SlideShare a Scribd company logo
1 of 65
Aparatur Sipil Negara sebagai unsur utama Sumber Daya
Manusia Aparatur Negara memiliki peranan penting dalam
menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan.
Peningkatan Kompetensi Perencanaan sebagai unsur manajemen,
wajib dimiliki oleh setiap ASN . Untuk meningkatkan kompeten
teknis Perencanaan Jalan bagi apparatus Sipil Negara, maka perlu
dilaksanakan pembinaan melalui jalur pendidikan dan pelatihan
(diklat) agar kedepannya semua pelaksanaan Konstruksi bisa
terwujud berasaskan efektifitas dan keekonomian.
Klasifikasi
Jalan
Bagian-
Bagian
Jalan
Parameter
Perencanaan
PENGERTIAN JALAN
UU No 38 tahun 2004 :
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya
yang diperuntukkan bagi lalu-lintas, yang berada pada permukaan
tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan dan/atau air,
serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan
jalan kabel.
KLASIFIKASI JALAN
Jalan diklasifikasikan berdasarkan :
Fungsi/Peran
Status
Spesifikasi Penyediaan Prasarana
Kelas
KLASIFIKASI JALAN BERDASARKAN
FUNGSI/PERANANNYA
Jalan Arteri
•Melayani
angkutan jarak
jauh
•Kecepatan rata-
rata tinggi
•Jumlah jalan
masuk dibatasi
secara efisien
Jalan Kolektor
•Melayani
angkutan
pengumpulan/pe
mbagian jarak
sedang
•Kecepatan rata-
rata sedang
•Jumlah jalan
masuk dibatasi
Jalan Lokal
•Melayani
angkutan
setempat
•Perjalanan jarak
dekat
•Kecepatan
rendah
•Jumlah jalan
masuk tidak
dibatasi
Jalan Lingkungan
•Melayani
angkutan
lingkungan
•Jarak perjalanan
dekat
•Kecepatan
rendah
KLASIFIKASI JALAN BERDASARKAN
STATUSNYA
•merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan
jalan primer, menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan
strategis nasional, serta jalan tol.
Jalan Nasional
•merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer,
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/ kota,
atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
Jalan Provinsi
•jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer, menghubungkan
ibukota kabupaten-ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan,
ibukota kabupaten-pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal,
serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam
wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
Jalan Kabupaten
•adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan
pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta
menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
Jalan Kota
•merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
Jalan Desa
KLASIFIKASI JALAN BERDASARKAN
SPESIFIKASI PENYEDIAAN
PRASARANA JALAN
Jalan Bebas Hambatan
Jalan Raya
Jalan Sedang
Jalan Kecil
KLASIFIKASI JALAN BERDASARKAN
KELAS JALAN
KELAS I
• Jalan Arteri
dan Kolektor
• Dapat dilalui
kendaraan
bermotor
(MST ≤ 10 ton)
KELAS II
• Jalan Arteri,
Kolektor,
Lokal, dan
Lingkungan
• Dapat dilalui
kendaraan
bermotor
(MST = 8 ton,
lebar
kendaraan ≤
2500 mm)
KELAS III
• Jalan Arteri,
Kolektor,
Lokal, dan
Lingkungan
• Dapat dilalui
kendaraan
bermotor
(MST = 8 ton,
lebar
kendaraan ≤
2100 mm)
KELAS IV
• Jalan Arteri
• Dapat dilalui
kendaraan
bermotor
(MST ≥ 10 ton)
BAGIAN-BAGIAN JALAN
1. Kendaraan Rencana
Jenis Dimensi Kendaraan (m) Dimensi Tonjolan
(m)
Radius
Putar Min.
(m)
Kendaraan Rencana
Tinggi Lebar
Panjan
g
Depan Belakang
Bina
Marga1)
Kode
AASHTO2
)
Mobil
Penumpang
P 1,3 2,13 5,79 0,91 1,52 7,31
Bus S-Bus 11 3,2 2,44 10,91 0,76 3,66 11,86
Truk 2 as SU 4,1 2,44 9,15 1,22 1,83 12,80
Truk 3 as 4,1 2,44 12,0 1,2 1,8
Truk 4 as WB-12 4,1 2,44 13,87 0,91 0,86 12,20
Truk 5 as WB-15 4,1 2,44 16,79 0,91 0,62 13,72
2. Volume Lalu-Lintas
Volume lalu-Lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik
pengamatan selama satu satuan waktu (kendaraan/hari, kend/jam). Volume
Lalu-Lintas untuk keperluan desain kapasitas geometrik jalan perlu
dinyatakan dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP).
Volume yang umumnya dilakukan pada desain kapasitas ruas jalan adalah sbb
:
 Volume Lalu-Lintas Harian Rata-Rata (LHR).
 Volume Harian Rata-rata Tahunan (LHRT).
 Volume Lalu Lintas Harian rencana (VLHR).
 Volume Jam Rencana (VJR).
 Kapasitas jalan.
3. Kecepatan
Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan
dibagi waktu tempuh yang dinyatakan dalam Km/Jam.
Hobbs (1979) membagi kecepatan kendaraan menjadi 3:
Kecepatan Sesaat (Spot Speed)
• Kecepatan yang diukur disuatu tempat dalam sesaat.
Kecepatan Gerak
• Kecepatan dari hasil bagi antara jarak dengan lama bergerak kendaraan.
Kecepatan Perjalanan
• kecepatan yang dihitung dari hasil bagi antara jarak dengan lama menempuh,
termasuk tundaan yang terjadi.
4. Jarak Pandang
Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada
saat mengemudi sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghindari bahaya
tersebut dengan aman.
3 Faktor penting yang mempengaruhi Jarak Pandang :
Waktu PIEV
(Perception Time,
Intelection Time,
Emotion Process,
Volition)
Waktu untuk
menghindari keadaan
Bahaya
Kecepatan kendaraan
Jarak Pandang Henti (Jh)
Jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi unuk menghentikan
kendaraannnya dengan aman saat melihat adanya halangan didepan.
Jarak pandang henti diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105
cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan.
Jarak Tanggap (Jht)
Jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi sadar melihat adanya halangan yang
menyebabkan harus berhenti sampai pengemudi menginjak rem (waktu PIEV).
AASHTO merekomendasikan waktu tanggap adalah 2,5 detik.
Jarak Pengereman (Jhr)
jarak yang diperlukan untuk menghentikan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem
sampai kendaraan berhenti.
AASHTO 2004 menyarankan menggunakan nilai perlambatan kendaraan sebesar 3,4
m/detik² untuk penentuan Jarak pandang Henti.
Jh = 0,695 V + 0,011471 V2
Jarak Pandang Henti Berdasarkan Berbagai Pedoman
Kecepatan
(Km/Jam)
AASHTO 2004
(m)
Bina Marga
No.038/T/BM/1997
(m)
RSNI T 14-2004
(m)
20 20 16
30 35 27 35
40 50 40 50
50 65 55 65
60 85 75 85
70 105 105
80 130 120 130
90 160 160
100 185 175 185
110 220
120 250 250
130 285
Jarak Pandang Menyiap (Js)
Jarak Pandang Menyiap adalah jarak yang memungkinkan kendaraan menyiap kendaraan
lain didepannya dengan aman hingga kendaraan tersebut kembali pada lajurnya semula.
Jarak pandang menyiap diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah
105 cm ( 50 cm tinggi Jok dan 55 cm tinggi mata orang posisi duduk) dan tinggi halangan
adalah 105 cm.
Dasar Pengukuran Jarak Pandang sesuai Standar Bina Marga
Jm (Jarak Menyiap) = d1 + d2 + d3 + d4
d₁ = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m).berdasarkan waktu PIEV.
d₂ = Jarak yang ditempuh selama menyiap sampai kembali ke jalur semula (m).
d₃ = Jarak antara kendaraan yang menyiap dengan kendaraan yang datang dari
arah berlawanan setelah proses menyiap selesai (m), antara 30 – 100 meter.
d₄ = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan, yang
besarnya diambil sama dengan 2/3 d₂ (m).
Panjang setiap komponen jarak pandang menyiap (AASHTO 2004)
Panjang jarak pandang menyiap (Bina Marga 1997)
Vr
(Km/Jam)
120 100 80 60 50 40 30 20
Js (m) 800 670 550 350 250 200 150 100
Kendaraan
Rencana
Volume Lalu
Lintas
Kapasitas
Jalan
Tingkat
Pelayanan
Jalan
Kecepatan
Rencana
Gaya-gaya
yang
Bekerja
Kendaraan Rencana adalah
kendaraan dengan standard tertentu
(bentuk, ukuran, dan
daya/kemampuan) yang digunakan
sebagai kriteria perencanaan bagian-
bagian jalan.
Kendaraan rencana ini
dikelompokkan menjadi kelompok
mobil penumpang, bis/truk, semi
trailer, dan trailer.
Volume Lalu-Lintas adalah jumlah
kendaraan yang melintasi satu titik
pengamatan selama satu-satuan
waktu (kend/hari, kend/jam,
kend/menit).
Volume lalu lintas untuk perencanaan
geometrik jalan biasanya dinyatakan
dalam satuan mobil penumpang
(smp) yaitu hasil mengalikan setiap
jenis kendaraan dengan ekivalensi
mobil penumpang (smp) jenis
kendaraan tersebut.
Kapasitas Jalan adalah arus
lalulintas maksimum yang dapat
dipertahankan pada suatu
penampang bagian jalan pada kondisi
tertentu, dinyatakan dalam satuan
mobil penumpang per jam.
Ratio Volume/Kapasitas disebut RVK
adalah perbandingan antara volume
lalulintas dengan kapasitas jalan.
Kapasitas Rencana adalah kapasitas
ideal dikalikan dengan faktor kondisi
jalan yang direncanakan (seperti
terdapat dalam Manual Kapasitas
Jalan Indonesia, MKJI 1997).
Sesuai dengan Permen PU No
19/PRT/M/2011 nilai RVK ditentukan
sesuai dengan fungsi jalan, yaitu :
 RVK ≤ 0,85 untuk Jalan Arteri dan
Jalan Kolektor.
 RVK ≤ 0,90 untuk Jalan Lokal dan
Jalan Lingkungan.
Tingkat Pelayanan Jalan merupakan
kondisi gabungan dari rasio volume
dan kapasitas (V/C) dan kecepatan.
Rasio. V/C juga disebut Derajat
Kejenuhan (MKJI 1997).
Kecepatan Rencana (Desain Speed) adalah kecepatan kendaraan yang mendasari
perencanaan teknis geometri jalan, merupakan kecepatan kendaraan yang dapat
dicapai bila melaju tanpa gangguan dan aman.
Pada saat desainer menetapkan kecepatan rencana sebagai dasar perencanaan,
beberapa hal perlu menjadi pertimbangan seperti :
 Biaya Pembangunan Jalan.
 Medan yang dilalui.
 Fungsi jalan.
 Perkiraan Arus Lalu-Lintas.
 Keselamatan Pengendara.
 Biaya Operasi kendaraan sebagai faktor ekonomis, dll.
Tabel Kecepatan Rencana jalan TOL (sumber: Standar BM No. 007/BM/2009)
Keterangan :
 F : Gaya Sentrifugal.
 m : Masa Kendaraan.
 a : Percepatan Sentrifugal
 G : Berat Kendaraan.
 g : Gaya Gravitasi.
 V : Kecepatan Kendaraan.
 R : Jari-jari Tikungan.
F = m.a F = (G.V2)/(g.R)
Alinyemen
Horizontal
Alinyemen
Vertikal
Koordinasi
Alinyemen
Horizontal dan
Vertikal
Alinyemen Horizontal adalah kumpulan titik-titik yang membentuk garis (lurus
dan lengkung) sebagai proyeksi sumbu atau as jalan pada bidang horizontal.
Aspek penting dalam alinyemen
horizontal :
 Gaya sentrifugal.
 Bentuk-bentuk busur peralihan
 Bentuk-bentuk tikungan
 Diagram superelevasi
 Pelebaran perkerasan pada
tikungan
 Jarak pandang pada tikungan
1. Derajat Lengkung
Derajat lengkung (Do) adalah besar sudut lengkung yang
menghasilkan panjang busur 25 m.
- ↑R = ↓D = semakin tumpul lengkung horizontal
rencana
- ↓R = ↑D = semakin tajam lengkung horizontal rencana
D =
25
2.π.R
x 360
D =
1432,39
R
derajat (o)
2. Jari-jari Tikungan
Rmin =
V
127.(emaks+fmaks)
Ket :
Rmin = jari-jari minimum (m)
V = kecepatan kendaraan (km/jam)
emaks = superelevasi maksimum (%)
F = koefisien gesekan melintang
3. Distribusi Nilai Superelevasi dan Koefisien Gesek Melintang
Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh komponen gaya berat kendaraan akibat adanya superelevasi (e) dan
gaya gesekan melintang antara permukaan jalan dan ban kendaraan. Di Indonesia untuk distribusi nilai
superelevasi ( e ) yang digunakan untuk perencanaan berdasarkan berdasarkan metode Bina Marga adalah
sebesar 8 % dan 10 %. Distribusi nilai e dapat dilihat pada table dibawah ini.
emaks = 0,10 emaks = 0,08
4. Panjang Bagian Jalan yang Lurus
Mempertimbangkan factor keselamatan Pemakai Jalan,
Bina marga menetapkan maksimum bagian jalan yang
lurus berdasarkan waktu tempuh kurang dari 2,5 menit
yang sesuai dengan Kecepatan Rencana (Vr).
5. Lengkung Peralihan
Fungsi
Panjang Bagian Lurus Maksimum (m)
Datar Perbukitan Pegunungan
Arteri 3.000 2.500 2.000
Kolektor 2.000 1.750 1.500
Lengkung peralihan diperlukan agar pengemudi dapat
menyesuaikan manuver kendaraan pada bagian-bagian
geometrik jalan yang bertransisi dari alinyemen lurus ke
lingkaran, atau dari lurus ke lurus atau juga dari
alinyemen llingkaran ke lingkaran.
Bentuk-bentuk alinyemen yang menggunakan lengkung peralihan
6. Landai Relatif
Landai relatif adalah besarnya kelandaian akibat perbedaan elevasi tepi perkerasan sebelah luar sepanjang
lengkung peralihan. Perbedaan elevasi dalam hal ini hanya berdasarkan tinjuan atas perubahan bentuk
penampang melintang jalan dan belum diperhitungkan terhadap gabungan dari perbedaan elevasi akibat
kelandaian vertical jalan.
Landai Relatif Maksimum yang ditetapkan Bina Marga (1994) dan AASHTO 2004
Kecepatan Rencana
(Km/Jam)
Kelandaian Maksimum
Bina Marga (Luar Kota 1994) AASHTO 2004
20 1/50 1/125
30 1/75 1/133
40 1/100 1/143
50 1/115 1/154
60 1/125 1/167
70 1/182
80 1/150 1/200
90 1/213
100 1/227
110 1/244
120 1/263
130 1/286
7. Pemilihan Bentuk Tikungan
Pemilihan bentuk tikungan menurut Bina Marga (1997)
Pemilihan bentuk tikungan menurut AASHTO (1990)
8. Jarak Pandang dan Daerah Bebas Samping pada Lengkung Horizontal
Ket :
AB = Garis Pandang.
M = Jarak daerah bebas samping ke sumbu
lajur sebelah dalam, m
Ө = sudut pusat lengkung sepanjang Jh
Jh = jarak pandang henti, m
Lc = panjang lengkung busur lingkaran
Ri = Radius sumbu lajur sebelah dalam, m
Alinyemen Vertikal didefinisikan sebagai proyeksi sumbu jalan pada bidang
vertikal, berbentuk penampang memanjang jalan. Alinyemen vertikal disebut
juga penampang memanjang atau profil jalan.
1. Kelandaian Minimum
Kelandaian Minimum jalan diperlukan untuk
kepentingan Drainase Jalan (Surface Drain), agar
supaya secepatnya air hujan dapat mengalir kesaluran
samping, sehingga tidak terjadi Genangan pada
permukaan Jalan.
Perencana perlu mempertimbangkan beberapa hal sbb :
 Landai datar (0%) untuk jalan jalan tanpa kerb dan
terletak diatas tanah timbunan. Pada kondisi ini
lereng melintang jalan cukup untuk mengalirkan air
diatas perkerasan jalan kemudian ke Talud.
 Landai 0,30 – 0,50 % untuk jalan yang menggunakan
Kerb dan terletak diatas tanah timbunan. Kerb yang
digunakan sebaiknya Kerb dengan saluran.
2. Kelandaian Maksimum
Kelandaian maksimum adalah kelandaian yang
memungkinkan kendaraan bergerak terus tanpa
kehilangan kecepatan yang berarti. Di asumsikan untuk
Truk yang bermuatan penuh dengan penurunan
kecepatan masih lebih atau sama dengan 50 % dari
kecepatan awal.
VR
(Km/jam)
< 40 40 50 60 80 100 110 120
LMAKS 10 10 9 8 5 4 3 3
Kelandaian maksimum menurut Bina Marga (1997)
Medan Jalan Notasi Kelandaian Medan
Datar D < 10,0 %
Perbukitan B 10,0 – 25,0 %
Pergunungan G ≥ 25 %
Jenis Medan berdasarkan Kelandaian Medan
3. Panjang Kritis
Panjang Kritis adalah panjang landai maksimum yang
harus ada untuk memepertahankan kecepatan sehingga
penurunan kecepatan ≤ 50 % dari kecepatan rencana
selama satu menit.
4. Lajur Pendakian
Sesuai Standar Geometri untuk Jalan Tol No
007/Bm/2009, lajur pendakian selebar 3,60 m disediakan
apabila panjang kritis dilampaui, jalan memiliki VLHR
> 25.000 SMP/hari, dan persentase truk > 15 %.
Faktor yang perlu dipertimbangkan untuk keperluan
Jalur Pendakian :
 Arus lalu Lintas yang mendaki melebihi 200
Kend/jam.
 Arus lalu lintas Truk > 20 Kend/Jam.
Lajur Pendakian pada Jalan Tol
Panjang Landai Kritis
3. Lengkung Vertikal Parabola Sederhana
Persamaan Parabola :
Ket :
 Titik PLV = Titik Permulaan Lengkung Vertikal.
 Titik PTV = Titi Permulaan Tangen Vertikal.
 L = Panjang Proyeksi Lengkung Vertikal.
 = Panjang Lengkung Vertikal (asumsi).
 g1 = Kelandaian bagian Tangen vertical sebelah kiri. %
 g2 = Kelandaian bagian tangent vertical sebelah kanan, %
 A = Perbedaan aljabar landai, dinyatakan dalam persen = g1 -
g2
 Ev = pergeseran vertical titik PPV terhadap lengkung vertical.
Y = 𝐴x2 /200 𝐿
Pada titik PPV :
Ev = 𝐴L/800
Note :
 Ev bernilai + : Lengkung Vertikal Cembung
 Ev bernilai - : Lengkung Vertikal Cekung
4. Panjang Lengkung Vertikal Cembung dengan S < L
Dari gambar disamping, diperoleh persamaan :
Ket :
 L = Panjang Lengkung Vertikal, m
 S = Panjang Jarak pandang, m
 A = Perbedaan Aljabar landai, %
 H1 = Tinggi Mata Pengemudi diatas Muka Jalan,
m
 h2 = Tinggi Objek diatas Muka Jalan, m
L =
𝐴𝑆2
100( 2ℎ1+ 2ℎ2)
2
Untuk jarak pandang = jarak pandang henti, maka h1 = 1,08 m;
h2 = 0,60 m, sehingga persamaan menjadi :
L = 𝐴𝑆2
/658
Jika Panjang lengkung vertikal dihitung berdasarkan Jarak
pandang mendahului untuk Jalan 2 lajur 2 arah, dengan h1 =
1,08 m; dan h2 = 1,08 m, maka persamaan menjadi :
L = 𝐴𝑆2/864
Note :
Desain lengkung vertikal yang menggunakan jarak pandang henti
sebagai dasar menentukan panjang lengkung vertikal cembung,
maka jalan dengan lengkung tersebut perlu dilengkapi dengan
rambu dan marka dilarang mendahului.
5. Panjang Lengkung Vertikal Cembung dengan S > L
Dari gambar disamping, diperoleh persamaan :
Ket :
 L = Panjang Lengkung Vertikal, m
 S = Panjang Jarak pandang, m
 A = Perbedaan Aljabar landai, %
 h1 = Tinggi Mata Pengemudi diatas Muka Jalan,
m
 h2 = Tinggi Objek diatas Muka Jalan, m
L = 2𝑆 −
200( ℎ1+ ℎ2)
2
𝐴
Jika Panjang lengkung vertikal dihitung berdasarkan Jarak
pandang henti, dengan h1 = 1,08 m; dan h2 = 0,60 m, maka
persamaan menjadi :
L = 2𝑆 − (
658
𝐴
)
Jika Panjang lengkung vertikal dihitung berdasarkan Jarak
pandang mendahului untuk Jalan 2 lajur 2 arah, dengan h1 =
1,08 m; dan h2 = 1,08 m, maka persamaan menjadi :
L = 2𝑆 − (
864
𝐴
)
6. Tabel Nilai K berdasarkan Jarak
Pandang Henti pada Lengkung
Vertikal Cembung
7. Panjang Lengkung Vertikal
Cembung berdasarkan Jarak
Pandang Henti
8. Panjang Lengkung Vertikal Cembung
berdasarkan Kenyamanan Pengguna
9. Jarak Pandang Henti pada
Lengkung Vertikal Cekung
Untuk mengurangi dampak gaya sentrifugal yang berlebihan
sehingga memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan,
maka panjang AASHTO menetapkan Panjang Lengkung
Vertikal Minimum :
Lminimum = 0,6 V
Ket :
 L = Panjang Lengkung Vertikal Cembung minimum, m
 V = Kecepatan Rencana, Km/Jam.
Nilai K berdasarkan Jarak Pandang Henti pada
Lengkung Vertikal Cekung:
10. Kenyamanan Pengemudi
Tabel : Panjang Minimum Lengkung Vertikal, Bina
Marga (1997)
Kecepatan Rencana
(Km/jam)
Perbedaan
Kelandaian
Memanjang (%)
Panjang Lengkung
(m)
< 40 1 20 – 30
40 – 60 0,6 40 – 80
≥ 60 0,4 80 - 150
Panjang Lengkung Vertikal Cekung berdasarkan
Jarak Pandang Henti.
Gaya sentrifugal dan Gravitasi dapat berdampak
ketidaknyamanan pada pengemudi dan penumpang
kendaraan. Panjang Lengkung Vertikal Cekung minimum
berdasarkan AASHTO 2004 mengikuti persamaan berikut :
L = AV2/395
Ket :
 V = Kecepatan rencana, Km/jam
 A = Perbedaan aljabar landai.
 L = Panjang Lengkung Vertikal Cekung, m
11. Bentuk Visual Lengkung Vertikal Cekung
AASHTO 2004 memberikan batasan bentuk lengkung vertical dengan panjang minimum L = K.A, dengan K = 30. Panjang
Lengkung Vertikal Minimum berdasarkan bentuk visual lengkung adalah :
Lminimum = 30 A
Ket :
 L = Panjang Lengkung Vertikal Cekung minimum, m
 A = Perbedaan Aljabar Landai.
12. Jarak Pandang Bebas S < L
Berdasarkan gambar di atas, persamaan Panjang Lengkung
Vertikal Cekung untuk S < L adalah :
L =
𝐴𝑆2
800𝐶 −400 (ℎ1+ℎ2)
Ket :
 L = Panjang Lengkung Vertikal Cekung, m
 A = Perbedaan Aljabar landai, %
 S = Jarak pandangan henti atau menyiap minimum, m
 C = Tinggi bebas dari muka jalan ke bagian bawah
bangunan yang melintas, m
 h1 = Tinggi mata pengemudi dari muka jalan, m
 h2 = Tinggi objek dari muka jalan, m
Jika menggunakan standar tinggi mata pengemudi
Truk = 2,40 m dan tinggi objek = 0,6 m sebagai tinggi
bagian belakang kendaraan yang dilihat oleh Truk,
maka persamaan bisa disederhanakan menjadi :
L = AS2/(800C-1200)
13. Jarak Pandang Bebas S > L
Berdasarkan gambar di atas, persamaan Panjang Lengkung
Vertikal Cekung untuk S > L adalah :
L = 2𝑆 −
800𝐶 −400(ℎ1+ℎ2)
𝐴
Ket :
 L = Panjang Lengkung Vertikal Cekung, m
 A = Perbedaan Aljabar landai, %
 S = Jarak pandangan henti atau menyiap minimum, m
 C = Tinggi bebas dari muka jalan ke bagian bawah
bangunan yang melintas, m
 h1 = Tinggi mata pengemudi dari muka jalan, m
 h2 = Tinggi objek dari muka jalan, m
Jika menggunakan standar tinggi mata pengemudi
Truk = 2,40 m dan tinggi objek = 0,6 m sebagai tinggi
bagian belakang kendaraan yang dilihat oleh Truk,
maka persamaan bisa disederhanakan menjadi :
L = 2S - (800C-1200)/A
Hasil perencanaan yang baik perlu memperhatikan keterpaduan antara tiga
eleman yaitu Alinyemen Vertikal, Alinyemen Horisontal dan potongan melintang
Jalan. Koordinasi antara alinyemen Vertikal dan Horisontal harus memenuhi
ketentuan sbb ;
 Alinyemen Horisontal berimpit dengan alinyemen vertikal dan alinyemen
horizontal lebih panjang sedikit melingkupi alinyemen vertikal.
 Hindari Tikungan tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau
bagian atas lengkung vertikal cembung.
 Hindarkan Lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan
panjang.
 Hindarkan, dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal.
 Hindarkan Tikungan tajam diantara bagian jalan yang lurus dan panjang.
1. Lengkung Vertikal Cembung dan
Cekung pada Jalan Lurus
2. Lengkung Vertikal Cembung pendek
dipisahkan dengan tangent vertikal yang
pendek
Pada alinyemen horizontal yang lurus hindari jika ada
lengkung vertikal cembung beriringan dengan lengkung
vertikal cekung seperti gambar dibawah ini :
Pada lengkung horizontal hindari jika terdapat dua lengkung
vertikal cembung berdekatan dengan jarak pemisah yang
pendek.
3. Lengkung Horizontal tepat pada
Lengkung Vertikal
4. Lengkung Horizontal berbalik arah
dengan tangent yang pendek
Lengkung horizontal berbalik arah dengan tangent yang
pendek pada vertikal cembung, akan mengurangi
keselamatan pengguna jalan.
5. Lengkung Horizontal diawal Lengkung
Vertikal
6. Desain Jalan di dekat Sungai
Desain alinemen horizontal seyogyanya mengikuti kondisi
alam sekitarnya.
Lengkung horizontal berada diawal tanjakan pada lengkung
vertikal cekung mengakibatkan kesan patahnya jalan, karena
lengkung vertikal cekung diawali dengan lengkung vertikal
cembung sehingga mengurangi tingkat keselamatan jalan.
Jalur dan
Lajur Lalu
Lintas
Bahu Jalan Median Trotoar
Saluran
Tepi Kereb
Pengaman
Tepi
Jalur Lalu Lintas
Jalur lalu lintas {travelled way =
carriage way) adalah keseluruhan
bagian perkerasan jalan yang
diperuntukkan untuk lalu lintas
kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri
dari beberapa lajur (lane) kendaraan.
Lajur Lalu Lintas
Lajur kendaraan yaitu bagian dari
jalur lalu lintas yang khusus
diperuntukkan untuk dilewati oleh
satu rangkaian kendaraan beroda
empat atau lebih dalam satu arah.
Oleh sebab itu, jumlah lajur minimal
untuk jalan 2 arah adalah 2 dan pada
umumnya disebut sebagai jalan 2
lajur 2 arah.
Jalur lalu lintas untuk 1 arah minimal
terdiri dari 1 lajur lalu lintas.
Bahu jalan adalah bagian tepi jalan yang dipergunakan sebagai tempat
untuk kendaraan yang mengalami kerusakan berhenti atau digunakan oleh
kendaraan darurat seperti ambulans, pemadam kebakaran, polisi yang sedang
menuju tempat yang memerlukan bantuan kedaruratan dikala jalan sedang
mengalami tingkat macet yang tinggi.
Selain itu bahu juga dipergunakan sebagai tempat menghindar dari kecelakaan
lalu lintas terutama pada jalan yang tidak dipisah dengan median jalan,
khususnya pada saat ada kendaraan yang menyalib tetapi kemudian dari arah
yang berlawanan datang kendaraan, sehingga kendaraan yang datang dari depan
bisa menghindar dan masuk bahu jalan.
JENIS-JENIS BAHU JALAN
Tipe Perkerasan
• Bahu yang tidak
diperkeras
• Bahu yang
diperkeras
Letak Bahu
• Bahu Kiri/Bahu
Luar
• Bahu Kanan/Bahu
Dalam
Secara garis besar median berfungsi sebagai:
 menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana pengemudi masih dapat
mengontrol kendaraannya pada saat-saat darurat.
 menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi/ mengurangi kesilauan
terhadap lampu besar dari kendaraan yang berlawanan arah.
 menambah rasa kelegaan, kenyamanan dan keindahan bagi setiap pengemudi.
 mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arah arus lalu lintas.
Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang
khusus dipergunakan untuk pejalan kaki (pedestrian). Untuk keamanan pejalan
kaki maka trotoar ini harus dibuat terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik
berupa kereb.
Pada umumnya trotoar memiliki lebar antara 1,5 - 3 m.
Saluran tepi jalan berguna untuk :
 mengalirkan air dari permukaan perkerasan jalan ataupun dari bagian luar
jalan,
 menjaga supaya konstruksi jalan selalu berada dalam keadaan kering tidak
terendam air.
Umumnya bentuk saluran tepi jalan adalah trapesium, atau empat persegi
panjang.
Kereb adalah penonjolan atau peninggian tepi perkerasan atau bahu jalan, yang
terutama dimaksudkan untuk keperluan-keperluan drainase, mencegah
keluarnya kendaraan dari tepi perkerasan, dan memberikan ketegasan
tepi perkerasan.
JENIS-JENIS KEREB BERDASARKAN
FUNGSI
•Kereb yang direncanakan agar dapat didaki
kendaraan, biasanyaterdapat di tempat parkir di pinggir jalan/jalur
lalu lintas Untuk kemudahan didaki oleh kendaraan maka kereb
harus mempunyai bentuk permukaan lengkung yang baik. Tingginya
berkisar antara 10-15 cm.
Kereb Peninggi
(Mountable Curb)
•Kereb yang direncanakan untuk menghalangi atau mencegah
kendaraan meninggalkan jalur lalu lintas, terutama di median,
trotoar, pada jalan-jalan tanpa pagar pengaman. Tingginya berkisar
antara 25 - 30 cm.
Kereb Penghalang
(Barrier Curb)
•Kereb yang direncanakan untuk membentuk sistem drainase
perkerasan Jalan. Kereb ini dianjurkan pada jalan yang memerlukan
sistem drainase perkerasan lebih baik. Pada jalan lurus diletakkan di
tepi luar dari perkerasan, sedangkan pada tikungan diletakkan pada
tepi dalam. Tingginya berkisar antara 10-20 cm.
Kereb Berparit
(Gutter Curb)
•Kereb penghalang yang direncanakan untuk membentuk sistem
drainase perkerasan jalan. Tingginya berkisar antara 20 - 30 cm.
Kereb Penghalang
Berparit
(Barrier Gutter Curb)
Pengaman tepi bertujuan untuk memberikan ketegasan tepi badan jalan. Jika
terjadi kecelakaan, dapat mencegah kendaraan keluar dari badan jalan. Umumnya
dipergunakan di sepanjang jalan yang menyusur jurang, pada tanah timbunan
dengan tikungan yang tajam, pada tepi-tepi jalan dengan tinggi timbunan lebih
besar dari 2,5 meter, dan pada jalan-jalan dengan kecepatan tinggi.
JENIS-JENIS PENGAMAN TEPI
•Pagar pengaman dari besi dipergunakan jika bertujuan untuk
melawan tumbukan (impact) dari kendaraan dan mengembalikan
kendaraan ke arah dalam sehingga kendaraan tetap bergerak dengan
kecepatan yang makin kecil sepanjang pagar pengaman.
Pengaman Tepi dari
Besi
(Guard Rail)
•Pengaman tepi dari beton dianjurkan untuk dipergunakan pada jalan
dengan kecepatan rencana 80 - 100 km/Jam.
Pengaman Tepi dari
Beton
(Parapet)
•Dianjurkan digunakan untuk kecepatan rencana ≤ 80 km/jam.
Pengaman Tepi dari
Tanah Timbunan
•Tipe ini dikaitkan terutama untuk keindahan (estetika)dan pada
jalan dengan kecepatan rencana ≤ 60 km/jam.
Pengaman Tepi dari
Batu Kali
•Tipe ini dipergunakan umuk kecepatan rencana ≤. 40 km/jam dan
pada daerah parkir
Pengaman Tepi dari
Balok Kayu

More Related Content

What's hot

Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghiDaya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghiAyu Fatimah Zahra
 
Presentasi pci klp i
Presentasi pci klp iPresentasi pci klp i
Presentasi pci klp idianretno16
 
Siphon, Terjunan, Gorong-gorong
Siphon, Terjunan, Gorong-gorongSiphon, Terjunan, Gorong-gorong
Siphon, Terjunan, Gorong-gorongYahya M Aji
 
Soal uas mk perancangan geometrik jalan
Soal uas mk perancangan geometrik jalanSoal uas mk perancangan geometrik jalan
Soal uas mk perancangan geometrik jalanRizky Faisal
 
Proses Desain Drainase Perkotaan
Proses Desain Drainase PerkotaanProses Desain Drainase Perkotaan
Proses Desain Drainase PerkotaanJoy Irman
 
Kapasitas jalan raya
Kapasitas jalan rayaKapasitas jalan raya
Kapasitas jalan rayanovirma_sari
 
Peraturan perencanaan geometrik jalan antar kota no.38 tbm 1997 (2)
Peraturan perencanaan geometrik jalan antar kota no.38 tbm 1997 (2)Peraturan perencanaan geometrik jalan antar kota no.38 tbm 1997 (2)
Peraturan perencanaan geometrik jalan antar kota no.38 tbm 1997 (2)Harsanty Seran
 
DRAINASE JEMBATAN.pptx
DRAINASE JEMBATAN.pptxDRAINASE JEMBATAN.pptx
DRAINASE JEMBATAN.pptxHafidzMhdk
 
Rekayasa lalu lintas dan persimpangan jalan
Rekayasa lalu lintas dan persimpangan jalanRekayasa lalu lintas dan persimpangan jalan
Rekayasa lalu lintas dan persimpangan jalanAli Asnan
 
Batas-Batas Atterberg
Batas-Batas AtterbergBatas-Batas Atterberg
Batas-Batas AtterbergIwan Sutriono
 
Tugas Besar Pemindahan Tanah Mekanis
Tugas Besar Pemindahan Tanah MekanisTugas Besar Pemindahan Tanah Mekanis
Tugas Besar Pemindahan Tanah MekanisRendi Fahreza
 
2007 07-pekerjaan tanah
2007 07-pekerjaan tanah2007 07-pekerjaan tanah
2007 07-pekerjaan tanahahmad fuadi
 
Pelebaran perkerasan pada tikungan kelas 1
Pelebaran perkerasan pada tikungan kelas 1Pelebaran perkerasan pada tikungan kelas 1
Pelebaran perkerasan pada tikungan kelas 1Bayu Janasuputra
 
Mekanika fluida 2 pertemuan 4 okk
Mekanika fluida 2 pertemuan 4 okkMekanika fluida 2 pertemuan 4 okk
Mekanika fluida 2 pertemuan 4 okkMarfizal Marfizal
 
Karakteristik arus lalu lintas
Karakteristik arus lalu lintasKarakteristik arus lalu lintas
Karakteristik arus lalu lintasbangkit bayu
 
Jurnal jembatan rangka baja
Jurnal jembatan rangka bajaJurnal jembatan rangka baja
Jurnal jembatan rangka bajaE Sanjani
 
Perencanaan bendung
Perencanaan bendungPerencanaan bendung
Perencanaan bendungironsand2009
 
Cara menghitung alinyemen horizontal
Cara menghitung alinyemen horizontalCara menghitung alinyemen horizontal
Cara menghitung alinyemen horizontalJulia Maidar
 

What's hot (20)

Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghiDaya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
 
Presentasi pci klp i
Presentasi pci klp iPresentasi pci klp i
Presentasi pci klp i
 
Siphon, Terjunan, Gorong-gorong
Siphon, Terjunan, Gorong-gorongSiphon, Terjunan, Gorong-gorong
Siphon, Terjunan, Gorong-gorong
 
Perancangan Geometrik Jalan
Perancangan Geometrik JalanPerancangan Geometrik Jalan
Perancangan Geometrik Jalan
 
Soal uas mk perancangan geometrik jalan
Soal uas mk perancangan geometrik jalanSoal uas mk perancangan geometrik jalan
Soal uas mk perancangan geometrik jalan
 
Proses Desain Drainase Perkotaan
Proses Desain Drainase PerkotaanProses Desain Drainase Perkotaan
Proses Desain Drainase Perkotaan
 
Persimpangan
PersimpanganPersimpangan
Persimpangan
 
Kapasitas jalan raya
Kapasitas jalan rayaKapasitas jalan raya
Kapasitas jalan raya
 
Peraturan perencanaan geometrik jalan antar kota no.38 tbm 1997 (2)
Peraturan perencanaan geometrik jalan antar kota no.38 tbm 1997 (2)Peraturan perencanaan geometrik jalan antar kota no.38 tbm 1997 (2)
Peraturan perencanaan geometrik jalan antar kota no.38 tbm 1997 (2)
 
DRAINASE JEMBATAN.pptx
DRAINASE JEMBATAN.pptxDRAINASE JEMBATAN.pptx
DRAINASE JEMBATAN.pptx
 
Rekayasa lalu lintas dan persimpangan jalan
Rekayasa lalu lintas dan persimpangan jalanRekayasa lalu lintas dan persimpangan jalan
Rekayasa lalu lintas dan persimpangan jalan
 
Batas-Batas Atterberg
Batas-Batas AtterbergBatas-Batas Atterberg
Batas-Batas Atterberg
 
Tugas Besar Pemindahan Tanah Mekanis
Tugas Besar Pemindahan Tanah MekanisTugas Besar Pemindahan Tanah Mekanis
Tugas Besar Pemindahan Tanah Mekanis
 
2007 07-pekerjaan tanah
2007 07-pekerjaan tanah2007 07-pekerjaan tanah
2007 07-pekerjaan tanah
 
Pelebaran perkerasan pada tikungan kelas 1
Pelebaran perkerasan pada tikungan kelas 1Pelebaran perkerasan pada tikungan kelas 1
Pelebaran perkerasan pada tikungan kelas 1
 
Mekanika fluida 2 pertemuan 4 okk
Mekanika fluida 2 pertemuan 4 okkMekanika fluida 2 pertemuan 4 okk
Mekanika fluida 2 pertemuan 4 okk
 
Karakteristik arus lalu lintas
Karakteristik arus lalu lintasKarakteristik arus lalu lintas
Karakteristik arus lalu lintas
 
Jurnal jembatan rangka baja
Jurnal jembatan rangka bajaJurnal jembatan rangka baja
Jurnal jembatan rangka baja
 
Perencanaan bendung
Perencanaan bendungPerencanaan bendung
Perencanaan bendung
 
Cara menghitung alinyemen horizontal
Cara menghitung alinyemen horizontalCara menghitung alinyemen horizontal
Cara menghitung alinyemen horizontal
 

Similar to JALAN OPTIMAL

K1. Pendahuluan - Dasar Perencanaan Jalan.pdf
K1. Pendahuluan - Dasar Perencanaan Jalan.pdfK1. Pendahuluan - Dasar Perencanaan Jalan.pdf
K1. Pendahuluan - Dasar Perencanaan Jalan.pdfHeriansyahPutra5
 
perencanaan gemotri jalan
perencanaan gemotri jalanperencanaan gemotri jalan
perencanaan gemotri jalanAhmad Wiratama
 
Bab iv sistem transportasi darat
Bab iv   sistem transportasi daratBab iv   sistem transportasi darat
Bab iv sistem transportasi daratDianIndaSari
 
Modul TKP M4KB4 - Perancangan Jembatan
Modul TKP M4KB4 - Perancangan JembatanModul TKP M4KB4 - Perancangan Jembatan
Modul TKP M4KB4 - Perancangan JembatanPPGHybrid1
 
Iii. dasar teori arus lalu lintas
Iii. dasar teori arus lalu lintasIii. dasar teori arus lalu lintas
Iii. dasar teori arus lalu lintasgusriantodanr2161
 
Geometrik Jalan Raya (Perencanaan)
Geometrik Jalan Raya (Perencanaan)Geometrik Jalan Raya (Perencanaan)
Geometrik Jalan Raya (Perencanaan)andribacotid
 
Laporan Mantapz aprk kecil.docx
Laporan Mantapz aprk kecil.docxLaporan Mantapz aprk kecil.docx
Laporan Mantapz aprk kecil.docxkusmiraagustian1
 
Simpang tiga tugu raya cimanggis depok
Simpang tiga tugu raya cimanggis depokSimpang tiga tugu raya cimanggis depok
Simpang tiga tugu raya cimanggis depokAyu Fatimah Zahra
 
Tugas perencanaan struktur geometri jalan
Tugas  perencanaan struktur geometri jalanTugas  perencanaan struktur geometri jalan
Tugas perencanaan struktur geometri jalanMuhammad Ali
 
PPT_FRANSISCA SONIA SEFE_ Pelaksana Pemeliharaan Jalan_6.pptx
PPT_FRANSISCA SONIA SEFE_ Pelaksana Pemeliharaan Jalan_6.pptxPPT_FRANSISCA SONIA SEFE_ Pelaksana Pemeliharaan Jalan_6.pptx
PPT_FRANSISCA SONIA SEFE_ Pelaksana Pemeliharaan Jalan_6.pptxSonia Sefe
 
Lalin kel 3 karakteristik lalu lintas
Lalin kel 3   karakteristik lalu lintasLalin kel 3   karakteristik lalu lintas
Lalin kel 3 karakteristik lalu lintasBlue Falcon
 
PERENCANAAN TERMINAL BUS.pptx
PERENCANAAN TERMINAL BUS.pptxPERENCANAAN TERMINAL BUS.pptx
PERENCANAAN TERMINAL BUS.pptxZainul Akmal
 
Pemodelan Matematika dalam Penentuan siklus waktu traffic light
Pemodelan Matematika dalam Penentuan siklus waktu traffic lightPemodelan Matematika dalam Penentuan siklus waktu traffic light
Pemodelan Matematika dalam Penentuan siklus waktu traffic lightSigit Rimba Atmojo
 
Contoh proposal seminar judul
Contoh proposal seminar judul Contoh proposal seminar judul
Contoh proposal seminar judul andika dika
 

Similar to JALAN OPTIMAL (20)

K1. Pendahuluan - Dasar Perencanaan Jalan.pdf
K1. Pendahuluan - Dasar Perencanaan Jalan.pdfK1. Pendahuluan - Dasar Perencanaan Jalan.pdf
K1. Pendahuluan - Dasar Perencanaan Jalan.pdf
 
perencanaan gemotri jalan
perencanaan gemotri jalanperencanaan gemotri jalan
perencanaan gemotri jalan
 
Bab iv sistem transportasi darat
Bab iv   sistem transportasi daratBab iv   sistem transportasi darat
Bab iv sistem transportasi darat
 
studi kasus transp. darat
studi kasus transp. daratstudi kasus transp. darat
studi kasus transp. darat
 
Modul TKP M4KB4 - Perancangan Jembatan
Modul TKP M4KB4 - Perancangan JembatanModul TKP M4KB4 - Perancangan Jembatan
Modul TKP M4KB4 - Perancangan Jembatan
 
Outline ta mardi
Outline ta mardiOutline ta mardi
Outline ta mardi
 
Iii. dasar teori arus lalu lintas
Iii. dasar teori arus lalu lintasIii. dasar teori arus lalu lintas
Iii. dasar teori arus lalu lintas
 
Geometrik Jalan Raya (Perencanaan)
Geometrik Jalan Raya (Perencanaan)Geometrik Jalan Raya (Perencanaan)
Geometrik Jalan Raya (Perencanaan)
 
Laporan Mantapz aprk kecil.docx
Laporan Mantapz aprk kecil.docxLaporan Mantapz aprk kecil.docx
Laporan Mantapz aprk kecil.docx
 
Simpang tiga tugu raya cimanggis depok
Simpang tiga tugu raya cimanggis depokSimpang tiga tugu raya cimanggis depok
Simpang tiga tugu raya cimanggis depok
 
Km14tahun2006
Km14tahun2006Km14tahun2006
Km14tahun2006
 
Tugas perencanaan struktur geometri jalan
Tugas  perencanaan struktur geometri jalanTugas  perencanaan struktur geometri jalan
Tugas perencanaan struktur geometri jalan
 
PPT_FRANSISCA SONIA SEFE_ Pelaksana Pemeliharaan Jalan_6.pptx
PPT_FRANSISCA SONIA SEFE_ Pelaksana Pemeliharaan Jalan_6.pptxPPT_FRANSISCA SONIA SEFE_ Pelaksana Pemeliharaan Jalan_6.pptx
PPT_FRANSISCA SONIA SEFE_ Pelaksana Pemeliharaan Jalan_6.pptx
 
Pt t 02-2002-b
Pt t 02-2002-bPt t 02-2002-b
Pt t 02-2002-b
 
Bab ii mitha
Bab ii mithaBab ii mitha
Bab ii mitha
 
Lalin kel 3 karakteristik lalu lintas
Lalin kel 3   karakteristik lalu lintasLalin kel 3   karakteristik lalu lintas
Lalin kel 3 karakteristik lalu lintas
 
PERENCANAAN TERMINAL BUS.pptx
PERENCANAAN TERMINAL BUS.pptxPERENCANAAN TERMINAL BUS.pptx
PERENCANAAN TERMINAL BUS.pptx
 
Pemodelan Matematika dalam Penentuan siklus waktu traffic light
Pemodelan Matematika dalam Penentuan siklus waktu traffic lightPemodelan Matematika dalam Penentuan siklus waktu traffic light
Pemodelan Matematika dalam Penentuan siklus waktu traffic light
 
Contoh proposal seminar judul
Contoh proposal seminar judul Contoh proposal seminar judul
Contoh proposal seminar judul
 
Sistem transportasi
Sistem transportasiSistem transportasi
Sistem transportasi
 

JALAN OPTIMAL

  • 1.
  • 2. Aparatur Sipil Negara sebagai unsur utama Sumber Daya Manusia Aparatur Negara memiliki peranan penting dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Peningkatan Kompetensi Perencanaan sebagai unsur manajemen, wajib dimiliki oleh setiap ASN . Untuk meningkatkan kompeten teknis Perencanaan Jalan bagi apparatus Sipil Negara, maka perlu dilaksanakan pembinaan melalui jalur pendidikan dan pelatihan (diklat) agar kedepannya semua pelaksanaan Konstruksi bisa terwujud berasaskan efektifitas dan keekonomian.
  • 4. PENGERTIAN JALAN UU No 38 tahun 2004 : Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan dan/atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
  • 5. KLASIFIKASI JALAN Jalan diklasifikasikan berdasarkan : Fungsi/Peran Status Spesifikasi Penyediaan Prasarana Kelas
  • 6. KLASIFIKASI JALAN BERDASARKAN FUNGSI/PERANANNYA Jalan Arteri •Melayani angkutan jarak jauh •Kecepatan rata- rata tinggi •Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien Jalan Kolektor •Melayani angkutan pengumpulan/pe mbagian jarak sedang •Kecepatan rata- rata sedang •Jumlah jalan masuk dibatasi Jalan Lokal •Melayani angkutan setempat •Perjalanan jarak dekat •Kecepatan rendah •Jumlah jalan masuk tidak dibatasi Jalan Lingkungan •Melayani angkutan lingkungan •Jarak perjalanan dekat •Kecepatan rendah
  • 7. KLASIFIKASI JALAN BERDASARKAN STATUSNYA •merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer, menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. Jalan Nasional •merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer, menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/ kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. Jalan Provinsi •jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer, menghubungkan ibukota kabupaten-ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten-pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. Jalan Kabupaten •adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota. Jalan Kota •merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan. Jalan Desa
  • 8. KLASIFIKASI JALAN BERDASARKAN SPESIFIKASI PENYEDIAAN PRASARANA JALAN Jalan Bebas Hambatan Jalan Raya Jalan Sedang Jalan Kecil
  • 9. KLASIFIKASI JALAN BERDASARKAN KELAS JALAN KELAS I • Jalan Arteri dan Kolektor • Dapat dilalui kendaraan bermotor (MST ≤ 10 ton) KELAS II • Jalan Arteri, Kolektor, Lokal, dan Lingkungan • Dapat dilalui kendaraan bermotor (MST = 8 ton, lebar kendaraan ≤ 2500 mm) KELAS III • Jalan Arteri, Kolektor, Lokal, dan Lingkungan • Dapat dilalui kendaraan bermotor (MST = 8 ton, lebar kendaraan ≤ 2100 mm) KELAS IV • Jalan Arteri • Dapat dilalui kendaraan bermotor (MST ≥ 10 ton)
  • 11. 1. Kendaraan Rencana Jenis Dimensi Kendaraan (m) Dimensi Tonjolan (m) Radius Putar Min. (m) Kendaraan Rencana Tinggi Lebar Panjan g Depan Belakang Bina Marga1) Kode AASHTO2 ) Mobil Penumpang P 1,3 2,13 5,79 0,91 1,52 7,31 Bus S-Bus 11 3,2 2,44 10,91 0,76 3,66 11,86 Truk 2 as SU 4,1 2,44 9,15 1,22 1,83 12,80 Truk 3 as 4,1 2,44 12,0 1,2 1,8 Truk 4 as WB-12 4,1 2,44 13,87 0,91 0,86 12,20 Truk 5 as WB-15 4,1 2,44 16,79 0,91 0,62 13,72
  • 12. 2. Volume Lalu-Lintas Volume lalu-Lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan selama satu satuan waktu (kendaraan/hari, kend/jam). Volume Lalu-Lintas untuk keperluan desain kapasitas geometrik jalan perlu dinyatakan dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP). Volume yang umumnya dilakukan pada desain kapasitas ruas jalan adalah sbb :  Volume Lalu-Lintas Harian Rata-Rata (LHR).  Volume Harian Rata-rata Tahunan (LHRT).  Volume Lalu Lintas Harian rencana (VLHR).  Volume Jam Rencana (VJR).  Kapasitas jalan.
  • 13. 3. Kecepatan Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan dibagi waktu tempuh yang dinyatakan dalam Km/Jam. Hobbs (1979) membagi kecepatan kendaraan menjadi 3: Kecepatan Sesaat (Spot Speed) • Kecepatan yang diukur disuatu tempat dalam sesaat. Kecepatan Gerak • Kecepatan dari hasil bagi antara jarak dengan lama bergerak kendaraan. Kecepatan Perjalanan • kecepatan yang dihitung dari hasil bagi antara jarak dengan lama menempuh, termasuk tundaan yang terjadi.
  • 14. 4. Jarak Pandang Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman. 3 Faktor penting yang mempengaruhi Jarak Pandang : Waktu PIEV (Perception Time, Intelection Time, Emotion Process, Volition) Waktu untuk menghindari keadaan Bahaya Kecepatan kendaraan
  • 15. Jarak Pandang Henti (Jh) Jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi unuk menghentikan kendaraannnya dengan aman saat melihat adanya halangan didepan. Jarak pandang henti diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan. Jarak Tanggap (Jht) Jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi sadar melihat adanya halangan yang menyebabkan harus berhenti sampai pengemudi menginjak rem (waktu PIEV). AASHTO merekomendasikan waktu tanggap adalah 2,5 detik. Jarak Pengereman (Jhr) jarak yang diperlukan untuk menghentikan kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti. AASHTO 2004 menyarankan menggunakan nilai perlambatan kendaraan sebesar 3,4 m/detik² untuk penentuan Jarak pandang Henti. Jh = 0,695 V + 0,011471 V2
  • 16. Jarak Pandang Henti Berdasarkan Berbagai Pedoman Kecepatan (Km/Jam) AASHTO 2004 (m) Bina Marga No.038/T/BM/1997 (m) RSNI T 14-2004 (m) 20 20 16 30 35 27 35 40 50 40 50 50 65 55 65 60 85 75 85 70 105 105 80 130 120 130 90 160 160 100 185 175 185 110 220 120 250 250 130 285
  • 17. Jarak Pandang Menyiap (Js) Jarak Pandang Menyiap adalah jarak yang memungkinkan kendaraan menyiap kendaraan lain didepannya dengan aman hingga kendaraan tersebut kembali pada lajurnya semula. Jarak pandang menyiap diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm ( 50 cm tinggi Jok dan 55 cm tinggi mata orang posisi duduk) dan tinggi halangan adalah 105 cm. Dasar Pengukuran Jarak Pandang sesuai Standar Bina Marga
  • 18. Jm (Jarak Menyiap) = d1 + d2 + d3 + d4 d₁ = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m).berdasarkan waktu PIEV. d₂ = Jarak yang ditempuh selama menyiap sampai kembali ke jalur semula (m). d₃ = Jarak antara kendaraan yang menyiap dengan kendaraan yang datang dari arah berlawanan setelah proses menyiap selesai (m), antara 30 – 100 meter. d₄ = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan, yang besarnya diambil sama dengan 2/3 d₂ (m).
  • 19. Panjang setiap komponen jarak pandang menyiap (AASHTO 2004) Panjang jarak pandang menyiap (Bina Marga 1997) Vr (Km/Jam) 120 100 80 60 50 40 30 20 Js (m) 800 670 550 350 250 200 150 100
  • 21. Kendaraan Rencana adalah kendaraan dengan standard tertentu (bentuk, ukuran, dan daya/kemampuan) yang digunakan sebagai kriteria perencanaan bagian- bagian jalan. Kendaraan rencana ini dikelompokkan menjadi kelompok mobil penumpang, bis/truk, semi trailer, dan trailer.
  • 22. Volume Lalu-Lintas adalah jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan selama satu-satuan waktu (kend/hari, kend/jam, kend/menit). Volume lalu lintas untuk perencanaan geometrik jalan biasanya dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp) yaitu hasil mengalikan setiap jenis kendaraan dengan ekivalensi mobil penumpang (smp) jenis kendaraan tersebut.
  • 23. Kapasitas Jalan adalah arus lalulintas maksimum yang dapat dipertahankan pada suatu penampang bagian jalan pada kondisi tertentu, dinyatakan dalam satuan mobil penumpang per jam. Ratio Volume/Kapasitas disebut RVK adalah perbandingan antara volume lalulintas dengan kapasitas jalan. Kapasitas Rencana adalah kapasitas ideal dikalikan dengan faktor kondisi jalan yang direncanakan (seperti terdapat dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia, MKJI 1997). Sesuai dengan Permen PU No 19/PRT/M/2011 nilai RVK ditentukan sesuai dengan fungsi jalan, yaitu :  RVK ≤ 0,85 untuk Jalan Arteri dan Jalan Kolektor.  RVK ≤ 0,90 untuk Jalan Lokal dan Jalan Lingkungan.
  • 24. Tingkat Pelayanan Jalan merupakan kondisi gabungan dari rasio volume dan kapasitas (V/C) dan kecepatan. Rasio. V/C juga disebut Derajat Kejenuhan (MKJI 1997).
  • 25. Kecepatan Rencana (Desain Speed) adalah kecepatan kendaraan yang mendasari perencanaan teknis geometri jalan, merupakan kecepatan kendaraan yang dapat dicapai bila melaju tanpa gangguan dan aman. Pada saat desainer menetapkan kecepatan rencana sebagai dasar perencanaan, beberapa hal perlu menjadi pertimbangan seperti :  Biaya Pembangunan Jalan.  Medan yang dilalui.  Fungsi jalan.  Perkiraan Arus Lalu-Lintas.  Keselamatan Pengendara.  Biaya Operasi kendaraan sebagai faktor ekonomis, dll.
  • 26. Tabel Kecepatan Rencana jalan TOL (sumber: Standar BM No. 007/BM/2009)
  • 27. Keterangan :  F : Gaya Sentrifugal.  m : Masa Kendaraan.  a : Percepatan Sentrifugal  G : Berat Kendaraan.  g : Gaya Gravitasi.  V : Kecepatan Kendaraan.  R : Jari-jari Tikungan. F = m.a F = (G.V2)/(g.R)
  • 29.
  • 30. Alinyemen Horizontal adalah kumpulan titik-titik yang membentuk garis (lurus dan lengkung) sebagai proyeksi sumbu atau as jalan pada bidang horizontal. Aspek penting dalam alinyemen horizontal :  Gaya sentrifugal.  Bentuk-bentuk busur peralihan  Bentuk-bentuk tikungan  Diagram superelevasi  Pelebaran perkerasan pada tikungan  Jarak pandang pada tikungan
  • 31. 1. Derajat Lengkung Derajat lengkung (Do) adalah besar sudut lengkung yang menghasilkan panjang busur 25 m. - ↑R = ↓D = semakin tumpul lengkung horizontal rencana - ↓R = ↑D = semakin tajam lengkung horizontal rencana D = 25 2.π.R x 360 D = 1432,39 R derajat (o) 2. Jari-jari Tikungan Rmin = V 127.(emaks+fmaks) Ket : Rmin = jari-jari minimum (m) V = kecepatan kendaraan (km/jam) emaks = superelevasi maksimum (%) F = koefisien gesekan melintang
  • 32. 3. Distribusi Nilai Superelevasi dan Koefisien Gesek Melintang Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh komponen gaya berat kendaraan akibat adanya superelevasi (e) dan gaya gesekan melintang antara permukaan jalan dan ban kendaraan. Di Indonesia untuk distribusi nilai superelevasi ( e ) yang digunakan untuk perencanaan berdasarkan berdasarkan metode Bina Marga adalah sebesar 8 % dan 10 %. Distribusi nilai e dapat dilihat pada table dibawah ini. emaks = 0,10 emaks = 0,08
  • 33. 4. Panjang Bagian Jalan yang Lurus Mempertimbangkan factor keselamatan Pemakai Jalan, Bina marga menetapkan maksimum bagian jalan yang lurus berdasarkan waktu tempuh kurang dari 2,5 menit yang sesuai dengan Kecepatan Rencana (Vr). 5. Lengkung Peralihan Fungsi Panjang Bagian Lurus Maksimum (m) Datar Perbukitan Pegunungan Arteri 3.000 2.500 2.000 Kolektor 2.000 1.750 1.500 Lengkung peralihan diperlukan agar pengemudi dapat menyesuaikan manuver kendaraan pada bagian-bagian geometrik jalan yang bertransisi dari alinyemen lurus ke lingkaran, atau dari lurus ke lurus atau juga dari alinyemen llingkaran ke lingkaran. Bentuk-bentuk alinyemen yang menggunakan lengkung peralihan
  • 34. 6. Landai Relatif Landai relatif adalah besarnya kelandaian akibat perbedaan elevasi tepi perkerasan sebelah luar sepanjang lengkung peralihan. Perbedaan elevasi dalam hal ini hanya berdasarkan tinjuan atas perubahan bentuk penampang melintang jalan dan belum diperhitungkan terhadap gabungan dari perbedaan elevasi akibat kelandaian vertical jalan. Landai Relatif Maksimum yang ditetapkan Bina Marga (1994) dan AASHTO 2004 Kecepatan Rencana (Km/Jam) Kelandaian Maksimum Bina Marga (Luar Kota 1994) AASHTO 2004 20 1/50 1/125 30 1/75 1/133 40 1/100 1/143 50 1/115 1/154 60 1/125 1/167 70 1/182 80 1/150 1/200 90 1/213 100 1/227 110 1/244 120 1/263 130 1/286
  • 35. 7. Pemilihan Bentuk Tikungan Pemilihan bentuk tikungan menurut Bina Marga (1997) Pemilihan bentuk tikungan menurut AASHTO (1990)
  • 36. 8. Jarak Pandang dan Daerah Bebas Samping pada Lengkung Horizontal Ket : AB = Garis Pandang. M = Jarak daerah bebas samping ke sumbu lajur sebelah dalam, m Ө = sudut pusat lengkung sepanjang Jh Jh = jarak pandang henti, m Lc = panjang lengkung busur lingkaran Ri = Radius sumbu lajur sebelah dalam, m
  • 37.
  • 38. Alinyemen Vertikal didefinisikan sebagai proyeksi sumbu jalan pada bidang vertikal, berbentuk penampang memanjang jalan. Alinyemen vertikal disebut juga penampang memanjang atau profil jalan.
  • 39. 1. Kelandaian Minimum Kelandaian Minimum jalan diperlukan untuk kepentingan Drainase Jalan (Surface Drain), agar supaya secepatnya air hujan dapat mengalir kesaluran samping, sehingga tidak terjadi Genangan pada permukaan Jalan. Perencana perlu mempertimbangkan beberapa hal sbb :  Landai datar (0%) untuk jalan jalan tanpa kerb dan terletak diatas tanah timbunan. Pada kondisi ini lereng melintang jalan cukup untuk mengalirkan air diatas perkerasan jalan kemudian ke Talud.  Landai 0,30 – 0,50 % untuk jalan yang menggunakan Kerb dan terletak diatas tanah timbunan. Kerb yang digunakan sebaiknya Kerb dengan saluran. 2. Kelandaian Maksimum Kelandaian maksimum adalah kelandaian yang memungkinkan kendaraan bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. Di asumsikan untuk Truk yang bermuatan penuh dengan penurunan kecepatan masih lebih atau sama dengan 50 % dari kecepatan awal. VR (Km/jam) < 40 40 50 60 80 100 110 120 LMAKS 10 10 9 8 5 4 3 3 Kelandaian maksimum menurut Bina Marga (1997) Medan Jalan Notasi Kelandaian Medan Datar D < 10,0 % Perbukitan B 10,0 – 25,0 % Pergunungan G ≥ 25 % Jenis Medan berdasarkan Kelandaian Medan
  • 40. 3. Panjang Kritis Panjang Kritis adalah panjang landai maksimum yang harus ada untuk memepertahankan kecepatan sehingga penurunan kecepatan ≤ 50 % dari kecepatan rencana selama satu menit. 4. Lajur Pendakian Sesuai Standar Geometri untuk Jalan Tol No 007/Bm/2009, lajur pendakian selebar 3,60 m disediakan apabila panjang kritis dilampaui, jalan memiliki VLHR > 25.000 SMP/hari, dan persentase truk > 15 %. Faktor yang perlu dipertimbangkan untuk keperluan Jalur Pendakian :  Arus lalu Lintas yang mendaki melebihi 200 Kend/jam.  Arus lalu lintas Truk > 20 Kend/Jam. Lajur Pendakian pada Jalan Tol Panjang Landai Kritis
  • 41. 3. Lengkung Vertikal Parabola Sederhana Persamaan Parabola : Ket :  Titik PLV = Titik Permulaan Lengkung Vertikal.  Titik PTV = Titi Permulaan Tangen Vertikal.  L = Panjang Proyeksi Lengkung Vertikal.  = Panjang Lengkung Vertikal (asumsi).  g1 = Kelandaian bagian Tangen vertical sebelah kiri. %  g2 = Kelandaian bagian tangent vertical sebelah kanan, %  A = Perbedaan aljabar landai, dinyatakan dalam persen = g1 - g2  Ev = pergeseran vertical titik PPV terhadap lengkung vertical. Y = 𝐴x2 /200 𝐿 Pada titik PPV : Ev = 𝐴L/800 Note :  Ev bernilai + : Lengkung Vertikal Cembung  Ev bernilai - : Lengkung Vertikal Cekung
  • 42. 4. Panjang Lengkung Vertikal Cembung dengan S < L Dari gambar disamping, diperoleh persamaan : Ket :  L = Panjang Lengkung Vertikal, m  S = Panjang Jarak pandang, m  A = Perbedaan Aljabar landai, %  H1 = Tinggi Mata Pengemudi diatas Muka Jalan, m  h2 = Tinggi Objek diatas Muka Jalan, m L = 𝐴𝑆2 100( 2ℎ1+ 2ℎ2) 2 Untuk jarak pandang = jarak pandang henti, maka h1 = 1,08 m; h2 = 0,60 m, sehingga persamaan menjadi : L = 𝐴𝑆2 /658 Jika Panjang lengkung vertikal dihitung berdasarkan Jarak pandang mendahului untuk Jalan 2 lajur 2 arah, dengan h1 = 1,08 m; dan h2 = 1,08 m, maka persamaan menjadi : L = 𝐴𝑆2/864 Note : Desain lengkung vertikal yang menggunakan jarak pandang henti sebagai dasar menentukan panjang lengkung vertikal cembung, maka jalan dengan lengkung tersebut perlu dilengkapi dengan rambu dan marka dilarang mendahului.
  • 43. 5. Panjang Lengkung Vertikal Cembung dengan S > L Dari gambar disamping, diperoleh persamaan : Ket :  L = Panjang Lengkung Vertikal, m  S = Panjang Jarak pandang, m  A = Perbedaan Aljabar landai, %  h1 = Tinggi Mata Pengemudi diatas Muka Jalan, m  h2 = Tinggi Objek diatas Muka Jalan, m L = 2𝑆 − 200( ℎ1+ ℎ2) 2 𝐴 Jika Panjang lengkung vertikal dihitung berdasarkan Jarak pandang henti, dengan h1 = 1,08 m; dan h2 = 0,60 m, maka persamaan menjadi : L = 2𝑆 − ( 658 𝐴 ) Jika Panjang lengkung vertikal dihitung berdasarkan Jarak pandang mendahului untuk Jalan 2 lajur 2 arah, dengan h1 = 1,08 m; dan h2 = 1,08 m, maka persamaan menjadi : L = 2𝑆 − ( 864 𝐴 )
  • 44. 6. Tabel Nilai K berdasarkan Jarak Pandang Henti pada Lengkung Vertikal Cembung 7. Panjang Lengkung Vertikal Cembung berdasarkan Jarak Pandang Henti
  • 45. 8. Panjang Lengkung Vertikal Cembung berdasarkan Kenyamanan Pengguna 9. Jarak Pandang Henti pada Lengkung Vertikal Cekung Untuk mengurangi dampak gaya sentrifugal yang berlebihan sehingga memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan, maka panjang AASHTO menetapkan Panjang Lengkung Vertikal Minimum : Lminimum = 0,6 V Ket :  L = Panjang Lengkung Vertikal Cembung minimum, m  V = Kecepatan Rencana, Km/Jam. Nilai K berdasarkan Jarak Pandang Henti pada Lengkung Vertikal Cekung:
  • 46. 10. Kenyamanan Pengemudi Tabel : Panjang Minimum Lengkung Vertikal, Bina Marga (1997) Kecepatan Rencana (Km/jam) Perbedaan Kelandaian Memanjang (%) Panjang Lengkung (m) < 40 1 20 – 30 40 – 60 0,6 40 – 80 ≥ 60 0,4 80 - 150 Panjang Lengkung Vertikal Cekung berdasarkan Jarak Pandang Henti. Gaya sentrifugal dan Gravitasi dapat berdampak ketidaknyamanan pada pengemudi dan penumpang kendaraan. Panjang Lengkung Vertikal Cekung minimum berdasarkan AASHTO 2004 mengikuti persamaan berikut : L = AV2/395 Ket :  V = Kecepatan rencana, Km/jam  A = Perbedaan aljabar landai.  L = Panjang Lengkung Vertikal Cekung, m
  • 47. 11. Bentuk Visual Lengkung Vertikal Cekung AASHTO 2004 memberikan batasan bentuk lengkung vertical dengan panjang minimum L = K.A, dengan K = 30. Panjang Lengkung Vertikal Minimum berdasarkan bentuk visual lengkung adalah : Lminimum = 30 A Ket :  L = Panjang Lengkung Vertikal Cekung minimum, m  A = Perbedaan Aljabar Landai.
  • 48. 12. Jarak Pandang Bebas S < L Berdasarkan gambar di atas, persamaan Panjang Lengkung Vertikal Cekung untuk S < L adalah : L = 𝐴𝑆2 800𝐶 −400 (ℎ1+ℎ2) Ket :  L = Panjang Lengkung Vertikal Cekung, m  A = Perbedaan Aljabar landai, %  S = Jarak pandangan henti atau menyiap minimum, m  C = Tinggi bebas dari muka jalan ke bagian bawah bangunan yang melintas, m  h1 = Tinggi mata pengemudi dari muka jalan, m  h2 = Tinggi objek dari muka jalan, m Jika menggunakan standar tinggi mata pengemudi Truk = 2,40 m dan tinggi objek = 0,6 m sebagai tinggi bagian belakang kendaraan yang dilihat oleh Truk, maka persamaan bisa disederhanakan menjadi : L = AS2/(800C-1200)
  • 49. 13. Jarak Pandang Bebas S > L Berdasarkan gambar di atas, persamaan Panjang Lengkung Vertikal Cekung untuk S > L adalah : L = 2𝑆 − 800𝐶 −400(ℎ1+ℎ2) 𝐴 Ket :  L = Panjang Lengkung Vertikal Cekung, m  A = Perbedaan Aljabar landai, %  S = Jarak pandangan henti atau menyiap minimum, m  C = Tinggi bebas dari muka jalan ke bagian bawah bangunan yang melintas, m  h1 = Tinggi mata pengemudi dari muka jalan, m  h2 = Tinggi objek dari muka jalan, m Jika menggunakan standar tinggi mata pengemudi Truk = 2,40 m dan tinggi objek = 0,6 m sebagai tinggi bagian belakang kendaraan yang dilihat oleh Truk, maka persamaan bisa disederhanakan menjadi : L = 2S - (800C-1200)/A
  • 50.
  • 51. Hasil perencanaan yang baik perlu memperhatikan keterpaduan antara tiga eleman yaitu Alinyemen Vertikal, Alinyemen Horisontal dan potongan melintang Jalan. Koordinasi antara alinyemen Vertikal dan Horisontal harus memenuhi ketentuan sbb ;  Alinyemen Horisontal berimpit dengan alinyemen vertikal dan alinyemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi alinyemen vertikal.  Hindari Tikungan tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau bagian atas lengkung vertikal cembung.  Hindarkan Lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang.  Hindarkan, dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal.  Hindarkan Tikungan tajam diantara bagian jalan yang lurus dan panjang.
  • 52. 1. Lengkung Vertikal Cembung dan Cekung pada Jalan Lurus 2. Lengkung Vertikal Cembung pendek dipisahkan dengan tangent vertikal yang pendek Pada alinyemen horizontal yang lurus hindari jika ada lengkung vertikal cembung beriringan dengan lengkung vertikal cekung seperti gambar dibawah ini : Pada lengkung horizontal hindari jika terdapat dua lengkung vertikal cembung berdekatan dengan jarak pemisah yang pendek.
  • 53. 3. Lengkung Horizontal tepat pada Lengkung Vertikal 4. Lengkung Horizontal berbalik arah dengan tangent yang pendek Lengkung horizontal berbalik arah dengan tangent yang pendek pada vertikal cembung, akan mengurangi keselamatan pengguna jalan.
  • 54. 5. Lengkung Horizontal diawal Lengkung Vertikal 6. Desain Jalan di dekat Sungai Desain alinemen horizontal seyogyanya mengikuti kondisi alam sekitarnya. Lengkung horizontal berada diawal tanjakan pada lengkung vertikal cekung mengakibatkan kesan patahnya jalan, karena lengkung vertikal cekung diawali dengan lengkung vertikal cembung sehingga mengurangi tingkat keselamatan jalan.
  • 55. Jalur dan Lajur Lalu Lintas Bahu Jalan Median Trotoar Saluran Tepi Kereb Pengaman Tepi
  • 56. Jalur Lalu Lintas Jalur lalu lintas {travelled way = carriage way) adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk lalu lintas kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa lajur (lane) kendaraan. Lajur Lalu Lintas Lajur kendaraan yaitu bagian dari jalur lalu lintas yang khusus diperuntukkan untuk dilewati oleh satu rangkaian kendaraan beroda empat atau lebih dalam satu arah. Oleh sebab itu, jumlah lajur minimal untuk jalan 2 arah adalah 2 dan pada umumnya disebut sebagai jalan 2 lajur 2 arah. Jalur lalu lintas untuk 1 arah minimal terdiri dari 1 lajur lalu lintas.
  • 57. Bahu jalan adalah bagian tepi jalan yang dipergunakan sebagai tempat untuk kendaraan yang mengalami kerusakan berhenti atau digunakan oleh kendaraan darurat seperti ambulans, pemadam kebakaran, polisi yang sedang menuju tempat yang memerlukan bantuan kedaruratan dikala jalan sedang mengalami tingkat macet yang tinggi. Selain itu bahu juga dipergunakan sebagai tempat menghindar dari kecelakaan lalu lintas terutama pada jalan yang tidak dipisah dengan median jalan, khususnya pada saat ada kendaraan yang menyalib tetapi kemudian dari arah yang berlawanan datang kendaraan, sehingga kendaraan yang datang dari depan bisa menghindar dan masuk bahu jalan.
  • 58. JENIS-JENIS BAHU JALAN Tipe Perkerasan • Bahu yang tidak diperkeras • Bahu yang diperkeras Letak Bahu • Bahu Kiri/Bahu Luar • Bahu Kanan/Bahu Dalam
  • 59. Secara garis besar median berfungsi sebagai:  menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana pengemudi masih dapat mengontrol kendaraannya pada saat-saat darurat.  menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi/ mengurangi kesilauan terhadap lampu besar dari kendaraan yang berlawanan arah.  menambah rasa kelegaan, kenyamanan dan keindahan bagi setiap pengemudi.  mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arah arus lalu lintas.
  • 60. Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang khusus dipergunakan untuk pejalan kaki (pedestrian). Untuk keamanan pejalan kaki maka trotoar ini harus dibuat terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik berupa kereb. Pada umumnya trotoar memiliki lebar antara 1,5 - 3 m.
  • 61. Saluran tepi jalan berguna untuk :  mengalirkan air dari permukaan perkerasan jalan ataupun dari bagian luar jalan,  menjaga supaya konstruksi jalan selalu berada dalam keadaan kering tidak terendam air. Umumnya bentuk saluran tepi jalan adalah trapesium, atau empat persegi panjang.
  • 62. Kereb adalah penonjolan atau peninggian tepi perkerasan atau bahu jalan, yang terutama dimaksudkan untuk keperluan-keperluan drainase, mencegah keluarnya kendaraan dari tepi perkerasan, dan memberikan ketegasan tepi perkerasan.
  • 63. JENIS-JENIS KEREB BERDASARKAN FUNGSI •Kereb yang direncanakan agar dapat didaki kendaraan, biasanyaterdapat di tempat parkir di pinggir jalan/jalur lalu lintas Untuk kemudahan didaki oleh kendaraan maka kereb harus mempunyai bentuk permukaan lengkung yang baik. Tingginya berkisar antara 10-15 cm. Kereb Peninggi (Mountable Curb) •Kereb yang direncanakan untuk menghalangi atau mencegah kendaraan meninggalkan jalur lalu lintas, terutama di median, trotoar, pada jalan-jalan tanpa pagar pengaman. Tingginya berkisar antara 25 - 30 cm. Kereb Penghalang (Barrier Curb) •Kereb yang direncanakan untuk membentuk sistem drainase perkerasan Jalan. Kereb ini dianjurkan pada jalan yang memerlukan sistem drainase perkerasan lebih baik. Pada jalan lurus diletakkan di tepi luar dari perkerasan, sedangkan pada tikungan diletakkan pada tepi dalam. Tingginya berkisar antara 10-20 cm. Kereb Berparit (Gutter Curb) •Kereb penghalang yang direncanakan untuk membentuk sistem drainase perkerasan jalan. Tingginya berkisar antara 20 - 30 cm. Kereb Penghalang Berparit (Barrier Gutter Curb)
  • 64. Pengaman tepi bertujuan untuk memberikan ketegasan tepi badan jalan. Jika terjadi kecelakaan, dapat mencegah kendaraan keluar dari badan jalan. Umumnya dipergunakan di sepanjang jalan yang menyusur jurang, pada tanah timbunan dengan tikungan yang tajam, pada tepi-tepi jalan dengan tinggi timbunan lebih besar dari 2,5 meter, dan pada jalan-jalan dengan kecepatan tinggi.
  • 65. JENIS-JENIS PENGAMAN TEPI •Pagar pengaman dari besi dipergunakan jika bertujuan untuk melawan tumbukan (impact) dari kendaraan dan mengembalikan kendaraan ke arah dalam sehingga kendaraan tetap bergerak dengan kecepatan yang makin kecil sepanjang pagar pengaman. Pengaman Tepi dari Besi (Guard Rail) •Pengaman tepi dari beton dianjurkan untuk dipergunakan pada jalan dengan kecepatan rencana 80 - 100 km/Jam. Pengaman Tepi dari Beton (Parapet) •Dianjurkan digunakan untuk kecepatan rencana ≤ 80 km/jam. Pengaman Tepi dari Tanah Timbunan •Tipe ini dikaitkan terutama untuk keindahan (estetika)dan pada jalan dengan kecepatan rencana ≤ 60 km/jam. Pengaman Tepi dari Batu Kali •Tipe ini dipergunakan umuk kecepatan rencana ≤. 40 km/jam dan pada daerah parkir Pengaman Tepi dari Balok Kayu