Dokumen tersebut membahas pedoman cara pembuatan kosmetik yang baik (CPKB) yang mencakup 12 aspek utama mulai dari sistem manajemen mutu, personalia, fasilitas produksi, peralatan, sanitasi, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, audit internal, penyimpanan, kontrak produksi dan pengujian, serta penanganan keluhan produk. Penerapan CPKB merupakan persyaratan untuk memperoleh sertifikat pembuatan kosmetik yang baik."
BAB 3 BANGUNAN DAN FASILITAS INDUSTRI FARMASI (CPOB).pdfSinta Lestari
Bab 3 Bangunan-Fasilitas di Industri Farmasi dalam Proses CPOB penting diperhatikan peraturannya. Berdasarkan peraturan BPOM No 34 Tahun 2018, pada lampiran Bab 3 bangunan fasilitas untuk menunjang sistem mutu CPOB di industri farmasi terciptanya produk obat yang bermutu dan selalu terjaga kualitasnya.
Lamp IV PK BPOM Bahan Pengawet Yang Diijinkan Didalam KosmetikGuide_Consulting
Salah Satu Referensi Yang Digunakan Dalam One Day Seminar "Preservative Effectiveness Validation" 04 Desember 2014.
Detil : info@traininglaboratorium.com
BAB 3 BANGUNAN DAN FASILITAS INDUSTRI FARMASI (CPOB).pdfSinta Lestari
Bab 3 Bangunan-Fasilitas di Industri Farmasi dalam Proses CPOB penting diperhatikan peraturannya. Berdasarkan peraturan BPOM No 34 Tahun 2018, pada lampiran Bab 3 bangunan fasilitas untuk menunjang sistem mutu CPOB di industri farmasi terciptanya produk obat yang bermutu dan selalu terjaga kualitasnya.
Lamp IV PK BPOM Bahan Pengawet Yang Diijinkan Didalam KosmetikGuide_Consulting
Salah Satu Referensi Yang Digunakan Dalam One Day Seminar "Preservative Effectiveness Validation" 04 Desember 2014.
Detil : info@traininglaboratorium.com
Bab 2 Personalia CPOB di Industri Farmasi .pdfSinta Lestari
Pada Bab 2 , membahas tentang detail peran Personalia pada Proses CPOB di Industri Farmasi. Berisi tentang prinsip, pembahasan umum, personil kunci, hygiene perorangan dan konsultan.
Point penting dari pembahasan Bab 2 tentang Personalia pada Proses CPOB di Industri Farmasi ini yaitu :
1. Industri Farmasi yang melakukan proses CPOB perlu memiliki SDM atau Personil yang terkualifikasi, terlatih dan memadai,
2. Manajemen puncak harus memiliki tanggung jawab tertinggi untuk mamastikan efektifitas penerapan Sistem Mutu Industri Farmasi,
3. Personel kunci atau kepala bagian yang hendaknya ditunjuk oleh manajemen puncak serta memerhatikan peran, tanggung jawab serta kewenangannya masing-masing,
4. Pelatihan tentang dasar teori, praktik Sistem Mutu Industri Farmasi dan CPOB, serta peran tugasnya bagi seluruh personil hendaknya dilakukan,
5. Hygiene personal atau perorangan perlu dilakukan untuk menjaga kualitas produk.
6. Konsultan pun diperlukan agar dapat memberikan saran atas subjek yang mereka kuasai terhadap menjaga kualitas mutu SDM dan produk yang dihasilkan.
Langkah langkah Validasi Metode Analisis MikrobiologiGuide_Consulting
Materi yang disampaikan pada Seminar Sehari Validasi Metode Analisis Mikrobiologi 19 September di Bogor. Diselenggarakan oleh Guide Consulting | 0813-1136-5312
Bab 2 Personalia CPOB di Industri Farmasi .pdfSinta Lestari
Pada Bab 2 , membahas tentang detail peran Personalia pada Proses CPOB di Industri Farmasi. Berisi tentang prinsip, pembahasan umum, personil kunci, hygiene perorangan dan konsultan.
Point penting dari pembahasan Bab 2 tentang Personalia pada Proses CPOB di Industri Farmasi ini yaitu :
1. Industri Farmasi yang melakukan proses CPOB perlu memiliki SDM atau Personil yang terkualifikasi, terlatih dan memadai,
2. Manajemen puncak harus memiliki tanggung jawab tertinggi untuk mamastikan efektifitas penerapan Sistem Mutu Industri Farmasi,
3. Personel kunci atau kepala bagian yang hendaknya ditunjuk oleh manajemen puncak serta memerhatikan peran, tanggung jawab serta kewenangannya masing-masing,
4. Pelatihan tentang dasar teori, praktik Sistem Mutu Industri Farmasi dan CPOB, serta peran tugasnya bagi seluruh personil hendaknya dilakukan,
5. Hygiene personal atau perorangan perlu dilakukan untuk menjaga kualitas produk.
6. Konsultan pun diperlukan agar dapat memberikan saran atas subjek yang mereka kuasai terhadap menjaga kualitas mutu SDM dan produk yang dihasilkan.
Langkah langkah Validasi Metode Analisis MikrobiologiGuide_Consulting
Materi yang disampaikan pada Seminar Sehari Validasi Metode Analisis Mikrobiologi 19 September di Bogor. Diselenggarakan oleh Guide Consulting | 0813-1136-5312
PROPOSAL SET UP LABORATORIUM PENGUJI ATAU KALIBRASI SESUAI ISO/IEC 17025:2005...Hanum Salsa Saufika
ISO/IEC 17025:2005 (General Requirement For The Competence Of Testing And Calibration Laboratory) adalah merupakan Persyaratan Umum Kompetensi Untuk Laboratorium Penguji Dan Kalibrasi. ISO/IEC 17025: 2005 ini telah diterapkan di setiap negara baik untuk laboratorium penguji maupun laboratorium kalibrasi yang ingin diakreditasi oleh Lembaga Akreditasi di suatu Negara, di Indonesia lembaga akreditasi tersebut adalah Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Manfaat akreditasi laboratorium diantaranya adalah untuk mengurangi kesalahan yang mungkin terjadi dalam kegiatan pengukuran dan pengujian di laboratorium, meningkatkan daya saing agar lebih kompetitif, meningkatkan konsistensi mutu data hasil pengukuran dan pengujian, serta meningkatkan daya saing agar lebih kompetitif.
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
3. Pokok CPKB
Sistem Manajemen Mutu
Personalia
Bangunan dan Fasilitas
Peralatan
Sanitasi dan Higiene
Produksi
PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
NOMOR 31 TAHUN 2020
TENTANG
PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK
Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan
dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan
keamanan yang diakui dunia internasional
Pengawasan mutu
Dokumentasi
Audit Internal
Penyimpanan
Kontrak Produksi dan Pengujian
Penanganan keluhan dan penarikan Produk
5 Years
Guarantee
4. CPKB
• CPKB adalah seluruh aspek kegiatan
pembuatan Kosmetika yang
bertujuan untuk menjamin agar
produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
9. SERTIFIKAT PEMENUHAN ASPEK (SPA)
CPKB
• Sertifikat Pemenuhan Aspek (SPA)
CPKB adalah dokumen sah yang
merupakan bukti bahwa Industri
Kosmetika, secara bertahap atau
tidak bertahap telah menerapkan
CPKB.
10. KETENTUAN UMUM
Bahan Awal : Bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan
dalam pembuatan suatu produk.
Bahan Baku : Semua bahan utama dan bahan tambahan yang
digunakan dalam pembuatan produk kosmetik
Kalibrasi : Kombinasi pemeriksaan dan penyetelan suatu
instrumen untuk menjadikannya memenuhi syarat batas
keakuratan menurut standar yang diakui.
Karantina : Status suatu bahan atau produk yang dipisahkan baik
secara fisik maupun secara sistem, sementara menunggu
keputusan pelulusan atau penolakan untuk diproses, dikemas atau
didistribusikan
11. KETENTUAN UMUM
Batch : sejumlah produk kosmetika yang mempunyai
sifat dan mutu yang seragam yang dihasilkan dalam
suatu siklus pembuatan atas suatu perintah pembuatan
tertentu.
Lot : Bagian tertentu dari suatu batch yang memiliki sifat
dan mutu yang seragam dalam batas yang telah
ditetapkan.
Produk antara : tiap bahan atau campuran bahan yang
masih memerlukan satu atau lebih tahap pengolahan
lebih lanjut untuk menjadi produk ruahan.
Produk ruahan : tiap bahan atau campuran bahan yang
telah selesai diolah tinggal memerlukan pengemasan
untuk menjadi produk jadi.
12. 1.Sistem Manajemen Mutu
Manajemen mutu adalah fungsi
manajemen yang menetapkan dan
mengimplementasikan kebijakan mutu
yang memuat visi dan misi perusahaan
yang menunjukkan komitmen terhadap
mutu, keamanan dan kemanfaatan
produk yang diproduksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
13. 2. Personalia
Jumlah karyawan di semua tingkatan hendaklah cukup serta memiliki
pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya.
Struktur organisasi perusahaan hendaklah sedemikian rupa sehingga
bagian produksi dan bagian pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang
berlainan yang tidak saling bertanggungjawab satu dengan yang lain.
Manager produksi dan manager pengawasan mutu hendaklah apoteker-
apoteker yang cakap, terlatih dan memiliki pengalaman praktek yang
memadai.
Training
Program
Struktur Organisasi
jelas & bebas
kepentingan antar
divisi
Health&
Hygiene
Policy
14. 3. BANGUNAN DAN FASILITAS
Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit)
hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka.
Mudah dibersihkan, mudah didesinfektan, saluran limbah hendaklah
cukup besar dan mempunyai bak kontrol serta ventilasi yang baik.
Bangunan hendaklah mendapat penerangan yang efektif.
Protect
Product
Easy to Clean
Floor & pipe
work free of
dust & dirt
contamination
Prevent
Mix Up
15. Bangunan
Penerimaan bahan
Karantina barang masuk
Penyimpanan bahan awal
Penimbangan dan penyerahan
Pengolahan
Penyimpanan produk ruahan
Pengemasan
Karantina produk jadi selama
menunggu pelulusan akhir
Penyimpanan produk jadi
Pengiriman barang
Laboratorium
Pencucian peralatan
Daerah dalam bangunan terdiri dari:
16. 4. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan
kosmetika hendaklah memiliki rancang-bangun dan
konstruksi yang tepat.
Rancang-bangun dan Konstruksi
Pemasangan dan Penempatan
Pemeliharaan
Cleaning &
Sanitation
Calibration &
Maintenance
Designed to
prevent
contamination
17. 4. PERALATAN
Desain dan Konstruksi
Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan
baku, produk antara, produk ruahan atau produk jadi,
tidak boleh bereaksi, mengadisi atau mengabsorbsi, yang
dapat mengubah identitas, mutu dan kemurnian produk
di luar batas yang telah ditentukan.
Peralatan hendaklah dapat dibersihkan dengan mudah,
baik bagian dalam maupun bagian luarnya.
Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur,
menguji dan mencatat, hendaklah diperiksa ketelitiannya
secara teratur serta ditera menurut suatu program dan
prosedur yang tepat.
Dan lain-lain demi keamanan karyawan dan kebaikan
produksi.
18. 4. PERALATAN
Instalasi dan penempatan
Peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa
untuk memperkecil kemungkinan pencemaran silang
antar bahan di daerah yang sama.
Peralatan hendaklah ditempatkan dengan jarak yang
cukup renggang dari peralatan lain untuk memberikan
keleluasaan kerja dan memastikan tidak terjadinya
tercampur-campur atau kekeliruan.
Semua pipa, tangki, selubung pipa uap atau pipa
pendingin, hendaklah diberi isolasi yang baik untuk
mencegah kemungkinan terjadinya cacad dan
memperkecil kehilangan enersi.
19.
20. 4.PERALATAN
Pemeliharaan
Peralatan untuk menimbang, mengukur, menguji
dan mencatat, dirawat dan dikalibrasi secara
berkala. Semua catatan perawatan dan kalibrasi
disimpan dengan baik.
21. 5.Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi
hendaklah diterapkan pada setiap pembuatan
kosmetika.
Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi
personalia, bangunan, peralatan dan
perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya,
dan setiap hal yang dapat merupakan sumber
pencemaran produk.
22. 6. Produksi
Bahan awal
Sistem penomoran batch
Penimbangan dan pengukuran
Prosedur dan Pengolahan
Bulk & Waste
product
storage
Process issues
&
improvements
Start up &
other critical
process
Documentation
Produk Kering
Produk Basah
Pelabelan dan Pengemasan
Karantina dan pengiriman ke gudang
produk jadi
Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, yang
dapat menjamin senantiasa menghasilkan produk jadi yang memenuhi
spesifikasi ang ditentukan, meliputi :
23. 7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari cara
pembuatan kosmetika yang baik agar tiap kosmetika yang dibuat
memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
Statistically
Based Sampling
Plans
Risk Based
Release Criteria
Procedures &
Validated
Methods
Out of Specs &
Improvements
Re-processing Retur Product
24. 8. Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan kosmetika merupakan bagian dari
sistem informasi manajemen yang meliputi :
spesifikasi,
prosedur,
metode dan instruksi.
Catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang
diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan pengendalian
serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan
kosmetika:
Dokumen induk
Catatan Pembuatan Batch
Catatan Pengawasan Mutu
25. 9.Audit Internal (Inspeksi Diri)
Tujuan inspeksi diri adalah untuk melaksanakan penilaian
secara teratur tentang keadaan dan kelengkapan fasilitas
pabrik kosmetika dalam memenuhi persyaratan Cara
Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB).
Prosedur inspeksi diri terdiri dari:
Tim inspeksi
Selang waktu inspeksi diri
Hal-hal yang diinspeksi
kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek,
mulai pengadaan bahan sampai pengemasan dan
penetapan tindakan perbaikan yang dilakukan sehingga
seluruh aspek produksi tersebut selalu memenuhi CPKB.
terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh
atau sebagian dari sistem mutu dengan tujuan untuk
meningkatkan system mutu
Daftar pemeriksaan inspeksi diri
Laporan inspeksi diri
Tindak lanjut inspeksi diri
26. 10.Penyimpanan
Area Penyimpanan
penyimpanan untuk bahan awal,
produk antara, produk ruahan, produk jadi,
produk yang dikarantina, dan
produk yang lulus uji,
ditolak, dikembalikan atau ditarik dari
peredaran.
bersih, kering dan dirawat dengan baik. Apabila
diperlukan kondisi penyimpanan khusus, misal
suhu dankelembapan tertentu, maka disediakan,
diperiksa dan dipantau.
Penanganan dan Pengawasan Persediaan
27. 11.Kontrak Produksi dan Pengujian
Pelaksanaan kontrak produksi dan
pengujian hendaknya secara jelas
dijabarkan, disepakati dan diawasi,
agar tidak terjadi kesalahpahaman
atau salah dalam penafsiran di
kemudian hari, yang dapat berakibat
tidak memuaskannya mutu produk
atau pekerjaan.
Guna mencapai mutu-produk yang
memenuhi standard yang disepakati,
hendaknya semua aspek pekerjaan
yang dikontrakkan ditetapkan secara
rinci pada dokumen kontrak.
Hendaknya ada perjanjian tertulis
antara pihak yang memberi kontrak
dan pihak penerima kontrak yang
menguraikan secara jelas tugas dan
tanggungjawab masingmasing pihak.
Dalam hal kontrak pengujian,
keputusan akhir terhadap hasil
pengujian suatu produk, tetap
merupakan tanggung jawab
pemberi kontrak.
Penerima kontrak hanya
bertanggungjawab terhadap
pelaksanaan pengujian sampai
diperoleh hasil pengujian.
28. 12.Penanganan Keluhan, dan
Penarikan Produk
Penarikan kembali produk jadi
Keluhan dan laporan
Kosmetika kembalian
Prosedur penanganan kosmetika kembalian
Kosmetika kembalian yang tidak dapat diolah ulang
Pencatatan
29.
30. Dokumen Sistem Mutu untuk Pengajuan
Sertifikat Pemenuhan Aspek (SPA) CPKB
A. HIGIENE DAN SANITASI
hygiene perorangan
Pemeriksaan Kesehatan Personel Produksi
Kebersihan dan Sanitasi Ruangan
Kebersihan dan Sanitasi Peralatan
B. DOKUMENTASI
Spesifikasi
Struktur Organisasi, Program dan Prosedur Operasional Baku (POB)
Catatan
Label
32. Harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik atau ASEAN Harmonized Cosmetics
Regulatory Scheme (AHCRS) ditandatangani oleh 10 negara ASEAN pada
tanggal 2 September 2003. Isi dari AHCRS itu sendiri berisi dua schedule,
yaitu:
ASEAN Mutual Recognition Arrangement of Product Registration
Approval for Cosmetic, yang diterapkan pada tahun 2003-2007.
ASEAN Cosmetic Directive (ACD), yang diterapkan mulai 1 Januari
2008 sampai sekarang.
Setiap produsen kosmetik yang akan memasarkan produknya harus
menotifikasikan produk tersebut terlebih dahulu kepada pemerintah
di tiap Negara ASEAN dimana produk tersebut akan dipasarkan.
Setiap produsen yang menotifikasi produknya harus menyimpan data
mutu dan keamanan produk (Product Information File) yang siap
diperiksa sewaktu-waktu oleh petugas pengawas Badan POM RI (atau
petugas lain yang berwenang di tiap negara).
Penerapan harmoninasi ASEAN
HISTORY
33. PERBEDAAN yang mendasar dari
harmonisasi ASEAN dengan sistem
terdahulu (sistem registrasi)
1. SISTEM PENGAWASAN
pada sistem registrasi pengawasan dilakukan sebelum produk beredar (pre
market approval) oleh pemerintah, sedangkan pada harmonisasi ASEAN
pengawasan dilakukan setelah beredar (post market surveillance).
Alasannya karena dari analisa penilaian resiko, kosmetik merupakan
produk beresiko rendah sepanjang peraturan/regulasi kosmetik telah
dipatuhi oleh produsen. Hal tersebut menguntungkan produsen karena
dapat mempersingkat proses untuk memperoleh izin edar , karena tidak
perlu evaluasi pre market terlebih dahulu, tetapi konsumen tetap
terlindungi karena adanya pengawasan post market berupa sampling dan
pengujian mutu dan keamanan dari Badan POM. Industri kosmetik
dituntut untuk bertanggung jawab penuh terhadap mutu dan keamanan
produknya, untuk itu perusahaan kosmetik harus memahami semua
ketentuan ACD dan membuat database keamanan bahan dan produknya.
34. Nomor izin edar kosmetik (sistem
registrasi), terdiri atas 12-14 digit:
2 digit huruf + 10 digit angka + 1-2 digit
huruf (opsional, tergantung produk)
Contoh :
CD / CL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 E / L / EL
CD : kosmetik dalam negeri
CL : kosmetik luar negeri (impor)
Angka 1-10 : menunjukkan jenis
kosmetik, tahun registrasi, dan nomor
urut registrasi
E : kosmetik khusus untuk ekspor
L : kosmetik golongan 2 (resiko tinggi)
2. Sistem penomoran
Nomor izin edar kosmetik harmonisasi
ASEAN, terdiri atas 13 digit:
2 digit huruf + 11 digit angka
Contoh :
NA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
N : Notifikasi
A : kode benua (Asia)
B : kode benua (Australia)
C : kode benua (Eropa)
D : kode benua (Afrika)
E : kode benua (Amerika)
Angka 1-11 : kode negara, tahun
notifikasi, jenis produk, dan nomor urut
notifikasi.
PERBEDAAN yang mendasar dari
harmonisasi ASEAN dengan sistem
terdahulu (sistem registrasi)
35. ASEAN Cosmetic Directive (ACD)
Yaitu peraturan di bidang kosmetik yang menjadi acuan peraturan bagi
Negara ASEAN dalam pengawasan kosmetik yang beredar di ASEAN.
ACD merupakan aturan baku yang terdiri dari:
Artikel 1 : Ketentuan Umum
Artikel 2 : Definisi dan Ruang Lingkup Produk Kosmetik
Artikel 3 : Persyaratan Keamanan
Artikel 4 : Daftar Bahan Kosmetik, terdiri dari:
Negative list: daftar bahan yang dilarang
Positive list: daftar bahan yang diizinkan, meliputi:
pewarna, pengawet, dan tabir surya
36. Adalah daftar bahan kosmetik yang masih diizinkan
penggunaannya di Negara ASEAN tertentu, walaupun tidak
termasuk dalam daftar bahan kosmetik ASEAN. Negara
anggota dapat menggunakan bahan kosmetik yang tidak
tercantum dalam daftar bahan yang diperbolehkan, dengan
syarat:
maksimal digunakan selama 3 tahun
harus dilakukan pengawasan terhadap produk tersebut
sebelum 3 tahun, bahan tersebut harus diusulkan untuk
dimasukkan ke dalam AHCI untuk dievaluasi
keamanannya.
Artikel 5 :
ASEAN Handbook of Cosmetic Ingredient (AHCI)
37. Artikel 6 : Penandaan
Artikel 7 : Klaim Produk
Klaim didukung dengan data ilmiah dan formulasi dari bentuk
sediaan. Penentuan suatu produk termasuk dalam “kosmetik”
atau “obat” didasarkan pada dua factor, yaitu komposisi dan
tujuan penggunaan dari produk tersebut. Klaim yang dimaksud
disini adalah klaim mengenai manfaat kosmetik dan bukan klaim
sebagai obat/efek terapi.
Artikel 8 : Product Information File (PIF)
Meliputi data kemanan dan data pendukung untuk komposisi dan
pembuatan sesuai dengan cara pembuatan kosmetik yang baik.
Artikel 9 : Metode Analisa
Artikel 10 : Pengaturan Institusional
Artikel 11 : Kasus Khusus
Artikel 12 : Implementasi
Aneks (Tambahan)
ASEAN
Cosmetic
Directive
(ACD)
39. Pendahuluan
Setiap kosmetik hanya dapat diedarkan setelah
mendapatkan izin edar dari MenKes, yaitu berupa
notifikasi. Kecuali kosmetika yang digunakan untuk
penelitian dan sampel kosmetika untuk pameran dalam
jumlah terbatas dan tidak diperjual belikan.
Notifikasi dilakukan sebelum produk beredar
Permohonan notifikasi diajukan oleh pemohon kepada
Kepala Badan POM.
Wajib notifikasi ini berlaku mulai tanggal 1 Januari 2011.
Untuk kosmetika yang telah memiliki izin edar, masih
tetap berlaku dalam jangka waktu paling lama 3 tahun
sejak dikeluarkannya Permenkes 1176.
40. Industri kosmetika yang berada di wilayah Indonesia yang telah
memiliki izin produksi,
Importir kosmetika yang mempunyai Angka Pengenal Impor (API)
dan surat penunjukkan keagenan dari produsen negara asal,
dan/atau
Usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi
dengan industri kosmetika yang telah memiliki izin produksi.
Pemohon tersebut diatas harus memiliki Dokumen Informasi
Produk (DIP) sebelum kosmetika dinotifikasi. DIP tersebut harus
disimpan oleh pemohon, dan harus ditunjukkan jika sewaktu-
waktu diperiksa atau diaudit oleh Badan POM.
Kosmetika yang akan dinotifikasi harus dibuat dengan
menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) dan
memenuhi persyaratan teknis, meliputi keamanan, bahan,
penandaan, dan klaim.
Pemohon Notifikasi
41. Pemohon mendaftarkan diri kepada Kepala Badan POM.
Pemohon yang telah mendaftarkan diri dapat mengajukan permohonan notifikasi
dengan mengisi formulir (template) secara elektronik melalui website Badan POM
(https://notifkos.pom.go.id/).
Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak pengajuan permohonan
notifikasi diterima oleh Kepala Badan POM tidak ada surat penolakan, terhadap
kosmetika yang dinotifikasi dianggap disetujui dan dapat beredar di wilayah Indonesia.
Setelah permohonan disetujui, maka dalam jangka waktu 6 bulan kosmetik yang telah
dinotifikasi wajib diproduksi atau diimpor dan diedarkan.
Kepala Badan POM dapat menolak permohonan notifikasi jika kosmetik yang diajukan
tidak memnuhi persyaratan yang telah ditetapkan, dan atau tidak memenuhi
peraturan perundang-undangan di bidang kosmetika.
Notifikasi berlaku selama 3 tahun, dan dapat diperpanjang jika telah habis masa
berlakunya.
Untuk permohonan notifikasi dikenakan biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak
sesuai ketentuan perundang-undangan. Untuk sementara ini, biaya notifikasi sama
dengan biaya untuk pembuatan izin edar, selama peraturan perundang2an tentang
biaya notifikasi kosmetika belum berlaku.
Tata
Cara
Pengajuan
Notifikasi
42. PEMBATALAN NOTIFIKASI
Notifikasi dapat menjadi batal atau dibatalkan, apabila:
Izin produksi kosmetika, izin usaha industri, atau tanda daftar industri
sudah tidak berlaku, atau Angka Pengenal lmportir (API) sudah tidak
berlaku,
Berdasarkan evaluasi, kosmetika yang telah beredar tidak memenuhi
persyaratan,
Atas permintaan pemohon notifikasi,
Perjanjian kerjasama antara pemohon dengan perusahaan pemberi
lisensi/industri penerima kontrak produksi, atau surat penunjukkan
keagenan dari produsen negara asal sudah berakhir dan tidak
diperbaharui,
Kosmetika yang telah beredar tidak sesuai dengan data dan/atau
dokumen (DIP) yang disampaikan pada saat permohonan notifikasi, atau
Pemohon notifikasi tidak memproduksi, atau mengimpor dan
mengedarkan kosmetika dalam jangka waktu 6 bulan setelah permohonan
notifikasi disetujui.
43. Pertanggungjawaban Produk
Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan usaha
yang melakukan kontrak produksi bertanggung jawab terhadap kosmetika
yang diedarkan meliputi :
wajib melakukan monitoring dan menangani keluhan dan/atau menarik
kosmetika yang bersangkutan dari peredaran atas inisiatif sendiri atau atas
perintah Kepala Badan POM apabila terjadi kerugian atau kejadian yang
tidak diinginkan akibat penggunaan kosmetika :
kosmetik yang tidak memenuhi standar dan/persyaratan serta
membahayakan kesehatan dilakukan pemusnahan.
Untuk kasus efek yang tidak diinginkan, harus dilaporkan kepada Kepala
Badan POM melalui mekanisme Monitoring Efek Samping Kosmetik
(Meskos)
harus melaporkan kepada Kepala Badan POM apabila kosmetika yang sudah
dinotifikasi tidak lagi diproduksi atau diimpor.
kosmetika yang tidak lagi diproduksi atau diimpor yang masih ada di
peredaran.
44. Peraturan tentang kosmetika di
Indonesia sudah di sesuaikan dengan
Harmonisasi ASEAN, sehingga
diharapkan kosmetika Indonesia
dapat di eksport ke seluruh negara
ASEAN dan produk ASEAN dapat
diedarkan di Indonesia
45. Tugas buatlah makalah:
1. KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :
31 TAHUN 2020 TENTANG PEDOMAN CARA
PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK
2. PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33
TAHUN 2021 TENTANG SERTIFIKASI CARA
PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK