Dokumen tersebut membahas istilah dan konsep perikatan serta hukum perikatan menurut KUH Perdata, termasuk sumber hukum, pihak-pihak, syarat sah perjanjian, penggunaan bahasa Indonesia dalam kontrak, keberlakuan MoU dan LoI, serta pengertian akta otentik.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
1. ISTILAH DAN PENGERTIAN PERIKATAN
DAN HUKUM PERIKATAN
• Istilah ”perikatan” merupakan padanan dari istilah Bahasa Belanda
”Verbintenis”.
• Buku III KUH Perdata tidak memberikan pengertian perikatan.
• Mariam Darus Badrulzaman:
perikatan dimaknai sebagai ”hubungan (hukum) yang terjadi di antara dua
orang atau lebih, yang terletak di bidang harta kekayaan, dengan pihak yang
satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi tersebut”
• Hukum Perikatan dimaknai sebagai seperangkat aturan yang
memberikan pengaturan terhadap dilaksanakannya perikatan
2. SUMBER HUKUM PERIKATAN
• Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan ”Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik
karena perjanjian, baik karena undang-undang”.
• Defenisi dari perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang
berbunyi “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan yang terjadi antara
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau
lebih”.
PERIKATAN
Perjanjian UU
3. PARA PIHAK (SUBJEK PERIKATAN)
• Pihak yang berhak atas prestasi adalah pihak yang aktif, lazim disebut
sebagai kreditur atau yang berpiutang.
• Pihak yang pasif atau pihak yang wajib memenuhi prestasi disebut
dengan debitur atau yang berutang.
• Pihak dapat berupa orang ataupun badan hukum/badan usaha.
• Tentang debitur atau yang berutang disyaratkan harus selamanya
diketahui, karena seseorang tidaklah dapat menagih seorang lainnya jika
keberadaannya tidak diketahui ataupun tidak dikenal.
4. SYARAT SAH PERJANJIAN
• Diatur pada Ps. 1320 KUHPdt, terdiri dari:
1. Sepakat
2. Cakap
3. Suatu hal tertentu
4. Causa yang halal
• Poin1 dan 2 adalah syarat subjektif, yang apabila tidak dipenuhi maka
suatu perjanjian menjadi dapat dibatalkan.
• Poin 3 dan 4 adalah syarat objektif, yang apabila tidak dipenuhi maka
suatu perjanjian menjadi batal demi hukum.
5. SYARAT SAH PERJANJIAN
• Diatur pada Ps. 1320 KUHPdt, terdiri dari:
1. Sepakat
2. Cakap
3. Suatu hal tertentu
4. Causa yang halal
• Poin1 dan 2 adalah syarat subjektif, yang apabila tidak dipenuhi maka
suatu perjanjian menjadi dapat dibatalkan.
• Poin 3 dan 4 adalah syarat objektif, yang apabila tidak dipenuhi maka
suatu perjanjian menjadi batal demi hukum.
6. URGENSI PENGGUNAAN B. INDONESIA
DALAM KONTRAK
• Kewajiban penggunaan bahasa Indonesia pada perjanjian bisnis
tercantum pada Ps. 31 UU 24/2009 dan Ps. 26 ayat (1) Perpres 63/2019,
yang berbunyi
• “bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian
yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia,
lembaga swasta Indonesia, atau perseorangan warga negara Indonesia”.
• Penggunaan bahasa asing dan/atau bahasa Inggris dapat digunakan
dalam perjanjian bisnis dengan kondisi tertentu. Hal ini mengacu pada
pasal 26 ayat 2 Perpres 63/2019 yang menyatakan setiap perjanjian
bisnis yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional
pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.
7. KEBERLAKUAN PERJANJIAN, MoU, DAN
LoI
• LoI memiliki kemiripan dengan MoU, yakni penyataan maksud kepada pihak
lainnya akan sesuatu yang ditawarkannya atau dimilikinya.
• MoU / LoI merupakan produk hukum pada negara-negara yang menganut
sistem common law. Yang mana bukanlah sebuah kontrak atau perjanjian
resmi sehingga tidak dapat dipaksakan, jika diabaikan tidak akan
menimbulkan akibat hukum.
• Indonesia menganut sistem civil law yang tidak mengatur mekanisme
perihal MoU / LoI seperti pada sistem common law.
• Penggunaan MoU / LoI di Indonesia didasari oleh prinsip kebebasan
berkontrak. Namun jika suatu MoU / LoI mengatur hak dan kewajiban para
pihak akan menyebabkan MoU / LoI tersebut memenuhi Ps. 1320 dan
memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak.
8. KEBERLAKUAN PERJANJIAN, MoU, DAN
LoI
• Ciri atau unsur-unsur khas MoU, antara lain:
1. merupakan pendahuluan perikatan (landasan kepastian);
2. isi materinya hanya memuat hal yang pokok;
3. bersifat sementara atau memiliki tenggat waktu;
4. biasanya tidak dibuat secara formal serta tidak ada kewajiban untuk
dibuatnya kontrak atau perjanjian terperinci; dan
5. dibuat untuk menghindari kesulitan dalam pembatalan karena adanya
keraguan satu pihak kepada pihak lainnya.
9. AKTA OTENTIK
• Definisi akta otentik menurut Ps. 1868 KUH Perdata berbunyi:
• Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan
undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di
tempat akta dibuat.
• Akta-akta yang dibuat, walaupun ditandatangani oleh para pihak, namun
tidak memenuhi persyaratan Pasal 1868 KUHPerdata, tidak dapat
diperlakukan sebagai akta otentik, hanya mempunyai kekuatan sebagai
tulisan di bawah tangan (Pasal 1869 KUHPerdata).
• Ps. 1 angka 1 UU 2/2014 menyebutkan:
• Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini
atau berdasarkan undang-undang lainnya.
• Akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna