SlideShare a Scribd company logo
1 of 52
14
Bab 2 TINJAUAN KEBIJAKAN
DAN STANDAR PERENCANAAN
Beberapa kebijakan dan standar perencanaan yang harus dijadikan rujukan dan
pertimbangan dalam penyusunan Masterplan Kawasan Perkantoran dan DED
Gerbang Utama Kantor BPJN Bengkulu adalah:
a. Kebijakan tata ruang Kota Bengkulu, khususnya yang terkait dengan arahan
pengembangan infrastruktur, rencana pola ruang dan arahan pemanfaatan
ruang, wilayah Kota Bengkulu serta peraturan zonasi pada lokasi Kawasan
Perkantoran BPJN Bengkulu.
b. Standar-standar perencanaan yang umum digunakan, baik untuk kepentingan
perencanaan kawasan, pembangunan gedung dan penyediaan prasarana,
sarana dan utilitas.
2.1. KEBIJAKAN TATA RUANG
Berdasarkan informasi terakhir yang diperoleh, kebijakan penataan ruang
Kota Bengkulu masih mengacu kepada Perda Kota Bengkulu No. 14 Tahun
2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bengkulu Tahun
2012-2032. Walaupun pada saat ini sudah hasil Peninjauan Kembali RTRW
Kota Bengkulu Tahun 2012-2032, namun belum ditetapkn sebagai Perda
yang baru untuk mengganti Perda Kota Bengkulu No. 14 Tahun 2012.
2.1.1. Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kota
Sebagaimana dimuat dalam Perda Kota Bengkulu No. 14 Tahun 2012
tentang RTRW Kota Bengkulu Tahun 2012-2032, arahan pengembangan
infrastruktur wilayah Kota Bengkulu tergambar dari strategi yang dipilih untuk
mewujudkan pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah kota dan
peningkatan kualitas serta jangkauan pelayanan utilitas kota, yaitu:
a. Meningkatkan akses jaringan jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan
jalan lingkungan baik dalam sistem primer maupun sekunder;
b. Mengembangkan jalan lingkar Bengkulu Outer Ring Road (BORR);
c. Mengembangkan jalur kereta api untuk meningkatkan aksesibilitas pesisir
barat Pulau Sumatera;
d. Mengembangkan fungsi pelabuhan untuk meningkatkan aksesibilitas antar
provinsi;
15
e. Meningkatkan fungsi pelayanan bandar udara di sebelah selatan kota
untuk mendukung peran Kota sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW);
f. Mengembangkan sistem jaringan energi di bagian selatan kota;
g. Mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi pada wilayah yang
belum terlayani di bagian selatan kota;
h. Mengembangkan sistem jaringan sumber daya air di sebelah timur kota
dan di sebelah selatan kota; dan
i. Mengembangkan infrastruktur perkotaan secara merata di seluruh wilayah
kota.
Berdasarkan Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Bengkulu Tahun 2012-
2032, lokasi Kawasan Perkantoran BPJN Bengkulu berada pada Jalan Arteri
Primer ruas yang menghubungkan Air Sebakul – Pagar Dewa - Pulai Baai
atau ruas Jl. Ir. Rustandi Sugianto - Jl. RE. Martadinata di sebelah timur dan
Jalan Kolektor Primer ruas Jl. Citanduy di sebelah barat. Dengan kondisi
tersebut, maka perencanaan pengembangan kawasan perkantoran BPJN
Bengkulu harus dilakukan dengan cermat karena diapit oleh 2 ruas jan
dengan fungsi primer.
UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan menjelaskan bahwa jalan umum
dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas.
 Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem
jaringan jalan sekunder. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem
jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubung-
kan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
 Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan
kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Jalan arteri merupakan jalan
umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi
secara berdaya guna. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan
masuk dibatasi.
 Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional,
jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Jalan nasional
merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis
nasional, serta jalan tol. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam
16
sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi
dengan ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan
jalan strategis provinsi. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem
jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan
dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, meng-
hubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman
yang berada di dalam kota.
Keberadaan BPJN Bengkulu sesuai dengan Tugas BPJN sebagaimana diatur
dalam PUPR No. 16 Tahun 2020, adalah melaksanakan pemrograman,
perencanaan, pengadaan, pembangunan, preservasi dan pengendalian
penerapan norma, standar, pedoman dan kriteria bidang jalan dan jembatan
termasuk konektivitas jaringan jalan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Memperhatikan kedua kebijakan di atas, terlihat adanya korelasi antara
strategi pengembangan infrastruktur wilayah Kota Bengkulu (khususnya
infrastruktur transportasi jalan) dengan fungsi-fungsi harus dijalannkan oleh
BPJN Bengkulu. Untuk mendukung terwujudnya infrastruktur transportasi
jalan di Kota Bengkulu dan Provinsi Bengkulu secara keseluruhan dibutuhkan
kinerja BPJN Bengkulu yang optimal. Untuk mendapatkan kinerja yang
optimal, salah-satunya membutuhkan dukungan sarana perkantoran yang
memadai kapasitas dan kualitasnya.
2.1.2. Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota
Pemanfaatan ruang wilayah Kota Bengkulu Tahun 2012-2032 dapat dilihat
dari kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Kota Bengkulu maupun
dari rencana pola ruang wilayah dan arahan pemanfaatan ruang wilayah serta
ketentuan umum peraturan zonasi Kota Bengkulu.
Beberapa kebijakan penataan ruang wilayah Kota Bengkulu yang secara
langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap pengembangan
pengembangan kawasan perkantoran adalah:
 Kebijakan pengembangan dan pengelolaan kawasan budidaya yang akan
diwujudkan dengan strategi:
a. Menetapkan kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya
tampung lingkungan;
b. Mengembangkan kawasan budidaya sesuai karakteristik wilayah dan
perkembangan kawasan;
c. Mengembangkan kawasan pariwisata di bagian Barat Kota Bengkulu;
17
d. Mengembangkan kawasan pendidikan di bagian Utara Kota Bengkulu
untuk memantapkan peran Kota Bengkulu sebagai kota pendidikan ;
e. Mengembangkan kawasan perdagangan dan jasa di bagian tengah
Kota Bengkulu untuk meningkatkan pelayanan skala regional ;
f. Mendorong pengembangan secara vertikal pada kawasan dengan
kepadatan tinggi;
g. Menyediakan ruang untuk kegiatan sektor informal pada kawasan
perdagangan dan jasa di sebelah barat Kota Bengkulu; dan
h. Memperhatikan keterpaduan antar kegiatan kawasan budidaya.
 Kebijakan pengelolaan kawasan lindung untuk mendukung pembangunan
kota yang berkelanjutan yang akan diwujudkan dengan strategi:
a. Mempertahankan dan melestarikan kawasan yang berfungsi lindung
sesuai dengan kondisi ekosistemnya;
b. Mengembangkan RTH minimal 30% dari luas seluruh wilayah kota
secara proporsional;
c. Merevitaslisasi secara bertahap kawasan lindung yang telah berubah
fungsi dan/atau menurun akibat pengembangan kawasan budidaya;
d. Mempertahankan kawasan Cagar Alam yang terletak disebelah Timur
Kota Bengkulu; dan
e. Melindungi kawasan dan benda cagar budaya untuk kepentingan
sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan kepariwisataan.
 Kebijakan pengelolaan kawasan bencana yang akan diwujudkan dengan
strategi:
a. Mempertahankan luasan kawasan lindung sebagai upaya adaptasi dan
mitigasi bencana;
b. Membatasi pengembangan kawasan budidaya terbangun di kawasan
rawan bencana alam;
c. Mengembangkan jalur evakulasi yang menyebar di seluruh wilayah
kota;
d. Mengembangkan ruang evakuasi bencana di sebelah timur kota
sebagai titik berkumpul akhir;
e. Mengembangkan kawasan rawan bencana sebagai kawasan lindung;
dan
f. Melakukan mitigasi bencana pada kawasan rawan bencana.
Berdasarkan Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Bengkulu Tahun 2012-2032,
lokasi Kawasan Perkantoran BPJN Bengkulu pada peruntukkan lahan
sebagai kawasan perdagangan dan jasa.
18
Gambar: 2.1. Lokasi Kawasan Perkantoran BPJN Bengkulu
19
RTRW Kota Bengkulu Tahun 2012-2032 disusun dengan menggunakan
acuan Permen PU No. 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota. Saat sedang dilakukan Peninjauan
Kembali dan Revisi RTRW Kota Bengkulu Tahun 2012-2032. Acuan yang
digunakan sudah berganti menjadi Permen ATR/Ka.BPN No. 1 Tahun 2018
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi,
Kabupaten dan Kota. Selanjutnya, untuk mendetailkan RTRW Kota, perlu
disusun dan ditetapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan
Zonasi Kabupaten/Kota. Acuan yang digunakan untuk menyusun RDTR dan
Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota adalah Permen ATR/Ka.BPN No. 16
Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan
Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota.
Penjelasan di atas perlu disampaikan terkait dengan adanya perubahan-per-
ubahan nomenklatur dalam peraturan perundangundangan yang baru, antara
lain:
 Menurut Permen PU No. 17/PRT/M/2009, klasifikasi pola ruang wilayah
kota terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya, sebagai berikut:
1) Kawasan lindung, yang dapat terdiri atas:
a) hutan lindung;
b) kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya, yang meliputi kawasan bergambut dan kawasan
resapan air;
c) kawasan perlindungan setempat, yang meliputi sempadan pantai,
sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan
sekitar mata air;
d) ruang terbuka hijau (RTH) kota, yang antara lain meliputi taman RT,
taman RW, taman kota dan permakaman;
e) kawasan suaka alam dan cagar budaya;
f) kawasan rawan bencana alam, yang meliputi kawasan rawan tanah
longsor, kawasan rawan gelombang pasang dan kawasan rawan
banjir; dan
g) kawasan lindung lainnya.
2) Kawasan budi daya, yang terdiri atas:
a) kawasan perumahan yang dapat dirinci, meliputi perumahan
dengan kepadatan tinggi, perumahan dengan kepadatan sedang,
dan perumahan dengan kepadatan rendah;
b) kawasan perdagangan dan jasa, yang diantaranya terdiri atas
pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern;
20
c) kawasan perkantoran yang diantaranya terdiri atas perkantoran
pemerintahan dan perkantoran swasta;
d) kawasan industri, yang meliputi industri rumah tangga/kecil dan
industri ringan;
e) kawasan pariwisata, yang diantaranya terdiri atas pariwisata
budaya, pariwisata alam, dan pariwisata buatan;
f) kawasan ruang terbuka non hijau;
g) kawasan ruang evakuasi bencana meliputi ruang terbuka atau
ruang-ruang lainnya yang dapat berubah fungsi menjadi melting
point ketika bencana terjadi;
h) kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor informal; dan
i) kawasan peruntukan lainnya, meliputi antara lain: pertanian,
pertambangan (disertai persyaratan yang ketat untuk pelaksanaan
penambangannya), pelayanan umum (pendidikan, kesehatan,
peribadatan, serta keamanan dan keselamatan), militer, dan lain-
lain sesuai dengan peran dan fungsi kota.
 Menurut Permen ATR/Ka.BPN No. 1/2018, rencana pola ruang wilayah
kota, terdiri atas:
a. Kawasan peruntukan lindung, dapat terdiri atas:
1) kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya, meliputi:
a) kawasan hutan lindung;
b) kawasan lindung gambut; dan/atau
c) kawasan resapan air.
2) kawasan perlindungan setempat, meliputi:
a) sempadan pantai
b) sempadan sungai
c) kawasan sekitar danau atau waduk; dan/atau
d) kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal.
3) kawasan konservasi, meliputi:
a) kawasan suaka alam (KSA), dapat meliputi:
(1) cagar alam dan cagar alam laut; dan/atau
(2) suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut.
b) kawasan pelestarian alam (KPA), dapat meliputi:
(1) taman nasional;
(2) taman hutan raya; dan/atau
(3) taman wisata alam dan taman wisata alam laut.
c) kawasan taman buru; dan/atau
21
d) kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,
dapat meliputi:
(1) kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil, yang
dapat meliputi:
(a) suaka pesisir;
(b) suaka pulau kecil;
(c) taman pesisir; dan/atau
(d) taman pulau kecil.
(2) kawasan konservasi maritim, yang dapat meliputi:
(a) daerah perlindungan adat maritim; dan/atau
(b) daerah perlindungan budaya maritim.
(3) kawasan konservasi perairan.
4) kawasan lindung geologi, meliputi:
a) kawasan cagar alam geologi, dapat meliputi:
(1) kawasan keunikan batuan dan fosil;
(2) kawasan keunikan bentang alam; dan/atau
(3) kawasan keunikan proses geologi.
b) kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah,
dapat meliputi:
(1) kawasan imbuhan air tanah; dan/atau
(2) sempadan mata air.
5) kawasan rawan bencana yang tingkat kerawanan dan probabilitas
ancaman atau dampak paling tinggi, meliputi:
a) kawasan rawan bencana gerakan tanah (termasuk tanah
longsor);
b) kawasan rawan bencana letusan gunung api; dan/atau
c) sempadan patahan aktif (active fault) pada kawasan rawan
bencana gempa bumi.
6) kawasan cagar budaya;
7) kawasan ekosistem mangrove; dan/atau
8) ruang terbuka hijau RTH kota, minimal 30% (20% publik dan 10%
privat) yang antara lain meliputi taman RT, taman RW, taman
kelurahan, taman kecamatan, taman kota, hutan kota, pemakaman,
dan lain-lain.
b. Kawasan peruntukan budi daya, dapat terdiri atas:
1) Kawasan hutan produksi, meliputi:
a) kawasan hutan produksi terbatas;
b) kawasan hutan produksi tetap; dan/atau
c) kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
22
2) kawasan pertanian, meliputi:
a) kawasan tanaman pangan,
b) kawasan hortikultura;
c) kawasan perkebunan; dan/atau
d) kawasan peternakan, yang dapat dilengkapi dengan kawasan
penggembalaan umum.
3) kawasan pertambangan dan energi, meliputi:
a) kawasan pertambangan mineral, dapat meliputi:
(1) kawasan pertambangan mineral radioaktif
(2) kawasan pertambangan mineral logam;
(3) kawasan pertambangan mineral bukan logam; dan/atau
(4) kawasan peruntukan pertambangan batuan.
b) kawasan pertambangan batubara;
c) kawasan pertambangan minyak dan gas bumi;
d) kawasan panas bumi; dan/atau
e) kawasan pembangkitan tenaga listrik.
4) kawasan perikanan, meliputi:
a) kawasan perikanan tangkap; dan/atau
b) kawasan perikanan budi daya.
5) kawasan peruntukan industri, meliputi:
a) kawasan industri; dan/atau
b) sentra industri kecil dan menengah.
6) kawasan pariwisata
7) kawasan permukiman, meliputi:
a) kawasan perumahan;
b) kawasan perdagangan dan jasa;
c) kawasan perkantoran;
d) kawasan peribadatan;
e) kawasan pendidikan;
f) kawasan kesehatan;
g) kawasan olahraga;
h) kawasan transportasi;
i) kawasan sumber daya air;
j) kawasan ruang terbuka non hijau;
k) tempat evakuasi bencana; dan/atau
l) kawasan sektor informal.
8) kawasan hutan rakyat.
23
9) kawasan pertahanan dan keamanan.
 Menurut Permen ATR/Ka.BPN No. 18/2018, pendetailan rencana pola
ruang RDTR terdiri atas:
a. Zona lindung yang meliputi:
1) zona hutan lindung (HL);
2) zona yang memberikan perlindungan terhadap zona dibawahnya
(PB) yang meliputi:
a) zona lindung gambut (LG); dan/atau
b) zona resapan air (RA).
3) zona perlindungan setempat (PS) yang meliputi:
a) zona sempadan pantai (SP);
b) zona sempadan sungai (SS);
c) zona sekitar danau atau waduk (DW) termasuk situ dan
embung; dan/atau
d) zona sekitar mata air (MA).
4) zona RTH kota (RTH) yang meliputi:
a) hutan kota (RTH-1);
b) taman kota (RTH-2);
c) taman kecamatan (RTH-3);
d) taman kelurahan (RTH-4);
e) taman RW (RTH-5);
f) taman RT (RTH-6); dan/atau
g) pemakaman (RTH-7).
5) zona konservasi (KS) yang meliputi:
a) cagar alam (KS-1);
b) suaka margasatwa (KS-2);
c) taman nasional (KS-3);
d) taman hutan raya (KS-4); dan/atau
e) taman wisata alam (KS-5).
6) zona lindung lainnya.
b. Zona budi daya yang meliputi:
1) zona perumahan (R), yang dapat dirinci ke dalam zona perumahan
berdasarkan tingkat kepadatan bangunan dan/atau tingkat kemam-
puan/keterjangkauan kepemilikan rumah.
a) berdasarkan tingkat kepadatan bangunan: kepadatan
sangat tinggi (R-1), tinggi (R-2), sedang (R-3), rendah (R-4),
dan sangat rendah (R-5); atau
b) berdasarkan tingkat kemampuan/keterjangkauan
24
kepemilikan rurnah: 1U1I1al1 mewah (Rm), rumah menengah
(Rh), rumah sederhana (Rs), dan rumah sangat sederhana
(Ra).
2) zona perdagangan dan jasa (K), yang meliputi:
a) perdagangan danjasa skala kota (K-1);
b) perdagangan danjasa skala BWP (K-2); dan/atau
c) perdagangan danjasa skala sub BWP (K-3).
3) zona perkantoran (KT);
4) zona sarana pelayanan umum (SPU), yang meliputi:
a) sarana pelayanan umum skala kota (SPU-1);
b) sarana pelayanan umum skala kecamatan (SPU-2);
c) sarana pelayanan umum skala kelurahan (SPU-3);dan/atau
d) sarana pelayanan umum skala RW (SPU-4).
5) zona industri (I), yang meliputi:
a) kawasan industri (KI); dan/atau
b) sentra industri kecil menengah (SIKM).
6) zona lainnya, yang dapat berupa pertanian, pertambangan, ruang
terbuka non hijau, sektor informal, pergudangan, pertahanan dan
keamanan, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA), pengembangan nuklir, pembangkit listrik,
dan/atau pariwisata. Pengkodean zona dan subzona lainnya diatur
sendiri oleh masing-masing daerah sesuai dengan kebutuhan.
7) zona campuran (C), yang meliputi perumahan dan perdagangan/
jasa, perumahan dan perkantoran, perdagangan/jasa dan per-
kantoran.
Penggunaan kategori zona campuran di dalam rencana zonasi
bertujuan untuk mendorong pertumbuhan suatu bagian kawasan
perkotaan agar menjadi satu fungsi ruang tertentu.Kategori zona
campuran juga dapat digunakan untuk mengakomodasi adanya
suatu bagian kawasan perkotaan yang memiliki lebih dari satu
fungsi ruang, yang harmonis namun tidak dapat secara utuh
dikategorikan ke clalam salah satu zona.
Penggunaan kategori zona campuran harus didukung oleh:
a) Adanya batas zona yang jelas yang dapat membatasi perluasan
fungsi campuran lebih lanjut; dan
b) Harus ada upaya untuk mendorong perkembangan fungsi
campuran menuju ke satu zona peruntukan tertentu.
25
2.2. STANDAR PERENCANAAN
Beberapa peraturan perundang-undangan harus dijadikan sebagai acuan
dalam perencanaan kawasan perkantoran BPJN Bengkulu, baik berupa
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan
Menteri maupun Peraturan Daerah Kota Bengkulu. Tujuannya adalah untuk
menghasilkan produk perencanaan yang sejalan dengan peraturan per-
undang-undangan yang berlaku.
2.2.1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Beberapa muatan UU No. 28 Tahun 2002 yang perlu dipahami dalam proses
penyusunan Masterplan Kawasan Perkantoran BPJN Bengkulu dapat
diuraikan pada bagian berikut;
A. Fungsi Bangunan Gedung
 Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha,
sosial dan budaya, serta fungsi khusus.
 Bangunan gedung fungsi hunian, meliputi bangunan untuk rumah
tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal
sementara.
 Bangunan gedung fungsi keagamaan, meliputi masjid, gereja, pura,
wihara, dan kelenteng.
 Bangunan gedung fungsi usaha, meliputi bangunan gedung untuk
perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan
rekreasi, terminal, dan penyimpanan.
 Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan
gedung untuk pendidikan, kebudayaan, pelayanan kesehatan,
laboratorium, dan pelayanan umum.
 Bangunan gedung fungsi khusus, meliputi bangunan gedung untuk
reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan, dan bangunan
sejenis yang diputuskan oleh Menteri.
 Satu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi.
 Fungsi bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang
diatur dalam Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten/Kota.
 Fungsi bangunan gedung ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dan
dicantumkan dalam Izin Mendirikan Bangunan.
 Perubahan fungsi bangunan gedung yang telah ditetapkan, harus
mendapatkan persetujuan dan penetapan kembali oleh Pemerintah
Daerah.
26
B. Persyaratan Bangunan Gedung
1) Umum
 Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan adminis-
tratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan
gedung.
 Persyaratan administratif bangunan gedung, meliputi persyaratan
status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan
izin mendirikan bangunan.
 Persyaratan teknis bangunan gedung, meliputi persyaratan tata
bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.
 Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air
untuk bangunan gedung harus memiliki izin penggunaan sesuai
ketentuan yang berlaku.
 Persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung adat,
bangunan gedung semi permanen, bangunan gedung darurat, dan
bangunan gedung yang dibangun pada daerah lokasi bencana
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai kondisi sosial dan
budaya setempat.
2) Persyaratan Administratif Bangunan Gedung
 Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan adminis-
tratif yang meliputi:
a) status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari peme-
gang hak atas tanah;
b) status kepemilikan bangunan gedung; dan
c) izin mendirikan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
 Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung
atau bagian bangunan gedung.
 Pemerintah Daerah wajib mendata bangunan gedung untuk
keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan.
3) Persyaratan Tata Bangunan
 Umum
a) Persyaratan tata bangunan, meliputi persyaratan peruntukan
dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung,
dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan.
b) Persyaratan tata bangunan ditetapkan lebih lanjut dalam
rencana tata bangunan dan lingkungan oleh Pemerintah
Daerah.
27
 Persyaratan Peruntukan dan Intensitas Bangunan Gedung
a) Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung,
meliputi persyaratan peruntukan lokasi, kepadatan, ketinggian,
dan jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk lokasi
yang bersangkutan.
b) Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung,
meliputi persyaratan peruntukan lokasi, kepadatan, ketinggian,
dan jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk lokasi
yang bersangkutan.
c) Pemerintah Daerah wajib menyediakan dan memberikan
informasi secara terbuka tentang persyaratan peruntukan dan
intensitas bangunan gedung bagi masyarakat yang
memerlukannya.
d) Persyaratan peruntukan lokasi dilaksanakan berdasarkan
ketentuan tentang tata ruang.
e) Bangunan gedung yang dibangun di atas, dan/atau di bawah
tanah, air, dan/atau prasarana dan sarana umum tidak boleh
mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung
kawasan, dan/atau fungsi prasarana dan sarana umum yang
bersangkutan.
f) Persyaratan kepadatan dan ketinggian bangunan, meliputi
koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan
ketinggian bangunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
untuk lokasi yang bersangkutan.
g) Persyaratan jumlah lantai maksimum bangunan gedung atau
bagian bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan
tanah harus mempertimbangkan keamanan, kesehatan, dan
daya dukung lingkungan yang dipersyaratkan.
h) Bangunan gedung tidak boleh melebihi ketentuan maksimum
kepadatan dan ketinggian yang ditetapkan pada lokasi yang
bersangkutan.
i) Persyaratan jarak bebas bangunan gedung, meliputi:
 garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi
sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan
tegangan tinggi;
 jarak antara bangunan gedung dengan batas-batas persil,
dan jarak antara as jalan dan pagar halaman yang diizinkan
pada lokasi yang bersangkutan.
j) Persyaratan jarak bebas bangunan gedung atau bagian
bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah
harus mempertimbangkan batas-batas lokasi, keamanan, dan
28
tidak mengganggu fungsi utilitas kota, serta pelaksanaan
pembangunannya.
k) Pemerintah Daerah wajib menyediakan dan memberikan
informasi secara terbuka tentang persyaratan peruntukan dan
intensitas bangunan gedung bagi masyarakat yang memerlu-
kannya.
 Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung
a) Persyaratan arsitektur bangunan gedung, meliputi persyaratan
penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam, keseim-
bangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan
lingkungannya, serta pertimbangan adanya keseimbangan
antara nilai-nilai sosial budaya setempat terhadap penerapan
berbagai perkembangan arsitektur dan rekayasa.
b) Persyaratan penampilan bangunan gedung harus memper-
hatikan bentuk dan karakteristik arsitektur dan lingkungan yang
ada di sekitarnya.
c) Persyaratan tata ruang dalam bangunan harus memperhatikan
fungsi ruang, arsitektur bangunan gedung, dan keandalan
bangunan gedung.
d) Persyaratan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
bangunan gedung dengan lingkungannya harus mempertim-
bangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang
terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan
lingkungannya.
 Persyaratan Pengendalian Dampak Lingkungan
Penerapan persyaratan pengendalian dampak lingkungan hanya
berlaku bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak
penting terhadap lingkungan.
4) Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung
 Umum
a) Persyaratan keandalan bangunan gedung, meliputi persyaratan
keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
b) Persyaratan keandalan bangunan gedung ditetapkan ber-
dasarkan fungsi bangunan gedung.
 Persyaratan Keselamatan
a) Persyaratan keselamatan bangunan gedung, meliputi per-
syaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung
beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam
mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya
petir.
29
b) Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung
beban muatannya merupakan kemampuan struktur bangunan
gedung yang stabil dan kukuh dalam mendukung beban
muatan.
c) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah
dan menanggulangi bahaya kebakaran merupakan kemampuan
bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap
bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif dan/atau
proteksi aktif.
d) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah
bahaya petir merupakan kemampuan bangunan gedung untuk
melakukan pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem
penangkal petir.
 Persyaratan Kesehatan
a) Persyaratan kesehatan bangunan gedung, meliputi persyaratan
sistem penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan
bahan bangunan gedung.
b) Sistem penghawaan merupakan kebutuhan sirkulasi dan per-
tukaran udara yang harus disediakan pada bangunan gedung
melalui bukaan dan/atau ventilasi alami dan/atau ventilasi
buatan.
c) Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pen-
didikan, dan bangunan pelayanan umum lainnya harus mem-
punyai bahan untuk ventilasi alami.
d) Sistem pencahayaan merupakan kebutuhan pencahayaan yang
harus disediakan pada bangunan gedung melalui pencahayaan
alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan
darurat.
e) Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pen-
didikan, dan bangunan pelayanan umum lainnya harus
mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami.
f) Sistem sanitasi merupakan kebutuhan sanitasi yang harus
disediakan di dalam dan di luar bangunan gedung untuk
memenuhi kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor dan/atau
air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.
g) Sistem sanitasi pada bangunan gedung dan lingkungannya
harus dipasang sehingga mudah dalam pengoperasian dan
pemeliharaannya, tidak membahayakan serta tidak meng-
ganggu lingkungan.
h) Penggunaan bahan bangunan gedung harus aman bagi
kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan.
30
 Persyaratan Kenyamanan
a) Persyaratan kenyamanan bangunan gedung, meliputi
kenyamanan ruang gerak dan hubungan antarruang, kondisi
udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan
tingkat kebisingan.
b) Kenyamanan ruang gerak merupakan tingkat kenyamanan yang
diperoleh dari dimensi ruang dan tata letak ruang yang
memberikan kenyamanan bergerak dalam ruangan.
c) Kenyamanan hubungan antarruang merupakan tingkat
kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang dan sirkulasi
antarruang dalam bangunan gedung untuk terselenggaranya
fungsi bangunan gedung.
d) Kenyamanan kondisi udara dalam ruang merupakan tingkat
kenyamanan yang diperoleh dari temperatur dan kelembaban di
dalam ruang untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
e) Kenyamanan pandangan merupakan kondisi dimana hak pribadi
orang dalam melaksanakan kegiatan di dalam bangunan
gedungnya tidak terganggu dari bangunan gedung lain di
sekitarnya.
f) Kenyamanan tingkat getaran dan kebisingan merupakan tingkat
kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaan yang tidak
mengakibatkan pengguna dan fungsi bangunan gedung
terganggu oleh getaran dan/atau kebisingan yang timbul baik
dari dalam bangunan gedung maupun lingkungannya.
 Persyaratan Kemudahan
a) Persyaratan kemudahan, meliputi kemudahan hubungan ke,
dari, dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan
prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung.
b) Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung,
meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah,
aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut
usia.
c) Kelengkapan prasarana dan sarana pada bangunan gedung
untuk kepentingan umum meliputi penyediaan fasilitas yang
cukup untuk ruang ibadah, ruang ganti, ruangan bayi, toilet,
tempat parkir, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan
informasi.
d) Kemudahan hubungan horizontal antarruang dalam bangunan
gedung merupakan keharusan bangunan gedung untuk
menyediakan pintu dan/atau koridor antar ruang.
31
e) Penyediaan mengenai jumlah, ukuran dan konstruksi teknis
pintu dan koridor disesuaikan dengan fungsi ruang bangunan
gedung.
f) Kemudahan hubungan vertikal dalam bangunan gedung,
termasuk sarana transportasi vertikal berupa penyediaan
tangga, ramp, dan sejenisnya serta lift dan/atau tangga berjalan
dalam bangunan gedung.
g) Bangunan gedung yang bertingkat harus menyediakan tangga
yang menghubungkan lantai yang satu dengan yang lainnya
dengan mempertimbangkan kemudahan, keamanan, kese-
lamatan, dan kesehatan pengguna.
h) Bangunan gedung untuk parkir harus menyediakan ram dengan
kemiringan tertentu dan/atau sarana akses vertikal lainnya
dengan mempertimbangkan kemudahan dan keamanan
pengguna sesuai standar teknis yang berlaku.
i) Bangunan gedung dengan jumlah lantai lebih dari 5 (lima) harus
dilengkapi dengan sarana transportasi vertikal (lift) yang
dipasang sesuai dengan kebutuhan dan fungsi bangunan
gedung.
j) Akses evakuasi dalam keadaan darurat harus disediakan di
dalam bangunan gedung meliputi sistem peringatan bahaya
bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi apabila
terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana lainnya, kecuali
rumah tinggal.
k) Penyediaan akses evakuasi harus dapat dicapai dengan mudah
dan dilengkapi dengan penunjuk arah yang jelas.
l) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat
dan lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan
gedung, kecuali rumah tinggal.
m) Fasilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia, termasuk
penyediaan fasilitas aksesibilitas dan fasilitas lainnya dalam
bangunan gedung dan lingkungannya.
n) Kelengkapan prasarana dan sarana merupakan keharusan bagi
semua bangunan gedung untuk kepentingan umum.
C. Penyelenggaraan Bangunan Gedung
1) Pembangunan Bangunan Gedung
 Pembangunan bangunan gedung diselenggarakan melalui tahapan
perencanaan dan pelaksanaan beserta pengawasannya.
 Pembangunan bangunan gedung dapat dilakukan baik di tanah
milik sendiri maupun di tanah milik pihak lain.
32
 Pembangunan bangunan gedung di atas tanah milik pihak lain
dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemilik tanah dan
pemilik bangunan gedung.
 Pembangunan bangunan gedung dapat dilaksanakan setelah
rencana teknis bangunan gedung disetujui oleh Pemerintah Daerah
dalam bentuk izin mendirikan bangunan, kecuali bangunan gedung
fungsi khusus.
 Pengesahan rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan
umum ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setelah mendapat
pertimbangan teknis dari tim ahli.
 Pengesahan rencana teknis bangunan gedung fungsi khusus
ditetapkan oleh pemerintah setelah mendapat pertimbangan teknis
tim ahli.
 Keanggotaan tim ahli bangunan gedung bersifat ad hoc terdiri atas
para ahli yang diperlukan sesuai dengan kompleksitas bangunan
gedung.
2) Pemanfaatan Bangunan Gedung
 Pemanfaatan bangunan gedung dilakukan oleh pemilik atau
pengguna bangunan gedung setelah bangunan gedung tersebut
dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi.
 Bangunan gedung dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi
apabila telah memenuhi persyaratan teknis.
 Pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala pada
bangunan gedung harus dilakukan agar tetap memenuhi
persyaratan laik fungsi.
3) Pelestarian Bangunan Gedung
 Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai
cagar budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus
dilindungi dan dilestarikan.
 Penetapan bangunan gedung dan lingkungannya yang dilindungi
dan dilestarikan dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan/atau
Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan perundang-
undangan.
 Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta
pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya
dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter
cagar budaya yang dikandungnya.
 Perbaikan, pemugaran, dan pemanfaatan bangunan gedung dan
lingkungan cagar budaya yang dilakukan menyalahi ketentuan
fungsi dan/atau karakter cagar budaya, harus dikembalikan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
33
4) Pembongkaran Bangunan Gedung
 Bangunan gedung dapat dibongkar apabila :
a) tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki;
b) dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan
gedung dan/atau lingkungannya;
c) tidak memiliki izin mendirikan bangunan.
 Bangunan gedung yang dapat dibongkar ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah berdasarkan hasil pengkajian teknis.
 Pengkajian teknis bangunan gedung, kecuali untuk rumah tinggal,
dilakukan oleh pengkaji teknis dan pengadaannya menjadi
kewajiban pemilik bangunan gedung.
 Pembongkaran bangunan gedung yang mempunyai dampak luas
terhadap keselamatan umum dan lingkungan harus dilaksanakan
berdasarkan rencana teknis pembongkaran yang telah disetujui
oleh Pemerintah Daerah.
5) Hak dan Kewajiban Pemilik dan Pengguna Bangunan Gedung
 Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik bangunan
gedung mempunyai hak:
a) mendapatkan pengesahan dari Pemerintah Daerah atas
rencana teknis bangunan gedung yang telah memenuhi
persyaratan;
b) melaksanakan pembangunan bangunan gedung sesuai dengan
perizinan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah;
c) mendapatkan surat ketetapan bangunan gedung dan/atau
lingkungan yang dilindungi dan dilestarikan dari Pemerintah
Daerah;
d) mendapatkan insentif sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dari Pemerintah Daerah karena bangunannya
ditetapkan sebagai bangunan yang harus dilindungi dan
dilestarikan;
e) mengubah fungsi bangunan setelah mendapat izin tertulis dari
Pemerintah Daerah;
f) mendapatkan ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan apabila bangunannya dibongkar oleh Pemerintah
Daerah atau pihak lain yang bukan diakibatkan oleh
kesalahannya.
 Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik bangunan
gedung mempunyai kewajiban:
a) menyediakan rencana teknis bangunan gedung yang memenuhi
persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan fungsinya;
34
b) memiliki izin mendirikan bangunan (IMB);
c) melaksanakan pembangunan bangunan gedung sesuai dengan
rencana teknis yang telah disahkan dan dilakukan dalam batas
waktu berlakunya izin mendirikan bangunan;
d) meminta pengesahan dari Pemerintah Daerah atas perubahan
rencana teknis bangunan gedung yang terjadi pada tahap
pelaksanaan bangunan.
 Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik dan pengguna
bangunan gedung mempunyai hak:
a) mengetahui tata cara/proses penyelenggaraan bangunan
gedung
b) mendapatkan keterangan tentang peruntukan lokasi dan inten-
sitas bangunan pada lokasi dan/atau ruang tempat bangunan
akan dibangun;
c) mendapatkan keterangan tentang ketentuan persyaratan
keandalan bangunan gedung;
d) mendapatkan keterangan tentang ketentuan bangunan gedung
yang laik fungsi;
e) mendapatkan keterangan tentang bangunan gedung dan/atau
lingkungan yang harus dilindungi dan dilestarikan.
 Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik dan pengguna
bangunan gedung mempunyai kewajiban:
a) memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsinya;
b) memelihara dan/atau merawat bangunan gedung secara ber-
kala;
c) melengkapi pedoman/petunjuk pelaksanaan pemanfaatan dan
pemeliharaan bangunan gedung;
d) melaksanakan pemeriksaan secara berkala atas kelaikan fungsi
bangunan gedung.
e) memperbaiki bangunan gedung yang telah ditetapkan tidak laik
fungsi;
f) membongkar bangunan gedung yang telah ditetapkan tidak laik
fungsi dan tidak dapat diperbaiki, dapat menimbulkan bahaya
dalam pemanfaatannya, atau tidak memiliki izin mendirikan
bangunan, dengan tidak mengganggu keselamatan dan keter-
tiban umum.
35
2.2.2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung
Seiring dengan dinamika pembangunan yang terjadi dan peraturan
pelaksanaan UU No.28 Tahun 2002 telah lama disusun (PP No. 36 Tahun
2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 202 tentang
Bangunan Gedung), maka pada tahun 2021 ditetapkan Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Peraturan Pemerintah ini
bertujuan untuk mewujudkan Penyelenggaraan Bangunan Gedung yang tertib
baik secara administratif maupun secara teknis, agar terwujud Bangunan
Gedung yang fungsional, andal, yang menjamin keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan pengguna, serta serasi dan selaras dengan
lingkungannya.
PP No. 16/2021 ini mengatur ketentuan pelaksanaan tentang fungsi
Bangunan Gedung, persyaratan Bangunan Gedung, Penyelenggaraan
Bangunan Gedung, peran masyarakat dalam Penyelenggaraan Bangunan
Gedung, dan pembinaan dalam Penyelenggaraan Bangunan Gedung.
Pengaturan fungsi Bangunan Gedung dalam PP No. 16/2021 ini dimaksudkan
agar Bangunan Gedung yang akan didirikan dari awal telah ditetapkan
fungsinya, sehingga masyarakat yang akan mendirikan Bangunan Gedung
dapat memenuhi Standar Teknis Bangunan Gedungnya dengan efektif dan
efisien, sehingga apabila bermaksud mengubah fungsi yang ditetapkan harus
diikuti dengan perubahan Standar Teknis. Di samping itu, agar pemenuhan
persyaratan teknis setiap fungsi Bangunan Gedung lebih efektif dan efisien,
fungsi Bangunan Gedung tersebut diklasifikasikan berdasarkan tingkat
kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat risiko bahaya kebakaran, lokasi,
ketinggian, kepemilikan, dan/atau klas bangunan.
Pengaturan persyaratan administratif Bangunan Gedung dalam PP No.
16/2021 ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui lebih rinci persyaratan
administratif yang diperlukan untuk mendirikan Bangunan Gedung, baik dari
segi kejelasan status tanahnya, kejelasan status kepemilikan Bangunan
Gedungnya, maupun kepastian hukum bahwa Bangunan Gedung yang
didirikan telah memperoleh persetujuan dari Pemerintah Daerah dalam
bentuk Bangunan Gedung.
Kejelasan hak atas tanah adalah persyaratan mutlak dalam mendirikan
Bangunan Gedung, meskipun dalam PP No. 16/2021 ini dimungkinkan
36
adanya Bangunan Gedung yang didirikan di atas tanah milik orang/pihak lain
dengan perjanjian. Dengan demikian kepemilikan Bangunan Gedung dapat
berbeda dengan kepemilikan tanah, sehingga perlu adanya pengaturan yang
jelas dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang
kepemilikan tanah.
Bagi Pemerintah Daerah sendiri, dengan diketahuinya persyaratan adminis-
tratif Bangunan Gedung oleh Masyarakat luas, khususnya yang akan men-
dirikan atau memanfaatkan Bangunan Gedung, menjadi suatu kemudahan
dan sekaligus tantangan dalam penyelenggaraan tata pemerintahan yang
baik.
Pelayanan pemrosesan dan pemberian izin Bangunan Gedung yang
transparan, adil, tertib hukum, partisipatif, tanggap, akuntabel, efisien dan
efektif, serta profesional, merupakan wujud pelayanan prima yang harus
diberikan oleh Pemerintah Daerah.
Pengaturan persyaratan teknis dalam PP No. 16/2021 ini mengatur lebih
lanjut persyaratan teknis tata bangunan dan keandalan Bangunan Gedung,
agar masyarakat dalam mendirikan Bangunan Gedung mengetahui secara
jelas persyaratan-persyaratan teknis yang harus dipenuhi sehingga Bangunan
Gedungnya dapat menjamin keselamatan pengguna dan lingkungannya,
dapat ditempati secara aman, sehat, nyaman, dan aksesibel, sehingga secara
keseluruhan dapat memberikan jaminan terwujudnya Bangunan Gedung yang
fungsional, layak huni, berjati diri, dan produktif, serta serasi dan selaras
dengan lingkungannya.
Dengan dipenuhinya persyaratan teknis Bangunan Gedung sesuai fungsi dan
klasifikasinya, maka diharapkan kegagalan konstruksi maupun kegagalan
Bangunan Gedung dapat dihindari, sehingga pengguna bangunan dapat
hidup lebih tenang dan sehat, rohaniah dan jasmaniah yang akhirnya dapat
lebih baik dalam berkeluarga, bekerja, bermasyarakat, dan bernegara.
Pengaturan Bangunan Gedung dilandasi oleh asas kemanfaatan, kese-
lamatan, keseimbangan, keserasian Bangunan Gedung, dan lingkungannya
bagi masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan. Oleh karena itu,
masyarakat diupayakan untuk terlibat dan berperan aktif, positif, konstruktif,
dan bersinergi bukan hanya dalam rangka pembangunan dan Pemanfaatan
Bangunan Gedung untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi juga dalam
meningkatkan pemenuhan persyaratan Bangunan Gedung dan tertib
Penyelenggaraan Bangunan Gedung pada umumnya.
37
Pelaksanaan peran masyarakat yang diatur dalam PP No. 16/2021 ini juga
tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang organisasi
kemasyarakatan, sedangkan pelaksanaan gugatan perwakilan yang merupa-
kan salah-satu bentuk peran masyarakat dalam Penyelenggaraan Bangunan
Gedung juga mengacu pada peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan gugatan perwakilan.
Pengaturan peran masyarakat dimaksudkan untuk mendorong tercapainya
tujuan Penyelenggaraan Bangunan Gedung yang tertib, fungsional, andal,
dapat menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan, kemudahan bagi
Pengguna dan Masyarakat di sekitarnya, serta serasi dan selaras dengan
lingkungannya.
PP No. 16/2021 ini mengatur hal-hal yang bersifat pokok dan normatif
mengenai Penyelenggaraan Bangunan Gedung sedangkan ketentuan
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-
undangan lain seperti Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, standardisasi
nasional, maupun Peraturan Daerah dengan tetap mempertimbangkan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan
pelaksanaan PP No. 16/2021 ini.
2.2.3. Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2011 tentang Pembangunan
Bangunan Gedung Negara
Bangunan gedung negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas
yang menjadi barang milik negara/daerah dan diadakan dengan sumber
pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau APBD, atau perolehan
lainnya yang sah. Bangunan gedung negara merupakan barang milik
negara/daerah untuk keperluan dinas sebagai tempat berlangsungnya
kegiatan aparatur pemerintah sehingga harus fungsional dan memenuhi
keselamatan bangunan
Pembangunan bangunan gedung negara adalah kegiatan mendirikan
bangunan gedung negara yang diselenggarakan melalui tahap perencanaan
teknis, pelaksanaan konstruksi, dan pengawasannya, baik merupakan
pembangunan baru, perawatan bangunan gedung, maupun perluasan
bangunan gedung yang sudah ada, dan/atau lanjutan pembangunan
bangunan gedung.
Pembangunan bangunan gedung negara sebagai bagian dari proses
penyelenggaraan bangunan gedung negara harus dilaksanakan secara tertib,
efektif, efisien, hemat, tidak berlebihan, dan ramah lingkungan. Agar
38
penyelenggaraan bangunan gedung negara dapat terlaksana secara tertib,
efektif, efisien, hemat, tidak berlebihan, dan ramah lingkungan, Presiden
mengeluarjan peraturan untuk meningkatkan pengaturan pembangunan
bangunan gedung negara.
2 hal pokok yang diatur dalam Perpres No. 73 Tahun 2011 adalah hal-hal
yang berkaitan dengan persyaratan bangunan serta klasifikasi, standar luas,
dan standar jumlah lantai bangunan Gedung Negara.
A. Persyaratan Bangunan Gedung Negara
Setiap Bangunan Gedung Negara harus memenuhi persyaratan adminis-
tratif dan persyaratan teknis.
Persyaratan administratif Bangunan Gedung Negara, meliputi:
a. status hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak
atas tanah;
b. status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung.
Selain persyaratan di atas, Bangunan Negara juga harus dilengkapi
dengan dokumen pendanaan, dokumen perencanaan, dokumen
pembangunan, dan dokumen pendaftaran.
Persyaratan teknis Bangunan Gedung Negara, meliputi:
a. tata bangunan; dan
b. keandalan bangunan.
Selain kedua persyaratan di atas, Bangunan Negara harus memenuhi
ketentuan klasifikasi, standar luas, dan standar jumlah lantai.
B. Klasifikasi, Standar Luas, dan Standar Jumlah Lantai Bangunan
Gedung Negara
Sesuai dengan Perpres No. 73 Tahun 2011 tentang Pembangunan
Bangunan Gedung Negara dan kemudian diuraikan secara lebih teknis
dalam Permen PUPR No. 22/PRT/M/2018 tentang Pembangunan
Bangunan Gedung Negara, Bangunan Gedung Negara dalam memenuhi
klasifikasi, standar luas, dan standar jumlah lantai, dikelompokkan menjadi
(i) Bangunan Gedung Kantor; (ii) Rumah Negara, dan (iii) Bangunan
Gedung Negara lainnya.
 Klasifikasi Bangunan Gedung Negara
Klasifikasi Bangunan Gedung Negara meliputi:
 bangunan klasifikasi sederhana; merupakan bangunan gedung
dengan teknologi dan spesifikasi sederhana, meliputi:
39
o bangunan gedung kantor dan bangunan gedung negara lainnya
dengan jumlah lantai sampai dengan 2 (dua) lantai;
o bangunan gedung kantor dan bangunan gedung negara lainnya
dengan luas sampai dengan 500 m²; dan
o Rumah Negara meliputi Rumah Negara Tipe C, Tipe D, dan
Tipe E.
 bangunan klasifikasi tidak sederhana; merupakan bangunan
gedung dengan teknologi dan spesifikasi tidak sederhana, meliputi:
o bangunan gedung kantor dan bangunan gedung negara lainnya
dengan jumlah lantai lebih dari 2 (dua) lantai;
o bangunan gedung kantor dan bangunan gedung negara lainnya
dengan luas lebih dari 500 m²; dan
o Rumah Negara meliputi Rumah Negara Tipe A dan Tipe B.
 bangunan klasifikasi khusus; merupakan:
o Bangunan Gedung Negara yang memiliki persyaratan khusus,
serta dalam perencanaan dan pelaksanaannya memerlukan
penyelesai-an atau teknologi khusus;
o Bangunan Gedung Negara yang mempunyai tingkat
kerahasiaan tinggi untuk kepentingan nasional;
o Bangunan Gedung Negara yang penyelenggaraannya dapat
membahayakan masyarakat di sekitarnya; dan/atau
o Bangunan Gedung Negara yang mempunyai resiko bahaya
tinggi.
 Standar Luas Bangunan Gedung Kantor
Standar Luas bangunan gedung kantor sebesar rata-rata 10 meter²
per- personel. Jumlah personel dihitung berdasarkan struktur
organisasi yang telah mendapat persetujuan Menteri yang
melaksanakan urusan peme-rintahan di bidang pendayagunaan
aparatur negara dan reformasi birokrasi.
Standar luas ruang bangunan gedung kantor, terdiri atas:
a. Ruang Utama, terdiri atas:
 ruang Menteri atau Ketua Lembaga atau Gubernur atau yang
setingkat seluas 247 m², terdiri atas ruang kerja, ruang tamu,
ruang rapat, ruang tunggu, ruang istirahat, ruang sekretaris,
ruang staf untuk 8 (delapan) orang, ruang simpan, dan ruang
toilet;
40
 ruang Wakil Menteri atau Wakil Ketua Lembaga atau yang
setingkat seluas 117 m², terdiri atas ruang kerja, ruang tamu,
ruang rapat, ruang tunggu, ruang istirahat, ruang sekretaris,
ruang staf untuk 5 (lima) orang, ruang simpan, dan ruang toilet;
 ruang Pimpinan Tinggi Utama atau Pimpinan Tinggi Madya
setara eselon IA atau Walikota atau Bupati atau yang setingkat
seluas 117 m², terdiri atas ruang kerja, ruang tamu, ruang rapat,
ruang tunggu, ruang istirahat, ruang sekretaris, ruang staf untuk
5 (lima) orang, ruang simpan, dan ruang toilet;
 ruang anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan
Perwakilan Daerah seluas 117 m², terdiri atas ruang kerja,
ruang tamu, ruang rapat, ruang tunggu, ruang istirahat, ruang
sekretaris, ruang staf untuk 5 (lima ) orang , ruang simpan, dan
ruang toilet;
 ruang Pimpinan Tinggi Madya setara eselon IB atau yang
setingkat seluas 83,4 m², terdiri atas ruang kerja, ruang tamu,
ruang rapat, ruang tunggu, ruang istirahat, ruang sekretaris,
ruang staf untuk 2 (dua) orang, ruang simpan, dan ruang toilet;
 ruang Pimpinan Tinggi Pratama setara eselon IIA atau Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Kabupaten atau Kota
atau yang setingkat seluas 74,4 m², terdiri atas ruang kerja,
ruang tamu, ruang rapat, ruang tunggu, ruang istirahat, ruang
sekretaris, ruang staf untuk 2 (dua) orang, ruang simpan, dan
ruang toilet;
 ruang Pimpinan Tinggi Pratama setara eselon IIB atau yang
setingkat seluas 62,4 m², terdiri atas ruang kerja, ruang tamu,
ruang rapat, ruang tunggu, ruang istirahat, ruang sekretaris,
ruang staf untuk 2 (dua) orang, ruang simpan, dan ruang toilet;
 ruang Administrator setara eselon IIIA atau yang setingkat
seluas 24 m², terdiri atas ruang kerja, ruang tamu, ruang
sekretaris, dan ruang simpan;
 ruang Administrator setara eselon IIIB atau yang setingkat
seluas 21 m², terdiri atas ruang kerja, ruang tamu, dan ruang
simpan; dan
 ruang Pengawas setara eselon IV atau yang setingkat seluas
18,8 m², terdiri atas ruang kerja, ruang staf untuk 4 (empat)
orang, dan ruang simpan.
41
b. Ruang Penunjang, terdiri atas:
 ruang rapat utama kementerian dengan luas 140 m², untuk
kapasitas 100 (seratus) orang;
 ruang rapat utama pimpinan tinggi utama atau pimpinan tinggi
madya setara eselon I atau yang setingkat dengan luas 90 m²,
untuk kapasitas 75 (tujuh puluh lima) orang;
 ruang rapat utama pimpinan tinggi pratama setara eselon II atau
yang setingkat dengan luas 40 m², untuk kapasitas 30 (tiga
puluh) orang;
 ruang studio dengan luas 4 m² per-orang untuk pemakai 10%
dari staf;
 ruang arsip dengan luas 0,4 m² per-orang untuk pemakai
seluruh staf;
 WC atau toilet dengan luas 2 m² per-25 (dua puluh lima) orang
untuk pemakai Pejabat administrator, pengawas dan seluruh
staf; dan
 musholla dengan luas 0,8 m² per-orang untuk pemakai 20%
(dua puluh per seratus) dari jumlah personel.
Untuk Pejabat Pengawas yang memiliki staf lebih dari ketentuan,
penambahan luas ruang staf diperhitungkan sebesar 2,2 m² sampai
dengan 3 m² per-personel.
Dalam hal kebutuhan standar luas ruang bangunan gedung kantor
melebihi rata-rata 10 m² per-personel, harus mendapat persetujuan
dari Menteri PUPR.
 Standar Jumlah Lantai Bangunan Gedung Negara
Jumlah lantai Bangunan Gedung Negara, ditetapkan paling banyak 8
(delapan) lantai, yang dihitung dari ruang yang dibangun di atas per-
mukaan tanah terendah.
Apabila Bangunan Gedung Negara yang dibangun lebih dari 8
(delapan) lantai, maka harus mendapat persetujuan terlebih dahulu
dari Menteri PUPR. Persetujuan tersebut diberikan dengan
mempertimbangkan:
a. kebutuhan;
b. peraturan daerah setempat terkait ketinggian bangunan atau jumlah
lantai; dan
42
c. koefisien perbandingan antara nilai harga tanah dengan nilai harga
bangunan gedung.
Apabila Bangunan Gedung Negara dibangun di basement, jumlah lapis
paling banyak 3 (tiga).
43
Tabel: 2.1. Standar Luas Bangunan Gedung Kantor
A. Ruang Utama
JABATAN
LUAS RUANG (m²) KETERANGAN
Ruang
Kerja
Ruang Penunjang Jabatan Ruang Pelayanan Jabatan
Jml.
Staf
Catatan
Ruang
Tamu
Ruang
Rapat
Ruang
Tunggu
Ruang
Istirahat
Ruang
Sekret.
Ruang
Staf
Ruang
Simpan
Toilet
1 Menteri / Ketua Lembaga 28,00 40,00 40,00 60,00 20,00 15,00 24,00 14,00 6,00 8 Ruang Staf pada
setiap jabatan diper-
hitungkan berdasar-
kan jumlah personel
@2,2-3 m²/personel,
sesuai dengan
tingkat jabatan dan
kebutuhan masing-
masing K/L
2 Wakil Menteri K/L 16,00 14,00 20,00 18,00 10,00 10,00 15,00 10,00 4,00 5
3 Eselon IA / Anggota Dewan 16,00 14,00 20,00 18,00 10,00 10,00 15,00 10,00 4,00 5
4 Eselon IB 16,00 14,00 20,00 9,00 5,00 7,00 4,40 5,00 3,00 2
5 Eselon IIA 14,00 12,00 14,00 12,00 5,00 7,00 4,40 3,00 3,00 2
6 Eselon IIB 14,00 12,00 10,00 6,00 5,00 5,00 4,40 3,00 3,00
Ruang Toilet
bersama
2
7 Eselon IIIA 12,00 6,00 3,00 3,00 0
8 Eselon IIIB 12,00 6,00 3,00 0
9 Eselon IV 8,00 8,80 2,00 4
B. Ruang Penunjang
JENIS RUANG LUAS (m²) KETERANGAN Keterangan:
 Standar luas ruang tersebut merupakan acuan dasar yang dapat
disesuaikan berdasarkan fungsi/sifat tiap eselon/jabatan.
 Luas ruang kerja untuk Satuan Kerja dan Jabatan Fungsional
dihitung tersendiri sesuai dengan kebutuhan di luar standar luas
tersebut.
 Untuk bangunan gedung kantor yang memerlukan ruang-ruang
khusus atau ruang pelayanan masyarakat, seperti Kantor
Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara,
kebutuhannya dihitung tersendiri, dan di luar standar luas tersebut.
1 Ruang Rapat Utama Kementerian 140 m² Kapasitas 100 orang
2 Ruang Rapat Utama Eselon I 90 m² Kapasitas 75 orang
3 Ruang Rapat Utama Eselon II 40 m² Kapasitas 30 orang
4 Ruang Studio 4 m² / orang Pemakai 10% dari staf
5 Ruang Arsip 0,4 m² / orang Pemakai seluruh staf
6 WA/Toilet 2 m² / 25 orang Pemakai Pejabat Eselon V s/d Eselon III dan seluruh staf
7 Musholla 0,8 m² / orang Pemakai 20% dari jumlah personel
C. Sirkulasi
RUANG SIRKULASI = 25% X (RUANG UTAMA + RUANG PENUNJANG)
Sumber: Lampiran I Perpres No. 73 Tahun 2011.
44
2.2.4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang
Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
Permen PU No. 29/PRT/M/2006 ini dimaksudkan sebagai acuan dalam
pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung untuk mewujudkan
bangunan gedung yang berkualitas sesuai dengan fungsinya, andal, serasi,
selaras dengan lingkungannya.
Permen PU No. 29/PRT/M/2006 ini bertujuan untuk terselenggaranya fungsi
bangunan gedung yang selamat, sehat, nyaman, dan memberikan
kemudahan bagi penghuni dan/atau pengguna bangunan gedung, serta
efisien, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.
Lingkup yang diatur dalam Permen PU No. 29/PRT/M/2006 ini meliputi fungsi,
klasifikasi dan persyaratan teknis bangunan gedung. Uraiannya dapat dilihat
pada bagian berikut;
A. Fungsi dan Klasifikasi Bangunan Gedung
a. Fungsi Bangunan Gedung
Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan fungsi utama
bangunan. Fungsi bangunan gedung dapat dikelompokkan dalam
fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial dan
budaya, dan fungsi khusus.
b. Penetapan Fungsi Bangunan Gedung
Fungsi bangunan gedung diusulkan oleh calon pemilik bangunan
Gedung dalam bentuk rencana teknis bangunan gedung dan tidak
boleh bertentangan dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam
RTRW Kabupaten/Kota dan/atau Rencana Teknis Ruang Kota.
Fungsi bangunan gedung merupakan ketetapan pemenuhan
persyaratan teknis bangunan gedung, baik ditinjau dari segi tata
bangunan dan lingkungan, maupun keandalannya.
Rencana teknis bangunan gedung yang diusulkan dapat terdiri atas
rencana-rencana teknis arsitektur, struktur dan konstruksi, mekanikal
dan elektrikal, pertamanan, tata ruang dalam, dan disiapkan oleh
penyedia jasa perencana konstruksi bangunan gedung yang memiliki
sertifikat sesuai peraturan perundang-undangan, dalam bentuk gambar
rencana, gambar detail pelaksanaan, rencana kerja dan syarat-syarat
administratif syarat umum dan syarat teknis, rencana anggaran biaya
pembangunan, dan laporan perencanaan.
45
RTRW Kabupaten/Kota adalah rencana pemanfaatan ruang wilayah
perkotaan di kabupaten atau ruang wilayah kota yang disusun untuk
menjaga keserasian dan keseimbangan pembangunan antar sektor
dalam jangka panjang.
Rencana Teknis Ruang Kota adalah rencana geometri pemanfaatan
ruang kota yang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang kota
dalam rangka pelaksanaan (proyek) pembangunan kota, dan
mempunyai wilayah perencanaan yang mencakup sebagian atau
seluruh kawasan tertentu.
Penetapan fungsi dilakukan oleh pemerintah daerah pada saat proses
pemberian IMB, berdasarkan rencana teknis yang disampaikan oleh
calon pemilik bangunan gedung, dan harus memenuhi persyaratan-
persyaratan yang diwajibkan sesuai dengan fungsi bangunan gedung.
c. Klasifikasi Bangunan Gedung
Fungsi bangunan gedung diklasifikasikan berdasarkan tingkat
kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat risiko kebakaran, zonasi
gempa, lokasi, ketinggian, dan/atau kepemilikan.
Klasifikasi berdasarkan tingkat kompleksitas meliputi: bangunan
gedung sederhana, bangunan gedung tidak sederhana, dan bangunan
gedung khusus.
Klasifikasi berdasarkan tingkat permanensi meliputi: bangunan gedung
permanen, bangunan gedung semi permanen, dan bangunan gedung
darurat atau sementara.
Klasifikasi berdasarkan tingkat risiko kebakaran meliputi: bangunan
gedung tingkat risiko kebakaran tinggi, tingkat risiko kebakaran
sedang, dan tingkat risiko kebakaran rendah.
Klasifikasi berdasarkan zonasi gempa meliputi: tingkat zonasi gempa
yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
Klasifikasi berdasarkan lokasi meliputi: bangunan gedung di lokasi
padat, bangunan gedung di lokasi sedang, dan bangunan gedung di
lokasi renggang.
Klasifikasi berdasarkan ketinggian meliputi: bangunan gedung
bertingkat tinggi, bangunan gedung bertingkat sedang, dan bangunan
gedung bertingkat rendah.
Klasifikasi berdasarkan kepemilikan meliputi: bangunan gedung milik
negara, bangunan gedung milik badan usaha, dan bangunan gedung
milik perorangan.
46
d. Penentuan Klasifikasi Bangunan Gedung
Penentuan klasifikasi bangunan gedung atau bagian dari bangunan
gedung ditentukan berdasarkan fungsi yang digunakan dalam
perencanaan, pelaksanaan, atau perubahan yang diperlukan pada
bangunan gedung. Bangunan Gedung dibagi menjadi 10 (sepuluh)
klas, yaitu:
Klas 1: Bangunan gedung hunian biasa
Klas 2: Bangunan gedung hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit
hunian yang masing-masing merupakan tempat tinggal
terpisah.
Klas 3: Bangunan gedung hunian diluar bangunan klas 1 atau 2,
yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau
sementara oleh sejumlah orang yang tidak berhubungan.
Klas 4: Bangunan gedung hunian campuran.
Klas 5: Bangunan gedung kantor.
Klas 6: Bangunan gedung perdagangan.
Klas 7: Bangunan gedung penyimpanan/gudang.
Klas 8: Bangunan gedung laboratorium, industri, pabrik, dan/atau
bengkel mobil.
Klas 9: Bangunan gedung umum.
Klas 10: Adalah bangunan gedung atau struktur yang merupakan
sarana/prasarana bangunan gedung yang dibangun secara
terpisah.
e. Perubahan Fungsi dan/atau Klasifikasi Bangunan Gedung
Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, dimungkinkan adanya
perubahan fungsi dan/atau klasifikasi bangunan gedung yang telah
ditetapkan.
Perubahan fungsi dan/atau klasifikasi bangunan gedung diusulkan
oleh Pemilik dan tidak boleh bertentangan dengan peruntukan lokasi
yang diatur dalam RTRW Kabupaten/Kota dan/atau Rencana Teknis
Ruang Kota.
Perubahan fungsi dan/atau klasifikasi bangunan gedung harus diikuti
dengan pemenuhan persyaratan administratif dan persyaratan teknis
yang dipersyaratkan untuk fungsi dan/atau klasifikasi bangunan
gedung yang baru.
Perubahan fungsi dan/atau klasifikasi bangunan gedung ditetapkan
oleh pemerintah daerah melalui revisi atau proses perizinan baru
untuk bangunan gedung yang bersangkutan.
47
B. Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
a. Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan
 Bangunan gedung harus diselenggarakan sesuai dengan
peruntukan lokasi yang diatur dalam ketentuan tata ruang dan tata
bangunan dari lokasi yang bersangkutan.
 Bangunan gedung yang didirikan harus memenuhi persyaratan
kepadatan dan ketinggian bangunan gedung berdasarkan rencana
tata ruang wilayah daerah yang bersangkutan, rencana tata
bangunan dan lingkungan yang ditetapkan, dan peraturan
bangunan setempat.
b. Arsitektur Bangunan Gedung
 Bentuk denah bangunan gedung sedapat mungkin simetris dan
sederhana, guna mengantisipasi kerusakan yang diakibatkan oleh
gempa.
 Penempatan dinding-dinding penyekat dan lubang-lubang
pintu/jendela diusahakan sedapat mungkin simetris terhadap
sumbu-sumbu denah bangunan mengantisipasi terjadinya
kerusakan akibat gempa.
 Keseimbangan, keserasian dan keselarasan dengan lingkungan
bangunan gedung adalah perlakuan terhadap lingkungan di sekitar
bangunan gedung yang menjadi pertimbangan penyelenggaraan
bangunan gedung baik dari segi sosial, budaya, maupun dari segi
ekosistem.
c. Pengendalian Dampak Lingkungan
 Setiap kegiatan dalam bangunan dan/atau lingkungannya yang
mengganggu dan menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan harus dilengkapi dengan AMDAL (Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan) sesuai ketentuan yang berlaku.
 Setiap kegiatan dalam bangunan dan/atau lingkungannya yang
menimbulkan dampak tidak penting terhadap lingkungan, atau
secara teknologi sudah dapat dikelola dampak pentingnya, tidak
perlu dilengkapi dengan AMDAL, tetapi diharuskan melakukan
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL) sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
RTBL menindaklanjuti rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana
teknik ruang kabupaten/kota, dan sebagai panduan rancangan
48
kawasan, dalam rangka perwujudan kesatuan karakter, kualitas
bangunan gedung dan lingkungan yang berkelanjutan. Selain itu,
RTBL merupakan instrumen guna meningkatkan:
 Perwujudan Kesatuan karakter;
 Kualitas Bangunan Gedung; dan
 Lingkungan yang Berkelanjutan
RTBL digunakan sebagai panduan dalam pengendalian pemanfaatan
ruang suatu lingkungan/kawasan.
C. Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung
a. Persyaratan Keselamatan Bangunan Gedung
Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi persyaratan
kemampuan bangunan gedung terhadap beban muatan, persyaratan
kemampuan bangunan gedung terhadap bahaya kebakaran, dan
persyaratan kemampuan bangunan gedung terhadap bahaya petir dan
bahaya kelistrikan.
Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan dan
dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/
kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety),
serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur
layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi
bangunan gedung, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan
konstruksinya.
Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah
deret sederhana, harus mempunyai sistem proteksi pasif terhadap
bahaya kebakaran yang memproteksi harta milik berbasis pada desain
atau pengaturan terhadap komponen arsitektur dan struktur bangunan
gedung sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari
kerusakan fisik saat terjadi kebakaran.
Persyaratan proteksi petir ini memberikan petunjuk untuk peran-
cangan, instalasi, dan pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir
terhadap bangunan gedung secara efektif untuk proteksi terhadap petir
serta inspeksi, dalam upaya untuk mengurangi secara nyata risiko
kerusakan yang disebabkan oleh petir terhadap bangunan gedung
yang diproteksi, termasuk di dalamnya manusia serta perlengkapan
bangunan lainnya.
49
b. Persyaratan Kesehatan Bangunan Gedung
Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi persyaratan sistem
penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan
bangunan gedung.
c. Persyaratan Kenyamanan Bangunan Gedung
Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi kenyamanan
ruang gerak dan hubungan antarruang, kenyamanan termal dalam
ruang, kenyamanan pandangan (visual), serta kenyamanan terhadap
tingkat getaran dan kebisingan.
d. Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung
Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan
di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan fasilitas prasarana dan
sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung.
2.2.5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02/
PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau
Bangunan Gedung Hijau adalah bangunan gedung yang memenuhi
persyaratan bangunan gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan
dalam penghematan energi, air, dan sumber daya lainnya melalui penerapan
prinsip bangunan gedung hijau sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam
setiap tahapan penyelenggaraannya.
Beberapa hal pokok yang diatur dalam Permen PUPR No. 02/PRT/M/2015,
dapat diuraikan pada bagian berikut ini.
A. Prinsip bangunan gedung hijau
Prinsip bangunan gedung hijau meliputi:
a. perumusan kesamaan tujuan, pemahaman serta rencana tindak;
b. pengurangan penggunaan sumber daya, baik berupa lahan, material,
air, sumber daya alam maupun sumber daya manusia (reduce);
c. pengurangan timbulan limbah, baik fisik maupun non-fisik;
d. penggunaan kembali sumber daya yang telah digunakan sebelumnya
(reuse);
e. penggunaan sumber daya hasil siklus ulang (recycle);
f. perlindungan dan pengelolaan terhadap lingkungan hidup melalui
upaya pelestarian;
g. mitigasi risiko keselamatan, kesehatan, perubahan iklim, dan bencana;
h. orientasi kepada siklus hidup;
i. orientasi kepada pencapaian mutu yang diinginkan;
50
j. inovasi teknologi untuk perbaikan yang berlanjut; dan
k. peningkatan dukungan kelembagaan, kepemimpinan dan manajemen
dalam implementasi.
B. Bangunan gedung yang dikenakan persyaratan bangunan gedung
hijau
Bangunan gedung yang dikenai persyaratan bangunan gedung hijau
meliputi bangunan gedung baru dan bangunan gedung yang telah
dimanfaatkan.
Bangunan gedung yang dikenai persyaratan bangunan gedung hijau
dibagi menjadi kategori wajib (mandatory), disarankan (recommended),
dan sukarela (voluntary).
C. Persyaratan bangunan gedung hijau
Setiap bangunan gedung hijau harus memenuhi persyaratan administratif
dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi dan klasifikasi bangunan
gedung. Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata
bangunan dan keandalan bangunan gedung.
Selain persyaratan teknis, bangunan gedung hijau juga harus memenuhi
persyaratan bangunan gedung hijau. Persyaratan bangunan gedung hijau
terdiri atas persyaratan pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan,
yaitu:
a. persyaratan tahap pemrograman, terdiri atas:
 kesesuaian tapak;
 penentuan objek bangunan gedung yang akan ditetapkan sebagai
bangunan gedung hijau;
 kinerja bangunan gedung hijau sesuai dengan tingkat kebutuhan;
 metode penyelenggaraan bangunan gedung hijau; dan
 kelayakan bangunan gedung hijau.
b. persyaratan tahap perencanaan teknis, terdiri atas:
 pengelolaan tapak, terdiri atas persyaratan:
o orientasi bangunan gedung;
o pengolahan tapak termasuk aksesibilitas/sirkulasi;
o pengelolaan lahan terkontaminasi limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3);
o ruang terbuka hijau (RTH) privat;
o penyediaan jalur pedestrian;
o pengelolaan tapak besmen;
o penyediaan lahan parkir;
51
o sistem pencahayaan ruang luar; dan
o pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah
tanah, air dan/atau prasarana/sarana umum.
 efisiensi penggunaan energi, terdiri atas persyaratan:
o selubung bangunan;
o sistem ventilasi;
o sistem pengondisian udara;
o sistem pencahayaan;
o sistem transportasi dalam gedung; dan
o sistem kelistrikan.
 efisiensi penggunaan air, terdiri atas persyaratan:
o sumber air;
o pemakaian air; dan
o penggunaan peralatan saniter hemat air (water fixtures).
 kualitas udara dalam ruang, terdiri atas persyaratan:
o pelarangan merokok;
o pengendalian karbondioksida (CO2) dan karbonmonoksida
(CO); dan
o pengendalian penggunaan bahan pembeku (refrigerant).
 penggunaan material ramah lingkungan, terdiri atas persyaratan:
o pengendalian penggunaan material berbahaya; dan
o penggunaan material bersertifikat ramah lingkungan (eco
labelling).
 pengelolaan sampah, terdiri atas persyaratan:
o penerapan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle);
o penerapan sistem penanganan sampah; dan
o penerapan sistem pencatatan timbulan sampah.
 pengelolaan air limbah, terdiri atas persyaratan:
o penyediaan fasilitas pengelolaan limbah padat dan limbah cair
sebelum dibuang ke saluran pembuangan kota; dan
o daur ulang air yang berasal dari limbah cair (grey water).
c. persyaratan tahap pelaksanaan konstruksi, terdiri atas:
 proses konstruksi hijau;
 praktik perilaku hijau; dan
 rantai pasok hijau.
d. persyaratan tahap pemanfaatan berupa penerapan manajemen
pemanfaatan yang terdiri atas:
 organisasi dan tata kelola pemanfaatan bangunan gedung hijau;
52
 standar operasional dan prosedur pelaksanaan pemanfaatan; dan
 penyusunan panduan penggunaan bangunan gedung hijau untuk
penghuni/pengguna.
e. persyaratan tahap pembongkaran berupa kesesuaian dengan rencana
teknis pembongkaran yang terdiri atas:
 prosedur pembongkaran, termasuk dokumentasi keseluruhan
material konstruksi bangunan, struktur dan/atau bagian bangunan
yang akan dibongkar, dan material dan/atau limbah yang akan
dipergunakan kembali; dan
 upaya pemulihan tapak lingkungan, yang terdiri atas upaya
pemulihan tapak bangunan dan upaya pengelolaan limbah
konstruksi, serta upaya peningkatan kualitas tapak secara
keseluruhan.
D. Penyelenggaraan bangunan gedung hijau
Bangunan gedung hijau diselenggarakan oleh:
a. Pemerintah Pusat atau pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah
provinsi untuk DKI Jakarta pada bangunan gedung hijau milik negara;
b. pemilik bangunan gedung hijau yang berbadan hukum atau
perseorangan;
c. pengguna dan/atau pengelola bangunan gedung hijau yang berbadan
hukum atau perseorangan; dan
d. penyedia jasa yang kompeten di bidang bangunan gedung.
Penyelenggaraan bangunan gedung hijau meliputi tahap:
a. pemrograman, terdiri atas:
 Identifikasi pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyeleng-
garaan bangunan gedung hijau;
 Penetapan konsepsi awal dan metodologi penyelenggaraan
bangunan gedung hijau;
 Penyusunan kajian kelaikan penyelenggaraan bangunan gedung
hijau termasuk dari segi teknis, ekonomi, sosial, dan lingkungan;
 Penetapan kriteria penyedia jasa yang kompeten;
 Penyusunan dokumen pemrograman bangunan gedung hijau;
 pelaksanaan pemrograman pada seluruh tahapan;
 pengelolaan risiko; dan
 penyusunan laporan akhir tahap pemrograman bangunan gedung
hijau.
53
b. perencanaan teknis, meliputi kegiatan:
 pelaksanaan identifikasi pihak yang terkait dalam kegiatan peren-
canaan teknis;
 pelaksanaan komunikasi antara pihak yang terkait tentang tujuan,
lingkup, dan target penyelenggaraan bangunan gedung hijau;
 penetapan kriteria rancangan teknis bangunan gedung hijau;
 penyusunan dokumen rencana teknis bangunan gedung hijau yang
terintegrasi;
 pelaksanaan kaji ulang terhadap hasil perencanaan teknis; dan
 penyusunan laporan akhir tahap perencanaan teknis.
c. pelaksanaan konstruksi, meliputi kegiatan:
 penyusunan dokumen rencana pelaksanaan konstruksi dan
dokumen gambar kerja pelaksanaan (shop drawings);
 pengajuan perizinan;
 pelaksanaan konstruksi bangunan gedung hijau;
 koordinasi dalam rangka pemeriksaan kelaikan fungsi, dan serti-
fikasi bangunan gedung hijau;
 penyusunan manual operasional dan pemanfaatan sebagai
bangunan gedung hijau; dan
 penyusunan laporan akhir tahap pelaksanaan konstruksi.
d. Pemanfaatan bangunan gedung hijau dilakukan melalui kegiatan
pemeliharaan, pemeriksaan berkala, dan perawatan bangunan agar
tetap terjaga kinerjanya sebagai bangunan gedung hijau yang terdiri
atas:
 penyusunan rencana pemeliharaan, pemeriksaan berkala, dan
perawatan;
 pelaksanaan sosialisasi, promosi, dan edukasi kepada pengguna/
penghuni bangunan gedung hijau;
 pelaksanaan kegiatan pemeliharaan, pemeriksaan berkala, dan
perawatan;
 pengelolaan rangkaian kegiatan pemanfaatan, termasuk peman-
tauan (monitoring) dan evaluasi kinerja;
 pelaksanaan audit kinerja; dan
 penyusunan laporan kegiatan pemeliharaan, pemeriksaaan ber-
kala, dan perawatan.
e. Pembongkaran bangunan gedung hijau terdiri atas kegiatan:
 identifikasi komponen bangunan yang dapat didaur ulang, diman-
faatkan kembali dan/atau dimusnahkan;
 penyusunan dokumen rencana teknis pembongkaran;
54
 pengajuan permohonan persetujuan pembongkaran kepada ins-
tansi teknis terkait;
 pelaksanaan kegiatan pembongkaran;
 penanganan atas pengaduan masyarakat;
 pemilihan dan pemisahan komponen bangunan yang dapat didaur
ulang, dimanfaatkan kembali, dan/atau dimusnahkan;
 pelaksanaan dokumentasi pada setiap tahapan pembongkaran;
dan
 penyusunan laporan kegiatan pembongkaran.
E. Sertifikasi
Sertifikasi bangunan gedung hijau diberikan dalam rangka tertib
pembangunan dan mendorong penyelenggaraan bangunan gedung yang
memiliki kinerja terukur secara signifikan, efisien, aman, sehat, mudah,
nyaman, ramah lingkungan, hemat energi dan air, dan sumber daya
lainnya.
Sertifikat bangunan gedung hijau diberikan berdasarkan kinerja bangunan
gedung hijau sesuai dengan peringkat:
a. bangunan gedung hijau utama;
b. bangunan gedung hijau madya; dan
c. bangunan gedung hijau pratama.
Sertifikat bangunan gedung hijau diberikan pada pemilik/pengelola
bangunan gedung yang telah memiliki SLF untuk bangunan gedung baru
atau SLF perpanjangan untuk bangunan gedung yang telah dimanfaatkan,
dan memenuhi persyaratan bangunan gedung hijau sesuai dengan kriteria
peringkat yang ditetapkan.
F. Pemberian insentif pada penyelenggaraan bangunan gedung hijau
Pemilik dan/atau pengelola bangunan gedung hijau dapat memperoleh
insentif dari pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi untuk
DKI Jakarta.
Pemberian insentif dilakukan untuk mendorong penyelenggaraan
bangunan gedung hijau oleh pemilik dan/atau pengelola bangunan
gedung.
Pemberian insentif dapat diberikan kepada pemilik dan/atau pengelola
bangunan gedung hijau berupa:
a. keringanan retribusi perizinan dan keringanan jasa pelayanan;
b. kompensasi berupa;
 kemudahan perizinan; dan/atau
 tambahan Koefisien Lantai Bangunan (KLB).
55
c. dukungan teknis dan/atau kepakaran antara lain berupa advis teknis
dan/atau bantuan jasa tenaga ahli bangunan gedung hijau yang
bersifat pilot project;
d. penghargaan dapat berupa sertifikat, plakat, dan/atau tanda
penghargaan; dan/atau
e. insentif lain berupa publikasi dan/atau promosi.
G. Pembinaan
Pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung hijau merupakan bagian
dari pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung secara umum yang
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota atau pemerintah provinsi untuk DKI Jakarta.
2.2.6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan
Kawasan Rawan Gempa Bumi
Menurut Permen PU No. 21/2007, Kawasan rawan gempa bumi adalah
kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana gempa bumi.
Pengaturan dalam Permen PU No. 21/2007 salah-satunya dimaksudkan
untuk memberikan acuan dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan rawan gempa
bumi.
Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan
antar lempeng bumi, patahan aktif, aktivitas gunung berapi atau runtuhan
batuan. Dalam pedoman ini lebih mengatur untuk gempa bumi akibat
tumbukan antar lempeng bumi dan patahan aktif.
Tipe kawasan rawan gempa bumi ditentukan berdasarkan tingkat risiko
gempa yang didasarkan pada informasi geologi dan penilaian kestabilan.
Berdasarkan hal tersebut, maka kawasan rawan gempa bumi dapat
dibedakan menjadi (6) enam tipe kawasan yang diuraikan sebagai berikut:
Tipe A
Kawasan ini berlokasi jauh dari daerah sesar yang rentan terhadap getaran
gempa. Kawasan ini juga dicirikan dengan adanya kombinasi saling
melemahkan dari faktor dominan yang berpotensi untuk merusak. Bila
intensitas gempa tinggi (Modified Mercalli Intensity / MMI VIII) maka efek
merusaknya diredam oleh sifat fisik batuan yang kompak dan kuat.
56
Tipe B
 Faktor yang menyebabkan tingkat kerawanan bencana gempa pada tipe
ini tidak disebabkan oleh satu faktor dominan, tetapi disebabkan oleh lebih
dari satu faktor yang saling mempengaruhi, yaitu intensitas gempa tinggi
(MMI VIII) dan sifat fisik batuan menengah.
 Kawasan ini cenderung mengalami kerusakan cukup parah terutama
untuk bangunan dengan konstruksi sederhana.
Tipe C
 Terdapat paling tidak dua faktor dominan yang menyebabkan kerawanan
tinggi pada kawasan ini. Kombinasi yang ada antara lain adalah intensitas
gempa tinggi dan sifat fisik batuan lemah; atau kombinasi dari sifat fisik
batuan lemah dan berada dekat zona sesar cukup merusak.
 Kawasan ini mengalami kerusakan cukup parah dan kerusakan bangunan
dengan konstruksi beton terutama yang berada pada jalur sepanjang zona
sesar.
Tipe D
 Kerawanan gempa diakibatkan oleh akumulasi dua atau tiga faktor yang
saling melemahkan. Sebagai contoh gempa pada kawasan dengan
kemiringan lereng curam, intensitas gempa tinggi dan berada sepanjang
zona sesar merusak; atau berada pada kawasan dimana sifat fisik batuan
lemah, intensitas gempa tinggi, di beberapa tempat berada pada potensi
landaan tsunami cukup merusak.
 Kawasan ini cenderung mengalami kerusakan parah untuk segala
bangunan dan terutama yang berada pada jalur sepanjang zona sesar.
Tipe E
 Kawasan ini merupakan jalur sesar yang dekat dengan episentrum yang
dicerminkan dengan intensitas gempa yang tinggi, serta di beberapa
tempat berada pada potensi landaan tsunami merusak. Sifat fisik batuan
dan kelerengan lahan juga pada kondisi yang rentan terhadap goncangan
gempa.
 Kawasan ini mempunyai kerusakan fatal pada saat gempa.
Tipe F
 Kawasan ini berada pada kawasan landaan tsunami sangat merusak dan
di sepanjang zona sesar sangat merusak, serta pada daerah dekat
dengan episentrum dimana intensitas gempa tinggi. Kondisi ini diperparah
dengan sifat fisik batuan lunak yang terletak pada kawasan morfologi
57
curam sampai dengan sangat curam yang tidak kuat terhadap goncangan
gempa.
 Kawasan ini mempunyai kerusakan fatal pada saat gempa.
Pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana letusan gunung berapi dan
kawasan gempa bumi dilakukan dengan:
a. mengacu pada fungsi ruang kawasan yang ditetapkan dalam rencana tata
ruang,
b. mensinkronkan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah
sekitarnya,
c. memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan
prasarana,
d. mengacu standar kualitas lingkungan, daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.
Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana letusan gunung
berapi dan kawasan gempa bumi mengacu kepada prinsip-prinsip
pengendalian pemanfaatan ruang yang tertuang dalam Undang-Undang No.
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi
dan kawasan rawan gempa bumi dilakukan dengan mencermati
konsistensi kesesuaian antara pemanfaatan ruang dengan rencana tata
ruang kawasan strategis atau rencana detail tata ruang.
b. Dalam peruntukan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan
kawasan rawan gempa bumi harus memperhitungkan tingkat risiko.
c. Tidak diizinkan atau dihentikan kegiatan yang mengganggu fungsi lindung
kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi
dengan tingkat risiko tinggi terhadap kawasan demikian mutlak dilindungi
dan dipertahankan fungsi lindungnya.
d. Kawasan yang tidak terganggu fungsi lindungnya dapat diperuntukkan
bagi kegiatan-kegiatan dengan persyaratan yang ketat.
Arahan peraturan zonasi akan dijabarkan untuk masing-masing tipe kawasan
rawan gempa bumi, khususnya di daerah perkotaan adalah sebagai berikut:
58
Tipe A
Pada kawasan rawan gempa bumi tipe A untuk kawasan perkotaan dapat
juga dikembangkan kegiatan perdagangan dan perkantoran, permukiman,
hutan kota, pariwisata, serta industri dengan tingkat kerentanan rendah.
Tipe B
Kawasan rawan gempa bumi tipologi B dapat dikembangkan untuk kegiatan
budi daya seperti pada kawasan rawan gempa bumi tipologi A namun harus
memenuhi syarat-syarat tingkat kerentanan sedang dan rendah.
Tipe C
Kawasan rawan gempa bumi tipologi C juga dapat dikembangkan untuk
kegiatan budi daya seperti pada kawasan rawan gempa bumi tipologi A
maupun B, namun kegiatan pertambangan tidak boleh dilakukan pada
kawasan tipologi C. Syarat-syarat tingkat kerentanan yang harus dipenuhi
pada kawasan rawan gempa bumi tipologi ini adalah tingkat kerentanan
sedang dan tinggi.
Tipe D
Pada kawasan rawan gempa bumi tipologi D tidak diperbolehkan
mengembangkan kegiatan budi daya mengingat tingkat kerawanan akibat
gempa dapat membahayakan. Namun kegiatan pariwisata (wisata
sosiokultural dan agro-kultural) masih dapat dikembangkan secara terbatas
dengan ketentuan bangunan tahan gempa, (kerentanan sedang dan tinggi).
Tipe E
Kawasan rawan gempa bumi tipologi E tidak dapat dikembangkan untuk
kegiatan budi daya mengingat tingkat bahaya yang diakibatkan sangat tinggi.
Kawasan ini mutlak harus dilindungi.
Tipe F
Seperti pada kawasan rawan gempa bumi tipologi E, kawasan rawan gempa
bumi tipologi F juga tidak dapat dikembangkan untuk kegiatan budi daya
mengingat tingkat bahaya yang diakibatkan sangat tinggi. Untuk itu
penggunaan ruang diutamakan sebagai kawasan lindung.
2.2.7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 6/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang
bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan
pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat
59
materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum
dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana,
dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawas-
an. Sesuai dengan Permen PU No. 6/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, materi pokok RTBL meliputi:
 Program Bangunan dan Lingkungan;
 Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
 Rencana Investasi;
 Ketentuan Pengendalian Rencana;
 Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
A. Program Bangunan dan Lingkungan
Program bangunan dan lingkungan merupakan penjabaran lebih lanjut
dari perencanaan dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan untuk kurun
waktu tertentu, yang memuat jenis, jumlah, besaran, dan luasan bangunan
gedung, serta kebutuhan ruang terbuka hijau, fasilitas umum, fasilitas
sosial, prasarana aksesibilitas, sarana pencahayaan, dan sarana
penyehatan lingkungan, baik berupa penataan prasarana dan sarana yang
sudah ada maupun baru.
Program bangunan dan lingkungan, mencakup:
 Analisis kawasan dan wilayah perencanaan; merupakan proses untuk
mengidentifikasi, menganalisis, memetakan dan mengapresiasi dalam
konteks lingkungan dan nilai lokal dari kawasan perencanaan dan
wilayah sekitarnya.
Hasil analisis kawasan dan wilayah perencanaan mencakup indikasi
program bangunan dan lingkungan yang dapat dikembangkan pada
kawasan perencanaan, termasuk pertimbangan dan rekomendasi
tentang indikasi potensi kegiatan pembangunan kawasan/lingkungan
yang memiliki dampak besar dan penting serta yang memerlukan
penyusunan AMDAL sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
 Analisis pengembangan pembangunan berbasis peran masyarakat;
adalah pembangunan dengan orientasi yang optimal pada pendaya-
gunaan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung,
masyarakat diberikan kesempatan aktif beraspirasi dan berkontribusi
untuk merumuskan program-program bangunan dan lingkungan yang
sesuai dengan tingkat kebutuhannya.
60
 Konsep dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan; merupakan
hasil tahapan analisis program bangunan dan lingkungan, memuat
gambaran dasar penataan pada lahan perencanaan yang selanjutnya
ditindaklanjuti dengan penjabaran gagasan desain secara lebih detail
dari masing-masing elemen desain.
B. Rencana Umum dan Panduan Rancangan
Rencana Umum dan Panduan Rancangan merupakan ketentuan-
ketentuan tata bangunan dan lingkungan pada suatu lingkungan/kawasan
yang memuat rencana peruntukan lahan makro dan mikro, rencana
perpetakan, rencana tapak, rencana sistem pergerakan, rencana
aksesibilitas lingkungan, rencana prasarana dan sarana lingkungan,
rencana wujud visual bangunan, dan ruang terbuka hijau.
Panduan Rancangan bersifat melengkapi dan menjelaskan secara lebih
rinci rencana umum yang telah ditetapkan sebelumnya, meliputi ketentuan
dasar implementasi rancangan dan prinsip-prinsip pengembangan
rancangan kawasan.
Materi rencana umum mempertimbangkan potensi mengakomodasi
komponen-komponen rancangan suatu kawasan sebagai berikut:
a. Struktur peruntukan lahan
b. Intensitas pemanfaatan lahan
c. Tata bangunan
d. Sistem sirkulasi dan jalur penghubung
e. Sistem ruang terbuka dan tata hijau
f. Tata kualitas lingkungan
g. Sistem prasarana dan utilitas lingkungan
Panduan Rancangan memuat ketentuan dasar implementasi rancangan
terhadap kawasan perencanaan, berupa ketentuan tata bangunan dan
lingkungan yang bersifat lebih detil, memudahkan dan memandu
penerapan dan pengembangan rencana umum, baik pada bangunan,
kelompok bangunan, elemen prasarana kawasan, kaveling, maupun blok.
Panduan Rancangan bersifat mengaktualisasikan tujuan penataan
lingkungan/kawasan yang layak huni, berjati diri, produktif, dan
berkelanjutan secara lebih terstruktur dan mudah dilaksanakan (design
guidelines).
Prinsip Pengembangan Rancangan adalah (i) panduan rancangan tiap
blok pengembangan; dan (ii) simulasi rancangan tiga dimensional.
61
C. Rencana Investasi
Rencana investasi disusun berdasarkan dokumen RTBL yang memper-
hitungkan kebutuhan nyata para pemangku kepentingan dalam proses
pengendalian investasi dan pembiayaan dalam penataan lingkungan/
kawasan. Rencana ini merupakan rujukan bagi para pemangku kepen-
tingan untuk menghitung kelayakan investasi dan pembiayaan suatu
penataan ataupun menghitung tolok ukur keberhasilan investasi, sehingga
tercapai kesinambungan pentahapan pelaksanaan pembangunan.
D. Ketentuan Pengendalian Rencana
Ketentuan pengendalian rencana disusun sebagai bagian proses
penyusunan RTBL yang melibatkan masyarakat, baik secara langsung
(individu) maupun secara tidak langsung melalui pihak yang dianggap
dapat mewakili. Ketentuan Pengendalian Rencana menjadi alat mobilisasi
peran masing-masing pemangku kepentingan pada masa pelaksanaan
atau masa pemberlakuan RTBL sesuai dengan kapasitasnya dalam suatu
system yang disepakati bersama, dan berlaku sebagai rujukan bagi para
pemangku kepentingan untuk mengukur tingkat keberhasilan kesinam-
bungan pentahapan pelaksanaan pembangunan.
Arahan pengendalian rencana, meliputi:
a. Penetapan rencana dan indikasi program pelaksanaan dan pengen-
dalian pelaksanaan, termasuk kesepakatan wewenang dan kelem-
bagaan.
b. Penetapan paket kegiatan pelaksanaan dan pengendalian jangka
menengah.
c. Penyiapan pelibatan dan pemasaran paket pembangunan untuk setiap
pemangku kepentingan.
d. Identifikasi dan penyesuaian aspek fisik, sosial, dan ekonomi terhadap
kepentingan dan tanggung jawab para pemangku kepentingan.
e. Penetapan persyaratan teknis masing-masing aspek (fisik, sosial dan
ekonomi), perencanaan pelaksanaan, dan pengendalian di lapangan.
E. Pedoman Pengendalian Rencana
Pedoman pengendalian pelaksanaan dimaksudkan untuk mengarahkan
perwujudan pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan/kawasan
yang berdasarkan dokumen RTBL, dan memandu pengelolaan kawasan
agar dapat berkualitas meningkat berkelanjutan.
62
Pengendalian pelaksanaan dilakukan oleh dinas teknis setempat atau unit
pengelola teknis/UPT/badan tertentu sesuai kewenangan yang ditetapkan
oleh kelembagaan pemrakarsa penyusunan RTBL atau dapat ditetapkan
kemudian berdasarkan kesepakatan para pemangku kepentingan.
Pedoman pengendalian pelaksanaan dapat ditetapkan dan berupa
dokumen terpisah tetapi merupakan satu kesatuan dengan dokumen
RTBL, berdasarkan kesepakatan para pemangku kepentingan, setelah
mempertimbangkan kebutuhan tingkat kompleksitasnya.
F. Pembinaan Pelaksanaan
Pembinaan pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan oleh
pemerintah bertujuan untuk mewujudkan efektivitas peran pemerintah,
masyarakat dan dunia usaha baik dalam penyusunan RTBL, maupun
dalam penetapan dokumen RTBL melalui Peraturan Walikota, pelaksana-
an dan pengendalian pembangunan, pengelolaan kawasan, serta penin-
jauan kembali RTBL.
Perwujudan peran pemerintah diselenggarakan melalui optimalisasi
pelaksanaan pengembangan program dan kegiatan pemerintah yang
mendukung pelaksanaan RTBL dalam penataan lingkungan/kawasan.
2.2.8. Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 8 Tahun 2020 tentang
Bangunan Gedung
A. Muatan Perda
Secara keseluruhan Perda Kota Bengkulu No. 8 Tahun 2020 ini memuat
ketentuan-ketentuan dalam penyelenggaraan Bangunan Gedung sebagai-
mana diamanatkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung dan peraturan pelaksanaannya.
Peraturan daerah ini berisi ketentuan yang mengatur berbagai aspek
penyelenggaraan Bangunan Gedung meliputi aspek fungsi Bangunan
Gedung, aspek persyaratan Bangunan Gedung, aspek hak dan kewajiban
pemilik dan Pengguna Bangunan Gedung dalam tahapan penyeleng-
garaan Bangunan Gedung, aspek Peran Masyarakat, aspek pembinaan
oleh pemerintah, aspek sanksi, aspek ketentuan peralihan, dan ketentuan
penutup.
Peraturan daerah ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan
Bangunan Gedung yang berlandaskan pada ketentuan di bidang penataan
ruang, tertib secara administratif dan teknis, terwujudnya Bangunan
63
Gedung yang fungsional, andal, yang menjamin keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan bagi pengguna, serta serasi dan selaras
dengan lingkungannya.
Pengaturan fungsi Bangunan Gedung dalam Peraturan Daerah ini
dimaksudkan agar Bangunan Gedung yang didirikan dari awal telah
ditetapkan fungsinya sehingga masyarakat yang akan mendirikan
Bangunan Gedung dapat memenuhi persyaratan baik administratif
maupun teknis Bangunan Gedungnya dengan efektif dan efisien, sehingga
apabila bermaksud mengubah fungsi yang ditetapkan harus diikuti dengan
perubahan persyaratan administratif dan persyaratan teknisnya. Di
samping itu, agar pemenuhan persyaratan teknis setiap fungsi Bangunan
Gedung lebif efektif dan efisien, fungsi Bangunan Gedung tersebut
diklasifikasikan berdasarkan tingkat kompleksitas, tingkat permanensi,
tingkat risiko kebakaran, zonasi gempa, lokasi, ketinggian, dan/atau
kepemilikan.
Pengaturan persyaratan administratif Bangunan Gedung dalam Peraturan
Daerah ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui lebih rinci
persyaratan administratif yang diperlukan untuk mendirikan Bangunan
Gedung, baik dari segi kejelasan status tanahnya, kejelasan status
kepemilikan Bangunan Gedungnya, maupun kepastian hukum bahwa
Bangunan Gedung yang didirikan telah memperoleh persetujuan dari
Pemerintah Kota dalam bentuk izin mendirikan Bangunan Gedung.
Kejelasan hak atas tanah adalah persyaratan mutlak dalam mendirikan
Bangunan Gedung, meskipun dalam Peraturan Daerah ini dimungkinkan
adanya Bangunan Gedung yang didirikan di atas tanah milik orang/pihak
lain, dengan perjanjian. Dengan demikian kepemilikan Bangunan Gedung
dapat berbeda dengan kepemilikan tanah, sehingga perlu adanya
pengaturan yang jelas dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-
undangan tentang kepemilikan tanah.
Dengan diketahuinya persyaratan administratif Bangunan Gedung oleh
masyarakat luas, khususnya yang akan mendirikan atau memanfaatkan
Bangunan Gedung, akan memberikan kemudahan dan sekaligus
tantangan dalam penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik.
Pelayanan pemberian izin mendirikan Bangunan Gedung yang
transparan, adil, tertib hukum, partisipatif, tanggap, akuntabilitas, efisien
dan efektif, serta profesional, merupakan wujud pelayanan prima yang
harus diberikan oleh Pemerintah Kota.
64
Peraturan Daerah ini mengatur lebih lanjut persyaratan teknis tata
bangunan dan keandalan Bangunan Gedung, agar masyarakat di dalam
mendirikan Bangunan Gedung mengetahui secara jelas persyaratan-
persyaratan teknis yang harus dipenuhi sehingga Bangunan Gedungnya
dapat menjamin keselamatan pengguna dan lingkungannya, dapat
ditempati secara aman, sehat, nyaman, dan aksesibel, sehinggga secara
keseluruhan dapat memberikan jaminan terwujudnya Bangunan Gedung
yang fungsional, layak huni, berjati diri, dan produktif, serta serasi dan
selaras dengan lingkungannya.
Dengan dipenuhinya persyaratan teknis Bangunan Gedung sesuai fungsi
dan klasifikasinya, maka diharapkan kegagalan konstruksi maupun
kegagalan Bangunan Gedung dapat dihindari, sehingga pengguna
bangunan dapat hidup lebih tenang dan sehat, rohaniah dan jasmaniah di
dalam berkeluarga, bekerja, bermasyarakat dan bernegara.
Pengaturan Bangunan Gedung dilandasi oleh asas kemanfaatan,
keselamatan, keseimbangan, dan keserasian Bangunan Gedung dan
lingkungannya, berperikemanusiaan dan berkeadilan. Oleh karena itu,
masyarakat diupayakan terlibat dan berperan aktif, positif, konstruktif dan
bersinergi bukan hanya dalam rangka pembangunan dan Pemanfaatan
Bangunan Gedung untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi juga dalam
meningkatkan pemenuhan persyaratan Bangunan Gedung dan tertib
penyelenggaraan Bangunan Gedung pada umumnya.
B. Bangunan Gedung Hijau (Green Building)
Yang menarik pada Perda Kota Bengkulu No. 8 Tahun 2020 ini adalah
muatan mengenai Bangunan Gedung Hijau. Bangunan Gedung Hijau
adalah Bangunan Gedung yang memenuhi persyaratan Bangunan
Gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam peng-
hematan energi, air, dan sumberdaya lainnya melalui penerapan prinsip
Bangunan Gedung Hijau sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam
setiap tahapan penyelenggaraannya.
Prinsip Bangunan Gedung Hijau meliputi:
a) perumusan kesamaan tujuan, pemahaman serta rencana tindak;
b) pengurangan penggunaan sumber daya, baik berupa lahan, material,
air, sumber daya alam maupun sumber daya manusia (reduce);
c) pengurangan timbulan limbah, baik fisik maupun non-fisik;
d) penggunaan kembali sumber daya yang telah digunakan sebelumnya
(reuse);
65
e) penggunaan sumber daya hasil siklus ulang (recycle);
f) perlindungan dan pengelolaan terhadap lingkungan hidup melalui
upaya pelestarian;
g) mitigasi risiko keselamatan, kesehatan, perubahan iklim, dan bencana;
h) orientasi kepada siklus hidup;
i) orientasi kepada pencapaian mutu yang diinginkan;
j) inovasi teknologi untuk perbaikan yang berlanjut; dan
k) peningkatan dukungan kelembagaan, kepemimpinan dan manajemen
dalam implementasi.
Bangunan Gedung yang dikenai persyaratan Bangunan Gedung Hijau
meliputi Bangunan Gedung baru dan Bangunan Gedung yang telah
dimanfaatkan.
Bangunan Gedung yang dikenai persyaratan Bangunan Gedung Hijau
dibagi menjadi kategori:
a. wajib (mandatory),
b. disarankan (recommended), dan
c. sukarela (voluntary).

More Related Content

Similar to Bab 2_Tinjauan dan Standar Perencanaan.docx

Kak raperda rp3 kp provinsi bali 2019 final
Kak raperda rp3 kp provinsi bali 2019 finalKak raperda rp3 kp provinsi bali 2019 final
Kak raperda rp3 kp provinsi bali 2019 finalafriyantinoorwahyuni
 
2016_ustek_MateksKRGMJ_1.doc
2016_ustek_MateksKRGMJ_1.doc2016_ustek_MateksKRGMJ_1.doc
2016_ustek_MateksKRGMJ_1.docbambang480612
 
KAK PAKET 8 BM.pdf
KAK PAKET 8 BM.pdfKAK PAKET 8 BM.pdf
KAK PAKET 8 BM.pdfhalim292382
 
68830664 rdtr-bab-3-draft-a3-pusat-2
68830664 rdtr-bab-3-draft-a3-pusat-268830664 rdtr-bab-3-draft-a3-pusat-2
68830664 rdtr-bab-3-draft-a3-pusat-2teguh heru winarso
 
RPIK BABAR 2023 - 2043.pptx
RPIK BABAR 2023 - 2043.pptxRPIK BABAR 2023 - 2043.pptx
RPIK BABAR 2023 - 2043.pptxKisriYanti
 
Bab 1 pendahuluan pebaikan tgl 25 mei.doc
Bab 1 pendahuluan pebaikan tgl 25 mei.docBab 1 pendahuluan pebaikan tgl 25 mei.doc
Bab 1 pendahuluan pebaikan tgl 25 mei.docBaiq Septi maulida
 
PERGUB DKI JAKARTA NOMOR 182 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA PENGEMBA...
PERGUB DKI JAKARTA NOMOR 182 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA PENGEMBA...PERGUB DKI JAKARTA NOMOR 182 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA PENGEMBA...
PERGUB DKI JAKARTA NOMOR 182 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA PENGEMBA...joihot
 
Perda no 6 ttg perubahan perkeretaapian
Perda no 6 ttg perubahan perkeretaapianPerda no 6 ttg perubahan perkeretaapian
Perda no 6 ttg perubahan perkeretaapianbamz law
 
Buku rpi2 jm ksn sarbagita
Buku rpi2 jm ksn sarbagitaBuku rpi2 jm ksn sarbagita
Buku rpi2 jm ksn sarbagitaNengah Sudata
 
Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi
Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi
Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi Gita Saraswati
 
KAK Konsultan Supervisi Dana PHJD.pdf
KAK Konsultan Supervisi Dana PHJD.pdfKAK Konsultan Supervisi Dana PHJD.pdf
KAK Konsultan Supervisi Dana PHJD.pdfganjarpurnama1
 
Rencana Tata Ruang Wilayah
Rencana Tata Ruang WilayahRencana Tata Ruang Wilayah
Rencana Tata Ruang Wilayahmanafhsb
 
20160905 gambaran umum program kotaku workshop kerjasama udma - bogor jabar
20160905 gambaran umum program kotaku   workshop kerjasama udma - bogor jabar20160905 gambaran umum program kotaku   workshop kerjasama udma - bogor jabar
20160905 gambaran umum program kotaku workshop kerjasama udma - bogor jabarAdvisory Specialist for P2KP
 

Similar to Bab 2_Tinjauan dan Standar Perencanaan.docx (20)

Perda Nomor 5 Tahun 2017.pdf
Perda Nomor 5 Tahun 2017.pdfPerda Nomor 5 Tahun 2017.pdf
Perda Nomor 5 Tahun 2017.pdf
 
Kak raperda rp3 kp provinsi bali 2019 final
Kak raperda rp3 kp provinsi bali 2019 finalKak raperda rp3 kp provinsi bali 2019 final
Kak raperda rp3 kp provinsi bali 2019 final
 
2016_ustek_MateksKRGMJ_1.doc
2016_ustek_MateksKRGMJ_1.doc2016_ustek_MateksKRGMJ_1.doc
2016_ustek_MateksKRGMJ_1.doc
 
KAK PAKET 8 BM.pdf
KAK PAKET 8 BM.pdfKAK PAKET 8 BM.pdf
KAK PAKET 8 BM.pdf
 
68830664 rdtr-bab-3-draft-a3-pusat-2
68830664 rdtr-bab-3-draft-a3-pusat-268830664 rdtr-bab-3-draft-a3-pusat-2
68830664 rdtr-bab-3-draft-a3-pusat-2
 
RPIK BABAR 2023 - 2043.pptx
RPIK BABAR 2023 - 2043.pptxRPIK BABAR 2023 - 2043.pptx
RPIK BABAR 2023 - 2043.pptx
 
Bab 1 pendahuluan pebaikan tgl 25 mei.doc
Bab 1 pendahuluan pebaikan tgl 25 mei.docBab 1 pendahuluan pebaikan tgl 25 mei.doc
Bab 1 pendahuluan pebaikan tgl 25 mei.doc
 
PPT Struktur .pptx
PPT Struktur .pptxPPT Struktur .pptx
PPT Struktur .pptx
 
PERGUB DKI JAKARTA NOMOR 182 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA PENGEMBA...
PERGUB DKI JAKARTA NOMOR 182 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA PENGEMBA...PERGUB DKI JAKARTA NOMOR 182 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA PENGEMBA...
PERGUB DKI JAKARTA NOMOR 182 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA PENGEMBA...
 
Perda no 6 ttg perubahan perkeretaapian
Perda no 6 ttg perubahan perkeretaapianPerda no 6 ttg perubahan perkeretaapian
Perda no 6 ttg perubahan perkeretaapian
 
Buku rpi2 jm ksn sarbagita
Buku rpi2 jm ksn sarbagitaBuku rpi2 jm ksn sarbagita
Buku rpi2 jm ksn sarbagita
 
Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi
Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi
Skripsi Penyusunan Peraturan Zonasi
 
Bab ii tinjauan kebijakan 2504
Bab ii tinjauan kebijakan 2504Bab ii tinjauan kebijakan 2504
Bab ii tinjauan kebijakan 2504
 
Kerangka acuan kerja
Kerangka acuan kerjaKerangka acuan kerja
Kerangka acuan kerja
 
KAK Konsultan Supervisi Dana PHJD.pdf
KAK Konsultan Supervisi Dana PHJD.pdfKAK Konsultan Supervisi Dana PHJD.pdf
KAK Konsultan Supervisi Dana PHJD.pdf
 
Rencana Tata Ruang Wilayah
Rencana Tata Ruang WilayahRencana Tata Ruang Wilayah
Rencana Tata Ruang Wilayah
 
Bab i pendahuluan
Bab i  pendahuluanBab i  pendahuluan
Bab i pendahuluan
 
20160905 gambaran umum program kotaku workshop kerjasama udma - bogor jabar
20160905 gambaran umum program kotaku   workshop kerjasama udma - bogor jabar20160905 gambaran umum program kotaku   workshop kerjasama udma - bogor jabar
20160905 gambaran umum program kotaku workshop kerjasama udma - bogor jabar
 
Bab i pendahuluan fix
Bab  i pendahuluan fixBab  i pendahuluan fix
Bab i pendahuluan fix
 
Sos dak 2012 infrastruktur
Sos dak 2012   infrastrukturSos dak 2012   infrastruktur
Sos dak 2012 infrastruktur
 

More from pt satwindu utama

More from pt satwindu utama (8)

Bab 4_Analisis Konsep.docx
Bab 4_Analisis Konsep.docxBab 4_Analisis Konsep.docx
Bab 4_Analisis Konsep.docx
 
dafisi antara.docx
dafisi antara.docxdafisi antara.docx
dafisi antara.docx
 
Standar Pelayanan Tahun 2021_new.docx
Standar Pelayanan Tahun 2021_new.docxStandar Pelayanan Tahun 2021_new.docx
Standar Pelayanan Tahun 2021_new.docx
 
Bab 1_Pendahuluan.docx
Bab 1_Pendahuluan.docxBab 1_Pendahuluan.docx
Bab 1_Pendahuluan.docx
 
outline.docx
outline.docxoutline.docx
outline.docx
 
Draft Bahan Paparan KP I KLHS Beltim_1910.pptx
Draft Bahan Paparan KP I KLHS Beltim_1910.pptxDraft Bahan Paparan KP I KLHS Beltim_1910.pptx
Draft Bahan Paparan KP I KLHS Beltim_1910.pptx
 
Potongan+jala naaaa copy
Potongan+jala naaaa   copyPotongan+jala naaaa   copy
Potongan+jala naaaa copy
 
Rks total
Rks totalRks total
Rks total
 

Recently uploaded

Pertemuan kuliah 6 Reduksi data State.ppt
Pertemuan kuliah 6 Reduksi data State.pptPertemuan kuliah 6 Reduksi data State.ppt
Pertemuan kuliah 6 Reduksi data State.pptDAVIDSTEVENSONSIMBOL
 
TIPOLOGI BANGUNAN materi penjelasan minggu pertama
TIPOLOGI BANGUNAN materi penjelasan minggu pertamaTIPOLOGI BANGUNAN materi penjelasan minggu pertama
TIPOLOGI BANGUNAN materi penjelasan minggu pertamalitaseptiana2
 
POWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMAS
POWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMASPOWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMAS
POWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMASAfrilyakurniarezki
 
sagdjasgfjckasbkfjhsakjkadjvjnskdjvnjkdvnv
sagdjasgfjckasbkfjhsakjkadjvjnskdjvnjkdvnvsagdjasgfjckasbkfjhsakjkadjvjnskdjvnjkdvnv
sagdjasgfjckasbkfjhsakjkadjvjnskdjvnjkdvnvademahdiyyah
 
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.docundangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.docLaelaSafitri7
 
persentasi tentang modul ajar kelas lima kelas enam semster 2458902569-Modul-...
persentasi tentang modul ajar kelas lima kelas enam semster 2458902569-Modul-...persentasi tentang modul ajar kelas lima kelas enam semster 2458902569-Modul-...
persentasi tentang modul ajar kelas lima kelas enam semster 2458902569-Modul-...ahmadirhamni
 
kk eko junianto.pdf ada yang terjual tapi ngecer nggak bisa mijid nggak bisa ...
kk eko junianto.pdf ada yang terjual tapi ngecer nggak bisa mijid nggak bisa ...kk eko junianto.pdf ada yang terjual tapi ngecer nggak bisa mijid nggak bisa ...
kk eko junianto.pdf ada yang terjual tapi ngecer nggak bisa mijid nggak bisa ...achmadwalidi444
 

Recently uploaded (7)

Pertemuan kuliah 6 Reduksi data State.ppt
Pertemuan kuliah 6 Reduksi data State.pptPertemuan kuliah 6 Reduksi data State.ppt
Pertemuan kuliah 6 Reduksi data State.ppt
 
TIPOLOGI BANGUNAN materi penjelasan minggu pertama
TIPOLOGI BANGUNAN materi penjelasan minggu pertamaTIPOLOGI BANGUNAN materi penjelasan minggu pertama
TIPOLOGI BANGUNAN materi penjelasan minggu pertama
 
POWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMAS
POWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMASPOWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMAS
POWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMAS
 
sagdjasgfjckasbkfjhsakjkadjvjnskdjvnjkdvnv
sagdjasgfjckasbkfjhsakjkadjvjnskdjvnjkdvnvsagdjasgfjckasbkfjhsakjkadjvjnskdjvnjkdvnv
sagdjasgfjckasbkfjhsakjkadjvjnskdjvnjkdvnv
 
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.docundangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
 
persentasi tentang modul ajar kelas lima kelas enam semster 2458902569-Modul-...
persentasi tentang modul ajar kelas lima kelas enam semster 2458902569-Modul-...persentasi tentang modul ajar kelas lima kelas enam semster 2458902569-Modul-...
persentasi tentang modul ajar kelas lima kelas enam semster 2458902569-Modul-...
 
kk eko junianto.pdf ada yang terjual tapi ngecer nggak bisa mijid nggak bisa ...
kk eko junianto.pdf ada yang terjual tapi ngecer nggak bisa mijid nggak bisa ...kk eko junianto.pdf ada yang terjual tapi ngecer nggak bisa mijid nggak bisa ...
kk eko junianto.pdf ada yang terjual tapi ngecer nggak bisa mijid nggak bisa ...
 

Bab 2_Tinjauan dan Standar Perencanaan.docx

  • 1. 14 Bab 2 TINJAUAN KEBIJAKAN DAN STANDAR PERENCANAAN Beberapa kebijakan dan standar perencanaan yang harus dijadikan rujukan dan pertimbangan dalam penyusunan Masterplan Kawasan Perkantoran dan DED Gerbang Utama Kantor BPJN Bengkulu adalah: a. Kebijakan tata ruang Kota Bengkulu, khususnya yang terkait dengan arahan pengembangan infrastruktur, rencana pola ruang dan arahan pemanfaatan ruang, wilayah Kota Bengkulu serta peraturan zonasi pada lokasi Kawasan Perkantoran BPJN Bengkulu. b. Standar-standar perencanaan yang umum digunakan, baik untuk kepentingan perencanaan kawasan, pembangunan gedung dan penyediaan prasarana, sarana dan utilitas. 2.1. KEBIJAKAN TATA RUANG Berdasarkan informasi terakhir yang diperoleh, kebijakan penataan ruang Kota Bengkulu masih mengacu kepada Perda Kota Bengkulu No. 14 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bengkulu Tahun 2012-2032. Walaupun pada saat ini sudah hasil Peninjauan Kembali RTRW Kota Bengkulu Tahun 2012-2032, namun belum ditetapkn sebagai Perda yang baru untuk mengganti Perda Kota Bengkulu No. 14 Tahun 2012. 2.1.1. Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kota Sebagaimana dimuat dalam Perda Kota Bengkulu No. 14 Tahun 2012 tentang RTRW Kota Bengkulu Tahun 2012-2032, arahan pengembangan infrastruktur wilayah Kota Bengkulu tergambar dari strategi yang dipilih untuk mewujudkan pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah kota dan peningkatan kualitas serta jangkauan pelayanan utilitas kota, yaitu: a. Meningkatkan akses jaringan jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan baik dalam sistem primer maupun sekunder; b. Mengembangkan jalan lingkar Bengkulu Outer Ring Road (BORR); c. Mengembangkan jalur kereta api untuk meningkatkan aksesibilitas pesisir barat Pulau Sumatera; d. Mengembangkan fungsi pelabuhan untuk meningkatkan aksesibilitas antar provinsi;
  • 2. 15 e. Meningkatkan fungsi pelayanan bandar udara di sebelah selatan kota untuk mendukung peran Kota sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW); f. Mengembangkan sistem jaringan energi di bagian selatan kota; g. Mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi pada wilayah yang belum terlayani di bagian selatan kota; h. Mengembangkan sistem jaringan sumber daya air di sebelah timur kota dan di sebelah selatan kota; dan i. Mengembangkan infrastruktur perkotaan secara merata di seluruh wilayah kota. Berdasarkan Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Bengkulu Tahun 2012- 2032, lokasi Kawasan Perkantoran BPJN Bengkulu berada pada Jalan Arteri Primer ruas yang menghubungkan Air Sebakul – Pagar Dewa - Pulai Baai atau ruas Jl. Ir. Rustandi Sugianto - Jl. RE. Martadinata di sebelah timur dan Jalan Kolektor Primer ruas Jl. Citanduy di sebelah barat. Dengan kondisi tersebut, maka perencanaan pengembangan kawasan perkantoran BPJN Bengkulu harus dilakukan dengan cermat karena diapit oleh 2 ruas jan dengan fungsi primer. UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan menjelaskan bahwa jalan umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas.  Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubung- kan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.  Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.  Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam
  • 3. 16 sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, meng- hubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota. Keberadaan BPJN Bengkulu sesuai dengan Tugas BPJN sebagaimana diatur dalam PUPR No. 16 Tahun 2020, adalah melaksanakan pemrograman, perencanaan, pengadaan, pembangunan, preservasi dan pengendalian penerapan norma, standar, pedoman dan kriteria bidang jalan dan jembatan termasuk konektivitas jaringan jalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Memperhatikan kedua kebijakan di atas, terlihat adanya korelasi antara strategi pengembangan infrastruktur wilayah Kota Bengkulu (khususnya infrastruktur transportasi jalan) dengan fungsi-fungsi harus dijalannkan oleh BPJN Bengkulu. Untuk mendukung terwujudnya infrastruktur transportasi jalan di Kota Bengkulu dan Provinsi Bengkulu secara keseluruhan dibutuhkan kinerja BPJN Bengkulu yang optimal. Untuk mendapatkan kinerja yang optimal, salah-satunya membutuhkan dukungan sarana perkantoran yang memadai kapasitas dan kualitasnya. 2.1.2. Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Pemanfaatan ruang wilayah Kota Bengkulu Tahun 2012-2032 dapat dilihat dari kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Kota Bengkulu maupun dari rencana pola ruang wilayah dan arahan pemanfaatan ruang wilayah serta ketentuan umum peraturan zonasi Kota Bengkulu. Beberapa kebijakan penataan ruang wilayah Kota Bengkulu yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap pengembangan pengembangan kawasan perkantoran adalah:  Kebijakan pengembangan dan pengelolaan kawasan budidaya yang akan diwujudkan dengan strategi: a. Menetapkan kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan; b. Mengembangkan kawasan budidaya sesuai karakteristik wilayah dan perkembangan kawasan; c. Mengembangkan kawasan pariwisata di bagian Barat Kota Bengkulu;
  • 4. 17 d. Mengembangkan kawasan pendidikan di bagian Utara Kota Bengkulu untuk memantapkan peran Kota Bengkulu sebagai kota pendidikan ; e. Mengembangkan kawasan perdagangan dan jasa di bagian tengah Kota Bengkulu untuk meningkatkan pelayanan skala regional ; f. Mendorong pengembangan secara vertikal pada kawasan dengan kepadatan tinggi; g. Menyediakan ruang untuk kegiatan sektor informal pada kawasan perdagangan dan jasa di sebelah barat Kota Bengkulu; dan h. Memperhatikan keterpaduan antar kegiatan kawasan budidaya.  Kebijakan pengelolaan kawasan lindung untuk mendukung pembangunan kota yang berkelanjutan yang akan diwujudkan dengan strategi: a. Mempertahankan dan melestarikan kawasan yang berfungsi lindung sesuai dengan kondisi ekosistemnya; b. Mengembangkan RTH minimal 30% dari luas seluruh wilayah kota secara proporsional; c. Merevitaslisasi secara bertahap kawasan lindung yang telah berubah fungsi dan/atau menurun akibat pengembangan kawasan budidaya; d. Mempertahankan kawasan Cagar Alam yang terletak disebelah Timur Kota Bengkulu; dan e. Melindungi kawasan dan benda cagar budaya untuk kepentingan sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan kepariwisataan.  Kebijakan pengelolaan kawasan bencana yang akan diwujudkan dengan strategi: a. Mempertahankan luasan kawasan lindung sebagai upaya adaptasi dan mitigasi bencana; b. Membatasi pengembangan kawasan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana alam; c. Mengembangkan jalur evakulasi yang menyebar di seluruh wilayah kota; d. Mengembangkan ruang evakuasi bencana di sebelah timur kota sebagai titik berkumpul akhir; e. Mengembangkan kawasan rawan bencana sebagai kawasan lindung; dan f. Melakukan mitigasi bencana pada kawasan rawan bencana. Berdasarkan Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Bengkulu Tahun 2012-2032, lokasi Kawasan Perkantoran BPJN Bengkulu pada peruntukkan lahan sebagai kawasan perdagangan dan jasa.
  • 5. 18 Gambar: 2.1. Lokasi Kawasan Perkantoran BPJN Bengkulu
  • 6. 19 RTRW Kota Bengkulu Tahun 2012-2032 disusun dengan menggunakan acuan Permen PU No. 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota. Saat sedang dilakukan Peninjauan Kembali dan Revisi RTRW Kota Bengkulu Tahun 2012-2032. Acuan yang digunakan sudah berganti menjadi Permen ATR/Ka.BPN No. 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten dan Kota. Selanjutnya, untuk mendetailkan RTRW Kota, perlu disusun dan ditetapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. Acuan yang digunakan untuk menyusun RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota adalah Permen ATR/Ka.BPN No. 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. Penjelasan di atas perlu disampaikan terkait dengan adanya perubahan-per- ubahan nomenklatur dalam peraturan perundangundangan yang baru, antara lain:  Menurut Permen PU No. 17/PRT/M/2009, klasifikasi pola ruang wilayah kota terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya, sebagai berikut: 1) Kawasan lindung, yang dapat terdiri atas: a) hutan lindung; b) kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, yang meliputi kawasan bergambut dan kawasan resapan air; c) kawasan perlindungan setempat, yang meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air; d) ruang terbuka hijau (RTH) kota, yang antara lain meliputi taman RT, taman RW, taman kota dan permakaman; e) kawasan suaka alam dan cagar budaya; f) kawasan rawan bencana alam, yang meliputi kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang dan kawasan rawan banjir; dan g) kawasan lindung lainnya. 2) Kawasan budi daya, yang terdiri atas: a) kawasan perumahan yang dapat dirinci, meliputi perumahan dengan kepadatan tinggi, perumahan dengan kepadatan sedang, dan perumahan dengan kepadatan rendah; b) kawasan perdagangan dan jasa, yang diantaranya terdiri atas pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern;
  • 7. 20 c) kawasan perkantoran yang diantaranya terdiri atas perkantoran pemerintahan dan perkantoran swasta; d) kawasan industri, yang meliputi industri rumah tangga/kecil dan industri ringan; e) kawasan pariwisata, yang diantaranya terdiri atas pariwisata budaya, pariwisata alam, dan pariwisata buatan; f) kawasan ruang terbuka non hijau; g) kawasan ruang evakuasi bencana meliputi ruang terbuka atau ruang-ruang lainnya yang dapat berubah fungsi menjadi melting point ketika bencana terjadi; h) kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor informal; dan i) kawasan peruntukan lainnya, meliputi antara lain: pertanian, pertambangan (disertai persyaratan yang ketat untuk pelaksanaan penambangannya), pelayanan umum (pendidikan, kesehatan, peribadatan, serta keamanan dan keselamatan), militer, dan lain- lain sesuai dengan peran dan fungsi kota.  Menurut Permen ATR/Ka.BPN No. 1/2018, rencana pola ruang wilayah kota, terdiri atas: a. Kawasan peruntukan lindung, dapat terdiri atas: 1) kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, meliputi: a) kawasan hutan lindung; b) kawasan lindung gambut; dan/atau c) kawasan resapan air. 2) kawasan perlindungan setempat, meliputi: a) sempadan pantai b) sempadan sungai c) kawasan sekitar danau atau waduk; dan/atau d) kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal. 3) kawasan konservasi, meliputi: a) kawasan suaka alam (KSA), dapat meliputi: (1) cagar alam dan cagar alam laut; dan/atau (2) suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut. b) kawasan pelestarian alam (KPA), dapat meliputi: (1) taman nasional; (2) taman hutan raya; dan/atau (3) taman wisata alam dan taman wisata alam laut. c) kawasan taman buru; dan/atau
  • 8. 21 d) kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dapat meliputi: (1) kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil, yang dapat meliputi: (a) suaka pesisir; (b) suaka pulau kecil; (c) taman pesisir; dan/atau (d) taman pulau kecil. (2) kawasan konservasi maritim, yang dapat meliputi: (a) daerah perlindungan adat maritim; dan/atau (b) daerah perlindungan budaya maritim. (3) kawasan konservasi perairan. 4) kawasan lindung geologi, meliputi: a) kawasan cagar alam geologi, dapat meliputi: (1) kawasan keunikan batuan dan fosil; (2) kawasan keunikan bentang alam; dan/atau (3) kawasan keunikan proses geologi. b) kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah, dapat meliputi: (1) kawasan imbuhan air tanah; dan/atau (2) sempadan mata air. 5) kawasan rawan bencana yang tingkat kerawanan dan probabilitas ancaman atau dampak paling tinggi, meliputi: a) kawasan rawan bencana gerakan tanah (termasuk tanah longsor); b) kawasan rawan bencana letusan gunung api; dan/atau c) sempadan patahan aktif (active fault) pada kawasan rawan bencana gempa bumi. 6) kawasan cagar budaya; 7) kawasan ekosistem mangrove; dan/atau 8) ruang terbuka hijau RTH kota, minimal 30% (20% publik dan 10% privat) yang antara lain meliputi taman RT, taman RW, taman kelurahan, taman kecamatan, taman kota, hutan kota, pemakaman, dan lain-lain. b. Kawasan peruntukan budi daya, dapat terdiri atas: 1) Kawasan hutan produksi, meliputi: a) kawasan hutan produksi terbatas; b) kawasan hutan produksi tetap; dan/atau c) kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
  • 9. 22 2) kawasan pertanian, meliputi: a) kawasan tanaman pangan, b) kawasan hortikultura; c) kawasan perkebunan; dan/atau d) kawasan peternakan, yang dapat dilengkapi dengan kawasan penggembalaan umum. 3) kawasan pertambangan dan energi, meliputi: a) kawasan pertambangan mineral, dapat meliputi: (1) kawasan pertambangan mineral radioaktif (2) kawasan pertambangan mineral logam; (3) kawasan pertambangan mineral bukan logam; dan/atau (4) kawasan peruntukan pertambangan batuan. b) kawasan pertambangan batubara; c) kawasan pertambangan minyak dan gas bumi; d) kawasan panas bumi; dan/atau e) kawasan pembangkitan tenaga listrik. 4) kawasan perikanan, meliputi: a) kawasan perikanan tangkap; dan/atau b) kawasan perikanan budi daya. 5) kawasan peruntukan industri, meliputi: a) kawasan industri; dan/atau b) sentra industri kecil dan menengah. 6) kawasan pariwisata 7) kawasan permukiman, meliputi: a) kawasan perumahan; b) kawasan perdagangan dan jasa; c) kawasan perkantoran; d) kawasan peribadatan; e) kawasan pendidikan; f) kawasan kesehatan; g) kawasan olahraga; h) kawasan transportasi; i) kawasan sumber daya air; j) kawasan ruang terbuka non hijau; k) tempat evakuasi bencana; dan/atau l) kawasan sektor informal. 8) kawasan hutan rakyat.
  • 10. 23 9) kawasan pertahanan dan keamanan.  Menurut Permen ATR/Ka.BPN No. 18/2018, pendetailan rencana pola ruang RDTR terdiri atas: a. Zona lindung yang meliputi: 1) zona hutan lindung (HL); 2) zona yang memberikan perlindungan terhadap zona dibawahnya (PB) yang meliputi: a) zona lindung gambut (LG); dan/atau b) zona resapan air (RA). 3) zona perlindungan setempat (PS) yang meliputi: a) zona sempadan pantai (SP); b) zona sempadan sungai (SS); c) zona sekitar danau atau waduk (DW) termasuk situ dan embung; dan/atau d) zona sekitar mata air (MA). 4) zona RTH kota (RTH) yang meliputi: a) hutan kota (RTH-1); b) taman kota (RTH-2); c) taman kecamatan (RTH-3); d) taman kelurahan (RTH-4); e) taman RW (RTH-5); f) taman RT (RTH-6); dan/atau g) pemakaman (RTH-7). 5) zona konservasi (KS) yang meliputi: a) cagar alam (KS-1); b) suaka margasatwa (KS-2); c) taman nasional (KS-3); d) taman hutan raya (KS-4); dan/atau e) taman wisata alam (KS-5). 6) zona lindung lainnya. b. Zona budi daya yang meliputi: 1) zona perumahan (R), yang dapat dirinci ke dalam zona perumahan berdasarkan tingkat kepadatan bangunan dan/atau tingkat kemam- puan/keterjangkauan kepemilikan rumah. a) berdasarkan tingkat kepadatan bangunan: kepadatan sangat tinggi (R-1), tinggi (R-2), sedang (R-3), rendah (R-4), dan sangat rendah (R-5); atau b) berdasarkan tingkat kemampuan/keterjangkauan
  • 11. 24 kepemilikan rurnah: 1U1I1al1 mewah (Rm), rumah menengah (Rh), rumah sederhana (Rs), dan rumah sangat sederhana (Ra). 2) zona perdagangan dan jasa (K), yang meliputi: a) perdagangan danjasa skala kota (K-1); b) perdagangan danjasa skala BWP (K-2); dan/atau c) perdagangan danjasa skala sub BWP (K-3). 3) zona perkantoran (KT); 4) zona sarana pelayanan umum (SPU), yang meliputi: a) sarana pelayanan umum skala kota (SPU-1); b) sarana pelayanan umum skala kecamatan (SPU-2); c) sarana pelayanan umum skala kelurahan (SPU-3);dan/atau d) sarana pelayanan umum skala RW (SPU-4). 5) zona industri (I), yang meliputi: a) kawasan industri (KI); dan/atau b) sentra industri kecil menengah (SIKM). 6) zona lainnya, yang dapat berupa pertanian, pertambangan, ruang terbuka non hijau, sektor informal, pergudangan, pertahanan dan keamanan, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), pengembangan nuklir, pembangkit listrik, dan/atau pariwisata. Pengkodean zona dan subzona lainnya diatur sendiri oleh masing-masing daerah sesuai dengan kebutuhan. 7) zona campuran (C), yang meliputi perumahan dan perdagangan/ jasa, perumahan dan perkantoran, perdagangan/jasa dan per- kantoran. Penggunaan kategori zona campuran di dalam rencana zonasi bertujuan untuk mendorong pertumbuhan suatu bagian kawasan perkotaan agar menjadi satu fungsi ruang tertentu.Kategori zona campuran juga dapat digunakan untuk mengakomodasi adanya suatu bagian kawasan perkotaan yang memiliki lebih dari satu fungsi ruang, yang harmonis namun tidak dapat secara utuh dikategorikan ke clalam salah satu zona. Penggunaan kategori zona campuran harus didukung oleh: a) Adanya batas zona yang jelas yang dapat membatasi perluasan fungsi campuran lebih lanjut; dan b) Harus ada upaya untuk mendorong perkembangan fungsi campuran menuju ke satu zona peruntukan tertentu.
  • 12. 25 2.2. STANDAR PERENCANAAN Beberapa peraturan perundang-undangan harus dijadikan sebagai acuan dalam perencanaan kawasan perkantoran BPJN Bengkulu, baik berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri maupun Peraturan Daerah Kota Bengkulu. Tujuannya adalah untuk menghasilkan produk perencanaan yang sejalan dengan peraturan per- undang-undangan yang berlaku. 2.2.1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Beberapa muatan UU No. 28 Tahun 2002 yang perlu dipahami dalam proses penyusunan Masterplan Kawasan Perkantoran BPJN Bengkulu dapat diuraikan pada bagian berikut; A. Fungsi Bangunan Gedung  Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, serta fungsi khusus.  Bangunan gedung fungsi hunian, meliputi bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal sementara.  Bangunan gedung fungsi keagamaan, meliputi masjid, gereja, pura, wihara, dan kelenteng.  Bangunan gedung fungsi usaha, meliputi bangunan gedung untuk perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal, dan penyimpanan.  Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung untuk pendidikan, kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboratorium, dan pelayanan umum.  Bangunan gedung fungsi khusus, meliputi bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan, dan bangunan sejenis yang diputuskan oleh Menteri.  Satu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi.  Fungsi bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten/Kota.  Fungsi bangunan gedung ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dan dicantumkan dalam Izin Mendirikan Bangunan.  Perubahan fungsi bangunan gedung yang telah ditetapkan, harus mendapatkan persetujuan dan penetapan kembali oleh Pemerintah Daerah.
  • 13. 26 B. Persyaratan Bangunan Gedung 1) Umum  Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan adminis- tratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.  Persyaratan administratif bangunan gedung, meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.  Persyaratan teknis bangunan gedung, meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.  Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk bangunan gedung harus memiliki izin penggunaan sesuai ketentuan yang berlaku.  Persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung adat, bangunan gedung semi permanen, bangunan gedung darurat, dan bangunan gedung yang dibangun pada daerah lokasi bencana ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai kondisi sosial dan budaya setempat. 2) Persyaratan Administratif Bangunan Gedung  Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan adminis- tratif yang meliputi: a) status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari peme- gang hak atas tanah; b) status kepemilikan bangunan gedung; dan c) izin mendirikan bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.  Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau bagian bangunan gedung.  Pemerintah Daerah wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan. 3) Persyaratan Tata Bangunan  Umum a) Persyaratan tata bangunan, meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan. b) Persyaratan tata bangunan ditetapkan lebih lanjut dalam rencana tata bangunan dan lingkungan oleh Pemerintah Daerah.
  • 14. 27  Persyaratan Peruntukan dan Intensitas Bangunan Gedung a) Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, meliputi persyaratan peruntukan lokasi, kepadatan, ketinggian, dan jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan. b) Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, meliputi persyaratan peruntukan lokasi, kepadatan, ketinggian, dan jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan. c) Pemerintah Daerah wajib menyediakan dan memberikan informasi secara terbuka tentang persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung bagi masyarakat yang memerlukannya. d) Persyaratan peruntukan lokasi dilaksanakan berdasarkan ketentuan tentang tata ruang. e) Bangunan gedung yang dibangun di atas, dan/atau di bawah tanah, air, dan/atau prasarana dan sarana umum tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan/atau fungsi prasarana dan sarana umum yang bersangkutan. f) Persyaratan kepadatan dan ketinggian bangunan, meliputi koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan ketinggian bangunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan. g) Persyaratan jumlah lantai maksimum bangunan gedung atau bagian bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah harus mempertimbangkan keamanan, kesehatan, dan daya dukung lingkungan yang dipersyaratkan. h) Bangunan gedung tidak boleh melebihi ketentuan maksimum kepadatan dan ketinggian yang ditetapkan pada lokasi yang bersangkutan. i) Persyaratan jarak bebas bangunan gedung, meliputi:  garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi;  jarak antara bangunan gedung dengan batas-batas persil, dan jarak antara as jalan dan pagar halaman yang diizinkan pada lokasi yang bersangkutan. j) Persyaratan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah harus mempertimbangkan batas-batas lokasi, keamanan, dan
  • 15. 28 tidak mengganggu fungsi utilitas kota, serta pelaksanaan pembangunannya. k) Pemerintah Daerah wajib menyediakan dan memberikan informasi secara terbuka tentang persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung bagi masyarakat yang memerlu- kannya.  Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung a) Persyaratan arsitektur bangunan gedung, meliputi persyaratan penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam, keseim- bangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya, serta pertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya setempat terhadap penerapan berbagai perkembangan arsitektur dan rekayasa. b) Persyaratan penampilan bangunan gedung harus memper- hatikan bentuk dan karakteristik arsitektur dan lingkungan yang ada di sekitarnya. c) Persyaratan tata ruang dalam bangunan harus memperhatikan fungsi ruang, arsitektur bangunan gedung, dan keandalan bangunan gedung. d) Persyaratan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya harus mempertim- bangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.  Persyaratan Pengendalian Dampak Lingkungan Penerapan persyaratan pengendalian dampak lingkungan hanya berlaku bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan. 4) Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung  Umum a) Persyaratan keandalan bangunan gedung, meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. b) Persyaratan keandalan bangunan gedung ditetapkan ber- dasarkan fungsi bangunan gedung.  Persyaratan Keselamatan a) Persyaratan keselamatan bangunan gedung, meliputi per- syaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.
  • 16. 29 b) Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatannya merupakan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh dalam mendukung beban muatan. c) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif. d) Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya petir merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir.  Persyaratan Kesehatan a) Persyaratan kesehatan bangunan gedung, meliputi persyaratan sistem penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan gedung. b) Sistem penghawaan merupakan kebutuhan sirkulasi dan per- tukaran udara yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui bukaan dan/atau ventilasi alami dan/atau ventilasi buatan. c) Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pen- didikan, dan bangunan pelayanan umum lainnya harus mem- punyai bahan untuk ventilasi alami. d) Sistem pencahayaan merupakan kebutuhan pencahayaan yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat. e) Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pen- didikan, dan bangunan pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami. f) Sistem sanitasi merupakan kebutuhan sanitasi yang harus disediakan di dalam dan di luar bangunan gedung untuk memenuhi kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan. g) Sistem sanitasi pada bangunan gedung dan lingkungannya harus dipasang sehingga mudah dalam pengoperasian dan pemeliharaannya, tidak membahayakan serta tidak meng- ganggu lingkungan. h) Penggunaan bahan bangunan gedung harus aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
  • 17. 30  Persyaratan Kenyamanan a) Persyaratan kenyamanan bangunan gedung, meliputi kenyamanan ruang gerak dan hubungan antarruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat kebisingan. b) Kenyamanan ruang gerak merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari dimensi ruang dan tata letak ruang yang memberikan kenyamanan bergerak dalam ruangan. c) Kenyamanan hubungan antarruang merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang dan sirkulasi antarruang dalam bangunan gedung untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung. d) Kenyamanan kondisi udara dalam ruang merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari temperatur dan kelembaban di dalam ruang untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung. e) Kenyamanan pandangan merupakan kondisi dimana hak pribadi orang dalam melaksanakan kegiatan di dalam bangunan gedungnya tidak terganggu dari bangunan gedung lain di sekitarnya. f) Kenyamanan tingkat getaran dan kebisingan merupakan tingkat kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaan yang tidak mengakibatkan pengguna dan fungsi bangunan gedung terganggu oleh getaran dan/atau kebisingan yang timbul baik dari dalam bangunan gedung maupun lingkungannya.  Persyaratan Kemudahan a) Persyaratan kemudahan, meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung. b) Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung, meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut usia. c) Kelengkapan prasarana dan sarana pada bangunan gedung untuk kepentingan umum meliputi penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah, ruang ganti, ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi. d) Kemudahan hubungan horizontal antarruang dalam bangunan gedung merupakan keharusan bangunan gedung untuk menyediakan pintu dan/atau koridor antar ruang.
  • 18. 31 e) Penyediaan mengenai jumlah, ukuran dan konstruksi teknis pintu dan koridor disesuaikan dengan fungsi ruang bangunan gedung. f) Kemudahan hubungan vertikal dalam bangunan gedung, termasuk sarana transportasi vertikal berupa penyediaan tangga, ramp, dan sejenisnya serta lift dan/atau tangga berjalan dalam bangunan gedung. g) Bangunan gedung yang bertingkat harus menyediakan tangga yang menghubungkan lantai yang satu dengan yang lainnya dengan mempertimbangkan kemudahan, keamanan, kese- lamatan, dan kesehatan pengguna. h) Bangunan gedung untuk parkir harus menyediakan ram dengan kemiringan tertentu dan/atau sarana akses vertikal lainnya dengan mempertimbangkan kemudahan dan keamanan pengguna sesuai standar teknis yang berlaku. i) Bangunan gedung dengan jumlah lantai lebih dari 5 (lima) harus dilengkapi dengan sarana transportasi vertikal (lift) yang dipasang sesuai dengan kebutuhan dan fungsi bangunan gedung. j) Akses evakuasi dalam keadaan darurat harus disediakan di dalam bangunan gedung meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi apabila terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana lainnya, kecuali rumah tinggal. k) Penyediaan akses evakuasi harus dapat dicapai dengan mudah dan dilengkapi dengan penunjuk arah yang jelas. l) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung, kecuali rumah tinggal. m) Fasilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia, termasuk penyediaan fasilitas aksesibilitas dan fasilitas lainnya dalam bangunan gedung dan lingkungannya. n) Kelengkapan prasarana dan sarana merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung untuk kepentingan umum. C. Penyelenggaraan Bangunan Gedung 1) Pembangunan Bangunan Gedung  Pembangunan bangunan gedung diselenggarakan melalui tahapan perencanaan dan pelaksanaan beserta pengawasannya.  Pembangunan bangunan gedung dapat dilakukan baik di tanah milik sendiri maupun di tanah milik pihak lain.
  • 19. 32  Pembangunan bangunan gedung di atas tanah milik pihak lain dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemilik tanah dan pemilik bangunan gedung.  Pembangunan bangunan gedung dapat dilaksanakan setelah rencana teknis bangunan gedung disetujui oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk izin mendirikan bangunan, kecuali bangunan gedung fungsi khusus.  Pengesahan rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setelah mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli.  Pengesahan rencana teknis bangunan gedung fungsi khusus ditetapkan oleh pemerintah setelah mendapat pertimbangan teknis tim ahli.  Keanggotaan tim ahli bangunan gedung bersifat ad hoc terdiri atas para ahli yang diperlukan sesuai dengan kompleksitas bangunan gedung. 2) Pemanfaatan Bangunan Gedung  Pemanfaatan bangunan gedung dilakukan oleh pemilik atau pengguna bangunan gedung setelah bangunan gedung tersebut dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi.  Bangunan gedung dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi apabila telah memenuhi persyaratan teknis.  Pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala pada bangunan gedung harus dilakukan agar tetap memenuhi persyaratan laik fungsi. 3) Pelestarian Bangunan Gedung  Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan.  Penetapan bangunan gedung dan lingkungannya yang dilindungi dan dilestarikan dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan perundang- undangan.  Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya.  Perbaikan, pemugaran, dan pemanfaatan bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya yang dilakukan menyalahi ketentuan fungsi dan/atau karakter cagar budaya, harus dikembalikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  • 20. 33 4) Pembongkaran Bangunan Gedung  Bangunan gedung dapat dibongkar apabila : a) tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki; b) dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan gedung dan/atau lingkungannya; c) tidak memiliki izin mendirikan bangunan.  Bangunan gedung yang dapat dibongkar ditetapkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan hasil pengkajian teknis.  Pengkajian teknis bangunan gedung, kecuali untuk rumah tinggal, dilakukan oleh pengkaji teknis dan pengadaannya menjadi kewajiban pemilik bangunan gedung.  Pembongkaran bangunan gedung yang mempunyai dampak luas terhadap keselamatan umum dan lingkungan harus dilaksanakan berdasarkan rencana teknis pembongkaran yang telah disetujui oleh Pemerintah Daerah. 5) Hak dan Kewajiban Pemilik dan Pengguna Bangunan Gedung  Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik bangunan gedung mempunyai hak: a) mendapatkan pengesahan dari Pemerintah Daerah atas rencana teknis bangunan gedung yang telah memenuhi persyaratan; b) melaksanakan pembangunan bangunan gedung sesuai dengan perizinan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah; c) mendapatkan surat ketetapan bangunan gedung dan/atau lingkungan yang dilindungi dan dilestarikan dari Pemerintah Daerah; d) mendapatkan insentif sesuai dengan peraturan perundang- undangan dari Pemerintah Daerah karena bangunannya ditetapkan sebagai bangunan yang harus dilindungi dan dilestarikan; e) mengubah fungsi bangunan setelah mendapat izin tertulis dari Pemerintah Daerah; f) mendapatkan ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang- undangan apabila bangunannya dibongkar oleh Pemerintah Daerah atau pihak lain yang bukan diakibatkan oleh kesalahannya.  Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik bangunan gedung mempunyai kewajiban: a) menyediakan rencana teknis bangunan gedung yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan fungsinya;
  • 21. 34 b) memiliki izin mendirikan bangunan (IMB); c) melaksanakan pembangunan bangunan gedung sesuai dengan rencana teknis yang telah disahkan dan dilakukan dalam batas waktu berlakunya izin mendirikan bangunan; d) meminta pengesahan dari Pemerintah Daerah atas perubahan rencana teknis bangunan gedung yang terjadi pada tahap pelaksanaan bangunan.  Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik dan pengguna bangunan gedung mempunyai hak: a) mengetahui tata cara/proses penyelenggaraan bangunan gedung b) mendapatkan keterangan tentang peruntukan lokasi dan inten- sitas bangunan pada lokasi dan/atau ruang tempat bangunan akan dibangun; c) mendapatkan keterangan tentang ketentuan persyaratan keandalan bangunan gedung; d) mendapatkan keterangan tentang ketentuan bangunan gedung yang laik fungsi; e) mendapatkan keterangan tentang bangunan gedung dan/atau lingkungan yang harus dilindungi dan dilestarikan.  Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik dan pengguna bangunan gedung mempunyai kewajiban: a) memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; b) memelihara dan/atau merawat bangunan gedung secara ber- kala; c) melengkapi pedoman/petunjuk pelaksanaan pemanfaatan dan pemeliharaan bangunan gedung; d) melaksanakan pemeriksaan secara berkala atas kelaikan fungsi bangunan gedung. e) memperbaiki bangunan gedung yang telah ditetapkan tidak laik fungsi; f) membongkar bangunan gedung yang telah ditetapkan tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki, dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatannya, atau tidak memiliki izin mendirikan bangunan, dengan tidak mengganggu keselamatan dan keter- tiban umum.
  • 22. 35 2.2.2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Seiring dengan dinamika pembangunan yang terjadi dan peraturan pelaksanaan UU No.28 Tahun 2002 telah lama disusun (PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 202 tentang Bangunan Gedung), maka pada tahun 2021 ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk mewujudkan Penyelenggaraan Bangunan Gedung yang tertib baik secara administratif maupun secara teknis, agar terwujud Bangunan Gedung yang fungsional, andal, yang menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan pengguna, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya. PP No. 16/2021 ini mengatur ketentuan pelaksanaan tentang fungsi Bangunan Gedung, persyaratan Bangunan Gedung, Penyelenggaraan Bangunan Gedung, peran masyarakat dalam Penyelenggaraan Bangunan Gedung, dan pembinaan dalam Penyelenggaraan Bangunan Gedung. Pengaturan fungsi Bangunan Gedung dalam PP No. 16/2021 ini dimaksudkan agar Bangunan Gedung yang akan didirikan dari awal telah ditetapkan fungsinya, sehingga masyarakat yang akan mendirikan Bangunan Gedung dapat memenuhi Standar Teknis Bangunan Gedungnya dengan efektif dan efisien, sehingga apabila bermaksud mengubah fungsi yang ditetapkan harus diikuti dengan perubahan Standar Teknis. Di samping itu, agar pemenuhan persyaratan teknis setiap fungsi Bangunan Gedung lebih efektif dan efisien, fungsi Bangunan Gedung tersebut diklasifikasikan berdasarkan tingkat kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat risiko bahaya kebakaran, lokasi, ketinggian, kepemilikan, dan/atau klas bangunan. Pengaturan persyaratan administratif Bangunan Gedung dalam PP No. 16/2021 ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui lebih rinci persyaratan administratif yang diperlukan untuk mendirikan Bangunan Gedung, baik dari segi kejelasan status tanahnya, kejelasan status kepemilikan Bangunan Gedungnya, maupun kepastian hukum bahwa Bangunan Gedung yang didirikan telah memperoleh persetujuan dari Pemerintah Daerah dalam bentuk Bangunan Gedung. Kejelasan hak atas tanah adalah persyaratan mutlak dalam mendirikan Bangunan Gedung, meskipun dalam PP No. 16/2021 ini dimungkinkan
  • 23. 36 adanya Bangunan Gedung yang didirikan di atas tanah milik orang/pihak lain dengan perjanjian. Dengan demikian kepemilikan Bangunan Gedung dapat berbeda dengan kepemilikan tanah, sehingga perlu adanya pengaturan yang jelas dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang kepemilikan tanah. Bagi Pemerintah Daerah sendiri, dengan diketahuinya persyaratan adminis- tratif Bangunan Gedung oleh Masyarakat luas, khususnya yang akan men- dirikan atau memanfaatkan Bangunan Gedung, menjadi suatu kemudahan dan sekaligus tantangan dalam penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik. Pelayanan pemrosesan dan pemberian izin Bangunan Gedung yang transparan, adil, tertib hukum, partisipatif, tanggap, akuntabel, efisien dan efektif, serta profesional, merupakan wujud pelayanan prima yang harus diberikan oleh Pemerintah Daerah. Pengaturan persyaratan teknis dalam PP No. 16/2021 ini mengatur lebih lanjut persyaratan teknis tata bangunan dan keandalan Bangunan Gedung, agar masyarakat dalam mendirikan Bangunan Gedung mengetahui secara jelas persyaratan-persyaratan teknis yang harus dipenuhi sehingga Bangunan Gedungnya dapat menjamin keselamatan pengguna dan lingkungannya, dapat ditempati secara aman, sehat, nyaman, dan aksesibel, sehingga secara keseluruhan dapat memberikan jaminan terwujudnya Bangunan Gedung yang fungsional, layak huni, berjati diri, dan produktif, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya. Dengan dipenuhinya persyaratan teknis Bangunan Gedung sesuai fungsi dan klasifikasinya, maka diharapkan kegagalan konstruksi maupun kegagalan Bangunan Gedung dapat dihindari, sehingga pengguna bangunan dapat hidup lebih tenang dan sehat, rohaniah dan jasmaniah yang akhirnya dapat lebih baik dalam berkeluarga, bekerja, bermasyarakat, dan bernegara. Pengaturan Bangunan Gedung dilandasi oleh asas kemanfaatan, kese- lamatan, keseimbangan, keserasian Bangunan Gedung, dan lingkungannya bagi masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan. Oleh karena itu, masyarakat diupayakan untuk terlibat dan berperan aktif, positif, konstruktif, dan bersinergi bukan hanya dalam rangka pembangunan dan Pemanfaatan Bangunan Gedung untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi juga dalam meningkatkan pemenuhan persyaratan Bangunan Gedung dan tertib Penyelenggaraan Bangunan Gedung pada umumnya.
  • 24. 37 Pelaksanaan peran masyarakat yang diatur dalam PP No. 16/2021 ini juga tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang organisasi kemasyarakatan, sedangkan pelaksanaan gugatan perwakilan yang merupa- kan salah-satu bentuk peran masyarakat dalam Penyelenggaraan Bangunan Gedung juga mengacu pada peraturan perundang-undangan yang terkait dengan gugatan perwakilan. Pengaturan peran masyarakat dimaksudkan untuk mendorong tercapainya tujuan Penyelenggaraan Bangunan Gedung yang tertib, fungsional, andal, dapat menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan, kemudahan bagi Pengguna dan Masyarakat di sekitarnya, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya. PP No. 16/2021 ini mengatur hal-hal yang bersifat pokok dan normatif mengenai Penyelenggaraan Bangunan Gedung sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang- undangan lain seperti Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, standardisasi nasional, maupun Peraturan Daerah dengan tetap mempertimbangkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan pelaksanaan PP No. 16/2021 ini. 2.2.3. Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara Bangunan gedung negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi barang milik negara/daerah dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau APBD, atau perolehan lainnya yang sah. Bangunan gedung negara merupakan barang milik negara/daerah untuk keperluan dinas sebagai tempat berlangsungnya kegiatan aparatur pemerintah sehingga harus fungsional dan memenuhi keselamatan bangunan Pembangunan bangunan gedung negara adalah kegiatan mendirikan bangunan gedung negara yang diselenggarakan melalui tahap perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, dan pengawasannya, baik merupakan pembangunan baru, perawatan bangunan gedung, maupun perluasan bangunan gedung yang sudah ada, dan/atau lanjutan pembangunan bangunan gedung. Pembangunan bangunan gedung negara sebagai bagian dari proses penyelenggaraan bangunan gedung negara harus dilaksanakan secara tertib, efektif, efisien, hemat, tidak berlebihan, dan ramah lingkungan. Agar
  • 25. 38 penyelenggaraan bangunan gedung negara dapat terlaksana secara tertib, efektif, efisien, hemat, tidak berlebihan, dan ramah lingkungan, Presiden mengeluarjan peraturan untuk meningkatkan pengaturan pembangunan bangunan gedung negara. 2 hal pokok yang diatur dalam Perpres No. 73 Tahun 2011 adalah hal-hal yang berkaitan dengan persyaratan bangunan serta klasifikasi, standar luas, dan standar jumlah lantai bangunan Gedung Negara. A. Persyaratan Bangunan Gedung Negara Setiap Bangunan Gedung Negara harus memenuhi persyaratan adminis- tratif dan persyaratan teknis. Persyaratan administratif Bangunan Gedung Negara, meliputi: a. status hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. status kepemilikan bangunan gedung; dan c. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung. Selain persyaratan di atas, Bangunan Negara juga harus dilengkapi dengan dokumen pendanaan, dokumen perencanaan, dokumen pembangunan, dan dokumen pendaftaran. Persyaratan teknis Bangunan Gedung Negara, meliputi: a. tata bangunan; dan b. keandalan bangunan. Selain kedua persyaratan di atas, Bangunan Negara harus memenuhi ketentuan klasifikasi, standar luas, dan standar jumlah lantai. B. Klasifikasi, Standar Luas, dan Standar Jumlah Lantai Bangunan Gedung Negara Sesuai dengan Perpres No. 73 Tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara dan kemudian diuraikan secara lebih teknis dalam Permen PUPR No. 22/PRT/M/2018 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara, Bangunan Gedung Negara dalam memenuhi klasifikasi, standar luas, dan standar jumlah lantai, dikelompokkan menjadi (i) Bangunan Gedung Kantor; (ii) Rumah Negara, dan (iii) Bangunan Gedung Negara lainnya.  Klasifikasi Bangunan Gedung Negara Klasifikasi Bangunan Gedung Negara meliputi:  bangunan klasifikasi sederhana; merupakan bangunan gedung dengan teknologi dan spesifikasi sederhana, meliputi:
  • 26. 39 o bangunan gedung kantor dan bangunan gedung negara lainnya dengan jumlah lantai sampai dengan 2 (dua) lantai; o bangunan gedung kantor dan bangunan gedung negara lainnya dengan luas sampai dengan 500 m²; dan o Rumah Negara meliputi Rumah Negara Tipe C, Tipe D, dan Tipe E.  bangunan klasifikasi tidak sederhana; merupakan bangunan gedung dengan teknologi dan spesifikasi tidak sederhana, meliputi: o bangunan gedung kantor dan bangunan gedung negara lainnya dengan jumlah lantai lebih dari 2 (dua) lantai; o bangunan gedung kantor dan bangunan gedung negara lainnya dengan luas lebih dari 500 m²; dan o Rumah Negara meliputi Rumah Negara Tipe A dan Tipe B.  bangunan klasifikasi khusus; merupakan: o Bangunan Gedung Negara yang memiliki persyaratan khusus, serta dalam perencanaan dan pelaksanaannya memerlukan penyelesai-an atau teknologi khusus; o Bangunan Gedung Negara yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi untuk kepentingan nasional; o Bangunan Gedung Negara yang penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat di sekitarnya; dan/atau o Bangunan Gedung Negara yang mempunyai resiko bahaya tinggi.  Standar Luas Bangunan Gedung Kantor Standar Luas bangunan gedung kantor sebesar rata-rata 10 meter² per- personel. Jumlah personel dihitung berdasarkan struktur organisasi yang telah mendapat persetujuan Menteri yang melaksanakan urusan peme-rintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi. Standar luas ruang bangunan gedung kantor, terdiri atas: a. Ruang Utama, terdiri atas:  ruang Menteri atau Ketua Lembaga atau Gubernur atau yang setingkat seluas 247 m², terdiri atas ruang kerja, ruang tamu, ruang rapat, ruang tunggu, ruang istirahat, ruang sekretaris, ruang staf untuk 8 (delapan) orang, ruang simpan, dan ruang toilet;
  • 27. 40  ruang Wakil Menteri atau Wakil Ketua Lembaga atau yang setingkat seluas 117 m², terdiri atas ruang kerja, ruang tamu, ruang rapat, ruang tunggu, ruang istirahat, ruang sekretaris, ruang staf untuk 5 (lima) orang, ruang simpan, dan ruang toilet;  ruang Pimpinan Tinggi Utama atau Pimpinan Tinggi Madya setara eselon IA atau Walikota atau Bupati atau yang setingkat seluas 117 m², terdiri atas ruang kerja, ruang tamu, ruang rapat, ruang tunggu, ruang istirahat, ruang sekretaris, ruang staf untuk 5 (lima) orang, ruang simpan, dan ruang toilet;  ruang anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Daerah seluas 117 m², terdiri atas ruang kerja, ruang tamu, ruang rapat, ruang tunggu, ruang istirahat, ruang sekretaris, ruang staf untuk 5 (lima ) orang , ruang simpan, dan ruang toilet;  ruang Pimpinan Tinggi Madya setara eselon IB atau yang setingkat seluas 83,4 m², terdiri atas ruang kerja, ruang tamu, ruang rapat, ruang tunggu, ruang istirahat, ruang sekretaris, ruang staf untuk 2 (dua) orang, ruang simpan, dan ruang toilet;  ruang Pimpinan Tinggi Pratama setara eselon IIA atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Kabupaten atau Kota atau yang setingkat seluas 74,4 m², terdiri atas ruang kerja, ruang tamu, ruang rapat, ruang tunggu, ruang istirahat, ruang sekretaris, ruang staf untuk 2 (dua) orang, ruang simpan, dan ruang toilet;  ruang Pimpinan Tinggi Pratama setara eselon IIB atau yang setingkat seluas 62,4 m², terdiri atas ruang kerja, ruang tamu, ruang rapat, ruang tunggu, ruang istirahat, ruang sekretaris, ruang staf untuk 2 (dua) orang, ruang simpan, dan ruang toilet;  ruang Administrator setara eselon IIIA atau yang setingkat seluas 24 m², terdiri atas ruang kerja, ruang tamu, ruang sekretaris, dan ruang simpan;  ruang Administrator setara eselon IIIB atau yang setingkat seluas 21 m², terdiri atas ruang kerja, ruang tamu, dan ruang simpan; dan  ruang Pengawas setara eselon IV atau yang setingkat seluas 18,8 m², terdiri atas ruang kerja, ruang staf untuk 4 (empat) orang, dan ruang simpan.
  • 28. 41 b. Ruang Penunjang, terdiri atas:  ruang rapat utama kementerian dengan luas 140 m², untuk kapasitas 100 (seratus) orang;  ruang rapat utama pimpinan tinggi utama atau pimpinan tinggi madya setara eselon I atau yang setingkat dengan luas 90 m², untuk kapasitas 75 (tujuh puluh lima) orang;  ruang rapat utama pimpinan tinggi pratama setara eselon II atau yang setingkat dengan luas 40 m², untuk kapasitas 30 (tiga puluh) orang;  ruang studio dengan luas 4 m² per-orang untuk pemakai 10% dari staf;  ruang arsip dengan luas 0,4 m² per-orang untuk pemakai seluruh staf;  WC atau toilet dengan luas 2 m² per-25 (dua puluh lima) orang untuk pemakai Pejabat administrator, pengawas dan seluruh staf; dan  musholla dengan luas 0,8 m² per-orang untuk pemakai 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah personel. Untuk Pejabat Pengawas yang memiliki staf lebih dari ketentuan, penambahan luas ruang staf diperhitungkan sebesar 2,2 m² sampai dengan 3 m² per-personel. Dalam hal kebutuhan standar luas ruang bangunan gedung kantor melebihi rata-rata 10 m² per-personel, harus mendapat persetujuan dari Menteri PUPR.  Standar Jumlah Lantai Bangunan Gedung Negara Jumlah lantai Bangunan Gedung Negara, ditetapkan paling banyak 8 (delapan) lantai, yang dihitung dari ruang yang dibangun di atas per- mukaan tanah terendah. Apabila Bangunan Gedung Negara yang dibangun lebih dari 8 (delapan) lantai, maka harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri PUPR. Persetujuan tersebut diberikan dengan mempertimbangkan: a. kebutuhan; b. peraturan daerah setempat terkait ketinggian bangunan atau jumlah lantai; dan
  • 29. 42 c. koefisien perbandingan antara nilai harga tanah dengan nilai harga bangunan gedung. Apabila Bangunan Gedung Negara dibangun di basement, jumlah lapis paling banyak 3 (tiga).
  • 30. 43 Tabel: 2.1. Standar Luas Bangunan Gedung Kantor A. Ruang Utama JABATAN LUAS RUANG (m²) KETERANGAN Ruang Kerja Ruang Penunjang Jabatan Ruang Pelayanan Jabatan Jml. Staf Catatan Ruang Tamu Ruang Rapat Ruang Tunggu Ruang Istirahat Ruang Sekret. Ruang Staf Ruang Simpan Toilet 1 Menteri / Ketua Lembaga 28,00 40,00 40,00 60,00 20,00 15,00 24,00 14,00 6,00 8 Ruang Staf pada setiap jabatan diper- hitungkan berdasar- kan jumlah personel @2,2-3 m²/personel, sesuai dengan tingkat jabatan dan kebutuhan masing- masing K/L 2 Wakil Menteri K/L 16,00 14,00 20,00 18,00 10,00 10,00 15,00 10,00 4,00 5 3 Eselon IA / Anggota Dewan 16,00 14,00 20,00 18,00 10,00 10,00 15,00 10,00 4,00 5 4 Eselon IB 16,00 14,00 20,00 9,00 5,00 7,00 4,40 5,00 3,00 2 5 Eselon IIA 14,00 12,00 14,00 12,00 5,00 7,00 4,40 3,00 3,00 2 6 Eselon IIB 14,00 12,00 10,00 6,00 5,00 5,00 4,40 3,00 3,00 Ruang Toilet bersama 2 7 Eselon IIIA 12,00 6,00 3,00 3,00 0 8 Eselon IIIB 12,00 6,00 3,00 0 9 Eselon IV 8,00 8,80 2,00 4 B. Ruang Penunjang JENIS RUANG LUAS (m²) KETERANGAN Keterangan:  Standar luas ruang tersebut merupakan acuan dasar yang dapat disesuaikan berdasarkan fungsi/sifat tiap eselon/jabatan.  Luas ruang kerja untuk Satuan Kerja dan Jabatan Fungsional dihitung tersendiri sesuai dengan kebutuhan di luar standar luas tersebut.  Untuk bangunan gedung kantor yang memerlukan ruang-ruang khusus atau ruang pelayanan masyarakat, seperti Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, kebutuhannya dihitung tersendiri, dan di luar standar luas tersebut. 1 Ruang Rapat Utama Kementerian 140 m² Kapasitas 100 orang 2 Ruang Rapat Utama Eselon I 90 m² Kapasitas 75 orang 3 Ruang Rapat Utama Eselon II 40 m² Kapasitas 30 orang 4 Ruang Studio 4 m² / orang Pemakai 10% dari staf 5 Ruang Arsip 0,4 m² / orang Pemakai seluruh staf 6 WA/Toilet 2 m² / 25 orang Pemakai Pejabat Eselon V s/d Eselon III dan seluruh staf 7 Musholla 0,8 m² / orang Pemakai 20% dari jumlah personel C. Sirkulasi RUANG SIRKULASI = 25% X (RUANG UTAMA + RUANG PENUNJANG) Sumber: Lampiran I Perpres No. 73 Tahun 2011.
  • 31. 44 2.2.4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung Permen PU No. 29/PRT/M/2006 ini dimaksudkan sebagai acuan dalam pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung untuk mewujudkan bangunan gedung yang berkualitas sesuai dengan fungsinya, andal, serasi, selaras dengan lingkungannya. Permen PU No. 29/PRT/M/2006 ini bertujuan untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung yang selamat, sehat, nyaman, dan memberikan kemudahan bagi penghuni dan/atau pengguna bangunan gedung, serta efisien, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Lingkup yang diatur dalam Permen PU No. 29/PRT/M/2006 ini meliputi fungsi, klasifikasi dan persyaratan teknis bangunan gedung. Uraiannya dapat dilihat pada bagian berikut; A. Fungsi dan Klasifikasi Bangunan Gedung a. Fungsi Bangunan Gedung Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan fungsi utama bangunan. Fungsi bangunan gedung dapat dikelompokkan dalam fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial dan budaya, dan fungsi khusus. b. Penetapan Fungsi Bangunan Gedung Fungsi bangunan gedung diusulkan oleh calon pemilik bangunan Gedung dalam bentuk rencana teknis bangunan gedung dan tidak boleh bertentangan dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW Kabupaten/Kota dan/atau Rencana Teknis Ruang Kota. Fungsi bangunan gedung merupakan ketetapan pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung, baik ditinjau dari segi tata bangunan dan lingkungan, maupun keandalannya. Rencana teknis bangunan gedung yang diusulkan dapat terdiri atas rencana-rencana teknis arsitektur, struktur dan konstruksi, mekanikal dan elektrikal, pertamanan, tata ruang dalam, dan disiapkan oleh penyedia jasa perencana konstruksi bangunan gedung yang memiliki sertifikat sesuai peraturan perundang-undangan, dalam bentuk gambar rencana, gambar detail pelaksanaan, rencana kerja dan syarat-syarat administratif syarat umum dan syarat teknis, rencana anggaran biaya pembangunan, dan laporan perencanaan.
  • 32. 45 RTRW Kabupaten/Kota adalah rencana pemanfaatan ruang wilayah perkotaan di kabupaten atau ruang wilayah kota yang disusun untuk menjaga keserasian dan keseimbangan pembangunan antar sektor dalam jangka panjang. Rencana Teknis Ruang Kota adalah rencana geometri pemanfaatan ruang kota yang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang kota dalam rangka pelaksanaan (proyek) pembangunan kota, dan mempunyai wilayah perencanaan yang mencakup sebagian atau seluruh kawasan tertentu. Penetapan fungsi dilakukan oleh pemerintah daerah pada saat proses pemberian IMB, berdasarkan rencana teknis yang disampaikan oleh calon pemilik bangunan gedung, dan harus memenuhi persyaratan- persyaratan yang diwajibkan sesuai dengan fungsi bangunan gedung. c. Klasifikasi Bangunan Gedung Fungsi bangunan gedung diklasifikasikan berdasarkan tingkat kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat risiko kebakaran, zonasi gempa, lokasi, ketinggian, dan/atau kepemilikan. Klasifikasi berdasarkan tingkat kompleksitas meliputi: bangunan gedung sederhana, bangunan gedung tidak sederhana, dan bangunan gedung khusus. Klasifikasi berdasarkan tingkat permanensi meliputi: bangunan gedung permanen, bangunan gedung semi permanen, dan bangunan gedung darurat atau sementara. Klasifikasi berdasarkan tingkat risiko kebakaran meliputi: bangunan gedung tingkat risiko kebakaran tinggi, tingkat risiko kebakaran sedang, dan tingkat risiko kebakaran rendah. Klasifikasi berdasarkan zonasi gempa meliputi: tingkat zonasi gempa yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Klasifikasi berdasarkan lokasi meliputi: bangunan gedung di lokasi padat, bangunan gedung di lokasi sedang, dan bangunan gedung di lokasi renggang. Klasifikasi berdasarkan ketinggian meliputi: bangunan gedung bertingkat tinggi, bangunan gedung bertingkat sedang, dan bangunan gedung bertingkat rendah. Klasifikasi berdasarkan kepemilikan meliputi: bangunan gedung milik negara, bangunan gedung milik badan usaha, dan bangunan gedung milik perorangan.
  • 33. 46 d. Penentuan Klasifikasi Bangunan Gedung Penentuan klasifikasi bangunan gedung atau bagian dari bangunan gedung ditentukan berdasarkan fungsi yang digunakan dalam perencanaan, pelaksanaan, atau perubahan yang diperlukan pada bangunan gedung. Bangunan Gedung dibagi menjadi 10 (sepuluh) klas, yaitu: Klas 1: Bangunan gedung hunian biasa Klas 2: Bangunan gedung hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah. Klas 3: Bangunan gedung hunian diluar bangunan klas 1 atau 2, yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak berhubungan. Klas 4: Bangunan gedung hunian campuran. Klas 5: Bangunan gedung kantor. Klas 6: Bangunan gedung perdagangan. Klas 7: Bangunan gedung penyimpanan/gudang. Klas 8: Bangunan gedung laboratorium, industri, pabrik, dan/atau bengkel mobil. Klas 9: Bangunan gedung umum. Klas 10: Adalah bangunan gedung atau struktur yang merupakan sarana/prasarana bangunan gedung yang dibangun secara terpisah. e. Perubahan Fungsi dan/atau Klasifikasi Bangunan Gedung Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, dimungkinkan adanya perubahan fungsi dan/atau klasifikasi bangunan gedung yang telah ditetapkan. Perubahan fungsi dan/atau klasifikasi bangunan gedung diusulkan oleh Pemilik dan tidak boleh bertentangan dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW Kabupaten/Kota dan/atau Rencana Teknis Ruang Kota. Perubahan fungsi dan/atau klasifikasi bangunan gedung harus diikuti dengan pemenuhan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang dipersyaratkan untuk fungsi dan/atau klasifikasi bangunan gedung yang baru. Perubahan fungsi dan/atau klasifikasi bangunan gedung ditetapkan oleh pemerintah daerah melalui revisi atau proses perizinan baru untuk bangunan gedung yang bersangkutan.
  • 34. 47 B. Persyaratan Teknis Bangunan Gedung a. Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan  Bangunan gedung harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam ketentuan tata ruang dan tata bangunan dari lokasi yang bersangkutan.  Bangunan gedung yang didirikan harus memenuhi persyaratan kepadatan dan ketinggian bangunan gedung berdasarkan rencana tata ruang wilayah daerah yang bersangkutan, rencana tata bangunan dan lingkungan yang ditetapkan, dan peraturan bangunan setempat. b. Arsitektur Bangunan Gedung  Bentuk denah bangunan gedung sedapat mungkin simetris dan sederhana, guna mengantisipasi kerusakan yang diakibatkan oleh gempa.  Penempatan dinding-dinding penyekat dan lubang-lubang pintu/jendela diusahakan sedapat mungkin simetris terhadap sumbu-sumbu denah bangunan mengantisipasi terjadinya kerusakan akibat gempa.  Keseimbangan, keserasian dan keselarasan dengan lingkungan bangunan gedung adalah perlakuan terhadap lingkungan di sekitar bangunan gedung yang menjadi pertimbangan penyelenggaraan bangunan gedung baik dari segi sosial, budaya, maupun dari segi ekosistem. c. Pengendalian Dampak Lingkungan  Setiap kegiatan dalam bangunan dan/atau lingkungannya yang mengganggu dan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan harus dilengkapi dengan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sesuai ketentuan yang berlaku.  Setiap kegiatan dalam bangunan dan/atau lingkungannya yang menimbulkan dampak tidak penting terhadap lingkungan, atau secara teknologi sudah dapat dikelola dampak pentingnya, tidak perlu dilengkapi dengan AMDAL, tetapi diharuskan melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai ketentuan yang berlaku. d. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) RTBL menindaklanjuti rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana teknik ruang kabupaten/kota, dan sebagai panduan rancangan
  • 35. 48 kawasan, dalam rangka perwujudan kesatuan karakter, kualitas bangunan gedung dan lingkungan yang berkelanjutan. Selain itu, RTBL merupakan instrumen guna meningkatkan:  Perwujudan Kesatuan karakter;  Kualitas Bangunan Gedung; dan  Lingkungan yang Berkelanjutan RTBL digunakan sebagai panduan dalam pengendalian pemanfaatan ruang suatu lingkungan/kawasan. C. Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung a. Persyaratan Keselamatan Bangunan Gedung Persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung terhadap beban muatan, persyaratan kemampuan bangunan gedung terhadap bahaya kebakaran, dan persyaratan kemampuan bangunan gedung terhadap bahaya petir dan bahaya kelistrikan. Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan dan dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/ kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya. Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret sederhana, harus mempunyai sistem proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran yang memproteksi harta milik berbasis pada desain atau pengaturan terhadap komponen arsitektur dan struktur bangunan gedung sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran. Persyaratan proteksi petir ini memberikan petunjuk untuk peran- cangan, instalasi, dan pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir terhadap bangunan gedung secara efektif untuk proteksi terhadap petir serta inspeksi, dalam upaya untuk mengurangi secara nyata risiko kerusakan yang disebabkan oleh petir terhadap bangunan gedung yang diproteksi, termasuk di dalamnya manusia serta perlengkapan bangunan lainnya.
  • 36. 49 b. Persyaratan Kesehatan Bangunan Gedung Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi persyaratan sistem penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan gedung. c. Persyaratan Kenyamanan Bangunan Gedung Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi kenyamanan ruang gerak dan hubungan antarruang, kenyamanan termal dalam ruang, kenyamanan pandangan (visual), serta kenyamanan terhadap tingkat getaran dan kebisingan. d. Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan fasilitas prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung. 2.2.5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02/ PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau Bangunan Gedung Hijau adalah bangunan gedung yang memenuhi persyaratan bangunan gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam penghematan energi, air, dan sumber daya lainnya melalui penerapan prinsip bangunan gedung hijau sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam setiap tahapan penyelenggaraannya. Beberapa hal pokok yang diatur dalam Permen PUPR No. 02/PRT/M/2015, dapat diuraikan pada bagian berikut ini. A. Prinsip bangunan gedung hijau Prinsip bangunan gedung hijau meliputi: a. perumusan kesamaan tujuan, pemahaman serta rencana tindak; b. pengurangan penggunaan sumber daya, baik berupa lahan, material, air, sumber daya alam maupun sumber daya manusia (reduce); c. pengurangan timbulan limbah, baik fisik maupun non-fisik; d. penggunaan kembali sumber daya yang telah digunakan sebelumnya (reuse); e. penggunaan sumber daya hasil siklus ulang (recycle); f. perlindungan dan pengelolaan terhadap lingkungan hidup melalui upaya pelestarian; g. mitigasi risiko keselamatan, kesehatan, perubahan iklim, dan bencana; h. orientasi kepada siklus hidup; i. orientasi kepada pencapaian mutu yang diinginkan;
  • 37. 50 j. inovasi teknologi untuk perbaikan yang berlanjut; dan k. peningkatan dukungan kelembagaan, kepemimpinan dan manajemen dalam implementasi. B. Bangunan gedung yang dikenakan persyaratan bangunan gedung hijau Bangunan gedung yang dikenai persyaratan bangunan gedung hijau meliputi bangunan gedung baru dan bangunan gedung yang telah dimanfaatkan. Bangunan gedung yang dikenai persyaratan bangunan gedung hijau dibagi menjadi kategori wajib (mandatory), disarankan (recommended), dan sukarela (voluntary). C. Persyaratan bangunan gedung hijau Setiap bangunan gedung hijau harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung. Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan keandalan bangunan gedung. Selain persyaratan teknis, bangunan gedung hijau juga harus memenuhi persyaratan bangunan gedung hijau. Persyaratan bangunan gedung hijau terdiri atas persyaratan pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan, yaitu: a. persyaratan tahap pemrograman, terdiri atas:  kesesuaian tapak;  penentuan objek bangunan gedung yang akan ditetapkan sebagai bangunan gedung hijau;  kinerja bangunan gedung hijau sesuai dengan tingkat kebutuhan;  metode penyelenggaraan bangunan gedung hijau; dan  kelayakan bangunan gedung hijau. b. persyaratan tahap perencanaan teknis, terdiri atas:  pengelolaan tapak, terdiri atas persyaratan: o orientasi bangunan gedung; o pengolahan tapak termasuk aksesibilitas/sirkulasi; o pengelolaan lahan terkontaminasi limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3); o ruang terbuka hijau (RTH) privat; o penyediaan jalur pedestrian; o pengelolaan tapak besmen; o penyediaan lahan parkir;
  • 38. 51 o sistem pencahayaan ruang luar; dan o pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah tanah, air dan/atau prasarana/sarana umum.  efisiensi penggunaan energi, terdiri atas persyaratan: o selubung bangunan; o sistem ventilasi; o sistem pengondisian udara; o sistem pencahayaan; o sistem transportasi dalam gedung; dan o sistem kelistrikan.  efisiensi penggunaan air, terdiri atas persyaratan: o sumber air; o pemakaian air; dan o penggunaan peralatan saniter hemat air (water fixtures).  kualitas udara dalam ruang, terdiri atas persyaratan: o pelarangan merokok; o pengendalian karbondioksida (CO2) dan karbonmonoksida (CO); dan o pengendalian penggunaan bahan pembeku (refrigerant).  penggunaan material ramah lingkungan, terdiri atas persyaratan: o pengendalian penggunaan material berbahaya; dan o penggunaan material bersertifikat ramah lingkungan (eco labelling).  pengelolaan sampah, terdiri atas persyaratan: o penerapan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle); o penerapan sistem penanganan sampah; dan o penerapan sistem pencatatan timbulan sampah.  pengelolaan air limbah, terdiri atas persyaratan: o penyediaan fasilitas pengelolaan limbah padat dan limbah cair sebelum dibuang ke saluran pembuangan kota; dan o daur ulang air yang berasal dari limbah cair (grey water). c. persyaratan tahap pelaksanaan konstruksi, terdiri atas:  proses konstruksi hijau;  praktik perilaku hijau; dan  rantai pasok hijau. d. persyaratan tahap pemanfaatan berupa penerapan manajemen pemanfaatan yang terdiri atas:  organisasi dan tata kelola pemanfaatan bangunan gedung hijau;
  • 39. 52  standar operasional dan prosedur pelaksanaan pemanfaatan; dan  penyusunan panduan penggunaan bangunan gedung hijau untuk penghuni/pengguna. e. persyaratan tahap pembongkaran berupa kesesuaian dengan rencana teknis pembongkaran yang terdiri atas:  prosedur pembongkaran, termasuk dokumentasi keseluruhan material konstruksi bangunan, struktur dan/atau bagian bangunan yang akan dibongkar, dan material dan/atau limbah yang akan dipergunakan kembali; dan  upaya pemulihan tapak lingkungan, yang terdiri atas upaya pemulihan tapak bangunan dan upaya pengelolaan limbah konstruksi, serta upaya peningkatan kualitas tapak secara keseluruhan. D. Penyelenggaraan bangunan gedung hijau Bangunan gedung hijau diselenggarakan oleh: a. Pemerintah Pusat atau pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi untuk DKI Jakarta pada bangunan gedung hijau milik negara; b. pemilik bangunan gedung hijau yang berbadan hukum atau perseorangan; c. pengguna dan/atau pengelola bangunan gedung hijau yang berbadan hukum atau perseorangan; dan d. penyedia jasa yang kompeten di bidang bangunan gedung. Penyelenggaraan bangunan gedung hijau meliputi tahap: a. pemrograman, terdiri atas:  Identifikasi pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyeleng- garaan bangunan gedung hijau;  Penetapan konsepsi awal dan metodologi penyelenggaraan bangunan gedung hijau;  Penyusunan kajian kelaikan penyelenggaraan bangunan gedung hijau termasuk dari segi teknis, ekonomi, sosial, dan lingkungan;  Penetapan kriteria penyedia jasa yang kompeten;  Penyusunan dokumen pemrograman bangunan gedung hijau;  pelaksanaan pemrograman pada seluruh tahapan;  pengelolaan risiko; dan  penyusunan laporan akhir tahap pemrograman bangunan gedung hijau.
  • 40. 53 b. perencanaan teknis, meliputi kegiatan:  pelaksanaan identifikasi pihak yang terkait dalam kegiatan peren- canaan teknis;  pelaksanaan komunikasi antara pihak yang terkait tentang tujuan, lingkup, dan target penyelenggaraan bangunan gedung hijau;  penetapan kriteria rancangan teknis bangunan gedung hijau;  penyusunan dokumen rencana teknis bangunan gedung hijau yang terintegrasi;  pelaksanaan kaji ulang terhadap hasil perencanaan teknis; dan  penyusunan laporan akhir tahap perencanaan teknis. c. pelaksanaan konstruksi, meliputi kegiatan:  penyusunan dokumen rencana pelaksanaan konstruksi dan dokumen gambar kerja pelaksanaan (shop drawings);  pengajuan perizinan;  pelaksanaan konstruksi bangunan gedung hijau;  koordinasi dalam rangka pemeriksaan kelaikan fungsi, dan serti- fikasi bangunan gedung hijau;  penyusunan manual operasional dan pemanfaatan sebagai bangunan gedung hijau; dan  penyusunan laporan akhir tahap pelaksanaan konstruksi. d. Pemanfaatan bangunan gedung hijau dilakukan melalui kegiatan pemeliharaan, pemeriksaan berkala, dan perawatan bangunan agar tetap terjaga kinerjanya sebagai bangunan gedung hijau yang terdiri atas:  penyusunan rencana pemeliharaan, pemeriksaan berkala, dan perawatan;  pelaksanaan sosialisasi, promosi, dan edukasi kepada pengguna/ penghuni bangunan gedung hijau;  pelaksanaan kegiatan pemeliharaan, pemeriksaan berkala, dan perawatan;  pengelolaan rangkaian kegiatan pemanfaatan, termasuk peman- tauan (monitoring) dan evaluasi kinerja;  pelaksanaan audit kinerja; dan  penyusunan laporan kegiatan pemeliharaan, pemeriksaaan ber- kala, dan perawatan. e. Pembongkaran bangunan gedung hijau terdiri atas kegiatan:  identifikasi komponen bangunan yang dapat didaur ulang, diman- faatkan kembali dan/atau dimusnahkan;  penyusunan dokumen rencana teknis pembongkaran;
  • 41. 54  pengajuan permohonan persetujuan pembongkaran kepada ins- tansi teknis terkait;  pelaksanaan kegiatan pembongkaran;  penanganan atas pengaduan masyarakat;  pemilihan dan pemisahan komponen bangunan yang dapat didaur ulang, dimanfaatkan kembali, dan/atau dimusnahkan;  pelaksanaan dokumentasi pada setiap tahapan pembongkaran; dan  penyusunan laporan kegiatan pembongkaran. E. Sertifikasi Sertifikasi bangunan gedung hijau diberikan dalam rangka tertib pembangunan dan mendorong penyelenggaraan bangunan gedung yang memiliki kinerja terukur secara signifikan, efisien, aman, sehat, mudah, nyaman, ramah lingkungan, hemat energi dan air, dan sumber daya lainnya. Sertifikat bangunan gedung hijau diberikan berdasarkan kinerja bangunan gedung hijau sesuai dengan peringkat: a. bangunan gedung hijau utama; b. bangunan gedung hijau madya; dan c. bangunan gedung hijau pratama. Sertifikat bangunan gedung hijau diberikan pada pemilik/pengelola bangunan gedung yang telah memiliki SLF untuk bangunan gedung baru atau SLF perpanjangan untuk bangunan gedung yang telah dimanfaatkan, dan memenuhi persyaratan bangunan gedung hijau sesuai dengan kriteria peringkat yang ditetapkan. F. Pemberian insentif pada penyelenggaraan bangunan gedung hijau Pemilik dan/atau pengelola bangunan gedung hijau dapat memperoleh insentif dari pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi untuk DKI Jakarta. Pemberian insentif dilakukan untuk mendorong penyelenggaraan bangunan gedung hijau oleh pemilik dan/atau pengelola bangunan gedung. Pemberian insentif dapat diberikan kepada pemilik dan/atau pengelola bangunan gedung hijau berupa: a. keringanan retribusi perizinan dan keringanan jasa pelayanan; b. kompensasi berupa;  kemudahan perizinan; dan/atau  tambahan Koefisien Lantai Bangunan (KLB).
  • 42. 55 c. dukungan teknis dan/atau kepakaran antara lain berupa advis teknis dan/atau bantuan jasa tenaga ahli bangunan gedung hijau yang bersifat pilot project; d. penghargaan dapat berupa sertifikat, plakat, dan/atau tanda penghargaan; dan/atau e. insentif lain berupa publikasi dan/atau promosi. G. Pembinaan Pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung hijau merupakan bagian dari pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung secara umum yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi untuk DKI Jakarta. 2.2.6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi Menurut Permen PU No. 21/2007, Kawasan rawan gempa bumi adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana gempa bumi. Pengaturan dalam Permen PU No. 21/2007 salah-satunya dimaksudkan untuk memberikan acuan dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan rawan gempa bumi. Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, aktivitas gunung berapi atau runtuhan batuan. Dalam pedoman ini lebih mengatur untuk gempa bumi akibat tumbukan antar lempeng bumi dan patahan aktif. Tipe kawasan rawan gempa bumi ditentukan berdasarkan tingkat risiko gempa yang didasarkan pada informasi geologi dan penilaian kestabilan. Berdasarkan hal tersebut, maka kawasan rawan gempa bumi dapat dibedakan menjadi (6) enam tipe kawasan yang diuraikan sebagai berikut: Tipe A Kawasan ini berlokasi jauh dari daerah sesar yang rentan terhadap getaran gempa. Kawasan ini juga dicirikan dengan adanya kombinasi saling melemahkan dari faktor dominan yang berpotensi untuk merusak. Bila intensitas gempa tinggi (Modified Mercalli Intensity / MMI VIII) maka efek merusaknya diredam oleh sifat fisik batuan yang kompak dan kuat.
  • 43. 56 Tipe B  Faktor yang menyebabkan tingkat kerawanan bencana gempa pada tipe ini tidak disebabkan oleh satu faktor dominan, tetapi disebabkan oleh lebih dari satu faktor yang saling mempengaruhi, yaitu intensitas gempa tinggi (MMI VIII) dan sifat fisik batuan menengah.  Kawasan ini cenderung mengalami kerusakan cukup parah terutama untuk bangunan dengan konstruksi sederhana. Tipe C  Terdapat paling tidak dua faktor dominan yang menyebabkan kerawanan tinggi pada kawasan ini. Kombinasi yang ada antara lain adalah intensitas gempa tinggi dan sifat fisik batuan lemah; atau kombinasi dari sifat fisik batuan lemah dan berada dekat zona sesar cukup merusak.  Kawasan ini mengalami kerusakan cukup parah dan kerusakan bangunan dengan konstruksi beton terutama yang berada pada jalur sepanjang zona sesar. Tipe D  Kerawanan gempa diakibatkan oleh akumulasi dua atau tiga faktor yang saling melemahkan. Sebagai contoh gempa pada kawasan dengan kemiringan lereng curam, intensitas gempa tinggi dan berada sepanjang zona sesar merusak; atau berada pada kawasan dimana sifat fisik batuan lemah, intensitas gempa tinggi, di beberapa tempat berada pada potensi landaan tsunami cukup merusak.  Kawasan ini cenderung mengalami kerusakan parah untuk segala bangunan dan terutama yang berada pada jalur sepanjang zona sesar. Tipe E  Kawasan ini merupakan jalur sesar yang dekat dengan episentrum yang dicerminkan dengan intensitas gempa yang tinggi, serta di beberapa tempat berada pada potensi landaan tsunami merusak. Sifat fisik batuan dan kelerengan lahan juga pada kondisi yang rentan terhadap goncangan gempa.  Kawasan ini mempunyai kerusakan fatal pada saat gempa. Tipe F  Kawasan ini berada pada kawasan landaan tsunami sangat merusak dan di sepanjang zona sesar sangat merusak, serta pada daerah dekat dengan episentrum dimana intensitas gempa tinggi. Kondisi ini diperparah dengan sifat fisik batuan lunak yang terletak pada kawasan morfologi
  • 44. 57 curam sampai dengan sangat curam yang tidak kuat terhadap goncangan gempa.  Kawasan ini mempunyai kerusakan fatal pada saat gempa. Pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana letusan gunung berapi dan kawasan gempa bumi dilakukan dengan: a. mengacu pada fungsi ruang kawasan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang, b. mensinkronkan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah sekitarnya, c. memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana, d. mengacu standar kualitas lingkungan, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana letusan gunung berapi dan kawasan gempa bumi mengacu kepada prinsip-prinsip pengendalian pemanfaatan ruang yang tertuang dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Prinsip-prinsip tersebut adalah: a. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi dilakukan dengan mencermati konsistensi kesesuaian antara pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang kawasan strategis atau rencana detail tata ruang. b. Dalam peruntukan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi harus memperhitungkan tingkat risiko. c. Tidak diizinkan atau dihentikan kegiatan yang mengganggu fungsi lindung kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi dengan tingkat risiko tinggi terhadap kawasan demikian mutlak dilindungi dan dipertahankan fungsi lindungnya. d. Kawasan yang tidak terganggu fungsi lindungnya dapat diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan dengan persyaratan yang ketat. Arahan peraturan zonasi akan dijabarkan untuk masing-masing tipe kawasan rawan gempa bumi, khususnya di daerah perkotaan adalah sebagai berikut:
  • 45. 58 Tipe A Pada kawasan rawan gempa bumi tipe A untuk kawasan perkotaan dapat juga dikembangkan kegiatan perdagangan dan perkantoran, permukiman, hutan kota, pariwisata, serta industri dengan tingkat kerentanan rendah. Tipe B Kawasan rawan gempa bumi tipologi B dapat dikembangkan untuk kegiatan budi daya seperti pada kawasan rawan gempa bumi tipologi A namun harus memenuhi syarat-syarat tingkat kerentanan sedang dan rendah. Tipe C Kawasan rawan gempa bumi tipologi C juga dapat dikembangkan untuk kegiatan budi daya seperti pada kawasan rawan gempa bumi tipologi A maupun B, namun kegiatan pertambangan tidak boleh dilakukan pada kawasan tipologi C. Syarat-syarat tingkat kerentanan yang harus dipenuhi pada kawasan rawan gempa bumi tipologi ini adalah tingkat kerentanan sedang dan tinggi. Tipe D Pada kawasan rawan gempa bumi tipologi D tidak diperbolehkan mengembangkan kegiatan budi daya mengingat tingkat kerawanan akibat gempa dapat membahayakan. Namun kegiatan pariwisata (wisata sosiokultural dan agro-kultural) masih dapat dikembangkan secara terbatas dengan ketentuan bangunan tahan gempa, (kerentanan sedang dan tinggi). Tipe E Kawasan rawan gempa bumi tipologi E tidak dapat dikembangkan untuk kegiatan budi daya mengingat tingkat bahaya yang diakibatkan sangat tinggi. Kawasan ini mutlak harus dilindungi. Tipe F Seperti pada kawasan rawan gempa bumi tipologi E, kawasan rawan gempa bumi tipologi F juga tidak dapat dikembangkan untuk kegiatan budi daya mengingat tingkat bahaya yang diakibatkan sangat tinggi. Untuk itu penggunaan ruang diutamakan sebagai kawasan lindung. 2.2.7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 6/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat
  • 46. 59 materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawas- an. Sesuai dengan Permen PU No. 6/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, materi pokok RTBL meliputi:  Program Bangunan dan Lingkungan;  Rencana Umum dan Panduan Rancangan;  Rencana Investasi;  Ketentuan Pengendalian Rencana;  Pedoman Pengendalian Pelaksanaan. A. Program Bangunan dan Lingkungan Program bangunan dan lingkungan merupakan penjabaran lebih lanjut dari perencanaan dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan untuk kurun waktu tertentu, yang memuat jenis, jumlah, besaran, dan luasan bangunan gedung, serta kebutuhan ruang terbuka hijau, fasilitas umum, fasilitas sosial, prasarana aksesibilitas, sarana pencahayaan, dan sarana penyehatan lingkungan, baik berupa penataan prasarana dan sarana yang sudah ada maupun baru. Program bangunan dan lingkungan, mencakup:  Analisis kawasan dan wilayah perencanaan; merupakan proses untuk mengidentifikasi, menganalisis, memetakan dan mengapresiasi dalam konteks lingkungan dan nilai lokal dari kawasan perencanaan dan wilayah sekitarnya. Hasil analisis kawasan dan wilayah perencanaan mencakup indikasi program bangunan dan lingkungan yang dapat dikembangkan pada kawasan perencanaan, termasuk pertimbangan dan rekomendasi tentang indikasi potensi kegiatan pembangunan kawasan/lingkungan yang memiliki dampak besar dan penting serta yang memerlukan penyusunan AMDAL sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.  Analisis pengembangan pembangunan berbasis peran masyarakat; adalah pembangunan dengan orientasi yang optimal pada pendaya- gunaan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, masyarakat diberikan kesempatan aktif beraspirasi dan berkontribusi untuk merumuskan program-program bangunan dan lingkungan yang sesuai dengan tingkat kebutuhannya.
  • 47. 60  Konsep dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan; merupakan hasil tahapan analisis program bangunan dan lingkungan, memuat gambaran dasar penataan pada lahan perencanaan yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan penjabaran gagasan desain secara lebih detail dari masing-masing elemen desain. B. Rencana Umum dan Panduan Rancangan Rencana Umum dan Panduan Rancangan merupakan ketentuan- ketentuan tata bangunan dan lingkungan pada suatu lingkungan/kawasan yang memuat rencana peruntukan lahan makro dan mikro, rencana perpetakan, rencana tapak, rencana sistem pergerakan, rencana aksesibilitas lingkungan, rencana prasarana dan sarana lingkungan, rencana wujud visual bangunan, dan ruang terbuka hijau. Panduan Rancangan bersifat melengkapi dan menjelaskan secara lebih rinci rencana umum yang telah ditetapkan sebelumnya, meliputi ketentuan dasar implementasi rancangan dan prinsip-prinsip pengembangan rancangan kawasan. Materi rencana umum mempertimbangkan potensi mengakomodasi komponen-komponen rancangan suatu kawasan sebagai berikut: a. Struktur peruntukan lahan b. Intensitas pemanfaatan lahan c. Tata bangunan d. Sistem sirkulasi dan jalur penghubung e. Sistem ruang terbuka dan tata hijau f. Tata kualitas lingkungan g. Sistem prasarana dan utilitas lingkungan Panduan Rancangan memuat ketentuan dasar implementasi rancangan terhadap kawasan perencanaan, berupa ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang bersifat lebih detil, memudahkan dan memandu penerapan dan pengembangan rencana umum, baik pada bangunan, kelompok bangunan, elemen prasarana kawasan, kaveling, maupun blok. Panduan Rancangan bersifat mengaktualisasikan tujuan penataan lingkungan/kawasan yang layak huni, berjati diri, produktif, dan berkelanjutan secara lebih terstruktur dan mudah dilaksanakan (design guidelines). Prinsip Pengembangan Rancangan adalah (i) panduan rancangan tiap blok pengembangan; dan (ii) simulasi rancangan tiga dimensional.
  • 48. 61 C. Rencana Investasi Rencana investasi disusun berdasarkan dokumen RTBL yang memper- hitungkan kebutuhan nyata para pemangku kepentingan dalam proses pengendalian investasi dan pembiayaan dalam penataan lingkungan/ kawasan. Rencana ini merupakan rujukan bagi para pemangku kepen- tingan untuk menghitung kelayakan investasi dan pembiayaan suatu penataan ataupun menghitung tolok ukur keberhasilan investasi, sehingga tercapai kesinambungan pentahapan pelaksanaan pembangunan. D. Ketentuan Pengendalian Rencana Ketentuan pengendalian rencana disusun sebagai bagian proses penyusunan RTBL yang melibatkan masyarakat, baik secara langsung (individu) maupun secara tidak langsung melalui pihak yang dianggap dapat mewakili. Ketentuan Pengendalian Rencana menjadi alat mobilisasi peran masing-masing pemangku kepentingan pada masa pelaksanaan atau masa pemberlakuan RTBL sesuai dengan kapasitasnya dalam suatu system yang disepakati bersama, dan berlaku sebagai rujukan bagi para pemangku kepentingan untuk mengukur tingkat keberhasilan kesinam- bungan pentahapan pelaksanaan pembangunan. Arahan pengendalian rencana, meliputi: a. Penetapan rencana dan indikasi program pelaksanaan dan pengen- dalian pelaksanaan, termasuk kesepakatan wewenang dan kelem- bagaan. b. Penetapan paket kegiatan pelaksanaan dan pengendalian jangka menengah. c. Penyiapan pelibatan dan pemasaran paket pembangunan untuk setiap pemangku kepentingan. d. Identifikasi dan penyesuaian aspek fisik, sosial, dan ekonomi terhadap kepentingan dan tanggung jawab para pemangku kepentingan. e. Penetapan persyaratan teknis masing-masing aspek (fisik, sosial dan ekonomi), perencanaan pelaksanaan, dan pengendalian di lapangan. E. Pedoman Pengendalian Rencana Pedoman pengendalian pelaksanaan dimaksudkan untuk mengarahkan perwujudan pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan/kawasan yang berdasarkan dokumen RTBL, dan memandu pengelolaan kawasan agar dapat berkualitas meningkat berkelanjutan.
  • 49. 62 Pengendalian pelaksanaan dilakukan oleh dinas teknis setempat atau unit pengelola teknis/UPT/badan tertentu sesuai kewenangan yang ditetapkan oleh kelembagaan pemrakarsa penyusunan RTBL atau dapat ditetapkan kemudian berdasarkan kesepakatan para pemangku kepentingan. Pedoman pengendalian pelaksanaan dapat ditetapkan dan berupa dokumen terpisah tetapi merupakan satu kesatuan dengan dokumen RTBL, berdasarkan kesepakatan para pemangku kepentingan, setelah mempertimbangkan kebutuhan tingkat kompleksitasnya. F. Pembinaan Pelaksanaan Pembinaan pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan oleh pemerintah bertujuan untuk mewujudkan efektivitas peran pemerintah, masyarakat dan dunia usaha baik dalam penyusunan RTBL, maupun dalam penetapan dokumen RTBL melalui Peraturan Walikota, pelaksana- an dan pengendalian pembangunan, pengelolaan kawasan, serta penin- jauan kembali RTBL. Perwujudan peran pemerintah diselenggarakan melalui optimalisasi pelaksanaan pengembangan program dan kegiatan pemerintah yang mendukung pelaksanaan RTBL dalam penataan lingkungan/kawasan. 2.2.8. Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 8 Tahun 2020 tentang Bangunan Gedung A. Muatan Perda Secara keseluruhan Perda Kota Bengkulu No. 8 Tahun 2020 ini memuat ketentuan-ketentuan dalam penyelenggaraan Bangunan Gedung sebagai- mana diamanatkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan peraturan pelaksanaannya. Peraturan daerah ini berisi ketentuan yang mengatur berbagai aspek penyelenggaraan Bangunan Gedung meliputi aspek fungsi Bangunan Gedung, aspek persyaratan Bangunan Gedung, aspek hak dan kewajiban pemilik dan Pengguna Bangunan Gedung dalam tahapan penyeleng- garaan Bangunan Gedung, aspek Peran Masyarakat, aspek pembinaan oleh pemerintah, aspek sanksi, aspek ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. Peraturan daerah ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan Bangunan Gedung yang berlandaskan pada ketentuan di bidang penataan ruang, tertib secara administratif dan teknis, terwujudnya Bangunan
  • 50. 63 Gedung yang fungsional, andal, yang menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bagi pengguna, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya. Pengaturan fungsi Bangunan Gedung dalam Peraturan Daerah ini dimaksudkan agar Bangunan Gedung yang didirikan dari awal telah ditetapkan fungsinya sehingga masyarakat yang akan mendirikan Bangunan Gedung dapat memenuhi persyaratan baik administratif maupun teknis Bangunan Gedungnya dengan efektif dan efisien, sehingga apabila bermaksud mengubah fungsi yang ditetapkan harus diikuti dengan perubahan persyaratan administratif dan persyaratan teknisnya. Di samping itu, agar pemenuhan persyaratan teknis setiap fungsi Bangunan Gedung lebif efektif dan efisien, fungsi Bangunan Gedung tersebut diklasifikasikan berdasarkan tingkat kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat risiko kebakaran, zonasi gempa, lokasi, ketinggian, dan/atau kepemilikan. Pengaturan persyaratan administratif Bangunan Gedung dalam Peraturan Daerah ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui lebih rinci persyaratan administratif yang diperlukan untuk mendirikan Bangunan Gedung, baik dari segi kejelasan status tanahnya, kejelasan status kepemilikan Bangunan Gedungnya, maupun kepastian hukum bahwa Bangunan Gedung yang didirikan telah memperoleh persetujuan dari Pemerintah Kota dalam bentuk izin mendirikan Bangunan Gedung. Kejelasan hak atas tanah adalah persyaratan mutlak dalam mendirikan Bangunan Gedung, meskipun dalam Peraturan Daerah ini dimungkinkan adanya Bangunan Gedung yang didirikan di atas tanah milik orang/pihak lain, dengan perjanjian. Dengan demikian kepemilikan Bangunan Gedung dapat berbeda dengan kepemilikan tanah, sehingga perlu adanya pengaturan yang jelas dengan tetap mengacu pada peraturan perundang- undangan tentang kepemilikan tanah. Dengan diketahuinya persyaratan administratif Bangunan Gedung oleh masyarakat luas, khususnya yang akan mendirikan atau memanfaatkan Bangunan Gedung, akan memberikan kemudahan dan sekaligus tantangan dalam penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik. Pelayanan pemberian izin mendirikan Bangunan Gedung yang transparan, adil, tertib hukum, partisipatif, tanggap, akuntabilitas, efisien dan efektif, serta profesional, merupakan wujud pelayanan prima yang harus diberikan oleh Pemerintah Kota.
  • 51. 64 Peraturan Daerah ini mengatur lebih lanjut persyaratan teknis tata bangunan dan keandalan Bangunan Gedung, agar masyarakat di dalam mendirikan Bangunan Gedung mengetahui secara jelas persyaratan- persyaratan teknis yang harus dipenuhi sehingga Bangunan Gedungnya dapat menjamin keselamatan pengguna dan lingkungannya, dapat ditempati secara aman, sehat, nyaman, dan aksesibel, sehinggga secara keseluruhan dapat memberikan jaminan terwujudnya Bangunan Gedung yang fungsional, layak huni, berjati diri, dan produktif, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya. Dengan dipenuhinya persyaratan teknis Bangunan Gedung sesuai fungsi dan klasifikasinya, maka diharapkan kegagalan konstruksi maupun kegagalan Bangunan Gedung dapat dihindari, sehingga pengguna bangunan dapat hidup lebih tenang dan sehat, rohaniah dan jasmaniah di dalam berkeluarga, bekerja, bermasyarakat dan bernegara. Pengaturan Bangunan Gedung dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian Bangunan Gedung dan lingkungannya, berperikemanusiaan dan berkeadilan. Oleh karena itu, masyarakat diupayakan terlibat dan berperan aktif, positif, konstruktif dan bersinergi bukan hanya dalam rangka pembangunan dan Pemanfaatan Bangunan Gedung untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi juga dalam meningkatkan pemenuhan persyaratan Bangunan Gedung dan tertib penyelenggaraan Bangunan Gedung pada umumnya. B. Bangunan Gedung Hijau (Green Building) Yang menarik pada Perda Kota Bengkulu No. 8 Tahun 2020 ini adalah muatan mengenai Bangunan Gedung Hijau. Bangunan Gedung Hijau adalah Bangunan Gedung yang memenuhi persyaratan Bangunan Gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam peng- hematan energi, air, dan sumberdaya lainnya melalui penerapan prinsip Bangunan Gedung Hijau sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam setiap tahapan penyelenggaraannya. Prinsip Bangunan Gedung Hijau meliputi: a) perumusan kesamaan tujuan, pemahaman serta rencana tindak; b) pengurangan penggunaan sumber daya, baik berupa lahan, material, air, sumber daya alam maupun sumber daya manusia (reduce); c) pengurangan timbulan limbah, baik fisik maupun non-fisik; d) penggunaan kembali sumber daya yang telah digunakan sebelumnya (reuse);
  • 52. 65 e) penggunaan sumber daya hasil siklus ulang (recycle); f) perlindungan dan pengelolaan terhadap lingkungan hidup melalui upaya pelestarian; g) mitigasi risiko keselamatan, kesehatan, perubahan iklim, dan bencana; h) orientasi kepada siklus hidup; i) orientasi kepada pencapaian mutu yang diinginkan; j) inovasi teknologi untuk perbaikan yang berlanjut; dan k) peningkatan dukungan kelembagaan, kepemimpinan dan manajemen dalam implementasi. Bangunan Gedung yang dikenai persyaratan Bangunan Gedung Hijau meliputi Bangunan Gedung baru dan Bangunan Gedung yang telah dimanfaatkan. Bangunan Gedung yang dikenai persyaratan Bangunan Gedung Hijau dibagi menjadi kategori: a. wajib (mandatory), b. disarankan (recommended), dan c. sukarela (voluntary).