Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Epistemologi lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang berhubungan dengan konsep, sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain sebagainya.
epistemology is theory of knowledge, episteme and logos.
Sumber pengetahuan adalah apa yang menjadi titik-tolak atau apa yang merupakan objek pengetahuan itu sendiri. Sumber itu dapat bersifat atau berasal dari "dunia eksternal" atau juga terkait dan berasal dari dunia internal" atau kemampuan subjek.
Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Epistemologi lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang berhubungan dengan konsep, sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain sebagainya.
epistemology is theory of knowledge, episteme and logos.
Sumber pengetahuan adalah apa yang menjadi titik-tolak atau apa yang merupakan objek pengetahuan itu sendiri. Sumber itu dapat bersifat atau berasal dari "dunia eksternal" atau juga terkait dan berasal dari dunia internal" atau kemampuan subjek.
Kelompok 11 rangkuman materi pengantar filsafat kls_sAtikatulLatifah
Â
RANGKUMAN MATERI PENGANTAR FILSAFAT ILMU
Dosen Pengampu : DR. Sigit Sardjono, M.Ec
Oleh Kelompok : 11 MHS SEMESTER 4 KELAS S
1. Atikatul Latifah 1211900343
2. Tri Agustin 1211900336
3. Jefri Ardiansyah 1211900338
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
JUNI 2021
A Thresholding Method to Estimate Quantities of Each ClassWaqas Tariq
Â
Thresholding method is a general tool for classification of a population. Various thresholding methods have been proposed by many researchers. However, there are some cases in which existing methods are not appropriate for a population analysis. For example, this is the case when the objective of analysis is to select a threshold to estimate the total number of data (pixels) of each classified population. In particular, If there is a significant difference between the total numbers and/or variances of two populations, error possibilities in classification differ excessively from each other. Consequently, estimated quantities of each classified population could be very different from the actual one. In this report, a new method which could be applied to select a threshold to estimate quantities of classes more precisely in the above mentioned case is proposed. Then verification of features and ranges of application of the proposed method by sample data analysis is presented.
Kelompok 11 rangkuman materi pengantar filsafat kls_sAtikatulLatifah
Â
RANGKUMAN MATERI PENGANTAR FILSAFAT ILMU
Dosen Pengampu : DR. Sigit Sardjono, M.Ec
Oleh Kelompok : 11 MHS SEMESTER 4 KELAS S
1. Atikatul Latifah 1211900343
2. Tri Agustin 1211900336
3. Jefri Ardiansyah 1211900338
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
JUNI 2021
A Thresholding Method to Estimate Quantities of Each ClassWaqas Tariq
Â
Thresholding method is a general tool for classification of a population. Various thresholding methods have been proposed by many researchers. However, there are some cases in which existing methods are not appropriate for a population analysis. For example, this is the case when the objective of analysis is to select a threshold to estimate the total number of data (pixels) of each classified population. In particular, If there is a significant difference between the total numbers and/or variances of two populations, error possibilities in classification differ excessively from each other. Consequently, estimated quantities of each classified population could be very different from the actual one. In this report, a new method which could be applied to select a threshold to estimate quantities of classes more precisely in the above mentioned case is proposed. Then verification of features and ranges of application of the proposed method by sample data analysis is presented.
Parameters Optimization for Improving ASR Performance in Adverse Real World N...Waqas Tariq
Â
From the existing research it has been observed that many techniques and methodologies are available for performing every step of Automatic Speech Recognition (ASR) system, but the performance (Minimization of Word Error Recognition-WER and Maximization of Word Accuracy Rate- WAR) of the methodology is not dependent on the only technique applied in that method. The research work indicates that, performance mainly depends on the category of the noise, the level of the noise and the variable size of the window, frame, frame overlap etc is considered in the existing methods. The main aim of the work presented in this paper is to use variable size of parameters like window size, frame size and frame overlap percentage to observe the performance of algorithms for various categories of noise with different levels and also train the system for all size of parameters and category of real world noisy environment to improve the performance of the speech recognition system. This paper presents the results of Signal-to-Noise Ratio (SNR) and Accuracy test by applying variable size of parameters. It is observed that, it is really very hard to evaluate test results and decide parameter size for ASR performance improvement for its resultant optimization. Hence, this study further suggests the feasible and optimum parameter size using Fuzzy Inference System (FIS) for enhancing resultant accuracy in adverse real world noisy environmental conditions. This work will be helpful to give discriminative training of ubiquitous ASR system for better Human Computer Interaction (HCI). Keywords: ASR Performance, ASR Parameters Optimization, Multi-Environmental Training, Fuzzy Inference System for ASR, ubiquitous ASR system, Human Computer Interaction (HCI)
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Â
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
1. 1
AKSIOLOGI PENGETAHUAN
A. Aksiologi
Secara formal aksiologi baru muncul pada pertengahan abad 19. Menurut bahasa
Yunani, aksiologi berasal dari perkataan axios yang berarti nilai dan logos berarti teori. Jadi
aksiologi adalah teori tentang nilai. Aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut kamus Bahasa Indonesia aksiologi
adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai
khususnya etika.
Menurut Bramel, aksiologi terbagi tiga bagian, yaitu :
1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yaitu etika
2. Estetic Expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan
3. Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial
politik.
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan
utama mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalan sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam
filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia,
maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan
manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau
dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang
melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman
keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
Aksiologi merupakan filsafat ilmu yang mengkaji tentang nilai kegunaan ilmu. Yang
mana sebelumnya telah kita kaji di dalam aspek ontologi bahwa ilmu bertujuan untuk
memudahkan manusia dalam mengatasi berbagai permasalahan hidupnya. Namun apakah
dalam kenyataannya ilmu selalu merupakan berkah, terbebas dari kutukan, dan tidak
membawa malapetaka bagi umat manusia? Aksiologi ini dipergunakan untuk memberikan
jawaban atas pertanyaan “mengapa”. Misalnya: Mengapa pengetahuan yang berupa ilmu itu
diperlukan? Mengapa pemanfaatan ilmu pengetahuan itu perlu memperhatikan kaidah-kaidah
moral? Semuanya menunjukkan bahwa aksiologi diperuntukkan dalam kaitannya untuk
mengkaji tentang kegunaan, alasan, dan manfaat ilmu itu sendiri. Dalam sejarah lahirnya,
aksiologi ini muncul belakangan dan menjadi perbincangan yang hangat, khususnya setelah
terjadinya perang dunia kedua di mana kemajuan ilmu dan teknologi tampak digunakan
secara kurang terkontrol.
2. 2
B. Ilmu dan Moral
Benarkah bahwa makin cerdas, maka makin pandai kita menemukan kebenaran,
makin benar maka makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia yang mempunyai
penalaran tinggi, lalu makin berbudi, sebab moral mereka dilandasi analisis yang hakiki,
ataukah malah sebaliknya: makin cerdas maka makin pandai pula kita berdusta?
Ilmu tidak saja menjelaskan gejala-gejala alam untuk pengertian dan pemahaman.
Namun lebih jauh lagi bertujuan memanipulasi factor-faktor yang terkait dalam gejala
tersebut untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang terjadi. Misal, ilmu
mengembangkan teknologi untuk mencegah banjir. Bertrand Russell menyebut
perkembangan ini sebagi peralihan ilmu dari tahap kontemplasi ke manipulasi. Dalam tahap
manipulasi inilah maka masalah moral muncul kembali namun dalam kaitan dengan factor
lain. Kalau dalam tahap kontemplasi masalah moral bersangkutan dengan metafisika
keilmuan maka dalam tahap manipulasi ini berkaitan dengan masalah cara penggunaan
pengetahuan ilmiah atau secara filsafat dapat dikatakan, dalam tahap pengmbangan konsep
terdapat masalah moral yang di tinjau dari segi ontology keilmuan sedangkan dalam tahap
pengembangan konsep terdapat masalah moral ditinjau dari segi aksiologi keilmuan.
Peradaban manusia bergerak seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
Berkat kedua hal tersebut, pemenuhan kebutuhan manusia menjadi lebih mudah dan cepat.
Namun, terdapat sisi buruk dari imu yaitu sejak dalam tahap pertama pertumbuhannnya ilmu
sudah dikaitkan dengan tujuan perang. Ilmu bukan saja digunakan untuk menguasai alam
melainkan juga untuk memerangi sesama manusia dan menguasai mereka. Mendapatkan
otonomi yang terbebas dari segenap nilai yang bersifat dogmatik maka dengan leluasa ilmu
dapat mengembangkan dirinya. Konsep ilmiah yang bersifat abstrak menjelma dalam bentuk
konkret yang berupa teknologi. Ilmu tidak saja bertujuan untuk menjelaskan gejala-gejala
alam untuk tujuan pengertian dan pemahaman tetapi bertujuan untuk memanipulasi faktor-
faktor yang terkait dalam gejala tersebut untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang
terjadi.
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia. Karena dengan ilmu
semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah.
Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradapan manusia sangat
berhutang kepada ilmu. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam
mencapai tujuan hidupnya.
Teknologi tidak hanya menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa
menjadi bencana bagi manusia. Misalnya pembuatan bom yang pada awalnya memudahkan
3. 3
untuk kerja manusia, namun kemudian digunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang
menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri, seperti bom yang terjadi di Bali. Disinilah
ilmu harus diletakkan secara proporsional dan memihak kepada nilai-nilai, kebaikan, maka
yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan
diterapkan pada masyarakat. Teknologi dapat diartikan sebagai penerapan konsep ilmiah
dalam memecahkan masalah-masalah praktis baik yang berupa perangkat keras (hardware)
maupun perangkat lunak (software). Dalam tahap ini ilmu tidak hanya menjelaskan gejala
alam untuk tujuan pengertian dan pemahaman, namun lebih jaun lagi memanipulasi faktor-
faktor yang terkait dalam gejala tersebut untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang
terjadi. Disinilah masalah moral muncul kembali namun dalam kaitannya dengan faktor lain.
Kalau dalam tahap kotemplasi masalah moral berkaitan dengan metafisiska maka dalam
tahap manipulasi ini masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah.
Atau secara filsafati dalam tahap penerapan konsep terdapat masalah moral ditinjau dari segi
aksiologi keilmuan. Kaitan ilmu dan moral telah lama menjadi bahan pembahasan para
pemikir antara lain Merton, Popper, Russel, Wilardjo, Slamet Iman Santoso, dan Jujun
Suriasumantri.
Hubungan antara ilmu dengan moral oleh Jujun S. dikaji secara hati-hati dengan
mempertimbangkan tiga dimensi filosofis ilmu. Pandangan Jujun S. mengenai hal tersebut
adalah sebagai berikut.
1. Untuk mendapatkan pengertian yang benar mengenai kaitan antara ilmu dan moral maka
pembahasan masalah ini harus didekati dari segi-segi yang lebih terperinci yaitu segi
ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
2. Menafsirkan hakikat ilmu dan moral sebaiknya memperhitungkan faktor sejarah, baik
sejarah perkembangan ilmu itu sendiri, maupun penggunaan ilmu dalam lingkup
perjalanan sejarah kemanusiaan.
3. Secara ontologis dalam pemilihan wujud yang akan dijadikan objek penelaahannya (objek
ontologis / objek formal) ilmu dibimbing oleh kaidah moral yang berazaskan tidak
mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, dan tidak mencampuri
masalah kehidupan.
4. Secara epistemologis, upaya ilmiah tercermin dalam metoda keilmuan yang berporoskan
proses logiko-hipotetiko-verifikatif dengan kaidah moral yang berazaskan menemukan
kebenaran, yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa kepentingan langsung tertentu
dan berdasarkan kekuatan argumentasi an sich.
4. 4
5. Secara aksiologis ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia
dengan jalan meningkatkan taraf hidupnya dan dengan memperhatikan kodrat manusia,
martabat manusia, dan keseimbangan / kelestarian alam.
Upaya ilmiah ini dilakukan dengan penggunaan dan pemanfaatan pengetahuan ilmiah
secara komunal universal. Ternyata keterkaitan ilmu dengan sistem nilai khususnya moral
tidak cukup bila hanya dibahas dari tinjauan aksilogi semata. Tinjauan ontologis dan
epistemologi diperlukan juga karena azas moral juga mewarnai perilaku ilmuwan dalam
pemilihan objek telaah ilmu maupun dalam menemukan kebenaran ilmiah.
C. Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan
Etika keilmuan merupakan etika normatik yang merumuskan prinsip-prinsip etis yang
dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan.
Tujuan etika keilmuan adalah agar seorang ilmuan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral,
yaitu yang baik dan menghindarkan dari yang buruk kedalam perilaku keilmuannya, sehingga
ia dapat menjadi ilmuan yang mempertanggungjawabkan keilmuannya. Etika normative
menetapkan kaidah-kaidah yang mendasari pemberian penilaian terhadap perbuataan-
perbuatan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya terjadi serta menetapkan
apa yang bertentangan apa yang seharusnya terjadi.
Nilai dan norma yang harus berada pada etika keilmuan adalah nilai dan norma moral.
Bagi seorang ilmuan nilai dan norma moral yang dimilikinya akan menjadi penentu, apakah
ia sudah menjadi ilmuan yang baik atau belum. Tugas seorang ilmuan harus menjelaskan
hasil penelitiannya sejernih mungkin atas dasar rasionalitas dan metidologis yang tepat agar
dapat dipergunakan oleh masyarakat. Di bidang etika tangguna jawab seorang ilmuan adalah
bersifat objektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam
pendirian yang dianggap benar dan berani mengakui kasalahan. Ilmu menghasilkan teknologi
yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah
dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah
pemanfataan pengetahuan dan teknologi diperhatikan sebaik-baiknya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi menyangkut tanggung jawab terhadap hal-hal yang
akan dan telah diakibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa-masa lalu, sekarang
maupun apa akibatnya bagi masa depan berdasar keputusan bebas manusia dalam
kegiatannya. Penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti ada
yang dapat mengubah sesuatu aturan baik alam maupun manusia. Hal ini tentu saja menuntut
tanggung jawab untuk selalu menjaga agar apa yang diwujudkannya dalam perubahan
tersebut akan merupakan perubahan yang terbaik bagi perkembangan eksistensi manusia
5. 5
secara utuh. Dihadapkan dengan masalah moral dan ekses ilmu dan teknologi yang bersifat
merusak, para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat, yaitu :
1. Golongan yang berpendapat bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu
secara ontologis maupun aksiologi. Dalam hal ini ilmuwan hanyalah menemukan
pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakannya, apakah akan
digunakan untuk tujuan yang baik ataukah untuk tujuan yang buruk. Golongan ini ingin
melanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara total, seperti pada waktu era Galileo.
2. Golongan yang berpendapat bahwa netralisasi ilmu hanyalah terbatas pada metafisika
keilmuwan, sedangkan dalam penggunannya harus berlandaskan nilai-nilai moral.
Golongan ini mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal, yakni:
a. Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara deskrutif oleh manusia, yang dibuktikan
dengan adanya perang dunia yang mempergunakan teknologi keilmuwan.
b. Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin esoteric hingga kaum ilmuwan lebih
mengetahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila terjadi penyalahgunaan
c. Ilmu telah berkembang sedemikian rupa dimana terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat
mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi
genetika dan teknik pembuatan sosial.
Proses ilmu pengetahuan menjadi teknologi yang dimanfaatkan oleh masyarakat tidak
terlepas dari ilmuwan. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan
pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuwan
serta masalah bebas nilai. Fungsi ilmuwan tidak berhenti pada penelaah dan keilmuwan
secara individual namun juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuwannya sampai dan
dapat dimanfaatkan masyarakat.
Ilmuwan mempunyai kewajiban sosial untuk menyampaikan kepada masyarakat
dalam bahasa yang mudah dicerna. Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah
memberikan perspektif yang benar, untung dan rugi, baik dan buruknya, sehingga
penyelesaian yang objektif dapat dimungkinkan. Dengan kemampuan pengetahuannya
seorang ilmuwan harus dapat mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah
yang seyogyanya mereka sadari. Dalam hal ini, berbeda dengan menghadapi masyarakat,
ilmuwan yang elitis dan esoteric, dia harus berbicara dengan bahasa yang dapat dicerna oleh
orang awam. Untuk itu ilmuwan bukan saja mengandalkan pengetahuannya dan daya
analisisnya namun juga integritas kepribadiannya.
6. 6
Seorang ilmuwan pada hakikatnya adalah manusia yang biasa berpikir dengan teratur
dan teliti. Seorang ilmuwan tidak menolak dan menerima sesuatu secara begitu saja tanpa
pemikiran yang cermat. Disinilah kelebihan seorang ilmuwan dibandingkan dengan cara
berpikir orang awam. Kelebihan seorang ilmuwan dalam berpikir secara teratur dan cermat.
Inilah yang menyebabkan dia mempunyai tanggung jawab sosial. Dia mesti berbicara kepada
masyarakat sekiranya ia mengetahui bahwa berpikir mereka keliru, dan apa yang membikin
mereka keliru, dan yang lebih penting lagi harga apa yang harusdibayar untuk kekeliruan itu.
Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil penelitian atau
penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain meskipun yang mempergunakan
bangsanya sendiri. Sejarah telah mencatat para ilmuwan bangkti dan bersikap terhadap politik
pemerintahnya yang menurut anggapan mereka melanggar asas-asas kemanusiaan.
Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk kemasalahatan
manusia atau sebaliknya dapat pula disalah gunakan. Untuk itulah tanggung jawab ilmuwan
haruslah “dipupuk” dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab akademis dan
tanggung jawab moral.
2.4. Ilmu dan Agama
Ilmu pengetahuan harus terbuka pada konteksnya, dan agamalah yang menjadi
konteksnya. Agama mengarahkan ilmu pengetahuan pada tujuan hakikinya, yakni memahami
realitas alam, dan memahami eksistensi Allah, agar manusia menjadi sadar akan hakikat
penciptaan dirinya, dan tidak mengarahkan ilmu pengetahuan ”melulu” pada praxis, pada
kemudahan-kemudahan material duniawi.
Solusi yang diberikan Al-qur’an terhadap ilmu pengetahuan yang terikat dengan nilai
adalah dengan cara mengembalikan ilmu pengetahuan pada jalur yang semestinya, sehingga
ia menjadi berkah dan rahmat kepada manusia dan alam bukan sebaliknya membawa
mudharat. Berdasarkan sejarah tradisi Islam ilmu tidaklah berkembang pada arah yang tak
terkendali, tetapi harus bergerak pada arah maknawi dan umat berkuasa mengendalikannya.
Kekuasaan manusia atas ilmu pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh, eksistensi ilmu
pengetahuan bukan untuk mendesak kemanusiaan, tetapi kemanusiaalah yang menggenggam
ilmu pengetahuan untuk kepentingan dirinya dalam rangka penghambaan diri kepada sang
Pencipta.
Tentang tujuan ilmu pengetahuan, ada beberapa perbedaan pendapat filosof dengan
para ulama. Sebagaian berpendapat bahwa pengetahuan sendiri merupakan tujuan pokok bagi
orang yang menekuninya. Menurut mereka ilmu pengetahuan hanyalah sebagai objek kajian
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sendiri. Sebagian yang lain berpendapat bahwa
7. 7
tujuan ilmu pengetahuan merupakan upaya para peneliti atau ilmuwan menjadikan ilmu
pengetahuan sebagai alat untuk menambah kesenangan manusia dalam kehidupan yang
sangat terbatas di muka bumi ini. Pendapat yang lain cenderung menjadikan ilmu
pengetahuan sebagai alat untuk meningkatkan kebudayaan dan kemajuan bagi umat manusia
secara keseluruhan.
Kaitan Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif
jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu
gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran
tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta.
Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian;
kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu
memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang
akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima
oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang
membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada
objektifitasnya. Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan
kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam
menentukan topik penelitian. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada proses
kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya
menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif.
Penilaian dalam Aksiologi
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika.
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah
moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika
merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan
menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah
kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya.
Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno diartikan
sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-
pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di
atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma
8. 8
itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan
sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia
mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Di dalam etika, nilai
kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah
laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri,
masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral
yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan
moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme
menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu
sendiri adalah kebahagiaan.
Selanjutnya utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan
kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau
melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontologi, adalah pemikiran
tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik
dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas
atau dengan syarat. Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh
kehendak manusia.
Sementara itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika. Estetika merupakan bidang
studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti
bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan
harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu
objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga
mempunyai kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu
yang senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bangun pagi, matahari
memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan.
Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan
perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat
objek itu, artinya memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal
sebenarnya tetap merupakan perasaan.
9. 9
KESIMPULAN
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya
ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Dalam arti tertentu, jika nilai merupakan esensi yang
dapat ditangkap secara langsung, maka sudah pasti hubungan antara nilai dengan eksistensi
merupakan bahan yang sesuai benar bagi proses pemberian tanggapan dan memberikan
sumbangan untuk memahami secara mendalam masalah-masalah yang berhubungan dengan
nilai.
Aksiologi memberikan jawaban untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di
pergunakan. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah nilai.
Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan nilai. Bagaimana
kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah
dengannorma-norma nilai
Ilmu menghasilkan teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi
dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa
menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan pengetahuan dan teknologi harus
diperharikan sebaik-baiknya. Dalam filsafati penerapan teknologi meninjaunya dari segi
aksiologi keilmuwan.
10. 10
DAFTAR PUSTAKA
Arya. 2013. Aksiologi Pengetahuan. Diakses dari https://arya0809.wordpress.com/
2013/01/10/aksiologi-pengetahuan/
Pranata, Zudi. 2014. Filsafat Ilmu. Diakses dari http://www.rangkumanmakalah.com/
aksiologi-ilmu-pengetahuan/