SlideShare a Scribd company logo
PEMILIHAN UMUM
Matakuliah Asas-Asas Hukum Tata Negara
Pemilihan
Umum
Demokrasi Perwakilan
Kedaulatan Rakyat
Hak Asasi Manusia
Menyalurkan pendapat
Memilih
Dipilih
Pemerintahan
Constitutional Democracy
Sah / Legitimate
Peralihan Kekuasaan
Referendum
Plebisit
Demokrasi Langsung
Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi
• Kedaulatan rakyat: dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.
Rakyat pemegang kekuasaan tertinggi.
• Penyerahan kedaulatan rakyat melalui wakilnya à
Demokrasi
• Pada masa lalu ketika negara masih berbentuk citystate,
demokrasi dilakukan secara langsung (direct democracy).
• Dalam negara yang punya penduduk besar, demokrasi
dilakukan melalui sistem perwakilan (Representative
Democracy atau Indirect Democracy.
• Kedaulatan rakyat di Indonesia: Pasal 1 ayat (2) UUD 1945
DEMOKRASI DAN PEMILU
• Pemilihan umum merupakan salah satu instrumen kelembagaan penting
di dalam negara demokrasi.
Demokrasi itu di tandai dengan 3 (tiga) syarat yaitu:
- adanya kompetisi di dalam memperebutkan dan mempertahankan
kekuasaan,
- adanya partisipasi masyarakat,
- adanya jaminan hak-hak sipil dan politik.
Untuk memenuhi persyaratan tersebut diadakanlah sistem pemilihan
umum, dimana dengan sistem ini kompetisi, partisipasi, dan jaminan
hak-hak politik bisa terpenuhi.
•Robert Dahl
pemilihan umum merupakan gambaran ideal dan
maksimal bagi suatu pemerintahan demokrasi di
zaman modern.
•Pemilihan umum merupakan parameter dalam
mengukur demokratis tidaknya suatu negara
•Demokrasi secara sedehana diartikan dengan suatu
sistem politik dimana para pembuat keputusan
kolektif tertinggi di dalam sistem itu dipilih melalui
pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala
TUJUAN PEMILU
Jimly Asshiddiqie
• Untuk memungkinkan terjadinya pemilihan kepemimpinan
pemerintahan secara tertib dan damai.
• Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan
mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan.
• Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat.
• Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga Negara.
Pemilu dan Hak Asasi Manusia
• Pemilu sebagai penyaluran atas Hak Asasi Manusia
• Pasal 21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)
ayat (1) setiap orang mempunyai hak untuk mengambil bagian dalam
pemerintahan negerinya secara langsung atau melalui wakil-wakilnya
yang dipilih secara bebas
ayat (2) setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh akses yang sama
pada pelayanan oleh pemerintahan dalam negerinya.
ayat (3) kehendak rakyat hendaknya menjadi dasar kewenangan
pemerintah; kehendak ini hendaknya dinyatakan di dalam pemilihan-
pemilihan sejati dan periodik yang bersifat umum dengan hak pilih yang
sama dan hendaknya diadakan dengan pemungutan suara rahasia atau
melalui prosedur pemungutan suara bebas
METODE PENYALURAN PENDAPAT RAKYAT
1. Pemilihan Umum
2. Referendum
MPR pernah menetapkan Ketetapan MPR tentang
Referendum, yaitu TAP MPR Nomor IV/MPR/1983,
meskipun kemudian dicabut sebelum dipraktikkan dengan
TAP MPR Nomor VIII/MPR/1998
3. Plebisit
Pemungutan suara umum di suatu daerah untuk
menentukan status suatu daerah (contoh kasus di
Indonesia: kasus pemungutan suara untuk menentukan
status Timor Timur)
SISTEM PEMILIHAN UMUM
1. Sistem Pemilu Mekanis
Sistem Pemilu mekanis melihat rakyat sebagai
massa individu yang sama. Individu tetap
dilihat sebagai penyandang hak pilih yang
bersifat aktif.
2. Sistem Pemilu Organis
Sistem Pemilu organis menempatkan rakyat
sebagai sejumlah individu-individu yang hidup
bersama dalam berbagai persekutuan hidup
berdasarkan geneologis, ekonomi, lapisan
sosial, dan lembaga-lembaga sosial lainnya.
Sehingga persekutuan inilah yang dianggap
sebagai pengendali dan yang punya hak pilih
SISTEM PEMILU MEKANIS
•Dalam sistem mekanis, partai politik mengorganisir
pemilihan-pemilihan dan partai partai politik
berkembang, baik menurut sistem satu partai, dua
partai atau multi partai.
•Sistem mekanis dapat dilaksanakan dengan cara
yaitu,
• sistem perwakilan distrik/single member constituency
dan
• sistem perwakilan proposional/ multi member
constituencies
SISTEM PEMILU MEKANIS
1. Sistem Perwakilan Distrik/mayoritas
(Single member constituency /the winner takes all)
Wilayah negara dibagi atas distrik-distrik
pemilihan atau Daerah Pemilihan yang
jumlahnya sama dengan anggota
parlemen yang akan dipilih
2. Sistem Perwakilan Berimbang
(Multi Member Constituencies/ Proportional
Representation)
Jumlah kursi di parlemen dibagikan
kepada tiap-tiap parpol sesuai dengan
jumlah suara sah yang diperoleh
SISTEM DISTRIK
• Sistem distrik biasa disebut juga single member constituency tetapi
ada juga yang memakai istilah single member district.
• Pada intinya, sistem distrik merupakan sistem pemilihan dimana
suatu negara dibagi menjadi beberapa daerah pemilihan yang
jumlahnya sama dengan jumlah wakil rakyat yang akan dipilih dalam
sebuah lembaga perwakilan.
Dengan demikian, satu distrik akan menghasilkan satu wakil rakyat.
Kandidat yang memperoleh suara terbanyak di suatu distrik, maka
akan menjadi wakil rakyat terpilih.
• Sedangkan kandidat yang memperoleh suara lebih sedikit, maka suaranya
tidak akan di perhitungkan atau dianggap hilang walau sekecil apapun selisih
perolehan suara yang ada. Sehingga dikenal istilah the winner takes all atau
sistem mayoritas
Sistem Perwakilan Proposional
• Sistem proporsional lahir untuk menjawab kelemahan dari sistem
distrik. Sistem proporsional merupakan sistem pemilihan yang
memperhatikan proporsi atau perimbangan antara jumlah penduduk
dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan.
• Dengan sistem ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah yang
memiliki penduduk lebih besar akan memperoleh kursi yang lebih
banyak di suatu daerah pemilihan, begitu pun sebaliknya
• Sistem proporsional juga mengatur tentang proporsi antara jumlah
suara yang diperoleh suatu partai politik untuk kemudian
dikonversikan menjadi kursi yang diperoleh partai politik tersebut
Sistem perwakilan proposional/ sistem perwakilan
berimbang/ multi member constituencies
Single Transferable vote
Pemilih diberi kesempatan untuk memilih pilihan pertama, kedua dan
seterusnya dari daerah pemilihan yang bersangkutan.
Jika jumlah suara yang diperlukan untuk memilih calon pertama
terpenuhi, dan apabila ada sisa suara, maka kelebihan suara ini
dipindahkan kepada calon kedua dan seterusnya.
List System (Sistem Daftar)
Pemilih diminta memilih di antara daftar-daftar calon yang berisi
sebanyak mungkin nama-nama wakil rakyat yang akan dipilih dalam
pemilihan umum.
Dalam sistem perwakilan proposional para pemilih akan memilih partai
politik, bukan calon perseorangan seperti pada sistem distrik.
SISTEM PEMILU YANG DIPAKAI DI INDONESIA
• Sistem perwakilan proporsional dengan daftar
• sistem yang mensyaratkan setiap partai untuk menunjukkan daftar
kandidatnya kepada para pemilih. Para pemilih memilih partai atau kandidat.
Partai menerima suara dalam proporsi andil keseluruhannya dan jumlah
perolehan suara nasional.
• Pemilu anggota DPR dan DPRD
• Varian: daftar tertutup & daftar terbuka
• Sistem distrik berwakil banyak
• Sistem yang memungkinkan para pemilih untuk menunjukkan pilihan
kandidat mereka, para pemilih memberikan urutan pilihan terhadap kandidat
mereka
• (Pemilu anggota DPD)
• Sistem pemilihan langsung
• Single / two round system
• Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
SISTEM
PEMILIHAN UMUM
Absence of
Corruption
Predictable
Enforcement
Impartial
Administration
Civil Society
Participation
Electoral
Participation
Direct
Democracy
Local
Democracy
Participatory
Engagement
Clean
Elections
Inclusive
Suffrage
Free Political
Parties
Elected
Government
Representative
Government Access to
Justice
Civil
Liberties
Social Rights
and Equality
Social Group Equality
Gender Equality
Basic Welfare
Freedom of expression
Freedom of Association
and assembly
Freedom of Movement
Personal Integrity and
Security
Fundamental
Rights
Effective
Parliament
Judical
Independence
Media
Integrity
Checks on
Government
Democracy
Popular control and
Political Equality
What is
democracy?
At International IDEA, we
think of democracy as:
• Popular control over
public decision-making
• Equality between
citizens in the exercise
of that control
The Asia Pacific region is
defined by diversity, reflected
in a wide range of regime
types
The region boasts some of the
most enduring, authoritarian
states as well as some of the
best performing democracies
in the world
Yet the regional tendency
is deepening autocratization
and erosion of democracy
Regime types in Asia and the Pacific
2020
PEMILIHAN UMUM
adalah
“proses memilih orang-orang
oleh rakyat secara langsung
untuk mengisi jabatan-jabatan politik (menjadi pejabat publik) tertentu
dalam sebuah Negara yang menganut Demokrasi”
--------------------------------------------------------------------------------------------
Pejabat publik yang terpilih diberi tugas
oleh rakyat yang memilihnya (konstituen):
membuat dan/atau menjalankan
kebijakan (policy) publik
untuk
mengurus negara/bagian dari negara
dan rakyat yang memilihnya.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Dengan demikian,
Pemilu menjadi penting,
karena ia merupakan salah satu
instrumen penentu arah kebijakan publik Negara.
Metode Pemilihan
Secara umum,
pembedaan sistem pemilihan umum
berpegang pada dua metode utama:
I. Metode pemilihan secara organis, dan
II. Metode pemilihan secara mekanis.
I. Metode Pemilihan secara Organis:
Dalam metode ini, rakyat dipandang sebagai sejumlah
kelompok individu yang hidup bersama-bersama dalam
beraneka ragam persekutuan hidup, seperti berdasarkan
genealogi (kekeluargaan), atau berdasarkan teritori.
Jadi pengelompokan itulah yang diutamakan menjadi
pengendali hak pilih.
Contoh :
- Pemilihan Datuak dan Wali Nagari di SumBar
- Sistem pemilu NOKEN di Papua
II. Metode Pemilihan secara Mekanis:
Dalam metode ini, rakyat dianggap sebagai individu-individu yang sama, yang
memiliki hak pilih masing-masing dan mengeluarkan satu suara untuk setiap
orang.
Jadi setiap individu bebas menentukan pilihannya,
tidak dikendalikan oleh kelompok.
(setiap orang bebas mengendalikan hak pilihnya masing-masing).
Metode inilah yang sekarang dikenal sebagai PEMILIHAN UMUM
Metode ini dapat dilaksanakan dengan :
1. Sistem Mayoritas/Pluralitas
2. Sistem Perwakilan Proporsional (“Sistem Proporsional”)
”A good electoral system can give you a glimpse of Heaven, but a
bad electoral system can give you a quick trip to Hell”
(Andrew Reynolds 2014)
Sistem Pemilu
• Pilihan terhadap jenis/varian sistem pemilu adalah keputusan paling
penting dalam sistem politik demokrasi.
• Lembaga-lembaga politik membentuk aturan main bagaimana
demokrasi dipraktikan, dan sering dikemukakan bahwa lembaga
politik yang paling gampang dimanipulasi, untuk tujuan baik atau
buruk, adalah sistem pemilu (Reynolds et.ad 2005)
• “Sistem pemilu merupakan seperangkat variabel yang bertugas
untuk mengkonversi perolehan suara partai politik menjadi kursi”.
• Tiga variabel kunci sistem pemilu:
• Pilihan terhadap jenis sistem pemilu
• Struktur pemberian suara (electoral balloting structure)
• Daerah pemilihan dan formula penghitungan.
Sumber: Electoral Systems Design; IDEA International Handbook
Contine
nt Mixed
Plurality
/Majorit
y PR
Not
applicab
le
In
transitio
n Other
Countrie
s
research
ed
Africa
9
(16.4%)
24
(43.6%)
17
(30.9%)
2
(3.6%)
1
(1.8%)
2
(3.6%)
55
America
s
3
(6.7%)
22
(48.9%)
20
(44.4%)
0
(0.0%)
0
(0.0%)
0
(0.0%)
45
Asia
10
(20.8%)
20
(41.7%)
12
(25.0%)
4
(8.3%)
1
(2.1%)
1
(2.1%)
48
Europe
9
(17.6%)
6
(11.8%)
34
(66.7%)
1
(2.0%)
0
(0.0%)
1
(2.0%)
51
Oceania
1
(5.6%)
13
(72.2%)
1
(5.6%)
0
(0.0%)
0
(0.0%)
3
(16.7%)
18
Total 32 85 84 7 2 7 217
Sebaran Varian Penggunaan Sistem Pemilu Dunia
https://www.idea.int/data-tools/question-view/130357
Konsekuensi Sistem Pemilu
• Maurice Duverger (1954) yang kemudian
dikenal dengan “Duverger laws”:
• efek mekanis sistem pemilu berpengaruh
terhadap sistem kepartaian;
• Efek psikologis sistem pemilu berpengaruh
terhadap perilaku pemilih.
• Benjamin Reilly (2006): pilihan sistem pemilu
dipengaruhi oleh situasi struktur sosial
masyarakat/Kebutuhan representasi politik
• Jones 1995; Samuels 2002; Jeffrey Cason
(2006) reformasi elektoral/perubahan sistem
pemilu dipengaruhi oleh kebutuhan efektivitas
dan stabilitas pemerintahan.
Sistem
Pemilu
Sistem
kepartaian
Sistem
Pemerintahan
Sistem
Perwakilan/
Partai Politik
7 Variabel Teknis
Utama Sistem Pemilu
Besaran Daerah Pemilihan
Metode Pencalonan
Metode Pemberian Suara
Ambang Batas Perwakilan
Formula Perolehan Kursi Partai
Penetapan Calon Terpilih
Jadwal [dlm sistem presidensial]
Ciri Utama Sistem Pemilu
Mayoritas/Pluralitas Proporsional
Umumnya single member district (distrik
berwakil tunggal)
Umumnya multi member district (distrik
berwakil jamak)
Pencalonan melalui partai dan
perorangan
Pencalonan dilakukan oleh partai politik
Pemberian suara umumnya untuk
kandidat
Pemberian suara umumnya untuk partai
politik dan/atau kandidat
Formula keterpilihan:
- Pluralitas (suara pemenang lebih kecil
dibanding total yang kalah)
- Mayoritas (suara pemenang lebih
besar disbanding dengan gabungan
suara yang kalah)
Formula keterpilihan: berdasarkan
proporsi berimbang
Tidak terdapat ambang batas formal Ada ambang batas formal
KELEBIHAN
Mayoritas/Pluralitas
1. Dapat membatasi jumlah
partai politik.
2. Membentuk pemerintahan
yang kuat karena meraih
suara mayoritas.
3. Membentuk oposisi yang
kuat.
4. Menciptakan hubungan yang
kuat antara wakil dan
konstituen.
5. Sederhana, mudah dipahami
6. Mudah dihitung.
Proporsional
1. Lebih mewakili keragaman
kelompok masyarakat,
termasuk minoritas).
2. Cukup akurat
menerjemahkan proporsi
perolehan suara dengan
kursi.
3. Sedikit suara terbuang (tidak
dihitung).
4. Menciptakan sistem
multipartai untuk
mengakomodasi keragaman
politik di masyarakat.
KELEMAHAN
Pluralitas/Mayoritas
• Banyak suara terbuang sehingga
partai kecil tidak terwakili.
• Sulitnya kelompok minorotas dan
perempuan untuk terpilih.
• Kursi yang dimenangkan tidak
proporsional dengan perolehan
suara.
• Rawan terhadap manipulasi
pembentukan daerah pemilihan
(gerrymandering cases).
Proporsional
• Hubungan antara wakil dan
konstituen cenderung lemah.
• Dominasi partai politik.
• Sulit membentuk pemerintahan
yang efektif dan stabil (tidak ada
partai mayoritas di parlemen).
• Proporsional dengan model
terbuka lebih sulit dipahami,
tidak sederhana dalam
penghitungan suara.
Besaran Daerah Pemilihan & Pembentukan
Sistem Pemilu
• Pengertian daerah pemilihan
(electoral district magnitude)
• Jenis dan pertimbangan pilihan
besaran daerah pemilihan
• Besaran alokasi kursi per-daerah
pemilihan sebagai konsekuensi
pilihan sistem pemilu
• Korelasi besaran daerah pemilihan
dengan sistem kepartaian dan
sistem perwakilan
single member district
multi members district
Sistem Pemilu Pluralitas/Mayoritas
Sistem Pemilu Proportional Representation
Sistem Pemilu
Campuran
Metode Pencalonan
• Pengertian metode pencalonan:
“bagaimana peserta pemilu menyiapkan daftar calonnya”
• Sistem pemilu dan pengaruhnya terhadap metode pencalonan
Proposional Vs Plurlitas Mayoritas
• Metode pencalonan dalam dua isu utama:
• Intra party democracy
• Affirmative action pencalonan perempuan
Metode Pemberian Suara
• Sistem pemilu dan penentuan jenis metode pemberian suara (partai/
kandidat/preferensial)
• Konsekuensi dari jenis metode pemberian suara
• Pola persaingan;
• Kemudahan pemilih dan perilaku pemilih;
• Model representasi;
• Pelembagaan partai dan sistem kepartaian.
• Studi Kasus: wacana perubahan metode pemberian suara di
Indonesia
Ambang Batas Perwakilan Threshold
• Pengertian ambang batas: tingkat minimum dukungan/perolehan
suara yang dibutuhkan suatu partai untuk mendapatkan representasi.
• Varian ambang batas (ambang batas legal vs ambang batas
matematais)
• Konsekuensi pemberlakuan ambang batas
• Proporsionalitas hasil pemilu
• Sistem Kepartaian
• Merancang besaran ambang batas: antara idealitas dan kepentingan
politis
Formula Penghitungan Suara (Electoral Formula) & Penepatan
Calon Terpilih
Pluralitas/Mayorita
s
Mayoritas mutlak
The winner takes all
Absolute majority
i.e over 50 percent
Proportional
Representation
Quota (largest
reminders)
Divisor (highest
average)
• Varian model formula penghitungan suara berdasarkan jenis sistem pemilu
• Konsekuensi pilihan formula penghitungan suara terhadap sistem kepartaian
& proporsionalitas hasil
Sistem Pemilu Indonesia (Pileg, Pilpres, Pilkada)
• Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota:
Open List Proportional Representation (OLPR) atau Sistem Pemilu
Proporsional dengan daftar terbuka (UU No. 7 Tahun 2017).
• Pemilu Anggota DPD: Single Non-Transferable Vote (SNTV), Distrik
Berwakil Banyak (UU No. 7 Tahun 2017).
• Pemilu Presiden dan Wakil Presiden: Majority Run Off 50% + 1, Two
Round System (Sistem Pemilu Mayoritas dengan dua putaran). UU 7
Tahun 2017.
• Pilkada DKI Jakarta: Majority Run Off 50% + 1, Two Round System
(Sistem Pemilu Mayoritas dengan dua putaran).
• Pilkada seluruh Indonesia: Pluralitas, Suara Terbanyak, First Past the
Post, Winner Takes All.
Dasar
Hukum
Pengaturan
Sistem
Pemilu
UUD NRI Tahun 1945
UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
– beberapa Putusan Mahkamah Konstitusi
UU No 1 Tahun 2015 beserta Perubahannya, UU
No. 29 Tahun 2007 tentang DKI
Peraturan KPU
Pemilu dalam UUD NRI Tahun 1945
BAB VIIB*** PEMILIHAN UMUM Pasal 22E
• (1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.***
• (2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.***
• (3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai
politik.***
• (4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Daerah adalah perseorangan.***
• (5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum
yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.***
• (6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-
undang.***
Besaran Alokasi Kursi Per-Daerah Pemilihan
• Besaran alokasi kursi per-daerah
pemilihan menentukan varian/jenis
sistem pemilu.
• Besaran alokasi kursi berpengaruh
terhadap pola representasi bahkan
kedekatan antara pemilih dengan
partai politik
• Besaran alokasi kursi mempengaruhi
tingkat kompetisi antar partai politik
”Semakin sedikit besaran alokasi kursi
semakin tinggi tingkat kompetisi antar
partai politik”
• Besaran alokasi kursi berpengaruh
terhadap pembentukan sistem
kepartaian
Single member district (kursi yang
diperebutkan di dapil hanya satu)
Multi member's district (kursi
yang diperebutkan di dapil lebih
dari satu, 2 kursi dst)
Sistem Pemilu Pluralitas/Mayoritas
Sistem Pemilu Proportional Representation
Sistem Pemilu
Campuran
Sistem Dua Partai
Sistem Multipartai
Sistem
Multipartai
DAPIL KECIL
DAPIL
SEDANG
DAPIL BESAR
2 – 5 KURSI
6 – 10 KURSI
11 + KURSI
SISTEM
KEPARTAIAN
MULTIPARTAI EKSTRIM
> 5 PARTAI RELEVAN
MULTRIPARTAI
SEDERHANA
3-5 PARTAI RELEVAN
RELASI MULTI MEMBERS DISTRICT DENGAN MULTI PARTY SYSTEM
Besaran Daerah Pemilihan Pileg Indonesia (District
Magnitude)
• Total 575 kursi DPR yang diperebutkan dan tersebar di 80 daerah pemilihan
(dapil).
• 136 kursi DPD yang diperebutkan tersebar di 34 Provinsi/dapil (Pasal 22C
Ayat (2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya
sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih
dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat).
• Kursi DPRD beragam sesuai dengan jumlah penduduk.
• 3 – 10 kursi untuk Pemilu DPR (minimal 3, paling banyak 10 kursi di setiap
dapil).
• 3 – 12 kursi untuk untuk Pemilu DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota.
• 4 kursi untuk DPD RI di setiap dapil (provinsi).
Sumber: UU No. 7 Tahun 2017
Metode Pencalonan
Pengertian metode pencalonan:
“Bagaimana peserta pemilu menyiapkan daftar calonnya?”
Sistem pemilu dan pengaruhnya terhadap metode pencalonan
Proposional Vs Plurlitas/Mayoritas
Metode pencalonan dalam dua isu utama:
• Intra party democracy
• Affirmative action pencalonan perempuan (Indonesia menganut
kebijakan afirmasi pencalonan perempuan: daftar caleg DPR dan
DPRD memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30%.
Penempatan caleg, setiap tiga caleg memuat paling sedikit 1 caleg
perempuan).
Metode Pemberian Suara
Sistem pemilu dan penentuan jenis metode pemberian suara (partai/
kandidat/preferensial)
Konsekuensi dari jenis metode pemberian suara
• Pola persaingan;
• Kemudahan pemilih dan perilaku pemilih;
• Model representasi;
• Pelembagaan partai dan sistem kepartaian.
Studi Kasus: wacana perubahan metode pemberian suara di Indonesia,
dari Proporsional Daftar Terbuka (OLPR) menjadi Proporsional Daftar
Tertutup (CLPR).
Metode Pemberian Suara
• Pemilu Kepala Daerah/Pemilu
Presiden pemilih memilih tanda
gambar/nama/nomor urut
pasangan calon di surat suara;
• Pemilu legisalatif dengan sistem
proposional daftar terbuka pemilih
memilih logo partai politik/nama
calon/nomor urut calon;
• Jika sistem pemilu berubah
menjadi sistem proposional
tertutup atau daftar partai maka
pemilih memilih logo/nomor urut
partai saja.
199
9
CLP
R
2004
Semi
OLPR
2009
OLPR
2014
OLPR
2019
OLPR
1. Sistem Mayoritas/Pluralitas
à pemenang yang terpilih di suatu dapil (electoral district/constituency) adalah yang
memperoleh jumlah suara teratas.
à sehingga untuk pemilu anggota parlemen, dimana wilayah negara dibagi atas dapil-dapil:
jumlah wakil yang dipilih sama banyak untuk setiap dapil.
à di Indonesia penyebutan sistem ini sering disederhanakan dengan istilah “Sistem Distrik”
(kurang tepat/salah kaprah).
Variasinya:
a. Single-Member Constituency,” (Sistem Mayoritas Berwakil Tunggal)
b. Multi-Member Constituency” (Sistem Mayoritas Berwakil Banyak).
2. Sistem Perwakilan Proporsional / Sistem Proporsional
(Sistem Perwakilan Berimbang)
à Sistem proporsional mengatur tentang proporsi antara jumlah suara yang
diperoleh suatu partai politik untuk kemudian dikonversikan menjadi kursi yang
diperoleh partai politik tersebut.
1. Sistem Mayoritas/Pluralitas
Variasinya:
a. Single-Member Constituency/District (Sistem Mayoritas Berwakil Tunggal)
à Jumlah Wakil yang akan dipilih cuma satu orang untuk setiap constituency/electoral
district (dapil) à satu dapil diwakili satu wakil rakyat.
à kandidat yang memperoleh suara terbanyak di suatu distrik, akan menjadi wakil
rakyat terpilih à First Past the Post à The Winner Takes All
à Kandidat yang memperoleh suara lebih sedikit à suaranya tidak akan diperhitungkan
atau akan dianggap hilang, walau sekecil apapun selisih perolehan suaranya.
Contoh:
- Pemilu Aggt House of Commons di Inggris.
- Pilpres Indonesia dengan 2 paslon, dimana seluruh wilayah RI dianggap 1 dapil.
b. Multi-Member Constituency (Sistem Mayoritas Berwakil Banyak).
à jumlah wakil yang akan dipilih lebih dari satu orang untuk setiap dapil
Contoh:
- Pemilu Aggt Senat di AS (2 orang setiap dapil/state)
- Pemilu Aggt DPD RI (4 orang setiap dapil/provinsi)
1. Sistem Mayoritas/Pluralitas
Kelebihan
n Karena dibagi atas dapil-dapil, luas wilayah pemilihan jadi lebih kecil, maka
pemilih lebih dapat mengenali secara lebih dekat calon-calon wakil rakyat yang
akan dipilih di distriknya masing-masing.
n Sistem distrik lebih mendorong kearah integrasi partai-partai politik karena kursi
yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu /sedikit.
n Kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat dibendung. Sistem ini bisa
mendorong kearah penyederhanaan jumlah partai secara alamiah dan tanpa paksaan
lewat peraturan perundang-undangan.
n Sederhana, mudah untuk diselenggarakan, tidak memerlukan waktu dan dana yang
banyak
n Berkurangnya parpol memudahkan pembentukan pemerintahan yang lebih stabil.
1. Sistem Mayoritas/Pluralitas
Kelemahan
n Kurang memperhitungkan partai-partai kecil / golongan minoritas
Di mata demokrasi, system ini tidak mendorong sistem multipartai yang
dapat mengakomodasi keragaman ‘ideologi politik’ yang hidup di tengah-
tengah masyarakat;
n Kurang representatif karena calon yang kalah kehilangan suara
pendukungnya
n Terlalu banyak suara yang terbuang
2. Sistem Proporsional
à Sistem proporsional lahir untuk menjawab kelemahan dari sistem distrik, yaitu untuk
menghindari ada suara yang hilang.
à Dalam sistem ini, setiap parpol akan secara proporsional (berdasarkan prosentase)
memperoleh jumlah kursi sesuai dengan jumlah suara sah yang diperoleh dari total
jumlah kursi yang diperebutkan.
Ada 2 model penerapan Sistem Proporsional:
1. Wilayah Negara tidak dibagai atas dapil-dapil (Suatu Negara dianggap 1 Dapil)
Contoh: Pemilu Aggt Tweede Kamer Belanda
2. Wilayah Negara dibagi atas dapil-dapil (karena wilayah negara yang terlalu luas)
Contoh: Pemilu Aggt DPR & DPRD di setiap Dapil
Model yang ke-2 ini memperhatikan proporsi atau perimbangan antara jumlah penduduk
dengan jumlah kursi yang diperebutkan/dialokasikan untuk tiap daerah pemilihan.
Dengan sistem ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah pemilihan yang memiliki
penduduk lebih banyak akan memperoleh kuota/jumlah kursi yang lebih banyak, begitu
pula sebaliknya.
2. Sistem Proporsional
Variasinya:
List System (Sistem Daftar)/ Proportional Representation:
pada sistem ini pemilih diminta memilih nama-nama parpol atau
nama-nama calon wakil rakyat yang akan dipilih.
Single Transferable Vote:
dalam sistem ini pemilih diberi kesempatan untuk memilih pilihan
pertama, kedua dan seterusnya dari daerah pemilihan yang
bersangkutan.
Jika jumlah suara yang diperlukan untuk memilih calon pertama
terpenuhi, dan apabila ada sisa suara, maka kelebihan suara ini
dipindahkan kepada calon kedua dan seterusnya.
2. Sistem Proporsional
Kelebihan:
n Lebih representatif, karena jumlah kursi yang diperoleh
seimbang dengan jumlah suara sah yang diperoleh (sesuai
prosentase);
n Lebih demokratis, karena setiap suara dihitung à yang
kalah suaranya dapat dikompensasikan, sehingga tidak ada
suara yang hilang;
n Di mata demokrasi. Sistem ini dapat mendorong sistem
multipartai guna mengakomodasi keragaman politik di
masyarakat;
2. Sistem Proporsional
Kelemahan:
n Kurang mendorong partai-partai untuk berintegrasià cenderung
mempertajam perbedaan-perbedaan, sehingga mempermudah timbulnya
partai-partai baru. Dari sisi efektivitas, banyaknya partai bisa mempersulit
terbentuknya pemerintahan stabil.
(namun di mata demokrasi: merupakan kelebihan, karena dapat
mendorong sistem multipartai guna mengakomodasi keragaman politik di
masyarakat);
n Pada sistem proporsional yang tidak membagi wilayah negara atas dapil,
wakil yang terpilih kemungkinan renggang ikatannya dengan warga
pemilih.
VARIAN SISTEM PEMILU MAYORITARIAN – diolah oleh Ahsanul Minan
SISTEM
JUMLAH KURSI DI
DAPIL
CARA MEMBERIKAN SUARA CARA HITUNG (CALON TERPILIH) KETERANGAN
FIRST PAST THE POST
(FPTFP)
1 KURSI 1 PEMILIH = 1 SUARA PLURALITAS (SUARA TERBANYAK)
TWO ROUND SYSTEM 1 KURSI 1 PEMILIH = 1 SUARA MAYORITAS (50%+1) JIKA TIDAK ADA, DILAKUKAN
PUTARAN 2
ALTERNATIVE VOTE 1 KURSI PEMILIH BISA MEMILIH LEBIH
DARI SATU CALON DENGAN
MERANGKING (PREFERENTIAL
VOTE)
CALON DENGAN JUMLAH PILIHAN
RANGKING 1 YANG TERENDAH,
TERSINGKIR DARI PERHITUNGAN
SUARA. LALU, IA KEMBALI DIUJI
UNTUK PILIHAN RANGKING 2-NYA,
YANG JIKA KEMUDIAN TERENDAH
MENJADI TERSINGKIR.
PARTY BLOCK VOTE LEBIH DARI SATU
KURSI
• PARTAI BOLEH
MENCALONKAN LEBIH
DARI 1 CALEG
• PEMILIH HANYA PUNYA
SATU SUARA
SUARA TERBANYAK
BLOCK VOTE LEBIH DARI SATU
KURSI
• PEMILIH PUNYA HAK
SUARA SEJUMLAH KURSI
• PEMILIH BEBAS MEMILIH
CALEG LINTAS PARTAI
SUARA TERBANYAK BV BIASA DIGUNAKAN DI
NEGARA DENGAN PARTAI
POLITIK YANG LEMAH
VARIAN SISTEM PEMILU PROPORSIONAL - – diolah oleh Ahsanul Minan
SISTEM
JUMLAH KURSI DI
DAPIL
CARA MEMBERIKAN
SUARA
CARA HITUNG (CALON TERPILIH) KETERANGAN
LIST PROPORTIONAL LEBIH DARI SATU KURSI PEMILIH HANYA PUNYA
SATU SUARA
PARTAI MEMPEROLEH KURSI
SECARA PROPORSIONAL DENGAN
PEROLEHAN SUARA
TERDAPAT MODEL:
• OPEN-LIST
• CLOSE-LIST
SINGLE TRANSFERABLE
VOTE
LEBIH DARI SATU KURSI • PEMILIH PUNYA LEBIH
DARI SATU SUARA
• PEMILIH BISA
MERANGKING
(PREFERENTIAL VOTE)
DENGAN MENGGUNAKAN KUOTA SUARA CALON YANG
MELEBIHI KUOTA, SISANYA
BISA DIBERIKAN KE CALON
LAIN
VARIAN SISTEM PEMILU CAMPURAN – diolah oleh Ahsanul Minan
SISTEM
JUMLAH KURSI DI
DAPIL
CARA MEMBERIKAN
SUARA
CARA HITUNG (CALON TERPILIH) KETERANGAN
MIXED MEMBER
PROPORTIONAL
• SATU KURSI PER-
DAPIL
• KURSI
“KOMPENSASI”
PEMILIH BISA PUNYA DUA
SUARA
SUARA TERBANYAK ADA SEJUMLAH KURSI YANG
DIALOKASIKAN KE PARTAI
YANG PEROLEHAN KURSINYA
KURANG PROPORSIONAL
PARAREL VOTE DUA JENIS KURSI:
• KURSI YANG
DIBAGI
BERDASARKAN
SISTEM
MAYORITARIAN
• KURSI YANG
DIBAGI
BERDASARKAN
SISTEM
PROPORSIONAL
• PEMILIH PUNYA LEBIH
DARI SATU SUARA
• SUARA TERBANYAK
• PEMBAGIAN SECARA
PROPORSIONAL
KOMPONEN PROPORSIONAL
TIDAK
MENGKOMPENSASIKAN SISA
SUARA BAGI DISTRIK YANG
MENGGUNAKAN
MAYORITAS/PLURALITAS
VARIAN SISTEM PEMILU LAINNYA – diolah oleh Ahsanul Minan
SISTEM
JUMLAH KURSI DI
DAPIL
CARA MEMBERIKAN
SUARA
CARA HITUNG
(CALON TERPILIH)
KETERANGAN
SINGLE NON-
TRANSFERABLE VOTE
LEBIH DARI SATU KURSI PEMILIH HANYA PUNYA
SATU SUARA (DIBERIKAN
KEPADA CALON)
SUARA TERBANYAK CONTOH: DISTRIK DENGAN 4 WAKIL,
KANDIDAT DENGAN 20% SUARA DIJAMIN
MEMENANGKAN KURSI. SEBUAH PARTAI
DENGAN 50% SUARA DAPAT BERHARAP
MEMENANGKAN 2 KURSI DI DISTRIK
DENGAN 4 WAKIL. JIKA TIAP KANDIDAT
MENGUMPULKAN 25% SUARA, MEREKA
MASUK SEBAGAI WAKIL DISTRIK. JIKA, SATU
KANDIDAT MENGUMPULKAN 40% SUARA
DAN KANDIDAT LAIN 10%, KANDIDAT
KEDUA KEMUNGKINAN TIDAK TERPILIH.
JIKA PARTAI MENCANTUMKAN 3 KANDIDAT,
BAHAYA “VOTE-SPLITTING” AKAN TERJADI
DAN PARTAI CUMA MEMPEROLEH 2 KURSI
SAJA
LIMITED VOTE LEBIH DARI SATU KURSI PEMILIH PUNYA LEBIH DARI
SATU SUARA
SUARA TERBANYAK
BORDA COUNT BISA SATU KURSI ATAU
LEBIH
PEMILIH MERANGKING SUARA TERBANYAK
DENGAN SISTEM
RANGKING
HANYA DITERAPKAN DI NAURU
Terima Kasih
TEORI
LEMBAGA NEGARA
Bidang Studi Hukum Tata Negara FHUI
23 Maret 2021
LEMBAGA NEGARA
UTAMA
DAN
LEMBAGA NEGARA
PENUNJANG
DEFINITIONS
Samuel Edward Finer
"codes of norm which aspire to regulate the allocation of power,
functions, and duties among the various agencies and officer of
government, and to define the relationships between these and the
public.“
Stanley de Smith and Rodney Brazier
"constitution is regarded as the primary source of legal authority
within a state."
Stanley de Smith dan Rodney Brazier
“Primarily about political authority and power of the location,
conferment, distribution, exercise, and limitation of authority and power
among the organs of a state…concerned with matters of procedures as
well as substance. More often than not they also include explicit
guarantees of the rights and freedom of individuals. And sometimes
they incorporate ideological pronouncements-principles by which the
state ought to be guided or to which it ought to aspire, and statements
of the citizen's duties“
Materi Konstitusi
• Materi muatan konstitusi meliputi HAM, susunan
ketatanegaraan yang mendasar, pembagian tugas dan
kewenangan ketatanegaraan. Menurut Logeman, een staat is
enn machtsorganitatie. Organisasi dibagi-bagi menjadi urusan
pemerintah pusat atau daerah, infra struktur dan suprastruktur
politik.
• Karena kecenderungan kekuasaan untuk korup, sebagaimana
dikatakan oleh Lord Acton, yaitu: “Power tends to corrupt,
absolute power corrupt absolutely“. Maka perlu dibentuk
Konstitusi sebagai pembatas kegiatan dan kemampuan
pemerintah.
• William G. Andrews:
“Under constitutionalism, two types of limitations impinge on govern-
ment. Power proscribe and procedures prescribed”.
Konstitusionalisme mengatur dua hubungan yang saling berkaitan satu
sama lain, yaitu:
Pertama, hubungan antara pemerintahan dengan warga negara; dan
Kedua, hubungan antara lembaga pemerintahan yang satu dengan
lembaga pemerintahan yang lain.
Tujuan dari Materi Konstitusi
Isi konstitusi dimaksudkan untuk mengatur mengenai 3 hal
penting, yaitu:
(a) menentukan pembatasan kekuasaan organ-organ
negara,
(b) mengatur hubungan antara lembaga-lembaga negara
yang satu dengan yang lain, dan
(c) mengatur hubungan kekuasaan antara lembaga-
lembaga negara dengan warga negara.
KONSEPSI LEMBAGA
NEGARA
Theories of Separation of Powers (1)
John Locke
(1632-1704)
in Two Treaties on Civil Government, 1690
Baron de Montesquieu
(1689-1755)
Introduces Trias politica in L ‘Esprit de Loix’, 1748
Executive power
Legislative power
Federative power
(as a power to defend the territory
from hostile force)
Locke includes judicial power in executive power.
Executive power
(law executing)
Legislative power
(law making)
Judicial power
(law adjudicating)
As a judge, Monstesquieu realizes that judicial power
should stand as
an independent branch of government / power,
thus cannot be intervened by any other branches.
Eoin Carolan:
New Separation of Powers: State-Market-Civil Society
Theories of Separation of Powers (2)
Montesquieu:
If judicial power is not separated from executive & legislative
powers, the judiciary may further exercise the executive’s
abuse of power.
Intinya:
- separation of powers è checks and balances
- urgency of having judicial power as an independent branch of government/
power è checks and balances with the executive & legislative powers
Konsepsi Lembaga Negara
dalam arti luas
Hans Kelsen:
“Whoever fulfills a function determined by the legal order is an organ”.
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, (New York: Russell & Russell, 1961), hal.192.
Organ negara tidak selalu berbentuk organik, tetapi setiap jabatan yang ditentukan
oleh hukum dapat pula disebut organ asal fungsi-fungsinya itu bersifat menciptakan
norma (normcreating) dan/atau bersifat menjalankan norma (norm applying).
“These functions, be they of a norm-creating or of a norm-applying character,
are all ultimately aimed at the execution of a legal sanction”.
ž Bahkan Hans Kelsen yang menyatakan bahwa semua organ
yang menjalankan fungsi-fungsi ‘law-creating function and law-
applying function’ adalah merupakan organ atau lembaga
negara.
ž Menurut Kelsen, setiap warga negara yang sedang berada dalam
keadaan menjalankan suatu ketentuan undang-undang juga
dapat disebut sebagai organ negara dalam arti luas, misalnya,
ketika warga negara yang bersangkutan sedang melaksanakan
hak politiknya untuk memilih dalam pemilihan umum, dianggap
sedang menjalankan undang-undang (law applying function)
dan juga sedang melakukan perbuatan hukum untuk membentuk
lembaga perwakilan rakyat (law creating function) melalui
pemilihan umum.
Theory of State Institution
• George Jellinek
State as an organization of dignity (gezagsorganisatie) needs
the structure of state organs in maintaining its order and
preventing anarchy.
Jellinek mentions the state should be devided by:
• Unmittelbare Organe (State main organs)
• Mittelbare Organe (State auxiliary organs)
○ The state could not exist without state main organs such as
the parliament, presidency and supreme court.
KONSEPSI ORGAN NEGARA
dalam arti luas
Ciri-ciri penting organ negara dalam arti sempit :
• Organ negara itu dipilih atau diangkat untuk menduduki jabatan
atau fungsi tertentu yang ditetapkan oleh peraturan perundang-
undangan; à organ negara secara normatif
• Dalam menjalankan fungsinya tersebut, yang bersangkutan
berhak untuk mendapatkan perlakuan khusus dari segi
keprotokoleran, anggaran untuk menjalankan fungsinya dan
imbalan gaji dari negara.
• Lembaga atau organ negara dalam arti sempit dapat dikaitkan
dengan jabatan dan pejabat à public office dan public officials
• Law-creating or law-applying function dalam konteks kenegaraan
Lembaga Negara
1. Penafsiran Luas, sehingga mencakup semua lembaga negara
yang nama dan kewenangannya disebut/tercantum dalam UUD
2. Penafsiran Moderat, yakni yg hanya membatasi pada apa yang
dulu dikenal sebagai lembaga tertinggi dan tinggi negara
3. Penafsiran Sempit, yakni penafsiran yang merujuk secara implisit
dari ketentuan Pasal 67 UU ttg Mahkamah Konstitusi
(Abdul Mukthie Fajar)
Hubungan antar Lembaga Negara,
Status dan Dasar Pembentukan
Jimly Asshiddiqie: Sistem ketatanegaraan pasca reformasi
konstitusi tidak lagi mengatur hubungan antar lembaga negara
yang bersifat vertikal. Sehingga kita hanya mengenal hubungan
antar lembaga negara yang bersifat horizontal.
Status Lembaga Negara Berdasarkan Dasar Hukum
Pembentukannya:
a. Pembentukan Lembaga Negara melalui UUD 1945;
b. Pembentukan Lembaga Negara melalui UU;
c. Pembentukan Lembaga Negara melalui Peraturan Presiden atau
Keputusan Presiden.
State Auxiliary Agencies
State auxiliary organs
are also called:
- self-regulatory
agencies,
- independent
supervisory bodies, or
- bodies of mixed
functions.
Quangos
Quasi Autonomous
Non-Governmental
Organization
• Quasi autonomous à lembaga penunjang yang
melakukan fungsi dari lembaga negara utama tapi
tidak merupakan bawahan dari lembaga negara
manapun.
• KPK dan Kejaksaan merupakan state auxiliary
organ yang menjalankan fungsi eksekutif. Namun,
perbedaannya KPK tidak berada di bawah
Presiden (tidak masuk ke dalam struktur
peemerintahan) sementara kejaksaan berada di
bawah Presiden (berada dalam struktur
pemerintahan).
Definition (1)
Sebagian pakar juga menyebut state auxialiary agencies
dengan “the fourth branch of the government”,
misalnya Yves Meny and Andrew Knapp:
“Regulatory and monitoring bodies are a new type of
autonomous administration which has been most
widely developed in the United States (where it is
sometimes referred to as the ‘headless fourth
branch’ of the government). It takes the form of what
are generally known as Independent Regulatory
Commissions.”
Definition (2)
A quasi governmental world of appointed bodies which are non-
departmental agencies, single purpose authorities, and mixed
public-private institutions. It is of quasi-governmental nature, and
is given either single function or sometimes mixed functions, such
as on the one hand as regulator but on the other hand also as a
punitive body much like a judicial body mixed with legislative
function; or a mix of regulatory, administrative, and punitive
functions which are traditionally separated but, in the case of
such agencies, are intentionally designed to be held altogether
by such agencies.
Therefore…..
Indonesia’s State Auxiliary Agencies (9)
Sources Of Power/Establishment
• Constitution (UUD 1945)
• Undang-undang à UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu
• Others (Keputusan Presiden, Peraturan Daerah, Etc)
• Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 103 Tahun 2001 Tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata
Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah diubah
sampai dengan perubahan ketujuh dengan Perpres No. 3 tahun 2013
The emergence of state auxiliary agencies: Indonesia’s case
abuse of power & dugaan korupsi yang berkelindan
di lingkungan lembaga negara yang terjadi secara masif
Hilangnya kepercayaan publik/legitimasi
as result:
tuntutan untuk membentuk lembaga negara baru,
more independent state institutions
à This ‘trend’ marks Indonesia’s transition to democracy
LEMBAGA NEGARA INDONESIA
SEBELUM AMANDEMEN UUD 1945
DPA
DPR BPK
MA
PRESIDEN
MPR
Organ Negara
Dalam ketentuan UUD 1945, terdapat lebih dari 35 subjek jabatan atau subjek hukum
kelembagaan yang dapat dikaitkan dengan pengertian lembaga atau organ negara dalam arti
yang luas:
1) Presiden; 2) Wakil Presiden; 3) Dewan pertimbangan presiden; 4) Kementerian Negara; 5)
Menteri Luar Negeri; 6) Menteri Dalam Negeri; 7) Menteri Pertahanan; 8) Duta; 9) Konsul; 10)
Pemerintahan Daerah Provinsi; 11) Gubernur/Kepala Pemerintah Daerah Provinsi; 12) DPRD
Provinsi; 13) Pemerintahan Daerah Kabupten; 14) Bupati/Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten;
15) DPRD Kabupaten; 16) Pemerintahan Daerah Kota; 17) Walikota/Kepala Pemerintah Daerah
Kota; 18) DPRD Kota; 19) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR); 20) Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR); 21) Dewan Perwakilan Daerah (DPD); 22) Komisi pemilihan umum yang bersifat
nasional, tetap dan mandiri, yang diatur lebih lanjut dengan undang-undang; 23) Bank sentral
yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan independensinya diatur lebih lanjut
dengan undang-undang; 24) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); 25) Mahkamah Agung (MA);
26) Mahkamah Konstitusi (MK); 27) Komisi Yudisial (KY); 28) Tentara Nasional Indonesia (TNI),
dan 29) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI); 30) Angkatan Darat (AD); 31) Angkatan
Laut (AL); 32) Angkatan Udara (AU); 33) Satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
istimewa; 34) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, seperti
Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia, dan sebagainya; 35) Kesatuan Masyarakat Hukum Adat. (Jimly Asshiddiqie)
Pembagian LEMBAGA NEGARA(Jimly Asshiddiqie)
1. setiap individu yang
menjalankan fungsi
membentuk dan
menerapkan norma
hukum.
2. setiap individu yang menjalankan fungsi
membentuk dan menerapkan norma hukum
yang juga memiliki posisi dalam jabatan
kenegaraan atau pemerintahan.
3. lembaga yang memiliki fungsi membentuk dan menerapkan norma
hukum dalam kerangka struktur kenegaraan, yaitu dibentuk
berdasarkan UUD, UU dan peraturan perundangan-undangan atau
keputusan-keputusan, baik di tingkat pusat ataupun di tingkat daerah.
4. lembaga-lembaga yang dibentuk berdasarkan UUD,
UU atau peraturan perundang-undangan yang lebih
rendah. Dan pengertian
5. lembaga-lembaga di tingkat pusat yang pembentukan dan
pengaturannya didasarkan pada UUD, yaitu Presiden/Wakil
Presiden, MPR, DPR, DPD, BPK, MA dan MK, yang dapat juga
disebut sebagai Lembaga Tinggi Negara.
LEMBAGA NEGARA INDONESIA
SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945
kpu
TNI/POLRI
dewan
pertimbangan
badan-badan lain
yang fungsinya ber
kaitan dengan
kekuasaan
kehakiman
KY
Kementerian
Negara
PUSAT
TUN
Militer
Agama
Lingkungan
Peradilan
PEMDA PROVINSI
DPRD
KPD
PEMDA KAB/KOTA
DPRD
KPD
bank
sentral
DPR DPD
MPR
PERWAKILAN BPK
PROVINSI
Presiden/
Wakil
Presiden
BPK MA MK
UUD 1945
DAERAH
Umum
Function of State Institution
• State Institution:
• executive function
• legislative function à regulatory executive
• judicial function
• oversight function
• audit function
• Most of independent state institutions are established mainly in the executive
arena with the authority to execute the law and create regulations whether it’s
delegated directly or indirectly by the legislation.
• Some of them maintain their duties as mixed function institution as the
combination of executive and legislative institution, and there’re also institution
which play all the threee fuction (executive, legislative and judicial) all together
such as KPPU.
Lembaga Non-Struktural
Secara Adm Negara, menurut KemenPAN terdapat 83 LNS. Lembaga
nonstruktural (disingkat LNS) adalah lembaga yang dibentuk melalui peraturan
perundang-undangan tertentu guna menunjang pelaksanaan fungsi negara dan
pemerintah, yang dapat melibatkan unsur-unsur pemerintah, swasta dan masyarakat
sipil, serta dibiayai oleh anggaran negara. LNS tidak diatur dalam Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, namun dalam dinamika
penyelenggaraan negara dan pemerintahan terdapat tugas dan fungsi lain yang dinilai
harus diselenggarakan, sehingga perlu dibentuk lembaga independen.
Dinamika dimaksud melahirkan bermacam varian LNS dengan tugas dan fungsi masing-
masing, seperti mempercepat proses terwujudnya penegakan dan kepastian hukum,
meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan juga pengembangan kehidupan sosial budaya
di Indonesia. Akan tetapi peristilahan ini masih perlu dikritisi karena masih
mencampurkan berbagai organ-organ negara dengan beragam peraturan
pembentuknya.
LNS versi PANRB
LNS
versi
Setneg
Indonesia’s State Auxiliary Agencies (10)
Selection to membership:
• ex-officio membership by law
• appointed directly by the executive branch of government (especially the
President)
• nominated by the executive branch of government (especially the President),
then subjected to a fit and proper test by the parliament and finally elected by
the parliament
• nominated by the parliament through a fit and proper test by the parliament,
then finally elected by the President
Indonesia’s State Auxiliary Agencies
Selection to leadership
• ex-officio leadership by law
• appointed directly by the executive branch of government (especially the
President)
• elected by the parliament from those nominated by the executive branch of
government (especially the President)
• elected by the President from those nominated by the parliament
Problems
}Too many of them
}Overlapping authorities & functions, either among state auxiliary agencies
or between state auxiliary agencies and state institutions
Solution
}Dissolution & merger of some of them
}Simplification by clustering these agencies into a few clusters, and one
cluster will have a coordinating agency; e.g.: supervisory agencies (e.g.
Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Komisi Kepolisian Nasional,
Komisi Kejaksaan) will become one cluster, with ORI as the coordinating
agency of this cluster
HUKUM TATA NEGARA
Hukum Kewarganegaraan
Pembahasan Kewarganegaraan
n Perspektif Ilmu Negara
Warga negara adalah unsur dari semua
negara di dunia
Konvensi Montevidio 1933
The states as a person of international law
should posses the following qualification:
as a permanent population, a defined
territory, a government, a capacity to enter
into relations with other states.
Pembahasan Kewarganegaraan
n Perspektif Hukum Tata Negara
Hanya membahas mengenai hubungan
antara warga negara dengan negara pada
negara tertentu
n Perspektif Hukum Administrasi Negara
Berkaitan dengan administrasi
pemerintahan dalam mengatur warga
negara (keimigrasian)
Pengertian Warga Negara
n Wirjono Prodjodikoro
Anggota (kumpulan orang-orang) dari
negara
n GJ Wolhoff
Staatsherigen nationals (anggota organisasi
negara nasional)
n E. Utrecht
Mereka yang mempunyai keanggotaan
yuridis dari negara
Pengertian Penduduk
Setiap warga negara dan atau orang asing
yang bertempat tinggal dan menetap di
suatu wilayah negara dalam waktu yang
lama
Hubungan Negara dengan Warga
Negara
n Aspek Hukum Publik
Di mana hubungan negara dengan pribadi-pribadi
menimbulkan hak dan kewajiban sebagai seorang warga
negara, yang diatur dalam UUD dan berbagai peraturan
perundang-undangan. Terdapat perbedaan mendasar
antara warga negara dan orang asing dalam
hubungannya dengan aspek hukum publik. Dalam
kegiatan politik, misalnya. Orang asing tidak
diperbolehkan turut campur dalam politik dalam negeri.
Maka orang asing tidak diperkenankan turut serta dalam
pemilu baik dengan mempergunakan hak pilih atau pun
mencalonkan diri.
Hubungan Negara dengan Warga
Negara
n Aspek Hukum Perdata
Sangatlah penting untuk mengetahui status
kewarganegaraan seseorang sewaktu ia
dilahirkan. Untuk mengetahui hukum manakah
yang berlaku baginya sejak dilahirkan, maka
perlu diketahui di negeri mana ia dilahirkan dan
apakah ia dalam negeri kelahirannya tersebut
dipandang sebagai warga negara atau orang
asing. Hukum baginya dalam kehidupan sehari-
hari yang dikenal sebagai hukum perdata.
Hubungan Negara dengan Warga
Negara
n Aspek Hukum Perdata Internasional
Dalam hukum perdata internasioanl terdapat suatu asas
kewarganegaraan (nationaliteit principe) di mana
menurut asas ini maka hukum seseorang warga negara
mengenai hak, status dan kewenangannya tetap
melekat padanya di mana pun ia berada. Umumnya
yang dipandang termasuk dalam status, hak dan
kewenangannya ialah hukum yang merupakan bagian
dari hukum kekeluargaan, antara lain : peraturan
mengenai anak di bawah umur, perwalian, curatele,
kemampuan dan ijin untuk menikah, kedudukan dalam
perkawinan, dsb.
Hubungan Negara dengan Warga
Negara
n Aspek Pertahanan Negara
Terdapat kewajiban bagi warga negara
untuk membela negara
Hubungan Negara dengan Warga
Negara
n Aspek Ekonomi
Terdapat berbagai peraturan khusus yang
ditujukan kepada pembatasan kebebasan
orang asing di bidang ekonomi, mengenai
perusahaan tertentu yang disediakan bagi
warga negara, pekerjaan-pekerjaan yang
hanya dapat dilakukan oleh earga negara,
dan sebagainya.
Asas Kewarganegaraan
n Kelahiran
n Perkawinan
Asas Kewarganegaraan
Berdasarkan Kelahiran
Asas Ius Sanguinis (Asas keturunan dalam garis
lurus kebawah)
Kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh
keturunan dalam garis lurus ke bawah
Asas Ius Soli (Asas daerah kelahiran)
Kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh
tempat kelahirannya
Asas Kewarganegaraan
Berdasarkan Perkawinan
n Asas Kesatuan Hukum
Asas dimana dalam sebuah pernikahan, seorang
istri mengikuti kewarganegaraan suaminya
n Asas Persamaan derajat
Asas dimana dalam sebuah pernikahan, seorang
istri dimungkinkan memiliki kewarganegaraan
yang berbeda dengan suaminya
Bipatride dan Apatride
n Konsekuensi prinsip kebebasan bagi negara
untuk menentukan sendiri siapa yang
merupakan warga negara
n Soedargo Gautama: Konflik Positif dan Konflik
Negatif
n Pasal 15 Universal Declaration of Human
Rights:
(1)Setiap orang berhak memiliki kewarganegaraan
(2)Tidak seorang juapun dengan semena-mena
dapat dikeluarkan dari kewarganegaraannya
Bipatride dan Apatride
n Dapat terjadi karena diterapkannya asas
kewarganegaraan tertentu dalam suatu negara
• Bipatride
Jika A melahirkan anak di negara yang menganut asas ius
soli (mis. USA) sedangkan negara asal A menganut
asas ius sanguinis (mis. Indonesia)
• Apatride
Jika B melahirkan anak di negara yang menganut asas ius
sanguinis sedangkan negara asal B menganut asas ius
soli
Cara memperoleh atau kehilangan
kewarganegaraan
n Stelsel Aktif: secara aktif berusaha
memperoleh atau melepaskan status
kewarganegaraan
n Stelsel Pasif: Memperoleh atau kehilangan
kewarganegaraan tanpa melakukan
apapun.
n Hak yang berkaitan dengan stelsel aktif
dan pasif: hak opsi dan hak repudiasi
Memperoleh Kewarganegaraan
n Melalui mekanisme Pewarganegaraan, yaitu
sejumlah tata cara bagi orang asing untuk
memperoleh kewarganegaraan negara tertentu
melalui permohonan
n Pemberian kewarganegaraan dari negara
tertentu dengan alasan penghormatan, karena
berjasa, dll, yang diberikan oleh kepala negara
n Lahir dari orangtua yang berasal dari negara
penganut asas ius sanguinis atau dilahirkan di
negara yang menganut asas ius soli
Kehilangan Kewarganegaraan
n Sengaja melepas kewarganegaraan
n Menerima kewarganegaraan dari negara lain
dimana negara asalnya tidak mengakui
dwikewarganegaraan
n Bekerja/bergabung pada sektor publik yang
dilarang oleh undang-undang di negara asalnya
(misal: menjadi polisi di negara lain)
n Dan sebab-sebab lainnya
Pengertian Warga Negara
dalam Sejarah Perundang-
undangan di Indonesia
Peraturan Perundang-undangan yang
mengatur mengenai warga negara
n Masa Hindia Belanda
n Masa berlakunya UUD 1945
n Masa berlakunya UUDS RI
Masa Hindia Belanda
Pengaturan Warga Negara
-BW (1838):
Pasal 5 Nederlandsch BW menentukan bahwa
semua orang yang bertempat tinggal di negeri
Belanda dan koloninya berstatus sebagai
Nederlander (warga negara Belanda). Status ini
hanya bersifat perdata, walaupun begitu status
ini tetap membawa akibat hukum dalam
hubungan internasional.
Masa Hindia Belanda
Pengaturan Warga Negara
- Wet 28 Juli 1950
Berdasarkan pasal 1 Wet 28 Juli 1850 ini,
orang yang berhak menikmati hak-hak
publik hanyalah orang-orang Belanda
yang lahir dari orang tua yang bertempat
tinggal di negeri Belanda (rijk in Europa)
Masa Hindia Belanda
Pengaturan Warga Negara
- Wet 1910
Dalam Wet ini diatur kriteria kaulanegara. Istilah kaulanegara
menunjukkan hubungan hukum antara penduduk Hindia Belanda
dan Kerajaan Belanda.
Dengan demikian sejak tahun 1910 terdapat dua golongan kaula
Belanda di Hindia Belanda, yaitu :
a. Warga negara Belanda yang diatur dengan Wet 1892,
b. Kaulanegara Belanda yang diatur dengan Wet 1910 yang terdiri
dari orang-orang Indonesia asli dan orang-orang Timur Asing).
Secara psikologis, status Nederlandsch onderdaan memberi kesan
lebih rendah dari status Nederlander atau staatsburger. Bahkan
secara yuridis terdapat pembatasan-pembatasan hak.
Masa Hindia Belanda
Pengaturan Kependudukan
- AB (1847)
Berdasarkan pasal 4 AB, penduduk Hindia Belanda terdiri atas :
1. Nederlander yang bertempat tinggal di Hindia Belanda
2. Orang-orang pribumi (landzaten of inboorlingen) di Hindia
Belanda, dan
3. semua orang, tidak terkecuali bangsa mana pun, yang
dengan izin Pemerintah Hindia Belanda bertempat tinggal di
Hindia Belanda.
Berdasarkan pasal 6-10 AB penduduk Hindia Belanda
dikelompokkan menjadi dua golongan, golongan Eropa dan
golongan Pribumi (berdasarkan S. 1848-10 pribumi Kristen
termasuk golongan pribumi).
Masa Hindia Belanda
Pengaturan Kependudukan
- IS (1926)
Pada tahun 1926 RR digantikan dengan Indische
Staatsregeling. Berdasarkan pasal 160 ayat (2)
IS, penduduk Hindia Belanda adalah mereka
yang dengan sah bertempat tinggal tetap di
sana. Pasal 163 IS membedakan penduduk
dalam tiga golongan, yaitu Eropa, Pribumi dan
Timur Asing.
Masa Kemerdekaan (UUD)
n Pasal 26 UUD 1945
n Pasal 5 dan Pasal 194 KRIS
n Pasal 5, 6, dan 144 UUDS RI
Pasal 26 UUD 1945
(sebelum perubahan – ada penjelasan)
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang
bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain
yang disahkan dengan UU sebagai warga negara.
(2) Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan
negara ditetapkan dengan UU.
Penjelasan:
(1) Orang-orang bangsa lain, misalnya peranakan Belanda,
peranakan Tionghoa dan peranakan Arab, yang bertempat
tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah
airnya dan bersikap setia terhadap Negara RI dapat menjadi
warga negara
Pasal 26 UUD 1945 (setelah
perubahan – penjelasan dihapus)
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan UU sebagai warga negara. (rumusan
awal)
(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang
asing yang bertempat tinggal di Indonesia (perubahan
kedua)
(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur
dengan UU (perubahan kedua)
KRIS
n Pasal 5
(1)Kewarnegaraan RIS diatur oleh UU Federal
(2)Pewarganegaraan (naturalisasi) dilakukan
oleh atau dengan kuasa UU Federal. UU
Federal mengatur akibat-akibat
pewarganegaraan terhadap isteri orang yang
telah diwarganegarakan dan anak-anaknya
yang belum dewasa.
KRIS
n Pasal 194
Sambil menunggu pengaturan kewarganegaraan
dengan UU yang tersebut dalam Pasal 5 ayat
(1), maka yang sudah warga negara RIS, ialah
mereka yang mempunyai kewarganegaraan itu
menurutpersetujuan yang mengenai penentuan
kewarganegaraan yang dilampirkan pada
Piagam Pemulihan Kedaulatan.
UUDS RI
n Pasal 5
(1)Kewarnegaraan RI diatur oleh UU
(2)Pewarganegaraan (naturalisasi) dilakukan
oleh atau dengan kuasa UU. UU mengatur
akibat-akibat pewarganegaraan terhadap
isteri orang yang telah diwarganegarakan
dan anak-anaknya yang belum dewasa.
UUDS RI
n Pasal 144
Sambil menunggu pengaturan kewarganegaraan dengan
UU yang tersebut dalam Pasal 5 ayat (1), maka yang
sudah menjadi warga negara RI, ialah mereka yang
menurut atau berdasar atas persetujuan perihal
pembagian warga negara yang dilampirkan kepada
Persetujuan Perpindahan memperoleh kebangsaan
Indonesia, dan mereka yang kebangsaannya tidak
ditetapkan oleh persetujuan tersebut yang pada tanggal
17 Desember 1949 sudah menjadi warga negara
Indonesia menurut perundang-undangan RI yang
berlaku pada tanggal tersebut.
UU yang mengatur mengenai
kewarganegaraan
n UU Nomor 3 Tahun 1946
n UU Nomor 62 Tahun 1958
n UU Nomor 12 Tahun 2006
HUKUM TATA NEGARA
DARURAT DI INDONESIA
20 Mei 2021
RAGAM ISTILAH
• State of emergency
• Etat de siege
• Staatsnood
• State of exception
• Staatsnoodrecht
• Noodstaatrcht
• State of civil emergency
• State of war
• State of public danger
• State of urgency
• State of tension
• State of special powers
• Keadaan darurat
• Keadaan bahaya
• Keadaan luar biasa
• State of alarm
URGENSI HTN DARURAT
•Hukum Tata Negara yang
berlaku pada saat normal
HTN Normal
•Hukum Tata Negara yang
berlaku pada saat darurat
HTN Darurat
‘In times of grave national emergency, normal constitutional principles
may have to give way to the overriding, need to deal with the
emergency’
- Pendapat A.W Bradley dan K.D Ewing dalam Constituional and
Administrative Law, 13th Edition-
FILOSOFI
- ‘’Salus Populi Suprema Lex Esto” yang artinya adalah keselamatan
rakyat merupakan hukum tertinggi.
- Necessitas non habet legem “Necessity has no law.” A maxim meaning
that the violation of a law may be excused by necessity.
- Abdullah Hamid Hakim dalam kitab Mabadi Awwaliyah fi Ushul al-
Fiqh wa al-Qawa’id al-Fiqhiyah; keadaan darurat dapat menghalalkan
hal-hal yang terlarang dilakukan, dan dapat pula melarang hal-hal
tertentu jika disertai dengan kepentingan yang medesak.
Herman sihombing
HTN darurat adalah
rangkaian pranata dan
wewenang negara secara luar
biasa dan istimewa, untuk
dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya dapat
menghapuskan darurat atau
bahaya yang mengancam, ke
dalam kehidupan biasa
menurut perundang-
undangan dan hukum yang
umum dan biasa.
Jimly Asshiddiqie
HTN darurat adalah keadaan
bahaya yang tiba-tiba
mengancam ketertiban
umum, yang menuntut
negara untuk bertindak
dengan cara-cara yang tidak
lazim menurut aturan hukum
yang biasa berlaku dalam
keadaan normal.
Carl Schmitt
Dalam Political Theology: Four Chapters on the Concept of
Sovereignty,
Carl Schmitt menyatakan;
‘Every norm presupposes a normal situation, and no norm
can be valid in an entirely abnormal situation. As long as a
state is a political entity, this requirement for internal peace
compels it in critical situations to decide also upon the
domestic enemy’.
Hukum Tata Negara Darurat, atau dalam terminologi lain disebut sebagai
state of emergency atau state of exception, merupakan kondisi dimana
pemerintah dalam sebuah negara melakukan sebuah respons luar biasa
dalam menyikapi ancaman yang dihadapinya. Pengaktifan terhadap HTN
Darurat menangguhkan fungsi normal sebuah pemerintahan,
mempersilahkan otoritas pemerintah untuk menangguhkan kebebasan
sipil warga negara dan bahkan menangguhkan sejumlah pemenuhan Hak
Asasi Manusia. Kebutuhan untuk menyatakan negara dalam keadaan
bahaya atau darurat lazim dilakukan dalam kondisi- kondisi seperti perang,
krisis ekonomi, mogok masal, pandemik dan juga bencana alam
(Jaimee Oraa:1992).
Kondisi darurat yang menyebabkan dapat diaktifkannya
pengecualian-pengecualian terhadap hukum harus
dilaksanakan dalam jangka waktu yang terbatas. Hal ini
dikarenakan penyimpangan tersebut akan memberikan
keleluasaan bagi presiden untuk bertindak sewenang-wenang.
Pelaksanaan emergency power yang terlalu lama akan
menyebabkan mengubah “constitutional dictatorship” menuju
apa yang disebut Clinton Rossiter sebagai “constitutional
dictatorship” yang berbahaya
Clinton Rossiter: 2012
Emergency Doctrine
1. A legal principles exempting a person from the ordinary standard of
reasonable care if that person acted instinctively to meet sudden
and urgent need for aid.
2. A legal principles by which consent to medical treatment in a dire
situation is inferred when neither the patient nor a responsible
party can consent but a reasonable person would do so.
3. The principles that a police officer may conduct a search withouth a
warrant if the officer has probable cause and reasonably believes
that immediate action is needed to protect life or property.
-Black’s law dictionary-
Hukum Internasional
• Hukum Internasional juga mengenal konsep “state of emergency” sebagaimana
tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik
(International Covenan on Civil and Political Right) yang berbunyi,
“Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa dan
keberadaannya, yang telah diumumkan secara resmi, Negara-negara Pihak
Kovenan ini dapat mengambil langkah-langkah yang mengurangi kewajiban-
kewajiban mereka berdasarkan Kovenan ini, sejauh memang sangat diperlukan
dalam situasi darurat tersebut, sepanjang langkah-langkah tersebut tidak
bertentangan dengan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan hukum
internasional dan tidak mengandung diskriminasi semata-mata berdasarkan atas
ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau asal-usul sosial.’’
• Dalam kerangka ICCPR keadaan darurat harus diumumkan untuk
menyatakan alasan darurat, tanggal darurat adalah untuk memulai,
pengurangan yang mungkin terjadi, dengan jangka waktu darurat dan
tanggal di mana keadaan darurat diperkirakan akan selesai.
• Dalam United Nation Special Rapporteurs diajukan rekomendasi
bahwa masyarakat internasional harus mengikuti prinsip dalam
penetapan keadaan darurat yakni: prinsip legalitas, proklamasi,
notifikasi, batas waktu, ancaman luar biasa, proporsionalitas, non
diskriminasi, kompatibilitas, konkordansi dan mematuhi berbagai
norma-norma hukum internasional.
Prinsip Pemberlakuan Keadaan Darurat
1. Adanya necessity of self defence yang perlu dilakukan;
2. Adanya ancaman yang sifatnya mendadak atau mendesak;
3. Tidak tersedianya waktu yang cukup untuk pembahasan dengan
parlemen;
4. Tidak tersedia alternative lain yang lebih baik dan lebih efektif
untuk mengatasi keadaan yang bersangkutan.
-Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, hal. 95-
Asas-Asas Keadaan Darurat
• Asas Proklamasi
• Asas Legalitas
• Asas Komunikasi
• Asas Kesementaraan
• Asas Keistimewaan Anaman
• Asas Proporsionalitas
• Asas Intangibility
• Asas Pengawasan
Syarat pemberlakuan HTN DARURAT
menurut Prof. Jimly Asshiddiqie
1.Bersifat sementara waktu: Keadaan bahaya tidak boleh berlaku
secara permanen.
2.Dimaksudkan dengan tujuan mengatasi keadaan krisis: Tindakan-
Tindakan penyimpangan dari konstitusi yang dilakukan oleh
pemerintah selama keadaan bahaya haruslah demi mengatasi
keadaan krisis.
3.Dengan maksud dikembalikannya keadaan normal sebagaimana
biasanya guna mempertahankan hak-hak asasi manusia yang bersifat
fundamental: setelah krisis selesai, sistem hukum yang berlaku
haruslah dikembalikan kepada keadaan semula
HAM DALAM KEADAAN DARURAT
• Tunduk pada Hukum Kemanusiaan Internasional (International Humanitarian Law)
• Tidak menghilangkan HAM dalam lingkup non derogable rights.
• Pasal 28I ayat (1) UUD 1945:
1. Hak untuk hidup (right to life)
2. Hak untuk tidak disiksa (freedom from torture)
3. Hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani)
4. Hak beragama (freedom of religion)
5. Hak untuk tidak diperbudak
6. Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum; dan
7. Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
Kedaruratan Dalam Konstitusi
Menurut Prof Jimly Asshiddiqie
•‘Keadaan bahaya’
Pasal 12
UUD 1945
•‘Ihwal Kegentingan
memaksa’
Pasal 22
UUD 1945
Pasal 12 UUD 1945
“Presiden menyatakan keadaan
bahaya, syarat-syarat dan akibatnya
keadaan bahaya ditetapkan dengan
undang-undang.”
Pasal 22 UUD 1945
“Dalam hal ihwal kegentingan yang
memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan peraturan pemerintah sebagai
pengganti undang-undang.”
UUD-RIS
•Pasal 139 ayat (1) UUD RIS 1949 menyatakan ‘’
Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggung
jawab sendiri menetapkan undang-undang
darurat untuk mengatur hal-hal
penyelenggaraaan pemerintahan federal yang
karena keadaan-keadaan yang mendesak perlu
diatur dengan segera’’.
UUDS 1950
•Pasal 96 ayat (1) UUDS 1950 ‘’ Pemerintah
berhak atas kuasa dan tanggung jawab sendiri
menetapkan undang-undang darurat untuk
mengatur hal-hal penyelenggaraan pemerintah
yang karena keadaan-keadaan yang mendesak
perlu diatur dengan segera’’
Undang-Undang berdasarkan Pasal 12 UUD 1945
•Undang-Undang 23/prp/2959 Tentang Keadaan
Bahaya:
•1. Darurat Sipil
•2. Darurat Militer
•3. Darurat Perang
Darurat sipil
Kebolehan Pemerintah melakukan penyimpangan hukum dan HAM
• Melakukan Penyitaan terhadap barang;
• Memakai barang-barang dinas umum;
• Melakukan penyadapan dan pembatasan media telekomunikasi;
• Pelarangan kegiatan pertemuan; dan
• Membatasi orang untuk keluar rumah.
Darurat Militer
Kebolehan Pemerintah melakukan penyimpangan hukum dan HAM
• Melarang produksi dan perdagangan senjata api dan bahan peledak;
• Menguasai alat komunikasi;
• Membatasi lalu lintas darat, udara, dan laut;
• Membatasi pertunjukan dan percetakan;
• Menahan surat-surat pos dan telegram;
• Mengadakan militerisasi pada jabatan tertentu; dan
• Melakukan pengangkapan selama 21 hari.
Darurat Perang
Kebolehan Pemerintah melakukan penyimpangan hukum dan HAM
• Mengambil hak kepemilikan barang untuk kepentingan peperangan;
• Melarang pertunjukan dan menutup percetakan;
• Memaksa orang wajib militer/militerisasi; dan
• Boleh membuat peraturan yang bertentangan dengan perundang-
undangan demi pertahanan dan keamanan saat perang.
Pasal 49 UU No. 5 tahun 1986 Tentang PTUN
• Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara tertentu dalam hal
keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan: a. dalam waktu
perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar
biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; b. dalam keadaan mendesak untuk
kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
Undang-undang yang memiliki ciri kedaruratan
namun tidak mencantumkan Pasal 12 UUD 1945
dalam konsiderannya;
UU No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana
UU No. 7 Tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik Sosial
UU No. 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan
Masyarakat
Contoh Penanggulangan Bencana di Indonesia
Tsunami Aceh (2004) Gempa Nias (2005)
Erupsi Gunung Sinabung
(2010 – 2017)
Letusan Gunung Merapi
Yogyakarta (2006)
Gempa di Padang (2009) Gempa Lombok (2018)
Gempa-Tsunami Palu (2018) Pandemi COVID-19 (2019)
Putusan Mahkamah Konstitusi No
138/PUU-VII/2009 Tentang Perppu
• 1. Adanya keadaan, yaitu kebutuhan mendesak untuk
menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU
• 2. UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi
kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai
• 3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan
cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan
memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan
yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Diskursus
• Penggunaan undang-undang yang memiliki ciri kedaruratan namun
tidak menggunakan Pasal 12 UUD NRI 1945 sebagai konsiderannya
menjadikan secara de jure Indonesia tidak menggunakan hukum
darurat, melainkan hukum normal pada umumnya.” (Prof Jimly
Asshiddiqie)
• Bagaimana membatasi dan mengawasi kekuasaan pemerintah yang
besar pada masa darurat?
Referensi Tambahan;
• Fitra Arsil dan Qurrata Ayuni, Model Pengaturan Kedaruratan dan Pilihan
Kedaruratan Indonesia dalam Menghadapi Pandemi Covid-19, Jurnal
Hukum & Pembangunan Vol 50, No 2 (2020)
• Fitra Arsil, Menggagas Pembatasan Pembentukan Dan Materi Muatan
Perppu: Studi Perbandingan Pengaturan Dan Penggunaan Perppu Di
Negara-Negara Presidensial, “Jurnal Hukum & Pembangunan”, Vol. 48 No.
(1), 2018
• John Ferejohn, Pasquale Pasquino, The law of the exception: A typology of
emergency powers, International Journal of Constitutional Law, Volume 2,
Issue 2, April 2004
• Tom Ginsburg and Mila Versteeg, “States of Emergencies: Part I,”
https://blog.harvardlawreview.org/states-of-emergencies-part-i/,
NEGARA DALAM PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM
Mata Asas Kuliah HukumTata Negara
§ Apa yang dimaksud dengan negara dalam
hukum islam?
§ Bentuk negara dalam perspektif hukum
islam?
§ Pandangan islam mengenai demokrasi?
Bentuk Negara Modern
§ Kesatuan (Unitaris)
Kekuasaan untuk mengatur seluruh daerah ada
di pemerintah pusat
§ Serikat (Federal)
Kekuasaan untuk mengatur sebagian urusan
ada di pemerintah pusat dan sisa urusan lainya
diatur di negara bagian.
DEMOCRACY IN
PARADOX
Fukuyama, The End of History
§ Fukuyama mencatat, bahwa setelah Barat
menaklukkan rival ideologisnya, monarkhi
herediter, fasisme, dan komunisme, dunia
telah mencapai satu konsensus yang luar
biasa terhadap demokrasi liberal.
§ Ia berasumsi, bahwa demokrasi liberal adalah
semacam titik akhir dari evolusi ideologi atau
bentuk final dari bentuk pemerintahan. Dan
ini sekaligus sebuah ‘akhir sejarah’ (the end of
history).
Fukuyama, The End of History
§ “A remarkable consensus concerning the
legitimacy of liberal democracy as a system of
government had emerged throughout the
world over the past few years, as it conquered
rival ideologies like hereditary monarchy,
fascism, and most recently communism. More
than that, however, I argued that liberal
democracy may constitute the “end point of
mankind’s ideological evolution” and the
“final form of human government,” and as
such constituted the “end of history.”
Fukuyama, The End of History
§ Fukuyama memasang sederet negara yang pada tahun
1990-an memilih sistem demokrasi-liberal, sehingga ini
seolah-olah menjadi indikasi, bahwa – sesuai ramalan
Hegel – maka akhir sejarah umat manusia adalah
kesepakatan mereka untuk menerima Demokrasi Liberal.
§ 1790, hanya tiga negara, AS, Swiss, dan Perancis, yang
memilih demokrasi liberal.
§ 1848, jumlahnya menjadi 5 negara;
§ 1900, , jumlahnya menjadi 13 negara;
§ 1919, , jumlahnya menjadi 25 negara,
§ 1940, , jumlahnya menjadi 13 negara;
§ 1960, , jumlahnya menjadi 36 negara;
§ 1975, , jumlahnya menjadi 30 negara; dan
§ 1990, , jumlahnya menjadi 61 negara
Fukuyama, The End of History
§ Pada ‘akhir sejarah’, kata Fukuyama, tidak ada
lagi tantangan ideologis yang serius terhadap
Demokrasi Liberal.
§ Di masa lalu, manusia menolak Demokrasi
Liberal sebab mereka percaya bahwa Demokrasi
Liberal adalah inferior terhadap berbagai
ideologi dan sistem lainnya.
§ Tetapi, sekarang, katanya, sudah menjadi
konsensus umat manusia, KECUALI DUNIA
ISLAM, untuk menerapkan Demokrasi Liberal.
Fukuyama, The End of History
§ “At the end of history, there are no serious
ideological competitors left to Liberal Democracy.
In the past, people rejected Liberal Democracy
because they believed that it was inferior to
monarchy, aristocracy, theocracy, fascism,
communist totalitarianism, or whatever ideology
they happened to believe in, But now, OUTSIDE
THE ISLAMICWORLD, there appears to be a
general consensus that accepts liberal
democracy’s claims to be the most rational form of
government, that is, the state that realizes most
fully either rational desire or rational recognition.”
Fukuyama, The End of History
Tentang hubungan agama dengan
sekularisasi:
§ Liberalisme tidak akan muncul, jika Kristen
tidak melakukan sekularisasi. Dan itu sudah
dilakukan oleh Protestanisme di Barat, yang
telah membuang adanya kelas khusus
pemuka agama dan menjauhkan diri dari
intervensi terhadap politik.
Fukuyama, The End of History
Tentang hubungan agama dengan
sekularisasi:
“Christianity in a certain sense had to establish itself
through a secularization of its goals before liberalism
could emerge.The generally accepted agent for this
secularization inTheWest was Protestantism. By making
a religion a private matter between a Christian and his
God, Protestantism eliminated the need for a separate
class of priests, and religious intervention into politics
more generally.”
Fukuyama, The End of History
Tentang hubungan agama dengan sekularisasi:
§ Fukuyama menyorot dua kelompok agama yang menurutnya
sangat sulit menerima demokrasi, yaitu Yahudi Ortodoks dan
Islam fundamentalis. Keduanya dia sebut sebagai “totalistic
religious” yang ingin mengatur semua aspek kehidupan
manusia, baik yang bersifat publik maupun privat, termasuk
wilayah politik.
§ Meskipun agama-agama itu bisa menerima demokrasi, tetapi
sangat sulit menerima liberalisme, khususnya tentang
kebebasan beragama. Karena itulah, menurut Fukuyama,
tidak mengherankan, jika satu-satunya negara Demokrasi
Liberal di dunia Islam adalahTurki, yang secara tegas menolak
warisan tradisi Islam dan memilih bentuk negara sekular di
awal abad ke-20.
§ Bernard Lewis, seorang orientalisYahudi, juga menulis: “Without
a secular state and a neutral civil society, there can be neither
democracy nor development.”
Huntington, The Clash of Civilizations and The
Remaking of World Order
Ttg. Gelombang Demokratisasi Ketiga:
§ Huntington mengungkap penelitian yang menunjukkan adanya
hubungan negatif antara Islam dan demokratisasi.
§ Sebaliknya, ada korelasi yang tinggi antara agama Kristen Barat
dengan demokrasi. Di tahun 1988, agama Katolik dan/atau
Protestan merupakan agama dominan pada 39 dari 46 negara
demokratis. Ke-39 negara demokratis itu merupakan 57 persen
dari 68 negara dimana Kristen Barat merupakan agama dominan.
§ Sebaliknya, dari 58 negara yang agama dominannya bukan
Kristen Barat, hanya ada 7 negara (12 persen) yang dapat
dikategorikan negara demokratis.
§ Jadi, menurutnya, demokrasi sangat jarang terdapat di negeri-
negeri di mana mayoritas besar penduduknya beragama Islam,
Budha, atau Konfusius
Huntington, The Clash of Civilizations
Diakui oleh Huntington, korelasi itu bukan
merupakan hubungan sebab akibat. “Namun,
agama Kristen Barat menekankan martabat
individu (individualisme –pen) dan pemisahan
antara gereja dan negara (sekularisasi -pen). Di
banyak negeri, pemimpin-pemimpin gereja
Protestan dan Katolik telah lama merupakan sosok
utama dalam perjuangan menentang negeri-negeri
represif.Tampaknya masuk akal menghipotesakan
bahwa meluasnya agama Kristen mendorong
perkembangan demokrasi,”
Summary:
Jadi, menurut Fukuyama dan Huntington:
Demokratisasi = Kristenisasi
Atau, dengan kata lain
Kristenisasi adalah metode untuk mengembangkan
demokrasi
Di sisi lain:
ISLAM is fading out (atau bahkan harus
dikesampingkan) dari panggung sejarah untuk
memenangkan demokrasi sebagai titik akhir
peradaban manusia
Huntington, The Clash of Civilizations
§ Pasca Perang Dingin, Islam masih dianggap
sebagai tantangan ideologis yang serius,
sehingga negara-negara Barat sangat khawatir
terhadap munculnya negara yang menerapkan
ideologi Islam.
§ Sebab, menurut Huntington, Islam adalah satu-
satunya peradaban yang pernah membuat Barat
tidak merasa aman.
§ Katanya: ”Islam is the only civilization which has
put the survival of theWest in doubt, and it has
done at least twice.”
Dualisme Barat dalam Penerapan
Demokrasi:
1. Case Study: Pemilu Aljazair 1992
Kasus dukungan Barat terhadap pembatalan
Pemilu di Aljazair yang dimenangkan oleh FIS
menunjukkan, bahwa Barat menganggap
bahwa kemenangan kelompok Islam sekalipun
sbg buah dari proses demokratisasi yg jujur,
dianggap sbg tantangan serius terhadap
ideologi mereka.
Demokrasi yang Double Standard
Kasus Pemilu Aljazair
§ Menurut Christoper Ogden (dalam artikel "View from
Washington", Times, 3 Februari 1992), tindakan AS
yang mendukung permainan kekuasaan
antidemokrasi merupakan suatu tindakan yang
sangat keliru.
§ Sikap AS dan Perancis yang menyatakan bahwa
kudeta Aljazair "konstitusional", tidak lain
merupakan gejala penyakit gila paranoid (ketakutan
tanpa dasar) terhadap Muslim Fundamentalis.
§ Ogden menulis bahwa nonsense menyatakan AS
tidak dapat mempengaruhi perubahan di Aljazair.
§ Jadi, Apa sesungguhnya yang ditakuti oleh Barat?
2. Case Study: Turkey
Harian New StraitsTimes edisi 15 September 2004, memuat berita
berjudul “Turkish women denounce plans to criminalise adultary”.
Wanita-wanitaTurki mengecam rencana untuk mengkriminalkan
perbuatan zina. Diceritakan, bahwa parlemenTurki sedang
mendiskusikan satu RUU yang diajukan pemerintah yang isinya
menetapkan perzinahan sebagai satu bentuk kejahatan kriminal.
Menurut PMTurki, RecepTayyip Erdogan, Undang-undang itu
dimaksudkan untuk melindungi keluarga dan istri-istri dari
perselingkuhan/perzinahan suaminya. RUU itu kemudian
menimbulkan kontroversi hebat.
Yang menarik, bukan kalangan dalamTurki saja yang ribut, tetapi
juga pejabat-pejabat Uni Eropa. Pejabat perluasan Uni Eropa,
GuenterVerheugen, menyatakan, bahwa sikap anti perzinahan
dapat menciptakan imej bahwa Undang-undang diTurki mulai
mendekati hukum Islam. Bahkan, Menteri Luar Negeri Inggris, Jack
Straw menyatakan, bahwa jika proposal itu disahkan sebagai
Undang-undang, maka akan menciptakan kesulitan bagiTurki. (If
this proposal, which I gather is only a proposal in respect of adultary,
were to become firmly fixed into law, than that would create
difficulties forTurkey).
Apa Maknanya?
§ KasusTurki ini sekaligus menjadi bukti bahwa Barat bersikap begitu
paranoid terhadap penerapan hukum Islam,
§ Kasus ini mematahkan tesis Fukuyama tentang tidak adanya
tantangan ideologis yang serius terhadap Demokrasi Liberal pasca
Perang Dingin.
§ Klaim Fukuyama bahwa telah terjadi konsensus umat manusia untuk
memeluk ‘Demokrasi Liberal’ juga berlebihan. Barat sendiri enggan
proses demokrasi menghasilkan aturan yg mereka benci, sekalipun
merupakan kehendak murni dari rakyat yang bersangkutan;
§ KasusTurki menunjukkan sikap paradoks Barat: Pada satu sisi
mengkampanyekan ‘pluralisme’ sebagai salah satu elemen dasar
Demokrasi Liberal, tetapi pada sisi lain juga memaksakan
‘uniformitas’ tentang keharusan menerapkan standar Barat dalam
berbagai aspek kehidupan umat manusia, seperti yang terjadi dalam
kasus RUUAnti Perzinaan diTurki.
§ Di sisi lain, dukungan Barat terhadap rezim otoriter yang
antidemokrasi di dunia Islam—utamanya pasca Arab Spring—hanya
karena menjamin kepentingan Barat, menambah pekatnya kadar
paradoksi Barat.
Nicholas Lash, The Beginning and
The End of Religion.
“BeyondThe End of History?”
§ Gagasan Fukuyama tentang ‘The End of History’
adalah ‘lelucon gila tentang akhir sejarah’:
“Unfortunately, notwithstanding, his wistful recognition that
‘The end of history will be a very sad time’ with little left for
human beings (or, perhaps, white American males?) to do
except be caretakers of ‘the museum of history’, Fukuyama
still supposes there to be no thinkable alternative to a
historicist understanding of history as a tale of ‘progress’, an
‘evolution from primitive to modern’.”
PARADOKS DEMOKRASI
Paradoks Demokrasi
§ Di samping menawarkan banyak kemudahan dan
nilai-nilai positif terhadap umat manusia, seperti
nilai keterbukaan dan pertanggungjawaban
(accountibility) dalam sistem pemerintahan, sistem
Demokrasi Liberal Barat juga menyimpan
kelemahan-kelemahan internal yang fundamental.
Dalam sistem inilah, ilmu pengetahuan tidak
dihargai. Orang pintar disamakan haknya dengan
orang bodoh. Seorang profesor ilmu politik memiliki
hak suara yang sama dengan orang pedalaman yang
tidak mengerti baca-tulis dan informasi politik.
Seorang yang taat beragama disamakan hak
suaranya dengan seorang perampok, koruptor,
pembunuh, atau pemerkosa.
Paradoks Demokrasi
§ Plato (429-347 BC) menyebut empat kelemahan
demokrasi. Salah satunya, pemimpin biasanya
dipilih dan diikuti karena faktor-faktor non-
esensial, seperti kepintaran pidato, kekayaan,
dan latarbelakang keluarga.
§ Plato memimpikan munculnya “the wisest
people” sebagai pemimpin ideal di suatu negara;
“The wisest people is the best people in the state, who would
approach human problems with reason and wisdom derived from
knowledge of the world of unchanging and perfect ideas.”
Paradoks Demokrasi
§ Aristoteles (384-322 BC), murid Plato, juga
menyebut demokrasi sebagai bentuk
pemerintahan buruk, seperti tirani dan
oligarkhi.
§ Tiga bentuk pemerintahan yang baik,
menurutnya, adalah monarkhi, aristokrasi,
dan polity.
§ Sebelum abad ke-18, demokrasi bukanlah
sistem yang dipilih umat manusia. Sistem ini
ditolak di eraYunani dan Romawi and hampir
semua filosof politik menolaknya.
Paradoks Demokrasi
§ Sejak abad ke-18, beberapa aspek dari demokrasi politik
mulai diterapkan di Barat. Beberapa ide ini datang dari
John Locke, yang banyak memberi sumbangan pemikiran
politik terhadap Inggris dan AS.
§ Penyair terkenal Sir Muhammad Iqbal juga banyak
memberikan kritik terhadap konsep pemerintahan yang
menyerahkan keputusannya kepada massa yang berpikiran
rendah. Kata Iqbal, bagaimana pun, para semut tidak akan
mampu melampui kepintaran seorang Sulaiman. Ia
mengajak meninggalkan metode demokrasi, sebab
pemikiran manusia tidak akan keluar dari 200 ‘keledai’. Ini
ditulisnya dalam syairnya, Payam-e-Masyriq:
“Do you seek the wealth of meaning from low natured men? From ants
cannot proceed the brilliance of a Solomon. Flee from the methods of
democracy because human thinking can not issue out of the brains of
two hundred asses.”
Paradoks Demokrasi
Franz Magnis-Suseno:
§ Dalam makalahnya yang berjudul “Demokrasi sebagai
Proses Pembebasan:Tinjauan Filosofis dan Historis” – yang
disampaikan dalam Seminar 23 November 1991, menulis:
“Demokrasi jauh dari sempurna. Tetapi ia adalah
bentuk kenegaraan di mana ketidaksempurnaan dapat
disuarakan dengan paling bebas, dimana siapa saja
yang ingin menyempurnakannya dapat saja membawa
gagasannya ke depan masyarakat.”
Paradoks Demokrasi
Franz Magnis-Suseno:
§ Baru dalam abad ini (abad ke-20. Pen.) agama-agama
membuka diri terhadap cita-cita Pencerahan dan
Revolusi Perancis.
“Gereja Katolik misalnya baru dalam KonsiliVatikan II, 30 tahun lalu,
menyatakan dengan tegas bahwa demokrasi, hak-hak asasi manusia,
kebebasan beragama dan toleransi wajib dibela, justru karena didorong
oleh Injil. Barangkali dapat dirumuskan begini: Akhirnya disadari juga
oleh agama-agama bahwa hormat terhadapTuhan Pencipta menuntut
tekad untuk memperlakukan segenap orang ciptaanTuhan itu sesuai
dengan martabatnya sebagai manusia.”
Paradoks Demokrasi:
Pilpres Amerika ‘2000
§ Pada 5 Desember 2000, Mahkamah Agung AS (US Supreme
Court), memenangkan George W. Bush atas calon Demokrat, Al-
Gore.
§ Kasus ini telah memunculkan perdebatan sengit di AS.
§ Vincent Bugliosi, misalnya, menulis sebuah buku berjudul The
Betrayal of America: HowThe Supreme Court UnderminedThe
Constitution and Chose Our President. Bugliosi mengungkap
sebuah realitas ironis tentang demokrasi: ‘Pengkhianatan
Amerika’.
§ Bagaimana sebuah pemilihan kepala negara terkuat dan negara
demokrasi terbesar di dunia, akhirnya justru diserahkan
keputusannya kepada lima orang hakim satu lembaga tinggi
negara? Padahal, popular vote, suara rakyat, lebih banyak
berpihak kepada Gore.
§ Pemenangan Bush oleh Mahkamah Agung AS itu digambarkan
Bugliosi sebagai “like the day of Kennedy assasination”.
Paradoks Demokrasi:
Lumuran Darah Tangan Barat di berbagai
belahan dunia
§ Pada tataran global, Demokrasi pun lebih
digunakan sebagai slogan dan alat kepentingan
politik.Tidak ada istilah “demokrasi” ketika Bush
memerintahkan tentaranya menduduki Irak,
Maret 2003.
§ Puluhan tahun, AS menjadikan Irak sebagai
sekutunya.Tapi, ketika kepentingannya tidak
terakomodir, maka digunakankah isu
”demokrasi” untuk menumbangkan Saddam
Hussein.
Paradoks Demokrasi:
Lumuran Darah Tangan Barat di berbagai
belahan dunia
§ Di dunia Islam, berbagai kasus semacam ini
terlihat begitu mencolok, seperti dalam kasus
Pakistan danTaliban.
§ Jika di masa Perang Dingin dan sampai tahun
1996, Pakistan adalah pendukung kuatTaliban,
maka situasi itu berubah total setelah AS
menetapkanTaliban sebagai musuhnya.
§ MengapaTaliban yang dulunya sahabat dan
mendapat dukungan AS – juga Pakistan, Arab
Saudi – kemudian dihabisi?
Paradoks Demokrasi:
Lumuran Darah Tangan Barat di berbagai belahan
dunia
§ penindasan dan pemusnahan terhadap
berbagai kelompok dan suku umat manusia:
suku Indian, suku Inca, Aborigin, dll.
§ perdagangan budak trans-atlantik dari Afrika
ke Barat. J.D. Fage, dalam bukunya, A History
of Africa (1988), menyebutkan, bahwa dalam
tempo 220 tahun (1650-1870), sekitar 10 juta
manusia, dieksport sebagai budak dari Afrika
ke ‘Dunia Baru’.
Paradoks Demokrasi:
Lumuran Darah Tangan Barat di berbagai belahan
dunia
§ Bartolome de Las Casas (1474-1567), seorang pastor
Dominican, menceritakan perilaku tentara Kristen Spanyol
terhadap penduduk asli Amerika. Mereka membantai siapa
saja yang ditemui, tanpa peduli wanita, anak-anak atau
orang tua. Dan juga dibuat aturan, jika ada seorang Kristen
terbunuh, maka sebagai balasannya, 100 orang Indian juga
harus dibunuh.
ú (The Christians, with their horses and swords and lances, began to
slaughter and practice strange cruelties among them.They
penetrated into the country and spared neither children nor the
aged, nor pregnant women, nor those in childbirth, all of whom
they ran through the body and lacerated, as though they were
assaulting so many lambs herded into the sheepfold… and because
sometimes, though rarely, the Indians killed a few Christians for just
cause, they made a law among themselves that for one Christian
whom the Indians might kill, the Christians should kill a hundred
Indians).
Paradoks Demokrasi:
Lumuran Darah Tangan Barat di berbagai belahan
dunia
§ Cerita-cerita kekejaman penjajah Kristen Barat terhadap
umat manusia, khususnya umat Muslim, tentu terlalu
banyak untuk disebutkan. Satu kisah yang jarang terbaca,
misalnya, perlakuan Alfonso de Albuquerque terhadap
penduduk berketurunan Arab saat menduduki Maluku. Satu
laporan menyebutkan, pasukan de Albuquerque selalu
memisahkan antara penduduk Arab dengan penduduk asli,
setiap menaklukkan suatu kota. Mereka memotong tangan
kaum laki-laki dan memotong hidung dan telinga kaum
wanita yang berketurunan Arab.
Lihat, Jackson J. Spielvogel, Western Civilization, (Belmont:Wadsworth,
2000), hal. 395.
Paradoks Demokrasi:
Lumuran Darah Tangan Barat di berbagai belahan
dunia
§ Serangan Israel atas Gaza yang dimulai pada
penghujung tahun 2008, telah menewaskan
ribuan penduduk Palestina. Sebagian besarnya
adalah wanita dan anak-anak. Atas nama
demokrasi, serangan itu mendapat dukungan
mayoritas rakyat Israel.
§ Sebagai negara demokrasi terbesar di dunia, AS
pun tidak mempedulikan semua kecaman
terhadap Israel dan mem-veto setiap upaya
sanksi apa pun terhadap Israel.
PANDANGAN BEBERAPA
TOKOH/KELOMPOK ISLAM
TENTANG DEMOKRASI
Pandangan Islam ttg. Demokrasi:
Hizb al-Tahrir
§ Tahun 1990, HizbutTahrir mengeluarkan kitab karya Abdul
Qadim Zallum, berjudul Ad-Dimuqrathiyah Nizham Kufr :
Yahrumu Akhdzuha awTathbiquha aw Ad-Da'watu Ilaiha.
(Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul
Demokrasi Sistem Kufur: Haram Mengambilnya,
Menerapkannya, dan Mempropagandakannya, (Bogor :
PustakaThariqul Izzah, 1994). Isinya a.l.:
1. Demokrasi yang dijajakan Barat adalah sistem kufur; sama
sekali tidak ada hubungannya dengan Islam.
2. kaum muslimin haram mengambil dan menyebarluaskan
demokrasi serta mendirikan partai-partai politik yang
berasaskan demokrasi.
§ Abdul Qadim Zallum:
"Kaum muslim wajib membuang demokrasi sejauh-jauhnya karena
demokrasi adalah najis dan merupakan hukum thaghut."
Pandangan Islam ttg. Demokrasi:
Masyumi
§ Dalam pidatonya di Majlis Konstituante, tahun 1955,
tokoh Masyumi M. Natsir mengecam keras sistem
pemerintahan sekular dan juga pemerintahan
teokratis:
”Teokrasi adalah satu sistem kenegaraan dimana pemerintahan
dikuasai oleh satu priesthood (sistem kependetaan), yang
mempunyai hirarki (tingkat bertingkat), dan menjalankan
demikian itu sebagai wakilTuhan di dunia. Dalam Islam tidak
dikenal priesthood semacam itu. Jadi negara yang berdasarkan
Islam bukanlah satu teokrasi. Ia negara demokrasi. Ia bukan pula
sekuler yang saya uraikan lebih dahulu. Ia adalah negara
demokrasi Islam. Dan kalaulah saudara Ketua hendak memberi
nama yang umum juga, maka barangkali negara yang
berdasarkan Islam itu dapat disebut Theistic Democracy.”
Mohammad Natsir, Agama dan Negara dalam Perspektif Islam, Media
Dakwah, 2001), hal. 220
Pandangan Islam ttg. Demokrasi:
Masyumi
§ Masyumi juga menegaskan bahwa tujuan
partai adalah menegakkan hukum Islam di
Indonesia. Di Anggaran Dasar Partai Politik
Islam Indonesia Masjumi ditegaskan:
"Tujuan Partai ialah terlaksananya ajaran dan hukum
Islam, di dalam kehidupan orang seorang, masyarakat
dan negara Republik Indonesia, menuju keridhaan
Ilahi." (Pasal III).
Prof. TM Hasbi as-Shiddieqy
Perbedaan Islam dgn Demokrasi:
Pertama, dari segi konsep “rakyat”. Bagi
demokrasi modern, rakyat dibatasi oleh batas-
batas geografi yang hidup dalam suatu negara,
anggota-anggotanya diikat oleh persamaan
darah, jenis, bahasa, dan adat-istiadat. Ini
berbeda dengan Islam. Umat Islam bukanlah
diikat oleh kesatuan tempat, darah, dan
bahasa.
“Tetapi, yang pokok ialah kesatuan akidah. Segala orang
yang menganut akidah Islam, dari jenis mana, warna apa,
dan tanah air yang mana, maka dia itu seorang anggota di
dalam negara Islam.”
Prof. TM Hasbi as-Shiddieqy
Perbedaan Islam dgn Demokrasi:
Kedua, tujuan demokrasi Barat, baik yang modern,
ataupun demokrasi kuno, adalah maksud
keduniaan, atau tujuan material belaka.Tujuannya
hanya mewujudkan kebahagiaan bangsa, yaitu
menyuburkan kekayaan atau keagungan duniawi.
Ini berbeda dengan tujuan kenegaraan dalam
Islam, sebagaimana dirumuskan oleh Ibn Khaldun:
“Imamah itu, adalah untuk mewujudkan kemaslahatan
akhirat dan kemaslahatan dunia yang kembali kepada
kemaslahatan akhirat, karena segala kemaslahatan dunia
dalam pandangan syarak harus diiktibarkan dengan segala
kemaslahatan akhirat.”
BAHAN TENTIR UAS HTN.pdf

More Related Content

Similar to BAHAN TENTIR UAS HTN.pdf

budaya demokrasi menuju masyarakat madani
budaya demokrasi menuju masyarakat madanibudaya demokrasi menuju masyarakat madani
budaya demokrasi menuju masyarakat madani
Maeko Kaoin
 
SISTEM PEMILU.pptx
SISTEM PEMILU.pptxSISTEM PEMILU.pptx
SISTEM PEMILU.pptx
zulamirulhaq1
 
demokrasi masyarakat beradab
demokrasi masyarakat beradabdemokrasi masyarakat beradab
demokrasi masyarakat beradabNasria Ika
 
DEMOKRASI.pptx
DEMOKRASI.pptxDEMOKRASI.pptx
DEMOKRASI.pptx
MFajri18
 
Sistem Pemilu
Sistem PemiluSistem Pemilu
Sistem Pemilu
Fadila Lestari
 
Pengisian Lembaga Perwakilan
Pengisian Lembaga Perwakilan Pengisian Lembaga Perwakilan
Pengisian Lembaga Perwakilan
Sharon Alfa Marlina
 
Bentuk,macam,dan prinsip Demokrasi (BAB 2) Kelas XI.doc
Bentuk,macam,dan prinsip Demokrasi (BAB 2) Kelas XI.docBentuk,macam,dan prinsip Demokrasi (BAB 2) Kelas XI.doc
Bentuk,macam,dan prinsip Demokrasi (BAB 2) Kelas XI.doc
Emir Harahap
 
sistem pemilu mekanis dan sistem pemilu organis
sistem pemilu mekanis dan sistem pemilu organissistem pemilu mekanis dan sistem pemilu organis
sistem pemilu mekanis dan sistem pemilu organisNasria Ika
 
Makalalah demokrasi pancasila
Makalalah  demokrasi pancasilaMakalalah  demokrasi pancasila
Makalalah demokrasi pancasila
Sentra Komputer dan Foto Copy
 
Demokrasi Indonesia
 Demokrasi Indonesia Demokrasi Indonesia
Demokrasi Indonesia
Nanda Pratama
 
Paper Demokrasi
Paper DemokrasiPaper Demokrasi
Paper Demokrasi
Abror Alatqo
 
Analisa penerapan demokrasi di indonesia dengan amerika serikat
Analisa penerapan demokrasi di indonesia dengan amerika serikatAnalisa penerapan demokrasi di indonesia dengan amerika serikat
Analisa penerapan demokrasi di indonesia dengan amerika serikat
Muma Amrien Civic
 
PPT CIVIC EDUCATION.pptx
PPT CIVIC EDUCATION.pptxPPT CIVIC EDUCATION.pptx
PPT CIVIC EDUCATION.pptx
DeviAdelia1
 
Purple and Orange Business Workplan Presentation.pptx
Purple and Orange Business Workplan Presentation.pptxPurple and Orange Business Workplan Presentation.pptx
Purple and Orange Business Workplan Presentation.pptx
brigita31
 
PENGERTIAN DEMOKRASI.pptx
PENGERTIAN DEMOKRASI.pptxPENGERTIAN DEMOKRASI.pptx
PENGERTIAN DEMOKRASI.pptx
SutaryantoSutaryanto
 

Similar to BAHAN TENTIR UAS HTN.pdf (20)

Tinjauan kritis
Tinjauan kritisTinjauan kritis
Tinjauan kritis
 
budaya demokrasi menuju masyarakat madani
budaya demokrasi menuju masyarakat madanibudaya demokrasi menuju masyarakat madani
budaya demokrasi menuju masyarakat madani
 
SISTEM PEMILU.pptx
SISTEM PEMILU.pptxSISTEM PEMILU.pptx
SISTEM PEMILU.pptx
 
demokrasi masyarakat beradab
demokrasi masyarakat beradabdemokrasi masyarakat beradab
demokrasi masyarakat beradab
 
Sistem pemilihan umum
Sistem pemilihan umumSistem pemilihan umum
Sistem pemilihan umum
 
DEMOKRASI.pptx
DEMOKRASI.pptxDEMOKRASI.pptx
DEMOKRASI.pptx
 
Sistem Pemilu
Sistem PemiluSistem Pemilu
Sistem Pemilu
 
Pemilu
PemiluPemilu
Pemilu
 
PKn Kelas 8 Demokrasi
PKn Kelas 8 DemokrasiPKn Kelas 8 Demokrasi
PKn Kelas 8 Demokrasi
 
Pengisian Lembaga Perwakilan
Pengisian Lembaga Perwakilan Pengisian Lembaga Perwakilan
Pengisian Lembaga Perwakilan
 
Bentuk,macam,dan prinsip Demokrasi (BAB 2) Kelas XI.doc
Bentuk,macam,dan prinsip Demokrasi (BAB 2) Kelas XI.docBentuk,macam,dan prinsip Demokrasi (BAB 2) Kelas XI.doc
Bentuk,macam,dan prinsip Demokrasi (BAB 2) Kelas XI.doc
 
sistem pemilu mekanis dan sistem pemilu organis
sistem pemilu mekanis dan sistem pemilu organissistem pemilu mekanis dan sistem pemilu organis
sistem pemilu mekanis dan sistem pemilu organis
 
Makalalah demokrasi pancasila
Makalalah  demokrasi pancasilaMakalalah  demokrasi pancasila
Makalalah demokrasi pancasila
 
Demokrasi Indonesia
 Demokrasi Indonesia Demokrasi Indonesia
Demokrasi Indonesia
 
Paper Demokrasi
Paper DemokrasiPaper Demokrasi
Paper Demokrasi
 
Analisa penerapan demokrasi di indonesia dengan amerika serikat
Analisa penerapan demokrasi di indonesia dengan amerika serikatAnalisa penerapan demokrasi di indonesia dengan amerika serikat
Analisa penerapan demokrasi di indonesia dengan amerika serikat
 
PPT CIVIC EDUCATION.pptx
PPT CIVIC EDUCATION.pptxPPT CIVIC EDUCATION.pptx
PPT CIVIC EDUCATION.pptx
 
Demokrasi
DemokrasiDemokrasi
Demokrasi
 
Purple and Orange Business Workplan Presentation.pptx
Purple and Orange Business Workplan Presentation.pptxPurple and Orange Business Workplan Presentation.pptx
Purple and Orange Business Workplan Presentation.pptx
 
PENGERTIAN DEMOKRASI.pptx
PENGERTIAN DEMOKRASI.pptxPENGERTIAN DEMOKRASI.pptx
PENGERTIAN DEMOKRASI.pptx
 

More from MrFirmansyah1

Perancangan Kontrak PHI .ppt
Perancangan Kontrak PHI .pptPerancangan Kontrak PHI .ppt
Perancangan Kontrak PHI .ppt
MrFirmansyah1
 
Dimensi Tiga Jarak-matematika kelas 12.ppt
Dimensi Tiga Jarak-matematika kelas 12.pptDimensi Tiga Jarak-matematika kelas 12.ppt
Dimensi Tiga Jarak-matematika kelas 12.ppt
MrFirmansyah1
 
kelompok 2 b.inggris (1).pptx
kelompok 2 b.inggris (1).pptxkelompok 2 b.inggris (1).pptx
kelompok 2 b.inggris (1).pptx
MrFirmansyah1
 
memahami dan menyusun LO.pptx
memahami dan menyusun LO.pptxmemahami dan menyusun LO.pptx
memahami dan menyusun LO.pptx
MrFirmansyah1
 
Materi Seminar Himapa Unpad.pptx
Materi Seminar Himapa Unpad.pptxMateri Seminar Himapa Unpad.pptx
Materi Seminar Himapa Unpad.pptx
MrFirmansyah1
 
Booklet OPREC FEC UI 2023.pdf
Booklet OPREC FEC UI 2023.pdfBooklet OPREC FEC UI 2023.pdf
Booklet OPREC FEC UI 2023.pdf
MrFirmansyah1
 
Pengertian HTN_2023.pptx
Pengertian HTN_2023.pptxPengertian HTN_2023.pptx
Pengertian HTN_2023.pptx
MrFirmansyah1
 
(13) Hukum Pidana Islam.pptx
(13) Hukum Pidana Islam.pptx(13) Hukum Pidana Islam.pptx
(13) Hukum Pidana Islam.pptx
MrFirmansyah1
 

More from MrFirmansyah1 (8)

Perancangan Kontrak PHI .ppt
Perancangan Kontrak PHI .pptPerancangan Kontrak PHI .ppt
Perancangan Kontrak PHI .ppt
 
Dimensi Tiga Jarak-matematika kelas 12.ppt
Dimensi Tiga Jarak-matematika kelas 12.pptDimensi Tiga Jarak-matematika kelas 12.ppt
Dimensi Tiga Jarak-matematika kelas 12.ppt
 
kelompok 2 b.inggris (1).pptx
kelompok 2 b.inggris (1).pptxkelompok 2 b.inggris (1).pptx
kelompok 2 b.inggris (1).pptx
 
memahami dan menyusun LO.pptx
memahami dan menyusun LO.pptxmemahami dan menyusun LO.pptx
memahami dan menyusun LO.pptx
 
Materi Seminar Himapa Unpad.pptx
Materi Seminar Himapa Unpad.pptxMateri Seminar Himapa Unpad.pptx
Materi Seminar Himapa Unpad.pptx
 
Booklet OPREC FEC UI 2023.pdf
Booklet OPREC FEC UI 2023.pdfBooklet OPREC FEC UI 2023.pdf
Booklet OPREC FEC UI 2023.pdf
 
Pengertian HTN_2023.pptx
Pengertian HTN_2023.pptxPengertian HTN_2023.pptx
Pengertian HTN_2023.pptx
 
(13) Hukum Pidana Islam.pptx
(13) Hukum Pidana Islam.pptx(13) Hukum Pidana Islam.pptx
(13) Hukum Pidana Islam.pptx
 

Recently uploaded

Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
ferrydmn1999
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR utkMAS052024 (2).pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR utkMAS052024 (2).pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR utkMAS052024 (2).pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR utkMAS052024 (2).pdf
solihin kadar
 
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdfObservasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
andikuswandi67
 
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa BaratPendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat
Eldi Mardiansyah
 
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdfSeminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
inganahsholihahpangs
 
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdfMODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
YuristaAndriyani1
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Rima98947
 
705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx
705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx
705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx
nimah111
 
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptxPOKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
KotogadangKependuduk
 
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
mohfedri24
 
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptxFORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
NavaldiMalau
 
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
ozijaya
 
JUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDF
JUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDFJUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDF
JUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDF
budimoko2
 
Chapter 19 Intermediate Accounting Kieso
Chapter 19 Intermediate Accounting KiesoChapter 19 Intermediate Accounting Kieso
Chapter 19 Intermediate Accounting Kieso
AryaMahardhika3
 
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptxObservasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
akram124738
 
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdekaKKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
irvansupriadi44
 
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdfPPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
SdyokoSusanto1
 
Aksi Nyata Merdeka Belajar Lolos Validasi
Aksi Nyata Merdeka Belajar Lolos ValidasiAksi Nyata Merdeka Belajar Lolos Validasi
Aksi Nyata Merdeka Belajar Lolos Validasi
DinaSetiawan2
 
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakatPPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
jodikurniawan341
 
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Fathan Emran
 

Recently uploaded (20)

Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR utkMAS052024 (2).pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR utkMAS052024 (2).pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR utkMAS052024 (2).pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR utkMAS052024 (2).pdf
 
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdfObservasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
Observasi Praktik Kinerja Kepala Sekolah.pdf
 
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa BaratPendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat
 
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdfSeminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
 
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdfMODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
 
705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx
705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx
705368319-Ppt-Aksi-Nyata-Membuat-Rancangan-Pembelajaran-Dengan-Metode-Fonik.pptx
 
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptxPOKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
POKJA 1 Kelompok Kerja 1 TPP PKK 11.pptx
 
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
 
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptxFORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
 
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
 
JUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDF
JUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDFJUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDF
JUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDF
 
Chapter 19 Intermediate Accounting Kieso
Chapter 19 Intermediate Accounting KiesoChapter 19 Intermediate Accounting Kieso
Chapter 19 Intermediate Accounting Kieso
 
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptxObservasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
 
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdekaKKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
 
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdfPPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
 
Aksi Nyata Merdeka Belajar Lolos Validasi
Aksi Nyata Merdeka Belajar Lolos ValidasiAksi Nyata Merdeka Belajar Lolos Validasi
Aksi Nyata Merdeka Belajar Lolos Validasi
 
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakatPPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
 
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Matematika Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
 

BAHAN TENTIR UAS HTN.pdf

  • 2. Pemilihan Umum Demokrasi Perwakilan Kedaulatan Rakyat Hak Asasi Manusia Menyalurkan pendapat Memilih Dipilih Pemerintahan Constitutional Democracy Sah / Legitimate Peralihan Kekuasaan Referendum Plebisit Demokrasi Langsung
  • 3. Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi • Kedaulatan rakyat: dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Rakyat pemegang kekuasaan tertinggi. • Penyerahan kedaulatan rakyat melalui wakilnya à Demokrasi • Pada masa lalu ketika negara masih berbentuk citystate, demokrasi dilakukan secara langsung (direct democracy). • Dalam negara yang punya penduduk besar, demokrasi dilakukan melalui sistem perwakilan (Representative Democracy atau Indirect Democracy. • Kedaulatan rakyat di Indonesia: Pasal 1 ayat (2) UUD 1945
  • 4. DEMOKRASI DAN PEMILU • Pemilihan umum merupakan salah satu instrumen kelembagaan penting di dalam negara demokrasi. Demokrasi itu di tandai dengan 3 (tiga) syarat yaitu: - adanya kompetisi di dalam memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan, - adanya partisipasi masyarakat, - adanya jaminan hak-hak sipil dan politik. Untuk memenuhi persyaratan tersebut diadakanlah sistem pemilihan umum, dimana dengan sistem ini kompetisi, partisipasi, dan jaminan hak-hak politik bisa terpenuhi.
  • 5. •Robert Dahl pemilihan umum merupakan gambaran ideal dan maksimal bagi suatu pemerintahan demokrasi di zaman modern. •Pemilihan umum merupakan parameter dalam mengukur demokratis tidaknya suatu negara •Demokrasi secara sedehana diartikan dengan suatu sistem politik dimana para pembuat keputusan kolektif tertinggi di dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala
  • 6. TUJUAN PEMILU Jimly Asshiddiqie • Untuk memungkinkan terjadinya pemilihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan damai. • Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan. • Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat. • Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga Negara.
  • 7. Pemilu dan Hak Asasi Manusia • Pemilu sebagai penyaluran atas Hak Asasi Manusia • Pasal 21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) ayat (1) setiap orang mempunyai hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan negerinya secara langsung atau melalui wakil-wakilnya yang dipilih secara bebas ayat (2) setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh akses yang sama pada pelayanan oleh pemerintahan dalam negerinya. ayat (3) kehendak rakyat hendaknya menjadi dasar kewenangan pemerintah; kehendak ini hendaknya dinyatakan di dalam pemilihan- pemilihan sejati dan periodik yang bersifat umum dengan hak pilih yang sama dan hendaknya diadakan dengan pemungutan suara rahasia atau melalui prosedur pemungutan suara bebas
  • 8. METODE PENYALURAN PENDAPAT RAKYAT 1. Pemilihan Umum 2. Referendum MPR pernah menetapkan Ketetapan MPR tentang Referendum, yaitu TAP MPR Nomor IV/MPR/1983, meskipun kemudian dicabut sebelum dipraktikkan dengan TAP MPR Nomor VIII/MPR/1998 3. Plebisit Pemungutan suara umum di suatu daerah untuk menentukan status suatu daerah (contoh kasus di Indonesia: kasus pemungutan suara untuk menentukan status Timor Timur)
  • 9. SISTEM PEMILIHAN UMUM 1. Sistem Pemilu Mekanis Sistem Pemilu mekanis melihat rakyat sebagai massa individu yang sama. Individu tetap dilihat sebagai penyandang hak pilih yang bersifat aktif. 2. Sistem Pemilu Organis Sistem Pemilu organis menempatkan rakyat sebagai sejumlah individu-individu yang hidup bersama dalam berbagai persekutuan hidup berdasarkan geneologis, ekonomi, lapisan sosial, dan lembaga-lembaga sosial lainnya. Sehingga persekutuan inilah yang dianggap sebagai pengendali dan yang punya hak pilih
  • 10. SISTEM PEMILU MEKANIS •Dalam sistem mekanis, partai politik mengorganisir pemilihan-pemilihan dan partai partai politik berkembang, baik menurut sistem satu partai, dua partai atau multi partai. •Sistem mekanis dapat dilaksanakan dengan cara yaitu, • sistem perwakilan distrik/single member constituency dan • sistem perwakilan proposional/ multi member constituencies
  • 11. SISTEM PEMILU MEKANIS 1. Sistem Perwakilan Distrik/mayoritas (Single member constituency /the winner takes all) Wilayah negara dibagi atas distrik-distrik pemilihan atau Daerah Pemilihan yang jumlahnya sama dengan anggota parlemen yang akan dipilih 2. Sistem Perwakilan Berimbang (Multi Member Constituencies/ Proportional Representation) Jumlah kursi di parlemen dibagikan kepada tiap-tiap parpol sesuai dengan jumlah suara sah yang diperoleh
  • 12. SISTEM DISTRIK • Sistem distrik biasa disebut juga single member constituency tetapi ada juga yang memakai istilah single member district. • Pada intinya, sistem distrik merupakan sistem pemilihan dimana suatu negara dibagi menjadi beberapa daerah pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah wakil rakyat yang akan dipilih dalam sebuah lembaga perwakilan. Dengan demikian, satu distrik akan menghasilkan satu wakil rakyat. Kandidat yang memperoleh suara terbanyak di suatu distrik, maka akan menjadi wakil rakyat terpilih. • Sedangkan kandidat yang memperoleh suara lebih sedikit, maka suaranya tidak akan di perhitungkan atau dianggap hilang walau sekecil apapun selisih perolehan suara yang ada. Sehingga dikenal istilah the winner takes all atau sistem mayoritas
  • 13. Sistem Perwakilan Proposional • Sistem proporsional lahir untuk menjawab kelemahan dari sistem distrik. Sistem proporsional merupakan sistem pemilihan yang memperhatikan proporsi atau perimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan. • Dengan sistem ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah yang memiliki penduduk lebih besar akan memperoleh kursi yang lebih banyak di suatu daerah pemilihan, begitu pun sebaliknya • Sistem proporsional juga mengatur tentang proporsi antara jumlah suara yang diperoleh suatu partai politik untuk kemudian dikonversikan menjadi kursi yang diperoleh partai politik tersebut
  • 14. Sistem perwakilan proposional/ sistem perwakilan berimbang/ multi member constituencies Single Transferable vote Pemilih diberi kesempatan untuk memilih pilihan pertama, kedua dan seterusnya dari daerah pemilihan yang bersangkutan. Jika jumlah suara yang diperlukan untuk memilih calon pertama terpenuhi, dan apabila ada sisa suara, maka kelebihan suara ini dipindahkan kepada calon kedua dan seterusnya. List System (Sistem Daftar) Pemilih diminta memilih di antara daftar-daftar calon yang berisi sebanyak mungkin nama-nama wakil rakyat yang akan dipilih dalam pemilihan umum. Dalam sistem perwakilan proposional para pemilih akan memilih partai politik, bukan calon perseorangan seperti pada sistem distrik.
  • 15. SISTEM PEMILU YANG DIPAKAI DI INDONESIA • Sistem perwakilan proporsional dengan daftar • sistem yang mensyaratkan setiap partai untuk menunjukkan daftar kandidatnya kepada para pemilih. Para pemilih memilih partai atau kandidat. Partai menerima suara dalam proporsi andil keseluruhannya dan jumlah perolehan suara nasional. • Pemilu anggota DPR dan DPRD • Varian: daftar tertutup & daftar terbuka • Sistem distrik berwakil banyak • Sistem yang memungkinkan para pemilih untuk menunjukkan pilihan kandidat mereka, para pemilih memberikan urutan pilihan terhadap kandidat mereka • (Pemilu anggota DPD) • Sistem pemilihan langsung • Single / two round system • Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
  • 17. Absence of Corruption Predictable Enforcement Impartial Administration Civil Society Participation Electoral Participation Direct Democracy Local Democracy Participatory Engagement Clean Elections Inclusive Suffrage Free Political Parties Elected Government Representative Government Access to Justice Civil Liberties Social Rights and Equality Social Group Equality Gender Equality Basic Welfare Freedom of expression Freedom of Association and assembly Freedom of Movement Personal Integrity and Security Fundamental Rights Effective Parliament Judical Independence Media Integrity Checks on Government Democracy Popular control and Political Equality What is democracy? At International IDEA, we think of democracy as: • Popular control over public decision-making • Equality between citizens in the exercise of that control
  • 18. The Asia Pacific region is defined by diversity, reflected in a wide range of regime types The region boasts some of the most enduring, authoritarian states as well as some of the best performing democracies in the world Yet the regional tendency is deepening autocratization and erosion of democracy Regime types in Asia and the Pacific 2020
  • 19. PEMILIHAN UMUM adalah “proses memilih orang-orang oleh rakyat secara langsung untuk mengisi jabatan-jabatan politik (menjadi pejabat publik) tertentu dalam sebuah Negara yang menganut Demokrasi” -------------------------------------------------------------------------------------------- Pejabat publik yang terpilih diberi tugas oleh rakyat yang memilihnya (konstituen): membuat dan/atau menjalankan kebijakan (policy) publik untuk mengurus negara/bagian dari negara dan rakyat yang memilihnya. --------------------------------------------------------------------------------------------- Dengan demikian, Pemilu menjadi penting, karena ia merupakan salah satu instrumen penentu arah kebijakan publik Negara.
  • 20. Metode Pemilihan Secara umum, pembedaan sistem pemilihan umum berpegang pada dua metode utama: I. Metode pemilihan secara organis, dan II. Metode pemilihan secara mekanis.
  • 21. I. Metode Pemilihan secara Organis: Dalam metode ini, rakyat dipandang sebagai sejumlah kelompok individu yang hidup bersama-bersama dalam beraneka ragam persekutuan hidup, seperti berdasarkan genealogi (kekeluargaan), atau berdasarkan teritori. Jadi pengelompokan itulah yang diutamakan menjadi pengendali hak pilih. Contoh : - Pemilihan Datuak dan Wali Nagari di SumBar - Sistem pemilu NOKEN di Papua
  • 22. II. Metode Pemilihan secara Mekanis: Dalam metode ini, rakyat dianggap sebagai individu-individu yang sama, yang memiliki hak pilih masing-masing dan mengeluarkan satu suara untuk setiap orang. Jadi setiap individu bebas menentukan pilihannya, tidak dikendalikan oleh kelompok. (setiap orang bebas mengendalikan hak pilihnya masing-masing). Metode inilah yang sekarang dikenal sebagai PEMILIHAN UMUM Metode ini dapat dilaksanakan dengan : 1. Sistem Mayoritas/Pluralitas 2. Sistem Perwakilan Proporsional (“Sistem Proporsional”)
  • 23. ”A good electoral system can give you a glimpse of Heaven, but a bad electoral system can give you a quick trip to Hell” (Andrew Reynolds 2014)
  • 24. Sistem Pemilu • Pilihan terhadap jenis/varian sistem pemilu adalah keputusan paling penting dalam sistem politik demokrasi. • Lembaga-lembaga politik membentuk aturan main bagaimana demokrasi dipraktikan, dan sering dikemukakan bahwa lembaga politik yang paling gampang dimanipulasi, untuk tujuan baik atau buruk, adalah sistem pemilu (Reynolds et.ad 2005) • “Sistem pemilu merupakan seperangkat variabel yang bertugas untuk mengkonversi perolehan suara partai politik menjadi kursi”. • Tiga variabel kunci sistem pemilu: • Pilihan terhadap jenis sistem pemilu • Struktur pemberian suara (electoral balloting structure) • Daerah pemilihan dan formula penghitungan.
  • 25. Sumber: Electoral Systems Design; IDEA International Handbook
  • 26. Contine nt Mixed Plurality /Majorit y PR Not applicab le In transitio n Other Countrie s research ed Africa 9 (16.4%) 24 (43.6%) 17 (30.9%) 2 (3.6%) 1 (1.8%) 2 (3.6%) 55 America s 3 (6.7%) 22 (48.9%) 20 (44.4%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 45 Asia 10 (20.8%) 20 (41.7%) 12 (25.0%) 4 (8.3%) 1 (2.1%) 1 (2.1%) 48 Europe 9 (17.6%) 6 (11.8%) 34 (66.7%) 1 (2.0%) 0 (0.0%) 1 (2.0%) 51 Oceania 1 (5.6%) 13 (72.2%) 1 (5.6%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 3 (16.7%) 18 Total 32 85 84 7 2 7 217 Sebaran Varian Penggunaan Sistem Pemilu Dunia https://www.idea.int/data-tools/question-view/130357
  • 27. Konsekuensi Sistem Pemilu • Maurice Duverger (1954) yang kemudian dikenal dengan “Duverger laws”: • efek mekanis sistem pemilu berpengaruh terhadap sistem kepartaian; • Efek psikologis sistem pemilu berpengaruh terhadap perilaku pemilih. • Benjamin Reilly (2006): pilihan sistem pemilu dipengaruhi oleh situasi struktur sosial masyarakat/Kebutuhan representasi politik • Jones 1995; Samuels 2002; Jeffrey Cason (2006) reformasi elektoral/perubahan sistem pemilu dipengaruhi oleh kebutuhan efektivitas dan stabilitas pemerintahan. Sistem Pemilu Sistem kepartaian Sistem Pemerintahan Sistem Perwakilan/ Partai Politik
  • 28. 7 Variabel Teknis Utama Sistem Pemilu Besaran Daerah Pemilihan Metode Pencalonan Metode Pemberian Suara Ambang Batas Perwakilan Formula Perolehan Kursi Partai Penetapan Calon Terpilih Jadwal [dlm sistem presidensial]
  • 29. Ciri Utama Sistem Pemilu Mayoritas/Pluralitas Proporsional Umumnya single member district (distrik berwakil tunggal) Umumnya multi member district (distrik berwakil jamak) Pencalonan melalui partai dan perorangan Pencalonan dilakukan oleh partai politik Pemberian suara umumnya untuk kandidat Pemberian suara umumnya untuk partai politik dan/atau kandidat Formula keterpilihan: - Pluralitas (suara pemenang lebih kecil dibanding total yang kalah) - Mayoritas (suara pemenang lebih besar disbanding dengan gabungan suara yang kalah) Formula keterpilihan: berdasarkan proporsi berimbang Tidak terdapat ambang batas formal Ada ambang batas formal
  • 30. KELEBIHAN Mayoritas/Pluralitas 1. Dapat membatasi jumlah partai politik. 2. Membentuk pemerintahan yang kuat karena meraih suara mayoritas. 3. Membentuk oposisi yang kuat. 4. Menciptakan hubungan yang kuat antara wakil dan konstituen. 5. Sederhana, mudah dipahami 6. Mudah dihitung. Proporsional 1. Lebih mewakili keragaman kelompok masyarakat, termasuk minoritas). 2. Cukup akurat menerjemahkan proporsi perolehan suara dengan kursi. 3. Sedikit suara terbuang (tidak dihitung). 4. Menciptakan sistem multipartai untuk mengakomodasi keragaman politik di masyarakat.
  • 31. KELEMAHAN Pluralitas/Mayoritas • Banyak suara terbuang sehingga partai kecil tidak terwakili. • Sulitnya kelompok minorotas dan perempuan untuk terpilih. • Kursi yang dimenangkan tidak proporsional dengan perolehan suara. • Rawan terhadap manipulasi pembentukan daerah pemilihan (gerrymandering cases). Proporsional • Hubungan antara wakil dan konstituen cenderung lemah. • Dominasi partai politik. • Sulit membentuk pemerintahan yang efektif dan stabil (tidak ada partai mayoritas di parlemen). • Proporsional dengan model terbuka lebih sulit dipahami, tidak sederhana dalam penghitungan suara.
  • 32. Besaran Daerah Pemilihan & Pembentukan Sistem Pemilu • Pengertian daerah pemilihan (electoral district magnitude) • Jenis dan pertimbangan pilihan besaran daerah pemilihan • Besaran alokasi kursi per-daerah pemilihan sebagai konsekuensi pilihan sistem pemilu • Korelasi besaran daerah pemilihan dengan sistem kepartaian dan sistem perwakilan single member district multi members district Sistem Pemilu Pluralitas/Mayoritas Sistem Pemilu Proportional Representation Sistem Pemilu Campuran
  • 33. Metode Pencalonan • Pengertian metode pencalonan: “bagaimana peserta pemilu menyiapkan daftar calonnya” • Sistem pemilu dan pengaruhnya terhadap metode pencalonan Proposional Vs Plurlitas Mayoritas • Metode pencalonan dalam dua isu utama: • Intra party democracy • Affirmative action pencalonan perempuan
  • 34. Metode Pemberian Suara • Sistem pemilu dan penentuan jenis metode pemberian suara (partai/ kandidat/preferensial) • Konsekuensi dari jenis metode pemberian suara • Pola persaingan; • Kemudahan pemilih dan perilaku pemilih; • Model representasi; • Pelembagaan partai dan sistem kepartaian. • Studi Kasus: wacana perubahan metode pemberian suara di Indonesia
  • 35. Ambang Batas Perwakilan Threshold • Pengertian ambang batas: tingkat minimum dukungan/perolehan suara yang dibutuhkan suatu partai untuk mendapatkan representasi. • Varian ambang batas (ambang batas legal vs ambang batas matematais) • Konsekuensi pemberlakuan ambang batas • Proporsionalitas hasil pemilu • Sistem Kepartaian • Merancang besaran ambang batas: antara idealitas dan kepentingan politis
  • 36. Formula Penghitungan Suara (Electoral Formula) & Penepatan Calon Terpilih Pluralitas/Mayorita s Mayoritas mutlak The winner takes all Absolute majority i.e over 50 percent Proportional Representation Quota (largest reminders) Divisor (highest average) • Varian model formula penghitungan suara berdasarkan jenis sistem pemilu • Konsekuensi pilihan formula penghitungan suara terhadap sistem kepartaian & proporsionalitas hasil
  • 37. Sistem Pemilu Indonesia (Pileg, Pilpres, Pilkada) • Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota: Open List Proportional Representation (OLPR) atau Sistem Pemilu Proporsional dengan daftar terbuka (UU No. 7 Tahun 2017). • Pemilu Anggota DPD: Single Non-Transferable Vote (SNTV), Distrik Berwakil Banyak (UU No. 7 Tahun 2017). • Pemilu Presiden dan Wakil Presiden: Majority Run Off 50% + 1, Two Round System (Sistem Pemilu Mayoritas dengan dua putaran). UU 7 Tahun 2017. • Pilkada DKI Jakarta: Majority Run Off 50% + 1, Two Round System (Sistem Pemilu Mayoritas dengan dua putaran). • Pilkada seluruh Indonesia: Pluralitas, Suara Terbanyak, First Past the Post, Winner Takes All.
  • 38. Dasar Hukum Pengaturan Sistem Pemilu UUD NRI Tahun 1945 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum – beberapa Putusan Mahkamah Konstitusi UU No 1 Tahun 2015 beserta Perubahannya, UU No. 29 Tahun 2007 tentang DKI Peraturan KPU
  • 39. Pemilu dalam UUD NRI Tahun 1945 BAB VIIB*** PEMILIHAN UMUM Pasal 22E • (1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.*** • (2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.*** • (3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.*** • (4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.*** • (5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.*** • (6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang- undang.***
  • 40. Besaran Alokasi Kursi Per-Daerah Pemilihan • Besaran alokasi kursi per-daerah pemilihan menentukan varian/jenis sistem pemilu. • Besaran alokasi kursi berpengaruh terhadap pola representasi bahkan kedekatan antara pemilih dengan partai politik • Besaran alokasi kursi mempengaruhi tingkat kompetisi antar partai politik ”Semakin sedikit besaran alokasi kursi semakin tinggi tingkat kompetisi antar partai politik” • Besaran alokasi kursi berpengaruh terhadap pembentukan sistem kepartaian Single member district (kursi yang diperebutkan di dapil hanya satu) Multi member's district (kursi yang diperebutkan di dapil lebih dari satu, 2 kursi dst) Sistem Pemilu Pluralitas/Mayoritas Sistem Pemilu Proportional Representation Sistem Pemilu Campuran Sistem Dua Partai Sistem Multipartai Sistem Multipartai
  • 41. DAPIL KECIL DAPIL SEDANG DAPIL BESAR 2 – 5 KURSI 6 – 10 KURSI 11 + KURSI SISTEM KEPARTAIAN MULTIPARTAI EKSTRIM > 5 PARTAI RELEVAN MULTRIPARTAI SEDERHANA 3-5 PARTAI RELEVAN RELASI MULTI MEMBERS DISTRICT DENGAN MULTI PARTY SYSTEM
  • 42. Besaran Daerah Pemilihan Pileg Indonesia (District Magnitude) • Total 575 kursi DPR yang diperebutkan dan tersebar di 80 daerah pemilihan (dapil). • 136 kursi DPD yang diperebutkan tersebar di 34 Provinsi/dapil (Pasal 22C Ayat (2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat). • Kursi DPRD beragam sesuai dengan jumlah penduduk. • 3 – 10 kursi untuk Pemilu DPR (minimal 3, paling banyak 10 kursi di setiap dapil). • 3 – 12 kursi untuk untuk Pemilu DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. • 4 kursi untuk DPD RI di setiap dapil (provinsi). Sumber: UU No. 7 Tahun 2017
  • 43. Metode Pencalonan Pengertian metode pencalonan: “Bagaimana peserta pemilu menyiapkan daftar calonnya?” Sistem pemilu dan pengaruhnya terhadap metode pencalonan Proposional Vs Plurlitas/Mayoritas Metode pencalonan dalam dua isu utama: • Intra party democracy • Affirmative action pencalonan perempuan (Indonesia menganut kebijakan afirmasi pencalonan perempuan: daftar caleg DPR dan DPRD memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30%. Penempatan caleg, setiap tiga caleg memuat paling sedikit 1 caleg perempuan).
  • 44. Metode Pemberian Suara Sistem pemilu dan penentuan jenis metode pemberian suara (partai/ kandidat/preferensial) Konsekuensi dari jenis metode pemberian suara • Pola persaingan; • Kemudahan pemilih dan perilaku pemilih; • Model representasi; • Pelembagaan partai dan sistem kepartaian. Studi Kasus: wacana perubahan metode pemberian suara di Indonesia, dari Proporsional Daftar Terbuka (OLPR) menjadi Proporsional Daftar Tertutup (CLPR).
  • 45. Metode Pemberian Suara • Pemilu Kepala Daerah/Pemilu Presiden pemilih memilih tanda gambar/nama/nomor urut pasangan calon di surat suara; • Pemilu legisalatif dengan sistem proposional daftar terbuka pemilih memilih logo partai politik/nama calon/nomor urut calon; • Jika sistem pemilu berubah menjadi sistem proposional tertutup atau daftar partai maka pemilih memilih logo/nomor urut partai saja. 199 9 CLP R 2004 Semi OLPR 2009 OLPR 2014 OLPR 2019 OLPR
  • 46.
  • 47.
  • 48.
  • 49. 1. Sistem Mayoritas/Pluralitas à pemenang yang terpilih di suatu dapil (electoral district/constituency) adalah yang memperoleh jumlah suara teratas. à sehingga untuk pemilu anggota parlemen, dimana wilayah negara dibagi atas dapil-dapil: jumlah wakil yang dipilih sama banyak untuk setiap dapil. à di Indonesia penyebutan sistem ini sering disederhanakan dengan istilah “Sistem Distrik” (kurang tepat/salah kaprah). Variasinya: a. Single-Member Constituency,” (Sistem Mayoritas Berwakil Tunggal) b. Multi-Member Constituency” (Sistem Mayoritas Berwakil Banyak). 2. Sistem Perwakilan Proporsional / Sistem Proporsional (Sistem Perwakilan Berimbang) à Sistem proporsional mengatur tentang proporsi antara jumlah suara yang diperoleh suatu partai politik untuk kemudian dikonversikan menjadi kursi yang diperoleh partai politik tersebut.
  • 50. 1. Sistem Mayoritas/Pluralitas Variasinya: a. Single-Member Constituency/District (Sistem Mayoritas Berwakil Tunggal) à Jumlah Wakil yang akan dipilih cuma satu orang untuk setiap constituency/electoral district (dapil) à satu dapil diwakili satu wakil rakyat. à kandidat yang memperoleh suara terbanyak di suatu distrik, akan menjadi wakil rakyat terpilih à First Past the Post à The Winner Takes All à Kandidat yang memperoleh suara lebih sedikit à suaranya tidak akan diperhitungkan atau akan dianggap hilang, walau sekecil apapun selisih perolehan suaranya. Contoh: - Pemilu Aggt House of Commons di Inggris. - Pilpres Indonesia dengan 2 paslon, dimana seluruh wilayah RI dianggap 1 dapil. b. Multi-Member Constituency (Sistem Mayoritas Berwakil Banyak). à jumlah wakil yang akan dipilih lebih dari satu orang untuk setiap dapil Contoh: - Pemilu Aggt Senat di AS (2 orang setiap dapil/state) - Pemilu Aggt DPD RI (4 orang setiap dapil/provinsi)
  • 51. 1. Sistem Mayoritas/Pluralitas Kelebihan n Karena dibagi atas dapil-dapil, luas wilayah pemilihan jadi lebih kecil, maka pemilih lebih dapat mengenali secara lebih dekat calon-calon wakil rakyat yang akan dipilih di distriknya masing-masing. n Sistem distrik lebih mendorong kearah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu /sedikit. n Kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat dibendung. Sistem ini bisa mendorong kearah penyederhanaan jumlah partai secara alamiah dan tanpa paksaan lewat peraturan perundang-undangan. n Sederhana, mudah untuk diselenggarakan, tidak memerlukan waktu dan dana yang banyak n Berkurangnya parpol memudahkan pembentukan pemerintahan yang lebih stabil.
  • 52. 1. Sistem Mayoritas/Pluralitas Kelemahan n Kurang memperhitungkan partai-partai kecil / golongan minoritas Di mata demokrasi, system ini tidak mendorong sistem multipartai yang dapat mengakomodasi keragaman ‘ideologi politik’ yang hidup di tengah- tengah masyarakat; n Kurang representatif karena calon yang kalah kehilangan suara pendukungnya n Terlalu banyak suara yang terbuang
  • 53. 2. Sistem Proporsional à Sistem proporsional lahir untuk menjawab kelemahan dari sistem distrik, yaitu untuk menghindari ada suara yang hilang. à Dalam sistem ini, setiap parpol akan secara proporsional (berdasarkan prosentase) memperoleh jumlah kursi sesuai dengan jumlah suara sah yang diperoleh dari total jumlah kursi yang diperebutkan. Ada 2 model penerapan Sistem Proporsional: 1. Wilayah Negara tidak dibagai atas dapil-dapil (Suatu Negara dianggap 1 Dapil) Contoh: Pemilu Aggt Tweede Kamer Belanda 2. Wilayah Negara dibagi atas dapil-dapil (karena wilayah negara yang terlalu luas) Contoh: Pemilu Aggt DPR & DPRD di setiap Dapil Model yang ke-2 ini memperhatikan proporsi atau perimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi yang diperebutkan/dialokasikan untuk tiap daerah pemilihan. Dengan sistem ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah pemilihan yang memiliki penduduk lebih banyak akan memperoleh kuota/jumlah kursi yang lebih banyak, begitu pula sebaliknya.
  • 54. 2. Sistem Proporsional Variasinya: List System (Sistem Daftar)/ Proportional Representation: pada sistem ini pemilih diminta memilih nama-nama parpol atau nama-nama calon wakil rakyat yang akan dipilih. Single Transferable Vote: dalam sistem ini pemilih diberi kesempatan untuk memilih pilihan pertama, kedua dan seterusnya dari daerah pemilihan yang bersangkutan. Jika jumlah suara yang diperlukan untuk memilih calon pertama terpenuhi, dan apabila ada sisa suara, maka kelebihan suara ini dipindahkan kepada calon kedua dan seterusnya.
  • 55. 2. Sistem Proporsional Kelebihan: n Lebih representatif, karena jumlah kursi yang diperoleh seimbang dengan jumlah suara sah yang diperoleh (sesuai prosentase); n Lebih demokratis, karena setiap suara dihitung à yang kalah suaranya dapat dikompensasikan, sehingga tidak ada suara yang hilang; n Di mata demokrasi. Sistem ini dapat mendorong sistem multipartai guna mengakomodasi keragaman politik di masyarakat;
  • 56. 2. Sistem Proporsional Kelemahan: n Kurang mendorong partai-partai untuk berintegrasià cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan, sehingga mempermudah timbulnya partai-partai baru. Dari sisi efektivitas, banyaknya partai bisa mempersulit terbentuknya pemerintahan stabil. (namun di mata demokrasi: merupakan kelebihan, karena dapat mendorong sistem multipartai guna mengakomodasi keragaman politik di masyarakat); n Pada sistem proporsional yang tidak membagi wilayah negara atas dapil, wakil yang terpilih kemungkinan renggang ikatannya dengan warga pemilih.
  • 57. VARIAN SISTEM PEMILU MAYORITARIAN – diolah oleh Ahsanul Minan SISTEM JUMLAH KURSI DI DAPIL CARA MEMBERIKAN SUARA CARA HITUNG (CALON TERPILIH) KETERANGAN FIRST PAST THE POST (FPTFP) 1 KURSI 1 PEMILIH = 1 SUARA PLURALITAS (SUARA TERBANYAK) TWO ROUND SYSTEM 1 KURSI 1 PEMILIH = 1 SUARA MAYORITAS (50%+1) JIKA TIDAK ADA, DILAKUKAN PUTARAN 2 ALTERNATIVE VOTE 1 KURSI PEMILIH BISA MEMILIH LEBIH DARI SATU CALON DENGAN MERANGKING (PREFERENTIAL VOTE) CALON DENGAN JUMLAH PILIHAN RANGKING 1 YANG TERENDAH, TERSINGKIR DARI PERHITUNGAN SUARA. LALU, IA KEMBALI DIUJI UNTUK PILIHAN RANGKING 2-NYA, YANG JIKA KEMUDIAN TERENDAH MENJADI TERSINGKIR. PARTY BLOCK VOTE LEBIH DARI SATU KURSI • PARTAI BOLEH MENCALONKAN LEBIH DARI 1 CALEG • PEMILIH HANYA PUNYA SATU SUARA SUARA TERBANYAK BLOCK VOTE LEBIH DARI SATU KURSI • PEMILIH PUNYA HAK SUARA SEJUMLAH KURSI • PEMILIH BEBAS MEMILIH CALEG LINTAS PARTAI SUARA TERBANYAK BV BIASA DIGUNAKAN DI NEGARA DENGAN PARTAI POLITIK YANG LEMAH
  • 58. VARIAN SISTEM PEMILU PROPORSIONAL - – diolah oleh Ahsanul Minan SISTEM JUMLAH KURSI DI DAPIL CARA MEMBERIKAN SUARA CARA HITUNG (CALON TERPILIH) KETERANGAN LIST PROPORTIONAL LEBIH DARI SATU KURSI PEMILIH HANYA PUNYA SATU SUARA PARTAI MEMPEROLEH KURSI SECARA PROPORSIONAL DENGAN PEROLEHAN SUARA TERDAPAT MODEL: • OPEN-LIST • CLOSE-LIST SINGLE TRANSFERABLE VOTE LEBIH DARI SATU KURSI • PEMILIH PUNYA LEBIH DARI SATU SUARA • PEMILIH BISA MERANGKING (PREFERENTIAL VOTE) DENGAN MENGGUNAKAN KUOTA SUARA CALON YANG MELEBIHI KUOTA, SISANYA BISA DIBERIKAN KE CALON LAIN
  • 59. VARIAN SISTEM PEMILU CAMPURAN – diolah oleh Ahsanul Minan SISTEM JUMLAH KURSI DI DAPIL CARA MEMBERIKAN SUARA CARA HITUNG (CALON TERPILIH) KETERANGAN MIXED MEMBER PROPORTIONAL • SATU KURSI PER- DAPIL • KURSI “KOMPENSASI” PEMILIH BISA PUNYA DUA SUARA SUARA TERBANYAK ADA SEJUMLAH KURSI YANG DIALOKASIKAN KE PARTAI YANG PEROLEHAN KURSINYA KURANG PROPORSIONAL PARAREL VOTE DUA JENIS KURSI: • KURSI YANG DIBAGI BERDASARKAN SISTEM MAYORITARIAN • KURSI YANG DIBAGI BERDASARKAN SISTEM PROPORSIONAL • PEMILIH PUNYA LEBIH DARI SATU SUARA • SUARA TERBANYAK • PEMBAGIAN SECARA PROPORSIONAL KOMPONEN PROPORSIONAL TIDAK MENGKOMPENSASIKAN SISA SUARA BAGI DISTRIK YANG MENGGUNAKAN MAYORITAS/PLURALITAS
  • 60. VARIAN SISTEM PEMILU LAINNYA – diolah oleh Ahsanul Minan SISTEM JUMLAH KURSI DI DAPIL CARA MEMBERIKAN SUARA CARA HITUNG (CALON TERPILIH) KETERANGAN SINGLE NON- TRANSFERABLE VOTE LEBIH DARI SATU KURSI PEMILIH HANYA PUNYA SATU SUARA (DIBERIKAN KEPADA CALON) SUARA TERBANYAK CONTOH: DISTRIK DENGAN 4 WAKIL, KANDIDAT DENGAN 20% SUARA DIJAMIN MEMENANGKAN KURSI. SEBUAH PARTAI DENGAN 50% SUARA DAPAT BERHARAP MEMENANGKAN 2 KURSI DI DISTRIK DENGAN 4 WAKIL. JIKA TIAP KANDIDAT MENGUMPULKAN 25% SUARA, MEREKA MASUK SEBAGAI WAKIL DISTRIK. JIKA, SATU KANDIDAT MENGUMPULKAN 40% SUARA DAN KANDIDAT LAIN 10%, KANDIDAT KEDUA KEMUNGKINAN TIDAK TERPILIH. JIKA PARTAI MENCANTUMKAN 3 KANDIDAT, BAHAYA “VOTE-SPLITTING” AKAN TERJADI DAN PARTAI CUMA MEMPEROLEH 2 KURSI SAJA LIMITED VOTE LEBIH DARI SATU KURSI PEMILIH PUNYA LEBIH DARI SATU SUARA SUARA TERBANYAK BORDA COUNT BISA SATU KURSI ATAU LEBIH PEMILIH MERANGKING SUARA TERBANYAK DENGAN SISTEM RANGKING HANYA DITERAPKAN DI NAURU
  • 62. TEORI LEMBAGA NEGARA Bidang Studi Hukum Tata Negara FHUI 23 Maret 2021
  • 64. DEFINITIONS Samuel Edward Finer "codes of norm which aspire to regulate the allocation of power, functions, and duties among the various agencies and officer of government, and to define the relationships between these and the public.“ Stanley de Smith and Rodney Brazier "constitution is regarded as the primary source of legal authority within a state."
  • 65. Stanley de Smith dan Rodney Brazier “Primarily about political authority and power of the location, conferment, distribution, exercise, and limitation of authority and power among the organs of a state…concerned with matters of procedures as well as substance. More often than not they also include explicit guarantees of the rights and freedom of individuals. And sometimes they incorporate ideological pronouncements-principles by which the state ought to be guided or to which it ought to aspire, and statements of the citizen's duties“
  • 66. Materi Konstitusi • Materi muatan konstitusi meliputi HAM, susunan ketatanegaraan yang mendasar, pembagian tugas dan kewenangan ketatanegaraan. Menurut Logeman, een staat is enn machtsorganitatie. Organisasi dibagi-bagi menjadi urusan pemerintah pusat atau daerah, infra struktur dan suprastruktur politik. • Karena kecenderungan kekuasaan untuk korup, sebagaimana dikatakan oleh Lord Acton, yaitu: “Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely“. Maka perlu dibentuk Konstitusi sebagai pembatas kegiatan dan kemampuan pemerintah.
  • 67. • William G. Andrews: “Under constitutionalism, two types of limitations impinge on govern- ment. Power proscribe and procedures prescribed”. Konstitusionalisme mengatur dua hubungan yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu: Pertama, hubungan antara pemerintahan dengan warga negara; dan Kedua, hubungan antara lembaga pemerintahan yang satu dengan lembaga pemerintahan yang lain.
  • 68. Tujuan dari Materi Konstitusi Isi konstitusi dimaksudkan untuk mengatur mengenai 3 hal penting, yaitu: (a) menentukan pembatasan kekuasaan organ-organ negara, (b) mengatur hubungan antara lembaga-lembaga negara yang satu dengan yang lain, dan (c) mengatur hubungan kekuasaan antara lembaga- lembaga negara dengan warga negara.
  • 70. Theories of Separation of Powers (1) John Locke (1632-1704) in Two Treaties on Civil Government, 1690 Baron de Montesquieu (1689-1755) Introduces Trias politica in L ‘Esprit de Loix’, 1748 Executive power Legislative power Federative power (as a power to defend the territory from hostile force) Locke includes judicial power in executive power. Executive power (law executing) Legislative power (law making) Judicial power (law adjudicating) As a judge, Monstesquieu realizes that judicial power should stand as an independent branch of government / power, thus cannot be intervened by any other branches. Eoin Carolan: New Separation of Powers: State-Market-Civil Society
  • 71. Theories of Separation of Powers (2) Montesquieu: If judicial power is not separated from executive & legislative powers, the judiciary may further exercise the executive’s abuse of power. Intinya: - separation of powers è checks and balances - urgency of having judicial power as an independent branch of government/ power è checks and balances with the executive & legislative powers
  • 72. Konsepsi Lembaga Negara dalam arti luas Hans Kelsen: “Whoever fulfills a function determined by the legal order is an organ”. Hans Kelsen, General Theory of Law and State, (New York: Russell & Russell, 1961), hal.192. Organ negara tidak selalu berbentuk organik, tetapi setiap jabatan yang ditentukan oleh hukum dapat pula disebut organ asal fungsi-fungsinya itu bersifat menciptakan norma (normcreating) dan/atau bersifat menjalankan norma (norm applying). “These functions, be they of a norm-creating or of a norm-applying character, are all ultimately aimed at the execution of a legal sanction”.
  • 73. ž Bahkan Hans Kelsen yang menyatakan bahwa semua organ yang menjalankan fungsi-fungsi ‘law-creating function and law- applying function’ adalah merupakan organ atau lembaga negara. ž Menurut Kelsen, setiap warga negara yang sedang berada dalam keadaan menjalankan suatu ketentuan undang-undang juga dapat disebut sebagai organ negara dalam arti luas, misalnya, ketika warga negara yang bersangkutan sedang melaksanakan hak politiknya untuk memilih dalam pemilihan umum, dianggap sedang menjalankan undang-undang (law applying function) dan juga sedang melakukan perbuatan hukum untuk membentuk lembaga perwakilan rakyat (law creating function) melalui pemilihan umum.
  • 74. Theory of State Institution • George Jellinek State as an organization of dignity (gezagsorganisatie) needs the structure of state organs in maintaining its order and preventing anarchy. Jellinek mentions the state should be devided by: • Unmittelbare Organe (State main organs) • Mittelbare Organe (State auxiliary organs) ○ The state could not exist without state main organs such as the parliament, presidency and supreme court.
  • 75. KONSEPSI ORGAN NEGARA dalam arti luas Ciri-ciri penting organ negara dalam arti sempit : • Organ negara itu dipilih atau diangkat untuk menduduki jabatan atau fungsi tertentu yang ditetapkan oleh peraturan perundang- undangan; à organ negara secara normatif • Dalam menjalankan fungsinya tersebut, yang bersangkutan berhak untuk mendapatkan perlakuan khusus dari segi keprotokoleran, anggaran untuk menjalankan fungsinya dan imbalan gaji dari negara. • Lembaga atau organ negara dalam arti sempit dapat dikaitkan dengan jabatan dan pejabat à public office dan public officials • Law-creating or law-applying function dalam konteks kenegaraan
  • 76. Lembaga Negara 1. Penafsiran Luas, sehingga mencakup semua lembaga negara yang nama dan kewenangannya disebut/tercantum dalam UUD 2. Penafsiran Moderat, yakni yg hanya membatasi pada apa yang dulu dikenal sebagai lembaga tertinggi dan tinggi negara 3. Penafsiran Sempit, yakni penafsiran yang merujuk secara implisit dari ketentuan Pasal 67 UU ttg Mahkamah Konstitusi (Abdul Mukthie Fajar)
  • 77. Hubungan antar Lembaga Negara, Status dan Dasar Pembentukan Jimly Asshiddiqie: Sistem ketatanegaraan pasca reformasi konstitusi tidak lagi mengatur hubungan antar lembaga negara yang bersifat vertikal. Sehingga kita hanya mengenal hubungan antar lembaga negara yang bersifat horizontal. Status Lembaga Negara Berdasarkan Dasar Hukum Pembentukannya: a. Pembentukan Lembaga Negara melalui UUD 1945; b. Pembentukan Lembaga Negara melalui UU; c. Pembentukan Lembaga Negara melalui Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden.
  • 78. State Auxiliary Agencies State auxiliary organs are also called: - self-regulatory agencies, - independent supervisory bodies, or - bodies of mixed functions. Quangos Quasi Autonomous Non-Governmental Organization
  • 79. • Quasi autonomous à lembaga penunjang yang melakukan fungsi dari lembaga negara utama tapi tidak merupakan bawahan dari lembaga negara manapun. • KPK dan Kejaksaan merupakan state auxiliary organ yang menjalankan fungsi eksekutif. Namun, perbedaannya KPK tidak berada di bawah Presiden (tidak masuk ke dalam struktur peemerintahan) sementara kejaksaan berada di bawah Presiden (berada dalam struktur pemerintahan).
  • 80. Definition (1) Sebagian pakar juga menyebut state auxialiary agencies dengan “the fourth branch of the government”, misalnya Yves Meny and Andrew Knapp: “Regulatory and monitoring bodies are a new type of autonomous administration which has been most widely developed in the United States (where it is sometimes referred to as the ‘headless fourth branch’ of the government). It takes the form of what are generally known as Independent Regulatory Commissions.”
  • 81. Definition (2) A quasi governmental world of appointed bodies which are non- departmental agencies, single purpose authorities, and mixed public-private institutions. It is of quasi-governmental nature, and is given either single function or sometimes mixed functions, such as on the one hand as regulator but on the other hand also as a punitive body much like a judicial body mixed with legislative function; or a mix of regulatory, administrative, and punitive functions which are traditionally separated but, in the case of such agencies, are intentionally designed to be held altogether by such agencies.
  • 83. Indonesia’s State Auxiliary Agencies (9) Sources Of Power/Establishment • Constitution (UUD 1945) • Undang-undang à UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu • Others (Keputusan Presiden, Peraturan Daerah, Etc) • Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah diubah sampai dengan perubahan ketujuh dengan Perpres No. 3 tahun 2013
  • 84. The emergence of state auxiliary agencies: Indonesia’s case abuse of power & dugaan korupsi yang berkelindan di lingkungan lembaga negara yang terjadi secara masif Hilangnya kepercayaan publik/legitimasi as result: tuntutan untuk membentuk lembaga negara baru, more independent state institutions à This ‘trend’ marks Indonesia’s transition to democracy
  • 85. LEMBAGA NEGARA INDONESIA SEBELUM AMANDEMEN UUD 1945 DPA DPR BPK MA PRESIDEN MPR
  • 86. Organ Negara Dalam ketentuan UUD 1945, terdapat lebih dari 35 subjek jabatan atau subjek hukum kelembagaan yang dapat dikaitkan dengan pengertian lembaga atau organ negara dalam arti yang luas: 1) Presiden; 2) Wakil Presiden; 3) Dewan pertimbangan presiden; 4) Kementerian Negara; 5) Menteri Luar Negeri; 6) Menteri Dalam Negeri; 7) Menteri Pertahanan; 8) Duta; 9) Konsul; 10) Pemerintahan Daerah Provinsi; 11) Gubernur/Kepala Pemerintah Daerah Provinsi; 12) DPRD Provinsi; 13) Pemerintahan Daerah Kabupten; 14) Bupati/Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten; 15) DPRD Kabupaten; 16) Pemerintahan Daerah Kota; 17) Walikota/Kepala Pemerintah Daerah Kota; 18) DPRD Kota; 19) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR); 20) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); 21) Dewan Perwakilan Daerah (DPD); 22) Komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, yang diatur lebih lanjut dengan undang-undang; 23) Bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan independensinya diatur lebih lanjut dengan undang-undang; 24) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); 25) Mahkamah Agung (MA); 26) Mahkamah Konstitusi (MK); 27) Komisi Yudisial (KY); 28) Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan 29) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI); 30) Angkatan Darat (AD); 31) Angkatan Laut (AL); 32) Angkatan Udara (AU); 33) Satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa; 34) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, seperti Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan sebagainya; 35) Kesatuan Masyarakat Hukum Adat. (Jimly Asshiddiqie)
  • 87. Pembagian LEMBAGA NEGARA(Jimly Asshiddiqie) 1. setiap individu yang menjalankan fungsi membentuk dan menerapkan norma hukum. 2. setiap individu yang menjalankan fungsi membentuk dan menerapkan norma hukum yang juga memiliki posisi dalam jabatan kenegaraan atau pemerintahan. 3. lembaga yang memiliki fungsi membentuk dan menerapkan norma hukum dalam kerangka struktur kenegaraan, yaitu dibentuk berdasarkan UUD, UU dan peraturan perundangan-undangan atau keputusan-keputusan, baik di tingkat pusat ataupun di tingkat daerah. 4. lembaga-lembaga yang dibentuk berdasarkan UUD, UU atau peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Dan pengertian 5. lembaga-lembaga di tingkat pusat yang pembentukan dan pengaturannya didasarkan pada UUD, yaitu Presiden/Wakil Presiden, MPR, DPR, DPD, BPK, MA dan MK, yang dapat juga disebut sebagai Lembaga Tinggi Negara.
  • 88. LEMBAGA NEGARA INDONESIA SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945 kpu TNI/POLRI dewan pertimbangan badan-badan lain yang fungsinya ber kaitan dengan kekuasaan kehakiman KY Kementerian Negara PUSAT TUN Militer Agama Lingkungan Peradilan PEMDA PROVINSI DPRD KPD PEMDA KAB/KOTA DPRD KPD bank sentral DPR DPD MPR PERWAKILAN BPK PROVINSI Presiden/ Wakil Presiden BPK MA MK UUD 1945 DAERAH Umum
  • 89. Function of State Institution • State Institution: • executive function • legislative function à regulatory executive • judicial function • oversight function • audit function • Most of independent state institutions are established mainly in the executive arena with the authority to execute the law and create regulations whether it’s delegated directly or indirectly by the legislation. • Some of them maintain their duties as mixed function institution as the combination of executive and legislative institution, and there’re also institution which play all the threee fuction (executive, legislative and judicial) all together such as KPPU.
  • 90. Lembaga Non-Struktural Secara Adm Negara, menurut KemenPAN terdapat 83 LNS. Lembaga nonstruktural (disingkat LNS) adalah lembaga yang dibentuk melalui peraturan perundang-undangan tertentu guna menunjang pelaksanaan fungsi negara dan pemerintah, yang dapat melibatkan unsur-unsur pemerintah, swasta dan masyarakat sipil, serta dibiayai oleh anggaran negara. LNS tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, namun dalam dinamika penyelenggaraan negara dan pemerintahan terdapat tugas dan fungsi lain yang dinilai harus diselenggarakan, sehingga perlu dibentuk lembaga independen. Dinamika dimaksud melahirkan bermacam varian LNS dengan tugas dan fungsi masing- masing, seperti mempercepat proses terwujudnya penegakan dan kepastian hukum, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan juga pengembangan kehidupan sosial budaya di Indonesia. Akan tetapi peristilahan ini masih perlu dikritisi karena masih mencampurkan berbagai organ-organ negara dengan beragam peraturan pembentuknya.
  • 93. Indonesia’s State Auxiliary Agencies (10) Selection to membership: • ex-officio membership by law • appointed directly by the executive branch of government (especially the President) • nominated by the executive branch of government (especially the President), then subjected to a fit and proper test by the parliament and finally elected by the parliament • nominated by the parliament through a fit and proper test by the parliament, then finally elected by the President
  • 94. Indonesia’s State Auxiliary Agencies Selection to leadership • ex-officio leadership by law • appointed directly by the executive branch of government (especially the President) • elected by the parliament from those nominated by the executive branch of government (especially the President) • elected by the President from those nominated by the parliament
  • 95. Problems }Too many of them }Overlapping authorities & functions, either among state auxiliary agencies or between state auxiliary agencies and state institutions Solution }Dissolution & merger of some of them }Simplification by clustering these agencies into a few clusters, and one cluster will have a coordinating agency; e.g.: supervisory agencies (e.g. Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan) will become one cluster, with ORI as the coordinating agency of this cluster
  • 96. HUKUM TATA NEGARA Hukum Kewarganegaraan
  • 97. Pembahasan Kewarganegaraan n Perspektif Ilmu Negara Warga negara adalah unsur dari semua negara di dunia Konvensi Montevidio 1933 The states as a person of international law should posses the following qualification: as a permanent population, a defined territory, a government, a capacity to enter into relations with other states.
  • 98. Pembahasan Kewarganegaraan n Perspektif Hukum Tata Negara Hanya membahas mengenai hubungan antara warga negara dengan negara pada negara tertentu n Perspektif Hukum Administrasi Negara Berkaitan dengan administrasi pemerintahan dalam mengatur warga negara (keimigrasian)
  • 99. Pengertian Warga Negara n Wirjono Prodjodikoro Anggota (kumpulan orang-orang) dari negara n GJ Wolhoff Staatsherigen nationals (anggota organisasi negara nasional) n E. Utrecht Mereka yang mempunyai keanggotaan yuridis dari negara
  • 100. Pengertian Penduduk Setiap warga negara dan atau orang asing yang bertempat tinggal dan menetap di suatu wilayah negara dalam waktu yang lama
  • 101. Hubungan Negara dengan Warga Negara n Aspek Hukum Publik Di mana hubungan negara dengan pribadi-pribadi menimbulkan hak dan kewajiban sebagai seorang warga negara, yang diatur dalam UUD dan berbagai peraturan perundang-undangan. Terdapat perbedaan mendasar antara warga negara dan orang asing dalam hubungannya dengan aspek hukum publik. Dalam kegiatan politik, misalnya. Orang asing tidak diperbolehkan turut campur dalam politik dalam negeri. Maka orang asing tidak diperkenankan turut serta dalam pemilu baik dengan mempergunakan hak pilih atau pun mencalonkan diri.
  • 102. Hubungan Negara dengan Warga Negara n Aspek Hukum Perdata Sangatlah penting untuk mengetahui status kewarganegaraan seseorang sewaktu ia dilahirkan. Untuk mengetahui hukum manakah yang berlaku baginya sejak dilahirkan, maka perlu diketahui di negeri mana ia dilahirkan dan apakah ia dalam negeri kelahirannya tersebut dipandang sebagai warga negara atau orang asing. Hukum baginya dalam kehidupan sehari- hari yang dikenal sebagai hukum perdata.
  • 103. Hubungan Negara dengan Warga Negara n Aspek Hukum Perdata Internasional Dalam hukum perdata internasioanl terdapat suatu asas kewarganegaraan (nationaliteit principe) di mana menurut asas ini maka hukum seseorang warga negara mengenai hak, status dan kewenangannya tetap melekat padanya di mana pun ia berada. Umumnya yang dipandang termasuk dalam status, hak dan kewenangannya ialah hukum yang merupakan bagian dari hukum kekeluargaan, antara lain : peraturan mengenai anak di bawah umur, perwalian, curatele, kemampuan dan ijin untuk menikah, kedudukan dalam perkawinan, dsb.
  • 104. Hubungan Negara dengan Warga Negara n Aspek Pertahanan Negara Terdapat kewajiban bagi warga negara untuk membela negara
  • 105. Hubungan Negara dengan Warga Negara n Aspek Ekonomi Terdapat berbagai peraturan khusus yang ditujukan kepada pembatasan kebebasan orang asing di bidang ekonomi, mengenai perusahaan tertentu yang disediakan bagi warga negara, pekerjaan-pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh earga negara, dan sebagainya.
  • 107. Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Kelahiran Asas Ius Sanguinis (Asas keturunan dalam garis lurus kebawah) Kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh keturunan dalam garis lurus ke bawah Asas Ius Soli (Asas daerah kelahiran) Kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya
  • 108. Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan n Asas Kesatuan Hukum Asas dimana dalam sebuah pernikahan, seorang istri mengikuti kewarganegaraan suaminya n Asas Persamaan derajat Asas dimana dalam sebuah pernikahan, seorang istri dimungkinkan memiliki kewarganegaraan yang berbeda dengan suaminya
  • 109. Bipatride dan Apatride n Konsekuensi prinsip kebebasan bagi negara untuk menentukan sendiri siapa yang merupakan warga negara n Soedargo Gautama: Konflik Positif dan Konflik Negatif n Pasal 15 Universal Declaration of Human Rights: (1)Setiap orang berhak memiliki kewarganegaraan (2)Tidak seorang juapun dengan semena-mena dapat dikeluarkan dari kewarganegaraannya
  • 110. Bipatride dan Apatride n Dapat terjadi karena diterapkannya asas kewarganegaraan tertentu dalam suatu negara • Bipatride Jika A melahirkan anak di negara yang menganut asas ius soli (mis. USA) sedangkan negara asal A menganut asas ius sanguinis (mis. Indonesia) • Apatride Jika B melahirkan anak di negara yang menganut asas ius sanguinis sedangkan negara asal B menganut asas ius soli
  • 111. Cara memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan n Stelsel Aktif: secara aktif berusaha memperoleh atau melepaskan status kewarganegaraan n Stelsel Pasif: Memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan tanpa melakukan apapun. n Hak yang berkaitan dengan stelsel aktif dan pasif: hak opsi dan hak repudiasi
  • 112. Memperoleh Kewarganegaraan n Melalui mekanisme Pewarganegaraan, yaitu sejumlah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan negara tertentu melalui permohonan n Pemberian kewarganegaraan dari negara tertentu dengan alasan penghormatan, karena berjasa, dll, yang diberikan oleh kepala negara n Lahir dari orangtua yang berasal dari negara penganut asas ius sanguinis atau dilahirkan di negara yang menganut asas ius soli
  • 113. Kehilangan Kewarganegaraan n Sengaja melepas kewarganegaraan n Menerima kewarganegaraan dari negara lain dimana negara asalnya tidak mengakui dwikewarganegaraan n Bekerja/bergabung pada sektor publik yang dilarang oleh undang-undang di negara asalnya (misal: menjadi polisi di negara lain) n Dan sebab-sebab lainnya
  • 114. Pengertian Warga Negara dalam Sejarah Perundang- undangan di Indonesia
  • 115. Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai warga negara n Masa Hindia Belanda n Masa berlakunya UUD 1945 n Masa berlakunya UUDS RI
  • 116. Masa Hindia Belanda Pengaturan Warga Negara -BW (1838): Pasal 5 Nederlandsch BW menentukan bahwa semua orang yang bertempat tinggal di negeri Belanda dan koloninya berstatus sebagai Nederlander (warga negara Belanda). Status ini hanya bersifat perdata, walaupun begitu status ini tetap membawa akibat hukum dalam hubungan internasional.
  • 117. Masa Hindia Belanda Pengaturan Warga Negara - Wet 28 Juli 1950 Berdasarkan pasal 1 Wet 28 Juli 1850 ini, orang yang berhak menikmati hak-hak publik hanyalah orang-orang Belanda yang lahir dari orang tua yang bertempat tinggal di negeri Belanda (rijk in Europa)
  • 118. Masa Hindia Belanda Pengaturan Warga Negara - Wet 1910 Dalam Wet ini diatur kriteria kaulanegara. Istilah kaulanegara menunjukkan hubungan hukum antara penduduk Hindia Belanda dan Kerajaan Belanda. Dengan demikian sejak tahun 1910 terdapat dua golongan kaula Belanda di Hindia Belanda, yaitu : a. Warga negara Belanda yang diatur dengan Wet 1892, b. Kaulanegara Belanda yang diatur dengan Wet 1910 yang terdiri dari orang-orang Indonesia asli dan orang-orang Timur Asing). Secara psikologis, status Nederlandsch onderdaan memberi kesan lebih rendah dari status Nederlander atau staatsburger. Bahkan secara yuridis terdapat pembatasan-pembatasan hak.
  • 119. Masa Hindia Belanda Pengaturan Kependudukan - AB (1847) Berdasarkan pasal 4 AB, penduduk Hindia Belanda terdiri atas : 1. Nederlander yang bertempat tinggal di Hindia Belanda 2. Orang-orang pribumi (landzaten of inboorlingen) di Hindia Belanda, dan 3. semua orang, tidak terkecuali bangsa mana pun, yang dengan izin Pemerintah Hindia Belanda bertempat tinggal di Hindia Belanda. Berdasarkan pasal 6-10 AB penduduk Hindia Belanda dikelompokkan menjadi dua golongan, golongan Eropa dan golongan Pribumi (berdasarkan S. 1848-10 pribumi Kristen termasuk golongan pribumi).
  • 120. Masa Hindia Belanda Pengaturan Kependudukan - IS (1926) Pada tahun 1926 RR digantikan dengan Indische Staatsregeling. Berdasarkan pasal 160 ayat (2) IS, penduduk Hindia Belanda adalah mereka yang dengan sah bertempat tinggal tetap di sana. Pasal 163 IS membedakan penduduk dalam tiga golongan, yaitu Eropa, Pribumi dan Timur Asing.
  • 121. Masa Kemerdekaan (UUD) n Pasal 26 UUD 1945 n Pasal 5 dan Pasal 194 KRIS n Pasal 5, 6, dan 144 UUDS RI
  • 122. Pasal 26 UUD 1945 (sebelum perubahan – ada penjelasan) (1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga negara. (2) Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan negara ditetapkan dengan UU. Penjelasan: (1) Orang-orang bangsa lain, misalnya peranakan Belanda, peranakan Tionghoa dan peranakan Arab, yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia terhadap Negara RI dapat menjadi warga negara
  • 123. Pasal 26 UUD 1945 (setelah perubahan – penjelasan dihapus) (1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga negara. (rumusan awal) (2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia (perubahan kedua) (3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan UU (perubahan kedua)
  • 124. KRIS n Pasal 5 (1)Kewarnegaraan RIS diatur oleh UU Federal (2)Pewarganegaraan (naturalisasi) dilakukan oleh atau dengan kuasa UU Federal. UU Federal mengatur akibat-akibat pewarganegaraan terhadap isteri orang yang telah diwarganegarakan dan anak-anaknya yang belum dewasa.
  • 125. KRIS n Pasal 194 Sambil menunggu pengaturan kewarganegaraan dengan UU yang tersebut dalam Pasal 5 ayat (1), maka yang sudah warga negara RIS, ialah mereka yang mempunyai kewarganegaraan itu menurutpersetujuan yang mengenai penentuan kewarganegaraan yang dilampirkan pada Piagam Pemulihan Kedaulatan.
  • 126. UUDS RI n Pasal 5 (1)Kewarnegaraan RI diatur oleh UU (2)Pewarganegaraan (naturalisasi) dilakukan oleh atau dengan kuasa UU. UU mengatur akibat-akibat pewarganegaraan terhadap isteri orang yang telah diwarganegarakan dan anak-anaknya yang belum dewasa.
  • 127. UUDS RI n Pasal 144 Sambil menunggu pengaturan kewarganegaraan dengan UU yang tersebut dalam Pasal 5 ayat (1), maka yang sudah menjadi warga negara RI, ialah mereka yang menurut atau berdasar atas persetujuan perihal pembagian warga negara yang dilampirkan kepada Persetujuan Perpindahan memperoleh kebangsaan Indonesia, dan mereka yang kebangsaannya tidak ditetapkan oleh persetujuan tersebut yang pada tanggal 17 Desember 1949 sudah menjadi warga negara Indonesia menurut perundang-undangan RI yang berlaku pada tanggal tersebut.
  • 128. UU yang mengatur mengenai kewarganegaraan n UU Nomor 3 Tahun 1946 n UU Nomor 62 Tahun 1958 n UU Nomor 12 Tahun 2006
  • 129. HUKUM TATA NEGARA DARURAT DI INDONESIA 20 Mei 2021
  • 130. RAGAM ISTILAH • State of emergency • Etat de siege • Staatsnood • State of exception • Staatsnoodrecht • Noodstaatrcht • State of civil emergency • State of war • State of public danger • State of urgency • State of tension • State of special powers • Keadaan darurat • Keadaan bahaya • Keadaan luar biasa • State of alarm
  • 131. URGENSI HTN DARURAT •Hukum Tata Negara yang berlaku pada saat normal HTN Normal •Hukum Tata Negara yang berlaku pada saat darurat HTN Darurat
  • 132. ‘In times of grave national emergency, normal constitutional principles may have to give way to the overriding, need to deal with the emergency’ - Pendapat A.W Bradley dan K.D Ewing dalam Constituional and Administrative Law, 13th Edition-
  • 133. FILOSOFI - ‘’Salus Populi Suprema Lex Esto” yang artinya adalah keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi. - Necessitas non habet legem “Necessity has no law.” A maxim meaning that the violation of a law may be excused by necessity. - Abdullah Hamid Hakim dalam kitab Mabadi Awwaliyah fi Ushul al- Fiqh wa al-Qawa’id al-Fiqhiyah; keadaan darurat dapat menghalalkan hal-hal yang terlarang dilakukan, dan dapat pula melarang hal-hal tertentu jika disertai dengan kepentingan yang medesak.
  • 134. Herman sihombing HTN darurat adalah rangkaian pranata dan wewenang negara secara luar biasa dan istimewa, untuk dalam waktu yang sesingkat- singkatnya dapat menghapuskan darurat atau bahaya yang mengancam, ke dalam kehidupan biasa menurut perundang- undangan dan hukum yang umum dan biasa. Jimly Asshiddiqie HTN darurat adalah keadaan bahaya yang tiba-tiba mengancam ketertiban umum, yang menuntut negara untuk bertindak dengan cara-cara yang tidak lazim menurut aturan hukum yang biasa berlaku dalam keadaan normal.
  • 135. Carl Schmitt Dalam Political Theology: Four Chapters on the Concept of Sovereignty, Carl Schmitt menyatakan; ‘Every norm presupposes a normal situation, and no norm can be valid in an entirely abnormal situation. As long as a state is a political entity, this requirement for internal peace compels it in critical situations to decide also upon the domestic enemy’.
  • 136. Hukum Tata Negara Darurat, atau dalam terminologi lain disebut sebagai state of emergency atau state of exception, merupakan kondisi dimana pemerintah dalam sebuah negara melakukan sebuah respons luar biasa dalam menyikapi ancaman yang dihadapinya. Pengaktifan terhadap HTN Darurat menangguhkan fungsi normal sebuah pemerintahan, mempersilahkan otoritas pemerintah untuk menangguhkan kebebasan sipil warga negara dan bahkan menangguhkan sejumlah pemenuhan Hak Asasi Manusia. Kebutuhan untuk menyatakan negara dalam keadaan bahaya atau darurat lazim dilakukan dalam kondisi- kondisi seperti perang, krisis ekonomi, mogok masal, pandemik dan juga bencana alam (Jaimee Oraa:1992).
  • 137. Kondisi darurat yang menyebabkan dapat diaktifkannya pengecualian-pengecualian terhadap hukum harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang terbatas. Hal ini dikarenakan penyimpangan tersebut akan memberikan keleluasaan bagi presiden untuk bertindak sewenang-wenang. Pelaksanaan emergency power yang terlalu lama akan menyebabkan mengubah “constitutional dictatorship” menuju apa yang disebut Clinton Rossiter sebagai “constitutional dictatorship” yang berbahaya Clinton Rossiter: 2012
  • 138. Emergency Doctrine 1. A legal principles exempting a person from the ordinary standard of reasonable care if that person acted instinctively to meet sudden and urgent need for aid. 2. A legal principles by which consent to medical treatment in a dire situation is inferred when neither the patient nor a responsible party can consent but a reasonable person would do so. 3. The principles that a police officer may conduct a search withouth a warrant if the officer has probable cause and reasonably believes that immediate action is needed to protect life or property. -Black’s law dictionary-
  • 139. Hukum Internasional • Hukum Internasional juga mengenal konsep “state of emergency” sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (International Covenan on Civil and Political Right) yang berbunyi, “Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa dan keberadaannya, yang telah diumumkan secara resmi, Negara-negara Pihak Kovenan ini dapat mengambil langkah-langkah yang mengurangi kewajiban- kewajiban mereka berdasarkan Kovenan ini, sejauh memang sangat diperlukan dalam situasi darurat tersebut, sepanjang langkah-langkah tersebut tidak bertentangan dengan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan hukum internasional dan tidak mengandung diskriminasi semata-mata berdasarkan atas ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau asal-usul sosial.’’
  • 140. • Dalam kerangka ICCPR keadaan darurat harus diumumkan untuk menyatakan alasan darurat, tanggal darurat adalah untuk memulai, pengurangan yang mungkin terjadi, dengan jangka waktu darurat dan tanggal di mana keadaan darurat diperkirakan akan selesai. • Dalam United Nation Special Rapporteurs diajukan rekomendasi bahwa masyarakat internasional harus mengikuti prinsip dalam penetapan keadaan darurat yakni: prinsip legalitas, proklamasi, notifikasi, batas waktu, ancaman luar biasa, proporsionalitas, non diskriminasi, kompatibilitas, konkordansi dan mematuhi berbagai norma-norma hukum internasional.
  • 141. Prinsip Pemberlakuan Keadaan Darurat 1. Adanya necessity of self defence yang perlu dilakukan; 2. Adanya ancaman yang sifatnya mendadak atau mendesak; 3. Tidak tersedianya waktu yang cukup untuk pembahasan dengan parlemen; 4. Tidak tersedia alternative lain yang lebih baik dan lebih efektif untuk mengatasi keadaan yang bersangkutan. -Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, hal. 95-
  • 142. Asas-Asas Keadaan Darurat • Asas Proklamasi • Asas Legalitas • Asas Komunikasi • Asas Kesementaraan • Asas Keistimewaan Anaman • Asas Proporsionalitas • Asas Intangibility • Asas Pengawasan
  • 143. Syarat pemberlakuan HTN DARURAT menurut Prof. Jimly Asshiddiqie 1.Bersifat sementara waktu: Keadaan bahaya tidak boleh berlaku secara permanen. 2.Dimaksudkan dengan tujuan mengatasi keadaan krisis: Tindakan- Tindakan penyimpangan dari konstitusi yang dilakukan oleh pemerintah selama keadaan bahaya haruslah demi mengatasi keadaan krisis. 3.Dengan maksud dikembalikannya keadaan normal sebagaimana biasanya guna mempertahankan hak-hak asasi manusia yang bersifat fundamental: setelah krisis selesai, sistem hukum yang berlaku haruslah dikembalikan kepada keadaan semula
  • 144. HAM DALAM KEADAAN DARURAT • Tunduk pada Hukum Kemanusiaan Internasional (International Humanitarian Law) • Tidak menghilangkan HAM dalam lingkup non derogable rights. • Pasal 28I ayat (1) UUD 1945: 1. Hak untuk hidup (right to life) 2. Hak untuk tidak disiksa (freedom from torture) 3. Hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani) 4. Hak beragama (freedom of religion) 5. Hak untuk tidak diperbudak 6. Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum; dan 7. Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
  • 145. Kedaruratan Dalam Konstitusi Menurut Prof Jimly Asshiddiqie •‘Keadaan bahaya’ Pasal 12 UUD 1945 •‘Ihwal Kegentingan memaksa’ Pasal 22 UUD 1945
  • 146. Pasal 12 UUD 1945 “Presiden menyatakan keadaan bahaya, syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.”
  • 147. Pasal 22 UUD 1945 “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.”
  • 148. UUD-RIS •Pasal 139 ayat (1) UUD RIS 1949 menyatakan ‘’ Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggung jawab sendiri menetapkan undang-undang darurat untuk mengatur hal-hal penyelenggaraaan pemerintahan federal yang karena keadaan-keadaan yang mendesak perlu diatur dengan segera’’.
  • 149. UUDS 1950 •Pasal 96 ayat (1) UUDS 1950 ‘’ Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggung jawab sendiri menetapkan undang-undang darurat untuk mengatur hal-hal penyelenggaraan pemerintah yang karena keadaan-keadaan yang mendesak perlu diatur dengan segera’’
  • 150. Undang-Undang berdasarkan Pasal 12 UUD 1945 •Undang-Undang 23/prp/2959 Tentang Keadaan Bahaya: •1. Darurat Sipil •2. Darurat Militer •3. Darurat Perang
  • 151. Darurat sipil Kebolehan Pemerintah melakukan penyimpangan hukum dan HAM • Melakukan Penyitaan terhadap barang; • Memakai barang-barang dinas umum; • Melakukan penyadapan dan pembatasan media telekomunikasi; • Pelarangan kegiatan pertemuan; dan • Membatasi orang untuk keluar rumah.
  • 152. Darurat Militer Kebolehan Pemerintah melakukan penyimpangan hukum dan HAM • Melarang produksi dan perdagangan senjata api dan bahan peledak; • Menguasai alat komunikasi; • Membatasi lalu lintas darat, udara, dan laut; • Membatasi pertunjukan dan percetakan; • Menahan surat-surat pos dan telegram; • Mengadakan militerisasi pada jabatan tertentu; dan • Melakukan pengangkapan selama 21 hari.
  • 153. Darurat Perang Kebolehan Pemerintah melakukan penyimpangan hukum dan HAM • Mengambil hak kepemilikan barang untuk kepentingan peperangan; • Melarang pertunjukan dan menutup percetakan; • Memaksa orang wajib militer/militerisasi; dan • Boleh membuat peraturan yang bertentangan dengan perundang- undangan demi pertahanan dan keamanan saat perang.
  • 154. Pasal 49 UU No. 5 tahun 1986 Tentang PTUN • Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan: a. dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku; b. dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
  • 155. Undang-undang yang memiliki ciri kedaruratan namun tidak mencantumkan Pasal 12 UUD 1945 dalam konsiderannya; UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan Masyarakat
  • 156. Contoh Penanggulangan Bencana di Indonesia Tsunami Aceh (2004) Gempa Nias (2005) Erupsi Gunung Sinabung (2010 – 2017) Letusan Gunung Merapi Yogyakarta (2006) Gempa di Padang (2009) Gempa Lombok (2018) Gempa-Tsunami Palu (2018) Pandemi COVID-19 (2019)
  • 157. Putusan Mahkamah Konstitusi No 138/PUU-VII/2009 Tentang Perppu • 1. Adanya keadaan, yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU • 2. UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai • 3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
  • 158. Diskursus • Penggunaan undang-undang yang memiliki ciri kedaruratan namun tidak menggunakan Pasal 12 UUD NRI 1945 sebagai konsiderannya menjadikan secara de jure Indonesia tidak menggunakan hukum darurat, melainkan hukum normal pada umumnya.” (Prof Jimly Asshiddiqie) • Bagaimana membatasi dan mengawasi kekuasaan pemerintah yang besar pada masa darurat?
  • 159. Referensi Tambahan; • Fitra Arsil dan Qurrata Ayuni, Model Pengaturan Kedaruratan dan Pilihan Kedaruratan Indonesia dalam Menghadapi Pandemi Covid-19, Jurnal Hukum & Pembangunan Vol 50, No 2 (2020) • Fitra Arsil, Menggagas Pembatasan Pembentukan Dan Materi Muatan Perppu: Studi Perbandingan Pengaturan Dan Penggunaan Perppu Di Negara-Negara Presidensial, “Jurnal Hukum & Pembangunan”, Vol. 48 No. (1), 2018 • John Ferejohn, Pasquale Pasquino, The law of the exception: A typology of emergency powers, International Journal of Constitutional Law, Volume 2, Issue 2, April 2004 • Tom Ginsburg and Mila Versteeg, “States of Emergencies: Part I,” https://blog.harvardlawreview.org/states-of-emergencies-part-i/,
  • 160. NEGARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Mata Asas Kuliah HukumTata Negara
  • 161. § Apa yang dimaksud dengan negara dalam hukum islam? § Bentuk negara dalam perspektif hukum islam? § Pandangan islam mengenai demokrasi?
  • 162. Bentuk Negara Modern § Kesatuan (Unitaris) Kekuasaan untuk mengatur seluruh daerah ada di pemerintah pusat § Serikat (Federal) Kekuasaan untuk mengatur sebagian urusan ada di pemerintah pusat dan sisa urusan lainya diatur di negara bagian.
  • 164. Fukuyama, The End of History § Fukuyama mencatat, bahwa setelah Barat menaklukkan rival ideologisnya, monarkhi herediter, fasisme, dan komunisme, dunia telah mencapai satu konsensus yang luar biasa terhadap demokrasi liberal. § Ia berasumsi, bahwa demokrasi liberal adalah semacam titik akhir dari evolusi ideologi atau bentuk final dari bentuk pemerintahan. Dan ini sekaligus sebuah ‘akhir sejarah’ (the end of history).
  • 165. Fukuyama, The End of History § “A remarkable consensus concerning the legitimacy of liberal democracy as a system of government had emerged throughout the world over the past few years, as it conquered rival ideologies like hereditary monarchy, fascism, and most recently communism. More than that, however, I argued that liberal democracy may constitute the “end point of mankind’s ideological evolution” and the “final form of human government,” and as such constituted the “end of history.”
  • 166. Fukuyama, The End of History § Fukuyama memasang sederet negara yang pada tahun 1990-an memilih sistem demokrasi-liberal, sehingga ini seolah-olah menjadi indikasi, bahwa – sesuai ramalan Hegel – maka akhir sejarah umat manusia adalah kesepakatan mereka untuk menerima Demokrasi Liberal. § 1790, hanya tiga negara, AS, Swiss, dan Perancis, yang memilih demokrasi liberal. § 1848, jumlahnya menjadi 5 negara; § 1900, , jumlahnya menjadi 13 negara; § 1919, , jumlahnya menjadi 25 negara, § 1940, , jumlahnya menjadi 13 negara; § 1960, , jumlahnya menjadi 36 negara; § 1975, , jumlahnya menjadi 30 negara; dan § 1990, , jumlahnya menjadi 61 negara
  • 167. Fukuyama, The End of History § Pada ‘akhir sejarah’, kata Fukuyama, tidak ada lagi tantangan ideologis yang serius terhadap Demokrasi Liberal. § Di masa lalu, manusia menolak Demokrasi Liberal sebab mereka percaya bahwa Demokrasi Liberal adalah inferior terhadap berbagai ideologi dan sistem lainnya. § Tetapi, sekarang, katanya, sudah menjadi konsensus umat manusia, KECUALI DUNIA ISLAM, untuk menerapkan Demokrasi Liberal.
  • 168. Fukuyama, The End of History § “At the end of history, there are no serious ideological competitors left to Liberal Democracy. In the past, people rejected Liberal Democracy because they believed that it was inferior to monarchy, aristocracy, theocracy, fascism, communist totalitarianism, or whatever ideology they happened to believe in, But now, OUTSIDE THE ISLAMICWORLD, there appears to be a general consensus that accepts liberal democracy’s claims to be the most rational form of government, that is, the state that realizes most fully either rational desire or rational recognition.”
  • 169. Fukuyama, The End of History Tentang hubungan agama dengan sekularisasi: § Liberalisme tidak akan muncul, jika Kristen tidak melakukan sekularisasi. Dan itu sudah dilakukan oleh Protestanisme di Barat, yang telah membuang adanya kelas khusus pemuka agama dan menjauhkan diri dari intervensi terhadap politik.
  • 170. Fukuyama, The End of History Tentang hubungan agama dengan sekularisasi: “Christianity in a certain sense had to establish itself through a secularization of its goals before liberalism could emerge.The generally accepted agent for this secularization inTheWest was Protestantism. By making a religion a private matter between a Christian and his God, Protestantism eliminated the need for a separate class of priests, and religious intervention into politics more generally.”
  • 171. Fukuyama, The End of History Tentang hubungan agama dengan sekularisasi: § Fukuyama menyorot dua kelompok agama yang menurutnya sangat sulit menerima demokrasi, yaitu Yahudi Ortodoks dan Islam fundamentalis. Keduanya dia sebut sebagai “totalistic religious” yang ingin mengatur semua aspek kehidupan manusia, baik yang bersifat publik maupun privat, termasuk wilayah politik. § Meskipun agama-agama itu bisa menerima demokrasi, tetapi sangat sulit menerima liberalisme, khususnya tentang kebebasan beragama. Karena itulah, menurut Fukuyama, tidak mengherankan, jika satu-satunya negara Demokrasi Liberal di dunia Islam adalahTurki, yang secara tegas menolak warisan tradisi Islam dan memilih bentuk negara sekular di awal abad ke-20. § Bernard Lewis, seorang orientalisYahudi, juga menulis: “Without a secular state and a neutral civil society, there can be neither democracy nor development.”
  • 172. Huntington, The Clash of Civilizations and The Remaking of World Order Ttg. Gelombang Demokratisasi Ketiga: § Huntington mengungkap penelitian yang menunjukkan adanya hubungan negatif antara Islam dan demokratisasi. § Sebaliknya, ada korelasi yang tinggi antara agama Kristen Barat dengan demokrasi. Di tahun 1988, agama Katolik dan/atau Protestan merupakan agama dominan pada 39 dari 46 negara demokratis. Ke-39 negara demokratis itu merupakan 57 persen dari 68 negara dimana Kristen Barat merupakan agama dominan. § Sebaliknya, dari 58 negara yang agama dominannya bukan Kristen Barat, hanya ada 7 negara (12 persen) yang dapat dikategorikan negara demokratis. § Jadi, menurutnya, demokrasi sangat jarang terdapat di negeri- negeri di mana mayoritas besar penduduknya beragama Islam, Budha, atau Konfusius
  • 173. Huntington, The Clash of Civilizations Diakui oleh Huntington, korelasi itu bukan merupakan hubungan sebab akibat. “Namun, agama Kristen Barat menekankan martabat individu (individualisme –pen) dan pemisahan antara gereja dan negara (sekularisasi -pen). Di banyak negeri, pemimpin-pemimpin gereja Protestan dan Katolik telah lama merupakan sosok utama dalam perjuangan menentang negeri-negeri represif.Tampaknya masuk akal menghipotesakan bahwa meluasnya agama Kristen mendorong perkembangan demokrasi,”
  • 174. Summary: Jadi, menurut Fukuyama dan Huntington: Demokratisasi = Kristenisasi Atau, dengan kata lain Kristenisasi adalah metode untuk mengembangkan demokrasi Di sisi lain: ISLAM is fading out (atau bahkan harus dikesampingkan) dari panggung sejarah untuk memenangkan demokrasi sebagai titik akhir peradaban manusia
  • 175. Huntington, The Clash of Civilizations § Pasca Perang Dingin, Islam masih dianggap sebagai tantangan ideologis yang serius, sehingga negara-negara Barat sangat khawatir terhadap munculnya negara yang menerapkan ideologi Islam. § Sebab, menurut Huntington, Islam adalah satu- satunya peradaban yang pernah membuat Barat tidak merasa aman. § Katanya: ”Islam is the only civilization which has put the survival of theWest in doubt, and it has done at least twice.”
  • 176. Dualisme Barat dalam Penerapan Demokrasi: 1. Case Study: Pemilu Aljazair 1992 Kasus dukungan Barat terhadap pembatalan Pemilu di Aljazair yang dimenangkan oleh FIS menunjukkan, bahwa Barat menganggap bahwa kemenangan kelompok Islam sekalipun sbg buah dari proses demokratisasi yg jujur, dianggap sbg tantangan serius terhadap ideologi mereka.
  • 177. Demokrasi yang Double Standard Kasus Pemilu Aljazair § Menurut Christoper Ogden (dalam artikel "View from Washington", Times, 3 Februari 1992), tindakan AS yang mendukung permainan kekuasaan antidemokrasi merupakan suatu tindakan yang sangat keliru. § Sikap AS dan Perancis yang menyatakan bahwa kudeta Aljazair "konstitusional", tidak lain merupakan gejala penyakit gila paranoid (ketakutan tanpa dasar) terhadap Muslim Fundamentalis. § Ogden menulis bahwa nonsense menyatakan AS tidak dapat mempengaruhi perubahan di Aljazair. § Jadi, Apa sesungguhnya yang ditakuti oleh Barat?
  • 178. 2. Case Study: Turkey Harian New StraitsTimes edisi 15 September 2004, memuat berita berjudul “Turkish women denounce plans to criminalise adultary”. Wanita-wanitaTurki mengecam rencana untuk mengkriminalkan perbuatan zina. Diceritakan, bahwa parlemenTurki sedang mendiskusikan satu RUU yang diajukan pemerintah yang isinya menetapkan perzinahan sebagai satu bentuk kejahatan kriminal. Menurut PMTurki, RecepTayyip Erdogan, Undang-undang itu dimaksudkan untuk melindungi keluarga dan istri-istri dari perselingkuhan/perzinahan suaminya. RUU itu kemudian menimbulkan kontroversi hebat. Yang menarik, bukan kalangan dalamTurki saja yang ribut, tetapi juga pejabat-pejabat Uni Eropa. Pejabat perluasan Uni Eropa, GuenterVerheugen, menyatakan, bahwa sikap anti perzinahan dapat menciptakan imej bahwa Undang-undang diTurki mulai mendekati hukum Islam. Bahkan, Menteri Luar Negeri Inggris, Jack Straw menyatakan, bahwa jika proposal itu disahkan sebagai Undang-undang, maka akan menciptakan kesulitan bagiTurki. (If this proposal, which I gather is only a proposal in respect of adultary, were to become firmly fixed into law, than that would create difficulties forTurkey).
  • 179. Apa Maknanya? § KasusTurki ini sekaligus menjadi bukti bahwa Barat bersikap begitu paranoid terhadap penerapan hukum Islam, § Kasus ini mematahkan tesis Fukuyama tentang tidak adanya tantangan ideologis yang serius terhadap Demokrasi Liberal pasca Perang Dingin. § Klaim Fukuyama bahwa telah terjadi konsensus umat manusia untuk memeluk ‘Demokrasi Liberal’ juga berlebihan. Barat sendiri enggan proses demokrasi menghasilkan aturan yg mereka benci, sekalipun merupakan kehendak murni dari rakyat yang bersangkutan; § KasusTurki menunjukkan sikap paradoks Barat: Pada satu sisi mengkampanyekan ‘pluralisme’ sebagai salah satu elemen dasar Demokrasi Liberal, tetapi pada sisi lain juga memaksakan ‘uniformitas’ tentang keharusan menerapkan standar Barat dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia, seperti yang terjadi dalam kasus RUUAnti Perzinaan diTurki. § Di sisi lain, dukungan Barat terhadap rezim otoriter yang antidemokrasi di dunia Islam—utamanya pasca Arab Spring—hanya karena menjamin kepentingan Barat, menambah pekatnya kadar paradoksi Barat.
  • 180. Nicholas Lash, The Beginning and The End of Religion. “BeyondThe End of History?” § Gagasan Fukuyama tentang ‘The End of History’ adalah ‘lelucon gila tentang akhir sejarah’: “Unfortunately, notwithstanding, his wistful recognition that ‘The end of history will be a very sad time’ with little left for human beings (or, perhaps, white American males?) to do except be caretakers of ‘the museum of history’, Fukuyama still supposes there to be no thinkable alternative to a historicist understanding of history as a tale of ‘progress’, an ‘evolution from primitive to modern’.”
  • 182. Paradoks Demokrasi § Di samping menawarkan banyak kemudahan dan nilai-nilai positif terhadap umat manusia, seperti nilai keterbukaan dan pertanggungjawaban (accountibility) dalam sistem pemerintahan, sistem Demokrasi Liberal Barat juga menyimpan kelemahan-kelemahan internal yang fundamental. Dalam sistem inilah, ilmu pengetahuan tidak dihargai. Orang pintar disamakan haknya dengan orang bodoh. Seorang profesor ilmu politik memiliki hak suara yang sama dengan orang pedalaman yang tidak mengerti baca-tulis dan informasi politik. Seorang yang taat beragama disamakan hak suaranya dengan seorang perampok, koruptor, pembunuh, atau pemerkosa.
  • 183. Paradoks Demokrasi § Plato (429-347 BC) menyebut empat kelemahan demokrasi. Salah satunya, pemimpin biasanya dipilih dan diikuti karena faktor-faktor non- esensial, seperti kepintaran pidato, kekayaan, dan latarbelakang keluarga. § Plato memimpikan munculnya “the wisest people” sebagai pemimpin ideal di suatu negara; “The wisest people is the best people in the state, who would approach human problems with reason and wisdom derived from knowledge of the world of unchanging and perfect ideas.”
  • 184. Paradoks Demokrasi § Aristoteles (384-322 BC), murid Plato, juga menyebut demokrasi sebagai bentuk pemerintahan buruk, seperti tirani dan oligarkhi. § Tiga bentuk pemerintahan yang baik, menurutnya, adalah monarkhi, aristokrasi, dan polity. § Sebelum abad ke-18, demokrasi bukanlah sistem yang dipilih umat manusia. Sistem ini ditolak di eraYunani dan Romawi and hampir semua filosof politik menolaknya.
  • 185. Paradoks Demokrasi § Sejak abad ke-18, beberapa aspek dari demokrasi politik mulai diterapkan di Barat. Beberapa ide ini datang dari John Locke, yang banyak memberi sumbangan pemikiran politik terhadap Inggris dan AS. § Penyair terkenal Sir Muhammad Iqbal juga banyak memberikan kritik terhadap konsep pemerintahan yang menyerahkan keputusannya kepada massa yang berpikiran rendah. Kata Iqbal, bagaimana pun, para semut tidak akan mampu melampui kepintaran seorang Sulaiman. Ia mengajak meninggalkan metode demokrasi, sebab pemikiran manusia tidak akan keluar dari 200 ‘keledai’. Ini ditulisnya dalam syairnya, Payam-e-Masyriq: “Do you seek the wealth of meaning from low natured men? From ants cannot proceed the brilliance of a Solomon. Flee from the methods of democracy because human thinking can not issue out of the brains of two hundred asses.”
  • 186. Paradoks Demokrasi Franz Magnis-Suseno: § Dalam makalahnya yang berjudul “Demokrasi sebagai Proses Pembebasan:Tinjauan Filosofis dan Historis” – yang disampaikan dalam Seminar 23 November 1991, menulis: “Demokrasi jauh dari sempurna. Tetapi ia adalah bentuk kenegaraan di mana ketidaksempurnaan dapat disuarakan dengan paling bebas, dimana siapa saja yang ingin menyempurnakannya dapat saja membawa gagasannya ke depan masyarakat.”
  • 187. Paradoks Demokrasi Franz Magnis-Suseno: § Baru dalam abad ini (abad ke-20. Pen.) agama-agama membuka diri terhadap cita-cita Pencerahan dan Revolusi Perancis. “Gereja Katolik misalnya baru dalam KonsiliVatikan II, 30 tahun lalu, menyatakan dengan tegas bahwa demokrasi, hak-hak asasi manusia, kebebasan beragama dan toleransi wajib dibela, justru karena didorong oleh Injil. Barangkali dapat dirumuskan begini: Akhirnya disadari juga oleh agama-agama bahwa hormat terhadapTuhan Pencipta menuntut tekad untuk memperlakukan segenap orang ciptaanTuhan itu sesuai dengan martabatnya sebagai manusia.”
  • 188. Paradoks Demokrasi: Pilpres Amerika ‘2000 § Pada 5 Desember 2000, Mahkamah Agung AS (US Supreme Court), memenangkan George W. Bush atas calon Demokrat, Al- Gore. § Kasus ini telah memunculkan perdebatan sengit di AS. § Vincent Bugliosi, misalnya, menulis sebuah buku berjudul The Betrayal of America: HowThe Supreme Court UnderminedThe Constitution and Chose Our President. Bugliosi mengungkap sebuah realitas ironis tentang demokrasi: ‘Pengkhianatan Amerika’. § Bagaimana sebuah pemilihan kepala negara terkuat dan negara demokrasi terbesar di dunia, akhirnya justru diserahkan keputusannya kepada lima orang hakim satu lembaga tinggi negara? Padahal, popular vote, suara rakyat, lebih banyak berpihak kepada Gore. § Pemenangan Bush oleh Mahkamah Agung AS itu digambarkan Bugliosi sebagai “like the day of Kennedy assasination”.
  • 189. Paradoks Demokrasi: Lumuran Darah Tangan Barat di berbagai belahan dunia § Pada tataran global, Demokrasi pun lebih digunakan sebagai slogan dan alat kepentingan politik.Tidak ada istilah “demokrasi” ketika Bush memerintahkan tentaranya menduduki Irak, Maret 2003. § Puluhan tahun, AS menjadikan Irak sebagai sekutunya.Tapi, ketika kepentingannya tidak terakomodir, maka digunakankah isu ”demokrasi” untuk menumbangkan Saddam Hussein.
  • 190. Paradoks Demokrasi: Lumuran Darah Tangan Barat di berbagai belahan dunia § Di dunia Islam, berbagai kasus semacam ini terlihat begitu mencolok, seperti dalam kasus Pakistan danTaliban. § Jika di masa Perang Dingin dan sampai tahun 1996, Pakistan adalah pendukung kuatTaliban, maka situasi itu berubah total setelah AS menetapkanTaliban sebagai musuhnya. § MengapaTaliban yang dulunya sahabat dan mendapat dukungan AS – juga Pakistan, Arab Saudi – kemudian dihabisi?
  • 191. Paradoks Demokrasi: Lumuran Darah Tangan Barat di berbagai belahan dunia § penindasan dan pemusnahan terhadap berbagai kelompok dan suku umat manusia: suku Indian, suku Inca, Aborigin, dll. § perdagangan budak trans-atlantik dari Afrika ke Barat. J.D. Fage, dalam bukunya, A History of Africa (1988), menyebutkan, bahwa dalam tempo 220 tahun (1650-1870), sekitar 10 juta manusia, dieksport sebagai budak dari Afrika ke ‘Dunia Baru’.
  • 192. Paradoks Demokrasi: Lumuran Darah Tangan Barat di berbagai belahan dunia § Bartolome de Las Casas (1474-1567), seorang pastor Dominican, menceritakan perilaku tentara Kristen Spanyol terhadap penduduk asli Amerika. Mereka membantai siapa saja yang ditemui, tanpa peduli wanita, anak-anak atau orang tua. Dan juga dibuat aturan, jika ada seorang Kristen terbunuh, maka sebagai balasannya, 100 orang Indian juga harus dibunuh. ú (The Christians, with their horses and swords and lances, began to slaughter and practice strange cruelties among them.They penetrated into the country and spared neither children nor the aged, nor pregnant women, nor those in childbirth, all of whom they ran through the body and lacerated, as though they were assaulting so many lambs herded into the sheepfold… and because sometimes, though rarely, the Indians killed a few Christians for just cause, they made a law among themselves that for one Christian whom the Indians might kill, the Christians should kill a hundred Indians).
  • 193. Paradoks Demokrasi: Lumuran Darah Tangan Barat di berbagai belahan dunia § Cerita-cerita kekejaman penjajah Kristen Barat terhadap umat manusia, khususnya umat Muslim, tentu terlalu banyak untuk disebutkan. Satu kisah yang jarang terbaca, misalnya, perlakuan Alfonso de Albuquerque terhadap penduduk berketurunan Arab saat menduduki Maluku. Satu laporan menyebutkan, pasukan de Albuquerque selalu memisahkan antara penduduk Arab dengan penduduk asli, setiap menaklukkan suatu kota. Mereka memotong tangan kaum laki-laki dan memotong hidung dan telinga kaum wanita yang berketurunan Arab. Lihat, Jackson J. Spielvogel, Western Civilization, (Belmont:Wadsworth, 2000), hal. 395.
  • 194. Paradoks Demokrasi: Lumuran Darah Tangan Barat di berbagai belahan dunia § Serangan Israel atas Gaza yang dimulai pada penghujung tahun 2008, telah menewaskan ribuan penduduk Palestina. Sebagian besarnya adalah wanita dan anak-anak. Atas nama demokrasi, serangan itu mendapat dukungan mayoritas rakyat Israel. § Sebagai negara demokrasi terbesar di dunia, AS pun tidak mempedulikan semua kecaman terhadap Israel dan mem-veto setiap upaya sanksi apa pun terhadap Israel.
  • 196. Pandangan Islam ttg. Demokrasi: Hizb al-Tahrir § Tahun 1990, HizbutTahrir mengeluarkan kitab karya Abdul Qadim Zallum, berjudul Ad-Dimuqrathiyah Nizham Kufr : Yahrumu Akhdzuha awTathbiquha aw Ad-Da'watu Ilaiha. (Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Demokrasi Sistem Kufur: Haram Mengambilnya, Menerapkannya, dan Mempropagandakannya, (Bogor : PustakaThariqul Izzah, 1994). Isinya a.l.: 1. Demokrasi yang dijajakan Barat adalah sistem kufur; sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam. 2. kaum muslimin haram mengambil dan menyebarluaskan demokrasi serta mendirikan partai-partai politik yang berasaskan demokrasi. § Abdul Qadim Zallum: "Kaum muslim wajib membuang demokrasi sejauh-jauhnya karena demokrasi adalah najis dan merupakan hukum thaghut."
  • 197. Pandangan Islam ttg. Demokrasi: Masyumi § Dalam pidatonya di Majlis Konstituante, tahun 1955, tokoh Masyumi M. Natsir mengecam keras sistem pemerintahan sekular dan juga pemerintahan teokratis: ”Teokrasi adalah satu sistem kenegaraan dimana pemerintahan dikuasai oleh satu priesthood (sistem kependetaan), yang mempunyai hirarki (tingkat bertingkat), dan menjalankan demikian itu sebagai wakilTuhan di dunia. Dalam Islam tidak dikenal priesthood semacam itu. Jadi negara yang berdasarkan Islam bukanlah satu teokrasi. Ia negara demokrasi. Ia bukan pula sekuler yang saya uraikan lebih dahulu. Ia adalah negara demokrasi Islam. Dan kalaulah saudara Ketua hendak memberi nama yang umum juga, maka barangkali negara yang berdasarkan Islam itu dapat disebut Theistic Democracy.” Mohammad Natsir, Agama dan Negara dalam Perspektif Islam, Media Dakwah, 2001), hal. 220
  • 198. Pandangan Islam ttg. Demokrasi: Masyumi § Masyumi juga menegaskan bahwa tujuan partai adalah menegakkan hukum Islam di Indonesia. Di Anggaran Dasar Partai Politik Islam Indonesia Masjumi ditegaskan: "Tujuan Partai ialah terlaksananya ajaran dan hukum Islam, di dalam kehidupan orang seorang, masyarakat dan negara Republik Indonesia, menuju keridhaan Ilahi." (Pasal III).
  • 199. Prof. TM Hasbi as-Shiddieqy Perbedaan Islam dgn Demokrasi: Pertama, dari segi konsep “rakyat”. Bagi demokrasi modern, rakyat dibatasi oleh batas- batas geografi yang hidup dalam suatu negara, anggota-anggotanya diikat oleh persamaan darah, jenis, bahasa, dan adat-istiadat. Ini berbeda dengan Islam. Umat Islam bukanlah diikat oleh kesatuan tempat, darah, dan bahasa. “Tetapi, yang pokok ialah kesatuan akidah. Segala orang yang menganut akidah Islam, dari jenis mana, warna apa, dan tanah air yang mana, maka dia itu seorang anggota di dalam negara Islam.”
  • 200. Prof. TM Hasbi as-Shiddieqy Perbedaan Islam dgn Demokrasi: Kedua, tujuan demokrasi Barat, baik yang modern, ataupun demokrasi kuno, adalah maksud keduniaan, atau tujuan material belaka.Tujuannya hanya mewujudkan kebahagiaan bangsa, yaitu menyuburkan kekayaan atau keagungan duniawi. Ini berbeda dengan tujuan kenegaraan dalam Islam, sebagaimana dirumuskan oleh Ibn Khaldun: “Imamah itu, adalah untuk mewujudkan kemaslahatan akhirat dan kemaslahatan dunia yang kembali kepada kemaslahatan akhirat, karena segala kemaslahatan dunia dalam pandangan syarak harus diiktibarkan dengan segala kemaslahatan akhirat.”