SlideShare a Scribd company logo
Tugas Filsafat Pendidikan Sains 
KETERKAITAN MORAL, NILAI, TANGGUNG JAWAB SOSIAL 
ILMUWAN, INTERVENSI PENGUASA DAN AGAMA TERHADAP 
PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN 
Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Sains 
Dalam Ampuan 
Dr. Daulat Saragih, M.Hum 
Disusun oleh: 
Nama : Yeni Purwati 
NIM : 8136142024 
Prodi : Pendidikan Kimia B 
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 
MEDAN 
2013
KATA PENGANTAR 
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan 
rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan 
makalah yang bertema ” Keterkaitan Moral, Nilai, Tanggung Jawab Sosial 
Ilmuwan, Intervensi Penguasa dan Agama terhadap Perkembangan Ilmu 
Pengetahuan” tepat pada waktunya 
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Filsafat 
Pendidikan Sains. Dalam penulisan makalah ini penyusun merasa masih banyak 
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan 
kemampuan yang dimiliki oleh penyusun. 
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh 
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami 
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. 
Semoga makalah ini dapat berguna untuk para pembaca. 
Medan, September 2013 
Penyusun
DAFTAR ISI 
KATA PENGANTAR……………………………………………………… 
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. 
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….. 
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………... 
1. Pengertian Aksiologi………………………………………………….. 
2. Pengertian dan Ciri-Ciri Ilmu Pengetahuan…………………………… 
3. Pengertian Moral………………………………………………………. 
4. Hubungan antara Ilmu dan Moral……………………………………... 
5. Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan ……………………………………… 
6. Ilmu, Antara Bebas atau Terikat Nilai………………………………….. 
7. Intervensi Penguasa dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan 
dalam Menegakkan Kebenaran Ilmu................................................... 
8. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Hubungannya dengan Nilai.............. 
9. Hubungan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan 
Perkembangan Ilmu Agama..................................................................... 
BAB III PENUTUP…………………………………………………................ 
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..
BAB I 
PENDAHULUAN 
Perkembangan ilmu pengetahuan begitu pesat, seiring banyaknya tuntutan 
keperluan hidup manusia. Di sisi lain, timbul kekhawatiran yang sangat besar 
terhadap perkembangan ilmu itu, karena tidak ada seorang pun atau lembaga yang 
memiliki otoritas untuk menghambat implikasi negatif dari perkembangan ilmu. 
Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi 
reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Jadi ilmu bukan saja menimbulkan 
gejala dehumanisasi namun bahkan kemungkinan hakikat kemanusiaan itu 
sendiri, Dengan perkataan lain, ilmu bukan lagi merupakan sarana yang 
membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun kemungkinan mengubah 
hakikat kemanusiaan itu sendiri. 
Perkembangan ilmu pada masa modern ditandainya dengan munculnya 
pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik 
dari pandangan Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan sempurna tidak boleh 
mencari untung, namun harus bersifat kontemplatif, diganti dengan pandangan 
bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari untung, artinya dipakai untuk 
memperkuat kemampuan manusia dibumi ini. 
Dengan demikian adanya perubahan pandangan tentang ilmu pengetahuan 
mempunyai peran penting dalam membentuk peradaban dan kebudayaan 
manusia, dan dengan itu pula muncul semacam kecenderungan yang terjalin pada 
jantung setiap ilmu pengetahuan dan para ilmuwan untuk lebih berinovasi untuk 
penemuan. Kecenderungan lain adanya hasrat untuk selalu menerapkan apa yang 
dihasilkan ilmu pengetahuan, baik dalam dunia teknik mikro maupun makro. 
Keinginan manusia semakin meningkat, sampai memaksa, merajalela, dan bahkan 
membabi buta, yang akibatnya ilmu pengetahuan dan hasilnya terkadang tidak 
manusiawi lagi. Ilmu pengetahuan dan teknologi mau tidak mau mempunyai 
kaitan langsung atau tidak dengan struktur sosial dan politik. 
Secara umum, orang merasa bahwa tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk 
mencapai kebenaran, namun masalahnya tidak hanya sampai disitu saja. Proses 
ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi yang benar-benar dapat dimanfaatkan
oleh manusia/ masyarakat tentu tidak terlepas dari ilmuwannya. Untuk itulah 
tanggung jawab seorang ilmuwan haruslah ”dipupuk” dan berada pada tempat 
yang tepat, tanggung jawab akademis dan tanggung jawab moral. Ajaran moral 
tentang kebenaran harus benar-benar lepas dari keinginan subjektivitas agar tidak 
menimbulkan permasalahan. 
Untuk menjadikan ilmu pengetahuan sebagai berkah penyelamat bagi 
manusia diharapkan dalam perkembangannya ilmu pengetahuan harus bebas dari 
intervensi penguasa (pemerintah), agama, dan ilmu pengetahuan tersebut harus 
bersifat bebas nilai.
BAB II 
PEMBAHASAN 
1. Pengertian Aksiologi 
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari perkataan axios yang 
berarti nilai dan logos berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. 
Menurut Suriasumantri dalam bukunya, aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan 
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh (Suriasumantri, 1998 : 234). 
Menurut kamus Bahasa Indonesia (1995 : 19) aksiologi adalah kegunaan 
ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya 
etika. Dalam definisi yang hampir serupa bahwa aksiologi ilmu pengetahuan 
membahas nilai-nilai yang memberi batas-batas bagi pengembangan ilmu. (Ihsan, 
2010 :231) 
Dari definisi-definisi aksiologi di atas terlihat dengan jelas bahwa 
permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu 
yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang 
dinilai. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan 
estetika. Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa 
objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan 
pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan 
tidak baik di dalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu kondisi yang 
melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang 
pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan 
fenomena di sekelilingnya. 
2. Pengertian dan Ciri-Ciri Ilmu Pengetahuan 
Istilah ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa Inggris Science, yang 
berasal dari bahasa Latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti 
mempelajari, mengetahui. The Liang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu 
adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode 
untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam
berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan 
berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia. (Ihsan.2010:108) 
Ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah menurut The Liang Gie (1987) 
mempunyai 5 ciri pokok : 
a. Empiris, pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan. 
b. Sistematis, berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan 
pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur. 
c. Objektif, berarti ilmu pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan 
kesukaan pribadi. 
d. Analitis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya ke 
dalam bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan 
peranan dari bagian-bagian itu. 
e. Verifikatif, dapat diperiksa kebenarannya oleh siapa pun juga. 
(Ihsan.2010:113) 
3. Pengertian Moral 
Moral berasal dari kata Latin mos jamaknya mores yang berarti adat atau 
cara hidup. Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam penilaian sehari-hari ada 
sedikit perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang 
dinilai. Adapun etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada (Surajiyo, 
2009:147). 
Kata moral juga dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang melahirkan 
etika. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang kritis 
dalam melihat nilai (takaran, harga, angka kepandaian, kadar/mutu, sifat-sifat 
yang penting/berguna) dan moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang 
timbul dalam kaitan dengan nilai dan moral itu (Ihsan, 2010:271). 
Sumber langsung ajaran moral adalah berbagai orang dalam kedudukan 
yang berwenang seperti orangtua dan guru, para pemuka masyarakat dan agama, 
serta tulisan para bijak. Etika bukan sumber tambahan bagi ajaran moral, tetapi 
filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. 
Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Jadi, etika dan ajaran moral 
tidak berada ditingkat yang sama (Surajiyo, 2009:147).
Jadi, moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku 
manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Manusia yang tidak 
memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memilki nilai 
positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus 
dimiliki oleh manusia. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah dan 
manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral 
adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan 
manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang 
berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan 
lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, 
begitu juga sebaliknya. 
4. Hubungan antara Ilmu dan Moral 
Merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban 
manusia sangat berhutang kepada ilmu dan teknologi. Berkat kemajuan dalam 
bidang ini maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih cepat 
dan lebih mudah disamping penciptaan berbagai kemudahan dalam bidang-bidang 
seperti kesehatan, pengangkutan, pemukiman, pendidikan, dan komunikasi 
(Suriasumantri, 2000 : 229). 
Perkembangan ilmu, sejak pertumbuhannya diawali dan dikaitkan dengan 
sebuah kebutuhan kondisi realitas saat itu. Pada saat terjadi peperangan atau ada 
keinginan manusia untuk memerangi orang lain, maka ilmu berkembang, 
sehingga penemuan ilmu bukan saja ditujukan untuk menguasai alam melainkan 
untuk tujuan perang, memerangi semua manusia dan untuk menguasai mereka. 
Di pihak lain, perkembangan dan kemajuan ilmu sering melupakan 
kedudukan atau faktor manusia. Penemuan ilmu semestinya untuk kepentingan 
manusia, jadi ilmu yang menyesuaikan dengan kedudukan manusia, namun 
keadaan justru sebaliknya yaitu manusia lah yang akhirnya harus menyesuaikan 
diri dengan ilmu. 
Masalah teknologi yang mengakibatkan proses dehumanisasi sebenarnya 
lebih merupakan masalah kebudayaan dari pada masalah moral. Artinya,
dihadapkan dengan ekses teknologi yang bersifat negatif, maka masyarakat harus 
menentukan teknologi mana saja yang akan dipergunakan dan teknologi mana 
yang tidak. Secara konseptual maka hal ini berarti bahwa suatu masyarakat harus 
menetapkan strategi pengembangan teknologinya agar sesuai dengan nilai-nilai 
budaya yang dijunjungnya (Suriasumantri, 2000:234). 
Dihadapkan dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan 
teknologi yang bersifat merusak ini para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan 
pendapat. Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral 
terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis. Dalam hal ini 
tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain 
untuk mempergunakannya. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu 
terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam 
penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, maka kegiatan keilmuan 
harus berlandaskan asas-asas moral. Tahap tertinggi dalam kebudayaan moral 
manusia, ujar Charles Darwin, adalah ketika kita menyadari bahwa kita 
seyogyanya mengontrol pikiran kita (Suriasumantri, 2000:235). 
Secara filsafat dapat dikatakan bahwa dalam tahap pengembangan konsep 
terdapat masalah moral yang ditinjau dari segi ontologi keilmuan, sedangkan 
dalam tahap penerapan konsep terdapat masalah moral ditinjau dari segi aksiologi 
keilmuan. Ontologi diartikan sebagai pengkajian mengenai hakikat realitas dari 
obyek yang ditelaah dalam membuahkan pengetahuan, aksiologi diartikan sebagai 
teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. 
Setiap pengetahuan, termasuk pengetahuan ilmiah, mempunyai tiga dasar yakni 
ontologi, epistemologi, dan aksiologi. 
Epistemologi membahas cara untuk mendapatkan pengetahuan, yang 
dalam kegiatan keilmuan disebut metode ilmiah. Penerapan dari ilmu pengetahuan 
dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan dan mempunyai 
pengaruh pada proses perkembangan lebih lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi. 
Tanggung jawab etis merupakan sesuatu yang menyangkut kegiatan maupun 
penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini berarti ilmuwan 
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memperhatikan 
kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem,
bertanggung jawab pada kepentingan umum, kepentingan generasi mendatang, 
dan bersifat universal, karena pada dasarnya ilmu pengetahuan dan teknologi 
adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk 
menghancurkan eksistensi manusia (Ihsan, 2010:280). 
Ilmu yang diusahakan dengan aktivitas manusia harus dilaksanakan 
dengan metode tertentu sehingga mendatangkan pengetahuan yang sistematis. 
Manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati sesamanya. Untuk 
menerapkan ilmu pengatahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai 
pertimbangan untuk proses perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi lebih 
lanjut. 
Jadi jelaslah bahwa ilmu dan moral memiliki keterkaitan yang sangat kuat. 
Seperti yang telah diutarakan diatas bahwa ilmu bisa menjadi malapetaka 
kemanusiaan jika seseorang memanfaatkannya tidak bermoral atau paling tidak 
mengindahkan nilai-nilai moral yang ada. Tetapi, sebaliknya ilmu akan menjadi 
rahmat bagi kehidupan manusia jika dimanfaatkan secara benar dan tepat serta 
mengindahkan aspek moral. Dengan demikian kekuasaan ilmu ini mengharuskan 
seorang ilmuwan memiliki landasan moral yang kuat. Tanpa landasan dan 
pemahaman terhadap nilai-nilai moral, seorang ilmuwan bisa menjadi “monster” 
yang setiap saat bisa menerkam manusia, artinya bencana kemanusian bisa setiap 
saat terjadi. Kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berilmu itu jauh lebih 
jahat dan membahayakan dibandingkan dengan kejahatan orang yang tidak 
berilmu. 
5. Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan 
Proses menemukan kebenaran secara ilmiah mempunyai implikasi etis 
bagi seorang ilmuwan. Karakteristik proses tersebut merupakan kategori moral 
yang melandasi sikap etis seorang ilmuwan. Kegiatan intelektual yang 
meninggikan kebenaran sebagai tujuan akhirnya mau tidak mau akan 
mempengaruhi pandangan moral. (Suriasumantri,1998:244). 
Kebenaran berfungsi bukan saja sebagai jalan pikirannya namun seluruh 
jalan hidupnya. Dalam usaha masyarakat untuk menegakkan kebenaran inilah
maka seorang ilmuwan terpanggil oleh kewajiban sosialnya, bukan saja sebagai 
penganalisis materi kebenaran tersebut namun juga sebagai prototipe moral yang 
baik. 
Di bidang etika tanggung jawab sosial seorang ilmuwan bukan lagi 
memberi informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil didepan bagaimana 
caranya bersifat objektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, 
kukuh dalam pendirian yang dianggapnya benar dan berani mengakui kesalahan. 
Semua sifat ini beserta sifat lainnya merupakan implikasi etis dari proses 
penemuan kebenaran secara ilmiah. 
Salah satu sendi masyarakat modern adalah ilmu dan teknologi. Inilah 
merupakan tanggung jawab sosial seorang ilmuwan. Seorang ilmuwan secara 
moral tidak akan membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk menindas 
bangsa lain meskipun yang mempergunakannya itu adalah bangsanya sendiri. 
Seorang ilmuwan tidak boleh berpangku tangan, dia harus memilih sikap, 
berpihak kepada kemanusiaan. 
Pilihan moral memang terkadang getir sebab tidak bersifat hitam di atas 
putih. Seorang ilmuwan tidak boleh menyembunyikan hasil penemuannya itu, 
apapun juga bentuknya dari masyarakat luas serta apapun juga konsekuensi yang 
akan terjadi dari penemuannya itu. Seorang ilmuwan tidak boleh memutar 
balikkan temuannya jika hipotesis yang dijunjung tinggi tersusun atas kerangka 
pemikiran yang terpengaruh preferensi moral ternyata hancur berantakan karena 
bertentangan dengan fakta-fakta pengujian. 
Seorang ilmuwan juga mempunyai tanggung jawab sosial di bahunya. 
Bukan saja karena ia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat 
secara langsung dengan di masyarakat, yang lebih penting adalah karena dia 
mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup manusia. Seorang ilmuwan 
juga bertanggung jawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan 
oleh masyarakat. Sikap sosial seorang ilmuwan adalah konsisten dengan proses 
penelaahan keilmuwan yang dilakukan. Sering dikatakan bahwa ilmu itu bebas 
dari sistem nilai. Ilmu itu sendiri netral dan para ilmuannya sendiri yang 
memberikan nilai.
6. Ilmu, Antara Bebas atau Terikat Nilai 
Perkembangan ilmu pengetahuan dalam sejarahnya tidak selalu melalui 
logika penemuan yang didasarkan pada metodologi objektivisme yang ketat. Ide 
baru bisa saja muncul berupa kilatan intuisi atau refleksi religius, di mana 
netralitas ilmu pengetahuan kemudian rentan permasalahan di luar objeknya. 
Yaitu terikat dengan nilai subjektifitasnya seperti hal yang berbau mitologi. 
Dengan demikian netralitas ilmu semakin dipertanyakan. 
Setiap buah pikiran manusia harus kembali pada aspek ontologi, 
epistimologi, dan aksiologi. Hal ini sangat penting bahwa setelah tahap ontologi 
dan epistimologi suatu ilmu dituntut pertanyaan yaitu tentang nilai kegunaan ilmu 
(aksiologi). Dari sudut epistemologi, sains (ilmu pengetahuan) terbagi dua, yaitu 
sains formal dan sains empirikal. Sains formal berada di pikiran kita yang berupa 
kontemplasi dengan menggunakan simbol, merupakan implikasi-implikasi logis 
yang tidak berkesudahan. Sains formal netral karena berada di dalam pikiran kita 
dan diatur oleh hukum-hukum logika. Adapun sains empirikal tidak netral. Sains 
empirikal merupakan wujud konkret jagad raya ini, isinya ialah jalinan-jalinan 
sebab akibat. Sains empirikal tidak netral karena dibangun oleh pakar berdasarkan 
paradigma yang menjadi pijakannya, dan pijakannya itu merupakan hasil 
penginderaan terhadap jagad raya. Pijakan ilmuwan tersebut tentulah nilai. Tetapi 
sebaliknya pada dasar ontologi dan aksiologi bahwa ilmuwan harus menilai antara 
yang baik dan buruk pada suatu objek, yang hakikatnya mengharuskan dia 
menentukan sikap. 
Objek ilmu memiliki nilai intrinsik, sementara di luar itu terdapat nilai-nilai 
lain yang mempengaruhinya. Objek tidak dapat menghindari nilai dari luar 
dirinya karena tidak akan dikenal sebagai ilmu pengetahuan apabila hanya berdiri 
sendiri dan sibuk dengan nilainya sendiri. Dengan kata lain ilmu bukan hanya 
untuk kepentingan ilmu sendiri tetapi ilmu juga untuk kepentingan lainnya, 
sehingga tidak dapat diabaikan kalau ilmu terikat dengan lainnya seperti nilai. 
Paradigmalah yang menentukan jenis eksperimen yang dilakukan para ilmuwan, 
jenis-jenis pertanyaan yang mereka ajukan, masalah yang mereka anggap penting 
dan manfaatnya. Ketidaknetralan ilmu disebabkan karena ilmuwan berhubungan
dengan realitas bukan sebagai sesuatu yang telah ada tanpa interpretasi, melainkan 
dibangun oleh skema konseptual, ideologi, permainan bahasa, ataupun paradigma. 
Di samping itu ilmu yang bebas nilai juga akan berimplikasi lepasnya 
secara otomatis tanggungjawab sosial para ilmuwan terhadap masalah negatif 
yang timbul, karena disibukkan dengan kegiatan keilmuan yang diyakini sebagai 
bebas nilai alias tidak bisa diganggu gugat. Jika ilmuwan berlepas terhadap 
persoalan negatif yang ditimbulkannya, maka secara ilmiah mereka dianggap 
benar. Hal yang sangat menggelikan. Seharusnya ilmuwan menerima kebenaran 
yang didapat dalam penyelidikan ilmu dengan kritis. Setiap pendapat yang 
dikemukakan diuji kebenarannya, itulah yang membawa kemajuan ilmu. 
Kelanggengannya dapat diganti dengan penemuan yang baru. 
Dalam perkembangan ilmu sering digunakan metode trial and error, dan 
sering menimbulkan permasalahan eksistensi ilmu ketika eksperimentasi ternyata 
seringkali menimbulkan fatal error sehingga tuntutan nilai sangat dibutuhkan 
sebagai acuan moral bagi pengembangannya. Dalam konteks ini, eksistensi nilai 
dapat diwujudkan dalam visi, misi, keputusan, pedoman perilaku, dan kebijakan 
moral. 
Berbeda dengan ilmu yang bebas nilai, ilmu yang tidak bebas nilai atau 
terikat nilai (value bond) memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai 
dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai. Pengembangan 
ilmu yang terikat nilai jelas tidak mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai, lepas dari 
kepentingan-kepentingan baik politis, ekonomis, sosial, religius, ekologis dan 
sebagainya. 
7. Intervensi Penguasa Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dalam 
Menegakkan Kebenaran Ilmu 
Perkembangan ilmu pengetahuan disuatu wilayah umumnya cenderung 
ditangan penguasa/pemerintahnya. Hal ini sebenarnya dilatar belakangi bahwa 
para penguasa meletakkan ilmu pengetahuan dan lebih menekankan pada aspek 
kebijaksanaan. Menurut mereka, kebijaksanaan merupakan intervensi yang 
mereka lakukan dengan tujuan untuk mencapai kemakmuran, keamanan, 
pertahanan menuju kestabilan ideologi, politik sosial dan budaya pada daerah
tersebut. Penguasa cenderung memutar balikkan fakta yang ada tentang 
kebenaran sebuah ilmu. Namun kecenderungan ini pada prinsipnya hanya karena 
kepentingan politik negara semata, yang tidak jarang diikuti oleh kepentingan-kepentingan 
pribadi yang sebenarnya merupakan perselingkuhan antara moral 
dengan tujuan yang sebenarnya. Intervensi penguasa dalam perkembangan ilmu 
pengetahuan tidak terlepas dari pertimbangan etika bernegara, yang mutlak 
diperlukan untuk keteraturan dan keberlangsungan hidup masyarakat, yang 
akhirnya melahirkan keotoritasan penguasa/negara. Otoritas menjadi salah satu 
sumber pembenaran dalam pengembangan ilmu pengetahuan. 
Di Indonesia, yang negara demokrasi kebebasan warga negara dibatasi oleh 
undang-undang, sehingga diharapkan hidup masyarakat tidak kacau. 
Kediktatoran dianggap implementasi dari kebijaksanaan mengatur manusia 
dengan baik, tetapi mereka tidak mempunyai kebebasan, yang berlawanan dengan 
keadaan negara anarki dimana warga negara mempunyai kebebasan tanpa batas, 
tetapi hidup dalam kekacauan. Dalam satu sisi, intervensi negara di butuhkan, 
tetapi disisi lain intervensi ini juga akan mengkaburkan bahkan mematikan 
kebenaran ilmu pengetahuan tersebut. 
Contoh intervensi penguasa dalam hal ini pemerintah di Indonesia adalah 
penemuan para ilmuwan tentang bahaya pencemaran beberapa pabrik/industri 
yang meresakan masyarakat dan mengancam keselamatan hidup masyarakat. 
Akhirnya demi kepentingan ekonomi dan kestabilan negara bahkan mungkin 
kepentingan pribadi penguasanya, temuan itu disampaikan kemasyarakat dengan 
hasil yang sebaliknya. 
8. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Hubungannya Dengan Nilai 
Perkembangan ilmu pengetahuan yang digunakan untuk maksud 
baik harus dilandasi dengan landasan etis, baik etika individu, etika sosial 
maupun etika lingkungan. Ilmu pengetahuan berkembang seharusnya bebas nilai 
agar perkembangannya diharapkan murni berkembang sebagai mana mestinya, 
namun tidak terlepas dengan tanggungjawab. 
Mengingat perkembangan ilmu pengetahuan bersifat ambifalen, yang 
artinya disamping segi positifnya terdapat pula akibat-akibat negatif yang
ditimbulkannya, sehingga perlu nilai sebagai pembatasan akan perkembangannya 
membutuhkan tanggung jawab profesional keilmuan agar orang tidak cenderung 
dan gegabah dalam melakukan kegiatan serta keputusan-keputusan intelektual 
yang justru menyusahkan manusia itu sendiri. Tanggungjawab ini bukan 
bermaksud mencegah usaha pengembangannya tetapi memberikan arah dan 
dorongan bagi perkembangan tersebut. Bagi manusia, tanggung jawab adalah 
sebuah nilai (value), dengan ini manusia disebut bermartabat dan berbudaya. 
Tanggung jawab kultural dalam pengembangan ilmu pengetahuan 
mensyaratkan integritas pribadi yang menegaskan integritas intelektual. Manusia 
tidak dapat hidup tanpa pedoman, sehingga inti pengembangan ilmu pengetahuan 
bukan semata-mata terletak pada usaha mengejar prestasi, tetapi lebih dari itu, ia 
merupakan sebuah nilai (value) dan panggilan tugas kemanusian. Perkembangan 
ilmu pengetahuan harus dibatasi nilai, baik nilai kemanusiaan itu sendiri maupun 
nilai-nilai yang dianut/disepakati oleh suatu daerah. Tanpa nilai, perkembangan 
ilmu pengetahuan akan melenceng dari tujuan dasarnya, mensejahterakan 
kehidupan manusia menjadi bumerang bagi manusia. Kesadaran akan aspek-aspek 
negatif yang melekat pada perkembangan ilmu pengetahuan menuntut tanggung 
jawab keilmuan. Masalah tanggung jawab terhadap nilai pada suatu daerah dalam 
perkembangan ilmu pengetahuan diiharapkan dapat mengatasi dan menjaga 
keseimbangan alam dalam tatanan kehidupan. 
Perkembangan ilmu pengetahuan yang spektakuler di satu sisi dan nilai-nilai 
moral yang bersifat statis dan universal di sisi lain dapat dijadikan arah 
dalam menuntun perkembangan ilmu selanjutnya. Sebab, tanpa adanya bimbingan 
moral terhadap ilmu dikhawatirkan kehebatan ilmu dan teknologi tidak semakin 
mensejahterakan manusia, tetapi justru merusak dan bahkan menghancurkan 
kehidupan manusia. Pada saat ini tepat rasanya pesan ini disampaikan agar ilmu 
tidak ”kebablasan”, ilmu hanya untuk ilmu. 
9. Hubungan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Perkembangan 
Ilmu Agama 
Pernyataan bahwa perkembangan ilmu agama selalu terlambat daripada 
perkembangan ilmu pengetahuan sehingga agama selalu mencurigai ilmu
pengetahuan dan kadang menghukumnya dengan dalil-dalil yang tidak dapat 
diterima ilmu pengetahuan. Maksudnya adalah : sumber dalil agama berdasarkan 
kitab sucinya, yang diturunkan melalui wahyu untuk kepentingan ummatnya, 
sedangkan ilmu pengetahuan merupakan refleksi dari kemampuan manusia untuk 
membentuk peradaban global dan membawa akibat-akibat besar terhadap kodrat 
kemanusian yang dipandang sebagai salah satu unsur dasar kebudayaan, yang 
selalu berkembang seakan tanpa batas sesuai dengan kehendak dan harapan 
manusia untuk mencapai keinginannya. 
Ilmu agama yang berdasar kitab sucinya ditafsirkan para pemuka agama 
terkadang sering hanya berdasarkan keadaan pada saat zaman Nabi, pada saat 
ayat-ayat itu diturunkan, padahal ajaran agama sebenarnya fleksibel mengikuti 
kebutuhan umat pada zamannya dengan tidak mengabaikan ajaran-ajaran dasar 
yang pokok/Tauhid. Artinya ilmu agama yang ditafsirkan dengan tidak mengikuti 
perkembangan kemajuan masyarakatnya/pranata masyarakat sesudahnya, akan 
mengakibatkan kontroversial dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang ada. 
Dalam pandangan agama, ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan 
aspek kehidupan ummat manusia yang tinggi, sedangkan ilmu pengetahuan 
hingga kini dianggap sebagai pengawal ummat manusia yang akhir-akhir ini 
secara umum banyak diserang sebagai pembawa berbagai macam ketimpangan 
dan pencemaran fisik, biologi, sosial dan budaya. 
Ungkapan ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta dan agama tanpa 
ilmu adalah lumpuh, secara mendasar menunjukkan integritas religius yang 
menggerakkan aktivitas keilmuan seseorang. Kemajuan ilmu pengetahuan, 
misalnya dibidang genetika tanpa disadari melampaui ajaran agama. Dalam 
konteks ilmu agama rekayasa genetika misalnya selalu bertentangan dengan dalil-dalil 
agama sehingga seakan-akan agama mengharamkan perkembangan ilmu 
kearah tersebut. Keuntungan semu jangka pendek yang dilahirkan ilmu 
pengetahuan tidak mustahil dapat menjadi bumerang yang mengakibatkan 
kerugian dalam jangka panjang. Ajaran agama yang mengatakan kehidupan yang 
sebenarnya harus karena dari Tuhan akan bertentangan dengan salah satu 
kemajuan ilmu, seperti rekayasa genetika.
Penafsiran para ahli agama juga mempengaruhi dalil-dalil dan 
pernyataannya tentang sebuah konsep agama dengan suatu teori ilmu pengetahuan 
baru yang diperoleh. Jika manusia (ilmuan dan masyarakat) tidak mampu 
memilah antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan, maka akan terjadi keadaan 
yang statis, tidak berkembang dan tidak ada kemajuan ilmu pengetahuan. 
Namun, yang hanya berlandaskan agama (fanatisme) cenderung tidak toleransi 
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan baru. Banyak tema-tema yang 
berkembang dalam kemajuan ilmu pengetahuan yang terkadang dihambat oleh 
dalil-dalil agama yang tidak dapat diterima oleh konsep ilmu pengetahuan seperti 
perkembangan rekayasa genetika, teknologi informasi, maupun teori partikel 
elementer lainnya. Maka seharusnya para ilmuan mengkonfersikan agama 
terhadap intelektual, yang berlandaskan moral dan nilai sosial. Hal ini disebabkan 
karena integritas religius memungkinkan untuk menempatkan diri seseorang 
secara positif dalam melakukan aktivitas keilmuan dan perkembangan ilmu 
pengetahuan. 
Perkembangan ilmu pengetahuan membentuk pandangan intelektual yang 
selalu berubah, yang mempersiapkan akal manusia untuk menerima dan menjalani 
perubahan serta kontinuitasnya. Perkembangan ilmu pengetahuan juga hendaknya 
menjalin keharmonisan antara perkembangan baru dan warisan lama di 
masyarakat, di samping mempersiapkan individu untuk menerima pranata-pranata 
baru serta berusaha memahaminya, sehingga pengetahuan ilmu agama harus 
berwatak dinamis dan merupakan bagian integral dari konsep tentang risalah 
kehidupan.
BAB III 
PENUTUP 
Dari penyajian makalah tentang keterkaitan moral, nilai, tanggung jawab 
sosial ilmuwan, intervensi penguasa dan agama terhadap perkembangan ilmu 
pengetahuan dapat ditarik kesimpulan bahwa: 
1. Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk 
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari 
berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. 
2. Moral adalah sistem nilai (sesuatu yang dijunjung tinggi) yang berupa 
ajaran (agama) dan paham (ideologi) sebagai pedoman untuk bersikap dan 
bertindak baik yang diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. 
3. Hubungan antara ilmu dan moral adalah sangat erat bahwa setiap usaha 
manusia untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman 
dari berbagai segi harus berpedoman pada ajaran agama dan paham 
ideologi dalam bersikap dan bertindak. 
4. Tanggung jawab ilmuwan di masyarakat adalah suatu kewajiban seorang 
ilmuwan untuk mengetahui masalah sosial dan cara penyelesaian 
permasalahan sosial tersebut. Seorang ilmuwan mempunyai tanggung 
jawab sosial, bukan saja karena dia adalah warga masyarakat yang 
kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat namun yang lebih 
penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan 
hidup bermasyarakat. 
5. Untuk menjadikan ilmu pengetahuan sebagai berkah penyelamat bagi 
manusia diharapkan dalam perkembangannya ilmu pengetahuan harus 
bebas dari intervensi penguasa (pemerintah), agama, dan ilmu 
pengetahuan tersebut harus bersifat bebas nilai.
DAFTAR PUSTAKA 
Ihsan,Fuad. 2010. Filsafat Ilmu . Jakarta : Rineka Cipta 
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1995. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen 
Pendidikan Nasional 
Surajiyo. 2009. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta : 
Bumi Aksara 
Suriasumantri, Jujun S.1998. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer .Jakarta: 
Pustaka Sinar Harapan 
Suriasumantri, Jujun S.2000. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer .Jakarta: 
Pustaka Sinar Harapan

More Related Content

What's hot

Pengertian dan kedudukan filsafat dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia
Pengertian dan kedudukan filsafat dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan manusiaPengertian dan kedudukan filsafat dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia
Pengertian dan kedudukan filsafat dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia
Risa Octaviani
 
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmuKumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
PutriAgilya
 
Filsafat dan Teori Pendidikan
Filsafat dan Teori PendidikanFilsafat dan Teori Pendidikan
Filsafat dan Teori Pendidikan
Muhamad Masud
 
Pertemuan 1
Pertemuan 1Pertemuan 1
Pertemuan 1
noviautamiputri
 
Landasan filsafat
Landasan filsafatLandasan filsafat
Landasan filsafatnefi_23
 
Makalah filsafat pendidikan
Makalah filsafat pendidikanMakalah filsafat pendidikan
Makalah filsafat pendidikan
Septian Muna Barakati
 
Power point filsafat
Power point filsafatPower point filsafat
Power point filsafat
andryyanifebia
 
Mata kuliah-filsafat-ilmu1 (1)
Mata kuliah-filsafat-ilmu1 (1)Mata kuliah-filsafat-ilmu1 (1)
Mata kuliah-filsafat-ilmu1 (1)
NENENGFITRIA
 
Landasan Filosofis Pendidikan
Landasan Filosofis PendidikanLandasan Filosofis Pendidikan
Landasan Filosofis Pendidikan
Indonesia University of Education
 
Etika sebagai cabang filsafat
Etika sebagai cabang filsafatEtika sebagai cabang filsafat
Etika sebagai cabang filsafat
Angga Debby Frayudha
 
Konsep Sekolah yang Baik: Tinjauan Filosofis Pendidikan
Konsep Sekolah yang Baik: Tinjauan Filosofis PendidikanKonsep Sekolah yang Baik: Tinjauan Filosofis Pendidikan
Konsep Sekolah yang Baik: Tinjauan Filosofis Pendidikan
Djadja Sardjana
 
Landasan Pendidikan sebagai ilmu dan seni
Landasan Pendidikan sebagai ilmu dan seniLandasan Pendidikan sebagai ilmu dan seni
Landasan Pendidikan sebagai ilmu dan seni
agusindro
 

What's hot (17)

Pengertian dan kedudukan filsafat dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia
Pengertian dan kedudukan filsafat dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan manusiaPengertian dan kedudukan filsafat dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia
Pengertian dan kedudukan filsafat dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia
 
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmuKumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
 
Filsafat dan Teori Pendidikan
Filsafat dan Teori PendidikanFilsafat dan Teori Pendidikan
Filsafat dan Teori Pendidikan
 
Power point filsafat tp
Power point filsafat tpPower point filsafat tp
Power point filsafat tp
 
Makalah filsafat pendidikan
Makalah filsafat pendidikanMakalah filsafat pendidikan
Makalah filsafat pendidikan
 
Pertemuan 1
Pertemuan 1Pertemuan 1
Pertemuan 1
 
Landasan filsafat
Landasan filsafatLandasan filsafat
Landasan filsafat
 
Makalah filsafat pendidikan
Makalah filsafat pendidikanMakalah filsafat pendidikan
Makalah filsafat pendidikan
 
Power point filsafat
Power point filsafatPower point filsafat
Power point filsafat
 
Mata kuliah-filsafat-ilmu1 (1)
Mata kuliah-filsafat-ilmu1 (1)Mata kuliah-filsafat-ilmu1 (1)
Mata kuliah-filsafat-ilmu1 (1)
 
Pentingnya filsafat
Pentingnya filsafatPentingnya filsafat
Pentingnya filsafat
 
Landasan Filosofis Pendidikan
Landasan Filosofis PendidikanLandasan Filosofis Pendidikan
Landasan Filosofis Pendidikan
 
Etika sebagai cabang filsafat
Etika sebagai cabang filsafatEtika sebagai cabang filsafat
Etika sebagai cabang filsafat
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
 
Konsep Sekolah yang Baik: Tinjauan Filosofis Pendidikan
Konsep Sekolah yang Baik: Tinjauan Filosofis PendidikanKonsep Sekolah yang Baik: Tinjauan Filosofis Pendidikan
Konsep Sekolah yang Baik: Tinjauan Filosofis Pendidikan
 
Landasan Pendidikan sebagai ilmu dan seni
Landasan Pendidikan sebagai ilmu dan seniLandasan Pendidikan sebagai ilmu dan seni
Landasan Pendidikan sebagai ilmu dan seni
 
Makalah filsafat 2
Makalah filsafat 2Makalah filsafat 2
Makalah filsafat 2
 

Similar to Makalah filsafat pendidikan yeni

Aksiologi Ilmu Pendidikan
Aksiologi Ilmu PendidikanAksiologi Ilmu Pendidikan
Aksiologi Ilmu Pendidikan
META GUNAWAN
 
Teknologi & kemislinan
Teknologi & kemislinanTeknologi & kemislinan
Teknologi & kemislinanAze Aze
 
Makalah ilmu pengetahuan dan moralitas
Makalah ilmu pengetahuan dan moralitasMakalah ilmu pengetahuan dan moralitas
Makalah ilmu pengetahuan dan moralitas
Yuliana Aminulloh
 
Per 11 dimensi kajian ilmu (aksiologi)
Per 11 dimensi kajian ilmu (aksiologi)Per 11 dimensi kajian ilmu (aksiologi)
Per 11 dimensi kajian ilmu (aksiologi)
Handoko Wardana
 
Aksiologi Sains
Aksiologi SainsAksiologi Sains
Aksiologi Sains
Abdul Aziz
 
6 aksiologi pengetahuan
6 aksiologi pengetahuan6 aksiologi pengetahuan
6 aksiologi pengetahuan
PPS Universitas Sriwijaya
 
FILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docx
FILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docxFILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docx
FILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docx
LisdaPuspaawaliaj1
 
KEL.6 Implikasi Filsafat Ilmu.pptx
KEL.6 Implikasi Filsafat Ilmu.pptxKEL.6 Implikasi Filsafat Ilmu.pptx
KEL.6 Implikasi Filsafat Ilmu.pptx
ssuserc12fc21
 
Aksiologi f3
Aksiologi f3Aksiologi f3
Aksiologi f3
Trie Rahayu
 
Bab iv filsafat
Bab iv filsafatBab iv filsafat
Bab iv filsafat
Mask Kur
 
filsafat tanggungjawab moral
filsafat tanggungjawab moralfilsafat tanggungjawab moral
filsafat tanggungjawab moral
YuliaLian
 
Makalah aksiologi henry kurniawan
Makalah aksiologi henry kurniawanMakalah aksiologi henry kurniawan
Makalah aksiologi henry kurniawanHenry Kurniawan
 
Pdf kumpulan soal soal makalah filsafat
Pdf kumpulan soal soal makalah filsafatPdf kumpulan soal soal makalah filsafat
Pdf kumpulan soal soal makalah filsafat
jotimustika
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
Warnet Raha
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
Warnet Raha
 

Similar to Makalah filsafat pendidikan yeni (20)

Aksiologi Ilmu Pendidikan
Aksiologi Ilmu PendidikanAksiologi Ilmu Pendidikan
Aksiologi Ilmu Pendidikan
 
Teknologi & kemislinan
Teknologi & kemislinanTeknologi & kemislinan
Teknologi & kemislinan
 
Makalah ilmu pengetahuan dan moralitas
Makalah ilmu pengetahuan dan moralitasMakalah ilmu pengetahuan dan moralitas
Makalah ilmu pengetahuan dan moralitas
 
Per 11 dimensi kajian ilmu (aksiologi)
Per 11 dimensi kajian ilmu (aksiologi)Per 11 dimensi kajian ilmu (aksiologi)
Per 11 dimensi kajian ilmu (aksiologi)
 
Aksiologi Sains
Aksiologi SainsAksiologi Sains
Aksiologi Sains
 
6 aksiologi pengetahuan
6 aksiologi pengetahuan6 aksiologi pengetahuan
6 aksiologi pengetahuan
 
FILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docx
FILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docxFILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docx
FILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docx
 
Makalah filsafat ilmu
Makalah filsafat ilmuMakalah filsafat ilmu
Makalah filsafat ilmu
 
KEL.6 Implikasi Filsafat Ilmu.pptx
KEL.6 Implikasi Filsafat Ilmu.pptxKEL.6 Implikasi Filsafat Ilmu.pptx
KEL.6 Implikasi Filsafat Ilmu.pptx
 
Aksiologi f3
Aksiologi f3Aksiologi f3
Aksiologi f3
 
Bab iv filsafat
Bab iv filsafatBab iv filsafat
Bab iv filsafat
 
filsafat tanggungjawab moral
filsafat tanggungjawab moralfilsafat tanggungjawab moral
filsafat tanggungjawab moral
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
 
Makalah aksiologi henry kurniawan
Makalah aksiologi henry kurniawanMakalah aksiologi henry kurniawan
Makalah aksiologi henry kurniawan
 
Pdf kumpulan soal soal makalah filsafat
Pdf kumpulan soal soal makalah filsafatPdf kumpulan soal soal makalah filsafat
Pdf kumpulan soal soal makalah filsafat
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
 
Makalah filsafat 4 (2)
Makalah filsafat 4 (2)Makalah filsafat 4 (2)
Makalah filsafat 4 (2)
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
 

More from Yeni Purwati

Soal sifat koligatif
Soal sifat koligatifSoal sifat koligatif
Soal sifat koligatifYeni Purwati
 
Silabus kimia-sma-kls-xii-2013
Silabus kimia-sma-kls-xii-2013Silabus kimia-sma-kls-xii-2013
Silabus kimia-sma-kls-xii-2013Yeni Purwati
 
Rpp sifat koligatif larutan
Rpp sifat koligatif larutanRpp sifat koligatif larutan
Rpp sifat koligatif larutanYeni Purwati
 
Instrument Soal sifat koligatif
Instrument Soal sifat koligatifInstrument Soal sifat koligatif
Instrument Soal sifat koligatifYeni Purwati
 
Makalah karakter mandiri
Makalah karakter mandiriMakalah karakter mandiri
Makalah karakter mandiriYeni Purwati
 
Analisis Kurikulum
Analisis KurikulumAnalisis Kurikulum
Analisis KurikulumYeni Purwati
 
LKS titik beku
LKS titik bekuLKS titik beku
LKS titik beku
Yeni Purwati
 
Analisis Kurikulum
Analisis Kurikulum Analisis Kurikulum
Analisis Kurikulum
Yeni Purwati
 
Kesetimbangan Kimia Yeni Purwati
Kesetimbangan Kimia Yeni PurwatiKesetimbangan Kimia Yeni Purwati
Kesetimbangan Kimia Yeni PurwatiYeni Purwati
 

More from Yeni Purwati (14)

Soal sifat koligatif
Soal sifat koligatifSoal sifat koligatif
Soal sifat koligatif
 
Silabus kimia-sma-kls-xii-2013
Silabus kimia-sma-kls-xii-2013Silabus kimia-sma-kls-xii-2013
Silabus kimia-sma-kls-xii-2013
 
Rpp sifat koligatif larutan
Rpp sifat koligatif larutanRpp sifat koligatif larutan
Rpp sifat koligatif larutan
 
Instrument Soal sifat koligatif
Instrument Soal sifat koligatifInstrument Soal sifat koligatif
Instrument Soal sifat koligatif
 
Makalah karakter mandiri
Makalah karakter mandiriMakalah karakter mandiri
Makalah karakter mandiri
 
Jurnal yeni
Jurnal yeniJurnal yeni
Jurnal yeni
 
Lks titik beku
Lks titik bekuLks titik beku
Lks titik beku
 
Analisis Kurikulum
Analisis KurikulumAnalisis Kurikulum
Analisis Kurikulum
 
LKS titik didih
LKS titik didihLKS titik didih
LKS titik didih
 
LKS titik beku
LKS titik bekuLKS titik beku
LKS titik beku
 
Analisis Kurikulum
Analisis Kurikulum Analisis Kurikulum
Analisis Kurikulum
 
Quiz Ikatan Kimia
Quiz Ikatan KimiaQuiz Ikatan Kimia
Quiz Ikatan Kimia
 
Ikatan kimia
Ikatan kimiaIkatan kimia
Ikatan kimia
 
Kesetimbangan Kimia Yeni Purwati
Kesetimbangan Kimia Yeni PurwatiKesetimbangan Kimia Yeni Purwati
Kesetimbangan Kimia Yeni Purwati
 

Makalah filsafat pendidikan yeni

  • 1. Tugas Filsafat Pendidikan Sains KETERKAITAN MORAL, NILAI, TANGGUNG JAWAB SOSIAL ILMUWAN, INTERVENSI PENGUASA DAN AGAMA TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Sains Dalam Ampuan Dr. Daulat Saragih, M.Hum Disusun oleh: Nama : Yeni Purwati NIM : 8136142024 Prodi : Pendidikan Kimia B UNIVERSITAS NEGERI MEDAN MEDAN 2013
  • 2. KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah yang bertema ” Keterkaitan Moral, Nilai, Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan, Intervensi Penguasa dan Agama terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan” tepat pada waktunya Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Sains. Dalam penulisan makalah ini penyusun merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki oleh penyusun. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna untuk para pembaca. Medan, September 2013 Penyusun
  • 3. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR……………………………………………………… DAFTAR ISI……………………………………………………………….. BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….. BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………... 1. Pengertian Aksiologi………………………………………………….. 2. Pengertian dan Ciri-Ciri Ilmu Pengetahuan…………………………… 3. Pengertian Moral………………………………………………………. 4. Hubungan antara Ilmu dan Moral……………………………………... 5. Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan ……………………………………… 6. Ilmu, Antara Bebas atau Terikat Nilai………………………………….. 7. Intervensi Penguasa dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan dalam Menegakkan Kebenaran Ilmu................................................... 8. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Hubungannya dengan Nilai.............. 9. Hubungan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Perkembangan Ilmu Agama..................................................................... BAB III PENUTUP…………………………………………………................ DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..
  • 4. BAB I PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan begitu pesat, seiring banyaknya tuntutan keperluan hidup manusia. Di sisi lain, timbul kekhawatiran yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu itu, karena tidak ada seorang pun atau lembaga yang memiliki otoritas untuk menghambat implikasi negatif dari perkembangan ilmu. Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Jadi ilmu bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan kemungkinan hakikat kemanusiaan itu sendiri, Dengan perkataan lain, ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri. Perkembangan ilmu pada masa modern ditandainya dengan munculnya pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik dari pandangan Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan sempurna tidak boleh mencari untung, namun harus bersifat kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari untung, artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia dibumi ini. Dengan demikian adanya perubahan pandangan tentang ilmu pengetahuan mempunyai peran penting dalam membentuk peradaban dan kebudayaan manusia, dan dengan itu pula muncul semacam kecenderungan yang terjalin pada jantung setiap ilmu pengetahuan dan para ilmuwan untuk lebih berinovasi untuk penemuan. Kecenderungan lain adanya hasrat untuk selalu menerapkan apa yang dihasilkan ilmu pengetahuan, baik dalam dunia teknik mikro maupun makro. Keinginan manusia semakin meningkat, sampai memaksa, merajalela, dan bahkan membabi buta, yang akibatnya ilmu pengetahuan dan hasilnya terkadang tidak manusiawi lagi. Ilmu pengetahuan dan teknologi mau tidak mau mempunyai kaitan langsung atau tidak dengan struktur sosial dan politik. Secara umum, orang merasa bahwa tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran, namun masalahnya tidak hanya sampai disitu saja. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi yang benar-benar dapat dimanfaatkan
  • 5. oleh manusia/ masyarakat tentu tidak terlepas dari ilmuwannya. Untuk itulah tanggung jawab seorang ilmuwan haruslah ”dipupuk” dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab akademis dan tanggung jawab moral. Ajaran moral tentang kebenaran harus benar-benar lepas dari keinginan subjektivitas agar tidak menimbulkan permasalahan. Untuk menjadikan ilmu pengetahuan sebagai berkah penyelamat bagi manusia diharapkan dalam perkembangannya ilmu pengetahuan harus bebas dari intervensi penguasa (pemerintah), agama, dan ilmu pengetahuan tersebut harus bersifat bebas nilai.
  • 6. BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Aksiologi Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari perkataan axios yang berarti nilai dan logos berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. Menurut Suriasumantri dalam bukunya, aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh (Suriasumantri, 1998 : 234). Menurut kamus Bahasa Indonesia (1995 : 19) aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Dalam definisi yang hampir serupa bahwa aksiologi ilmu pengetahuan membahas nilai-nilai yang memberi batas-batas bagi pengembangan ilmu. (Ihsan, 2010 :231) Dari definisi-definisi aksiologi di atas terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. 2. Pengertian dan Ciri-Ciri Ilmu Pengetahuan Istilah ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa Inggris Science, yang berasal dari bahasa Latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari, mengetahui. The Liang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam
  • 7. berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia. (Ihsan.2010:108) Ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah menurut The Liang Gie (1987) mempunyai 5 ciri pokok : a. Empiris, pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan. b. Sistematis, berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur. c. Objektif, berarti ilmu pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi. d. Analitis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya ke dalam bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu. e. Verifikatif, dapat diperiksa kebenarannya oleh siapa pun juga. (Ihsan.2010:113) 3. Pengertian Moral Moral berasal dari kata Latin mos jamaknya mores yang berarti adat atau cara hidup. Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam penilaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai. Adapun etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada (Surajiyo, 2009:147). Kata moral juga dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang melahirkan etika. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat nilai (takaran, harga, angka kepandaian, kadar/mutu, sifat-sifat yang penting/berguna) dan moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan moral itu (Ihsan, 2010:271). Sumber langsung ajaran moral adalah berbagai orang dalam kedudukan yang berwenang seperti orangtua dan guru, para pemuka masyarakat dan agama, serta tulisan para bijak. Etika bukan sumber tambahan bagi ajaran moral, tetapi filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Jadi, etika dan ajaran moral tidak berada ditingkat yang sama (Surajiyo, 2009:147).
  • 8. Jadi, moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memilki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. 4. Hubungan antara Ilmu dan Moral Merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu dan teknologi. Berkat kemajuan dalam bidang ini maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah disamping penciptaan berbagai kemudahan dalam bidang-bidang seperti kesehatan, pengangkutan, pemukiman, pendidikan, dan komunikasi (Suriasumantri, 2000 : 229). Perkembangan ilmu, sejak pertumbuhannya diawali dan dikaitkan dengan sebuah kebutuhan kondisi realitas saat itu. Pada saat terjadi peperangan atau ada keinginan manusia untuk memerangi orang lain, maka ilmu berkembang, sehingga penemuan ilmu bukan saja ditujukan untuk menguasai alam melainkan untuk tujuan perang, memerangi semua manusia dan untuk menguasai mereka. Di pihak lain, perkembangan dan kemajuan ilmu sering melupakan kedudukan atau faktor manusia. Penemuan ilmu semestinya untuk kepentingan manusia, jadi ilmu yang menyesuaikan dengan kedudukan manusia, namun keadaan justru sebaliknya yaitu manusia lah yang akhirnya harus menyesuaikan diri dengan ilmu. Masalah teknologi yang mengakibatkan proses dehumanisasi sebenarnya lebih merupakan masalah kebudayaan dari pada masalah moral. Artinya,
  • 9. dihadapkan dengan ekses teknologi yang bersifat negatif, maka masyarakat harus menentukan teknologi mana saja yang akan dipergunakan dan teknologi mana yang tidak. Secara konseptual maka hal ini berarti bahwa suatu masyarakat harus menetapkan strategi pengembangan teknologinya agar sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dijunjungnya (Suriasumantri, 2000:234). Dihadapkan dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak ini para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis. Dalam hal ini tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakannya. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Tahap tertinggi dalam kebudayaan moral manusia, ujar Charles Darwin, adalah ketika kita menyadari bahwa kita seyogyanya mengontrol pikiran kita (Suriasumantri, 2000:235). Secara filsafat dapat dikatakan bahwa dalam tahap pengembangan konsep terdapat masalah moral yang ditinjau dari segi ontologi keilmuan, sedangkan dalam tahap penerapan konsep terdapat masalah moral ditinjau dari segi aksiologi keilmuan. Ontologi diartikan sebagai pengkajian mengenai hakikat realitas dari obyek yang ditelaah dalam membuahkan pengetahuan, aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Setiap pengetahuan, termasuk pengetahuan ilmiah, mempunyai tiga dasar yakni ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Epistemologi membahas cara untuk mendapatkan pengetahuan, yang dalam kegiatan keilmuan disebut metode ilmiah. Penerapan dari ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan dan mempunyai pengaruh pada proses perkembangan lebih lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanggung jawab etis merupakan sesuatu yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini berarti ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem,
  • 10. bertanggung jawab pada kepentingan umum, kepentingan generasi mendatang, dan bersifat universal, karena pada dasarnya ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menghancurkan eksistensi manusia (Ihsan, 2010:280). Ilmu yang diusahakan dengan aktivitas manusia harus dilaksanakan dengan metode tertentu sehingga mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati sesamanya. Untuk menerapkan ilmu pengatahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan untuk proses perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi lebih lanjut. Jadi jelaslah bahwa ilmu dan moral memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Seperti yang telah diutarakan diatas bahwa ilmu bisa menjadi malapetaka kemanusiaan jika seseorang memanfaatkannya tidak bermoral atau paling tidak mengindahkan nilai-nilai moral yang ada. Tetapi, sebaliknya ilmu akan menjadi rahmat bagi kehidupan manusia jika dimanfaatkan secara benar dan tepat serta mengindahkan aspek moral. Dengan demikian kekuasaan ilmu ini mengharuskan seorang ilmuwan memiliki landasan moral yang kuat. Tanpa landasan dan pemahaman terhadap nilai-nilai moral, seorang ilmuwan bisa menjadi “monster” yang setiap saat bisa menerkam manusia, artinya bencana kemanusian bisa setiap saat terjadi. Kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berilmu itu jauh lebih jahat dan membahayakan dibandingkan dengan kejahatan orang yang tidak berilmu. 5. Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan Proses menemukan kebenaran secara ilmiah mempunyai implikasi etis bagi seorang ilmuwan. Karakteristik proses tersebut merupakan kategori moral yang melandasi sikap etis seorang ilmuwan. Kegiatan intelektual yang meninggikan kebenaran sebagai tujuan akhirnya mau tidak mau akan mempengaruhi pandangan moral. (Suriasumantri,1998:244). Kebenaran berfungsi bukan saja sebagai jalan pikirannya namun seluruh jalan hidupnya. Dalam usaha masyarakat untuk menegakkan kebenaran inilah
  • 11. maka seorang ilmuwan terpanggil oleh kewajiban sosialnya, bukan saja sebagai penganalisis materi kebenaran tersebut namun juga sebagai prototipe moral yang baik. Di bidang etika tanggung jawab sosial seorang ilmuwan bukan lagi memberi informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil didepan bagaimana caranya bersifat objektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggapnya benar dan berani mengakui kesalahan. Semua sifat ini beserta sifat lainnya merupakan implikasi etis dari proses penemuan kebenaran secara ilmiah. Salah satu sendi masyarakat modern adalah ilmu dan teknologi. Inilah merupakan tanggung jawab sosial seorang ilmuwan. Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain meskipun yang mempergunakannya itu adalah bangsanya sendiri. Seorang ilmuwan tidak boleh berpangku tangan, dia harus memilih sikap, berpihak kepada kemanusiaan. Pilihan moral memang terkadang getir sebab tidak bersifat hitam di atas putih. Seorang ilmuwan tidak boleh menyembunyikan hasil penemuannya itu, apapun juga bentuknya dari masyarakat luas serta apapun juga konsekuensi yang akan terjadi dari penemuannya itu. Seorang ilmuwan tidak boleh memutar balikkan temuannya jika hipotesis yang dijunjung tinggi tersusun atas kerangka pemikiran yang terpengaruh preferensi moral ternyata hancur berantakan karena bertentangan dengan fakta-fakta pengujian. Seorang ilmuwan juga mempunyai tanggung jawab sosial di bahunya. Bukan saja karena ia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung dengan di masyarakat, yang lebih penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup manusia. Seorang ilmuwan juga bertanggung jawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sikap sosial seorang ilmuwan adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuwan yang dilakukan. Sering dikatakan bahwa ilmu itu bebas dari sistem nilai. Ilmu itu sendiri netral dan para ilmuannya sendiri yang memberikan nilai.
  • 12. 6. Ilmu, Antara Bebas atau Terikat Nilai Perkembangan ilmu pengetahuan dalam sejarahnya tidak selalu melalui logika penemuan yang didasarkan pada metodologi objektivisme yang ketat. Ide baru bisa saja muncul berupa kilatan intuisi atau refleksi religius, di mana netralitas ilmu pengetahuan kemudian rentan permasalahan di luar objeknya. Yaitu terikat dengan nilai subjektifitasnya seperti hal yang berbau mitologi. Dengan demikian netralitas ilmu semakin dipertanyakan. Setiap buah pikiran manusia harus kembali pada aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Hal ini sangat penting bahwa setelah tahap ontologi dan epistimologi suatu ilmu dituntut pertanyaan yaitu tentang nilai kegunaan ilmu (aksiologi). Dari sudut epistemologi, sains (ilmu pengetahuan) terbagi dua, yaitu sains formal dan sains empirikal. Sains formal berada di pikiran kita yang berupa kontemplasi dengan menggunakan simbol, merupakan implikasi-implikasi logis yang tidak berkesudahan. Sains formal netral karena berada di dalam pikiran kita dan diatur oleh hukum-hukum logika. Adapun sains empirikal tidak netral. Sains empirikal merupakan wujud konkret jagad raya ini, isinya ialah jalinan-jalinan sebab akibat. Sains empirikal tidak netral karena dibangun oleh pakar berdasarkan paradigma yang menjadi pijakannya, dan pijakannya itu merupakan hasil penginderaan terhadap jagad raya. Pijakan ilmuwan tersebut tentulah nilai. Tetapi sebaliknya pada dasar ontologi dan aksiologi bahwa ilmuwan harus menilai antara yang baik dan buruk pada suatu objek, yang hakikatnya mengharuskan dia menentukan sikap. Objek ilmu memiliki nilai intrinsik, sementara di luar itu terdapat nilai-nilai lain yang mempengaruhinya. Objek tidak dapat menghindari nilai dari luar dirinya karena tidak akan dikenal sebagai ilmu pengetahuan apabila hanya berdiri sendiri dan sibuk dengan nilainya sendiri. Dengan kata lain ilmu bukan hanya untuk kepentingan ilmu sendiri tetapi ilmu juga untuk kepentingan lainnya, sehingga tidak dapat diabaikan kalau ilmu terikat dengan lainnya seperti nilai. Paradigmalah yang menentukan jenis eksperimen yang dilakukan para ilmuwan, jenis-jenis pertanyaan yang mereka ajukan, masalah yang mereka anggap penting dan manfaatnya. Ketidaknetralan ilmu disebabkan karena ilmuwan berhubungan
  • 13. dengan realitas bukan sebagai sesuatu yang telah ada tanpa interpretasi, melainkan dibangun oleh skema konseptual, ideologi, permainan bahasa, ataupun paradigma. Di samping itu ilmu yang bebas nilai juga akan berimplikasi lepasnya secara otomatis tanggungjawab sosial para ilmuwan terhadap masalah negatif yang timbul, karena disibukkan dengan kegiatan keilmuan yang diyakini sebagai bebas nilai alias tidak bisa diganggu gugat. Jika ilmuwan berlepas terhadap persoalan negatif yang ditimbulkannya, maka secara ilmiah mereka dianggap benar. Hal yang sangat menggelikan. Seharusnya ilmuwan menerima kebenaran yang didapat dalam penyelidikan ilmu dengan kritis. Setiap pendapat yang dikemukakan diuji kebenarannya, itulah yang membawa kemajuan ilmu. Kelanggengannya dapat diganti dengan penemuan yang baru. Dalam perkembangan ilmu sering digunakan metode trial and error, dan sering menimbulkan permasalahan eksistensi ilmu ketika eksperimentasi ternyata seringkali menimbulkan fatal error sehingga tuntutan nilai sangat dibutuhkan sebagai acuan moral bagi pengembangannya. Dalam konteks ini, eksistensi nilai dapat diwujudkan dalam visi, misi, keputusan, pedoman perilaku, dan kebijakan moral. Berbeda dengan ilmu yang bebas nilai, ilmu yang tidak bebas nilai atau terikat nilai (value bond) memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai. Pengembangan ilmu yang terikat nilai jelas tidak mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai, lepas dari kepentingan-kepentingan baik politis, ekonomis, sosial, religius, ekologis dan sebagainya. 7. Intervensi Penguasa Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dalam Menegakkan Kebenaran Ilmu Perkembangan ilmu pengetahuan disuatu wilayah umumnya cenderung ditangan penguasa/pemerintahnya. Hal ini sebenarnya dilatar belakangi bahwa para penguasa meletakkan ilmu pengetahuan dan lebih menekankan pada aspek kebijaksanaan. Menurut mereka, kebijaksanaan merupakan intervensi yang mereka lakukan dengan tujuan untuk mencapai kemakmuran, keamanan, pertahanan menuju kestabilan ideologi, politik sosial dan budaya pada daerah
  • 14. tersebut. Penguasa cenderung memutar balikkan fakta yang ada tentang kebenaran sebuah ilmu. Namun kecenderungan ini pada prinsipnya hanya karena kepentingan politik negara semata, yang tidak jarang diikuti oleh kepentingan-kepentingan pribadi yang sebenarnya merupakan perselingkuhan antara moral dengan tujuan yang sebenarnya. Intervensi penguasa dalam perkembangan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari pertimbangan etika bernegara, yang mutlak diperlukan untuk keteraturan dan keberlangsungan hidup masyarakat, yang akhirnya melahirkan keotoritasan penguasa/negara. Otoritas menjadi salah satu sumber pembenaran dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Di Indonesia, yang negara demokrasi kebebasan warga negara dibatasi oleh undang-undang, sehingga diharapkan hidup masyarakat tidak kacau. Kediktatoran dianggap implementasi dari kebijaksanaan mengatur manusia dengan baik, tetapi mereka tidak mempunyai kebebasan, yang berlawanan dengan keadaan negara anarki dimana warga negara mempunyai kebebasan tanpa batas, tetapi hidup dalam kekacauan. Dalam satu sisi, intervensi negara di butuhkan, tetapi disisi lain intervensi ini juga akan mengkaburkan bahkan mematikan kebenaran ilmu pengetahuan tersebut. Contoh intervensi penguasa dalam hal ini pemerintah di Indonesia adalah penemuan para ilmuwan tentang bahaya pencemaran beberapa pabrik/industri yang meresakan masyarakat dan mengancam keselamatan hidup masyarakat. Akhirnya demi kepentingan ekonomi dan kestabilan negara bahkan mungkin kepentingan pribadi penguasanya, temuan itu disampaikan kemasyarakat dengan hasil yang sebaliknya. 8. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Hubungannya Dengan Nilai Perkembangan ilmu pengetahuan yang digunakan untuk maksud baik harus dilandasi dengan landasan etis, baik etika individu, etika sosial maupun etika lingkungan. Ilmu pengetahuan berkembang seharusnya bebas nilai agar perkembangannya diharapkan murni berkembang sebagai mana mestinya, namun tidak terlepas dengan tanggungjawab. Mengingat perkembangan ilmu pengetahuan bersifat ambifalen, yang artinya disamping segi positifnya terdapat pula akibat-akibat negatif yang
  • 15. ditimbulkannya, sehingga perlu nilai sebagai pembatasan akan perkembangannya membutuhkan tanggung jawab profesional keilmuan agar orang tidak cenderung dan gegabah dalam melakukan kegiatan serta keputusan-keputusan intelektual yang justru menyusahkan manusia itu sendiri. Tanggungjawab ini bukan bermaksud mencegah usaha pengembangannya tetapi memberikan arah dan dorongan bagi perkembangan tersebut. Bagi manusia, tanggung jawab adalah sebuah nilai (value), dengan ini manusia disebut bermartabat dan berbudaya. Tanggung jawab kultural dalam pengembangan ilmu pengetahuan mensyaratkan integritas pribadi yang menegaskan integritas intelektual. Manusia tidak dapat hidup tanpa pedoman, sehingga inti pengembangan ilmu pengetahuan bukan semata-mata terletak pada usaha mengejar prestasi, tetapi lebih dari itu, ia merupakan sebuah nilai (value) dan panggilan tugas kemanusian. Perkembangan ilmu pengetahuan harus dibatasi nilai, baik nilai kemanusiaan itu sendiri maupun nilai-nilai yang dianut/disepakati oleh suatu daerah. Tanpa nilai, perkembangan ilmu pengetahuan akan melenceng dari tujuan dasarnya, mensejahterakan kehidupan manusia menjadi bumerang bagi manusia. Kesadaran akan aspek-aspek negatif yang melekat pada perkembangan ilmu pengetahuan menuntut tanggung jawab keilmuan. Masalah tanggung jawab terhadap nilai pada suatu daerah dalam perkembangan ilmu pengetahuan diiharapkan dapat mengatasi dan menjaga keseimbangan alam dalam tatanan kehidupan. Perkembangan ilmu pengetahuan yang spektakuler di satu sisi dan nilai-nilai moral yang bersifat statis dan universal di sisi lain dapat dijadikan arah dalam menuntun perkembangan ilmu selanjutnya. Sebab, tanpa adanya bimbingan moral terhadap ilmu dikhawatirkan kehebatan ilmu dan teknologi tidak semakin mensejahterakan manusia, tetapi justru merusak dan bahkan menghancurkan kehidupan manusia. Pada saat ini tepat rasanya pesan ini disampaikan agar ilmu tidak ”kebablasan”, ilmu hanya untuk ilmu. 9. Hubungan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Perkembangan Ilmu Agama Pernyataan bahwa perkembangan ilmu agama selalu terlambat daripada perkembangan ilmu pengetahuan sehingga agama selalu mencurigai ilmu
  • 16. pengetahuan dan kadang menghukumnya dengan dalil-dalil yang tidak dapat diterima ilmu pengetahuan. Maksudnya adalah : sumber dalil agama berdasarkan kitab sucinya, yang diturunkan melalui wahyu untuk kepentingan ummatnya, sedangkan ilmu pengetahuan merupakan refleksi dari kemampuan manusia untuk membentuk peradaban global dan membawa akibat-akibat besar terhadap kodrat kemanusian yang dipandang sebagai salah satu unsur dasar kebudayaan, yang selalu berkembang seakan tanpa batas sesuai dengan kehendak dan harapan manusia untuk mencapai keinginannya. Ilmu agama yang berdasar kitab sucinya ditafsirkan para pemuka agama terkadang sering hanya berdasarkan keadaan pada saat zaman Nabi, pada saat ayat-ayat itu diturunkan, padahal ajaran agama sebenarnya fleksibel mengikuti kebutuhan umat pada zamannya dengan tidak mengabaikan ajaran-ajaran dasar yang pokok/Tauhid. Artinya ilmu agama yang ditafsirkan dengan tidak mengikuti perkembangan kemajuan masyarakatnya/pranata masyarakat sesudahnya, akan mengakibatkan kontroversial dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang ada. Dalam pandangan agama, ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan aspek kehidupan ummat manusia yang tinggi, sedangkan ilmu pengetahuan hingga kini dianggap sebagai pengawal ummat manusia yang akhir-akhir ini secara umum banyak diserang sebagai pembawa berbagai macam ketimpangan dan pencemaran fisik, biologi, sosial dan budaya. Ungkapan ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh, secara mendasar menunjukkan integritas religius yang menggerakkan aktivitas keilmuan seseorang. Kemajuan ilmu pengetahuan, misalnya dibidang genetika tanpa disadari melampaui ajaran agama. Dalam konteks ilmu agama rekayasa genetika misalnya selalu bertentangan dengan dalil-dalil agama sehingga seakan-akan agama mengharamkan perkembangan ilmu kearah tersebut. Keuntungan semu jangka pendek yang dilahirkan ilmu pengetahuan tidak mustahil dapat menjadi bumerang yang mengakibatkan kerugian dalam jangka panjang. Ajaran agama yang mengatakan kehidupan yang sebenarnya harus karena dari Tuhan akan bertentangan dengan salah satu kemajuan ilmu, seperti rekayasa genetika.
  • 17. Penafsiran para ahli agama juga mempengaruhi dalil-dalil dan pernyataannya tentang sebuah konsep agama dengan suatu teori ilmu pengetahuan baru yang diperoleh. Jika manusia (ilmuan dan masyarakat) tidak mampu memilah antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan, maka akan terjadi keadaan yang statis, tidak berkembang dan tidak ada kemajuan ilmu pengetahuan. Namun, yang hanya berlandaskan agama (fanatisme) cenderung tidak toleransi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan baru. Banyak tema-tema yang berkembang dalam kemajuan ilmu pengetahuan yang terkadang dihambat oleh dalil-dalil agama yang tidak dapat diterima oleh konsep ilmu pengetahuan seperti perkembangan rekayasa genetika, teknologi informasi, maupun teori partikel elementer lainnya. Maka seharusnya para ilmuan mengkonfersikan agama terhadap intelektual, yang berlandaskan moral dan nilai sosial. Hal ini disebabkan karena integritas religius memungkinkan untuk menempatkan diri seseorang secara positif dalam melakukan aktivitas keilmuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan membentuk pandangan intelektual yang selalu berubah, yang mempersiapkan akal manusia untuk menerima dan menjalani perubahan serta kontinuitasnya. Perkembangan ilmu pengetahuan juga hendaknya menjalin keharmonisan antara perkembangan baru dan warisan lama di masyarakat, di samping mempersiapkan individu untuk menerima pranata-pranata baru serta berusaha memahaminya, sehingga pengetahuan ilmu agama harus berwatak dinamis dan merupakan bagian integral dari konsep tentang risalah kehidupan.
  • 18. BAB III PENUTUP Dari penyajian makalah tentang keterkaitan moral, nilai, tanggung jawab sosial ilmuwan, intervensi penguasa dan agama terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. 2. Moral adalah sistem nilai (sesuatu yang dijunjung tinggi) yang berupa ajaran (agama) dan paham (ideologi) sebagai pedoman untuk bersikap dan bertindak baik yang diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. 3. Hubungan antara ilmu dan moral adalah sangat erat bahwa setiap usaha manusia untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman dari berbagai segi harus berpedoman pada ajaran agama dan paham ideologi dalam bersikap dan bertindak. 4. Tanggung jawab ilmuwan di masyarakat adalah suatu kewajiban seorang ilmuwan untuk mengetahui masalah sosial dan cara penyelesaian permasalahan sosial tersebut. Seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial, bukan saja karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat namun yang lebih penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. 5. Untuk menjadikan ilmu pengetahuan sebagai berkah penyelamat bagi manusia diharapkan dalam perkembangannya ilmu pengetahuan harus bebas dari intervensi penguasa (pemerintah), agama, dan ilmu pengetahuan tersebut harus bersifat bebas nilai.
  • 19. DAFTAR PUSTAKA Ihsan,Fuad. 2010. Filsafat Ilmu . Jakarta : Rineka Cipta Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1995. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Surajiyo. 2009. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara Suriasumantri, Jujun S.1998. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer .Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Suriasumantri, Jujun S.2000. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer .Jakarta: Pustaka Sinar Harapan