SlideShare a Scribd company logo
i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL)
SEMESTER VI TAHUN AKADEMIK 2012/2013
ANALISIS PRINSIP KERJA OPEN-PAN EVAPORIMETER
SEBAGAI ALAT UKUR PENGUAPAN
DAN PEMANFAATANNYA
Oleh:
Ahmad Kanzu Syauqi Firdaus (10640029)
Telah disetujui dan disahkan
pada tanggal ……………………….
Pembimbing Fakultas Pembimbing Lapangan
Irjan, M.Si Amin Mahfudi, ST
NIP. 19691222 200604 1 001 NIP. 19750629 199603 1 001
ii
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah berkat limpahan rahmat dan hidayah Allah swt.
penulis dapat menyelesaikan praktik kerja lapangan (PKL) di Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika Karangploso Kabupaten Malang sekaligus
menyelesaikan laporan PKL ini. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada:
1) Prof. Dr. Mudjia Rahardjo, M.Si, selaku rektor UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang
2) Dr. drh. Bayyinatul Muchtaromah, M.Si, selaku dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
3) ibu Erna Hastuti, M.Si selaku ketua jurusan fisika Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang
4) bapak Irjan, M.Si dan bapak Amin Mahfudi, ST selaku pembimbing praktik
kerja lapangan
5) segenap sivitas akademika jurusan fisika
6) dan semua pihak yang ikut membantu dalam menyelesaikan laporan praktik
kerja lapangan ini.
Laporan ini terdiri dari lima bab. Bab pertama berisi pendahuluan yang
meliputi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, dan
manfaat penelitian. Bab kedua berisi tinjauan pustaka yang meliputi pengertian
penguapan, faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan, pengukuran penguapan,
pengukuran hujan, evapotransiprasi dan menentukan evapotranspirasi. Bab ketiga
berisi metode penelitian yang meliputi alat dan bahan serta langkah kerja. Bab
keempat berisi hasil dan pembahasan. Bab kelima adalah penutup yang berisi
simpulan dan saran.
Harapan penulis laporan ini tidak hanya berhenti di karya tulis saja, akan
tetapi juga dapat bermanfaat dalam hal memberikan tambahan informasi dan
referensi secara luas bagi siapapun. Dan penulis menyadari bahwa tentu terdapat
beberapa kekurangan dari laporan ini. Kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan agar penyusunan karya tulis berikutnya akan lebih baik lagi.
iii
Malang,, 10 Agustus 2013
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................v
DAFTAR TABEL.................................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang..................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................1
1.3. Batasan Masalah ...............................................................................................2
1.4. Tujuan Penelitian ..............................................................................................2
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1. Pengertian Penguapan.......................................................................................3
2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penguapan................................................4
2.3. Pengukuran Penguapan.....................................................................................7
2.4. Pengukuran Hujan...........................................................................................16
2.5. Evapotranspirasi..............................................................................................18
2.6. Menentukan Evapotranspirasi.........................................................................19
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................24
3.1. Alat dan Bahan................................................................................................24
3.2. Langkah Kerja.................................................................................................24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................25
4.1. Data Hasil Pengamatan...................................................................................25
4.2. Perhitungan .....................................................................................................25
4.3. Analisis Prosedur ............................................................................................25
4.4. Analisis Hasil..................................................................................................27
BAB V PENUTUP.................................................................................................30
5.1. Simpulan .........................................................................................................30
5.2. Saran................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................31
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Panci penguapan kelas A...................................................................10
Gambar 2.2. Colorado Sunken Pan........................................................................10
Gambar 2.3. Floating Pan.......................................................................................11
Gambar 2.4. Panci penguapan dengan fixed point gauge......................................13
Gambar 2.5. Panci penguapan kelas A di Stasiun Klimatologi Melbourne...........15
Gambar 2.6. (a) penakar hujan Hellman, (b) ombrometer, (c) automatic
rain gauge..........................................................................................16
Gambar 2.7. Siklus hidrologi .................................................................................18
Gambar 2.8. (a) lysimeter (b) neraca air ................................................................20
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.Derajat curah hujan dan intensitas curah hujan.....................................17
Tabel 2.2.Keadaan curah hujan dan intensitas curah hujan...................................17
Tabel 2.3.Faktor pertanaman empiris (k) untuk rumus Blaney-Criddle.
Untuk wilayah hemisfer selatan, angka koefisien bulanan
tanaman tahunan harus disesuaikann dengan waktu permulaan
masa pertumbuhan.................................................................................22
Tabel 2.4.Fraksi bulanan panjang hari/penyinaran dalam satu tahun (untuk
persamaan Blaney-Criddle)...................................................................23
Tabel 2.5.Hubungan P dan letak lintang (LL) untuk Indonesia: 5o
s.d. 10o
LS ..........................................................................................................23
Tabel 2.6.Angka koreksi (C) menurut Blany Criddle ...........................................23
Tabel 4.1.Data hasil pengukuran ...........................................................................25
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Allah berfirman dalam surah Atthariq ayat 11 dan 12

