Bandara Banyuwangi awalnya bernama Bandara Blimbingsari sebelum diubah menjadi Bandara Banyuwangi pada 2017. Bandara ini dibangun untuk meningkatkan pariwisata di Banyuwangi dengan desain hijau yang memanfaatkan vegetasi dan kearifan lokal. Bandara ini kini telah melakukan penerbangan internasional pertamanya.
1. Nama : Doni Asep
Kelas : B
NIM : 17.1003.222.01.0652
Dosen Pengampu : M. Afif Salim, ST, MT, MM &
Ir. Agus B Siswanto, MT
2. Bandar udara ini awalnya bernama bandar udara Blimbingsari, hal ini terkait
dengan lokasi bandara yang berada di Desa Blimbingsari, Kecamatan
Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi. Namun pada tahun 2017 berganti nama
menjadi bandar udara Banyuwangi, sesuai dengan Keputusan Menteri
Perhubungan Republik Indonesia dengan nomor KP 308 tahun 2017 dengan
alasan nama baru lebih familiar sehingga cepat dalam promosinya.
3. Aksesibilitas menjadi faktor utama yang melatarbelakangi
pembangunan bandara kebanggaan masyarakat Banyuwangi ini.
Alasan ini rasional mengingat lokasi Banyuwangi yang
merupakan Kabupaten terluas di Jawa Timur ini hanya menjadi
transit untuk lalu lintas Jawa–Bali, jaraknya dari Surabaya
(bandara Juanda) cukup jauh yakni 300 km dan membutuhkan
waktu tempuh sekitar 7 hingga 8 jam dari Surabaya. Ini yang
menyebabkan wisatawan berpikir dua kali untuk berkunjung ke
Banyuwangi, sehingga dengan adanya bandara ini diharapkan
dapat secara signifikan mampu menaikan minat kunjungan ke
Banyuwangi, dengan demikian perekonomian akan menggeliat
dan muaranya adalah kesejahteraan masyarakat di Kabupaten
Banyuwangi.
4. Landasan pacu bandara ini dibangun dengan beberapa tahap
sampai kepada kondisi eksisting sekarang, yaitu
2.500 meter x 45 meter. Pada awalnya bandara ini hanya
memiliki Runway sepanjang 900 meter x 23 meter pada tahun
2005, peningkatan pertama kali dilakukan pada tahun 2007
menjadi 1.400 meter dan setahun kemudian dilakukan pelebaran
runway dari 23 meter menjadi 30 meter.
Selanjutnya pada tahun 2012 ditambah lagi menjadi
1.800 meter dan meningkat lagi menjadi 2.225 meter pada tahun
2015. Terakhir tingkatkan pada eksisting di tahun 2018 guna
mengantisipasi kepadatan jumlah penumpang. Selain
peningkatan pada panjang dan lebar, tebal landasan juga
ditingkatkan menjadi PCN (Pavement Classification Number)
56, sehingga bandara ini siap untuk mengakomodir pesawat
jenis Boeing.
5. Bandara Banyuwangi mengusung konsep Green
Airport pertama di Indonesia, sehingga fungsinya
bukan hanya sebagai sarana aksesibilitas tapi juga
sebagai landmark baru yang akan mendongkrak
pariwisata di Banyuwangi. Untuk bangunan terminal,
bandara ini sangat berbeda dengan bandara pada
umumnya yang banyak dipenuhi kaca, namun di
bandara ini sebagian besarnya adalah kayu.
Terminal bandara dibangun dengan konsep tropis
dimana penghawaannya alami sampai nyaris tanpa
AC, ditambah dengan desain interior yang minim
sekat sehingga sirkulasi udara dan sinar matahari
menjadi semakin baik.
6. Untuk pekerjaan atap gedung terminal, digunakan
roof garden yang ditanami rumput gajah mini,
begitupun sepanjang ventilasi atap dimana tanaman
hias merambat berjenis Lee Kwan Yew dipilih untuk
mempercantiknya.
Konsep arsitektur hijau yang diterapkan pada
bangunan bandara Banyuwangi ini dirasa telah
sesuai dengan iklim tropis di Indonesia, dengan
arsitektur ini diklaim cukup efisien dalam
pengelolaan dan pemeliharaannya, mengoptimalkan
sumber daya dan material ramah lingkungan. Selain
itu konsep bandara ini memanfaatkan vegetasi
sekitar untuk meminimalisir panas dan mengelola
limbah untuk keberlanjutan sumberdaya.
7. Selain dari atap rumah suku Osing, kearifan lokal
lainnya yang diangkat adalah Killing, yaitu kincir
angin khas Suku Osing yang ada dibagian depan
bandara. Yang tak kalah istimewa adalah ruang
anjungan di lantai dua yang mengarah langsung ke
landasan, disebut-sebut ini adalah fasilitas yang
memfasilitasi budaya masyarakat yang kebiasaannya
ingin mengantar kerabatnya bepergian, sungguh
kearifan luhur yang diterapkan pada bangunan
modern terlihat sangat menawan.
8. Dengan desainnya yang sangat futuristik dan memiliki makna, banyak tokoh nasional, wisatawan dan
publik pada umumnya memuji bandara ini. Karena unik dan stylish, Kementerian Perhubungan sampai
menetapkan bandara Banyuwangi sebagai Indonesian Style Airport pada tahun 2016, diklaim satu-
satunya di Indonesia.
Arsitektur bandara yang mengadopsi kebudayaan dan kearifan lokal patut menjadi contoh bagi bandara
lain, terlebih Indonesia sebagai negara yang kaya akan corak budaya tentu akan menjadi daya tarik
tersendiri bagi industri kepariwisataan Indonesia. Dengan konsep Green Airport yang padu padan dengan
kearifan lokal, bandara ini menjadikan Banyuwangi peraih juara dunia inovasi kebijakan pariwisata dari
Badan Pariwisata
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO).
9. Seiring dengan berjalannya waktu, bandara hijau terus berbenah diri dan pada akhirnya bandara
Banyuwangi melakukan penerbangan internasional. Penerbangan perdana dengan rute internasioanl ini
dilakukan oleh masakapai Citilink dengan rute Banyuwangi – Kuala Lumpur. Penerbangan ini
bertambah istimewa karena dilaksanakan tepat pada tanggal 19 Desember 2018 yang merupakan hari
jadi Kabupaten Banyuwangi ke-
247. Bisa jadi ini adalah kado spesial untuk seluruh masyarakat Banyuwangi khususnya, dan Indonesia
pada umumnya.