak disebut dalam Al-Qura’an namun di jelaskan oleh nabi
sehingga memiliki kekuatan seperti Al-Qur’an.
2) Menggunakan metode qiyas (analogi) dan inilah prinsip utama epistemologi
bayani. Dalam kaidah ushul fiqh, qiyas diartikan sebagai memberikan
keputusan hukum suatu masalah berdasarkan masalah lain yang telah ada
2
A. Khudori Soleh, Model-Model Epistemologi Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2000), 194
5
kepastian hukumnya dalam teks, karena adanya kesamaan illah. Ada beberapa
hal yang harus dipenuhi dalam melakukan qiyas, yaitu:
a) Adanya al ashl yakni nash suci yang memberikan hukum dan dipakai
sebagai ukuran. Dinamakan juga Muqoyas-alaih, mahmul-alaih,
musyabbah-bih.3
b) Al-Far’ yaitu sesuatu yang tidak ada hukumnya dalam nash. Dinamakan
juga muqoyyas, musyabbah.4
c) Hukum al-ashl yaitu ketetapan hukum yang diberikan oleh ashl untuk di
jadikan hukum far’.
d) ‘Illah yaitu menyifatkan sesuatu kepada dasar, dan diatasnya di di bina
hukum nya, dan dengan nya itu di ketahui adanya hukum pada far’.5
Contoh qiyas adalah soal hukum meminum arak dari kurma. Arak dari perasan
kurma disebut far` (cabang) karena tidak ada ketentuan hukumnya dalam nash, dan ia
akan diqiyaskan pada khamr. Khamr adalah ashl (pokok) sebab terdapat dalam teks
(nash) dan hukumnya haram6
[8], alasannya (illah) karena memabukkan. Hasilnya arak
adalah haram karena ada persamaan antara arak dan khamr yakni sama-sama
memabukkan.
Karena otoritas ada pada teks dan rasio hanya berfungsi sebagai pengawal teks,
sementara sebuah teks belum tentu diterima oleh golongan lain, maka ketika
berhadapan, nalar bayani menghasilkan sikap mental yang dogmatis.
c. Pendekatan Bayani
Pendekatan bayani sudah lama dipergunakan oleh para fuqaha', mutakallimun dan
ushulliyun. Bayani adalah pendekatan untuk:
1) Memahami atau menganalisis teks guna menemukan atau mendapatkan makna
yang dikandung dalam (atau dikendaki) lafadz, dengan kata lain pendekatan
ini dipergunakan untuk mengeluarkan makna zahir dari lafz dan 'ibarah yang
zahir pula.
2) Istinbat hukum-hukum dari al-nusus al-diniyah dan al-Qur'an khususnya.
3
Syekh Abdul Wahhab Khallaf, ‫ﻋﻠﻢ‬‫ﻟﻔﻘﻪ‬‫ﺍ‬ ‫ﺃﺻﻮﻝ‬ , diterjemahkan Halimuddin. S.H, (Jakarta: Rinneka Cipta
2005), 68
4
Ibid, 68
5
Ibid, 73
6
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Ma’idah[5]: 90)
6
2. Burhani
a. Definisi
Burhani merupakan bahasa Arab yang secara harfiyah berarti mensucikan atau
menjernihkan. Menurut ulama ushul, al-burhan adalah sesuatu yang memisahkan
kebenaran dari kebatilan dan membedakan yang benar dari yang salah melalui
penjelasan.
Epistemologi burhani adalah epistemologi yang berpandangan bahwa sumber ilmu
pengetahuan adalah akal. Akal menurut epistemologi ini mempunyai kemampuan
untuk menemukan berbagai pengetahuan, bahkan dalam bidang agama sekalipun akal
mampu untuk mengetahuinya, seperti masalah baik dan buruk.
b. Metode Berfikir Burhani
Dalam bahasa Arab, Al-Burhan berarti argument (al-hujjah) yang dalam bahasa
Inggris demonstration yang berarti keterangan dan penjelasan. Dalam perspektif
logika, burhani adalah aktivitas berpikir untuk menetapkan kebenaran suatu
pengetahuan melalui metode penyimpulan.
Istilah burhani yang mempunyai akar pemikiran dalam filsafat aristoteles ini,
digunakan oleh al jabiri sebagai sebutan terhadap sebuah sistem pemikiran yang
menggunakan pemikiran tersendiri dan memiliki pandangan dunia tertentu, tanpa
bersandar kepada otoritas pengetahuan lain. Metode burhani lebih bersandar pada
kekuatan indra, pengalaman, dan akal di dalam mencapai pengetahuan.
Epistemologi burhani digunakan untuk mengukur benar atau tidaknya sesuatu
dengan berdasarkan komponen kemampuan alamiah manusia berupa pengalaman dan
akal tanpa dasar teks wahyu suci. Maka sumber pengetahuan dengan nalar burhani
adalah realitas dan empiris; alam, sosial, dan humanities. Artinya ilmu diperoleh
sebagai hasil penelitian, hasil percobaan, hasil eksperimen, baik di laboratorium
maupun di alam nyata baik yang bersifat sosial maupun alam.
c. Aliran Pemikiran Epistemologi Burhani (Rasional)
Perbedaan yang mencolok antara aliran rasional dengan aliran konservatif adalah
menyangkut cara pandang yang digunakan oleh keduanya dalam memperbincangkan
masalah wacana pendidikan. Aliran rasional menggunakan analisis rasional- filosofis
secara signifikan, tidak sepertihalnya aliran konservatif yang cenderung normatif
oriented. Keberhasilan usaha mentrasnformasikan ragam potensi yang ada dalam
7
aliran rasional ini, sangat ditentukan oleh seberapa besar optimalisasi fungsi daya-daya
inderawi dan rasio. Aliran ini meyakini bahwa daya-daya inderawi dan rasio itulah
yang bisa menjadikan seseorang mempunyai pengetahuan realitas di sekeliling dan
kemampuan mengabstraksikannya sehingga dapat menuntunnya untuk sampai pada
pengetahuan/pemahaman kebenaran (al-ma’rifat). Menurut al-Jabiri ada beberapa
tokoh yng menerapkan dasar-dasar episteme burhani diantaranya: Ibnu Rusyd, Ibnu
Khaldun, dan Al-Razi.
Ibnu Rusyd membagi jalan untuk mencapai pengetahuan dalam dua bagian, indera
dan rasio. Namun, pengetahuan yang dihasilkan oleh rasio yang bisa dianggap sebagai
pengetahuan sejati, sedang pengetahuan hasil indera tidak mencapai derajat tersebut.
Sebab, pengetahuan yang diperoleh lewat indera masih bisa tertipu oleh bayangan
objek kajiannya sendiri. Pengetahuan model ini masih merupakan persepsi individual
dan sangat subjektif.
Selanjutnya, Ibnu Rusyd membagi akal dalam dua bagian,; praktis dan teoritis.
Akal praktis ini lazim dimiliki semua orang, karena akal ini bisa diperoleh lewat
pengalaman yang didasarkan perasaan dan imajinasi. Sehingga akal ini tidak stabil,
mudah berubah, berkembang, atau menyusut berdasarkan pengalaman, imajinasi,
gambaran, dan persepsi yang diterima. Sedangkan akal teoritis berkaitan dengan
proses perolehan pengetahuan. Dalam hal ini akal mempunyai tiga tahapan kerja, 1)
abstraksi, 2) kombinasi, dan 3) penilaian.
1) Abstraksi adalah proses penggambaran atau pencerapan gagasan universal atas
objek-objek yang ditangkap indera.
2) Yang dimaksud dengan kombinasi di sini bahwa akal mengkombinasikan dua
atau lebih dari abstraksi-abstraksi indera sehingga menjadi konsep.
3) Kemudian penilaian diberikan ketika konsep-konsep yang dihasilkan harus
dihadapkan pada proposisi-proposisi benar atau salah.
Namun, dengan pengunggulan rasio seperti yang Ibn Rusyd lakukan disinyalir
telah memunculkan sisi kelemahan berupa pertumpuan pada penalaran rasional murni
dalam mengkaji realitas materiil-kealaman sehingga kurang bertumpu pada
pengamatan dan eksperimentasi dalam menghasilkan “teori-teori” umum fenomena
materiil-kealaman. Sebab, di sini akal (rasio) dianggap mempunyai kemampuan
alamiah bawaan dalam menetapkan benar-salahnya fenomena empiris. Kemampuan
ini tidak berpangkal dari indera, tetapi ia muncul dari akal itu sendiri. Oleh karena itu,
8
tidak mengherankan bila konstruksi pemikiran/pengetahuan lebih didasarkan pada
model penalaran deduktif-rasional dari pada model penalaran induktif-empiris.
Kemudian Ibnu Khaldun juga termasuk dalam ilmuan muslim yang mengimani
episteme burhani dalam hal ini seperti apa yang ada dalam Al-Muqodimah buku
karangan Ibnu Khaldun, menurut Al-Jabiri menjelaskan bahwasanya Ibnu Khaldun
juga menggunakan Episteme Burhani yaitu melalui pendekatan Deduktif, langkah
awal ibnu khaldun menyingkap sejumlah tabir para pendahulu, kemudian ia
menganalisis satu peristiwa ke peristiwa berikutnya dalam setiap babnya dengan tidak
lupa menarik kesimpulan dan pelajaran dari setiap kasus dan peristiwa itu, dengan
demikian jelaslah bahwasanya Ibn Khaldun berusaha menjadikan sejarah sebagai ilmu
Burhani, yaitu Sejarah ilmiah yang berintikan penelitian, penyelidikan, dan analisis,
yang mendalam akan sebab sebab dan latar belakang terjadinya sesuatu dengan pasti
dan real ( nyata ) dapat di buktikan secara empiris.7
Selanjutnya yang juga berpendapat epistemologi burhani adalah yang paling
mendekati kebenaran adalah imam Al-Razi . Beliau adalah seorang rasionalis murni,
hal itu tampak dalam pendahuluan karyanya, al-thibb al-ruhani, ia menulis: ”Tuhan,
segala puji bagi-Nya, yang telah memberi kita akal agar dengannya kita dapat
memperoleh sebanyak-banyaknya manfaat; inilah karunia terbaik Tuhan kepada kita.
Dengan akal, kita melihat segala yang berguna bagi kita dan yang mebuat hidup kita
baik, dengan akal kita dapat mengetahui yang gelap, yang jauh, dan yang tersembunyi
dari kita. Dengan akal pula, kita dapat memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, suatu
pengetahuan tertinggi yang dapat kita peroleh. Jika akal sedemikian mulia dan
penting, maka kita tidak boleh melecehkannya, kita tidak boleh menetukan nya, sebab
ia adalah penentu, atau mengendalikannya, sebab ia adalah pengendali, atau
memerintahnya, sebab ia adalah pemerintah, tetapi kita harus merujuk kepadanya
dalam segala hal dan menentukan segala masalah dengannya; kita harus sesuai dengan
perintannya.8
Dalam menelaah epistemologi burhani tidak akan terlepas dari dua metodologi
sebelumnya, Yaitu epistemologi bayani dan ‘Irfani. Dari perpaduan ini muncul nalar
aduktif yakni mencoba memadukan model berfikir deduktif dan induktif antara hasil
bacaan yang bersifat kontekstual terhadap nash dan hasil hasil penelitian empiris,
7
Prof. Dr. Hasyimsyah Nasution. M.A, Filsafat Islam, (Bandung: Gaya Media Pratama, 1999), 99
8
Ibid, 101
9
justru kelak melahirkan ilmu Islam yang lengkap (komprehensif), luar biasa dan
kevalidan nya tidak diragukan.
d. Pendekatan Burhani
Rasionalitas syari’ah dibangun atas dasar maksud dan tujuan yang diberikan sang
pembuat syari’ah, dan akhirnya bermuara pada upaya membawa manusia kepada nilai-
nilai kebijakan. Bisa dikatakan kemudian bahwa gagasan maqashid al-syari’ah
sebanding dengan gagasan hukum kausalitas dialam ini dalam disiplin filsafat.
Rasionalitas filsafat dibangun atas landasan keteraturan alam ini, dan juga pada
landasan prinsip kausalitas.9
Pandangan yang berpegang pada maqashid alsyari’ah sebagai acuan membangun
rasionalisme menjadi karakteristik dari pemikiran islam Andalusia. Hal ini diawali
oleh Ibn Hazm yang kemudian dimatangkan oleh Ibn Rusyd, kemudian dilanjutkan as-
syatibi. As-Syatibi menyatakan membangun dimensi rasionalisme dalam disiplin
syari’ah atas dasar prinsip qath’i dengan mengacu pada metode rasionalisme atau
burhani, sehingga disiplin ushul fiqh pun didasarkan pada prinsip kulliyyah assyari’ah
(ajaran-ajaran universal dari syari’ah) dan pada prinsip maqasid syariah. Prinsip
kulliyyah assyariah berposisi sebagaimana halnya dengan posisi al-kulliyyah al-
aqliyyah (prinsip-prinsip universal) dalam filsafat. Sementara maqhasid assyariah
serupa dengan posisi al-sabab al-ga’iy (sebab akhir) yang berfungsi sebagai unsur-
unsur pembentuk penalaran rasional.
Menurut Al-Razi, semua pengetahuan pada prinsipnya dapat diperoleh manusia
selama ia menjadi manusia. Akal yang menjadi hakekat kemanusiaan, dan akal adalah
satu-satunya alat untuk memperoleh pengetahuan tentang dunia fisik dan tentang
konsep baik dan buruk setiap sumber pengetahuan lain yang bukan akal hanya omong
kosong, dugaaan belaka dan kebohongan.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Ibnu Rusyd (1126-1198 M) ketika secara jelas
menyatakan bahwa metode burhani (demonstrative) untuk kalangan elite terpelajar,
metode dialektika (jadal) untuk kalangan menengah dan metode retorik (khithabi)
untuk kalangan awam.
9
Muhammad Abed al-Jabiri, Post Tradisionalisme Islam, diterjemahkan oleh, Ahmad Baso, (Yogyakarta:
LkiS,2000), 163-164,166
10
3. ‘Irfani
a. Definisi ‘Irfani
‘Irfani merupakan bahasa Arab yang memiliki dua makna asli, yaitu sesuatu yang
berurutan yang sambung satu sama lain dan bermakna diam dan tenang. Namun secara
harfiyah al-‘irfa adalah mengetahui sesuatu dengan berfikir dan mengkaji secara
dalam. Dengan demikian al-‘irfan lebih khusus dari pada al-‘ilm.
Secara termenologi, ‘Irfani adalah pengungkapan atas pengetahuan yang diperoleh
lewat penyinaran hakikat oleh Tuhan kepada hambanya (al-kasyf) setelah melalui
riyadhah.
b. Metode berfikir ‘Irfani
Pengetahuan ‘Irfani didasarkan pada kasyf atau tersingkapnya rahasia-rahasia
realitas oleh Tuhan. Karena itu pengetahuan ‘Irfani tidak diperoleh berdasarkan
analisa teks dan logika tetapi dengan olah rohani, dimana dengan kesucian hati
diharapkan Tuhan akan melimpahkan pengetahuan langsung kepadanya. Masuk dalam
pikiran, dikonsep kemudian dikemukakan kepada orang lain secara logis. Dengan
demikian pengetahuan ‘Irfani setidaknya diperoleh melalui 3 tahap yaitu: Persiapan,
Penerimaan dan Pengungkapan dengan lisan atau tulisan.
1. Tahap pertama persiapan. Untuk bisa menerima limpahan pengetahuan, seseorang
harus menempuh jenjang-jenjang kehidupan spiritual. Setidaknya ada tujuh
tahapan (maqamat) yang harus dijalani, mulai dari bawah menuju puncak.
2. Tahap kedua penerimaan . Jika telah mencapai tingkat tertentu dalam sufisme,
seseorang akan mendapat limpahan pengetahuan langsung dari Tuhan secara
iluminatif menurut tahap ini mencakup “ma’rifah”, “mahabbah”, “fana”, “baqa”,
dan kemudian “kasyaf” . Pada tahap ini seseorang akan mendapatkan realitas
kesadaran diri yang demikian mutlak. Sehingga dengan kesadaran itu ia mampu
melihat realitas dirinya sendiri (musyahadah) sebagai obyek yang diketahui.
3. Tahap ketiga pengungkapan.Yakni pengalaman mistik di interpretasikan dan
diungkapkan kepada orang lain lewat ucapan atau tulisan. Tahap ini adalah
pengalaman rohani yang hanya bisa di rasakan oleh orang yang mencapai
tingkatan tertinggi pada pengalaman kejiwaan nya menuju tuhan.
11
Tokoh sufi yang berhasil mencapai tingkatan ini diantara nya:
1. Ibnu ‘Arobi dengan Kosep wahdatul wujud nya.
2. Abu Yazid Al-Busthomi dengan konsep ittihad nya.
3. Husein bin manshur al-hallaj dengan konsep hulul nya.
c. Pendekatan Burhani
‘Irfani mengandung beberapa pengertian antara lain : 'ilmu atau ma'rifah; metode
ilham dan kashf yang telah dikenal jauh sebelum Islam; dan al-ghanus atau gnosis.
Ketika ‘Irfani diadopsi ke dalam Islam, para ahl al-'irfan mempermudahnya menjadi
pembicaraannya mengenai; al-naql dan al-tawzif; dan upaya menyingkap wacana
qur'ani dan memperluas 'ibarahnya untuk memperbanyak makna. Jadi pendekatan
‘Irfani adalah suatu pendekatan yang dipergunakan dalam kajian pemikiran Islam oleh
para mutasawwifun dan 'arifun untuk mengeluarkan makna batin dari batin lafz dan
'ibarah; ia juga merupakan istinbat al-ma'rifah al-qalbiyyah dari Al-Qur'an.
Pendekatan ‘Irfani adalah pendekatan pemahaman yang bertumpu pada instrumen
pengalam batin, dhawq, qalb, wijdan, basirah dan intuisi. Sedangkan metode yang
dipergunakan meliputi manhaj kashfi dan manhaj iktishafi. Manhaj kashfi disebut juga
manhaj ma'rifah ‘Irfani yang tidak menggunakan indera atau akal, tetapi kashf dengan
riyadah dan mujahadah.
B. Khazanah Keilmuan Pesantren
Sebelum membahas tentang hubungan tradisi bayani, irfani dan burhani dengan
khazanah keilmuan pesantren, penulis akan memaparkan khazanah keilmuan pesantren itu
sendiri. Khazanah keilmuan yang dimaksud adalah tradisi keilmuan yang tetap dilestarikan
di pesantren, yaitu kajian terhadap kitab-kitab karya ulama abad pertangahan. Baik karya
ulama Timur Tengah atau para ulama Nusantara. Kitab-kitab tersebut di pesantren di
kenal dengan sebutan kitab kuning.
Asal mula dari penamaan kitab kuning bukan dari kalangan pesantren sendiri, akan tetapi
dari luar pesatren yang berkonotasi merendahkan. Buku-buku yang biasa ditulis dalam kertas
kuning tersebut dianggap kolot, rendahan, ketinggalan zaman, stagnan dan menjadi penyebab
utama keterbelakangan umat Islam.10
Namun dalam perkembangannya nama kitab kuning
menjadi kebanggaan tersendiri bagi cendikiawan muslim khususnya di kalangan kaum santri.
10
Muhammad Ramli, “Asal-usul Kitab Kuning, Sejarah dan Perkembangannya”,
https://www.kompasiana.com, akses, 16 Maret 2020
12
Seorang ulama akan diragukan kredibilitasnya sebelum dapat menguasai kitab kuning dengan
baik.
Selain nama kitab kuning terdapat nama lain yang merujuk kepada arti yang sama, yaitu
kitab klsik, kitab gundul dan kutub al-qudamah sebagaimana yang diusulkan oleh KH.
Masyhuri Syahid, MA dalam Simposium Nasional I di Bogor 25-27 Januari 1994.11
Istilah kitab kuning kemudian di kalangan santri diartikan sebagai kitab-kitab keagamaan
berbahasa Arab dan menggunakan aksara Arab. Namun Azyumardi Azra memberikan
definisi yang lebih umum. Menurutnya, kitab kuning tidak hanya mengunakan bahasa Arab,
akan tetapi juga bahasa lokal Nusantara seperti Melaku dan Jawa yang ditulis dengan aksara
Arab. Hal ini menunjukkan bahwa kitab kuning tidak hanya ditulis oleh intelektual muslim
dari Timur Tengah melainkan juga ulama Nusantra.12
Walaupun secara madzhab, ulama
Nusantara tetap mengikuti ulama Timur Tengah baik dalam fikih, aqidah dan tasawuf.
Kitab-kitab yang dikaji dapat dikelompokkan kepada kitab nahwu (sintak), sharrof
(morfologi), fikih, ushul fikih, hadits, tafsir, tauhid, tasawwuf, dan cabang ilmu lainnya
seperti tarikh dan balaghah. Di pesantren terdapat tradisi menerjemah kitab-kitab klasik
atau yang disebut kitab kunig dengan metode sorogan dan bendongan.
Khazanah keilmuan klasik dikaji sedemikian rupa dengan cara menerjemah, memberi
komentar atau syarh dan mengomentari komentar atau hasyiah. Dalam mengkaji khazanah
keilmuan klasik tersebut di lingkungan pesantren diterapkan secara bertahap dari tahap
eleminter sampai dengan kelas musyawarah sebagai tahap tertinggi.13
Kitab kuning sebagai rujukan keilmuan otoritatif di pesantren, menurut Damanhuri
tidak hanya berfungsi sebagai pelestarian dari khazanah keilmuan Islam, tatapi juga sebagai
indikasi dari kapasitas intelektual muslim pesantren dalam hal memahami, menginterpretasi
dan mengkontekstualisasi prinsip-prinsip hukum Islam untuk dapat menjawab tantangan
modernisasi global. Dalam upaya kontekstualisasi hukum Islam, pesantren menggunakan
beberapa cara, yaitu; penerjemahan terhadap karya-karya fikih mazhab, menulis kitab syarh
dari kitab fikih terkemuka dan menulis kitab sendiri dengan tetap merujuk pada sumber-
sumber otoritatif mazhab karya ulama sebelumnya.14
11
https://www.nu.or.id/post/read/40844/kitab-kuning, 16 Maret 2020.
12
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, cet. Ke-1
(Jakarta: Logos , 1999), 111
13
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, cet. Ke-6, (Jakarta:
LP3ES, 1994), 31
14
Damanhuri, “Kitab Kuning: Warisan Keilmuan Ulama Dan Kontekstualisasi Hukum Islam Nusantara”,
‘Anil
Islam, (Volume 10, Nomor 2, Desember 2017), 334
13
Dalam menghadapi pemasalahan sosial yang luas dan selalu berbanding lurus dengan
berkembangan zaman, maka kitab kuning yang lebih bercorak fikih, biasanya tidak hanya
dipahami dengan pendekatan leteralis atau qauli. Akan tetapi harus dengan pendekatan
metodologis atau manhaji yang lebih tanggap terhadap perkembangan sosial dan
perkembangan zaman.15
Kedua pendekatan tersebut harus dikolaborasi sedemikian rupa untuk
menkontekstualisasikan kitab kuning sebagai warisan intelektual ulama terhadap hukum
Islam di Nusantara. Upaya kontekstualisasi hukum tersebut dapat di lihat dari peran
ulama Nusantara dalam melakukan ijtihad, sehingga dapat menghasilkan hukum baru sebagai
respon dari kebudayaan Nusantara yang memang tidak ada dalam teks kitab karya ulama
Timur Tengah. Maka corak fikih Nusantara akan berbeda dengan fikih Arab. Misanya dalam
hukum perkawianan, seorang suami tidak dapat menjatuhkan talaq kepada istrinya jika tidak
melalui pengadilan. Hukum ini tidak ditemukan dalam fiqih Syafi’ie, hanya ada dalam
fiqih Nusantara.16
Dengan demikian, ulama Nusantara telah mampu menerapkan ajaran agama sesuai
dengan karakter penduduk lokal dengan tetap berpengang kepada kitab kuning dan maqashid
syari’ah dalam yudisprudensi Islam. Dengan tradisi ini, pesantren mampu menyerap
khazanah intelektual muslim klasik untuk mengembangkan sistem nilai dalam kehidupan
beragama dan bersosial.17
Hal itu sesuai dengan prinsip pesantren yang terus berpegang dan
memelihara radisi tradisi lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik.
C. Hubungan Bayani, Burhani dan ‘Irfani Dengan Khazanah Keilmuan Pesantren
Dalam khazanah keilmuan pesantren tidak akan terlepas dari tradisi Bayani, Irfani dan
Burhani. Tradisi pesantren yang tetap berpegang kepada refrensi otoritatif, yaitu kitab-
kitab kuning, mayoritas dikaji dengan epistimilogi bayani dan irfani, sedangkan epistimilogi
burhani jaga digunakan walaupun dengan persentase yang sangat kecil.
Seluruh pesantren yang tersebar di Indonesia sangat dipengaruhi oleh keilmuan yang
merujuk kepada kitab kuning. Maka kajian ilmu pesantren dalam bidang aqidah, fikih dan
akhlaq tetap berorientasi kepada karya intelktual para ulama klasik. Pemikiran al-Asy’ari dan
al-Maturidi misalnya mewarnai pemikiran teologi pesantren. Sementara dalam fikih,
15
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah,
Cet. VII (Tangerang Selatan: Mizan Online Bookstore: www.mizan.com xi, 2017), ix
16
Ahmad Baso, Islam Nusantara: Ijtihad Jenius dan Ijma’ Ulama Indonesia, Cet. I (Jakarta: Pustaka
Afid,
2015), 134
17
Abu Yasid, Paradigma Baru Pesantren (Yogyakarta: IRCiSoD, 2018), 13
14
didominasi pemikiran al-Syafi’ie. Sedangkan pemikiran al-Ghazali dan Junaid menjadi
rujukan pesantren dalam bidang akhlak.
Mayoritas kitab kuning di pesantren, seperti kitab Kifayah al-'Awam, yaitu kitab yang
membahas aqidah, sangat tampak dengan penggunaan nalar Bayani. Yaitu dengan pendekatan
istidlal. Misalnya sifat Allah yang ke-empat, mukhalafatuhu lil hawaditsi (Allah berbeda
dengan yang baharu). Dengan artian Allah sama sekali tidak memiliki unsur kesamaan
dengan makhluk seperti manusia, jin atau malaikat. Ketidaksamaan ini mencakup kepada
dzat atau sifatnya, sepeti Allah tidak berbentuk, bertempat ataupun yang lainnya.
Dalalilnya, jika ada yang sama dengan makhluk satu aspekpun, maka Allah adalah juga baru,
jika Allah baru maka pasti butuh kepada yang memperbaharui dan terjadilah tasalsul dan
daur yang keduanya adalah mustahil bagi Allah.18
Demikian pula dengan sifat yang pertama, wujud (ada Allah), yaitu dengan dalil
adanya alam semesta. Alam ini tidak mungkin ada dengan sendirinya karena ketiadaan tidak
mungkin menjadikan alam ada. Sehingga adanya alam pasti membutuhkan dzat yang
mengadakan dan Dzat yang mengadakan itu mustahil tidak ada.
Metode dalam pembuktian wajibnya kedua sifat tersebut adalah bukti bahwa di
pesantren dalam mengkkaji masalah aqidah didominasi oleh metode istidlal yang merupakan
sumber otaritas dari epistimologi bayani.
Apabila dalam bidang teologi pesantren lebih didominasi oleh istidlal, maka dalam fikih
pesantren lebih cendrung kepada dalil nash dan qiyas sebagai tumpuan nalar bayani-nya.
Misalnya kitab fiqih eleminter, yaitu kitab Taqrib karya Abu Suja’ yang kemudian diberi
hasyiyah menjadi kitab Kifayatul Akhyar karya Abu Bakar Al-Hisni.
Dalam kitab Kifayatul Akhyar sestematikanya pada setiap bab pembahasan pasti
dimulai dengan definisi, secara bahasa dan isltilah syari’at. Setelah itu dibahas secara
detail dan sitematis hukum dari kasus tertentu dengan menapilkan perbedaan pendapat para
ulama mengenai masalah furu’. Kemudian dijelaskan pendapat yang lebih kuat dan disertai
dengan dalil nash dari masing-masing pendapat. Jika tidak ada dalil nash al-Qur’an
maupun hadits maka yang digunakan adalah qiyas.19
Berbeda dengan disiplin aqidah dan fiqih yaitu akhlaq atau tasawuf. Jika dalam aqidah
dan fiqih cendrung kepada nalar bayani, maka akhlaq lebih cendrung kepada nalar irfani atau
pengalaman intuitif individu seorang ulama. Walaupun ada kitab akhlak yang tetap
18
Sembodo Ardi Widodo, “Nalar Bayâni, ‘irfâni dan burhâni, 81. Lihat juga kitab al-Hushun al-
Hamidiyah karya Sayyid Husain Afandi, (Surabaya: Al-Hidayah, tt.), 19
19
Sembodo Ardi Widodo, “Nalar Bayâni, 83
15
menggunakan epistimologi bayani seperti kitab Ta’limul Muta’allim. Sedangkan kitab akhlak
yang mayoritas pembahsannya adalah menggunakan nalar irfani, walaupun ada yang merujuk
kepada nash tetapi jumlahnya sedikit, yaitu kitab ‘Idzdztun Nasyiin. Kitab yang sudah lumrah
dipesantren ini, epistimologi yang dibangun adalah merujuk kepada pengalaman individu,
sosial dan politik yang disajikan dengan buntuk nasehat- nasehat kepada kaula muda20
Serupa dengan kitab ini adalah kitab Nshaihul Ibad, yaitu kitab yang berisi nasehat-nasehat
moral bagi para hamba Allah. Kitab ini juga didominasi oleh pengalaman intuitif atau irfani
para ulama seperti mimpi seorang wali yang dikemas dengan maqalah-maqalah.
Selain epistimologi bayani dan irafani yang berhubungan dengan keilmuan pesantren,
epistimologi burhani juga dapat dijumpai dalam beberapa kitab kuning yang menjadi
rujukan keilmuan pesantren. Umpamanya kitab Ihya’ Ulumuddin karya al- Ghazali. Kitab ini
termasuk salah satu kitab yang tidak asing di pesantren karena al- Ghazali yang dianggap
sebagai ulama pertama yang berhasil mengkompromikan antara filsafat dengan agama
dengan karyanya yang monomental ini. Kitab ini tidak hanya memakai nalar bayani dan
irfani, tetapi juga burhani. Ketiga epistimologi ini sama-sama digunakan walalupun
epitimologi burhani lebih sedikit dari bayani dan irfani.
Dalam penerapan naral bayani, al-Ghazali dalam kitab ini banyak metujuk kepada ilmu
syar'i yang empat, al-Qur'an, sunnah, ijma', dan atsar shahabah. Sedangkan dalam nalar
irfani, al-Ghazali banya manampilkan pengalaman ulama sufi yang tidak diperoleh dengan
belajar tetapi dengan ilmu kasyf. Sementara nalar burhani diterapkan dalam menjelaskan
tentang kedalaman suatu fenomena dengan menggunakan logika atau pemikiran filosofis,
seperti keajaiban hati, makna jiwa, ruh, dan akal.21
Dengan pembahan ini, epistimologi bayani, irfani dan burhani memiliki hubungan erat
dengan tradisi keilmuan pesantren, walalupun dengan porsi yang berbeda dalam setiap
disiplin ilmu yang dikaji. Dengan melestarikan tradisi ini, pesantren mampu menyerap
khazanah keilmuan klasik di satu sisi, dan di sisi lain pesantren mampu menjawab tantangan
zaman dengan mengkontekstulisasikan tradisi keilmuan klasik warisan para ulama. Tradisi
keilmuan yang ini, dalam sejarah bangsa Indonesia, hanya dapat ditemui dalam sistem
pendidikan pesantren. Lembaga pendidikan Islam tertua yang tetap berdiri kokoh sampai era
globalisasi ini.
20
Ibid, 84
21
Ibid, 86
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Definisi Bayani, Burhani dan ‘Irfani secara singkat adalah:
a. Bayani Bayani didefinisikan sebagai nalar keilmuan yang merujuk kepada otoritas
teks kegamaan, yaitu al-Quran dan Hadits. Teks kegamaan tersebut diberi
makna tekstual sesuai dengan makna yang ada dalam bahasa Arab atau
difamahami dan ditafsiri dengan makna lain sesuai dengan konteksnya dengan
tetap berpegang kepada penjelasan dari teks yang lain.
b. Irfani adalah nalar keilmuan yang berdasar kepada pengalaman batin atau
qalb. Dalam epistimologi irfani kemudian lahir istilah seperti kasyf, zuhd dan
yang lainnya. Sistem nalar ini digeluti oleh para sufi yang pengetahuan mereka
bukan lagi bertumpu pada teks, melainkan kepada mengalaman batin, yang dalam
tingkatan tertentu seorang sufi dengan kesucian hatinya mampu mendapatkan
pengetahuan langsung dari Tuhan kepada mereka.
c. Burhani adalah proses penalaran yang menetapkan benar tidaknya suatu preposisi
melalui cara deduksi, yaitu melalui cara pengaitan antar preposisi yang
kebenarannya bersifat postulatif. Dalam hal ini, burhani adalah satu jenis dari
logika yang sifatnya lebih khusus. Dalam nalar burhani kebenaran yang hendak
dicapai adalah bertumpu kepada kekuatan intelektual manusia, baik berupa
indera, pengalaman, maupun rasio terhadap alam semesta dengan berdasarkan
kepada hubungan kausalitas yang terjadi.
2. Hubungan Bayani, Burhani dan ‘Irfani dengan Khazanah Keilmuan Pesantren adalah:
Tradisi bayani, irfani dan burhani memiliki hubungan erat dengan khazanah
keilmuan pesantren, baik dalam fiqih, akidah ataupun akhlak dan tasawuf. Hubungann
tersebut terlihat dari epistimologi yang digunakan dalam beberapa kitab rujukan
otoritatif. Seperti kitab-kitab fiqih yang berorientasi kepada otoritas nash al-
qur’an, hadits kemudian qiyas. Sedangkan kitab-kitab akidah menggunakan
epistimologi istidlal. Dengan demikian, tradisi bayani sangat berhubungan dengan
fikih dan akidah. Tradisi irfani biasanya sangat berhubungan dengan disiplin akhlak
17
dan tasawuf. Terbukti dengan banyaknya pengalaman batin para sufi, seperti ilmu
kasyf yang sajikan dalam mayoritas kitab-kitab akhlak dan tawawuf. Sementara
tradisi burhani juga berhubungan dengan kajian akhlak dan tasawuf, walaupun tidak
dominan. Tradisi ini terlihat dalam kitab Ihya’ Ulumuddin yang terdapat penjelasan
tentang kedalaman suatu fenomena dengan menggunakan logika atau pemikiran
filosofis, seperti keajaiban hati, makna jiwa, ruh, dan akal.
DAFTAR PUSTAKA
A. Khudori Soleh, Model-Model Epistemologi Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2000)
Abu Yasid, Paradigma Baru Pesantren (Yogyakarta: IRCiSoD, 2018)
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai
Fakta Sejarah, Cet. VII (Tangerang Selatan: Mizan Online Bookstore: www.mizan.com xi,
2017), ix
Ahmad Baso, Islam Nusantara: Ijtihad Jenius dan Ijma’ Ulama Indonesia, Cet. I
(Jakarta: Pustaka Afid, 2015)
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Besar Al-Munawwir, Jakarta: Pustaka Progressif, 1997)
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, cet.
Ke-1 (Jakarta: Logos , 1999)
Damanhuri, “Kitab Kuning: Warisan Keilmuan Ulama Dan Kontekstualisasi Hukum Islam
Nusantara”, ‘Anil Islam, (Volume 10, Nomor 2, Desember 2017)
https://www.nu.or.id/post/read/40844/kitab-kuning, 16 Maret 2020.
Muhammad Abed al-Jabiri, Post Tradisionalisme Islam, diterjemahkan oleh, Ahmad Baso,
(Yogyakarta: LkiS,2000)
Muhammad Ramli, “Asal-usul Kitab Kuning, Sejarah dan Perkembangannya”,
https://www.kompasiana.com, akses, 16 Maret 2020
Prof. Dr. Hasyimsyah Nasution. M.A, Filsafat Islam, (Bandung: Gaya Media Pratama, 1999)
Sembodo Ardi Widodo, “Nalar Bayânî, ‘irfânî dan burhânî, 81. Lihat juga kitab al-
Hushun al-Hamidiyah karya Sayyid Husain Afandi, (Surabaya: Al-Hidayah, tt.)
Syekh Abdul Wahhab Khallaf, ‫ﻋﻠﻢ‬‫ﻟﻔﻘﻪ‬‫ﺍ‬ ‫ﺃﺻﻮﻝ‬ , diterjemahkan Halimuddin. S.H, (Jakarta:
Rinneka Cipta 2005)
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, cet. Ke-6,
(Jakarta: LP3ES, 1994)

More Related Content

What's hot

PPT Presentasi agama islam miqat zamani dan miqat makani - SlideShare
PPT Presentasi agama islam miqat zamani dan miqat makani - SlideSharePPT Presentasi agama islam miqat zamani dan miqat makani - SlideShare
PPT Presentasi agama islam miqat zamani dan miqat makani - SlideShareAisyahrwd
 
Tadabbur Surat Al Falaq | Tafsir Surat Al Falaq
Tadabbur Surat Al Falaq | Tafsir Surat Al FalaqTadabbur Surat Al Falaq | Tafsir Surat Al Falaq
Tadabbur Surat Al Falaq | Tafsir Surat Al FalaqMasher Zen
 
Qiyas sebagai sumber hukum islam
Qiyas sebagai sumber hukum islamQiyas sebagai sumber hukum islam
Qiyas sebagai sumber hukum islamAline AR
 
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakatiPresentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakatiMarhamah Saleh
 
Kaidah al yaqin la yuzalu bi
Kaidah al yaqin la yuzalu biKaidah al yaqin la yuzalu bi
Kaidah al yaqin la yuzalu biMutiara Ar-Razi
 
Keajaiban Embriologi Dlm Al Quran
Keajaiban Embriologi Dlm Al QuranKeajaiban Embriologi Dlm Al Quran
Keajaiban Embriologi Dlm Al QuranIbn Abdullah
 
M akkiyah maddiinah
M akkiyah maddiinahM akkiyah maddiinah
M akkiyah maddiinahYS YS
 

What's hot (9)

Ppt puasa
Ppt puasaPpt puasa
Ppt puasa
 
PPT Presentasi agama islam miqat zamani dan miqat makani - SlideShare
PPT Presentasi agama islam miqat zamani dan miqat makani - SlideSharePPT Presentasi agama islam miqat zamani dan miqat makani - SlideShare
PPT Presentasi agama islam miqat zamani dan miqat makani - SlideShare
 
Tadabbur Surat Al Falaq | Tafsir Surat Al Falaq
Tadabbur Surat Al Falaq | Tafsir Surat Al FalaqTadabbur Surat Al Falaq | Tafsir Surat Al Falaq
Tadabbur Surat Al Falaq | Tafsir Surat Al Falaq
 
Qiyas sebagai sumber hukum islam
Qiyas sebagai sumber hukum islamQiyas sebagai sumber hukum islam
Qiyas sebagai sumber hukum islam
 
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakatiPresentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
 
Ppt fiqih
Ppt fiqihPpt fiqih
Ppt fiqih
 
Kaidah al yaqin la yuzalu bi
Kaidah al yaqin la yuzalu biKaidah al yaqin la yuzalu bi
Kaidah al yaqin la yuzalu bi
 
Keajaiban Embriologi Dlm Al Quran
Keajaiban Embriologi Dlm Al QuranKeajaiban Embriologi Dlm Al Quran
Keajaiban Embriologi Dlm Al Quran
 
M akkiyah maddiinah
M akkiyah maddiinahM akkiyah maddiinah
M akkiyah maddiinah
 

Similar to Bayani, burhani, irfani dan hubungan dengan khazanah keilmuan pesantren

Filsafat, Ilmu dan Agama
Filsafat, Ilmu dan AgamaFilsafat, Ilmu dan Agama
Filsafat, Ilmu dan AgamaNovi Suryani
 
Makalah 03
Makalah 03Makalah 03
Makalah 03Putri
 
MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx
MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docxMAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx
MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docxFirman Anz
 
Makalah Sumber Ajaran Ahlak Dan Etika UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdf
 Makalah Sumber Ajaran Ahlak Dan Etika UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdf Makalah Sumber Ajaran Ahlak Dan Etika UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdf
Makalah Sumber Ajaran Ahlak Dan Etika UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdfZukét Printing
 
Laporan praktikum akhlak tasawuf
Laporan praktikum akhlak tasawufLaporan praktikum akhlak tasawuf
Laporan praktikum akhlak tasawufAznil Muhammad
 
Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5
Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5
Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5Lisalestari10
 
Syarifudin, metode penelitian dakom
Syarifudin, metode penelitian dakomSyarifudin, metode penelitian dakom
Syarifudin, metode penelitian dakomSyarifudin Amq
 
Syarifudin, metode penelitian dakom
Syarifudin, metode penelitian dakomSyarifudin, metode penelitian dakom
Syarifudin, metode penelitian dakomSyarifudin Amq
 
Makalah Sumber Ajaran Ahlak Dan Etika UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docx
Makalah Sumber Ajaran Ahlak Dan Etika UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docxMakalah Sumber Ajaran Ahlak Dan Etika UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docx
Makalah Sumber Ajaran Ahlak Dan Etika UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docxZukét Printing
 
Epistemolgy Berpikir Burhani.pdf
Epistemolgy Berpikir Burhani.pdfEpistemolgy Berpikir Burhani.pdf
Epistemolgy Berpikir Burhani.pdfZukét Printing
 
Epistemolgy Berpikir Burhani.docx
Epistemolgy Berpikir Burhani.docxEpistemolgy Berpikir Burhani.docx
Epistemolgy Berpikir Burhani.docxZukét Printing
 
Perumusan Ahlul Sunnah Wal Jamaah
Perumusan Ahlul Sunnah Wal JamaahPerumusan Ahlul Sunnah Wal Jamaah
Perumusan Ahlul Sunnah Wal Jamaahfitridheasari
 
Agama dan kesehatan mental.docx
Agama dan kesehatan mental.docxAgama dan kesehatan mental.docx
Agama dan kesehatan mental.docxAminuddinHarahap
 
Makalah iad Prespektif Islam dalam ilmu pengetahuan dan biologi
Makalah iad Prespektif Islam dalam ilmu pengetahuan dan biologiMakalah iad Prespektif Islam dalam ilmu pengetahuan dan biologi
Makalah iad Prespektif Islam dalam ilmu pengetahuan dan biologiIchiro Hidayate
 
Urgensi dan Kedudukan Islam
Urgensi dan Kedudukan IslamUrgensi dan Kedudukan Islam
Urgensi dan Kedudukan IslamMuhammadYuliadi1
 
Hakekat Ilmu : Mencari Alternatif Kebenaran Baru
Hakekat Ilmu : Mencari Alternatif Kebenaran BaruHakekat Ilmu : Mencari Alternatif Kebenaran Baru
Hakekat Ilmu : Mencari Alternatif Kebenaran BaruAli Murfi
 

Similar to Bayani, burhani, irfani dan hubungan dengan khazanah keilmuan pesantren (20)

Filsafat, Ilmu dan Agama
Filsafat, Ilmu dan AgamaFilsafat, Ilmu dan Agama
Filsafat, Ilmu dan Agama
 
Smt 1
Smt 1Smt 1
Smt 1
 
Makalah 03
Makalah 03Makalah 03
Makalah 03
 
MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx
MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docxMAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx
MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx
 
makalah ovi.pdf
makalah ovi.pdfmakalah ovi.pdf
makalah ovi.pdf
 
Makalah Sumber Ajaran Ahlak Dan Etika UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdf
 Makalah Sumber Ajaran Ahlak Dan Etika UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdf Makalah Sumber Ajaran Ahlak Dan Etika UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdf
Makalah Sumber Ajaran Ahlak Dan Etika UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdf
 
Laporan praktikum akhlak tasawuf
Laporan praktikum akhlak tasawufLaporan praktikum akhlak tasawuf
Laporan praktikum akhlak tasawuf
 
Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5
Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5
Makalah islam dan ilmu pengetahuan kelompok5
 
Syarifudin, metode penelitian dakom
Syarifudin, metode penelitian dakomSyarifudin, metode penelitian dakom
Syarifudin, metode penelitian dakom
 
Syarifudin, metode penelitian dakom
Syarifudin, metode penelitian dakomSyarifudin, metode penelitian dakom
Syarifudin, metode penelitian dakom
 
Makalah Sumber Ajaran Ahlak Dan Etika UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docx
Makalah Sumber Ajaran Ahlak Dan Etika UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docxMakalah Sumber Ajaran Ahlak Dan Etika UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docx
Makalah Sumber Ajaran Ahlak Dan Etika UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docx
 
Epistemolgy Berpikir Burhani.pdf
Epistemolgy Berpikir Burhani.pdfEpistemolgy Berpikir Burhani.pdf
Epistemolgy Berpikir Burhani.pdf
 
Epistemolgy Berpikir Burhani.docx
Epistemolgy Berpikir Burhani.docxEpistemolgy Berpikir Burhani.docx
Epistemolgy Berpikir Burhani.docx
 
Perumusan Ahlul Sunnah Wal Jamaah
Perumusan Ahlul Sunnah Wal JamaahPerumusan Ahlul Sunnah Wal Jamaah
Perumusan Ahlul Sunnah Wal Jamaah
 
Filsafat
FilsafatFilsafat
Filsafat
 
Tanggung jawab ilmuwan dan seniman
Tanggung jawab ilmuwan dan senimanTanggung jawab ilmuwan dan seniman
Tanggung jawab ilmuwan dan seniman
 
Agama dan kesehatan mental.docx
Agama dan kesehatan mental.docxAgama dan kesehatan mental.docx
Agama dan kesehatan mental.docx
 
Makalah iad Prespektif Islam dalam ilmu pengetahuan dan biologi
Makalah iad Prespektif Islam dalam ilmu pengetahuan dan biologiMakalah iad Prespektif Islam dalam ilmu pengetahuan dan biologi
Makalah iad Prespektif Islam dalam ilmu pengetahuan dan biologi
 
Urgensi dan Kedudukan Islam
Urgensi dan Kedudukan IslamUrgensi dan Kedudukan Islam
Urgensi dan Kedudukan Islam
 
Hakekat Ilmu : Mencari Alternatif Kebenaran Baru
Hakekat Ilmu : Mencari Alternatif Kebenaran BaruHakekat Ilmu : Mencari Alternatif Kebenaran Baru
Hakekat Ilmu : Mencari Alternatif Kebenaran Baru
 

Recently uploaded

Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 

Recently uploaded (20)

Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 

Bayani, burhani, irfani dan hubungan dengan khazanah keilmuan pesantren

  • 1. TRADISI BAYANI, BURHANI DAN IRFANI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN KHAZANAH KEILMUAN PESANTREN MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Khazanah Keilmuan Pesantren II” Pada Program Pasca Sarjana PAI Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-Guluk Sumenep Dosen Pengampu: Prof. Dr. ABU YAZID, MA., LL.M Disusun Oleh: FAHRI FARGHIZ SEMESTER II-A PROGRAM PASCA SARJANA (PAI) INSTITUT ILMU KEISLAMAN ANNUQAYAH (INSTIKA) GULUK-GULUK SUMENEP AGUSTUS 2020
  • 2. ii KATA PENGANTAR Puji Syukur kami panjatkan pada Ilahi Rabbi Allah SWT. Shalawat dan Salam senantiasa terlimparuahkan kepada baginda Rasulillah Muhammad SAW beserta seluruh keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan pada seluruh ummatnya yang telah mengikuti jejaknya hingga hari kiamat. Atas berkat rahmat, taufiq dan hidayah Allah SWT penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik dan lancar tanpa halangan apapun. Makalah ini berjudul “Tradisi Bayani, Burhani dan Irfani serta Hubungannya Dengan Khazanah Keilmuan Pesantren” kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Khazanah Keilmuan Pesantren 2 dengan harapan memberikan sebuah manfaat kepada seluruh umat utamanya kepada saya sendiri Dalam kesempatan yang berbahagia ini, penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Seluruh Civitas Akademika INSTIKA, Utamanya Civitas Akademika Pascasarjana; 2. Bapak Prof. Dr. Abu Yazid, MA., LL.M selaku dosen pengampu mata kuliah Khazanah Keilmuan Pesantren 2 yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada kami; 3. Semua pihak yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam penulisan makalah ini Penulis menyadari bahwa no body perpect, tentunya tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangannya. Untuk itu kritik dan saran dari segenap pembaca sangat penulis mengharapkan guna penyempurnaan penulisan makalah ini. Dan akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amien Ya Rabbal A’lamin. Sumenep, 09 Agustus 2020 Fahri Farghiz
  • 3. iii DAFTAR ISI Halaman Cover .......................................................................................................................... i Kata Pengantar .......................................................................................................................... ii Daftar Isi .................................................................................................................................. iii BAB I: PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1 A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2 C. Tujuan Pembahasa ........................................................................................................ 2 BAB II: PEMBAHASAN ....................................................................................................... 3 A. Konsepsi Bayani, Burhani dan Irfani ........................................................................... 3 1. Bayani ........................................................................................................................ 2. Burhani ...................................................................................................................... 3. Irfani .......................................................................................................................... B. Khazanah Keilmuan Pesantren ........................................................................................ C. Hubungan Bayani, Burhani dan Irfani Dengan Khazanah Keilmuan Pesantren ............. BAB III: PENUTUP .................................................................................................................. A. Kesimpulan ...................................................................................................................... B. Saran-Saran ...................................................................................................................... Daftar Pustaka
  • 4. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi yang hingga saat ini menjadi kunci yang paling mendasar dari kemajuan yang diraih umat manusia, tentunya tidak datang begitu saja tanpa ada sebuah dinamika atau diskursus ilmiah. Proses untuk mendapatkan ilmu pengetahuan itulah lazim dikenal dengan istilah epistemologis. Lebih lanjut Ahmad Tafsir mengungkapkan bahwa Epistemologi membicarakan sumber ilmu pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, epistemologis ini menempati posisi yang sangat strategis, karena ia membicarakan tentang cara untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Mengetahui cara yang benar dalam mendapatkan ilmu pengetahuan berkaitan erat dengan hasil yang ingin dicapai yaitu berupa ilmu pengetahuan. Pada kelanjutannya kepiawaian dalam menentukan epistemologis, akan sangat berpengaruh pada warna atau jenis ilmu pengetahuan yang dihasilkan. Sejarah telah mencatat bahwa peradaban Islam pernah menjadi kiblat ilmu pengetahuan dunia sekitar abad ke-7 sampai abad ke-15. Setelah itu, masa keemasan itu mulai melayu, statis, bahkan mundur hingga abad ke-21 ini. Hal itu terjadi, karena Islam dalam kajian pemikirannya paling tidak menggunakan beberapa aliran besar dalam kaitannya dengan teori pengetahuan (epistemologi). Setidaknya ada tiga model sistem berpikir dalam Islam, yakni bayani, irfani dan burhani yang masing-masing mempunyai pandangan yang berbeda tentang pengetahuan. Selain sebagai instrumen untuk mencari kebenaran, ketiga epistemologi tersebut juga bisa digunakan sebagai sarana identifikasi cara berfikir seseorang. Seorang filosof dengan corak berfikir burhani akan menjawab bahwa sumber kebenaran itu dari akal atau panca indera. Dengan kedua sarana ini manusia memunculkan dua dikotomi antara apa yang disebut rasional dan irrasional. Rasional adalah sebuah kebenaran, sebaliknya irrasional adalah sebuah kesalahan. Selanjutnya orang yang memiliki corak berfikir bayani akan menjawab bahwa sumber kebenaran itu dari teks. Rasio tidak memiliki tempat dalam pembacaan mereka terhadap kebenaran. Ketercukupan golongan ini terhadap teks memasukkan mereka pada golongan fundamental literalis. Sedangkan orang yang
  • 5. 2 memiliki corak berfikir irfani akan menjawab bahwa sumber kebenaran itu dari wahyu, ilham, wangsit dan sejenisnya. Pola berfikir demikian akan membangun sebuah struktur masyarakat yang memiliki hirarki atas bawah. Untuk lebih memahami mengenai bayani, Burhani dan Irfani penulis akan menjelaskannya dalam makalah ini. B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi Tradisi Bayani, Burhani dan Irfani? 2. Bagaimana Hubungan Tradisi Bayani, Burhani dan Irfani dengan Khazanah Keilmuan Pesantren? C. Tujuan Pembahasan 1. Untuk mengetahui definisi Tradisi Bayani, Burhani dan Irfani 2. Untuk mengetahui bagaimana Hubungan Tradisi Bayani, Burhani dan Irfani dengan Khazanah Keilmuan Pesantren
  • 6. 3 BAB II PEMBAHASAN A. Konsepsi Bayani, Burhani dan ‘Irfani Secara etimologi kata epistemologi berasal dari bahasa yunani yaitu episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan sedangkan logos berarti teori, uraian, atau alasan. Jadi epistemologi adalah sebuah teori tentang pengetahuan. Epistemologi secara sederhana dapat di definisikan sebagai cabang filsafat yang mengkaji asal mula, stuktur, metode pengetahuan. Oleh karena itu, epistemologi bersangkutan dengan masalah-masalah: 1. Filsafat, sebagai cabang ilmu dalam mencari hakikat dan kebenaran pengetahuan. 2. Metode, memliliki tujuan untuk mengantarkan manusia mencapai pengetahuan 3. Sistem, bertujuan memperoleh realitas kebenaran pengetahuan. Epistemologi atau filsafat pengetahuan pada dasarnya juga merupakan suatu upaya secara rasional untuk menimbang dan menentukan nilai kognitif pengalaman manusia dalam interaksinya dengan diri, interaksi dengan lingkungan sosial, dan juga interaksinya dengam alam sekitarnya. Oleh karena itu, epistemologi juga disebut sebagai suatu disiplin yang bersifat evaluatif, normatif, dan kritis. Evaluatif berarti menilai. Ia menilai apakah suatu kenyakinan, sikap, pernyataan pendapat, dan teori pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin kebenarannya, atau memiliki dasar yang dapat dipertanggung jawabkan secara nalar. Normatif berarti menentukan norma atau tolak ukur. Dalam hal ini adalah tolak ukur kenalaran bagi kebenaran pengetahuan. Mukti ali menyatakan dalam mempelajari dan memahami Islam ada 3 cara yang jelas yakni , Naqly (Bayani), Aqly (Rasional/Burhani), dan Kasfy (mistik/’Irfani). Selanjutnya penulis akan menerangkan apa yang dimaksud 3 cara untuk memahami islam tersebut. 1. Bayani a. Definisi Secara etimologi, bayani mempunyai arti penjelasan, keterangan, ketetapan, data, keterangan.1 1 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Besar Al-Munawwir, Jakarta: Pustaka Progressif, 1997), 920
  • 7. 4 Adapun secara terminologi al-bayan adalah ilmu baru yang dapat menjelaskan sesuatu atau ilmu yang dapat mengeluarkan sesuatu dari kondisi samar kepada kondisi jelas. Sedangkan dalam bahasa filsafat yang disederhanakan, pendekatan bayani dapat diartikan sebagai Model metodologi berpikir yang didasarkan atas teks. Dalam hal ini teks sucilah yang memilki otoritas penuh menentukan arah kebenaran sebuah kitab. Fungsi akal hanya sebagai pengawal makna yang terkandung di dalamnya. b. Metode Berfikir Bayani Bayani adalah metode pemikiran khas arab yang didasarkan atas otoritas teks (Nash), secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung artinya memahami teks sebagai pengetahuan jadi dan langsung mengaplikasikan nya tanpa perlu pemikiran, secara langsung maksudnya memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga memerlukan tafsir dan penalaran. Sumber pengetahuan bayani adalah al-qur’an dan hadis. Karena itulah, epistemologi bayani menaruh perhatian besar dan teliti terhadap transmisi teks dari generasi ke genarasi. Ini penting bagi bayani, karena sebagai sumber pengetahuan benar tidak nya transmisi teks menetukan benar salahnya ketentuan hukum yang diambil.2 Untuk mendapatkan pengetahuan, epistemologi bayani menempuh dua cara yaitu: 1) Berpegang pada redaksi (lafadz teks) dengan menggunakan kaidah bahasa Arab sebagai alat analisa. Syafi’i mengklasifikasi dan menetapkan aspek bayan dalam wacana Al-Qur’an dan membaginya menjadi 4, yaitu: a) Teks yang tidak membutuhkan ta’wil karena telah jelas dengan sendirinya b) Teks yang membutuhkan penyempurnaan dan penjelasan. c) Teks yang ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an dan teks tersebut dijelaskan oleh nabi. d) Teks yang tidak disebut dalam Al-Qura’an namun di jelaskan oleh nabi sehingga memiliki kekuatan seperti Al-Qur’an. 2) Menggunakan metode qiyas (analogi) dan inilah prinsip utama epistemologi bayani. Dalam kaidah ushul fiqh, qiyas diartikan sebagai memberikan keputusan hukum suatu masalah berdasarkan masalah lain yang telah ada 2 A. Khudori Soleh, Model-Model Epistemologi Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2000), 194
  • 8. 5 kepastian hukumnya dalam teks, karena adanya kesamaan illah. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam melakukan qiyas, yaitu: a) Adanya al ashl yakni nash suci yang memberikan hukum dan dipakai sebagai ukuran. Dinamakan juga Muqoyas-alaih, mahmul-alaih, musyabbah-bih.3 b) Al-Far’ yaitu sesuatu yang tidak ada hukumnya dalam nash. Dinamakan juga muqoyyas, musyabbah.4 c) Hukum al-ashl yaitu ketetapan hukum yang diberikan oleh ashl untuk di jadikan hukum far’. d) ‘Illah yaitu menyifatkan sesuatu kepada dasar, dan diatasnya di di bina hukum nya, dan dengan nya itu di ketahui adanya hukum pada far’.5 Contoh qiyas adalah soal hukum meminum arak dari kurma. Arak dari perasan kurma disebut far` (cabang) karena tidak ada ketentuan hukumnya dalam nash, dan ia akan diqiyaskan pada khamr. Khamr adalah ashl (pokok) sebab terdapat dalam teks (nash) dan hukumnya haram6 [8], alasannya (illah) karena memabukkan. Hasilnya arak adalah haram karena ada persamaan antara arak dan khamr yakni sama-sama memabukkan. Karena otoritas ada pada teks dan rasio hanya berfungsi sebagai pengawal teks, sementara sebuah teks belum tentu diterima oleh golongan lain, maka ketika berhadapan, nalar bayani menghasilkan sikap mental yang dogmatis. c. Pendekatan Bayani Pendekatan bayani sudah lama dipergunakan oleh para fuqaha', mutakallimun dan ushulliyun. Bayani adalah pendekatan untuk: 1) Memahami atau menganalisis teks guna menemukan atau mendapatkan makna yang dikandung dalam (atau dikendaki) lafadz, dengan kata lain pendekatan ini dipergunakan untuk mengeluarkan makna zahir dari lafz dan 'ibarah yang zahir pula. 2) Istinbat hukum-hukum dari al-nusus al-diniyah dan al-Qur'an khususnya. 3 Syekh Abdul Wahhab Khallaf, ‫ﻋﻠﻢ‬‫ﻟﻔﻘﻪ‬‫ﺍ‬ ‫ﺃﺻﻮﻝ‬ , diterjemahkan Halimuddin. S.H, (Jakarta: Rinneka Cipta 2005), 68 4 Ibid, 68 5 Ibid, 73 6 Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Ma’idah[5]: 90)
  • 9. 6 2. Burhani a. Definisi Burhani merupakan bahasa Arab yang secara harfiyah berarti mensucikan atau menjernihkan. Menurut ulama ushul, al-burhan adalah sesuatu yang memisahkan kebenaran dari kebatilan dan membedakan yang benar dari yang salah melalui penjelasan. Epistemologi burhani adalah epistemologi yang berpandangan bahwa sumber ilmu pengetahuan adalah akal. Akal menurut epistemologi ini mempunyai kemampuan untuk menemukan berbagai pengetahuan, bahkan dalam bidang agama sekalipun akal mampu untuk mengetahuinya, seperti masalah baik dan buruk. b. Metode Berfikir Burhani Dalam bahasa Arab, Al-Burhan berarti argument (al-hujjah) yang dalam bahasa Inggris demonstration yang berarti keterangan dan penjelasan. Dalam perspektif logika, burhani adalah aktivitas berpikir untuk menetapkan kebenaran suatu pengetahuan melalui metode penyimpulan. Istilah burhani yang mempunyai akar pemikiran dalam filsafat aristoteles ini, digunakan oleh al jabiri sebagai sebutan terhadap sebuah sistem pemikiran yang menggunakan pemikiran tersendiri dan memiliki pandangan dunia tertentu, tanpa bersandar kepada otoritas pengetahuan lain. Metode burhani lebih bersandar pada kekuatan indra, pengalaman, dan akal di dalam mencapai pengetahuan. Epistemologi burhani digunakan untuk mengukur benar atau tidaknya sesuatu dengan berdasarkan komponen kemampuan alamiah manusia berupa pengalaman dan akal tanpa dasar teks wahyu suci. Maka sumber pengetahuan dengan nalar burhani adalah realitas dan empiris; alam, sosial, dan humanities. Artinya ilmu diperoleh sebagai hasil penelitian, hasil percobaan, hasil eksperimen, baik di laboratorium maupun di alam nyata baik yang bersifat sosial maupun alam. c. Aliran Pemikiran Epistemologi Burhani (Rasional) Perbedaan yang mencolok antara aliran rasional dengan aliran konservatif adalah menyangkut cara pandang yang digunakan oleh keduanya dalam memperbincangkan masalah wacana pendidikan. Aliran rasional menggunakan analisis rasional- filosofis secara signifikan, tidak sepertihalnya aliran konservatif yang cenderung normatif oriented. Keberhasilan usaha mentrasnformasikan ragam potensi yang ada dalam
  • 10. 7 aliran rasional ini, sangat ditentukan oleh seberapa besar optimalisasi fungsi daya-daya inderawi dan rasio. Aliran ini meyakini bahwa daya-daya inderawi dan rasio itulah yang bisa menjadikan seseorang mempunyai pengetahuan realitas di sekeliling dan kemampuan mengabstraksikannya sehingga dapat menuntunnya untuk sampai pada pengetahuan/pemahaman kebenaran (al-ma’rifat). Menurut al-Jabiri ada beberapa tokoh yng menerapkan dasar-dasar episteme burhani diantaranya: Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun, dan Al-Razi. Ibnu Rusyd membagi jalan untuk mencapai pengetahuan dalam dua bagian, indera dan rasio. Namun, pengetahuan yang dihasilkan oleh rasio yang bisa dianggap sebagai pengetahuan sejati, sedang pengetahuan hasil indera tidak mencapai derajat tersebut. Sebab, pengetahuan yang diperoleh lewat indera masih bisa tertipu oleh bayangan objek kajiannya sendiri. Pengetahuan model ini masih merupakan persepsi individual dan sangat subjektif. Selanjutnya, Ibnu Rusyd membagi akal dalam dua bagian,; praktis dan teoritis. Akal praktis ini lazim dimiliki semua orang, karena akal ini bisa diperoleh lewat pengalaman yang didasarkan perasaan dan imajinasi. Sehingga akal ini tidak stabil, mudah berubah, berkembang, atau menyusut berdasarkan pengalaman, imajinasi, gambaran, dan persepsi yang diterima. Sedangkan akal teoritis berkaitan dengan proses perolehan pengetahuan. Dalam hal ini akal mempunyai tiga tahapan kerja, 1) abstraksi, 2) kombinasi, dan 3) penilaian. 1) Abstraksi adalah proses penggambaran atau pencerapan gagasan universal atas objek-objek yang ditangkap indera. 2) Yang dimaksud dengan kombinasi di sini bahwa akal mengkombinasikan dua atau lebih dari abstraksi-abstraksi indera sehingga menjadi konsep. 3) Kemudian penilaian diberikan ketika konsep-konsep yang dihasilkan harus dihadapkan pada proposisi-proposisi benar atau salah. Namun, dengan pengunggulan rasio seperti yang Ibn Rusyd lakukan disinyalir telah memunculkan sisi kelemahan berupa pertumpuan pada penalaran rasional murni dalam mengkaji realitas materiil-kealaman sehingga kurang bertumpu pada pengamatan dan eksperimentasi dalam menghasilkan “teori-teori” umum fenomena materiil-kealaman. Sebab, di sini akal (rasio) dianggap mempunyai kemampuan alamiah bawaan dalam menetapkan benar-salahnya fenomena empiris. Kemampuan ini tidak berpangkal dari indera, tetapi ia muncul dari akal itu sendiri. Oleh karena itu,
  • 11. 8 tidak mengherankan bila konstruksi pemikiran/pengetahuan lebih didasarkan pada model penalaran deduktif-rasional dari pada model penalaran induktif-empiris. Kemudian Ibnu Khaldun juga termasuk dalam ilmuan muslim yang mengimani episteme burhani dalam hal ini seperti apa yang ada dalam Al-Muqodimah buku karangan Ibnu Khaldun, menurut Al-Jabiri menjelaskan bahwasanya Ibnu Khaldun juga menggunakan Episteme Burhani yaitu melalui pendekatan Deduktif, langkah awal ibnu khaldun menyingkap sejumlah tabir para pendahulu, kemudian ia menganalisis satu peristiwa ke peristiwa berikutnya dalam setiap babnya dengan tidak lupa menarik kesimpulan dan pelajaran dari setiap kasus dan peristiwa itu, dengan demikian jelaslah bahwasanya Ibn Khaldun berusaha menjadikan sejarah sebagai ilmu Burhani, yaitu Sejarah ilmiah yang berintikan penelitian, penyelidikan, dan analisis, yang mendalam akan sebab sebab dan latar belakang terjadinya sesuatu dengan pasti dan real ( nyata ) dapat di buktikan secara empiris.7 Selanjutnya yang juga berpendapat epistemologi burhani adalah yang paling mendekati kebenaran adalah imam Al-Razi . Beliau adalah seorang rasionalis murni, hal itu tampak dalam pendahuluan karyanya, al-thibb al-ruhani, ia menulis: ”Tuhan, segala puji bagi-Nya, yang telah memberi kita akal agar dengannya kita dapat memperoleh sebanyak-banyaknya manfaat; inilah karunia terbaik Tuhan kepada kita. Dengan akal, kita melihat segala yang berguna bagi kita dan yang mebuat hidup kita baik, dengan akal kita dapat mengetahui yang gelap, yang jauh, dan yang tersembunyi dari kita. Dengan akal pula, kita dapat memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, suatu pengetahuan tertinggi yang dapat kita peroleh. Jika akal sedemikian mulia dan penting, maka kita tidak boleh melecehkannya, kita tidak boleh menetukan nya, sebab ia adalah penentu, atau mengendalikannya, sebab ia adalah pengendali, atau memerintahnya, sebab ia adalah pemerintah, tetapi kita harus merujuk kepadanya dalam segala hal dan menentukan segala masalah dengannya; kita harus sesuai dengan perintannya.8 Dalam menelaah epistemologi burhani tidak akan terlepas dari dua metodologi sebelumnya, Yaitu epistemologi bayani dan ‘Irfani. Dari perpaduan ini muncul nalar aduktif yakni mencoba memadukan model berfikir deduktif dan induktif antara hasil bacaan yang bersifat kontekstual terhadap nash dan hasil hasil penelitian empiris, 7 Prof. Dr. Hasyimsyah Nasution. M.A, Filsafat Islam, (Bandung: Gaya Media Pratama, 1999), 99 8 Ibid, 101
  • 12. 9 justru kelak melahirkan ilmu Islam yang lengkap (komprehensif), luar biasa dan kevalidan nya tidak diragukan. d. Pendekatan Burhani Rasionalitas syari’ah dibangun atas dasar maksud dan tujuan yang diberikan sang pembuat syari’ah, dan akhirnya bermuara pada upaya membawa manusia kepada nilai- nilai kebijakan. Bisa dikatakan kemudian bahwa gagasan maqashid al-syari’ah sebanding dengan gagasan hukum kausalitas dialam ini dalam disiplin filsafat. Rasionalitas filsafat dibangun atas landasan keteraturan alam ini, dan juga pada landasan prinsip kausalitas.9 Pandangan yang berpegang pada maqashid alsyari’ah sebagai acuan membangun rasionalisme menjadi karakteristik dari pemikiran islam Andalusia. Hal ini diawali oleh Ibn Hazm yang kemudian dimatangkan oleh Ibn Rusyd, kemudian dilanjutkan as- syatibi. As-Syatibi menyatakan membangun dimensi rasionalisme dalam disiplin syari’ah atas dasar prinsip qath’i dengan mengacu pada metode rasionalisme atau burhani, sehingga disiplin ushul fiqh pun didasarkan pada prinsip kulliyyah assyari’ah (ajaran-ajaran universal dari syari’ah) dan pada prinsip maqasid syariah. Prinsip kulliyyah assyariah berposisi sebagaimana halnya dengan posisi al-kulliyyah al- aqliyyah (prinsip-prinsip universal) dalam filsafat. Sementara maqhasid assyariah serupa dengan posisi al-sabab al-ga’iy (sebab akhir) yang berfungsi sebagai unsur- unsur pembentuk penalaran rasional. Menurut Al-Razi, semua pengetahuan pada prinsipnya dapat diperoleh manusia selama ia menjadi manusia. Akal yang menjadi hakekat kemanusiaan, dan akal adalah satu-satunya alat untuk memperoleh pengetahuan tentang dunia fisik dan tentang konsep baik dan buruk setiap sumber pengetahuan lain yang bukan akal hanya omong kosong, dugaaan belaka dan kebohongan. Hal yang sama juga dilakukan oleh Ibnu Rusyd (1126-1198 M) ketika secara jelas menyatakan bahwa metode burhani (demonstrative) untuk kalangan elite terpelajar, metode dialektika (jadal) untuk kalangan menengah dan metode retorik (khithabi) untuk kalangan awam. 9 Muhammad Abed al-Jabiri, Post Tradisionalisme Islam, diterjemahkan oleh, Ahmad Baso, (Yogyakarta: LkiS,2000), 163-164,166
  • 13. 10 3. ‘Irfani a. Definisi ‘Irfani ‘Irfani merupakan bahasa Arab yang memiliki dua makna asli, yaitu sesuatu yang berurutan yang sambung satu sama lain dan bermakna diam dan tenang. Namun secara harfiyah al-‘irfa adalah mengetahui sesuatu dengan berfikir dan mengkaji secara dalam. Dengan demikian al-‘irfan lebih khusus dari pada al-‘ilm. Secara termenologi, ‘Irfani adalah pengungkapan atas pengetahuan yang diperoleh lewat penyinaran hakikat oleh Tuhan kepada hambanya (al-kasyf) setelah melalui riyadhah. b. Metode berfikir ‘Irfani Pengetahuan ‘Irfani didasarkan pada kasyf atau tersingkapnya rahasia-rahasia realitas oleh Tuhan. Karena itu pengetahuan ‘Irfani tidak diperoleh berdasarkan analisa teks dan logika tetapi dengan olah rohani, dimana dengan kesucian hati diharapkan Tuhan akan melimpahkan pengetahuan langsung kepadanya. Masuk dalam pikiran, dikonsep kemudian dikemukakan kepada orang lain secara logis. Dengan demikian pengetahuan ‘Irfani setidaknya diperoleh melalui 3 tahap yaitu: Persiapan, Penerimaan dan Pengungkapan dengan lisan atau tulisan. 1. Tahap pertama persiapan. Untuk bisa menerima limpahan pengetahuan, seseorang harus menempuh jenjang-jenjang kehidupan spiritual. Setidaknya ada tujuh tahapan (maqamat) yang harus dijalani, mulai dari bawah menuju puncak. 2. Tahap kedua penerimaan . Jika telah mencapai tingkat tertentu dalam sufisme, seseorang akan mendapat limpahan pengetahuan langsung dari Tuhan secara iluminatif menurut tahap ini mencakup “ma’rifah”, “mahabbah”, “fana”, “baqa”, dan kemudian “kasyaf” . Pada tahap ini seseorang akan mendapatkan realitas kesadaran diri yang demikian mutlak. Sehingga dengan kesadaran itu ia mampu melihat realitas dirinya sendiri (musyahadah) sebagai obyek yang diketahui. 3. Tahap ketiga pengungkapan.Yakni pengalaman mistik di interpretasikan dan diungkapkan kepada orang lain lewat ucapan atau tulisan. Tahap ini adalah pengalaman rohani yang hanya bisa di rasakan oleh orang yang mencapai tingkatan tertinggi pada pengalaman kejiwaan nya menuju tuhan.
  • 14. 11 Tokoh sufi yang berhasil mencapai tingkatan ini diantara nya: 1. Ibnu ‘Arobi dengan Kosep wahdatul wujud nya. 2. Abu Yazid Al-Busthomi dengan konsep ittihad nya. 3. Husein bin manshur al-hallaj dengan konsep hulul nya. c. Pendekatan Burhani ‘Irfani mengandung beberapa pengertian antara lain : 'ilmu atau ma'rifah; metode ilham dan kashf yang telah dikenal jauh sebelum Islam; dan al-ghanus atau gnosis. Ketika ‘Irfani diadopsi ke dalam Islam, para ahl al-'irfan mempermudahnya menjadi pembicaraannya mengenai; al-naql dan al-tawzif; dan upaya menyingkap wacana qur'ani dan memperluas 'ibarahnya untuk memperbanyak makna. Jadi pendekatan ‘Irfani adalah suatu pendekatan yang dipergunakan dalam kajian pemikiran Islam oleh para mutasawwifun dan 'arifun untuk mengeluarkan makna batin dari batin lafz dan 'ibarah; ia juga merupakan istinbat al-ma'rifah al-qalbiyyah dari Al-Qur'an. Pendekatan ‘Irfani adalah pendekatan pemahaman yang bertumpu pada instrumen pengalam batin, dhawq, qalb, wijdan, basirah dan intuisi. Sedangkan metode yang dipergunakan meliputi manhaj kashfi dan manhaj iktishafi. Manhaj kashfi disebut juga manhaj ma'rifah ‘Irfani yang tidak menggunakan indera atau akal, tetapi kashf dengan riyadah dan mujahadah. B. Khazanah Keilmuan Pesantren Sebelum membahas tentang hubungan tradisi bayani, irfani dan burhani dengan khazanah keilmuan pesantren, penulis akan memaparkan khazanah keilmuan pesantren itu sendiri. Khazanah keilmuan yang dimaksud adalah tradisi keilmuan yang tetap dilestarikan di pesantren, yaitu kajian terhadap kitab-kitab karya ulama abad pertangahan. Baik karya ulama Timur Tengah atau para ulama Nusantara. Kitab-kitab tersebut di pesantren di kenal dengan sebutan kitab kuning. Asal mula dari penamaan kitab kuning bukan dari kalangan pesantren sendiri, akan tetapi dari luar pesatren yang berkonotasi merendahkan. Buku-buku yang biasa ditulis dalam kertas kuning tersebut dianggap kolot, rendahan, ketinggalan zaman, stagnan dan menjadi penyebab utama keterbelakangan umat Islam.10 Namun dalam perkembangannya nama kitab kuning menjadi kebanggaan tersendiri bagi cendikiawan muslim khususnya di kalangan kaum santri. 10 Muhammad Ramli, “Asal-usul Kitab Kuning, Sejarah dan Perkembangannya”, https://www.kompasiana.com, akses, 16 Maret 2020
  • 15. 12 Seorang ulama akan diragukan kredibilitasnya sebelum dapat menguasai kitab kuning dengan baik. Selain nama kitab kuning terdapat nama lain yang merujuk kepada arti yang sama, yaitu kitab klsik, kitab gundul dan kutub al-qudamah sebagaimana yang diusulkan oleh KH. Masyhuri Syahid, MA dalam Simposium Nasional I di Bogor 25-27 Januari 1994.11 Istilah kitab kuning kemudian di kalangan santri diartikan sebagai kitab-kitab keagamaan berbahasa Arab dan menggunakan aksara Arab. Namun Azyumardi Azra memberikan definisi yang lebih umum. Menurutnya, kitab kuning tidak hanya mengunakan bahasa Arab, akan tetapi juga bahasa lokal Nusantara seperti Melaku dan Jawa yang ditulis dengan aksara Arab. Hal ini menunjukkan bahwa kitab kuning tidak hanya ditulis oleh intelektual muslim dari Timur Tengah melainkan juga ulama Nusantra.12 Walaupun secara madzhab, ulama Nusantara tetap mengikuti ulama Timur Tengah baik dalam fikih, aqidah dan tasawuf. Kitab-kitab yang dikaji dapat dikelompokkan kepada kitab nahwu (sintak), sharrof (morfologi), fikih, ushul fikih, hadits, tafsir, tauhid, tasawwuf, dan cabang ilmu lainnya seperti tarikh dan balaghah. Di pesantren terdapat tradisi menerjemah kitab-kitab klasik atau yang disebut kitab kunig dengan metode sorogan dan bendongan. Khazanah keilmuan klasik dikaji sedemikian rupa dengan cara menerjemah, memberi komentar atau syarh dan mengomentari komentar atau hasyiah. Dalam mengkaji khazanah keilmuan klasik tersebut di lingkungan pesantren diterapkan secara bertahap dari tahap eleminter sampai dengan kelas musyawarah sebagai tahap tertinggi.13 Kitab kuning sebagai rujukan keilmuan otoritatif di pesantren, menurut Damanhuri tidak hanya berfungsi sebagai pelestarian dari khazanah keilmuan Islam, tatapi juga sebagai indikasi dari kapasitas intelektual muslim pesantren dalam hal memahami, menginterpretasi dan mengkontekstualisasi prinsip-prinsip hukum Islam untuk dapat menjawab tantangan modernisasi global. Dalam upaya kontekstualisasi hukum Islam, pesantren menggunakan beberapa cara, yaitu; penerjemahan terhadap karya-karya fikih mazhab, menulis kitab syarh dari kitab fikih terkemuka dan menulis kitab sendiri dengan tetap merujuk pada sumber- sumber otoritatif mazhab karya ulama sebelumnya.14 11 https://www.nu.or.id/post/read/40844/kitab-kuning, 16 Maret 2020. 12 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, cet. Ke-1 (Jakarta: Logos , 1999), 111 13 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, cet. Ke-6, (Jakarta: LP3ES, 1994), 31 14 Damanhuri, “Kitab Kuning: Warisan Keilmuan Ulama Dan Kontekstualisasi Hukum Islam Nusantara”, ‘Anil Islam, (Volume 10, Nomor 2, Desember 2017), 334
  • 16. 13 Dalam menghadapi pemasalahan sosial yang luas dan selalu berbanding lurus dengan berkembangan zaman, maka kitab kuning yang lebih bercorak fikih, biasanya tidak hanya dipahami dengan pendekatan leteralis atau qauli. Akan tetapi harus dengan pendekatan metodologis atau manhaji yang lebih tanggap terhadap perkembangan sosial dan perkembangan zaman.15 Kedua pendekatan tersebut harus dikolaborasi sedemikian rupa untuk menkontekstualisasikan kitab kuning sebagai warisan intelektual ulama terhadap hukum Islam di Nusantara. Upaya kontekstualisasi hukum tersebut dapat di lihat dari peran ulama Nusantara dalam melakukan ijtihad, sehingga dapat menghasilkan hukum baru sebagai respon dari kebudayaan Nusantara yang memang tidak ada dalam teks kitab karya ulama Timur Tengah. Maka corak fikih Nusantara akan berbeda dengan fikih Arab. Misanya dalam hukum perkawianan, seorang suami tidak dapat menjatuhkan talaq kepada istrinya jika tidak melalui pengadilan. Hukum ini tidak ditemukan dalam fiqih Syafi’ie, hanya ada dalam fiqih Nusantara.16 Dengan demikian, ulama Nusantara telah mampu menerapkan ajaran agama sesuai dengan karakter penduduk lokal dengan tetap berpengang kepada kitab kuning dan maqashid syari’ah dalam yudisprudensi Islam. Dengan tradisi ini, pesantren mampu menyerap khazanah intelektual muslim klasik untuk mengembangkan sistem nilai dalam kehidupan beragama dan bersosial.17 Hal itu sesuai dengan prinsip pesantren yang terus berpegang dan memelihara radisi tradisi lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik. C. Hubungan Bayani, Burhani dan ‘Irfani Dengan Khazanah Keilmuan Pesantren Dalam khazanah keilmuan pesantren tidak akan terlepas dari tradisi Bayani, Irfani dan Burhani. Tradisi pesantren yang tetap berpegang kepada refrensi otoritatif, yaitu kitab- kitab kuning, mayoritas dikaji dengan epistimilogi bayani dan irfani, sedangkan epistimilogi burhani jaga digunakan walaupun dengan persentase yang sangat kecil. Seluruh pesantren yang tersebar di Indonesia sangat dipengaruhi oleh keilmuan yang merujuk kepada kitab kuning. Maka kajian ilmu pesantren dalam bidang aqidah, fikih dan akhlaq tetap berorientasi kepada karya intelktual para ulama klasik. Pemikiran al-Asy’ari dan al-Maturidi misalnya mewarnai pemikiran teologi pesantren. Sementara dalam fikih, 15 Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah, Cet. VII (Tangerang Selatan: Mizan Online Bookstore: www.mizan.com xi, 2017), ix 16 Ahmad Baso, Islam Nusantara: Ijtihad Jenius dan Ijma’ Ulama Indonesia, Cet. I (Jakarta: Pustaka Afid, 2015), 134 17 Abu Yasid, Paradigma Baru Pesantren (Yogyakarta: IRCiSoD, 2018), 13
  • 17. 14 didominasi pemikiran al-Syafi’ie. Sedangkan pemikiran al-Ghazali dan Junaid menjadi rujukan pesantren dalam bidang akhlak. Mayoritas kitab kuning di pesantren, seperti kitab Kifayah al-'Awam, yaitu kitab yang membahas aqidah, sangat tampak dengan penggunaan nalar Bayani. Yaitu dengan pendekatan istidlal. Misalnya sifat Allah yang ke-empat, mukhalafatuhu lil hawaditsi (Allah berbeda dengan yang baharu). Dengan artian Allah sama sekali tidak memiliki unsur kesamaan dengan makhluk seperti manusia, jin atau malaikat. Ketidaksamaan ini mencakup kepada dzat atau sifatnya, sepeti Allah tidak berbentuk, bertempat ataupun yang lainnya. Dalalilnya, jika ada yang sama dengan makhluk satu aspekpun, maka Allah adalah juga baru, jika Allah baru maka pasti butuh kepada yang memperbaharui dan terjadilah tasalsul dan daur yang keduanya adalah mustahil bagi Allah.18 Demikian pula dengan sifat yang pertama, wujud (ada Allah), yaitu dengan dalil adanya alam semesta. Alam ini tidak mungkin ada dengan sendirinya karena ketiadaan tidak mungkin menjadikan alam ada. Sehingga adanya alam pasti membutuhkan dzat yang mengadakan dan Dzat yang mengadakan itu mustahil tidak ada. Metode dalam pembuktian wajibnya kedua sifat tersebut adalah bukti bahwa di pesantren dalam mengkkaji masalah aqidah didominasi oleh metode istidlal yang merupakan sumber otaritas dari epistimologi bayani. Apabila dalam bidang teologi pesantren lebih didominasi oleh istidlal, maka dalam fikih pesantren lebih cendrung kepada dalil nash dan qiyas sebagai tumpuan nalar bayani-nya. Misalnya kitab fiqih eleminter, yaitu kitab Taqrib karya Abu Suja’ yang kemudian diberi hasyiyah menjadi kitab Kifayatul Akhyar karya Abu Bakar Al-Hisni. Dalam kitab Kifayatul Akhyar sestematikanya pada setiap bab pembahasan pasti dimulai dengan definisi, secara bahasa dan isltilah syari’at. Setelah itu dibahas secara detail dan sitematis hukum dari kasus tertentu dengan menapilkan perbedaan pendapat para ulama mengenai masalah furu’. Kemudian dijelaskan pendapat yang lebih kuat dan disertai dengan dalil nash dari masing-masing pendapat. Jika tidak ada dalil nash al-Qur’an maupun hadits maka yang digunakan adalah qiyas.19 Berbeda dengan disiplin aqidah dan fiqih yaitu akhlaq atau tasawuf. Jika dalam aqidah dan fiqih cendrung kepada nalar bayani, maka akhlaq lebih cendrung kepada nalar irfani atau pengalaman intuitif individu seorang ulama. Walaupun ada kitab akhlak yang tetap 18 Sembodo Ardi Widodo, “Nalar Bayâni, ‘irfâni dan burhâni, 81. Lihat juga kitab al-Hushun al- Hamidiyah karya Sayyid Husain Afandi, (Surabaya: Al-Hidayah, tt.), 19 19 Sembodo Ardi Widodo, “Nalar Bayâni, 83
  • 18. 15 menggunakan epistimologi bayani seperti kitab Ta’limul Muta’allim. Sedangkan kitab akhlak yang mayoritas pembahsannya adalah menggunakan nalar irfani, walaupun ada yang merujuk kepada nash tetapi jumlahnya sedikit, yaitu kitab ‘Idzdztun Nasyiin. Kitab yang sudah lumrah dipesantren ini, epistimologi yang dibangun adalah merujuk kepada pengalaman individu, sosial dan politik yang disajikan dengan buntuk nasehat- nasehat kepada kaula muda20 Serupa dengan kitab ini adalah kitab Nshaihul Ibad, yaitu kitab yang berisi nasehat-nasehat moral bagi para hamba Allah. Kitab ini juga didominasi oleh pengalaman intuitif atau irfani para ulama seperti mimpi seorang wali yang dikemas dengan maqalah-maqalah. Selain epistimologi bayani dan irafani yang berhubungan dengan keilmuan pesantren, epistimologi burhani juga dapat dijumpai dalam beberapa kitab kuning yang menjadi rujukan keilmuan pesantren. Umpamanya kitab Ihya’ Ulumuddin karya al- Ghazali. Kitab ini termasuk salah satu kitab yang tidak asing di pesantren karena al- Ghazali yang dianggap sebagai ulama pertama yang berhasil mengkompromikan antara filsafat dengan agama dengan karyanya yang monomental ini. Kitab ini tidak hanya memakai nalar bayani dan irfani, tetapi juga burhani. Ketiga epistimologi ini sama-sama digunakan walalupun epitimologi burhani lebih sedikit dari bayani dan irfani. Dalam penerapan naral bayani, al-Ghazali dalam kitab ini banyak metujuk kepada ilmu syar'i yang empat, al-Qur'an, sunnah, ijma', dan atsar shahabah. Sedangkan dalam nalar irfani, al-Ghazali banya manampilkan pengalaman ulama sufi yang tidak diperoleh dengan belajar tetapi dengan ilmu kasyf. Sementara nalar burhani diterapkan dalam menjelaskan tentang kedalaman suatu fenomena dengan menggunakan logika atau pemikiran filosofis, seperti keajaiban hati, makna jiwa, ruh, dan akal.21 Dengan pembahan ini, epistimologi bayani, irfani dan burhani memiliki hubungan erat dengan tradisi keilmuan pesantren, walalupun dengan porsi yang berbeda dalam setiap disiplin ilmu yang dikaji. Dengan melestarikan tradisi ini, pesantren mampu menyerap khazanah keilmuan klasik di satu sisi, dan di sisi lain pesantren mampu menjawab tantangan zaman dengan mengkontekstulisasikan tradisi keilmuan klasik warisan para ulama. Tradisi keilmuan yang ini, dalam sejarah bangsa Indonesia, hanya dapat ditemui dalam sistem pendidikan pesantren. Lembaga pendidikan Islam tertua yang tetap berdiri kokoh sampai era globalisasi ini. 20 Ibid, 84 21 Ibid, 86
  • 19. 16 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Definisi Bayani, Burhani dan ‘Irfani secara singkat adalah: a. Bayani Bayani didefinisikan sebagai nalar keilmuan yang merujuk kepada otoritas teks kegamaan, yaitu al-Quran dan Hadits. Teks kegamaan tersebut diberi makna tekstual sesuai dengan makna yang ada dalam bahasa Arab atau difamahami dan ditafsiri dengan makna lain sesuai dengan konteksnya dengan tetap berpegang kepada penjelasan dari teks yang lain. b. Irfani adalah nalar keilmuan yang berdasar kepada pengalaman batin atau qalb. Dalam epistimologi irfani kemudian lahir istilah seperti kasyf, zuhd dan yang lainnya. Sistem nalar ini digeluti oleh para sufi yang pengetahuan mereka bukan lagi bertumpu pada teks, melainkan kepada mengalaman batin, yang dalam tingkatan tertentu seorang sufi dengan kesucian hatinya mampu mendapatkan pengetahuan langsung dari Tuhan kepada mereka. c. Burhani adalah proses penalaran yang menetapkan benar tidaknya suatu preposisi melalui cara deduksi, yaitu melalui cara pengaitan antar preposisi yang kebenarannya bersifat postulatif. Dalam hal ini, burhani adalah satu jenis dari logika yang sifatnya lebih khusus. Dalam nalar burhani kebenaran yang hendak dicapai adalah bertumpu kepada kekuatan intelektual manusia, baik berupa indera, pengalaman, maupun rasio terhadap alam semesta dengan berdasarkan kepada hubungan kausalitas yang terjadi. 2. Hubungan Bayani, Burhani dan ‘Irfani dengan Khazanah Keilmuan Pesantren adalah: Tradisi bayani, irfani dan burhani memiliki hubungan erat dengan khazanah keilmuan pesantren, baik dalam fiqih, akidah ataupun akhlak dan tasawuf. Hubungann tersebut terlihat dari epistimologi yang digunakan dalam beberapa kitab rujukan otoritatif. Seperti kitab-kitab fiqih yang berorientasi kepada otoritas nash al- qur’an, hadits kemudian qiyas. Sedangkan kitab-kitab akidah menggunakan epistimologi istidlal. Dengan demikian, tradisi bayani sangat berhubungan dengan fikih dan akidah. Tradisi irfani biasanya sangat berhubungan dengan disiplin akhlak
  • 20. 17 dan tasawuf. Terbukti dengan banyaknya pengalaman batin para sufi, seperti ilmu kasyf yang sajikan dalam mayoritas kitab-kitab akhlak dan tawawuf. Sementara tradisi burhani juga berhubungan dengan kajian akhlak dan tasawuf, walaupun tidak dominan. Tradisi ini terlihat dalam kitab Ihya’ Ulumuddin yang terdapat penjelasan tentang kedalaman suatu fenomena dengan menggunakan logika atau pemikiran filosofis, seperti keajaiban hati, makna jiwa, ruh, dan akal.
  • 21. DAFTAR PUSTAKA A. Khudori Soleh, Model-Model Epistemologi Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2000) Abu Yasid, Paradigma Baru Pesantren (Yogyakarta: IRCiSoD, 2018) Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah, Cet. VII (Tangerang Selatan: Mizan Online Bookstore: www.mizan.com xi, 2017), ix Ahmad Baso, Islam Nusantara: Ijtihad Jenius dan Ijma’ Ulama Indonesia, Cet. I (Jakarta: Pustaka Afid, 2015) Ahmad Warson Munawwir, Kamus Besar Al-Munawwir, Jakarta: Pustaka Progressif, 1997) Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, cet. Ke-1 (Jakarta: Logos , 1999) Damanhuri, “Kitab Kuning: Warisan Keilmuan Ulama Dan Kontekstualisasi Hukum Islam Nusantara”, ‘Anil Islam, (Volume 10, Nomor 2, Desember 2017) https://www.nu.or.id/post/read/40844/kitab-kuning, 16 Maret 2020. Muhammad Abed al-Jabiri, Post Tradisionalisme Islam, diterjemahkan oleh, Ahmad Baso, (Yogyakarta: LkiS,2000) Muhammad Ramli, “Asal-usul Kitab Kuning, Sejarah dan Perkembangannya”, https://www.kompasiana.com, akses, 16 Maret 2020 Prof. Dr. Hasyimsyah Nasution. M.A, Filsafat Islam, (Bandung: Gaya Media Pratama, 1999) Sembodo Ardi Widodo, “Nalar Bayânî, ‘irfânî dan burhânî, 81. Lihat juga kitab al- Hushun al-Hamidiyah karya Sayyid Husain Afandi, (Surabaya: Al-Hidayah, tt.) Syekh Abdul Wahhab Khallaf, ‫ﻋﻠﻢ‬‫ﻟﻔﻘﻪ‬‫ﺍ‬ ‫ﺃﺻﻮﻝ‬ , diterjemahkan Halimuddin. S.H, (Jakarta: Rinneka Cipta 2005) Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, cet. Ke-6, (Jakarta: LP3ES, 1994)