Faktor predisposisi kompleks diduga berperan dalam tumbuhnya sel kanker di mediastinum. Manifestasi klinis teratoma di mediastinum meliputi nyeri dada, batuk, dan sesak napas akibat efek mekanik tumor. Limfoma sering mengokupasi mediastinum medial dan menyebabkan pelebaran area tersebut pada foto thoraks.
Faktor predisposisi kompleks diduga berperan dalam tumbuhnya sel kanker di mediastinum. Manifestasi klinis teratoma di mediastinum meliputi nyeri dada, batuk, dan sesak napas akibat efek mekanik tumor. Limfoma sering mengokupasi mediastinum medial dan menyebabkan pelebaran area tersebut pada foto thoraks.
Dokumen tersebut membahas anatomi sistem pernapasan, meliputi struktur dan fungsi hidung, sinus, faring, laring, trakea, paru-paru, pleura, dan zona respirasi. Dijelaskan pula pergerakan udara, pertukaran gas, dan sirkulasi darah dalam sistem pernapasan.
The document discusses diagnosis and management of chronic obstructive pulmonary disease (COPD). It notes that COPD is a progressive lung disease characterized by loss of lung function over time. Key points include that COPD includes conditions like chronic bronchitis and emphysema. Signs and symptoms include wheezing, cough, sputum production and shortness of breath. Diagnosis involves clinical evaluation, lung function tests, chest x-rays and blood gas tests. Management focuses on smoking cessation, bronchodilators, steroids and exercise, with care taken during dental work or surgery due to risk of infection or low oxygen levels.
Kontusio paru adalah memar pada jaringan paru-paru yang disebabkan oleh trauma tumpul pada dada. Gejala umumnya meliputi sesak nafas, batuk berdarah, dan infiltrat pada rontgen dada. Penatalaksanaan berfokus pada menjaga jalan nafas terbuka, oksigenasi, dan mencegah infeksi. Komplikasi potensial termasuk gangguan pernapasan akut dan pneumonia.
Sistem respirasi terdiri dari saluran napas atas dan bawah. Saluran napas atas meliputi hidung, sinus, faring dan laring, sedangkan saluran napas bawah terdiri dari trakea, bronkus dan alveoli. Alveoli merupakan unit respirasi terkecil yang berperan dalam pertukaran gas. Otot-otot pernapasan seperti diafragma dan otot antar tulang rusuk membantu proses pernapasan.
Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan virus. Terdapat beberapa jenis pneumonia seperti komuniti, nosokomial, dan atipikal yang disebabkan oleh bakteri seperti Mycoplasma dan Legionella. Diagnosis didasarkan pada gejala klinis dan pemeriksaan radiologi. Pengobatan bervariasi tergantung penyebabnya namun umumnya menggunakan antibiotik.
Efusi pleura adalah penumpukan cairan berlebih di rongga pleura yang dapat berupa empiema (cairan purulen), hemotoraks (darah), atau kilotoraks (cairan limfe). Efusi pleura disebabkan oleh berbagai kondisi seperti neoplasma, gagal jantung, infeksi, dan penyakit lainnya. Gejala klinisnya meliputi dispneu, nyeri dada, dan batuk. Pemeriksaan fisik menunjukkan tambak lebi
1. Atelektasis adalah kondisi paru atau sebagian paru yang tidak berkembang sempurna sehingga tidak berisi udara.
2. Penyebabnya antara lain penyumbatan bronkus, tekanan luar, dan gangguan pernapasan.
3. Pada radiologi tampak penurunan volume paru, pergeseran mediastinum dan fissura.
Spinal anestesi pertama kali ditemukan pada tahun 1885 oleh Leonard Corning melalui eksperimen memasukkan kokain ke saraf tulang belakang anjing. Eksperimen ini membuka jalan bagi perkembangan anestesi di bidang kedokteran dan manfaat spinal anestesi hingga saat ini.
Dokumen tersebut membahas tentang edema paru, yaitu penimbunan cairan di jaringan interstisial dan alveolus paru yang disebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah paru. Edema paru dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik, perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler, atau gangguan sistem limfatik. Gejala klinisnya antara lain sesak napas, batuk, dan hip
Pneumotoraks adalah kondisi di mana udara masuk ke ruang pleura yang mengelilingi paru-paru, menyebabkan paru-paru mengempis. Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan tanpa cedera atau disebabkan oleh trauma toraks. Gejala umumnya meliputi nyeri dada dan kesulitan bernapas. Diagnosa didukung dengan pemeriksaan radiologi yang menunjukkan adanya udara di ruang pleura. Penatalaksanaan bervariasi mulai dari ok
Dokumen tersebut membahas tentang otitis media akut (OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK). OMA adalah peradangan telinga tengah akibat infeksi, sedangkan OMSK adalah infeksi kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani. Penatalaksanaan OMA meliputi pemberian antibiotik, obat tetes hidung, dan miringotomi bila diperlukan. Sedangkan penatalaksanaan OMSK meliputi pemberian
Pneumothorax adalah keberadaan udara di ruang pleura yang menyebabkan kolaps paru. Dokumen ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, dan manifestasi klinis pneumothorax. Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma, dan bervariasi dalam besarnya area paru yang terkena dampak serta keberadaan hubungan dengan lingkungan luar. Gejala umum termasuk sesak napas, nyeri dada,
Dokumen tersebut membahas anatomi sistem pernapasan, meliputi struktur dan fungsi hidung, sinus, faring, laring, trakea, paru-paru, pleura, dan zona respirasi. Dijelaskan pula pergerakan udara, pertukaran gas, dan sirkulasi darah dalam sistem pernapasan.
The document discusses diagnosis and management of chronic obstructive pulmonary disease (COPD). It notes that COPD is a progressive lung disease characterized by loss of lung function over time. Key points include that COPD includes conditions like chronic bronchitis and emphysema. Signs and symptoms include wheezing, cough, sputum production and shortness of breath. Diagnosis involves clinical evaluation, lung function tests, chest x-rays and blood gas tests. Management focuses on smoking cessation, bronchodilators, steroids and exercise, with care taken during dental work or surgery due to risk of infection or low oxygen levels.
Kontusio paru adalah memar pada jaringan paru-paru yang disebabkan oleh trauma tumpul pada dada. Gejala umumnya meliputi sesak nafas, batuk berdarah, dan infiltrat pada rontgen dada. Penatalaksanaan berfokus pada menjaga jalan nafas terbuka, oksigenasi, dan mencegah infeksi. Komplikasi potensial termasuk gangguan pernapasan akut dan pneumonia.
Sistem respirasi terdiri dari saluran napas atas dan bawah. Saluran napas atas meliputi hidung, sinus, faring dan laring, sedangkan saluran napas bawah terdiri dari trakea, bronkus dan alveoli. Alveoli merupakan unit respirasi terkecil yang berperan dalam pertukaran gas. Otot-otot pernapasan seperti diafragma dan otot antar tulang rusuk membantu proses pernapasan.
Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan virus. Terdapat beberapa jenis pneumonia seperti komuniti, nosokomial, dan atipikal yang disebabkan oleh bakteri seperti Mycoplasma dan Legionella. Diagnosis didasarkan pada gejala klinis dan pemeriksaan radiologi. Pengobatan bervariasi tergantung penyebabnya namun umumnya menggunakan antibiotik.
Efusi pleura adalah penumpukan cairan berlebih di rongga pleura yang dapat berupa empiema (cairan purulen), hemotoraks (darah), atau kilotoraks (cairan limfe). Efusi pleura disebabkan oleh berbagai kondisi seperti neoplasma, gagal jantung, infeksi, dan penyakit lainnya. Gejala klinisnya meliputi dispneu, nyeri dada, dan batuk. Pemeriksaan fisik menunjukkan tambak lebi
1. Atelektasis adalah kondisi paru atau sebagian paru yang tidak berkembang sempurna sehingga tidak berisi udara.
2. Penyebabnya antara lain penyumbatan bronkus, tekanan luar, dan gangguan pernapasan.
3. Pada radiologi tampak penurunan volume paru, pergeseran mediastinum dan fissura.
Spinal anestesi pertama kali ditemukan pada tahun 1885 oleh Leonard Corning melalui eksperimen memasukkan kokain ke saraf tulang belakang anjing. Eksperimen ini membuka jalan bagi perkembangan anestesi di bidang kedokteran dan manfaat spinal anestesi hingga saat ini.
Dokumen tersebut membahas tentang edema paru, yaitu penimbunan cairan di jaringan interstisial dan alveolus paru yang disebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah paru. Edema paru dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik, perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler, atau gangguan sistem limfatik. Gejala klinisnya antara lain sesak napas, batuk, dan hip
Pneumotoraks adalah kondisi di mana udara masuk ke ruang pleura yang mengelilingi paru-paru, menyebabkan paru-paru mengempis. Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan tanpa cedera atau disebabkan oleh trauma toraks. Gejala umumnya meliputi nyeri dada dan kesulitan bernapas. Diagnosa didukung dengan pemeriksaan radiologi yang menunjukkan adanya udara di ruang pleura. Penatalaksanaan bervariasi mulai dari ok
Dokumen tersebut membahas tentang otitis media akut (OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK). OMA adalah peradangan telinga tengah akibat infeksi, sedangkan OMSK adalah infeksi kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani. Penatalaksanaan OMA meliputi pemberian antibiotik, obat tetes hidung, dan miringotomi bila diperlukan. Sedangkan penatalaksanaan OMSK meliputi pemberian
Pneumothorax adalah keberadaan udara di ruang pleura yang menyebabkan kolaps paru. Dokumen ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, dan manifestasi klinis pneumothorax. Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma, dan bervariasi dalam besarnya area paru yang terkena dampak serta keberadaan hubungan dengan lingkungan luar. Gejala umum termasuk sesak napas, nyeri dada,
Batuk darah atau hemoptisis adalah gejala keluarnya darah atau lendir berdarah melalui saluran pernafasan akibat perdarahan di saluran pernafasan bawah. Penyebabnya meliputi infeksi, tumor, tromboemboli, dan trauma. Diagnosa didasarkan pada riwayat medis dan pemeriksaan fisik, sementara pencarian penyebabnya melibatkan berbagai tes seperti rontgen dada, CT scan, angiografi, dan bronkoskopi. Penangan
Hemoptisis merupakan keadaan darurat yang membutuhkan tindakan segera untuk mencegah asfiksia. Penyebabnya antara lain TB paru, kanker, infeksi jamur, dan gangguan pembekuan darah. Diagnosa didasarkan pada riwayat medis, pemeriksaan fisik, radiologi, dan bronkoskopi. Penatalaksanaannya meliputi stabilisasi, lokalisasi sumber perdarahan, serta terapi khusus seperti tamponade bronkial
Hemotoraks adalah penumpukan darah di rongga pleura yang menekan paru dan mengganggu ventilasi. Gejalanya antara lain sesak napas, nyeri dada, dan batuk. Pemeriksaan menunjukkan pengurangan suara napas dan pergerakan jantung terdorong. Diagnosa didukung dengan gambaran cairan pada rontgen dada. Penanganannya dengan pemasangan chest tube untuk mengeluarkan darah dan mengembangkan paru.
1. Efusi pleura adalah penumpukan cairan di rongga pleura yang disebabkan ketidakseimbangan produksi dan absorpsi cairan antara kapiler pleura viseralis dan parietalis.
2. Cairan efusi pleura dapat berupa transudat atau eksudat, tergantung penyebabnya seperti sirosis hati, gagal jantung, infeksi paru, atau kanker.
3. Pemeriksaan diagnostik meliputi thorasentesis untuk menganalisis cairan,
[Ringkasan]
Pasien wanita usia 20 tahun datang dengan keluhan sesak napas dan batuk berdahak. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya efusi pleura di paru kiri. Diagnosa difisialnya adalah infeksi nonspesifik, malignansi. Pasien dirawat dengan pemberian oksigen, cairan infus, antibiotik, dan rencana pasang selang thoracostomy.
1. Abses paru merupakan infeksi pada jaringan paru yang menyebabkan pembentukan kavitas berisi cairan atau jaringan nekrotik.
2. Penyebab utama adalah bakteri anaerob mulut akibat aspirasi, dan komplikasi pneumonia.
3. Pengobatan utama meliputi antibiotik intravena yang diikuti dengan oral, fisioterapi dada, dan drainase jika diperlukan.
Pasien laki-laki berusia 35 tahun dengan keluhan sesak nafas yang meningkat selama sebulan terakhir. Pemeriksaan fisik menunjukkan pernapasan kiri tertinggal dan suara nafas melemah di paru kiri. Rontgen thoraks menunjukkan hiperlusen avascular pada hemitoraks kiri disertai pendorongan mediastinum. Diagnosis hidropneumotoraks kiri ditegakkan.
Efusi pleura adalah terkumpulnya cairan abnormal dalam rongga pleura yang dapat berupa trasudat atau eksudat dan disebabkan oleh berbagai kondisi seperti penyakit jantung, hati, infeksi, trauma, dan neoplasma. Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan radiologi, laboratorium cairan pleura, dan biopsi jika diperlukan. Pengobatan berupa pengeluaran cairan dan pengobatan penyebab utama.
2. Definisi
Batuk darah= hemoptoe = hemoptisis
hemoptisis berasal dari kata (haemoptysis) dari
bahasa Yunani
◦ haima dan physis
Ekspektorasi darah akibat perdarahan
pada saluran napas di bawah laring
3. Anatomi dan vaskularisasi paru
• Sistem sirkulasi pulmoner
berfungsi untuk perturan gas
• Tekanan rendah berkisar
15 – 20 mmHg pada saat sitolik
dan 5-10 mmHg pada saat
diatolik
• Memsuplai darah untuk
bronkiolus terminalis dan alveolus
Sistem
sirkulasi
pulmoner
4. • Pemberi nutrisi
pada paru dan
saluran
pernapasan.
• Tekanan sesuai
dengan tekanan
darah sistemik.
• Variasi sirkulasi
bronkial sangat
beragam.
• Cabang dari aorta
desenden
Sistem
sirkulasi
bronkial
5. Sumber perdarahan pada batuk darah
◦ Sirkulasi bronkial ( 90%)
Sistem sirkulasi bronkial memegang
peranan penting dalam patofisiologi
batuk darah, karena memperdarahi
sebagian besar jalanan napas
◦ Sirkulasi pulmoner sekitar 5 %
9. Berdasarkan kekerapan batuk darah
Sering (≥ 5 % )
Tuberkulosis
Bronkogenik karsinoma
Bronkiektasis
Bronkitis
Pneumonia Bakterialis
Jarang ( 1-4%)
Neoplasma paru lainnya
Metastasis
Mycetoma
Abses paru
Embolis paru
Gagal jantung kiri
Traumatik atau iatrogenik
Trauma torak
Bronkoskopi
Biopsi paru
Cateterisasi arteri
pulmonal
Thoracostomy tube insertion
Sangat jarang ( ≤ 1 %)
Pneumonia fungal atau parasit
Benda asing
Sarcoidosis
Mitral stenosis
Endometriosis
Penyakit vaskuler sistemik
Akibat pengaruh obat
10. Patogenesis batuk darah
Patogenesis batuk darah pada berbagai
penyebab batuk darah hampir sama
◦ Terjadi penyakit pada parenkim paru,
◦ Sistem sirkulasi bronkial dan pulmoner
◦ Kelainan pada pleura
Sumber perdarahan berasal dari
kedua sistem sirkulasi tersebut
11. TUBERKULOSIS PARU
Terjadinya pada penderita infeksi TB paru
aktif atau pada bekas penderita TB paru.
Pada penderita TB terjadi rusaknya susunan
parenkim paru dan pembuluh darah paru
Terjadi bronkiektasis dengan
hipervaskularisasi
Pelebaran pembuluh darah bronkial
,
13. BRONKIEKTASIS
Destruksi tulang rawan bronkus akibat
infeksi / fibrosis alveolar.
Perdarahan
◦ pecahnya pembuluh darah arteri bronkial
karena proses infeksi atau peradangan.
14. Terjadi proses nekrosis dan peradangan
pembuluh darah pada jaringan tumor.
kejadian batuk darah pada penderita
karsinoma bronkogenik berkisar 7-10 %.
Kanker metastasis ke paru akibat
penyebaran sel tumor ke trekobronkial.
NEOPLASMA
15. INFEKSI JAMUR
Fungus ball--- Aspergilloma.
Batuk darah pada Fungus ball berkisar
50-90 % dari penderita Fungus ball
Fungus ball sering terbentuk pada
penderita penyakit paru berkavitas seperti
TB paru,
Terjadinya batuk darah adalah
◦ akibat trauma mekanis karena pergerakan
fungus ball di dalam kavitas
Batuk darah juga dapat terjadi akibat
angioinvasi menyebabkan infark paru dan
perdarahan,
16.
17. ABSES PARU
Nekrosis pada parenkim paru dan
pembuluh darah paru.
Kejadian sekitar 11-15 % dari
penderita abses paru,
◦ 20-50 % mengalami batuk darah masif.
18. Fibrosis Kistik
Perdarahan yang terjadi berasal dari
percabangan arteri bronkial.
Sistem arteri bronkial mengalami
hipervaskularisasi dan anastomosis
bronkopulmoner,
Adanya hipertensi pulmonal
19. Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
seksama untuk menentukan sumber
perdarahan :
◦ saluran napas atas -- epistaksis
◦ saluran napas bawah --
hemoptisis
◦ saluran cerna. --
hematemesis
Memastikan Hemoptisis
Bedakan dengan epistaksis atau
hematemesis
Menentukan derajat hemoptisis -- masif ?
Memastikan etiologi
20. Perbedaan hemoptisis dengan hematemesis
Keadaan Hemoptisis Hematemesis
Prodromal
Onset
Penampilan darah
Warna
Isi
Reaksi
Riwayat Penyakit
Dahulu
Anemi
Tinja Kadang- (-
)Guaiac test (-)
kadangSelalu
Rasa tidak enak di
tenggorokan, ingin
batuk
Darah dibatukkan,
dapat disertai batuk
Merah Berbuih
Merah terang
Lekosit,
mikroorganisme,
makrofag,
hemosiderin
Alkalis (pH tinggi)
Menderita kelainan
paru
Kadang kadang
Mual, stomach distress
Darah dimuntahkan
dapat disertai batuk
Tidak berbuih
Merah tua
Sisa makanan
Asam (pH rendah)
Gangguan lambung,
kelainan hepar
selalu
Tinja bisa berwarna
hitam,
21. Batuk darah masif
Di Bagian Pulmonologi - RS M Jamil Padang :
1. Batuk darah ≥ 600 mL /24 jam
2. Batuk darah < 600 mL/24 jam, tapi > 250
mL/24 jam Hb < 10 g% & masih berlangsung
3. Batuk darah < 600 mL/24 jam, tapi > 250 mL/24
jam, Hb > 10 g% dalam 24 jam belum
berhenti
22. Pemeriksaan fisik
• Stridor dapat memberikan petunjuk
tumor/benda asing di daerah
trakeolaring.
• perforasi septum dapat
menunjukkan granulomatosis
Wegener.
• Jari tabuh (clubbing fiber)
memberikan petunjuk kemungkinan
keganasan intratorakal
• Supurasi intratorakal (abses paru,
bronkiektasis)
Pemeriksaan
fisik dapat
membantu
diagnosis
penyebab
hemoptisis
24. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologi torak
◦ Plan foto torak
Gambaran sesuai penyakit yang mendasari terjadinya hemoptisis
seperti;
Gambaran fungus ball pada jamur paru
Gambaran kavitas/fibroinfiltrat pada Tb paru
Gambaran masa tumor
◦ CT-Scan toraks
Baik untuk bronkiektasis atau karsinoma bronkus berukuran
kecil
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan sebelum bronkoskopi,
kecuali dalam keadaan kegawat daruratan
25. Bronkoskopi
◦ Bronkoskopi bisa di lakukan atas indikasi terapeutik
atau diagnostik
◦ Terapeutik untuk menghentikan perdarahan
◦ Diagnostik untuk;
Menentukan sumber/lokasi perdarahan untuk rencana
tindakan bedah
Mengambil bahan bilasan atau sikatan bronkus untuk
pemeriksaan lab
26. Angiografi
◦ Pemeriksaan angiografi dilakukan apabila
dengan pemeriksaan lain tidak bisa
menentukan penyebab atau asal dari
perdarahan.
◦ Angiografi
Diagnostik
terapeutik -- terapi embolisasi.
27. PENATATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan hemoptisis :
◦ Menjaga jalan napas tetap terbuka dan
stabilisasi penderita
◦ Menentukan lokasi perdarahan
◦ Memberikan terapi sesuai etiolog
Mencegah risiko berulangnya hemoptisis
Penderita dengan hemoptisis masif harus
dimonitor dengan ketat di instalasi
perawatan intensif
28. LANGKAH I : MENJAGA JALAN
NAPAS DAN STABILISASI PENDERITA
Menenangkan dan
mengistirahatkan penderita
Suplementasi oksigen
Instruksi cara membatukkan darah
dengan benar sehingga pasien
tidak takut untuk membatukkannya
Resusitasi cairan dan bila perlu
transfusi
29. Penderita dengan keadaan umum berat
dan refleks batuk kurang adekuat, maka
posisi penderita Tredelenberg
mencegah aspirasi darah ke sisi yang
sehat
Laxansia mencegah mengedan
Bronkoskopi serat optik lentur untuk
evaluasi, melokalisir perdarahan dan
tindakan pengisapan (suctioning).
31. Intubasi dilakukan jika dengan terapi
konvensional perdarahan tidak berhenti
dilakukan intubasi untuk live saving
dampak dari intubasi paru yang
mengalami perdarahan akan terjadi
atelektasis total
32. LANGKAH II :
MENCARI SUMBER DAN PENYEBAB
PERDARAHAN
Pemeriksaan radiologi (foto toraks, CT
Scan, USG, angiografi)
Bronkoskopi (BSOL maupun
bronkoskop kaku)
34. 2. Terapi non-bronkoskopik
1. Pemberian terapi medikamentosa
Vasopresin intravena
Asam traneksamat (antifibrinolitik)
Vitamin k
Vitamin c
Kortikosteroid sistemik pd autoimun
Gonadotropin releasing hormon agonist
(GnRH) atau danazol hemoptisis
katamenial
Antitusif kontra indikasi
Antituberkulosis, antijamur ataupun
antibiotik
2. Radioterapi
Terutama yang disebabkan oleh proses Tumor Paru
35. 3. Embolisasi arteri bronkialis dan
pulmoner
Teknik ini terutama dipilih untuk penderita
dengan penyakit bilateral, fungsi paru sisa
yang minimal, menolak operasi ataupun
memiliki kontraindikasi tindakan operasi
Embolisasi arteri pulmoner
Embolisasi arteri bronkialis
36. 3. Bedah
Terapi definitif
Tindakan bedah dilakukan apabila
tindakan terapi diatas tidak berhasil
dan fungsi paru adekuat, tidak ada
konta indikasi bedah,