11. Demi langit yang mengandung hujan 12. dan bumi yang mempunyai
tumbuh-tumbuhan
Raj'i berarti kembali. hujan dinamakan Raj'i dalam ayat ini, karena hujan
itu berasal dari uap yang naik dari bumi ke udara, kemudian turun ke bumi,
kemudian kembali ke atas, dan dari atas kembali ke bumi dan begitulah
seterusnya. Peristiwa yang diisyaratkan dalam Alquran ini tidak lain adalah yang
biasa dikenal dengan siklus hidrologi yang tentunya penting untuk dipahami.
Penguapan merupakan unsur hidrologi yang sangat penting dalam proses
hidrologi. Akan tetapi tidak semua analisis dalam hidrologi memasukkan variabel
penguapan sebagai bagian yang penting. Besarnya penguapan pada analisis
hidrologi untuk pengendalian banjir dari tampungan air di alur sungai umumnya
diabaikan. Penguapan diperhitungkan pada analisis hidrologi perencanaan
ketersediaan air, perencanaan irigasi, neraca air (water balance) waduk, dan
pengelolaan lahan (field management) (Harto, 1993: 80).
BMKG Karangploso menggunakan panci penguapan kelas A sebagai alat
ukur penguapan. Panci penguapan kelas A juga digunakan di semua BMKG di
Indonesia. Tentu terdapat beberapa alasan digunakannya panci penguapan kelas A
sebagai alat ukur penguapan. Untuk itu penelitian ini mencoba menganalisis
pengukuran penguapan dari sisi prinsip kerjanya.
1.2. Rumusan Masalah
1) Bagaimanakah prinsip kerja dari panci penguapan kelas A?
2) Apa saja manfaat dari pengukuran penguapan?
2
1.3. Batasan Masalah
1) Penelitian ini dititikberatkan pada analisis prinsip kerja dari panci
penguapan kelas A dan penggunaannya. Pembahasan diluar prinsip kerja
merupakan kajian pendukung dan bahasan mengenai manfaat dari
pengukuran penguapan menggunakan panci penguapan kelas A.
2) Kegiatan pengamatan dan pengambilan data penguapan yang dilakukan
adalah untuk mempraktikkan proses pengukuran penguapan dan sebagai
tinjauan praktis sebagai penambah analisis prinsip kerja panci penguapan
kelas A.
1.4. Tujuan Penelitian
1) Memahami prinsip kerja panci penguapan kelas A
2) Mengetahui manfaat dari pengukuran penguapan menggunakan panci
penguapan kelas A
1.5. Manfaat Penelitian
1) Manfaat umum yaitu memberikan informasi tambahan mengenai
penguapan, pengukurannya, dan dampaknya terhadap kehidupan.
2) Manfaat bagi peneliti yaitu menambah wawasan dan penerapan keilmuan
mengenai penguapan dan prinsip kerja dari alat pengukur penguapan.
3) Manfaat bagi instansi yaitu sebagai informasi tambahan mengenai
pengukuran penguapan menggunakan panci penguapan kelas A.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Penguapan
Peristiwa air atau es menjadi uap dan naik ke udara disebut penguapan dan
berlangsung tidak berhenti-henti dari permukaan air, permukaan tanah, padang
rumput, persawahan, hutan dan lain-lain. Penguapan ini terjadi pada setiap
keadaan suhu, sampai udara di atas permukaan menjadi jenuh dengan uap (Mori,
2006: 11).
Evaporasi adalah penguapan air dari permukaan air, tanah, dan berbentuk
permukaan bukan vegetasi lainnya oleh proses fisika. Dua unsur utama untuk
berlangsungnya evaporasi adalah energi (radiasi) matahari dan ketersediaan air
(Asdak, 2007: 101).
Sebagian radiasi gelombang pendek (shortwave radiation) matahari akan
dirubah menjadi energi panas di dalam tanaman, air, dan tanah. Panas yang
dipakai untuk menghangatkan partikel-partikel di udara dan tanpa mengubah
bentuk partikel tersebut dinamakan panas-tampak (sensible heat). Sebagian dari
energi matahari akan diubah menjadi tenaga mekanik. Tenaga mekanik ini akan
menyebabkan perputaran udara dan uap air di atas permukaan tanah sehingga
udara di atas permukaan tanah jenuh (Asdak, 2007: 101).
Ketersediaan air yang dimaksud melibatkan tidak saja jumlah air yang ada,
tapi juga persediaan air yang siap untuk terjadinya evaporasi. Permukaan bidang
evaporasi yang kasar akan memberikan laju evaporasi yang lebih tinggi daripada
bidang permukaan rata karena pada bidang permukaan yang lebih kasar besarnya
turbulen meningkat (Asdak, 2007: 101 – 102).
Penguapan merupakan unsur hidrologi yang sangat penting dalam
keseluruhan proses hidrologi. Meskipun dalam beberapa analisis untuk
kepentingan tertentu seperti analisis banjir, hal ini tidak merupakan unsur yang
dominan, akan tetapi untuk kepentingan lain seperti untuk analisis irigasi, analisis
bendungan, penguapan memegang peranan yang penting (Harto, 1993: 80).
4
Penguapan (evaporation) adalah proses perubahan dari molekul air dalam
bentuk cair ke dalam bentuk gas. Tentu pada saat yang sama akan terjadi pula
perubahan molekul air dari gas ke zat cair, dalam hal ini disebut pengembunan
(condensation). Sehingga sebenarnya laju penguapan adalah laju neto, yaitu
perbedaan antara laju evaporasi dikurangi dengan laju kondensasi. Penguapan
hanya terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan uap air antara permukaan dan
udara di atasnya. Dapat dimengerti bila kelembapan udara mencapai 100%, maka
penguapan akan terhenti (Harto, 1993: 80).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penguapan adalah
proses perubahan dari molekul air dari bentuk es atau cair menjadi gas yang
terjadi akibat perbedaan tekanan uap air antara permukaan dan udara di atasnya.
Perbedaan tekanan uap air ini dipengaruhi oleh radiasi matahari, ketersediaan air,
suhu, kelembapan, tekanan atmosfer, dan kecepatan angin.
2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penguapan
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap laju penguapan (Harto, 1993:
80).
1) Temperatur. Untuk menguapkan 1 g air, diperlukan kurang lebih 540
kalori pada temperatur 100o
C. panas tersebut dapat bersumber dari radiasi
matahari, panas yang tersedia di atmosfer (sensible heat), maupun dari
dalam tanah, atau massa air itu sendiri.
2) Angin. Disebutkan sebelumnya, bila udara di atas permukaan telah jenuh,
maka penguapan akan terhenti sama sekali. Angin berfungsi memindahkan
lapisan udara jenuh tersebut dan menggantikannya dengan lapisan udara
lain, sehingga penguapan dapat berjalan terus.
3) Kualitas air. Salinitas air menyebabkan menurunnya laju penguapan,
sebanding dengan kadar salinitas air tersebut. Air laut dengan kandungan
garam 2-3% mempunyai laju penguapan yang juga 2-3% lebih rendah
dibandingkan degan air tawar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan antara lain (Asdak, 2007:
102 – 104):
5
1) Panas diperlukan untuk berlangsungnya perubahan bentuk dari zat cair ke
gas dan secara alamiah matahari menjadi sumber energi panas. Energi
panas-tak tampak (latent heat) pada proses evaporasi datang sebagai
energi panas gelombang pendek (shortwave radiation) dan energi panas
gelombang panjang (longwave radiation). Energi panas gelombang pendek
merupakan sumber energi panas terbesar dan akan mempengaruhi
besarnya air yang dapat diuapkan dari permukaan bumi sesuai dengan
ketinggian tempat dan musim yang berlangsung. Sedang energi panas
gelombang panjang adalah panas yang dilepaskan oleh permukaan bumi
ke udara dan bersifat menambah panas yang telah dihasilkan oleh energi
panas gelombang pendek.
2) Suhu udara, permukaan bidang penguapan (air, vegetasi, dan tanah), dan
energi panas yang berasal dari matahari adalah faktor-faktor penting yang
perlu dipertimbangkan dalam menghitung besarnya evaporasi. Makin
tinggi suhu udara di atas permukaan bidang penguapan, makin mudah
terjadi perubahan bentuk dari zat cair menjadi gas. Dengan demikian, laju
evaporasi menjadi lebih besar di daerah tropik daripada daerah beriklim
sedang. Perbedaan laju evaporasi yang sama juga dijumpai di daerah
tropik pada musim kering dan musim basah.
3) Kapasitas kadar air dalam udara juga dipengaruhi secara langsung oleh
tinggi rendahnya suhu di suatu tempat tersebut. Besarnya kadar air dalam
udara di suatu tempat ditentukan tekanan uap air, ea, (vapour pressure)
yang ada di tempat tersebut. Proses evaporasi tergantung pada defisit
tekanan uap air jenuh. Dvp, (saturated vapour pressure deflict) di udara
atau jumlah uap air yang dapat diserap oleh udara sebelum udara tersebut
menjadi jenuh. Defisit tekanan uap air jenuh adalah beda keadaan antara
tekanan uap air jenuh pada permukaan bidang penguapan (tajuk vegetasi)
dan tekanan uap air nyata di udara. Dengan demikian, evaporasi lebih
banyak terjadi di daerah pedalaman di mana kondisi udara cenderung lebih
kering daripada daerah pantai yang lebih lembap akibat penguapan air dari
permukaan laut.
6
4) Ketika proses penguapan berlangsung, udara di atas permukaan bidang
penguapan secara bertahap menjadi lebih lembap, sampai pada tahap
ketika udara menjadi jenuh dan tidak mampu menampung uap air lagi.
Pada tahap ini, udara jenuh di atas permukaan bidang penguapan tersebut
akan berpindah ke tempat lain akibat beda tekanan dan kerapatan udara,
dan dengan demikian, proses penguapan air dari bidang penguapan
tersebut akan berlangsung terus-menerus. Hal ini terjadi karena adanya
pergantian udara lembap oleh udara yang lebih kering atau gerakan massa
udara dari tempat dengan tekanan udara lebih tinggi ke tempat dengan
tekanan udara lebih rendah. Proses perpindahan massa udara seperti itu
disebut proses adveksi. Dalam hal ini, peranan kecepatan angin di atas
permukaan bidang penguapan merupakan faktor yang penting untuk
terjadinya evaporasi. Penguapan air daerah lapang seharusnya lebih besar
dibandingkan daerah dengan banyak naungan karena pada keadaan yang
pertama perpindahan udara menjadi lebih bebas.
5) Sifat alamiah bidang permukaan penguapan akan mempengaruhi proses
evaporasi melalui perubahan pola perilaku angin. Pada bidang permukaan
yang kasar atau tidak beraturan, kecepatan angin akan berkurang oleh
adanya proses gesekan. Tapi, pada tingkat tertentu, permukaan bidang
penguapan yang kasar juga dapat menimbulkan gerakan angin berputar
(turbulen) yang dapat memperbesar evaporasi. Pada bidang permukaan air
yang luas, angin kencang juga dapat menimbulkan gelombang air besar
dan dapat mempercepat terjadinya evaporasi.
Hubungan antara penguapan dan kelembapan (humadity) dapat
diperkirakan dengan rumus eksperimental Mitscherlich (Mori, 2006: 11)
D = (12.3 ± 0.1) V..................................................................................(2.1)
Di mana V adalah jumlah penguapan dalam 24 jam (mm). D adalah selisih
kejenuhan (saturation difference) = selisih berat antara jumlah uap yang jenuh
dalam satuan isi (g) dengan jumlah uap pada saat itu (g).
7
Hubungan antara kecepatan penguapan dan kecepatan angin dapat
digunakan rumus Trabert yang menyatakan bahwa kecepatan penguapan adalah
berbanding lurus dengan akar dari kecepatan angin (Mori, 2006: 11)
= (1 + )√ ( − )...................................................................(2.2)
Di mana V adalah kecepatan penguapan (jumlah yang menguap dalam satuan
waktu). C merupakan sebuah tetapan yang ditentukan oleh alat ukur penguapan di
tempat yang disinari matahari atau tempat yang ternaung (0.237 dalam sangkar
meteorologi). α merupakan koefisien pengembangan volume yakni 1/271. t adalah
suhu (o
C). v adalah kecepatan angin (mm/detik). Pw adalah tekanan maksimum
uap di permukaan air pada suhu to
C (mb). P adalah tekanan uap pada saat
pengamatan pada suhu to
C.
Besar kecilnya penguapan ditentukan oleh faktor suhu udara, kecepatan
angin, kualitas air, energi panas matahari, kelembapan, dan bidang permukaan.
Suhu udara, kecepatan angin, dan berkorelasi positif terhadap laju penguapan.
Kelembapan udara berkorelasi negatif terhadap laju penguapan. Pengaruh dari
kualitas air terhadap laju penguapan adalah menurunkan laju penguapan sebesar
persentase dari salinitas tersebut. Pada bidang permukaan yang kasar penguapan
cenderung lebih tinggi akibat turbulensi angin.
2.3. Pengukuran Penguapan
Pengukuran evaporasi dari permukaan badan air dilakukan dengan cara
membandingkan jumlah air yang diukur antara dua waktu yang berbeda. Bila saat
dilakukan pengukuran turun hujan, maka jumlah curah hujan pada saat tersebut
juga perlu dipertimbangkan. Dalam praktiknya, analisis neraca air (water budget
analysis) dapat dilakukan untuk mengukur besarnya Eo (Asdak, 2007: 104).
Evaporasi dari suatu waduk atau danau dalam waktu yang berurutan dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan matematik sebagai berikut ini
(Asdak, 2007: 105):
= − − ∆ ....................................................................................(2.3)
8
I = masukan air ke waduk di tambah curah hujan yang langsung jatuh pada
permukaan waduk, O = air keluaran dari waduk ditambah bocoran air dalam tanah
(seepage), dan S = perubahan kapasitas tampung waduk.
Evaporasi permukaan air terbuka (Eo) adalah penguapan permukaan air
bebas tumbuhan. Pada permukaan air yang tenang tidak bergelombang, laju
penguapan akan tergantung pada suhu dan tekanan uap air di atas permukaan air.
Suhu air menentukan tekanan uap air pada permukaan air, dan laju evaporasi
sebanding dengan perbedaan tekanan uap air antara permukaan air dan udara di
atasnya. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi Eo, tiga di antaranya menjadi
faktor utama. Mereka adalah kecepatan angin (u) di atas permukaan air, tekanan
uap air pada permukaan air (eo) yang merupakan fungsi dari suhu, dan tekanan
uap air di atas permukaan air (ea). Ketiga faktor ini tergabung dalam persamaan
matematik untuk mengukur besarnya Eo (Asdak, 2007: 105).
= ( − ) ....................................................................................(2.4)
C adalah angka tetapan dan besarnya dapat dihitung melalui persamaan:
= (0,44 + 0,073 )(1,465 − 0,00073 ) ..........................................(2.5)
u = kecepatan angin rata-rata (km/jam) diukur pada ketinggian 0.5 m di atas
permukaan tanah, p = tekanan atmosfer (mmHg). Dalam hal ini waduk, nilai Eo
dikalikan angka tetapan 0.77. Kolam dengan ukuran kecil mempunyai angka C:
= 15 + 0.9 .......................................................................................(2.6)
Sedang untuk danau dan waduk kecil, besarnya angka C menjadi
= 11 + 0,68 .....................................................................................(2.7)
u = kecepatan angin rata-rata (km/jam) dan nilai ea dalam hal ini diukur pada
ketinggian 7,6 m di atas permukaan tanah.
Untuk mengukur/memperkirakan besarnya penguapan dari muka air bebas,
pada dasarnya dapat digunakan sebarang bejana. Dalam praktik dikenal beebrapa
panci penguapan (evaporation pan) yang telah banyak digunakan, di antaranya
(Harto, 1993: 82):
1) panci penguapan kelas A (class A evaporation pan)
2) panci penguapan tertanam (sunken evaporation pan)
3) panci penguapan terapung (floating evaporation pan)
9
Panci penguapan kelas A merupakan alat yang paling banyak digunakan
dan telah direkomendasikan oleh WMO (World Meteorological Organisation)
dan IASH (International Association of Scientific Hydrology) sebagai panci
referensi. Alat tersebut terdiri dari panci penguapan logam bergaris tengah 121.9
cm, tinggi 25.4 cm dilengkapi dengan ‘hook gauge’ untuk mengukur permukaan
air. Selain itu, masih dilengkapi dengan termometer apung (floating thermometer),
dan pengukur kecepatan angin (anemometer) (Harto, 1993: 82).
Pengukuran dengan panci penguapan dapat dilakukan dengan membaca
perbedaan muka air sebelum dan sesudah ditambah dengan cara sebagai berikut
(Harto, 1993: 83):
1) Semua besaran yang terekam oleh alat-alat pendamping perlu dicatat,
sebagai kondisi setempat.
2) Muka air dalam panci diukur dengan ‘hook gauge’ atau dengan
pelampung.
3) Penguapan harian merupakan perbedaan pembacaan tinggi muka air dalam
panci pada hari berikutnya, dan bila terjadi hujan perlu diadakan koreksi.
Besar penguapan yang diperoleh dengan panci penguapan jenis ini selalu
lebih besar daripada yang sebenarnya. Hal tersebut terjadi karena beberapa hal,
antara lain (Harto, 1993: 83):
1) luas permukaan yang sempit, tidak terdapat gelombang di permukaan,
serta turbulensi udara di permukaan lebih kecil,
2) kemampuan massa air untuk menyimpan panas (heat storage capacity)
berbeda antara panci penguapan dan danau, atau massa air yang lebih
besar.
3) terjadinya pertukaran panas (heat exchange) antara panci dengan tanah, air
dan udara sekitarnya.
Oleh sebab itu, hasil pengukuran dengan panci ini masih perlu dikoreksi dengan
koefisien panci (pan coefficient). Untuk jenis panci ini, koefisiennya sebesar
antara 0.65 – 0.85 (Harto, 1993: 83).
Berdasarkan kenyataan perbedaan hasil pengukuran tersebut, maka
diupayakan rancangan panci pe
heat dalam tanah di sekitar badan air yang menguap tersebut. Alat ini dikenal
dengan Colorado Sunken Pan
tidak lebih baik. Panci ini memerlukan koefisien panci
1993: 83).
Upaya lain adalah membuat
dengan panci lain, bedanya panci ini dipasang di atas pelampung dan diapungkan
di atas badan air yang luas s
perlengkapan tambahan berupa kisi
Gambar 2.1. Panci penguapan kelas A
Berdasarkan kenyataan perbedaan hasil pengukuran tersebut, maka
diupayakan rancangan panci penguapan lain dengan memasukkan pengaruh
dalam tanah di sekitar badan air yang menguap tersebut. Alat ini dikenal
Colorado Sunken Pan. Namun dengan panci ini hasil yang diperoleh juga
. Panci ini memerlukan koefisien panci sebesar 0,75
Gambar 2.2. Colorado Sunken Pan
Upaya lain adalah membuat Floating Pan. Secara fisik rancangannya sama
dengan panci lain, bedanya panci ini dipasang di atas pelampung dan diapungkan
di atas badan air yang luas seperti danau dan rawa. Panci ini
perlengkapan tambahan berupa kisi-kisi untuk mencegah splashing
10
Berdasarkan kenyataan perbedaan hasil pengukuran tersebut, maka
dengan memasukkan pengaruh latent
dalam tanah di sekitar badan air yang menguap tersebut. Alat ini dikenal
Namun dengan panci ini hasil yang diperoleh juga
sebesar 0,75 – 0,86 (Harto,
. Secara fisik rancangannya sama
dengan panci lain, bedanya panci ini dipasang di atas pelampung dan diapungkan
eperti danau dan rawa. Panci ini memerlukan
splashing air ke dalam
panci. Konstruksi dan biayanya mahal, namun hasil pengukurannya juga tidak
lebih baik dan memerlukan koefisien panci sebesar 0,85
Panci penguapan kelas A
cm dan dalam 20 cm. tetapi atasnya (mulutnya) tajam seperti pisau. Panci ini diisi
dengan air jernih sedalam 20 mm (628 cm
pengukur. Dan dibiarkan selama 1 hari. Pengukuran d
dan selisihnya menunjukkan banyaknya penguapan yang terjadi
Banyaknya evaporasi = air yang dituangkan + curah hujan (jika ada)
yang sisa keesokan harinya : luas (314 cm
Satuan evaporasi adalah mm/hari.
Untuk pemeliharaan panci yang besar, harus diperhatikan hal
berikut (Mori, 2006: 59)
1) Debu dan minyak yang mengambang di permukaan a
dengan saringan
2) Jika silinder gela
gelas itu harus dibersihkan.
3) Panci itu harus kad
menghindarkan pengendapan debu.
panci. Konstruksi dan biayanya mahal, namun hasil pengukurannya juga tidak
dan memerlukan koefisien panci sebesar 0,85 (Harto, 1993: 83).
Gambar 2.3. Floating Pan
penguapan kelas A terbuat dari pelat tembaga dengan diameter 20
cm dan dalam 20 cm. tetapi atasnya (mulutnya) tajam seperti pisau. Panci ini diisi
dengan air jernih sedalam 20 mm (628 cm3
) yang diukur dengan
pengukur. Dan dibiarkan selama 1 hari. Pengukuran diadakan keesokan harinya
dan selisihnya menunjukkan banyaknya penguapan yang terjadi (Mori, 2006: 58)
Banyaknya evaporasi = air yang dituangkan + curah hujan (jika ada)
harinya : luas (314 cm2
).
Satuan evaporasi adalah mm/hari.
Untuk pemeliharaan panci yang besar, harus diperhatikan hal
(Mori, 2006: 59):
Debu dan minyak yang mengambang di permukaan air harus dibuang
dengan saringan.
inder gelas itu telah kotor atau telah tertutup dengan kotoran, maka
gelas itu harus dibersihkan.
Panci itu harus kadang-kadang dibersihkan (diganti airnya) untuk
menghindarkan pengendapan debu.
11
panci. Konstruksi dan biayanya mahal, namun hasil pengukurannya juga tidak
o, 1993: 83).
terbuat dari pelat tembaga dengan diameter 20
cm dan dalam 20 cm. tetapi atasnya (mulutnya) tajam seperti pisau. Panci ini diisi
ang diukur dengan silinder
iadakan keesokan harinya
(Mori, 2006: 58).
Banyaknya evaporasi = air yang dituangkan + curah hujan (jika ada) – air
Untuk pemeliharaan panci yang besar, harus diperhatikan hal-hal sebagai
ir harus dibuang
s itu telah kotor atau telah tertutup dengan kotoran, maka
kadang dibersihkan (diganti airnya) untuk
12
4) Posisi alat ukur muka air tidak boleh dirubah jika tidak perlu. Jika
dirubah/dipindahkan karena pembersihan panci, maka garis dasar (datum
line) dan permukaan air harus diukur kembali.
5) Jika diperkirakan akan terjadi curah hujan yang banyak, maka sebelumnya
air dalam panci itu harus dibuang secukupnya supaya tidak terjadi
peluapan yang tidak memungkinkan untuk diadakan pengukuran.
6) Pemeliharaan-pemeliharaan ini harus dilakukan segera setelah diadakan
pengukuran.
Jika pemeliharaan itu diadakan pada sesuatu ketika, maka dalamnya air
sebelum dan sesudah pemeliharaan harus diukur. Pengamatan banyaknya
evaporasi harus dibaca pada alat pengukur permukaan air. Untuk maksud ini,
maka alat itu diputar arah ke kiri. Jika jarum penunjuknya telah mencapai
permukaan air, maka pembacaan dilakukan. Pembacaan dapat dilakukan sampai
satuan 1/100 mm. Sesudah pembacaan, maka jarum penunjuk itu dinaikkan (Mori,
2006: 59).
Kemudian suhu air diukur. Termometer itu digerakkan perlahan-lahan
seperti mengaduk air lalu diadakan pembacaan-pembacaan suhu air kira-kira pada
pertengahan kedalaman air. Harga yang didapat itu kemudian dicatat sesudah
dikalibrasikan terhadap harga 4o
C (Mori, 2006: 59).
Umumnya banyaknya evaporasi dari panci evaporasi yang kecil adalah
lebih besar dari evaporasi panci yang besar. Hubungan antara banyaknya
evaporasi dalam setahun dari permukaan air yang luas dengan evaporasi dari
panci evaporasi telah diselidiki. Hubungan itu disebut koefisien panci. Untuk
panci evaporasi dengan diameter 1,20 m koefisien itu adalah rata-rata 0,70.
Mengingat harga yang didapat dari panci evaporasi itu dianggap telah mewakili
daerah yang bersangkutan, maka letak panci evaporasi itu harus disesuaikan
dengan kondisi permukaan tanah sekelilingnya seperti persawahan, perladangan,
padang rumput, dan sebagainya. Biasanya panci evaporasi itu harus dipasang
bersama-sama dengan alat ukur hujan, karena diperlukan untuk perhitungan
evaporasi. Lebih baik panci evaporasi itu dipasang bersama alat-alat ukur faktor-
faktor yang sangat berhubungan dengan evaporasi seperti kecepatan angin, sinar
matahari, suhu udara, kele
Pengukuran tinggi permukaan dilakukan dengan dua cara, yaitu
menggunakan paku pembatas tinggi permukaan (fixed point gauge
menggunakan batang mikrometer (hook gauge
tabung dipasang tegak lurus sebuah paku berujung sangat runcing. Tinggi paku 20
cm sebagai pembatas permukaan air pada permulaan dan akhir suatu periode
pengukuran. Pada jam pengamatan setiap hari (misalnya pukul 07.30) dilakukan
penambahan atau pengurangan air panci.
ditakar dengan teliti menggunakan gelas ukur dan jumlahnya dicatat. Untuk penci
kelas A dengan ukuran baku seperti telah dijelaskan volume 1000 ml setara
dengan nilai tinggi 0,875 mm
Gambar 2.4. Panci penguapan dengan
Keuntungan penggunaan paku pembatas permukaan air adalah bahwa
penguapan senantiasa berlangsung pada permulaan tinggi permukaan yang sama
ialah 20 cm, juga pada volume yang sama. Kelemahannya adalah kur
karena penakaran dengan gelas ukur sering memakan waktu terutama di saat turun
hujan lebat (Nawawi, 2001: 13)
Cara kedua dengan menggunakan batang pengukur berskala (mikrometer)
yang teliti serta dapat digese
gauge” ini terletak menggantung di tabung perendam. Sebagai indeks tinggi
permukaan air adalah ujung batang yang dibuat tajam. Skala yang tertera mampu
faktor yang sangat berhubungan dengan evaporasi seperti kecepatan angin, sinar
matahari, suhu udara, kelembapan udara, dan lain-lain (Mori, 2006: 59)
Pengukuran tinggi permukaan dilakukan dengan dua cara, yaitu
aku pembatas tinggi permukaan (fixed point gauge
n batang mikrometer (hook gauge). Pada cara pertama, ditengah
ng tegak lurus sebuah paku berujung sangat runcing. Tinggi paku 20
cm sebagai pembatas permukaan air pada permulaan dan akhir suatu periode
pengukuran. Pada jam pengamatan setiap hari (misalnya pukul 07.30) dilakukan
penambahan atau pengurangan air panci. Jumlah air penambah atau pengurang
ditakar dengan teliti menggunakan gelas ukur dan jumlahnya dicatat. Untuk penci
kelas A dengan ukuran baku seperti telah dijelaskan volume 1000 ml setara
dengan nilai tinggi 0,875 mm (Nawawi, 2001: 13).
Gambar 2.4. Panci penguapan dengan fixed point gauge
Keuntungan penggunaan paku pembatas permukaan air adalah bahwa
penguapan senantiasa berlangsung pada permulaan tinggi permukaan yang sama
ialah 20 cm, juga pada volume yang sama. Kelemahannya adalah kur
karena penakaran dengan gelas ukur sering memakan waktu terutama di saat turun
, 2001: 13).
Cara kedua dengan menggunakan batang pengukur berskala (mikrometer)
yang teliti serta dapat digeser turun atau naik dengan memutar se
gauge” ini terletak menggantung di tabung perendam. Sebagai indeks tinggi
permukaan air adalah ujung batang yang dibuat tajam. Skala yang tertera mampu
13
faktor yang sangat berhubungan dengan evaporasi seperti kecepatan angin, sinar
(Mori, 2006: 59).
Pengukuran tinggi permukaan dilakukan dengan dua cara, yaitu
aku pembatas tinggi permukaan (fixed point gauge),
). Pada cara pertama, ditengah
ng tegak lurus sebuah paku berujung sangat runcing. Tinggi paku 20
cm sebagai pembatas permukaan air pada permulaan dan akhir suatu periode
pengukuran. Pada jam pengamatan setiap hari (misalnya pukul 07.30) dilakukan
Jumlah air penambah atau pengurang
ditakar dengan teliti menggunakan gelas ukur dan jumlahnya dicatat. Untuk penci
kelas A dengan ukuran baku seperti telah dijelaskan volume 1000 ml setara
fixed point gauge
Keuntungan penggunaan paku pembatas permukaan air adalah bahwa
penguapan senantiasa berlangsung pada permulaan tinggi permukaan yang sama
ialah 20 cm, juga pada volume yang sama. Kelemahannya adalah kurang praktis
karena penakaran dengan gelas ukur sering memakan waktu terutama di saat turun
Cara kedua dengan menggunakan batang pengukur berskala (mikrometer)
r sekrupnya. “Hook
gauge” ini terletak menggantung di tabung perendam. Sebagai indeks tinggi
permukaan air adalah ujung batang yang dibuat tajam. Skala yang tertera mampu
14
menunjukkan perubahan tinggi permukaan sampai sepersepuluh millimeter. Nilai
evaporasi diketahui dari selisih tinggi permukaan dari dua kali pengukuran
setelah nilai curah hujan diperhitungkan. Setelah diukur panci harus ditambah air
sehingga permukaan tidak turun melewati batas 2,5 cm (Nawawi, 2001: 14).
Perhitungan penguapan (E0) berdasarkan ketinggian air terhadap paku,
yaitu ketinggian pengukuran awal P0 dan ketinggian pengukuran akhir P1, dibagi
menjadi empat cara, yaitu (Nawawi, 2001: 13)
1) Apabila tidak terjadi hujan, maka
E0 = (P0 - P1) mm...................................................................................(2.8)
2) Apabila terjadi hujan X mm, dan P0 > P1, maka
E0 = (P0 - P1) + X mm.............................................................................(2.9)
3) Apabila terjadi hujan Y mm, dan P0 = P1, maka
E0 = Y mm............................................................................................(2.10)
4) Apabila terjadi hujan Z mm, dan P0 < P1, maka
E0 = Z – (P1 –P0) mm ..........................................................................(2.11)
Keuntungan penggunaan “Hook gauge” yakni pengukuran lebih cepat dan
mudah. Kelemahannya apabila pengamat tidak mengembalikan tinggi permukaan
air dengan cermat sesuai dengan ketentuannya, maka proses penguapan
berlangsung pada volume air yang tidak tetap. Kelemahan Panci Kelas A terutama
bila terganggu hujan lebat. Pertama, selama hujan berlangsung permukaan air di
dalam panci semakin naik sehingga percikan air keluar panci mudah terjadi,
sehingga mengganggu pengukuran. Kedua, bila hujan sangat lebat (melebihi 50
cm) terjadilah luapan air panci sehingga pengukuran E0 tidak dapat dilaksanakan
(Nawawi, 2001: 14).
Cara mengatasinya apabila terjadi hal yang demikian adalah dengan
membuat saluran untuk mengalirkan kelebihan air hujan serta bejana
penampungnya. Celah penyalur sebaiknya dibuat pada ketinggian 20 cm dari
dasar panci. Bejana penampung harus cukup besar, tertutup pada bagian atasnya,
serta diletakkan lebih rendah dari panci. Letak bejana tidak boleh menghalangi
panci dari tiupan angin. Dalam hal ini dapat ditempatkan di bawah permukaan
tanah. Kapasitas bejana henda
maksimum sehari ditempat tersebut
Penggunaan panci penguapan kelas A terbatas pada
hujan > 30mm (203mm pengukur hujan) kecuali
lebih dari sekali per 24 jam. Analisis curah hujan harian dan pembacaan
penguapan di daerah dengan peristiwa
bahwa hampir tanpa gagal, pada hari
Kesalahan yang paling umum dan jelas
(203 mm curah hujan) di mana
akan meluap (Bosman, 1987: 307
Perbandingan penguapan yang sebenarnya terhadap penguapan terukur
sangat bervariasi, tergantung pada
danau Eucumbene di gunung salju Australia nilai rata
panas dan 1,8 pada musim dingin.
danau di Australia berubah dari 0,63 menjadi 0,94, sehingga tid
memprediksi E0 secara akurat dari E
digunakan sebagai cirikhas dari panci kelas A
Panci penguapan kelas A di Stasiun Klimatologi Melbourne di
dengan jala untuk menghalang
akan dapat menyebabkan
1997: 85).
Gambar 2.5. Panci penguapan kelas A di
tanah. Kapasitas bejana hendaknya disesuaikan dengan kemungkinan curah hujan
maksimum sehari ditempat tersebut (Nawawi, 2001: 14).
Penggunaan panci penguapan kelas A terbatas pada hari-hari dengan curah
30mm (203mm pengukur hujan) kecuali sebelum pengukuran dikurangi
i sekali per 24 jam. Analisis curah hujan harian dan pembacaan
penguapan di daerah dengan peristiwa yang biasanya hujan deras menunjukkan
bahwa hampir tanpa gagal, pada hari-hari dengan curah hujan lebih dari 30
ang paling umum dan jelas adalah pada curah hujan harian
mm curah hujan) di mana air dalam panci penguapan kelas A
(Bosman, 1987: 307 – 323).
Perbandingan penguapan yang sebenarnya terhadap penguapan terukur
sangat bervariasi, tergantung pada cuaca dan musim. Seperti pengukuran pada
di gunung salju Australia nilai rata-ratanya 0,6 pada musim
panas dan 1,8 pada musim dingin. Nilai rata-rata buku tahunan untuk delapan
berubah dari 0,63 menjadi 0,94, sehingga tidak mungkin untuk
secara akurat dari Ep. Walaupun demikian, koefisien
digunakan sebagai cirikhas dari panci kelas A (Linacre, 1997: 86).
Panci penguapan kelas A di Stasiun Klimatologi Melbourne di
dengan jala untuk menghalangi burung yang meminum atau tercebur di air yang
akan dapat menyebabkan penurunan ketinggian air selama penguapan (Linacre,
.
. Panci penguapan kelas A di Stasiun Klimatologi Melbourne
15
knya disesuaikan dengan kemungkinan curah hujan
hari dengan curah
sebelum pengukuran dikurangi
i sekali per 24 jam. Analisis curah hujan harian dan pembacaan
hujan deras menunjukkan
hari dengan curah hujan lebih dari 30 mm.
curah hujan harian > 55 mm
air dalam panci penguapan kelas A kemungkinan
Perbandingan penguapan yang sebenarnya terhadap penguapan terukur
cuaca dan musim. Seperti pengukuran pada
ratanya 0,6 pada musim
rata buku tahunan untuk delapan
ak mungkin untuk
. Walaupun demikian, koefisien 0,7 sering
.
Panci penguapan kelas A di Stasiun Klimatologi Melbourne dikover
yang meminum atau tercebur di air yang
penurunan ketinggian air selama penguapan (Linacre,
Stasiun Klimatologi Melbourne
16
2.4. Pengukuran Hujan
Pengukuran hujan dapat dilakukan dengan alat pengukur hujan
(raingauge). Dalam pemakaian terdapat dua jenis alat ukur hujan, yaitu (Harto,
1993: 49):
1) Penakar hujan biasa (manual raingauge)
2) Penakar hujan otomatik (automatic raingauge)
Penakar hujan biasa, merupakan alat ukur yang paling banyak digunakan,
yang terdiri dari corong dan bejana. Ukuran diameter dan tinggi corong berbeda-
beda untuk setiap negara yang berbeda sehingga hasilnya tidak dapat
diperbandingkan. Dalam hal ini dalam satu negara harus digunakan alat dan
aturan pemasangan yang seragam. Di Indonesia digunakan tinggi 120 cm dari
muka tanah, sedangkan luas corong adalah 200 cm2
. Jumlah air hujan yang
terukur diukur dengan bilah ukur (graduated stick) (Harto, 1993: 49).
(a) (b) (c)
Gambar 2.6. (a) penakar hujan Hellman, (b) ombrometer, (c) automatic rain
gauge
Hasil pencatatan yang diperoleh dengan cara ini adalah kedalaman hujan
yang terjadi dalam 24 jam. Dalam analisis hidrologi, diketahui bahwa hujan
dengan kedalaman yang sama akan tetapi mempunyai agihan jam-jaman yang
berbeda, akan memberikan hasil alihragam debit yang sangat berbeda. Oleh sebab
itu, amaka agihan jam-jaman yang terjadi sangat diperlukan. Hal tersebut hanya
dapat diperoleh apabila dilakukan pengukuran dengan alat ukur hujan otomatik
(rainfall recorder), yang mampu merekam setiap kejadian selama jangka waktu
tertentu (Harto, 1993: 49).
17
Derajat hujan biasanya dinyatakan oleh jumlah curah hujan dalam suatu
satuan waktu dan disebut intensitas curah hujan. Biasanya satuan yang digunakan
adalah mm/jam. Jadi intensitas curah hujan berarti jumlah presipitasi/curah hujan
dalam waktu relatif singkat (biasanya dalam waktu 2 jam). Intensitas curah hujan
ini dapat diperoleh/dibaca dari kemiringan kurva (tangens kurva) yang dicatat
oleh alat ukur curah hujan otomatis (Mori, 2006: 7).
Curah hujan tidak bertambah sebanding dengan waktu. Jika waktu itu
ditentukan lebih lama, maka penambahan curah hujan itu adalah lebih kecil
dibandingkan dengan penambahan waktu, karena kadang-kadang curah hujan itu
berkurang ataupun berhenti (Mori, 2006: 7).
Tabel 2.1. Derajat curah hujan dan intensitas curah hujan
Derajat Hujan Intensitas Curah
Hujan (mm/min)
Kondisi
Hujan sangat lemah
Hujan lemah
Hujan normal
Hujan deras
Hujan sangat deras
< 0.02
0.02 – 0.05
0.05 – 0.25
0.25 – 1
> 1
Tanah agak basah atau dibasahi
sedikit
Tanah menjadi basah
semuanya, tetapi sulit membuat
puddel
Dapat dibuat puddel dan bunyi
curah hujan terdengar
Air tergenang di seluruh
permukaan tanah dan bunyi
keras hujan terdengar dari
genangan
Hujan seperti ditumpahkan,
saluran dan drainase meluap.
Tabel 2.2. Keadaan curah hujan dan intensitas curah hujan
Keadaan curah hujan Intensitas curah hujan (mm)
1 jam 24 jam
Hujan sangat ringan
Hujan ringan
Hujan normal
Hujan lebat
Hujan sangat lebat
< 1
1 – 5
5 – 20
10 – 20
> 20
< 5
5 – 20
20 -50
50 – 100
> 100
2.5. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi (ET) adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke
atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh
faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi. Sesuai dengan namanya, ET juga
merupakan gabungan antara proses
Evaporasi adalah proses penguapan, yaitu perubahan dari zat cair menjadi uap air
atau gas dari semua bentuk permukaan ke
perjalanan air dalam jaringan vegetasi (proses fisiologis) dari akar tanaman ke
permukaan daun da akhirnya menguap ke atmosfer. Intersepsi adalah penguapan
air dari permukaan vegetasi ketika berlangsung hujan. Besa
kurang lebih sama dengan laju evaporasi apabila pori
Proses pembukaan pori
pembukaan diameter pori
transpirasi tetap berlangsung tetapi dengan laju yang sangat lambat (Wanielista,
1990 dalam Asdak, 2007: 118).
Gambar 2.7.
komponen seperti terlihat pada persamaan matematik berikut
= + +
T = transpirasi vegetasi, It = intersepsi total, Es = evaporasi dari tanahbatuan dan
jenis permukaan tanah lainnya, dan Eo = evaporasi permukaan badan air seperti
2.5. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi (ET) adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke
atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh
dan fisiologis vegetasi. Sesuai dengan namanya, ET juga
merupakan gabungan antara proses-proses evaporasi, intersepsi, dan transpirasi.
Evaporasi adalah proses penguapan, yaitu perubahan dari zat cair menjadi uap air
atau gas dari semua bentuk permukaan kecuali vegetasi. Sedang transpirasi adalah
perjalanan air dalam jaringan vegetasi (proses fisiologis) dari akar tanaman ke
permukaan daun da akhirnya menguap ke atmosfer. Intersepsi adalah penguapan
air dari permukaan vegetasi ketika berlangsung hujan. Besarnya laju transpirasi
kurang lebih sama dengan laju evaporasi apabila pori-pori daun (stomata) terbuka.
Proses pembukaan pori-pori daun tampaknya dikendalikan oleh besarnya
pembukaan diameter pori-pori daun. Ketika pori-pori daun menutup, proses
i tetap berlangsung tetapi dengan laju yang sangat lambat (Wanielista,
1990 dalam Asdak, 2007: 118).
Gambar 2.7. Siklus hidrologi
menunjukkan bahwa ET adalah jumlah dari beberapa
komponen seperti terlihat pada persamaan matematik berikut
+ + ................................................................
T = transpirasi vegetasi, It = intersepsi total, Es = evaporasi dari tanahbatuan dan
jenis permukaan tanah lainnya, dan Eo = evaporasi permukaan badan air seperti
18
Evapotranspirasi (ET) adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke
atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh
dan fisiologis vegetasi. Sesuai dengan namanya, ET juga
proses evaporasi, intersepsi, dan transpirasi.
Evaporasi adalah proses penguapan, yaitu perubahan dari zat cair menjadi uap air
cuali vegetasi. Sedang transpirasi adalah
perjalanan air dalam jaringan vegetasi (proses fisiologis) dari akar tanaman ke
permukaan daun da akhirnya menguap ke atmosfer. Intersepsi adalah penguapan
rnya laju transpirasi
pori daun (stomata) terbuka.
pori daun tampaknya dikendalikan oleh besarnya
pori daun menutup, proses
i tetap berlangsung tetapi dengan laju yang sangat lambat (Wanielista,
menunjukkan bahwa ET adalah jumlah dari beberapa
......................................(2.12)
T = transpirasi vegetasi, It = intersepsi total, Es = evaporasi dari tanahbatuan dan
jenis permukaan tanah lainnya, dan Eo = evaporasi permukaan badan air seperti
19
sungai, danau, dan waduk.untuk tegakan hutan, Eo dan Es biasanya diabaikan dan
ET = T + It. Bila unsur vegetasi dihilangkan, ET = Es (Asdak, 2007: 118).
Evaporasi tanah (Es) adalah penguapan air langsung dari tanahmineral.
Nilai Es kecil di bawah tegakan hutan karenaseresah dan tumbuhan bawah bersifat
menghalangi radiasi mataharimencapai permukaan tanah mineral hutandan
mencegah gerakan udara di atasnya. Evaporasi dari permukaan tanah bertambah
besardengansemakin berkurangnya tumbuhan dan jenis penutup tanah lainnya
(Asdak, 2007: 118).
Melalui proses transpirasi, vegetasi mengendalikan suhu agar sesuai
dengan yang diperlukan tanaman untuk hidup. Pada tingkat yang paling praktis,
perhitungan pemakaian air oleh vegetasi dapat dimanfaatkan sebagai masukan
untuk memilih jenis tanaman (pertanian) yang dapat tumbuh dengan baik pada
kondisi curah hujan yang tidak menentu (Dragg, 1965 dalam Dunne dan Leopold,
1978). Perhitungan keperluan air irigasi untuk suatu tanaman juga didasarkan
pada besarnya evapotranspirasi vegetasi yang akan ditanam (Asdak, 2007: 118).
Besarnya evapotranspirasi suatu komunitas vegetasi perlu diketahui karena
hasil penelitian menunjukkan bahwa dua-pertiga dari jumlah hujan yang jatuh di
daratan Amerika Utara kembali lagi ke atmosfer sebagai hasil evaporasi tanaman
dan permukaan tubuh air. Di Afrika, air yang terevapotranspirasi bahkan sampai
melebihi 90% dari jumlah curah hujan yang jatuh di tempat tersebut (US Soil
Conservation Service, 1970 dalam Asdak, 2007: 119).
2.6. Menentukan Evapotranspirasi
1. Panci Evaporasi
pengukuran Evapotranspirasi paling sederhana adalah dengan
menggunakan panci untuk mendapatkan angka indeks potensial evapotransirasi.
Cara perhitungan ini memerlukan suatu angka koefisien yang harus dievaluasi
tingkat ketepatannya. Rumus matematis yang diperlukan adalah (Asdak, 2007:
120)
= .......................................................................................(2.13)
Ce = angka koefisien panci, dan Ep = evaporasi panci (mm/hari)
2. Alat ukur Lysimeter
Teknik pengukuran dengan menggunakan alat lysimeter nampak
merupakan cara yang ideal kare
terwakili dan dapat dihitung. Alat ini memberikan hasil yang teliti karena
menggunakan perangkat penelitian de
air tanah tidak menjadi persoalan. Namun demikian, banyak ahli hidrologi
beranggapan bahwa hasil yang diperoleh tidak memadai untuk diekstrapolasi ke
lapangan. Teknik lysimeter lebih cocok untuk diterapkan pada t
di tempat-tempat percobaan atau laboratorium. Pada teknik profil tanah,
perkembangan akar tanaman, dan kondisi kelembapan tanah harus diusahakan
sama antara keadaan di dalam dan diluar alata lysimeter. Apabila kelembapan
tanah harus terus dijaga dalam keadaan basah, maka evapotranspirasi yang
diperoleh adalah dalam laju potensial (PET). Akan tetapi apabila dikehendaki
evapotranspirasi aktual (AET), maka keadaan kelembapan tanah di dalam alat
harus dibiarkan berfluktuasi seperti yang terjadi
2007: 121-122).
Gambar 2.8 adalah dua tipe lysimeter yang sering digunakan, yaitu tipe drainase
(drainage type) dna tipe timbang (spring
dalam tipe drainase diasumsikan sebagai berikut (Asdak, 2007: 122):
Evapotranspirasi = Presi
ukur Lysimeter
Teknik pengukuran dengan menggunakan alat lysimeter nampak
merupakan cara yang ideal karena setiap unsur pada persamaan 2.12
terwakili dan dapat dihitung. Alat ini memberikan hasil yang teliti karena
menggunakan perangkat penelitian dengan batas yang jelas dan sistem kebocoran
air tanah tidak menjadi persoalan. Namun demikian, banyak ahli hidrologi
beranggapan bahwa hasil yang diperoleh tidak memadai untuk diekstrapolasi ke
lapangan. Teknik lysimeter lebih cocok untuk diterapkan pada tanaman pertanian
tempat percobaan atau laboratorium. Pada teknik profil tanah,
perkembangan akar tanaman, dan kondisi kelembapan tanah harus diusahakan
sama antara keadaan di dalam dan diluar alata lysimeter. Apabila kelembapan
dijaga dalam keadaan basah, maka evapotranspirasi yang
diperoleh adalah dalam laju potensial (PET). Akan tetapi apabila dikehendaki
evapotranspirasi aktual (AET), maka keadaan kelembapan tanah di dalam alat
harus dibiarkan berfluktuasi seperti yang terjadi pada tanah sekelilingnya (Asdak,
Gambar 2.8. (a) lysimeter (b) neraca air
adalah dua tipe lysimeter yang sering digunakan, yaitu tipe drainase
(drainage type) dna tipe timbang (spring-balance weighing type). Neraca air
dalam tipe drainase diasumsikan sebagai berikut (Asdak, 2007: 122):
Evapotranspirasi = Presipitasi + Irigasi – Drainase ..........................
20
Teknik pengukuran dengan menggunakan alat lysimeter nampak
na setiap unsur pada persamaan 2.12 telah
terwakili dan dapat dihitung. Alat ini memberikan hasil yang teliti karena
ngan batas yang jelas dan sistem kebocoran
air tanah tidak menjadi persoalan. Namun demikian, banyak ahli hidrologi
beranggapan bahwa hasil yang diperoleh tidak memadai untuk diekstrapolasi ke
anaman pertanian
tempat percobaan atau laboratorium. Pada teknik profil tanah,
perkembangan akar tanaman, dan kondisi kelembapan tanah harus diusahakan
sama antara keadaan di dalam dan diluar alata lysimeter. Apabila kelembapan
dijaga dalam keadaan basah, maka evapotranspirasi yang
diperoleh adalah dalam laju potensial (PET). Akan tetapi apabila dikehendaki
evapotranspirasi aktual (AET), maka keadaan kelembapan tanah di dalam alat
pada tanah sekelilingnya (Asdak,
adalah dua tipe lysimeter yang sering digunakan, yaitu tipe drainase
balance weighing type). Neraca air
dalam tipe drainase diasumsikan sebagai berikut (Asdak, 2007: 122):
............................(2.14)
21
Air masukan dan air drainase diukur besarnya. Lama waktu pengukuran
tergantung pada tingkat atau frekuensi kebasahan, ukuran alat,dan laju gerakan air
dalam tanah. Hasil yang diperoleh dengan teknik ini adalah PET karena
kelembapan tanah di dalam alat diatur/disesuaikan. Lysimeter tipe drainase
berukuran kecil sering disebut evapotranspirometer. Sedangkan tipe alat yang lain
adalah tipe timbang dengan asumsi neraca air sebagai berikut (Asdak, 2007: 122):
Evapotranspirasi = Presipitasi + Irigasi – Drainase
± perubahan kapasitas simpan.............................(2.15)
Perubahan kapasitas simpan (change in storage) diukur dari alat
penimbang seperti tersebut pada gambar 2.8. Alat tipe timbang karena harganya
yang relatif mahal maka pemakaiannya terbatas pada keperluan engujian teori
proses evapotranspirasi. Seperti halnya tipe drainase, tipe timbang juga dapat
dimanfaatkan untuk besarnya PET dan AET (Asdak, 2007: 123).
3. Metode Blaney Criddle
Metode ini memerlukan data terukur berupa letak lintang, suhu udara, dan
angka koreksi (C). Persamaannya (Limantara, 2010: 22):
= × (0,457 + 8,13).................................................................(2.16)
P adalah prosentase rata-rata jam siang malam yang besarnya bergantung pada
letak (LL). t adalah suhu udara (o
C).
Prosedur perhitungannya mula-mula mencari letak lintang daerah yang
ditinjau. Kemudian mencari nilai P sesuai dengan letak lintang. Setelah itu
mencari data suhu rata-rata bulanan. Lalu menghitung nilai Ep. Berikutnya
menentukan C dari tabel. Baru kemudian menghitung PET dengan persamaan
2.13 (Limantara, 2010: 23).
Faktor-faktor pertanaman dikembangkan dari hasil uji coba pada plot-plot
percobaan di Amerika Serikat, dan disarankan untuk disesuaikan dengan keadaan
setempat apabila akan digunakan di luar daerah pengembangannya, meskipun hal
ini jarang dilakukan. Faktor pertanaman mewakili perbedaan dalam hal nilai
kekasaran (bidang penguapan), adveksi, dan radiasi matahari bersih yang dalam
hal ini dipengaruhi oleh struktur vegetasi selama masa pertumbuhannya. Secara
umum dapat dikatakan bahwa angka faktor pertanaman me
pertambahan ketinggian vegetasi. Untuk memprakirakan besarnya air yang
diperlukan suatu vegetasi selama masa pertumbuhannya, dapat juga
memanfaatkan rumus Blaney
2007:130):
= ∑
k adalah koefisien pertanaman selama periode pertumbuhan. n merupakan jumlah
bulan selama masa pertumbuhan. T
penyinaran matahari setiap bulan dalam waktu satu tahun.
Metode persamaan Bl
terutama dalam bidang pertanian, meskipun hasil yang diperoleh tidak terlalu
akurat karena adanya kesalahan pemakaian angka faktor
Namun demikian, apabila angka faktor pertanaman untuk
tersedia, maka angka
atas dapat memberikan angka prakiraan yang memadai (
Tabel 2.3. Faktor pertanaman empiris (k) untuk rumus Blaney
wilayah hemisfer selatan, angka koefisien bulanan tanaman tahunan harus
disesuaikann dengan waktu permulaan masa pertumbuhan.
umum dapat dikatakan bahwa angka faktor pertanaman meningkat sejalan dengan
pertambahan ketinggian vegetasi. Untuk memprakirakan besarnya air yang
diperlukan suatu vegetasi selama masa pertumbuhannya, dapat juga
memanfaatkan rumus Blaney-Criddle dalam bentuk sebagai berikut
(1,8 + 32) .........................................................
k adalah koefisien pertanaman selama periode pertumbuhan. n merupakan jumlah
bulan selama masa pertumbuhan. Tai adalah suhu udara. di adalah fraksi lama
penyinaran matahari setiap bulan dalam waktu satu tahun.
Metode persamaan Blaney-Criddle selama ini telah digunakan secara luas,
terutama dalam bidang pertanian, meskipun hasil yang diperoleh tidak terlalu
akurat karena adanya kesalahan pemakaian angka faktor-faktor pertanaman.
Namun demikian, apabila angka faktor pertanaman untuk daerah kajian tidak
tersedia, maka angka-angka faktor pertanaman dalam tabel 2.2, 2.3, dan 2.4 di
atas dapat memberikan angka prakiraan yang memadai (Asdak, 2007:130).
Tabel 2.3. Faktor pertanaman empiris (k) untuk rumus Blaney-Criddle. Untuk
isfer selatan, angka koefisien bulanan tanaman tahunan harus
disesuaikann dengan waktu permulaan masa pertumbuhan.
22
ningkat sejalan dengan
pertambahan ketinggian vegetasi. Untuk memprakirakan besarnya air yang
diperlukan suatu vegetasi selama masa pertumbuhannya, dapat juga
Criddle dalam bentuk sebagai berikut (Asdak,
...........................(2.17)
k adalah koefisien pertanaman selama periode pertumbuhan. n merupakan jumlah
adalah fraksi lama
Criddle selama ini telah digunakan secara luas,
terutama dalam bidang pertanian, meskipun hasil yang diperoleh tidak terlalu
faktor pertanaman.
daerah kajian tidak
angka faktor pertanaman dalam tabel 2.2, 2.3, dan 2.4 di
Asdak, 2007:130).
Criddle. Untuk
isfer selatan, angka koefisien bulanan tanaman tahunan harus
Tabel 2.4. Fraksi bulanan panjang hari/penyinaran dalam satu tahun (untuk
persamaan Blaney-Criddle)
Tabel 2.5. Hubungan P dan letak
Lintang Jan Feb
5,0 Utara 0,27 0,27
2,5 Utara 0,27 0,27
0 0,27 0,27
2,5 Selatan 0,28 0,28
5,0 Selatan 0,28 0,28
7,5 Selatan 0,29 0,28
10,0 Selatan 0,29 0,28
Tabel 2.6. Angka koreksi (C) menurut Blan
Bulan Jan Feb Mar
C 0,80 0,80 0,75
Tabel 2.4. Fraksi bulanan panjang hari/penyinaran dalam satu tahun (untuk
Criddle)
Hubungan P dan letak lintang (LL) untuk Indonesia: 5o
Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt
0,27 0,27 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,27
0,27 0,27 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,27
0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27
0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28
0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28
0,28 0,28 0,28 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,28
0,28 0,28 0,27 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26 0,28
Tabel 2.6. Angka koreksi (C) menurut Blany Criddle
Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt
0,75 0,70 0,70 0,70 0,70 0,75 0,80 0,80
23
Tabel 2.4. Fraksi bulanan panjang hari/penyinaran dalam satu tahun (untuk
o
s.d. 10o
LS
Nov Des
0,27 0,27
0,27 0,27
0,27 0,27
0,28 0,28
0,28 0,28
0,28 0,29
0,28 0,29
Nov Des
0,80 0,80
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan
1) Panci penguapan kelas A berisi air
2) Hook gauge
3) Stilling well
3.2. Langkah Kerja
1) Ketinggian permukaan air mula-mula dicatat menggunakan hook gauge
pada stilling well pukul 8.00 wib. Kedudukan stilling well tidak boleh
diubah dan panci diusahakan tidak bergoncang. Pengambilan data
dilakukan dengan membenamkan paku hook gauge dengan memutar
sekrup berlawanan arah jarum jam sampai tepat baru terbenam. Lalu paku
dinaikkan perlahan dengan memutar sekrup searah jarum jam sampai
tepat baru terbentuk titik pada permukaan air. Pembacaan dilakukan
dengan melihat skala pada batang ditambah dengan 0,1 × skala pada
sekrup.
2) Dicatat kembali ketinggian permukaan air seperti pada langkah pertama
pada hari berikutnya pada pukul 8.00.
3) Dilihat dan dicatat curah hujan (milimeter/hari) dari buku sinoptik.
4) Pengukuran dilakukan sebanyak empat kali.
5) Hasil pengukuran dimasukkan dalam persamaan 2.8, 2.9, 2.10, atau 2.11
sesuai dengan keadaan P0 dan P1 nya untuk mendapatkan nilai penguapan.
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Hasil Pengamatan
Tabel 4.1. Data hasil pengukuran
No Tanggal
Pengamatan
Penakaran
(mm penguapan)
Hujan
(mm hujan)
Jumlah Penguapan
(mm penguapan/hari)
8 Juli 2013 40,54
1 9 Juli 2013 37,24 00,1 3,40
2 10 Juli 2013 58,00 25,5 4,74
3 11 Juli 2013 61,96 06,2 2,24
4.2. Perhitungan
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.8, 2.9, 2.10,atau
2.11 sesuai dengan keadaan P0 dan P1.
1) P0 = 40,54 mm P1 = 37,24 mm X = 0,1 mm
Karena P0 > P1 , maka
E0 = P0 – P1 + X
E0 = 40,54 – 37,24 + 0,1 = 3,40 mm
2) P0 = 37,24 mm P1 = 58,00 mm Z = 25,5 mm
Karena P0 < P1 dan terjadi hujan, maka
E0 = Z – (P1 – P0)
E0 = 25,5 – (58,00 – 37,24) = 4,74 mm
3) P0 = 58,00 mm P1 = 61.96 mm Z = 6,2 mm
Karena P0 < P1 dan terjadi hujan, maka
E0 = Z – (P1 – P0)
E0 = 6,2 – (61,96 – 58,00) = 2,24 mm
4.3. Analisis Prosedur
Panci penguapan terletak di atas kerangka kayu bercat putih dengan
rongga yang cukup dibagian bawahnya. Posisi panci mendatar setinggi 10 cm di
atas permukaan tanah berumput pendek. Hal ini bertujuan supaya angin leluasa
26
bertiup. Air bersih diisikan ke dalamnya setinggi 20 cm, sehingga di atasnya
terdapat jarak 5 cm dari bibir panci.
Panci terbuat dari logam campuran berdinding kuat, tak berkarat, berwarna
putih atau putih metalik. Ketebalan panci diukur dengan jangka sorong didapatkan
nilai 2 mm. Diameter panci 121,9 cm dan tinggi panci 25 cm. Kerangka kayu
dengan tinggi 10 cm bercat putih terletak di bawah panci. Kerangka kayu ini
dibuat lebih tinggi dari Tabung perendam ombak (Stilling wel Cylinder),
berukuran garis tengah 10 cm dan tinggi 30 cm, yaitu dengan menambahkan
penyangga dengan tujuan agar tidak terjadi percikan air dari luar luasan panci ke
dalam panci saat hujan. Batang pengukur berskala (Hook gauge) untuk
menentukan titik milimeter pada saat pengukuran. Sekrup pemutar untuk
menaikkan atau menurunkan batang pengukur.
Panci penguapan kelas A tidak didesain dengan luas 1 m2
melainkan
didesain dengan luas 1,167 m2
(diameter = 121,9 mm). Alasan yang pertama
adalah pengukuran dengan jenis panci yang lain tidak lebih baik hasil
pengukurannya dengan nilai konstanta panci yang hampir sama yaitu berkisar
0,85. Selain itu biaya konstruksi dan perawatannya lebih mahal. Alasan yang
kedua yaitu karena untuk menyesuaikan nilai penguapan di permukaan yang lebih
luas dan dalam sehingga nilainya bisa didekati dari pengukuran secara langsung.
Pada luasan 1 m2
penguapan yang terjadi cukup besar dan kapasitas air yang
ditampung tidak terlalu banyak, sehingga apabila terjadi hujan deras, risiko
peluapan air lebih besar. Desain panci dengan diameter 121,9 mm ini
memungkinkan dapat mengukur nilai penguapan pada keadaan hujan kurang dari
55 mm/hari. Berdasarkan tabel 2.1 dan 2.2 keadaan hujan 55 mm/hari adalah
hujan lebat. Sedangkan panci penguapan kelas A syarat kedalamannya tidak boleh
melebihi 75 mm standard dari bibir panci. Karena diketahui bahwa 1 milimeter
hook gauge setara dengan 0,85 mm standard, maka 75 mm standard setara dengan
88,235 mm penguapan, di mana 1 milimeter penguapan skalanya sesuai dengan 1
milimeter hujan (1 mm hujan setara dengan hujan 1 liter pada luasan 1 m2
).
Dengan demikian untuk kasus meluapnya air akibat hujan jarang terjadi. Apabila
sampai terjadi hal yang demikian, dapat dikatakan hal tersebut merupakan
27
kelalaian pengamat. Sebab sebelum terjadi hujan panci penguapan hendaknya
dikurangi dulu volume airnya.
Air bersih diisikan ke dalam panci setinggi 20 cm sehingga di atasnya
terdapat rongga 5 cm. Permukaan air tidak boleh turun melebihi 2,5 cm dari batas
tersebut. Hal ini dilakukan agar nilai penguapan yang diperoleh lebih valid.
Pengukuran dilakukan pada permukaan air di dalam tabung Still well. Tabung
tersebut terbuat dari logam tak berkarat bergaris tengah 10 cm, setinggi 30 cm,
dan terdapat celah sempit dibagian dasarnya yang mematuhi hukum bejana
berhubungan, di mana pada beberapa bejana berisi cairan homogen yang saling
terhubung dan memiliki tinggi permukaan cairan yang sama tanpa terpengaruh
oleh ukuran dan volume tiap bejana. Still well berperan sebagai penenang
permukaan air sehingga pengukuran menjadi lebih mudah.
Nilai penguapan diketahui dari perbedaan tinggi permukaan air selama
satu periode, setelah curah hujan diperhitungkan. Oleh karenanya dalam
penggunaan evaporimeter (maupun lisimeter) dibutuhkan penakar hujan.
Panci penguapan kelas A memiliki diameter 121.9 cm. Dengan demikian
luas alas dari panci tersebut adalah 11670.7104 cm2
. Apabila acuan penguapan 1
mm mewakili 1 liter, maka 1 milimeter pada hook gauge tidak sama dengan 1
milimeter pada penggaris karena apabila sama, maka volume setiap satu milimeter
adalah 1.167 liter. Jika dianggap satu milimeter hook gauge adalah benar tidak
sama dengan satu milimeter penggaris, berarti satu milimeter hook gauge agar
mewakili 1 liter adalah sama dengan .
= 0,85 milimeter penggaris.
4.4. Analisis Hasil
Dengan mengaplikasikan prosedur pengukuran penguapan, diperoleh data
hasil pengukuran dalam tabel 4.1. Data hasil perhitungan menginformasikan nilai
penguapan harian pada tanggal tersebut. Berdasarkan analisis di bagian 4.2 bahwa
penguapan 1 liter setara dengan 0,85 mm standard, maka dapat diketahui
penguapan dari pukul 8.00 dari tanggal 8 s.d. 9 Juli 2013 adalah sebanyak 4 liter,
tanggal 9 s.d. 10 sebanyak 5,6 liter, dan tanggal 10 s.d. 11 sebanyak 2,6 liter.
28
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat dikatakan nilai-nilai
penguapan yang terukur menggunakan panci penguapan kelas A adalah
menyatakan nilai penguapan 1 mm standard pada bidang seluas 1 m2
yang setara
dengan 1 liter air murni di mana air tersebut dalam keadaan tidak mengalir dan
tidak terserap oleh tanah. Dengan demikian nilai penguapan terukur tidak
menyatakan nilai penguapan di setiap tempat secara langsung. Untuk tempat-
tempat tertentu seperti danau, sungai, tempat-tempat bervegetasi, nilai penguapan
yang mendekati nilai yang sebenarnya dapat diperoleh dengan mengalikan nilai
penguapan terukur dengan koefisien panci. Nilai koefisien panci ini berbeda-beda
untuk setiap tempat dan keadaan. Untuk danau, nilai penguapan terukur dikalikan
koefisien panci sebesar 0,77. Sedangkan untuk daerah bervegetasi peristiwa yang
terjadi adalah evapotranspirasi potensial. Nilai koefisien panci tergantung pada
jenis vegetasinya.
Persamaan 2.16 (Limantara, 2010) menggunakan nilai Ep berdasarkan
hasil perhitungan (prediksi matematis). Apabila nilai Ep yang digunakan adalah
penguapa terukur langsung dari panci penguapan, maka berdasarkan persamaan
2.13 (Asdak, 2007: 120) dan persamaan 2.17 (Asdak, 2007:130),
=
= ∑ (1,8 + 32)
maka,
= ∑ (1,8 + 32)
= ∑ (1,8 + 32) ..............................................................(4.1)
Dengan demikian nilai koefisien panci penguapan kelas A untuk menaksir nilai
evapotranspirasi potensial dapat ditentukan persamaan 4.1. Persamaan tersebut
menunjukkan bahwa koefisien panci untuk menaksir evapotranspirasi potensial
bergantung pada jenis vegetasi (K), penguapan harian pada panci (Ep), suhu udara
Tai , dan fraksi lama penyinaran matahari setiap bulan dalam waktu satu tahun di.
Melihat variabel-variabel yang mempengaruhi nilai koefisien panci untuk
evapotranspirasi potensial sangat dipengaruhi oleh variabel-variabel yang
berubah-ubah, maka untuk menentukan nilai Ce yang mendekati nilai yang tepat
29
harus menggunakan data-data tahunan (data iklim). Dengan kata lain perhitungan
dengan data harian tidak akan menghasilkan nilai Ce yang mendekati nilai yang
seharusnya.
30
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
1) Penguapan perlu diukur karena penguapan sangat mempengaruhi
kehidupan dan siklus hidrologi.
2) Pengukuran penguapan mengguanakan panci penguapan kelas A adalah
cara mengukur nilai penguapan air murni pada bidang 1 m2
, di mana
kuantitas air tersebut tidak berkurang selain oleh penguapan terukur.
3) Nilai penguapan dari panci penguapan kelas A dapat digunakan untuk
menaksir nilai penguapan di daerah badan air lain yang lebih luas dan
dalam, dan evapotranspirasi potensial dengan mengalikan nilai penguapan
terukur dengan konstanta panci. Nilai ini kemudian digunakan juga
sebagai dasar analisis irigasi dan penentuan jenis tanaman dalam pertanian.
5.2. Saran
1) Panci penguapan kelas A lebih baik diberi pelindung berupa kawat jala di
atasnya sebagai upaya mencegah air tersebut diminum hewan seperti
burung. Akan tetapi perlu dilakukan kalibrasi lagi untuk koreksi akibat
penghalang tersebut.
2) Hendaknya tinggi air pada panci penguapan kelas A selalu dijaga agar
permukaan air berjarak antara 5 sampai 7,5 cm dari bibir panci, kecuali
bila diprediksi akan terjadi hujan deras hendaknya volume air dukarngi,
agar nilai penguapan yang diperoleh lebih baik.
31
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press
Bosman, H.H. 1987. The influence of installation practices on evaporation from
Symon's tank and American Class A-pan evaporimeters. Agricultural and
Forest Meteorology.
Harto, S. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Limantara, L.M. 2010. Hidrologi Praktis. Bandung: CV Lubuk Agung
Linacre, E. dan Geets, B. 1997. Climate and Weather Explaned. New York:
Routledge
Mori, K. 2006. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT Malta Pritindo
Nawawi, G. 2001. Pengendalian Iklim Mikro. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional

More Related Content

What's hot

Keterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi Tanah
Keterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi TanahKeterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi Tanah
Keterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi Tanah
Feisal Rachman Soedibja
 
Sifat Biologi Tanah PPT
Sifat Biologi Tanah PPTSifat Biologi Tanah PPT
Sifat Biologi Tanah PPT
IndraSetiawan115511
 
Laporan praktikum evapotranspirasi
Laporan praktikum evapotranspirasiLaporan praktikum evapotranspirasi
Laporan praktikum evapotranspirasi
Tidar University
 
suhu tanah
suhu tanahsuhu tanah
suhu tanah
Iqrimha Lairung
 
Hubungan antara kelembaban & suhu dan kapasitas udara
Hubungan antara kelembaban & suhu dan kapasitas udaraHubungan antara kelembaban & suhu dan kapasitas udara
Hubungan antara kelembaban & suhu dan kapasitas udara
Joel mabes
 
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
Moh Masnur
 
Laporan praktikum c3, c4 dan cam
Laporan praktikum c3, c4 dan camLaporan praktikum c3, c4 dan cam
Laporan praktikum c3, c4 dan camfahmiganteng
 
Penetapan potensial air jaringan
Penetapan potensial air  jaringanPenetapan potensial air  jaringan
Penetapan potensial air jaringan
Ekal Kurniawan
 
Mekanika Fluida
Mekanika FluidaMekanika Fluida
Mekanika Fluida
tanalialayubi
 
Bab 4. suhu, tekanan, kelembaban udara dan pengaruhnya thd tanaman
Bab 4. suhu, tekanan, kelembaban udara dan pengaruhnya thd tanamanBab 4. suhu, tekanan, kelembaban udara dan pengaruhnya thd tanaman
Bab 4. suhu, tekanan, kelembaban udara dan pengaruhnya thd tanamanPurwandaru Widyasunu
 
Karakteristik lahan rawa
Karakteristik lahan rawaKarakteristik lahan rawa
Karakteristik lahan rawa
Boaz Salosa
 
Fungsi densitas perairan
Fungsi densitas perairanFungsi densitas perairan
Fungsi densitas perairan
Rachmat Hidayat
 
ITP UNS SEMESTER 2 Transportasi fluida
ITP UNS SEMESTER 2 Transportasi fluidaITP UNS SEMESTER 2 Transportasi fluida
ITP UNS SEMESTER 2 Transportasi fluidaFransiska Puteri
 
Laporan pengaruh alelopati terhadap perkecambahan
Laporan pengaruh alelopati terhadap perkecambahanLaporan pengaruh alelopati terhadap perkecambahan
Laporan pengaruh alelopati terhadap perkecambahanFirlita Nurul Kharisma
 
Laporan akhir dasar dasar ilmu tanah
Laporan akhir dasar dasar ilmu tanahLaporan akhir dasar dasar ilmu tanah
Laporan akhir dasar dasar ilmu tanah
jumadi ahmad
 
Morfologi tumbuhan pepaya
Morfologi tumbuhan pepayaMorfologi tumbuhan pepaya
Morfologi tumbuhan pepaya
Wayan Permadi
 
Agroklimat acara 1 pengenalan stasiun dan peralatan stasiun
Agroklimat acara 1 pengenalan stasiun dan peralatan stasiunAgroklimat acara 1 pengenalan stasiun dan peralatan stasiun
Agroklimat acara 1 pengenalan stasiun dan peralatan stasiunRiski Lubis
 
Laporan agroklimatologi alat-alat agroklimatologi
Laporan agroklimatologi alat-alat agroklimatologiLaporan agroklimatologi alat-alat agroklimatologi
Laporan agroklimatologi alat-alat agroklimatologi
Joel mabes
 

What's hot (20)

Keterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi Tanah
Keterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi TanahKeterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi Tanah
Keterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi Tanah
 
Sifat Biologi Tanah PPT
Sifat Biologi Tanah PPTSifat Biologi Tanah PPT
Sifat Biologi Tanah PPT
 
Laporan praktikum evapotranspirasi
Laporan praktikum evapotranspirasiLaporan praktikum evapotranspirasi
Laporan praktikum evapotranspirasi
 
suhu tanah
suhu tanahsuhu tanah
suhu tanah
 
Hubungan antara kelembaban & suhu dan kapasitas udara
Hubungan antara kelembaban & suhu dan kapasitas udaraHubungan antara kelembaban & suhu dan kapasitas udara
Hubungan antara kelembaban & suhu dan kapasitas udara
 
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
 
Laporan praktikum c3, c4 dan cam
Laporan praktikum c3, c4 dan camLaporan praktikum c3, c4 dan cam
Laporan praktikum c3, c4 dan cam
 
Penetapan potensial air jaringan
Penetapan potensial air  jaringanPenetapan potensial air  jaringan
Penetapan potensial air jaringan
 
Mekanika Fluida
Mekanika FluidaMekanika Fluida
Mekanika Fluida
 
Bab 4. suhu, tekanan, kelembaban udara dan pengaruhnya thd tanaman
Bab 4. suhu, tekanan, kelembaban udara dan pengaruhnya thd tanamanBab 4. suhu, tekanan, kelembaban udara dan pengaruhnya thd tanaman
Bab 4. suhu, tekanan, kelembaban udara dan pengaruhnya thd tanaman
 
Dasar Ilmu Tanah
Dasar Ilmu TanahDasar Ilmu Tanah
Dasar Ilmu Tanah
 
Karakteristik lahan rawa
Karakteristik lahan rawaKarakteristik lahan rawa
Karakteristik lahan rawa
 
Fungsi densitas perairan
Fungsi densitas perairanFungsi densitas perairan
Fungsi densitas perairan
 
ITP UNS SEMESTER 2 Transportasi fluida
ITP UNS SEMESTER 2 Transportasi fluidaITP UNS SEMESTER 2 Transportasi fluida
ITP UNS SEMESTER 2 Transportasi fluida
 
Berat volume
Berat volumeBerat volume
Berat volume
 
Laporan pengaruh alelopati terhadap perkecambahan
Laporan pengaruh alelopati terhadap perkecambahanLaporan pengaruh alelopati terhadap perkecambahan
Laporan pengaruh alelopati terhadap perkecambahan
 
Laporan akhir dasar dasar ilmu tanah
Laporan akhir dasar dasar ilmu tanahLaporan akhir dasar dasar ilmu tanah
Laporan akhir dasar dasar ilmu tanah
 
Morfologi tumbuhan pepaya
Morfologi tumbuhan pepayaMorfologi tumbuhan pepaya
Morfologi tumbuhan pepaya
 
Agroklimat acara 1 pengenalan stasiun dan peralatan stasiun
Agroklimat acara 1 pengenalan stasiun dan peralatan stasiunAgroklimat acara 1 pengenalan stasiun dan peralatan stasiun
Agroklimat acara 1 pengenalan stasiun dan peralatan stasiun
 
Laporan agroklimatologi alat-alat agroklimatologi
Laporan agroklimatologi alat-alat agroklimatologiLaporan agroklimatologi alat-alat agroklimatologi
Laporan agroklimatologi alat-alat agroklimatologi
 

Viewers also liked

Evaporasi (Penguapan)
Evaporasi (Penguapan)Evaporasi (Penguapan)
Evaporasi (Penguapan)
Syahrizal Azis
 
Evaporasi
EvaporasiEvaporasi
PARAMETER KELEMBABAN
PARAMETER KELEMBABANPARAMETER KELEMBABAN
PARAMETER KELEMBABANAslam Muh
 
Evaporation (1)
Evaporation (1)Evaporation (1)
Evaporation (1)
Kasetsart University
 
SIWES INDUSTRIAL TRAINING AT FORESTRY RESEARCH INSTITUTE OF NIGERIA,JERICHO,I...
SIWES INDUSTRIAL TRAINING AT FORESTRY RESEARCH INSTITUTE OF NIGERIA,JERICHO,I...SIWES INDUSTRIAL TRAINING AT FORESTRY RESEARCH INSTITUTE OF NIGERIA,JERICHO,I...
SIWES INDUSTRIAL TRAINING AT FORESTRY RESEARCH INSTITUTE OF NIGERIA,JERICHO,I...
micobin
 
Kelembapan, densitas, viskositas, dan p h
Kelembapan, densitas, viskositas, dan p hKelembapan, densitas, viskositas, dan p h
Kelembapan, densitas, viskositas, dan p h
Ahmad Kanzu Firdaus
 
Evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi
Evaporasi, transpirasi,  evapotranspirasiEvaporasi, transpirasi,  evapotranspirasi
Evaporasi, transpirasi, evapotranspirasiJulia Maidar
 
Materi Evapotranspirasi Mata Kuliah Hidrlogi
Materi Evapotranspirasi Mata Kuliah HidrlogiMateri Evapotranspirasi Mata Kuliah Hidrlogi
Materi Evapotranspirasi Mata Kuliah Hidrlogi
Nurul Afdal Haris
 

Viewers also liked (10)

Evaporasi (Penguapan)
Evaporasi (Penguapan)Evaporasi (Penguapan)
Evaporasi (Penguapan)
 
Evaporasi
EvaporasiEvaporasi
Evaporasi
 
PARAMETER KELEMBABAN
PARAMETER KELEMBABANPARAMETER KELEMBABAN
PARAMETER KELEMBABAN
 
Evaporation (1)
Evaporation (1)Evaporation (1)
Evaporation (1)
 
SIWES INDUSTRIAL TRAINING AT FORESTRY RESEARCH INSTITUTE OF NIGERIA,JERICHO,I...
SIWES INDUSTRIAL TRAINING AT FORESTRY RESEARCH INSTITUTE OF NIGERIA,JERICHO,I...SIWES INDUSTRIAL TRAINING AT FORESTRY RESEARCH INSTITUTE OF NIGERIA,JERICHO,I...
SIWES INDUSTRIAL TRAINING AT FORESTRY RESEARCH INSTITUTE OF NIGERIA,JERICHO,I...
 
Necesidades de agua de los cultivos paisajismo
Necesidades de agua de los cultivos paisajismoNecesidades de agua de los cultivos paisajismo
Necesidades de agua de los cultivos paisajismo
 
Kelembapan, densitas, viskositas, dan p h
Kelembapan, densitas, viskositas, dan p hKelembapan, densitas, viskositas, dan p h
Kelembapan, densitas, viskositas, dan p h
 
Evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi
Evaporasi, transpirasi,  evapotranspirasiEvaporasi, transpirasi,  evapotranspirasi
Evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi
 
Materi Evapotranspirasi Mata Kuliah Hidrlogi
Materi Evapotranspirasi Mata Kuliah HidrlogiMateri Evapotranspirasi Mata Kuliah Hidrlogi
Materi Evapotranspirasi Mata Kuliah Hidrlogi
 
evapotranspiracion
evapotranspiracionevapotranspiracion
evapotranspiracion
 

Similar to analisis prinsip kerja open pan evaporimeter

Hidrologi Terapan
Hidrologi TerapanHidrologi Terapan
Hidrologi Terapan
Rendi Fahreza
 
Skrining kecelakaan kerja epidemiologi
Skrining kecelakaan kerja epidemiologiSkrining kecelakaan kerja epidemiologi
Skrining kecelakaan kerja epidemiologi
lenalda febriany
 
Validasi Penentuan Potensi Tsunami Menggunakan Aplikasi Penentuan Td, Tdur, d...
Validasi Penentuan Potensi Tsunami Menggunakan Aplikasi Penentuan Td, Tdur, d...Validasi Penentuan Potensi Tsunami Menggunakan Aplikasi Penentuan Td, Tdur, d...
Validasi Penentuan Potensi Tsunami Menggunakan Aplikasi Penentuan Td, Tdur, d...
Nisrina Ikbar
 
Yustinus krisna kusnendar lk
Yustinus krisna kusnendar lkYustinus krisna kusnendar lk
Yustinus krisna kusnendar lk
rundee87
 
Faktor faktor lingkungan kerja di lab. makalah k3 industri satria as (ulm)
Faktor faktor lingkungan kerja di lab. makalah k3 industri satria as (ulm)Faktor faktor lingkungan kerja di lab. makalah k3 industri satria as (ulm)
Faktor faktor lingkungan kerja di lab. makalah k3 industri satria as (ulm)
Satria Anugerah Suhendra
 
Word Ekotoksikologi Pusat Perbelanjaan Modern Banjarbaru
Word Ekotoksikologi Pusat Perbelanjaan Modern BanjarbaruWord Ekotoksikologi Pusat Perbelanjaan Modern Banjarbaru
Word Ekotoksikologi Pusat Perbelanjaan Modern Banjarbaru
Afwan Alkarimy
 
Laporan resmi kl
Laporan resmi klLaporan resmi kl
Laporan resmi kl
argastonmahoklory
 
Laporan Magang Proses Pengolakan PKS Rejosari (Andria)
Laporan Magang Proses Pengolakan PKS Rejosari (Andria)Laporan Magang Proses Pengolakan PKS Rejosari (Andria)
Laporan Magang Proses Pengolakan PKS Rejosari (Andria)
Andria Bin Muhayat
 
Laporan Polygon dan Thachymetri
Laporan Polygon dan ThachymetriLaporan Polygon dan Thachymetri
Laporan Polygon dan Thachymetri
lia anggraini
 
makalah.doc
makalah.docmakalah.doc
makalah.doc
RandyQawisLase
 
Tugas besar ekotoksikologi bandara
Tugas besar ekotoksikologi bandaraTugas besar ekotoksikologi bandara
Tugas besar ekotoksikologi bandara
Lambung Mangkurat University
 
Analisis sistim pelumasan
Analisis sistim pelumasanAnalisis sistim pelumasan
Analisis sistim pelumasansizy
 
Laporan kp cipta kridatama
Laporan kp cipta kridatamaLaporan kp cipta kridatama
Laporan kp cipta kridatama
Andrea Fender
 
Laporan pkl penyehatan air di pt bromo steel indonesia pasuruan
Laporan pkl penyehatan air di pt bromo steel indonesia pasuruanLaporan pkl penyehatan air di pt bromo steel indonesia pasuruan
Laporan pkl penyehatan air di pt bromo steel indonesia pasuruanToriq Pavana
 
Laporan pkl (hana desliana ;
Laporan pkl (hana desliana ;Laporan pkl (hana desliana ;
Laporan pkl (hana desliana ;
Desliana Hana
 
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROLIKA PINTU AIR BAB 1-4
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROLIKA PINTU AIR BAB 1-4LAPORAN PRAKTIKUM HIDROLIKA PINTU AIR BAB 1-4
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROLIKA PINTU AIR BAB 1-4
MOSES HADUN
 

Similar to analisis prinsip kerja open pan evaporimeter (20)

Hidrologi Terapan
Hidrologi TerapanHidrologi Terapan
Hidrologi Terapan
 
Awal
AwalAwal
Awal
 
Skrining kecelakaan kerja epidemiologi
Skrining kecelakaan kerja epidemiologiSkrining kecelakaan kerja epidemiologi
Skrining kecelakaan kerja epidemiologi
 
Validasi Penentuan Potensi Tsunami Menggunakan Aplikasi Penentuan Td, Tdur, d...
Validasi Penentuan Potensi Tsunami Menggunakan Aplikasi Penentuan Td, Tdur, d...Validasi Penentuan Potensi Tsunami Menggunakan Aplikasi Penentuan Td, Tdur, d...
Validasi Penentuan Potensi Tsunami Menggunakan Aplikasi Penentuan Td, Tdur, d...
 
Yustinus krisna kusnendar lk
Yustinus krisna kusnendar lkYustinus krisna kusnendar lk
Yustinus krisna kusnendar lk
 
Faktor faktor lingkungan kerja di lab. makalah k3 industri satria as (ulm)
Faktor faktor lingkungan kerja di lab. makalah k3 industri satria as (ulm)Faktor faktor lingkungan kerja di lab. makalah k3 industri satria as (ulm)
Faktor faktor lingkungan kerja di lab. makalah k3 industri satria as (ulm)
 
Word Ekotoksikologi Pusat Perbelanjaan Modern Banjarbaru
Word Ekotoksikologi Pusat Perbelanjaan Modern BanjarbaruWord Ekotoksikologi Pusat Perbelanjaan Modern Banjarbaru
Word Ekotoksikologi Pusat Perbelanjaan Modern Banjarbaru
 
Laporan resmi kl
Laporan resmi klLaporan resmi kl
Laporan resmi kl
 
Laporan Magang Proses Pengolakan PKS Rejosari (Andria)
Laporan Magang Proses Pengolakan PKS Rejosari (Andria)Laporan Magang Proses Pengolakan PKS Rejosari (Andria)
Laporan Magang Proses Pengolakan PKS Rejosari (Andria)
 
Laporan Polygon dan Thachymetri
Laporan Polygon dan ThachymetriLaporan Polygon dan Thachymetri
Laporan Polygon dan Thachymetri
 
146698764 konservasi-sumber-daya-perikanan
146698764 konservasi-sumber-daya-perikanan146698764 konservasi-sumber-daya-perikanan
146698764 konservasi-sumber-daya-perikanan
 
makalah.doc
makalah.docmakalah.doc
makalah.doc
 
Tugas besar ekotoksikologi bandara
Tugas besar ekotoksikologi bandaraTugas besar ekotoksikologi bandara
Tugas besar ekotoksikologi bandara
 
Cover mutiara
Cover mutiaraCover mutiara
Cover mutiara
 
Analisis sistim pelumasan
Analisis sistim pelumasanAnalisis sistim pelumasan
Analisis sistim pelumasan
 
Cover
CoverCover
Cover
 
Laporan kp cipta kridatama
Laporan kp cipta kridatamaLaporan kp cipta kridatama
Laporan kp cipta kridatama
 
Laporan pkl penyehatan air di pt bromo steel indonesia pasuruan
Laporan pkl penyehatan air di pt bromo steel indonesia pasuruanLaporan pkl penyehatan air di pt bromo steel indonesia pasuruan
Laporan pkl penyehatan air di pt bromo steel indonesia pasuruan
 
Laporan pkl (hana desliana ;
Laporan pkl (hana desliana ;Laporan pkl (hana desliana ;
Laporan pkl (hana desliana ;
 
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROLIKA PINTU AIR BAB 1-4
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROLIKA PINTU AIR BAB 1-4LAPORAN PRAKTIKUM HIDROLIKA PINTU AIR BAB 1-4
LAPORAN PRAKTIKUM HIDROLIKA PINTU AIR BAB 1-4
 

Recently uploaded

SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
athayaahzamaulana1
 
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptxMI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
almiraulimaz2521988
 
MATERI KIMIA KELAS X NANOTEKNOLOGI.pptx
MATERI KIMIA KELAS X  NANOTEKNOLOGI.pptxMATERI KIMIA KELAS X  NANOTEKNOLOGI.pptx
MATERI KIMIA KELAS X NANOTEKNOLOGI.pptx
emiliawati098
 
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
ArumNovita
 
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
nadyahermawan
 
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptxPPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
emiliawati098
 
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
ProfesorCilikGhadi
 
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
LEESOKLENGMoe
 

Recently uploaded (8)

SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
 
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptxMI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
 
MATERI KIMIA KELAS X NANOTEKNOLOGI.pptx
MATERI KIMIA KELAS X  NANOTEKNOLOGI.pptxMATERI KIMIA KELAS X  NANOTEKNOLOGI.pptx
MATERI KIMIA KELAS X NANOTEKNOLOGI.pptx
 
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
 
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
 
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptxPPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
 
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
 
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
 

analisis prinsip kerja open pan evaporimeter

  • 1. i HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL) SEMESTER VI TAHUN AKADEMIK 2012/2013 ANALISIS PRINSIP KERJA OPEN-PAN EVAPORIMETER SEBAGAI ALAT UKUR PENGUAPAN DAN PEMANFAATANNYA Oleh: Ahmad Kanzu Syauqi Firdaus (10640029) Telah disetujui dan disahkan pada tanggal ………………………. Pembimbing Fakultas Pembimbing Lapangan Irjan, M.Si Amin Mahfudi, ST NIP. 19691222 200604 1 001 NIP. 19750629 199603 1 001
  • 2. ii KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah berkat limpahan rahmat dan hidayah Allah swt. penulis dapat menyelesaikan praktik kerja lapangan (PKL) di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Karangploso Kabupaten Malang sekaligus menyelesaikan laporan PKL ini. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1) Prof. Dr. Mudjia Rahardjo, M.Si, selaku rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 2) Dr. drh. Bayyinatul Muchtaromah, M.Si, selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 3) ibu Erna Hastuti, M.Si selaku ketua jurusan fisika Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 4) bapak Irjan, M.Si dan bapak Amin Mahfudi, ST selaku pembimbing praktik kerja lapangan 5) segenap sivitas akademika jurusan fisika 6) dan semua pihak yang ikut membantu dalam menyelesaikan laporan praktik kerja lapangan ini. Laporan ini terdiri dari lima bab. Bab pertama berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab kedua berisi tinjauan pustaka yang meliputi pengertian penguapan, faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan, pengukuran penguapan, pengukuran hujan, evapotransiprasi dan menentukan evapotranspirasi. Bab ketiga berisi metode penelitian yang meliputi alat dan bahan serta langkah kerja. Bab keempat berisi hasil dan pembahasan. Bab kelima adalah penutup yang berisi simpulan dan saran. Harapan penulis laporan ini tidak hanya berhenti di karya tulis saja, akan tetapi juga dapat bermanfaat dalam hal memberikan tambahan informasi dan referensi secara luas bagi siapapun. Dan penulis menyadari bahwa tentu terdapat beberapa kekurangan dari laporan ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan agar penyusunan karya tulis berikutnya akan lebih baik lagi.
  • 3. iii Malang,, 10 Agustus 2013 Penulis
  • 4. iv DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. i KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI.......................................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................v DAFTAR TABEL.................................................................................................. vi BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1 1.1. Latar Belakang..................................................................................................1 1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................1 1.3. Batasan Masalah ...............................................................................................2 1.4. Tujuan Penelitian ..............................................................................................2 1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3 2.1. Pengertian Penguapan.......................................................................................3 2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penguapan................................................4 2.3. Pengukuran Penguapan.....................................................................................7 2.4. Pengukuran Hujan...........................................................................................16 2.5. Evapotranspirasi..............................................................................................18 2.6. Menentukan Evapotranspirasi.........................................................................19 BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................24 3.1. Alat dan Bahan................................................................................................24 3.2. Langkah Kerja.................................................................................................24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................25 4.1. Data Hasil Pengamatan...................................................................................25 4.2. Perhitungan .....................................................................................................25 4.3. Analisis Prosedur ............................................................................................25 4.4. Analisis Hasil..................................................................................................27 BAB V PENUTUP.................................................................................................30 5.1. Simpulan .........................................................................................................30 5.2. Saran................................................................................................................30 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................31
  • 5. v DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Panci penguapan kelas A...................................................................10 Gambar 2.2. Colorado Sunken Pan........................................................................10 Gambar 2.3. Floating Pan.......................................................................................11 Gambar 2.4. Panci penguapan dengan fixed point gauge......................................13 Gambar 2.5. Panci penguapan kelas A di Stasiun Klimatologi Melbourne...........15 Gambar 2.6. (a) penakar hujan Hellman, (b) ombrometer, (c) automatic rain gauge..........................................................................................16 Gambar 2.7. Siklus hidrologi .................................................................................18 Gambar 2.8. (a) lysimeter (b) neraca air ................................................................20
  • 6. vi DAFTAR TABEL Tabel 2.1.Derajat curah hujan dan intensitas curah hujan.....................................17 Tabel 2.2.Keadaan curah hujan dan intensitas curah hujan...................................17 Tabel 2.3.Faktor pertanaman empiris (k) untuk rumus Blaney-Criddle. Untuk wilayah hemisfer selatan, angka koefisien bulanan tanaman tahunan harus disesuaikann dengan waktu permulaan masa pertumbuhan.................................................................................22 Tabel 2.4.Fraksi bulanan panjang hari/penyinaran dalam satu tahun (untuk persamaan Blaney-Criddle)...................................................................23 Tabel 2.5.Hubungan P dan letak lintang (LL) untuk Indonesia: 5o s.d. 10o LS ..........................................................................................................23 Tabel 2.6.Angka koreksi (C) menurut Blany Criddle ...........................................23 Tabel 4.1.Data hasil pengukuran ...........................................................................25
  • 7. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Allah berfirman dalam surah Atthariq ayat 11 dan 12  11. Demi langit yang mengandung hujan 12. dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan Raj'i berarti kembali. hujan dinamakan Raj'i dalam ayat ini, karena hujan itu berasal dari uap yang naik dari bumi ke udara, kemudian turun ke bumi, kemudian kembali ke atas, dan dari atas kembali ke bumi dan begitulah seterusnya. Peristiwa yang diisyaratkan dalam Alquran ini tidak lain adalah yang biasa dikenal dengan siklus hidrologi yang tentunya penting untuk dipahami. Penguapan merupakan unsur hidrologi yang sangat penting dalam proses hidrologi. Akan tetapi tidak semua analisis dalam hidrologi memasukkan variabel penguapan sebagai bagian yang penting. Besarnya penguapan pada analisis hidrologi untuk pengendalian banjir dari tampungan air di alur sungai umumnya diabaikan. Penguapan diperhitungkan pada analisis hidrologi perencanaan ketersediaan air, perencanaan irigasi, neraca air (water balance) waduk, dan pengelolaan lahan (field management) (Harto, 1993: 80). BMKG Karangploso menggunakan panci penguapan kelas A sebagai alat ukur penguapan. Panci penguapan kelas A juga digunakan di semua BMKG di Indonesia. Tentu terdapat beberapa alasan digunakannya panci penguapan kelas A sebagai alat ukur penguapan. Untuk itu penelitian ini mencoba menganalisis pengukuran penguapan dari sisi prinsip kerjanya. 1.2. Rumusan Masalah 1) Bagaimanakah prinsip kerja dari panci penguapan kelas A? 2) Apa saja manfaat dari pengukuran penguapan?
  • 8. 2 1.3. Batasan Masalah 1) Penelitian ini dititikberatkan pada analisis prinsip kerja dari panci penguapan kelas A dan penggunaannya. Pembahasan diluar prinsip kerja merupakan kajian pendukung dan bahasan mengenai manfaat dari pengukuran penguapan menggunakan panci penguapan kelas A. 2) Kegiatan pengamatan dan pengambilan data penguapan yang dilakukan adalah untuk mempraktikkan proses pengukuran penguapan dan sebagai tinjauan praktis sebagai penambah analisis prinsip kerja panci penguapan kelas A. 1.4. Tujuan Penelitian 1) Memahami prinsip kerja panci penguapan kelas A 2) Mengetahui manfaat dari pengukuran penguapan menggunakan panci penguapan kelas A 1.5. Manfaat Penelitian 1) Manfaat umum yaitu memberikan informasi tambahan mengenai penguapan, pengukurannya, dan dampaknya terhadap kehidupan. 2) Manfaat bagi peneliti yaitu menambah wawasan dan penerapan keilmuan mengenai penguapan dan prinsip kerja dari alat pengukur penguapan. 3) Manfaat bagi instansi yaitu sebagai informasi tambahan mengenai pengukuran penguapan menggunakan panci penguapan kelas A.
  • 9. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penguapan Peristiwa air atau es menjadi uap dan naik ke udara disebut penguapan dan berlangsung tidak berhenti-henti dari permukaan air, permukaan tanah, padang rumput, persawahan, hutan dan lain-lain. Penguapan ini terjadi pada setiap keadaan suhu, sampai udara di atas permukaan menjadi jenuh dengan uap (Mori, 2006: 11). Evaporasi adalah penguapan air dari permukaan air, tanah, dan berbentuk permukaan bukan vegetasi lainnya oleh proses fisika. Dua unsur utama untuk berlangsungnya evaporasi adalah energi (radiasi) matahari dan ketersediaan air (Asdak, 2007: 101). Sebagian radiasi gelombang pendek (shortwave radiation) matahari akan dirubah menjadi energi panas di dalam tanaman, air, dan tanah. Panas yang dipakai untuk menghangatkan partikel-partikel di udara dan tanpa mengubah bentuk partikel tersebut dinamakan panas-tampak (sensible heat). Sebagian dari energi matahari akan diubah menjadi tenaga mekanik. Tenaga mekanik ini akan menyebabkan perputaran udara dan uap air di atas permukaan tanah sehingga udara di atas permukaan tanah jenuh (Asdak, 2007: 101). Ketersediaan air yang dimaksud melibatkan tidak saja jumlah air yang ada, tapi juga persediaan air yang siap untuk terjadinya evaporasi. Permukaan bidang evaporasi yang kasar akan memberikan laju evaporasi yang lebih tinggi daripada bidang permukaan rata karena pada bidang permukaan yang lebih kasar besarnya turbulen meningkat (Asdak, 2007: 101 – 102). Penguapan merupakan unsur hidrologi yang sangat penting dalam keseluruhan proses hidrologi. Meskipun dalam beberapa analisis untuk kepentingan tertentu seperti analisis banjir, hal ini tidak merupakan unsur yang dominan, akan tetapi untuk kepentingan lain seperti untuk analisis irigasi, analisis bendungan, penguapan memegang peranan yang penting (Harto, 1993: 80).
  • 10. 4 Penguapan (evaporation) adalah proses perubahan dari molekul air dalam bentuk cair ke dalam bentuk gas. Tentu pada saat yang sama akan terjadi pula perubahan molekul air dari gas ke zat cair, dalam hal ini disebut pengembunan (condensation). Sehingga sebenarnya laju penguapan adalah laju neto, yaitu perbedaan antara laju evaporasi dikurangi dengan laju kondensasi. Penguapan hanya terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan uap air antara permukaan dan udara di atasnya. Dapat dimengerti bila kelembapan udara mencapai 100%, maka penguapan akan terhenti (Harto, 1993: 80). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penguapan adalah proses perubahan dari molekul air dari bentuk es atau cair menjadi gas yang terjadi akibat perbedaan tekanan uap air antara permukaan dan udara di atasnya. Perbedaan tekanan uap air ini dipengaruhi oleh radiasi matahari, ketersediaan air, suhu, kelembapan, tekanan atmosfer, dan kecepatan angin. 2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penguapan Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap laju penguapan (Harto, 1993: 80). 1) Temperatur. Untuk menguapkan 1 g air, diperlukan kurang lebih 540 kalori pada temperatur 100o C. panas tersebut dapat bersumber dari radiasi matahari, panas yang tersedia di atmosfer (sensible heat), maupun dari dalam tanah, atau massa air itu sendiri. 2) Angin. Disebutkan sebelumnya, bila udara di atas permukaan telah jenuh, maka penguapan akan terhenti sama sekali. Angin berfungsi memindahkan lapisan udara jenuh tersebut dan menggantikannya dengan lapisan udara lain, sehingga penguapan dapat berjalan terus. 3) Kualitas air. Salinitas air menyebabkan menurunnya laju penguapan, sebanding dengan kadar salinitas air tersebut. Air laut dengan kandungan garam 2-3% mempunyai laju penguapan yang juga 2-3% lebih rendah dibandingkan degan air tawar. Faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan antara lain (Asdak, 2007: 102 – 104):
  • 11. 5 1) Panas diperlukan untuk berlangsungnya perubahan bentuk dari zat cair ke gas dan secara alamiah matahari menjadi sumber energi panas. Energi panas-tak tampak (latent heat) pada proses evaporasi datang sebagai energi panas gelombang pendek (shortwave radiation) dan energi panas gelombang panjang (longwave radiation). Energi panas gelombang pendek merupakan sumber energi panas terbesar dan akan mempengaruhi besarnya air yang dapat diuapkan dari permukaan bumi sesuai dengan ketinggian tempat dan musim yang berlangsung. Sedang energi panas gelombang panjang adalah panas yang dilepaskan oleh permukaan bumi ke udara dan bersifat menambah panas yang telah dihasilkan oleh energi panas gelombang pendek. 2) Suhu udara, permukaan bidang penguapan (air, vegetasi, dan tanah), dan energi panas yang berasal dari matahari adalah faktor-faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam menghitung besarnya evaporasi. Makin tinggi suhu udara di atas permukaan bidang penguapan, makin mudah terjadi perubahan bentuk dari zat cair menjadi gas. Dengan demikian, laju evaporasi menjadi lebih besar di daerah tropik daripada daerah beriklim sedang. Perbedaan laju evaporasi yang sama juga dijumpai di daerah tropik pada musim kering dan musim basah. 3) Kapasitas kadar air dalam udara juga dipengaruhi secara langsung oleh tinggi rendahnya suhu di suatu tempat tersebut. Besarnya kadar air dalam udara di suatu tempat ditentukan tekanan uap air, ea, (vapour pressure) yang ada di tempat tersebut. Proses evaporasi tergantung pada defisit tekanan uap air jenuh. Dvp, (saturated vapour pressure deflict) di udara atau jumlah uap air yang dapat diserap oleh udara sebelum udara tersebut menjadi jenuh. Defisit tekanan uap air jenuh adalah beda keadaan antara tekanan uap air jenuh pada permukaan bidang penguapan (tajuk vegetasi) dan tekanan uap air nyata di udara. Dengan demikian, evaporasi lebih banyak terjadi di daerah pedalaman di mana kondisi udara cenderung lebih kering daripada daerah pantai yang lebih lembap akibat penguapan air dari permukaan laut.
  • 12. 6 4) Ketika proses penguapan berlangsung, udara di atas permukaan bidang penguapan secara bertahap menjadi lebih lembap, sampai pada tahap ketika udara menjadi jenuh dan tidak mampu menampung uap air lagi. Pada tahap ini, udara jenuh di atas permukaan bidang penguapan tersebut akan berpindah ke tempat lain akibat beda tekanan dan kerapatan udara, dan dengan demikian, proses penguapan air dari bidang penguapan tersebut akan berlangsung terus-menerus. Hal ini terjadi karena adanya pergantian udara lembap oleh udara yang lebih kering atau gerakan massa udara dari tempat dengan tekanan udara lebih tinggi ke tempat dengan tekanan udara lebih rendah. Proses perpindahan massa udara seperti itu disebut proses adveksi. Dalam hal ini, peranan kecepatan angin di atas permukaan bidang penguapan merupakan faktor yang penting untuk terjadinya evaporasi. Penguapan air daerah lapang seharusnya lebih besar dibandingkan daerah dengan banyak naungan karena pada keadaan yang pertama perpindahan udara menjadi lebih bebas. 5) Sifat alamiah bidang permukaan penguapan akan mempengaruhi proses evaporasi melalui perubahan pola perilaku angin. Pada bidang permukaan yang kasar atau tidak beraturan, kecepatan angin akan berkurang oleh adanya proses gesekan. Tapi, pada tingkat tertentu, permukaan bidang penguapan yang kasar juga dapat menimbulkan gerakan angin berputar (turbulen) yang dapat memperbesar evaporasi. Pada bidang permukaan air yang luas, angin kencang juga dapat menimbulkan gelombang air besar dan dapat mempercepat terjadinya evaporasi. Hubungan antara penguapan dan kelembapan (humadity) dapat diperkirakan dengan rumus eksperimental Mitscherlich (Mori, 2006: 11) D = (12.3 ± 0.1) V..................................................................................(2.1) Di mana V adalah jumlah penguapan dalam 24 jam (mm). D adalah selisih kejenuhan (saturation difference) = selisih berat antara jumlah uap yang jenuh dalam satuan isi (g) dengan jumlah uap pada saat itu (g).
  • 13. 7 Hubungan antara kecepatan penguapan dan kecepatan angin dapat digunakan rumus Trabert yang menyatakan bahwa kecepatan penguapan adalah berbanding lurus dengan akar dari kecepatan angin (Mori, 2006: 11) = (1 + )√ ( − )...................................................................(2.2) Di mana V adalah kecepatan penguapan (jumlah yang menguap dalam satuan waktu). C merupakan sebuah tetapan yang ditentukan oleh alat ukur penguapan di tempat yang disinari matahari atau tempat yang ternaung (0.237 dalam sangkar meteorologi). α merupakan koefisien pengembangan volume yakni 1/271. t adalah suhu (o C). v adalah kecepatan angin (mm/detik). Pw adalah tekanan maksimum uap di permukaan air pada suhu to C (mb). P adalah tekanan uap pada saat pengamatan pada suhu to C. Besar kecilnya penguapan ditentukan oleh faktor suhu udara, kecepatan angin, kualitas air, energi panas matahari, kelembapan, dan bidang permukaan. Suhu udara, kecepatan angin, dan berkorelasi positif terhadap laju penguapan. Kelembapan udara berkorelasi negatif terhadap laju penguapan. Pengaruh dari kualitas air terhadap laju penguapan adalah menurunkan laju penguapan sebesar persentase dari salinitas tersebut. Pada bidang permukaan yang kasar penguapan cenderung lebih tinggi akibat turbulensi angin. 2.3. Pengukuran Penguapan Pengukuran evaporasi dari permukaan badan air dilakukan dengan cara membandingkan jumlah air yang diukur antara dua waktu yang berbeda. Bila saat dilakukan pengukuran turun hujan, maka jumlah curah hujan pada saat tersebut juga perlu dipertimbangkan. Dalam praktiknya, analisis neraca air (water budget analysis) dapat dilakukan untuk mengukur besarnya Eo (Asdak, 2007: 104). Evaporasi dari suatu waduk atau danau dalam waktu yang berurutan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan matematik sebagai berikut ini (Asdak, 2007: 105): = − − ∆ ....................................................................................(2.3)
  • 14. 8 I = masukan air ke waduk di tambah curah hujan yang langsung jatuh pada permukaan waduk, O = air keluaran dari waduk ditambah bocoran air dalam tanah (seepage), dan S = perubahan kapasitas tampung waduk. Evaporasi permukaan air terbuka (Eo) adalah penguapan permukaan air bebas tumbuhan. Pada permukaan air yang tenang tidak bergelombang, laju penguapan akan tergantung pada suhu dan tekanan uap air di atas permukaan air. Suhu air menentukan tekanan uap air pada permukaan air, dan laju evaporasi sebanding dengan perbedaan tekanan uap air antara permukaan air dan udara di atasnya. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi Eo, tiga di antaranya menjadi faktor utama. Mereka adalah kecepatan angin (u) di atas permukaan air, tekanan uap air pada permukaan air (eo) yang merupakan fungsi dari suhu, dan tekanan uap air di atas permukaan air (ea). Ketiga faktor ini tergabung dalam persamaan matematik untuk mengukur besarnya Eo (Asdak, 2007: 105). = ( − ) ....................................................................................(2.4) C adalah angka tetapan dan besarnya dapat dihitung melalui persamaan: = (0,44 + 0,073 )(1,465 − 0,00073 ) ..........................................(2.5) u = kecepatan angin rata-rata (km/jam) diukur pada ketinggian 0.5 m di atas permukaan tanah, p = tekanan atmosfer (mmHg). Dalam hal ini waduk, nilai Eo dikalikan angka tetapan 0.77. Kolam dengan ukuran kecil mempunyai angka C: = 15 + 0.9 .......................................................................................(2.6) Sedang untuk danau dan waduk kecil, besarnya angka C menjadi = 11 + 0,68 .....................................................................................(2.7) u = kecepatan angin rata-rata (km/jam) dan nilai ea dalam hal ini diukur pada ketinggian 7,6 m di atas permukaan tanah. Untuk mengukur/memperkirakan besarnya penguapan dari muka air bebas, pada dasarnya dapat digunakan sebarang bejana. Dalam praktik dikenal beebrapa panci penguapan (evaporation pan) yang telah banyak digunakan, di antaranya (Harto, 1993: 82): 1) panci penguapan kelas A (class A evaporation pan) 2) panci penguapan tertanam (sunken evaporation pan) 3) panci penguapan terapung (floating evaporation pan)
  • 15. 9 Panci penguapan kelas A merupakan alat yang paling banyak digunakan dan telah direkomendasikan oleh WMO (World Meteorological Organisation) dan IASH (International Association of Scientific Hydrology) sebagai panci referensi. Alat tersebut terdiri dari panci penguapan logam bergaris tengah 121.9 cm, tinggi 25.4 cm dilengkapi dengan ‘hook gauge’ untuk mengukur permukaan air. Selain itu, masih dilengkapi dengan termometer apung (floating thermometer), dan pengukur kecepatan angin (anemometer) (Harto, 1993: 82). Pengukuran dengan panci penguapan dapat dilakukan dengan membaca perbedaan muka air sebelum dan sesudah ditambah dengan cara sebagai berikut (Harto, 1993: 83): 1) Semua besaran yang terekam oleh alat-alat pendamping perlu dicatat, sebagai kondisi setempat. 2) Muka air dalam panci diukur dengan ‘hook gauge’ atau dengan pelampung. 3) Penguapan harian merupakan perbedaan pembacaan tinggi muka air dalam panci pada hari berikutnya, dan bila terjadi hujan perlu diadakan koreksi. Besar penguapan yang diperoleh dengan panci penguapan jenis ini selalu lebih besar daripada yang sebenarnya. Hal tersebut terjadi karena beberapa hal, antara lain (Harto, 1993: 83): 1) luas permukaan yang sempit, tidak terdapat gelombang di permukaan, serta turbulensi udara di permukaan lebih kecil, 2) kemampuan massa air untuk menyimpan panas (heat storage capacity) berbeda antara panci penguapan dan danau, atau massa air yang lebih besar. 3) terjadinya pertukaran panas (heat exchange) antara panci dengan tanah, air dan udara sekitarnya. Oleh sebab itu, hasil pengukuran dengan panci ini masih perlu dikoreksi dengan koefisien panci (pan coefficient). Untuk jenis panci ini, koefisiennya sebesar antara 0.65 – 0.85 (Harto, 1993: 83).
  • 16. Berdasarkan kenyataan perbedaan hasil pengukuran tersebut, maka diupayakan rancangan panci pe heat dalam tanah di sekitar badan air yang menguap tersebut. Alat ini dikenal dengan Colorado Sunken Pan tidak lebih baik. Panci ini memerlukan koefisien panci 1993: 83). Upaya lain adalah membuat dengan panci lain, bedanya panci ini dipasang di atas pelampung dan diapungkan di atas badan air yang luas s perlengkapan tambahan berupa kisi Gambar 2.1. Panci penguapan kelas A Berdasarkan kenyataan perbedaan hasil pengukuran tersebut, maka diupayakan rancangan panci penguapan lain dengan memasukkan pengaruh dalam tanah di sekitar badan air yang menguap tersebut. Alat ini dikenal Colorado Sunken Pan. Namun dengan panci ini hasil yang diperoleh juga . Panci ini memerlukan koefisien panci sebesar 0,75 Gambar 2.2. Colorado Sunken Pan Upaya lain adalah membuat Floating Pan. Secara fisik rancangannya sama dengan panci lain, bedanya panci ini dipasang di atas pelampung dan diapungkan di atas badan air yang luas seperti danau dan rawa. Panci ini perlengkapan tambahan berupa kisi-kisi untuk mencegah splashing 10 Berdasarkan kenyataan perbedaan hasil pengukuran tersebut, maka dengan memasukkan pengaruh latent dalam tanah di sekitar badan air yang menguap tersebut. Alat ini dikenal Namun dengan panci ini hasil yang diperoleh juga sebesar 0,75 – 0,86 (Harto, . Secara fisik rancangannya sama dengan panci lain, bedanya panci ini dipasang di atas pelampung dan diapungkan eperti danau dan rawa. Panci ini memerlukan splashing air ke dalam
  • 17. panci. Konstruksi dan biayanya mahal, namun hasil pengukurannya juga tidak lebih baik dan memerlukan koefisien panci sebesar 0,85 Panci penguapan kelas A cm dan dalam 20 cm. tetapi atasnya (mulutnya) tajam seperti pisau. Panci ini diisi dengan air jernih sedalam 20 mm (628 cm pengukur. Dan dibiarkan selama 1 hari. Pengukuran d dan selisihnya menunjukkan banyaknya penguapan yang terjadi Banyaknya evaporasi = air yang dituangkan + curah hujan (jika ada) yang sisa keesokan harinya : luas (314 cm Satuan evaporasi adalah mm/hari. Untuk pemeliharaan panci yang besar, harus diperhatikan hal berikut (Mori, 2006: 59) 1) Debu dan minyak yang mengambang di permukaan a dengan saringan 2) Jika silinder gela gelas itu harus dibersihkan. 3) Panci itu harus kad menghindarkan pengendapan debu. panci. Konstruksi dan biayanya mahal, namun hasil pengukurannya juga tidak dan memerlukan koefisien panci sebesar 0,85 (Harto, 1993: 83). Gambar 2.3. Floating Pan penguapan kelas A terbuat dari pelat tembaga dengan diameter 20 cm dan dalam 20 cm. tetapi atasnya (mulutnya) tajam seperti pisau. Panci ini diisi dengan air jernih sedalam 20 mm (628 cm3 ) yang diukur dengan pengukur. Dan dibiarkan selama 1 hari. Pengukuran diadakan keesokan harinya dan selisihnya menunjukkan banyaknya penguapan yang terjadi (Mori, 2006: 58) Banyaknya evaporasi = air yang dituangkan + curah hujan (jika ada) harinya : luas (314 cm2 ). Satuan evaporasi adalah mm/hari. Untuk pemeliharaan panci yang besar, harus diperhatikan hal (Mori, 2006: 59): Debu dan minyak yang mengambang di permukaan air harus dibuang dengan saringan. inder gelas itu telah kotor atau telah tertutup dengan kotoran, maka gelas itu harus dibersihkan. Panci itu harus kadang-kadang dibersihkan (diganti airnya) untuk menghindarkan pengendapan debu. 11 panci. Konstruksi dan biayanya mahal, namun hasil pengukurannya juga tidak o, 1993: 83). terbuat dari pelat tembaga dengan diameter 20 cm dan dalam 20 cm. tetapi atasnya (mulutnya) tajam seperti pisau. Panci ini diisi ang diukur dengan silinder iadakan keesokan harinya (Mori, 2006: 58). Banyaknya evaporasi = air yang dituangkan + curah hujan (jika ada) – air Untuk pemeliharaan panci yang besar, harus diperhatikan hal-hal sebagai ir harus dibuang s itu telah kotor atau telah tertutup dengan kotoran, maka kadang dibersihkan (diganti airnya) untuk
  • 18. 12 4) Posisi alat ukur muka air tidak boleh dirubah jika tidak perlu. Jika dirubah/dipindahkan karena pembersihan panci, maka garis dasar (datum line) dan permukaan air harus diukur kembali. 5) Jika diperkirakan akan terjadi curah hujan yang banyak, maka sebelumnya air dalam panci itu harus dibuang secukupnya supaya tidak terjadi peluapan yang tidak memungkinkan untuk diadakan pengukuran. 6) Pemeliharaan-pemeliharaan ini harus dilakukan segera setelah diadakan pengukuran. Jika pemeliharaan itu diadakan pada sesuatu ketika, maka dalamnya air sebelum dan sesudah pemeliharaan harus diukur. Pengamatan banyaknya evaporasi harus dibaca pada alat pengukur permukaan air. Untuk maksud ini, maka alat itu diputar arah ke kiri. Jika jarum penunjuknya telah mencapai permukaan air, maka pembacaan dilakukan. Pembacaan dapat dilakukan sampai satuan 1/100 mm. Sesudah pembacaan, maka jarum penunjuk itu dinaikkan (Mori, 2006: 59). Kemudian suhu air diukur. Termometer itu digerakkan perlahan-lahan seperti mengaduk air lalu diadakan pembacaan-pembacaan suhu air kira-kira pada pertengahan kedalaman air. Harga yang didapat itu kemudian dicatat sesudah dikalibrasikan terhadap harga 4o C (Mori, 2006: 59). Umumnya banyaknya evaporasi dari panci evaporasi yang kecil adalah lebih besar dari evaporasi panci yang besar. Hubungan antara banyaknya evaporasi dalam setahun dari permukaan air yang luas dengan evaporasi dari panci evaporasi telah diselidiki. Hubungan itu disebut koefisien panci. Untuk panci evaporasi dengan diameter 1,20 m koefisien itu adalah rata-rata 0,70. Mengingat harga yang didapat dari panci evaporasi itu dianggap telah mewakili daerah yang bersangkutan, maka letak panci evaporasi itu harus disesuaikan dengan kondisi permukaan tanah sekelilingnya seperti persawahan, perladangan, padang rumput, dan sebagainya. Biasanya panci evaporasi itu harus dipasang bersama-sama dengan alat ukur hujan, karena diperlukan untuk perhitungan evaporasi. Lebih baik panci evaporasi itu dipasang bersama alat-alat ukur faktor-
  • 19. faktor yang sangat berhubungan dengan evaporasi seperti kecepatan angin, sinar matahari, suhu udara, kele Pengukuran tinggi permukaan dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan paku pembatas tinggi permukaan (fixed point gauge menggunakan batang mikrometer (hook gauge tabung dipasang tegak lurus sebuah paku berujung sangat runcing. Tinggi paku 20 cm sebagai pembatas permukaan air pada permulaan dan akhir suatu periode pengukuran. Pada jam pengamatan setiap hari (misalnya pukul 07.30) dilakukan penambahan atau pengurangan air panci. ditakar dengan teliti menggunakan gelas ukur dan jumlahnya dicatat. Untuk penci kelas A dengan ukuran baku seperti telah dijelaskan volume 1000 ml setara dengan nilai tinggi 0,875 mm Gambar 2.4. Panci penguapan dengan Keuntungan penggunaan paku pembatas permukaan air adalah bahwa penguapan senantiasa berlangsung pada permulaan tinggi permukaan yang sama ialah 20 cm, juga pada volume yang sama. Kelemahannya adalah kur karena penakaran dengan gelas ukur sering memakan waktu terutama di saat turun hujan lebat (Nawawi, 2001: 13) Cara kedua dengan menggunakan batang pengukur berskala (mikrometer) yang teliti serta dapat digese gauge” ini terletak menggantung di tabung perendam. Sebagai indeks tinggi permukaan air adalah ujung batang yang dibuat tajam. Skala yang tertera mampu faktor yang sangat berhubungan dengan evaporasi seperti kecepatan angin, sinar matahari, suhu udara, kelembapan udara, dan lain-lain (Mori, 2006: 59) Pengukuran tinggi permukaan dilakukan dengan dua cara, yaitu aku pembatas tinggi permukaan (fixed point gauge n batang mikrometer (hook gauge). Pada cara pertama, ditengah ng tegak lurus sebuah paku berujung sangat runcing. Tinggi paku 20 cm sebagai pembatas permukaan air pada permulaan dan akhir suatu periode pengukuran. Pada jam pengamatan setiap hari (misalnya pukul 07.30) dilakukan penambahan atau pengurangan air panci. Jumlah air penambah atau pengurang ditakar dengan teliti menggunakan gelas ukur dan jumlahnya dicatat. Untuk penci kelas A dengan ukuran baku seperti telah dijelaskan volume 1000 ml setara dengan nilai tinggi 0,875 mm (Nawawi, 2001: 13). Gambar 2.4. Panci penguapan dengan fixed point gauge Keuntungan penggunaan paku pembatas permukaan air adalah bahwa penguapan senantiasa berlangsung pada permulaan tinggi permukaan yang sama ialah 20 cm, juga pada volume yang sama. Kelemahannya adalah kur karena penakaran dengan gelas ukur sering memakan waktu terutama di saat turun , 2001: 13). Cara kedua dengan menggunakan batang pengukur berskala (mikrometer) yang teliti serta dapat digeser turun atau naik dengan memutar se gauge” ini terletak menggantung di tabung perendam. Sebagai indeks tinggi permukaan air adalah ujung batang yang dibuat tajam. Skala yang tertera mampu 13 faktor yang sangat berhubungan dengan evaporasi seperti kecepatan angin, sinar (Mori, 2006: 59). Pengukuran tinggi permukaan dilakukan dengan dua cara, yaitu aku pembatas tinggi permukaan (fixed point gauge), ). Pada cara pertama, ditengah ng tegak lurus sebuah paku berujung sangat runcing. Tinggi paku 20 cm sebagai pembatas permukaan air pada permulaan dan akhir suatu periode pengukuran. Pada jam pengamatan setiap hari (misalnya pukul 07.30) dilakukan Jumlah air penambah atau pengurang ditakar dengan teliti menggunakan gelas ukur dan jumlahnya dicatat. Untuk penci kelas A dengan ukuran baku seperti telah dijelaskan volume 1000 ml setara fixed point gauge Keuntungan penggunaan paku pembatas permukaan air adalah bahwa penguapan senantiasa berlangsung pada permulaan tinggi permukaan yang sama ialah 20 cm, juga pada volume yang sama. Kelemahannya adalah kurang praktis karena penakaran dengan gelas ukur sering memakan waktu terutama di saat turun Cara kedua dengan menggunakan batang pengukur berskala (mikrometer) r sekrupnya. “Hook gauge” ini terletak menggantung di tabung perendam. Sebagai indeks tinggi permukaan air adalah ujung batang yang dibuat tajam. Skala yang tertera mampu
  • 20. 14 menunjukkan perubahan tinggi permukaan sampai sepersepuluh millimeter. Nilai evaporasi diketahui dari selisih tinggi permukaan dari dua kali pengukuran setelah nilai curah hujan diperhitungkan. Setelah diukur panci harus ditambah air sehingga permukaan tidak turun melewati batas 2,5 cm (Nawawi, 2001: 14). Perhitungan penguapan (E0) berdasarkan ketinggian air terhadap paku, yaitu ketinggian pengukuran awal P0 dan ketinggian pengukuran akhir P1, dibagi menjadi empat cara, yaitu (Nawawi, 2001: 13) 1) Apabila tidak terjadi hujan, maka E0 = (P0 - P1) mm...................................................................................(2.8) 2) Apabila terjadi hujan X mm, dan P0 > P1, maka E0 = (P0 - P1) + X mm.............................................................................(2.9) 3) Apabila terjadi hujan Y mm, dan P0 = P1, maka E0 = Y mm............................................................................................(2.10) 4) Apabila terjadi hujan Z mm, dan P0 < P1, maka E0 = Z – (P1 –P0) mm ..........................................................................(2.11) Keuntungan penggunaan “Hook gauge” yakni pengukuran lebih cepat dan mudah. Kelemahannya apabila pengamat tidak mengembalikan tinggi permukaan air dengan cermat sesuai dengan ketentuannya, maka proses penguapan berlangsung pada volume air yang tidak tetap. Kelemahan Panci Kelas A terutama bila terganggu hujan lebat. Pertama, selama hujan berlangsung permukaan air di dalam panci semakin naik sehingga percikan air keluar panci mudah terjadi, sehingga mengganggu pengukuran. Kedua, bila hujan sangat lebat (melebihi 50 cm) terjadilah luapan air panci sehingga pengukuran E0 tidak dapat dilaksanakan (Nawawi, 2001: 14). Cara mengatasinya apabila terjadi hal yang demikian adalah dengan membuat saluran untuk mengalirkan kelebihan air hujan serta bejana penampungnya. Celah penyalur sebaiknya dibuat pada ketinggian 20 cm dari dasar panci. Bejana penampung harus cukup besar, tertutup pada bagian atasnya, serta diletakkan lebih rendah dari panci. Letak bejana tidak boleh menghalangi panci dari tiupan angin. Dalam hal ini dapat ditempatkan di bawah permukaan
  • 21. tanah. Kapasitas bejana henda maksimum sehari ditempat tersebut Penggunaan panci penguapan kelas A terbatas pada hujan > 30mm (203mm pengukur hujan) kecuali lebih dari sekali per 24 jam. Analisis curah hujan harian dan pembacaan penguapan di daerah dengan peristiwa bahwa hampir tanpa gagal, pada hari Kesalahan yang paling umum dan jelas (203 mm curah hujan) di mana akan meluap (Bosman, 1987: 307 Perbandingan penguapan yang sebenarnya terhadap penguapan terukur sangat bervariasi, tergantung pada danau Eucumbene di gunung salju Australia nilai rata panas dan 1,8 pada musim dingin. danau di Australia berubah dari 0,63 menjadi 0,94, sehingga tid memprediksi E0 secara akurat dari E digunakan sebagai cirikhas dari panci kelas A Panci penguapan kelas A di Stasiun Klimatologi Melbourne di dengan jala untuk menghalang akan dapat menyebabkan 1997: 85). Gambar 2.5. Panci penguapan kelas A di tanah. Kapasitas bejana hendaknya disesuaikan dengan kemungkinan curah hujan maksimum sehari ditempat tersebut (Nawawi, 2001: 14). Penggunaan panci penguapan kelas A terbatas pada hari-hari dengan curah 30mm (203mm pengukur hujan) kecuali sebelum pengukuran dikurangi i sekali per 24 jam. Analisis curah hujan harian dan pembacaan penguapan di daerah dengan peristiwa yang biasanya hujan deras menunjukkan bahwa hampir tanpa gagal, pada hari-hari dengan curah hujan lebih dari 30 ang paling umum dan jelas adalah pada curah hujan harian mm curah hujan) di mana air dalam panci penguapan kelas A (Bosman, 1987: 307 – 323). Perbandingan penguapan yang sebenarnya terhadap penguapan terukur sangat bervariasi, tergantung pada cuaca dan musim. Seperti pengukuran pada di gunung salju Australia nilai rata-ratanya 0,6 pada musim panas dan 1,8 pada musim dingin. Nilai rata-rata buku tahunan untuk delapan berubah dari 0,63 menjadi 0,94, sehingga tidak mungkin untuk secara akurat dari Ep. Walaupun demikian, koefisien digunakan sebagai cirikhas dari panci kelas A (Linacre, 1997: 86). Panci penguapan kelas A di Stasiun Klimatologi Melbourne di dengan jala untuk menghalangi burung yang meminum atau tercebur di air yang akan dapat menyebabkan penurunan ketinggian air selama penguapan (Linacre, . . Panci penguapan kelas A di Stasiun Klimatologi Melbourne 15 knya disesuaikan dengan kemungkinan curah hujan hari dengan curah sebelum pengukuran dikurangi i sekali per 24 jam. Analisis curah hujan harian dan pembacaan hujan deras menunjukkan hari dengan curah hujan lebih dari 30 mm. curah hujan harian > 55 mm air dalam panci penguapan kelas A kemungkinan Perbandingan penguapan yang sebenarnya terhadap penguapan terukur cuaca dan musim. Seperti pengukuran pada ratanya 0,6 pada musim rata buku tahunan untuk delapan ak mungkin untuk . Walaupun demikian, koefisien 0,7 sering . Panci penguapan kelas A di Stasiun Klimatologi Melbourne dikover yang meminum atau tercebur di air yang penurunan ketinggian air selama penguapan (Linacre, Stasiun Klimatologi Melbourne
  • 22. 16 2.4. Pengukuran Hujan Pengukuran hujan dapat dilakukan dengan alat pengukur hujan (raingauge). Dalam pemakaian terdapat dua jenis alat ukur hujan, yaitu (Harto, 1993: 49): 1) Penakar hujan biasa (manual raingauge) 2) Penakar hujan otomatik (automatic raingauge) Penakar hujan biasa, merupakan alat ukur yang paling banyak digunakan, yang terdiri dari corong dan bejana. Ukuran diameter dan tinggi corong berbeda- beda untuk setiap negara yang berbeda sehingga hasilnya tidak dapat diperbandingkan. Dalam hal ini dalam satu negara harus digunakan alat dan aturan pemasangan yang seragam. Di Indonesia digunakan tinggi 120 cm dari muka tanah, sedangkan luas corong adalah 200 cm2 . Jumlah air hujan yang terukur diukur dengan bilah ukur (graduated stick) (Harto, 1993: 49). (a) (b) (c) Gambar 2.6. (a) penakar hujan Hellman, (b) ombrometer, (c) automatic rain gauge Hasil pencatatan yang diperoleh dengan cara ini adalah kedalaman hujan yang terjadi dalam 24 jam. Dalam analisis hidrologi, diketahui bahwa hujan dengan kedalaman yang sama akan tetapi mempunyai agihan jam-jaman yang berbeda, akan memberikan hasil alihragam debit yang sangat berbeda. Oleh sebab itu, amaka agihan jam-jaman yang terjadi sangat diperlukan. Hal tersebut hanya dapat diperoleh apabila dilakukan pengukuran dengan alat ukur hujan otomatik (rainfall recorder), yang mampu merekam setiap kejadian selama jangka waktu tertentu (Harto, 1993: 49).
  • 23. 17 Derajat hujan biasanya dinyatakan oleh jumlah curah hujan dalam suatu satuan waktu dan disebut intensitas curah hujan. Biasanya satuan yang digunakan adalah mm/jam. Jadi intensitas curah hujan berarti jumlah presipitasi/curah hujan dalam waktu relatif singkat (biasanya dalam waktu 2 jam). Intensitas curah hujan ini dapat diperoleh/dibaca dari kemiringan kurva (tangens kurva) yang dicatat oleh alat ukur curah hujan otomatis (Mori, 2006: 7). Curah hujan tidak bertambah sebanding dengan waktu. Jika waktu itu ditentukan lebih lama, maka penambahan curah hujan itu adalah lebih kecil dibandingkan dengan penambahan waktu, karena kadang-kadang curah hujan itu berkurang ataupun berhenti (Mori, 2006: 7). Tabel 2.1. Derajat curah hujan dan intensitas curah hujan Derajat Hujan Intensitas Curah Hujan (mm/min) Kondisi Hujan sangat lemah Hujan lemah Hujan normal Hujan deras Hujan sangat deras < 0.02 0.02 – 0.05 0.05 – 0.25 0.25 – 1 > 1 Tanah agak basah atau dibasahi sedikit Tanah menjadi basah semuanya, tetapi sulit membuat puddel Dapat dibuat puddel dan bunyi curah hujan terdengar Air tergenang di seluruh permukaan tanah dan bunyi keras hujan terdengar dari genangan Hujan seperti ditumpahkan, saluran dan drainase meluap. Tabel 2.2. Keadaan curah hujan dan intensitas curah hujan Keadaan curah hujan Intensitas curah hujan (mm) 1 jam 24 jam Hujan sangat ringan Hujan ringan Hujan normal Hujan lebat Hujan sangat lebat < 1 1 – 5 5 – 20 10 – 20 > 20 < 5 5 – 20 20 -50 50 – 100 > 100
  • 24. 2.5. Evapotranspirasi Evapotranspirasi (ET) adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi. Sesuai dengan namanya, ET juga merupakan gabungan antara proses Evaporasi adalah proses penguapan, yaitu perubahan dari zat cair menjadi uap air atau gas dari semua bentuk permukaan ke perjalanan air dalam jaringan vegetasi (proses fisiologis) dari akar tanaman ke permukaan daun da akhirnya menguap ke atmosfer. Intersepsi adalah penguapan air dari permukaan vegetasi ketika berlangsung hujan. Besa kurang lebih sama dengan laju evaporasi apabila pori Proses pembukaan pori pembukaan diameter pori transpirasi tetap berlangsung tetapi dengan laju yang sangat lambat (Wanielista, 1990 dalam Asdak, 2007: 118). Gambar 2.7. komponen seperti terlihat pada persamaan matematik berikut = + + T = transpirasi vegetasi, It = intersepsi total, Es = evaporasi dari tanahbatuan dan jenis permukaan tanah lainnya, dan Eo = evaporasi permukaan badan air seperti 2.5. Evapotranspirasi Evapotranspirasi (ET) adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh dan fisiologis vegetasi. Sesuai dengan namanya, ET juga merupakan gabungan antara proses-proses evaporasi, intersepsi, dan transpirasi. Evaporasi adalah proses penguapan, yaitu perubahan dari zat cair menjadi uap air atau gas dari semua bentuk permukaan kecuali vegetasi. Sedang transpirasi adalah perjalanan air dalam jaringan vegetasi (proses fisiologis) dari akar tanaman ke permukaan daun da akhirnya menguap ke atmosfer. Intersepsi adalah penguapan air dari permukaan vegetasi ketika berlangsung hujan. Besarnya laju transpirasi kurang lebih sama dengan laju evaporasi apabila pori-pori daun (stomata) terbuka. Proses pembukaan pori-pori daun tampaknya dikendalikan oleh besarnya pembukaan diameter pori-pori daun. Ketika pori-pori daun menutup, proses i tetap berlangsung tetapi dengan laju yang sangat lambat (Wanielista, 1990 dalam Asdak, 2007: 118). Gambar 2.7. Siklus hidrologi menunjukkan bahwa ET adalah jumlah dari beberapa komponen seperti terlihat pada persamaan matematik berikut + + ................................................................ T = transpirasi vegetasi, It = intersepsi total, Es = evaporasi dari tanahbatuan dan jenis permukaan tanah lainnya, dan Eo = evaporasi permukaan badan air seperti 18 Evapotranspirasi (ET) adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh dan fisiologis vegetasi. Sesuai dengan namanya, ET juga proses evaporasi, intersepsi, dan transpirasi. Evaporasi adalah proses penguapan, yaitu perubahan dari zat cair menjadi uap air cuali vegetasi. Sedang transpirasi adalah perjalanan air dalam jaringan vegetasi (proses fisiologis) dari akar tanaman ke permukaan daun da akhirnya menguap ke atmosfer. Intersepsi adalah penguapan rnya laju transpirasi pori daun (stomata) terbuka. pori daun tampaknya dikendalikan oleh besarnya pori daun menutup, proses i tetap berlangsung tetapi dengan laju yang sangat lambat (Wanielista, menunjukkan bahwa ET adalah jumlah dari beberapa ......................................(2.12) T = transpirasi vegetasi, It = intersepsi total, Es = evaporasi dari tanahbatuan dan jenis permukaan tanah lainnya, dan Eo = evaporasi permukaan badan air seperti
  • 25. 19 sungai, danau, dan waduk.untuk tegakan hutan, Eo dan Es biasanya diabaikan dan ET = T + It. Bila unsur vegetasi dihilangkan, ET = Es (Asdak, 2007: 118). Evaporasi tanah (Es) adalah penguapan air langsung dari tanahmineral. Nilai Es kecil di bawah tegakan hutan karenaseresah dan tumbuhan bawah bersifat menghalangi radiasi mataharimencapai permukaan tanah mineral hutandan mencegah gerakan udara di atasnya. Evaporasi dari permukaan tanah bertambah besardengansemakin berkurangnya tumbuhan dan jenis penutup tanah lainnya (Asdak, 2007: 118). Melalui proses transpirasi, vegetasi mengendalikan suhu agar sesuai dengan yang diperlukan tanaman untuk hidup. Pada tingkat yang paling praktis, perhitungan pemakaian air oleh vegetasi dapat dimanfaatkan sebagai masukan untuk memilih jenis tanaman (pertanian) yang dapat tumbuh dengan baik pada kondisi curah hujan yang tidak menentu (Dragg, 1965 dalam Dunne dan Leopold, 1978). Perhitungan keperluan air irigasi untuk suatu tanaman juga didasarkan pada besarnya evapotranspirasi vegetasi yang akan ditanam (Asdak, 2007: 118). Besarnya evapotranspirasi suatu komunitas vegetasi perlu diketahui karena hasil penelitian menunjukkan bahwa dua-pertiga dari jumlah hujan yang jatuh di daratan Amerika Utara kembali lagi ke atmosfer sebagai hasil evaporasi tanaman dan permukaan tubuh air. Di Afrika, air yang terevapotranspirasi bahkan sampai melebihi 90% dari jumlah curah hujan yang jatuh di tempat tersebut (US Soil Conservation Service, 1970 dalam Asdak, 2007: 119). 2.6. Menentukan Evapotranspirasi 1. Panci Evaporasi pengukuran Evapotranspirasi paling sederhana adalah dengan menggunakan panci untuk mendapatkan angka indeks potensial evapotransirasi. Cara perhitungan ini memerlukan suatu angka koefisien yang harus dievaluasi tingkat ketepatannya. Rumus matematis yang diperlukan adalah (Asdak, 2007: 120) = .......................................................................................(2.13) Ce = angka koefisien panci, dan Ep = evaporasi panci (mm/hari)
  • 26. 2. Alat ukur Lysimeter Teknik pengukuran dengan menggunakan alat lysimeter nampak merupakan cara yang ideal kare terwakili dan dapat dihitung. Alat ini memberikan hasil yang teliti karena menggunakan perangkat penelitian de air tanah tidak menjadi persoalan. Namun demikian, banyak ahli hidrologi beranggapan bahwa hasil yang diperoleh tidak memadai untuk diekstrapolasi ke lapangan. Teknik lysimeter lebih cocok untuk diterapkan pada t di tempat-tempat percobaan atau laboratorium. Pada teknik profil tanah, perkembangan akar tanaman, dan kondisi kelembapan tanah harus diusahakan sama antara keadaan di dalam dan diluar alata lysimeter. Apabila kelembapan tanah harus terus dijaga dalam keadaan basah, maka evapotranspirasi yang diperoleh adalah dalam laju potensial (PET). Akan tetapi apabila dikehendaki evapotranspirasi aktual (AET), maka keadaan kelembapan tanah di dalam alat harus dibiarkan berfluktuasi seperti yang terjadi 2007: 121-122). Gambar 2.8 adalah dua tipe lysimeter yang sering digunakan, yaitu tipe drainase (drainage type) dna tipe timbang (spring dalam tipe drainase diasumsikan sebagai berikut (Asdak, 2007: 122): Evapotranspirasi = Presi ukur Lysimeter Teknik pengukuran dengan menggunakan alat lysimeter nampak merupakan cara yang ideal karena setiap unsur pada persamaan 2.12 terwakili dan dapat dihitung. Alat ini memberikan hasil yang teliti karena menggunakan perangkat penelitian dengan batas yang jelas dan sistem kebocoran air tanah tidak menjadi persoalan. Namun demikian, banyak ahli hidrologi beranggapan bahwa hasil yang diperoleh tidak memadai untuk diekstrapolasi ke lapangan. Teknik lysimeter lebih cocok untuk diterapkan pada tanaman pertanian tempat percobaan atau laboratorium. Pada teknik profil tanah, perkembangan akar tanaman, dan kondisi kelembapan tanah harus diusahakan sama antara keadaan di dalam dan diluar alata lysimeter. Apabila kelembapan dijaga dalam keadaan basah, maka evapotranspirasi yang diperoleh adalah dalam laju potensial (PET). Akan tetapi apabila dikehendaki evapotranspirasi aktual (AET), maka keadaan kelembapan tanah di dalam alat harus dibiarkan berfluktuasi seperti yang terjadi pada tanah sekelilingnya (Asdak, Gambar 2.8. (a) lysimeter (b) neraca air adalah dua tipe lysimeter yang sering digunakan, yaitu tipe drainase (drainage type) dna tipe timbang (spring-balance weighing type). Neraca air dalam tipe drainase diasumsikan sebagai berikut (Asdak, 2007: 122): Evapotranspirasi = Presipitasi + Irigasi – Drainase .......................... 20 Teknik pengukuran dengan menggunakan alat lysimeter nampak na setiap unsur pada persamaan 2.12 telah terwakili dan dapat dihitung. Alat ini memberikan hasil yang teliti karena ngan batas yang jelas dan sistem kebocoran air tanah tidak menjadi persoalan. Namun demikian, banyak ahli hidrologi beranggapan bahwa hasil yang diperoleh tidak memadai untuk diekstrapolasi ke anaman pertanian tempat percobaan atau laboratorium. Pada teknik profil tanah, perkembangan akar tanaman, dan kondisi kelembapan tanah harus diusahakan sama antara keadaan di dalam dan diluar alata lysimeter. Apabila kelembapan dijaga dalam keadaan basah, maka evapotranspirasi yang diperoleh adalah dalam laju potensial (PET). Akan tetapi apabila dikehendaki evapotranspirasi aktual (AET), maka keadaan kelembapan tanah di dalam alat pada tanah sekelilingnya (Asdak, adalah dua tipe lysimeter yang sering digunakan, yaitu tipe drainase balance weighing type). Neraca air dalam tipe drainase diasumsikan sebagai berikut (Asdak, 2007: 122): ............................(2.14)
  • 27. 21 Air masukan dan air drainase diukur besarnya. Lama waktu pengukuran tergantung pada tingkat atau frekuensi kebasahan, ukuran alat,dan laju gerakan air dalam tanah. Hasil yang diperoleh dengan teknik ini adalah PET karena kelembapan tanah di dalam alat diatur/disesuaikan. Lysimeter tipe drainase berukuran kecil sering disebut evapotranspirometer. Sedangkan tipe alat yang lain adalah tipe timbang dengan asumsi neraca air sebagai berikut (Asdak, 2007: 122): Evapotranspirasi = Presipitasi + Irigasi – Drainase ± perubahan kapasitas simpan.............................(2.15) Perubahan kapasitas simpan (change in storage) diukur dari alat penimbang seperti tersebut pada gambar 2.8. Alat tipe timbang karena harganya yang relatif mahal maka pemakaiannya terbatas pada keperluan engujian teori proses evapotranspirasi. Seperti halnya tipe drainase, tipe timbang juga dapat dimanfaatkan untuk besarnya PET dan AET (Asdak, 2007: 123). 3. Metode Blaney Criddle Metode ini memerlukan data terukur berupa letak lintang, suhu udara, dan angka koreksi (C). Persamaannya (Limantara, 2010: 22): = × (0,457 + 8,13).................................................................(2.16) P adalah prosentase rata-rata jam siang malam yang besarnya bergantung pada letak (LL). t adalah suhu udara (o C). Prosedur perhitungannya mula-mula mencari letak lintang daerah yang ditinjau. Kemudian mencari nilai P sesuai dengan letak lintang. Setelah itu mencari data suhu rata-rata bulanan. Lalu menghitung nilai Ep. Berikutnya menentukan C dari tabel. Baru kemudian menghitung PET dengan persamaan 2.13 (Limantara, 2010: 23). Faktor-faktor pertanaman dikembangkan dari hasil uji coba pada plot-plot percobaan di Amerika Serikat, dan disarankan untuk disesuaikan dengan keadaan setempat apabila akan digunakan di luar daerah pengembangannya, meskipun hal ini jarang dilakukan. Faktor pertanaman mewakili perbedaan dalam hal nilai kekasaran (bidang penguapan), adveksi, dan radiasi matahari bersih yang dalam hal ini dipengaruhi oleh struktur vegetasi selama masa pertumbuhannya. Secara
  • 28. umum dapat dikatakan bahwa angka faktor pertanaman me pertambahan ketinggian vegetasi. Untuk memprakirakan besarnya air yang diperlukan suatu vegetasi selama masa pertumbuhannya, dapat juga memanfaatkan rumus Blaney 2007:130): = ∑ k adalah koefisien pertanaman selama periode pertumbuhan. n merupakan jumlah bulan selama masa pertumbuhan. T penyinaran matahari setiap bulan dalam waktu satu tahun. Metode persamaan Bl terutama dalam bidang pertanian, meskipun hasil yang diperoleh tidak terlalu akurat karena adanya kesalahan pemakaian angka faktor Namun demikian, apabila angka faktor pertanaman untuk tersedia, maka angka atas dapat memberikan angka prakiraan yang memadai ( Tabel 2.3. Faktor pertanaman empiris (k) untuk rumus Blaney wilayah hemisfer selatan, angka koefisien bulanan tanaman tahunan harus disesuaikann dengan waktu permulaan masa pertumbuhan. umum dapat dikatakan bahwa angka faktor pertanaman meningkat sejalan dengan pertambahan ketinggian vegetasi. Untuk memprakirakan besarnya air yang diperlukan suatu vegetasi selama masa pertumbuhannya, dapat juga memanfaatkan rumus Blaney-Criddle dalam bentuk sebagai berikut (1,8 + 32) ......................................................... k adalah koefisien pertanaman selama periode pertumbuhan. n merupakan jumlah bulan selama masa pertumbuhan. Tai adalah suhu udara. di adalah fraksi lama penyinaran matahari setiap bulan dalam waktu satu tahun. Metode persamaan Blaney-Criddle selama ini telah digunakan secara luas, terutama dalam bidang pertanian, meskipun hasil yang diperoleh tidak terlalu akurat karena adanya kesalahan pemakaian angka faktor-faktor pertanaman. Namun demikian, apabila angka faktor pertanaman untuk daerah kajian tidak tersedia, maka angka-angka faktor pertanaman dalam tabel 2.2, 2.3, dan 2.4 di atas dapat memberikan angka prakiraan yang memadai (Asdak, 2007:130). Tabel 2.3. Faktor pertanaman empiris (k) untuk rumus Blaney-Criddle. Untuk isfer selatan, angka koefisien bulanan tanaman tahunan harus disesuaikann dengan waktu permulaan masa pertumbuhan. 22 ningkat sejalan dengan pertambahan ketinggian vegetasi. Untuk memprakirakan besarnya air yang diperlukan suatu vegetasi selama masa pertumbuhannya, dapat juga Criddle dalam bentuk sebagai berikut (Asdak, ...........................(2.17) k adalah koefisien pertanaman selama periode pertumbuhan. n merupakan jumlah adalah fraksi lama Criddle selama ini telah digunakan secara luas, terutama dalam bidang pertanian, meskipun hasil yang diperoleh tidak terlalu faktor pertanaman. daerah kajian tidak angka faktor pertanaman dalam tabel 2.2, 2.3, dan 2.4 di Asdak, 2007:130). Criddle. Untuk isfer selatan, angka koefisien bulanan tanaman tahunan harus
  • 29. Tabel 2.4. Fraksi bulanan panjang hari/penyinaran dalam satu tahun (untuk persamaan Blaney-Criddle) Tabel 2.5. Hubungan P dan letak Lintang Jan Feb 5,0 Utara 0,27 0,27 2,5 Utara 0,27 0,27 0 0,27 0,27 2,5 Selatan 0,28 0,28 5,0 Selatan 0,28 0,28 7,5 Selatan 0,29 0,28 10,0 Selatan 0,29 0,28 Tabel 2.6. Angka koreksi (C) menurut Blan Bulan Jan Feb Mar C 0,80 0,80 0,75 Tabel 2.4. Fraksi bulanan panjang hari/penyinaran dalam satu tahun (untuk Criddle) Hubungan P dan letak lintang (LL) untuk Indonesia: 5o Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt 0,27 0,27 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,27 0,27 0,27 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,28 0,28 0,28 0,27 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26 0,28 Tabel 2.6. Angka koreksi (C) menurut Blany Criddle Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt 0,75 0,70 0,70 0,70 0,70 0,75 0,80 0,80 23 Tabel 2.4. Fraksi bulanan panjang hari/penyinaran dalam satu tahun (untuk o s.d. 10o LS Nov Des 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,29 0,28 0,29 Nov Des 0,80 0,80
  • 30. 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 1) Panci penguapan kelas A berisi air 2) Hook gauge 3) Stilling well 3.2. Langkah Kerja 1) Ketinggian permukaan air mula-mula dicatat menggunakan hook gauge pada stilling well pukul 8.00 wib. Kedudukan stilling well tidak boleh diubah dan panci diusahakan tidak bergoncang. Pengambilan data dilakukan dengan membenamkan paku hook gauge dengan memutar sekrup berlawanan arah jarum jam sampai tepat baru terbenam. Lalu paku dinaikkan perlahan dengan memutar sekrup searah jarum jam sampai tepat baru terbentuk titik pada permukaan air. Pembacaan dilakukan dengan melihat skala pada batang ditambah dengan 0,1 × skala pada sekrup. 2) Dicatat kembali ketinggian permukaan air seperti pada langkah pertama pada hari berikutnya pada pukul 8.00. 3) Dilihat dan dicatat curah hujan (milimeter/hari) dari buku sinoptik. 4) Pengukuran dilakukan sebanyak empat kali. 5) Hasil pengukuran dimasukkan dalam persamaan 2.8, 2.9, 2.10, atau 2.11 sesuai dengan keadaan P0 dan P1 nya untuk mendapatkan nilai penguapan.
  • 31. 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hasil Pengamatan Tabel 4.1. Data hasil pengukuran No Tanggal Pengamatan Penakaran (mm penguapan) Hujan (mm hujan) Jumlah Penguapan (mm penguapan/hari) 8 Juli 2013 40,54 1 9 Juli 2013 37,24 00,1 3,40 2 10 Juli 2013 58,00 25,5 4,74 3 11 Juli 2013 61,96 06,2 2,24 4.2. Perhitungan Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.8, 2.9, 2.10,atau 2.11 sesuai dengan keadaan P0 dan P1. 1) P0 = 40,54 mm P1 = 37,24 mm X = 0,1 mm Karena P0 > P1 , maka E0 = P0 – P1 + X E0 = 40,54 – 37,24 + 0,1 = 3,40 mm 2) P0 = 37,24 mm P1 = 58,00 mm Z = 25,5 mm Karena P0 < P1 dan terjadi hujan, maka E0 = Z – (P1 – P0) E0 = 25,5 – (58,00 – 37,24) = 4,74 mm 3) P0 = 58,00 mm P1 = 61.96 mm Z = 6,2 mm Karena P0 < P1 dan terjadi hujan, maka E0 = Z – (P1 – P0) E0 = 6,2 – (61,96 – 58,00) = 2,24 mm 4.3. Analisis Prosedur Panci penguapan terletak di atas kerangka kayu bercat putih dengan rongga yang cukup dibagian bawahnya. Posisi panci mendatar setinggi 10 cm di atas permukaan tanah berumput pendek. Hal ini bertujuan supaya angin leluasa
  • 32. 26 bertiup. Air bersih diisikan ke dalamnya setinggi 20 cm, sehingga di atasnya terdapat jarak 5 cm dari bibir panci. Panci terbuat dari logam campuran berdinding kuat, tak berkarat, berwarna putih atau putih metalik. Ketebalan panci diukur dengan jangka sorong didapatkan nilai 2 mm. Diameter panci 121,9 cm dan tinggi panci 25 cm. Kerangka kayu dengan tinggi 10 cm bercat putih terletak di bawah panci. Kerangka kayu ini dibuat lebih tinggi dari Tabung perendam ombak (Stilling wel Cylinder), berukuran garis tengah 10 cm dan tinggi 30 cm, yaitu dengan menambahkan penyangga dengan tujuan agar tidak terjadi percikan air dari luar luasan panci ke dalam panci saat hujan. Batang pengukur berskala (Hook gauge) untuk menentukan titik milimeter pada saat pengukuran. Sekrup pemutar untuk menaikkan atau menurunkan batang pengukur. Panci penguapan kelas A tidak didesain dengan luas 1 m2 melainkan didesain dengan luas 1,167 m2 (diameter = 121,9 mm). Alasan yang pertama adalah pengukuran dengan jenis panci yang lain tidak lebih baik hasil pengukurannya dengan nilai konstanta panci yang hampir sama yaitu berkisar 0,85. Selain itu biaya konstruksi dan perawatannya lebih mahal. Alasan yang kedua yaitu karena untuk menyesuaikan nilai penguapan di permukaan yang lebih luas dan dalam sehingga nilainya bisa didekati dari pengukuran secara langsung. Pada luasan 1 m2 penguapan yang terjadi cukup besar dan kapasitas air yang ditampung tidak terlalu banyak, sehingga apabila terjadi hujan deras, risiko peluapan air lebih besar. Desain panci dengan diameter 121,9 mm ini memungkinkan dapat mengukur nilai penguapan pada keadaan hujan kurang dari 55 mm/hari. Berdasarkan tabel 2.1 dan 2.2 keadaan hujan 55 mm/hari adalah hujan lebat. Sedangkan panci penguapan kelas A syarat kedalamannya tidak boleh melebihi 75 mm standard dari bibir panci. Karena diketahui bahwa 1 milimeter hook gauge setara dengan 0,85 mm standard, maka 75 mm standard setara dengan 88,235 mm penguapan, di mana 1 milimeter penguapan skalanya sesuai dengan 1 milimeter hujan (1 mm hujan setara dengan hujan 1 liter pada luasan 1 m2 ). Dengan demikian untuk kasus meluapnya air akibat hujan jarang terjadi. Apabila sampai terjadi hal yang demikian, dapat dikatakan hal tersebut merupakan
  • 33. 27 kelalaian pengamat. Sebab sebelum terjadi hujan panci penguapan hendaknya dikurangi dulu volume airnya. Air bersih diisikan ke dalam panci setinggi 20 cm sehingga di atasnya terdapat rongga 5 cm. Permukaan air tidak boleh turun melebihi 2,5 cm dari batas tersebut. Hal ini dilakukan agar nilai penguapan yang diperoleh lebih valid. Pengukuran dilakukan pada permukaan air di dalam tabung Still well. Tabung tersebut terbuat dari logam tak berkarat bergaris tengah 10 cm, setinggi 30 cm, dan terdapat celah sempit dibagian dasarnya yang mematuhi hukum bejana berhubungan, di mana pada beberapa bejana berisi cairan homogen yang saling terhubung dan memiliki tinggi permukaan cairan yang sama tanpa terpengaruh oleh ukuran dan volume tiap bejana. Still well berperan sebagai penenang permukaan air sehingga pengukuran menjadi lebih mudah. Nilai penguapan diketahui dari perbedaan tinggi permukaan air selama satu periode, setelah curah hujan diperhitungkan. Oleh karenanya dalam penggunaan evaporimeter (maupun lisimeter) dibutuhkan penakar hujan. Panci penguapan kelas A memiliki diameter 121.9 cm. Dengan demikian luas alas dari panci tersebut adalah 11670.7104 cm2 . Apabila acuan penguapan 1 mm mewakili 1 liter, maka 1 milimeter pada hook gauge tidak sama dengan 1 milimeter pada penggaris karena apabila sama, maka volume setiap satu milimeter adalah 1.167 liter. Jika dianggap satu milimeter hook gauge adalah benar tidak sama dengan satu milimeter penggaris, berarti satu milimeter hook gauge agar mewakili 1 liter adalah sama dengan . = 0,85 milimeter penggaris. 4.4. Analisis Hasil Dengan mengaplikasikan prosedur pengukuran penguapan, diperoleh data hasil pengukuran dalam tabel 4.1. Data hasil perhitungan menginformasikan nilai penguapan harian pada tanggal tersebut. Berdasarkan analisis di bagian 4.2 bahwa penguapan 1 liter setara dengan 0,85 mm standard, maka dapat diketahui penguapan dari pukul 8.00 dari tanggal 8 s.d. 9 Juli 2013 adalah sebanyak 4 liter, tanggal 9 s.d. 10 sebanyak 5,6 liter, dan tanggal 10 s.d. 11 sebanyak 2,6 liter.
  • 34. 28 Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat dikatakan nilai-nilai penguapan yang terukur menggunakan panci penguapan kelas A adalah menyatakan nilai penguapan 1 mm standard pada bidang seluas 1 m2 yang setara dengan 1 liter air murni di mana air tersebut dalam keadaan tidak mengalir dan tidak terserap oleh tanah. Dengan demikian nilai penguapan terukur tidak menyatakan nilai penguapan di setiap tempat secara langsung. Untuk tempat- tempat tertentu seperti danau, sungai, tempat-tempat bervegetasi, nilai penguapan yang mendekati nilai yang sebenarnya dapat diperoleh dengan mengalikan nilai penguapan terukur dengan koefisien panci. Nilai koefisien panci ini berbeda-beda untuk setiap tempat dan keadaan. Untuk danau, nilai penguapan terukur dikalikan koefisien panci sebesar 0,77. Sedangkan untuk daerah bervegetasi peristiwa yang terjadi adalah evapotranspirasi potensial. Nilai koefisien panci tergantung pada jenis vegetasinya. Persamaan 2.16 (Limantara, 2010) menggunakan nilai Ep berdasarkan hasil perhitungan (prediksi matematis). Apabila nilai Ep yang digunakan adalah penguapa terukur langsung dari panci penguapan, maka berdasarkan persamaan 2.13 (Asdak, 2007: 120) dan persamaan 2.17 (Asdak, 2007:130), = = ∑ (1,8 + 32) maka, = ∑ (1,8 + 32) = ∑ (1,8 + 32) ..............................................................(4.1) Dengan demikian nilai koefisien panci penguapan kelas A untuk menaksir nilai evapotranspirasi potensial dapat ditentukan persamaan 4.1. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa koefisien panci untuk menaksir evapotranspirasi potensial bergantung pada jenis vegetasi (K), penguapan harian pada panci (Ep), suhu udara Tai , dan fraksi lama penyinaran matahari setiap bulan dalam waktu satu tahun di. Melihat variabel-variabel yang mempengaruhi nilai koefisien panci untuk evapotranspirasi potensial sangat dipengaruhi oleh variabel-variabel yang berubah-ubah, maka untuk menentukan nilai Ce yang mendekati nilai yang tepat
  • 35. 29 harus menggunakan data-data tahunan (data iklim). Dengan kata lain perhitungan dengan data harian tidak akan menghasilkan nilai Ce yang mendekati nilai yang seharusnya.
  • 36. 30 BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan 1) Penguapan perlu diukur karena penguapan sangat mempengaruhi kehidupan dan siklus hidrologi. 2) Pengukuran penguapan mengguanakan panci penguapan kelas A adalah cara mengukur nilai penguapan air murni pada bidang 1 m2 , di mana kuantitas air tersebut tidak berkurang selain oleh penguapan terukur. 3) Nilai penguapan dari panci penguapan kelas A dapat digunakan untuk menaksir nilai penguapan di daerah badan air lain yang lebih luas dan dalam, dan evapotranspirasi potensial dengan mengalikan nilai penguapan terukur dengan konstanta panci. Nilai ini kemudian digunakan juga sebagai dasar analisis irigasi dan penentuan jenis tanaman dalam pertanian. 5.2. Saran 1) Panci penguapan kelas A lebih baik diberi pelindung berupa kawat jala di atasnya sebagai upaya mencegah air tersebut diminum hewan seperti burung. Akan tetapi perlu dilakukan kalibrasi lagi untuk koreksi akibat penghalang tersebut. 2) Hendaknya tinggi air pada panci penguapan kelas A selalu dijaga agar permukaan air berjarak antara 5 sampai 7,5 cm dari bibir panci, kecuali bila diprediksi akan terjadi hujan deras hendaknya volume air dukarngi, agar nilai penguapan yang diperoleh lebih baik.
  • 37. 31 DAFTAR PUSTAKA Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Bosman, H.H. 1987. The influence of installation practices on evaporation from Symon's tank and American Class A-pan evaporimeters. Agricultural and Forest Meteorology. Harto, S. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Limantara, L.M. 2010. Hidrologi Praktis. Bandung: CV Lubuk Agung Linacre, E. dan Geets, B. 1997. Climate and Weather Explaned. New York: Routledge Mori, K. 2006. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT Malta Pritindo Nawawi, G. 2001. Pengendalian Iklim Mikro. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional