1. MAKALAH
KATARAK
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas dengan mata kuliah
Keperawatan Dewasa Muskuloskeletal, Integumen, Persepsi Sensori dan Persarafan
Disusun oleh kelompok 1 :
Indah Sukma Wahyuni 2111011132
Wijdan Cahyo U. 2111011140
Ila Lailatul Khomariyah 2111011145
Amelia Nur Rizqi 2111011146
Ahmad Affisal Dika 2111011153
Aris Dwi Kurniawan 2111011154
Nailul Farokah 2111011150
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
Nopember, 2023
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha kuasa karena telahmemberikan
kesempatan pada penyusun untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-
Nya penyusun dapat menyelesikan makalah yang berjudul “Katarak” disusun guna
memenuhi tugas dari Bapak Ns. Hendra Kurniawan., Sp.Kep., M.Ked.Trop. pada mata
kuliah Keperawatan Dewasa di Universitas Muhammadiyah Jember. Selain itu, penyusun
juga berharap agar makalahini dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Ns.
Hendra Kurniawan., Sp.Kep., M.Ked.Trop. selaku dosen atas tugas yang telahdiberikan
ini sehingga penyusun dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait materi yang
telah diberikan.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penyusun terima demi kesempurnaan makalah
ini. Apabila ada kesalahan dalam penulisan kata-kata yang disusun dalam makalah ini,
penyusun mohon maaf. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun
3. iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI ..........................................................................4
A. Definisi .................................................................................................4
B. Etiologi .................................................................................................4
C. Klasifikasi.............................................................................................5
D. Manifestasi Klinis.................................................................................7
E. Patofisiologi..........................................................................................8
F. Pathway ................................................................................................10
G. Penatalaksanaan Medis.........................................................................11
H. Pemeriksaan Penunjang........................................................................12
I. Komplikasi ...........................................................................................12
BAB III PENUTUP ........................................................................................18
A. Kesimpulan...........................................................................................18
B. Saran.....................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................19
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelainan pada mata seperti katarak dapat mengakibatkan penglihatan
seseorang menjadi berkabut/buram. Katarak adalah penyebab paling umum
kelainan mata pada orang yang berusia diatas 40 tahun dan merupakan penyebab
utama kebutaan yang terjadi di dunia. Kebutaan adalah puncak dari kelainan yang
terjadi pada mata.
Tahun 2018, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia memparkan
data bahwa sebesar 7,77% kebutaan disebabkan oleh katarak.Sedangkan pada
penduduk usia 50 tahun ke atas prevelensi kebutaan akibat katarak sebesar 1,9%
(Ismandari, 2018). Di tingkat provensi, prevalensi kebutaan di Jawa Tengah
sebesar 2,7% dengan penyebab utama katarak sebesar 73,8%.
Katarak adalah suatu kondisi dimana lensa mata manusia mengalami
kekeruhan. Biasanya katarak akan terjadi seiring bertambahnya usia yang tidak
dapat dihindari. Tingkat keparahan pada katarak beragam dan disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain kelainan bawaan, cidera, dan obat - obatan tertentu.
Kurang lebih sebanyak 90% penyebab kasus katarak yaitu faktor usia, penyebab
lainnya antara lain traumatis dan kelainan bawaan.
Pembedahan merupakan penatalaksanaan utama pada kasus katarak.
Proses pembedahan atau operasi yang dilakukan yaitu dengan mengganti lensa
yang keruh dengan lensa pengganti. Pembedahan mempunyai potensi atau
ancaman nyata bagi orang yang akan menjalankan operasi, karena dapat
menyebabkan reaksi pada fisik dan psikologis seseorang. Bagi sebagian pasien,
operasi merupakan salah satu pengalaman yang sulit, maka dari itu persiapan pre
operasi penting dilakukan untuk mengurangi faktor resiko yang dapat
mempengaruhi hasil akhir operasi yang mana hasilnya sangat bergantung pada
kondisi pasien. Secara psikis, pasien harus mempunyai mental yang siap dalam
mejalani operasi karena pasti selalu ada rasa ketakutan dan cemas baik akan
suntikan, nyeri pada luka pasca operasi, bahkan kemungkinan terjadinya
5. 2
kecacatan atau kematian. Oleh karena itu, tidak heran jika pasien seringkali
menunjukan sikap cemas dan berlebihan selama akan menjalankan operasi.
Perawat memegang peranan yang sangat penting pada pasien dengan
katarak. Peran perawat terhadap pasien katarak sebelum menjalani operasi yaitu
mempersiapkan pasien untuk menjalani operasi mata. Mulai dengan pemeriksaan
kesehatan umum yang mana untuk menentukan ada tidaknya kelainan yang dapat
menghambat jalannya operasi, memenuhi kebutuhan psikologis dan keselamatan
pasien, memberikan pemahaman terhadap pasien mengenai tindakandan prosedur
operasi serta kemungkinan terjadinya komplikasi pada pasien.
Peranan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan post operasi katarak yaitu berhubungan dengan luka setelah operasi, luka
tersebut dapat menimbulkan masalah yang kompleks, antara lainnyeri akut, resiko
infeksi berhubungan dengan efek rosedur invansif, adanya resiko cidera, dan
berbagai masalah lain yang dapat menyebabkan kebutuhan dasar pasien
terganggu. Perawat mempunyai peranan pada pasien dalam mengajarkan teknik
nonformakologis pereda nyeri, memberikan teknik aseptik dalam membersihkan
luka agar terhindar dari infeksi, dan beberapa peranan lain yang dilakukan perawat
untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan katarak ?
2. Apakah yang bisa menyebabkan terjadinya katarak ?
3. Apa saja klasifikasi yang ada pada katarak ?
4. Apa saja gejala yang timbul pada pasien katarak ?
5. Bagaimana proses penyebaran penyakit katarak ?
6. Apa saja pemeriksaan yang bisa diberikan pada pasien katarak ?
7. Apa saja komplikasi yang timbul pada pasien dengan katarak ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari katarak
6. 3
2. Untuk memahami penyebab terjadinya katarak
3. Agar mengetahui klasifikasi dari katarak
4. Agar memahami tanda dan gejala pada pasien katarak
5. Untuk mengetahui pemeriksaan yang diberikan pada pasien katarak
6. Untuk memahami kemungkinan komplikasi yang timbul pada pasien dengan
katarak.
7. 4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Katarak diambil dari bahasa Yunani “kataarrhakies” yang artinya air
terjun. Katarak berarti bular dimana penglihatannya seperti terhalang air
terjun yang diakibatkan karena lensa yang mengalami kekeruhan. Katarak
yaitu kekeruhan yang terjadi pada lensa mata yang disebabkan karena hidrasi
lensa atau adanya penambahan cairan, dan adanya denaturasi protein pada
lensa, atau hasil keduanya.
Katarak menyebabkan cahaya tergantung pada bola mata, sehingga
penglihatan menjadi kabur, dan dapat mengakibatkan kebutaan. Dengan
keruhnya lensa pada kasus katarak, menyebabkan bayangan yang
diproyeksikan pada retina berubah. Katarak merupakan salah satu penyebab
umum dari kehilangan penglihatan secara bertahap, derajat kestabilan akibat
katarak dipengerahui oleh lokasi dan kepadatan opasitas (Aidan et al., 2022).
B. Etiologi
Sebagian besar katarak, yang disebut katarak senilis, terjadi akibat
perubahan degeneratif yang berhubungan dengan penuaan. Pajanan terhadap sinar
matahari selama hidup dan predisposisi genetik berperan dalam perkembangan
katarak senilis (Aini and Santik, 2018). Katarak juga bisa terjadi pada usia berapa
saja setelah trauma lensa, infeksi mata, atau pajanan terhadap radiasi atau obat
tertentu. Janin yang tepapar virus rubella dapat mengalami katarak. Individu yang
mengalami diabetes mellitus jangka panjang sebagaian besar mengalami katarak,
yang kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan aliran darah ke mata dan
perubahan perubahan penanganan dan metabolisme glukosa.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya katarak adalah kadar kalsium yang
rendah, diabetes, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, factor lingkungan
(trauma, penyinaran sinar ultraviolet), konsumsi alcohol, merokok, derajat sosial
ekonomi, status pendidikan, dan konsumsi multivitamin.
8. 5
C. Klasifikasi
Secara umum, klasifikasi katarak dapat dibagi berdasarkan maturitas, onset,
dan morfologi. Katarak kongenital terjadi akibat terbentuknya serat lensa yang
keruh. Katarak senilis dapat terjadi akibat proses degeneratif, sehingga
mengakibatkan serat lensa yang normal menjadi keruh. Secara klinis, kekeruhan
pada lensa disesuaikan dengan tingkat keparahan dari penurunan tajam
penglihatan yang dirasakan berangsur. Katarak juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan morfologi anatomi lensa, yaitu katarak kapsular, subkapsular,
kortikal, supranuklear, nuklear, dan polaris. Terdapat beberapa stadium katarak
yaitu (Kemenkes RI, 2020).
1. Katarak Insipient
Kekeruhan lensa tahap awal dengan visus yang relative masih baik.
2. Katarak Imatur
Kekeruhan lensa mulai terjadi dapat dilihat oleh bantuan senter.
mengakibatkan bentuk lensa menjadi lebih cembung, sehingga proses
hidrasi akan terjadi lebih cepat. Fase ini akan berlanjut menjadi maturasi
dan membentuk katarak intumesen yang membuat sudut bilik mata depan
menjadi lebih sempit.
3. Katarak Matur
Pada katarak matur sudah mengenai bagian korteks lensa, sehingga
akan terlihat lensa barwarna putih terang. Kekeruhan lensa terjadi
menyeluruh, dapat terlihat dengan bantuan senter, tidak terlihat iris shado,
visus 1/300 atau light perception positif.
4. Katarak Senilis
Merupakan bentuk katarak paling sering ditemukan dan diderita
oleh usia lebih dari 50 tahun. Keadaan ini biasanya mengenai kedua mata,
akan tetapi dapat terjadi pada salah satu mata terlebih dahulu. Berdasarkan
morfologi, katarak senilis dapat terbentuk menjadi katarak nuklear dan
kortikal. Bentuk katarak kortikal dan nuklear merupakan bentuk yang
paling sering ditemukan pada katarak senilis. Secara umum, katarak
9. 6
kortikal dapat terbentuk sebanyak 70%, nuklear 25%, dan subkapsularis
posterior 5%.7,8 Terdapat berbagai faktor resiko yang dapat
mengakibatkan katarak senilis. Faktor usia terutama usia 50 tahun atau
dapat juga terjadi pada usia 45 tahun yang biasa disebut dengan presenil.
Paparan sinar ultraviolet yang semakin sering, defisiensi protein dan
vitamin (riboplavin, vitamin E, dan vitamin C), dan merokok Subkapsular
posterior Kortikal (peripheral) Anterior kortikal Subkapsular Nuklear
Lamelar Polaris posterior berdasarkan penelitian dapat mempengaruhi
denaturasi protein yang akan berkembang menjadi katarak. Kelainan
metabolik seperti Diabetes Mellitus akan mengakibatkan peningkatan
proses metabolisme sorbitol pada lensa, sehingga katarak dapat lebih cepat
terbentuk.
5. Katarak Senilis Nuklear
Progresifitas maturasi dari katarak nuklear akan mengakibatkan
lensa menjadi tidak elastis dan mengeras yang berhubungan dengan
penurunan daya akomodasi dan merefraksikan cahaya. Perubahan bentuk
lensa ini akan dimulai dari bagian sentral ke perifer. Secara klinis, katarak
nukleus akan terlihat berwarna kecoklatan (katarak brunescent), hitam
(katarak nigra), dan berwarna merah (katarak rubra). Terjadinya
perubahan warna pada katarak nuklear, akibat adanya deposit pigmen.
6. Katarak Hipermatur
Terjadi Ketika massa lensa mengalami kebocoran melalui kapsul
lensa, sehingga kapsul menjadi berkerut dan menyusut. Katarak
hipermatur akan mengakibatkan bagian korteks mencair dan
menyebabkan nukleus berada di bagian posterior, yang biasa disebut
dengan Katarak Morgagni. Pada jenis hipermatur juga dapat menyebabkan
lensa menjadi sklerotik diakibatkan korteks yang mencair dan lensa
menjadi lebih mengkerut. Pengerutan lensa ini dapat menghasilkan
gambaran sudut bilik mata depan dan iris menyempit.
7. Katarak diabetes melitus
10. 7
Keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan kadar glukosa dalam
humor akuous yang akan berdifusi ke dalam lensa. Glukosa akan di
metabolisme oleh sorbitol dan berakumulasi di dalam lensa, sehingga
mengakibatkan tekanan osmotik berlebihan mengakibatkan hidrasi pada
lensa. Kekeruhan pada nuklear merupakan hal yang sering terjadi dan
berkembang dengan sangat cepat.
8. Katarak Traumatika
Merupakan kejadian paling sering pada usia muda dan terjadi
unilateral. Katarak dapat terjadi setelah terkena trauma tusuk ke dalam
mata dan sulit untuk dikeluarkan, hal ini akan menyebabkan kerusakan
pada kapsul lensa. Apabila terdapat kerusakan pada lensa, bagian dalam
lensa akan mengalami pembengkakan bersama dengan air sehingga akan
menyebabkan denaturasi protein. Kerusakan pada lensa tanpa disertai
adanya ruptur akan mengakibatkan kerusakan pada bagian subkapsular
dan menghasilkan katarak dengan bentuk seperti “starshaped”.
9. Katarak Komplikata
Katarak komplikata dapat terjadi apabila disertai dengan infeksi
primer pada mata. Uveitis anterior merupakan penyebab tersering dalam
terjadinya katarak komplikata, keadaan ini didasari dengan durasi dan
intensitas terjadinya infeksi okular. Terapi dengan menggunakan steroid
juga merupakan salah satu penyebab terjadinya katarak sekunder.
Glaukoma dengan sudut bilik mata depan tertutup juga dapat
menyebabkan terjadinya kekeruhan subkapsular atau kapsular.
D. Manifestasi Klinis
Manifetasi klinis yang dapat ditemukan pada pasien katarak diantaranya :
1. Pengelihatan tidak jelas atau kabur.
2. Daya penglihatan kurang.
3. Lensa mata menjadi buram.
4. Adanya selaput tipis pada mata.
11. 8
5. Mata lebih senitive terhadap cahaya sehingga merasa sangat silau bila
berada si bawah cahaya yang terang.
6. Mata tidak terasa sakit dan tidak berwarna merah.
7.
E. Patofisiologi
Kelainan bawaan adanya gangguan proses perkembangan embrio saat dalam
kandungan dan kelainan pada kromosom secara genetik dapat menimbulkan
kekeruhan lensa saat lahir. Umumnya kelainan tidak hanya pada lensa tetapi juga
bisa terdapat pada tubuh yang lain sehingga menjadi sebuah suatu sindrom.
1. Proses Penuaan
Seiring dengan bertambahnya usia lensa mata akan mengalami
pertambahan berat dan tebalnya serta mengalami penurunan daya
akomodasi. Setiap pembentukan lapisan baru dari serat kortikal secara
konsentris nukleus lensa akan mengalami kompresi dan pengerasan.
Modifikasi kimia dan pembelahan proteolitik kristalin mengakibatkan
pembentukan kumpulan protein dengan berat molekul yang tinggi.
Kumpulan protein ini juga dapat menjadi cukup banyak untuk
menyebabkan fluktuasi mendadak indeks bias lokal lensa sehingga
muncul hamburan cahaya dan mengurangi transparansi dari lensa
modifikasi kimia dari protein nukleus lensa juga dapat meningkatkan
pigmentasi, sehingga lensa dapat berubah warna menjadi kuning atau
kecoklatan seiring bertambahnya usia. Perubahan lain yang berhubungan
dengan pertambahan usia termasuk ke dalamnya adalah penurunan
konsentrasi glutation dan kalium dan peningkatan konsentrasi natrium dan
kalsium dalam sitoplasma sel lensa. Patogenesis yang multifaktorial dan
tidak sepenuhnya dipahami.
2. Penyakit Sistemik
Adanya kelainan sistemik yang terserang menyebabkan katarak
adalah DM. Dasar patogenesis yang melandasi penurunan visus pada
katarak dengan diabetes adalah teori akumulasi sorbitol yang terbentuk
dari aktivasi alur polyol pada keadaan hiperglikemia yang mana akumulasi
12. 9
sorbitol dalam lensa akan menarik air ke dalam lensa sehingga terjadi
hidrasi yang merupakan dasar patofisiologi terbentuknya katarak dan yang
kedua adalah teori glikosilasi protein di mana adanya AGE akan
mengganggu struktur sitoskeletal yang dengan sendirinya akan berakibat
pada turunnya kejernihan lensa (Ayuni, 2020).
3. Trauma
Adanya trauma akan mengganggu struktural lensa mata baik
secara makroskopis maupun mikroskopis hak. Hal ini diduga
menyebabkan adanya perubahan struktur lensa dan gangguan
keseimbangan metabolisme lensa sehingga katarak dapat terbentuk.
4. Penyakit Mata lainnya
Adanya glaukoma dan upeitis menyebabkan gangguan
keseimbangan elektrolit yang menyebabkan kekeruhan lensa (Kemenkes
RI, 2020).
13. 10
F. Pathway
Proses Penuaan Trauma (Cedera Mata) Riwayat
Penyakit (DM)
Katarak
Nukleus mengalami perubahan warna menjadi cokelat kekuningan
Perubahan fisik (pengeluaran air mata dan lensa menjadi buram)
Hilangnya Transparan Lensa
Perubahan Kimia Dalam Protein
Lensa
Koagulasi
Penglihatan Kabur Gangguan penerimaan
sensori/status organ indera
Penurunan Ketajaman Penglihatan
MK : Risiko Cedera
MK : Gangguan Mobilitas Fisik
14. 11
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan katarak yaitu dengan teknik pembedahan. Pembedahan dapat
dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperti
glaukoma dan uveitis. Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan.
1. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)
Merupakan pengangkatan lensa dari mata secara keseluruhan,
termasuk kapsul lensa dikeluarkan secara utuh. Ekstraksi katarak
intrakapsular ini tidak boleh dilakukan pada klien berusia kurang dari 40
tahun yang masih mempunyai ligamentum kialoidea kapsuler.
2. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak, dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior
sehingga masa lensa atau korteks lensa dapat keluar melalui robekan
tersebut. Teknik ini bisa dilakukan pada semua stadium katarak kecuali
pada luksasio lentis. Pembedahan ini memungkinkan diberi intra okuler
lensa (IOL) untuk pemulihan visus.
3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Merupakan upaya untuk mengeluarkan nukleus lensa dengan
panjang sayatan sekitar 5-6 mm, dengan inovasi peralatan yang lebih
sederhana, seperti anterior chamber maintainer (ACM), irigating vectis,
nucleus cracer, dan lainlain
4. Fakoemulsifiikasi
Teknik operasi yang tidak berbeda jauh dengan cara ekstraksi
katarak intrakapsular, tetapi nukleus lensa diambil dengan alat khusus
yaitu emulsifier. Dibanding ekstraksi katarak intrakapsular, irisan luka
operasi ini lebih kecil sehingga setelah diberi intra okuler lensa (IOL)
rehabilitasi virus lebih cepat.
15. 12
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan lapang
pandang, misalnya dengan melihat huruf pada jarak 6 meter yang biasanya
memberikan hasil terdapatnya penurunan ketajaman penglihatan. Selain itu
terdapat pemeriksaan dengan menggunakan senter yang diarahkan pada samping
mata, yang akan memperlihatkan kekeruhan pada lensa mata yang berbentuk
seperti bulan sabit (shadow test positive). Pemeriksaan tambahan lain yang dapat
dilakukan adalah pemeriksaan dengan alat slit lamp hingga pemeriksaan
oftalmoskopi pada daerah retina. Hal ini dilakukan bila dicurigai adanya kelainan
tambahan di berbagai organ lain dalam mata (Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2017).
I. Komplikasi
Komplikasi operasi katarak dapat terjadi selama operasi maupun setelah
operasi. Pemeriksaan periodik pasca operasi katarak sangat penting untuk
mendeteksi komplikasi operasi (Astari, 2018).
1. Komplikasi Selama Operasi
a. Pendangkalan Kamera Okuli Anterior
Pada saat operasi katarak, pendangkalan kamera okuli anterior
(KOA) dapat terjadi karena cairan yang masuk ke KOA tidak cukup,
kebocoran melalui insisi yang terlalu besar, tekanan dari luar bola
mata, tekanan vitreus positif, efusi suprakoroid, atau perdarahan
suprakoroid. Jika saat operasi ditemukan pendangkalan KOA, hal
pertama yang harus dilakukan adalah mengurangi aspirasi,
meninggikan botol cairan infus, dan mengecek insisi. Bila insisi terlalu
besar, dapat dijahit jika perlu. Tekanan dari luar bola mata dapat
dikurangi dengan mengatur ulang spekulum kelopak mata. Hal
berikutnya adalah menilai tekanan vitreus tinggi dengan melihat
apakah pasien obesitas, bull-necked, penderita PPOK, cemas, atau
melakukan manuver Valsava. Pasien obesitas sebaiknya diposisikan
antitrendelenburg.
16. 13
b. Posterior Capsule Rupture (PCR)
PCR dengan atau tanpa vitreous loss adalah komplikasi
intraoperatif yang sering terjadi. Studi di Hawaii menyatakan bahwa
0,68% pasien mengalami PCR dan vitreous loss selama prosedur
fakoemulsifikasi. Beberapa faktor risiko PCR adalah miosis, KOA
dangkal, pseudoeksfoliasi, floppy iris syndrome, dan zonulopati.
Apabila terjadi PCR, sebaiknya lakukan vitrektomi anterior untuk
mencegah komplikasi yang lebih berat. PCR berhubungan dengan
meningkatnya risiko cystoid macular edema, ablasio retina, uveitis,
glaukoma, dislokasi LIO, dan endoftalmitis postoperatif katarak.
c. Nucleus Drop
Salah satu komplikasi teknik fakoemulsifikasi yang paling
ditakutkan adalah nucleus drop, yaitu jatuhnya seluruh atau bagian
nukleus lensa ke dalam rongga vitreus. Jika hal ini tidak ditangani
dengan baik, lensa yang tertinggal dapat menyebabkan peradangan
intraokular berat, dekompensasi endotel, glaukoma sekunder, ablasio
retina, nyeri, bahkan kebutaan. Sebuah studi di Malaysia melaporkan
insidensi nucleus drop pasca fakoemulsifikasi sebesar 1,84%. Faktor
risiko nucleus drop meliputi katarak yang keras, katarak polar
posterior, miopia tinggi, dan mata dengan riwayat vitrektomi.
2. Komplikasi Pasca Operasi
a. Edema Kornea
Edema stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah operasi
katarak. Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang lama,
trauma kimia, radang, atau peningkatantekanan intraokular (TIO),
dapat menyebabkan edema kornea. Pada umumnya, edema akan
hilang dalam 4 sampai 6 minggu.1 Jika kornea tepi masih jernih, maka
edema kornea akan menghilang. Edema kornea yang menetap sampai
lebih dari 3 bulan biasanya membutuhkan keratoplasti tembus.
17. 14
b. Perdarahan Komplikasi
Perdarahan pasca operasi katarak antara lain perdarahan
retrobulbar, perdarahan atau efusi suprakoroid, dan hifema.1 Pada
pasien-pasien dengan terapi antikoagulan atau antiplatelet, risiko
perdarahan suprakoroid dan efusi suprakoroid tidak meningkat.
Sebagai tambahan, penelitian lain membuktikan bahwa tidak terdapat
perbedaan risiko perdarahan antara kelompok yang menghentikan dan
yang melanjutkan terapi antikoagulan sebelum operasi katarak.
c. Glaukoma Sekunder
Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA pasca
operasi katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO),
peningkatan TIO ringan bisa terjadi 4 sampai 6 jam setelah operasi,
umumnya dapat hilang sendiri dan tidak memerlukan terapi anti
glaukoma, sebaliknya jika peningkatan TIO menetap, diperlukan
terapi antiglaukoma. Glaukoma sekunder dapat berupa glaukoma
sudut terbuka dan tertutup. Beberapa penyebab glaukoma sekunder
sudut terbuka adalah hifema, TASS, endoftalmitis, serta sisa masa
lensa. Penyebab glaukoma sekunder sudut tertutup adalah blok pupil,
blok siliar, glaukoma neovaskuler, dan sinekia anterior perifer.
d. Uveitis Kronis
Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai 4 minggu
operasi katarak dengan pemakaian steroid topikal. Inflamasi yang
menetap lebih dari 4 minggu, didukung dengan penemuan keratik
presipitat granulomatosa yang terkadang disertai hipopion, dinamai
uveitis kronik. Kondisi seperti malposisi LIO, vitreus inkarserata, dan
fragmen lensa yang tertinggal, menjadi penyebab uveitis kronik.
Tatalaksana meliputi injeksi antibiotik intravitreal dan operasi
perbaikan posisi LIO, vitreus inkarserata, serta pengambilan fragmen
lensa yang tertinggal dan LIO.
18. 15
e. Edema Makula Kistoid (EMK)
EMK ditandai dengan penurunan visus setelah operasi katarak,
gambaran karakteristik makula pada pemeriksaan oftalmoskopi atau
FFA, atau gambaran penebalan retina pada pemeriksaan OCT.1
Patogenesis EMK adalah peningkatan permeabilitas kapiler perifovea
dengan akumulasi cairan di lapisan inti dalam dan pleksiformis luar.1
Penurunan tajam penglihatan terjadi pada 2 sampai 6 bulan pasca
bedah.1 EMK terjadi pada 2-10% pasca EKIK, 1-2% pasca EKEK,
dan < 1% pasca fakoemulsifikasi.14 Angka ini meningkat pada
penderita diabetes mellitus dan uveitis. Sebagian besar EMK akan
mengalami resolusi spontan, walaupun 5% diantaranya mengalami
penurunan tajam penglihatan yang permanen.
f. Ablasio Retina
Ablasio retina terjadi pada 2-3% pasca EKIK, 0,5-2% pasca
EKEK, dan <1% pasca fakoemulsifikasi. Biasanya terjadi dalam 6
bulan sampai 1 tahun pasca bedah katarak.1 Adanya kapsul posterior
yang utuh menurunkan insidens ablasio retina pasca bedah, sedangkan
usia muda, miopia tinggi, jenis kelamin laki- laki, riwayat keluarga
dengan ablasio retina, dan pembedahan katarak yang sulit dengan
rupturnya kapsul posterior dan hilangnya vitreus meningkatkan
kemungkinan terjadinya ablasio retina pasca bedah
g. Endoftalmitis
Endoftalmitis termasuk komplikasi pasca operasi katarak yang
jarang, namun sangat berat. Gejala endoftalmitis terdiri atas nyeri
ringan hingga berat, hilangnya penglihatan, floaters, fotofobia,
inflamasi vitreus, edem palpebra atau periorbita, injeksi siliar,
kemosis, reaksi bilik mata depan, hipopion, penurunan tajam
penglihatan, edema kornea, serta perdarahan retina. Gejala muncul
setelah 3 sampai 10 hari operasi katarak. Penyebab terbanyak adalah
Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan
19. 16
Streptococcus. Penanganan endoftalmitis yang cepat dan tepat mampu
mencegah infeksi yang lebih berat. Tatalaksana pengobatan meliputi
kultur bakteri, antibiotik intravitreal spektrum luas, topikalsikloplegik,
dan topikal steroid.
h. Toxic Anterior Segment Syndrome
TASS merupakan inflamasi pasca operasi yang akut dan non-
infeksius. Tanda dan gejala TASS dapat menyerupai endoftalmitis,
seperti fotofobia, edema kornea, penurunan penglihatan, akumulasi
leukosit di KOA, dan kadang disertai hippopion. TASS memiliki onset
lebih akut, yaitu dalam 24 jam pasca operasi katarak, sedangkan
endoftalmitis terjadi setelah 3 sampai 10 hari operasi. TASS juga menimbulkan
keluhan nyeri minimal atau bahkan tanpa nyeri. Beberapa penyebab TASS
adalah pembilasan alat-alat operasi yang tidak adekuat, penggunaan
pembersih enzimatik, salah konsentrasi detergen, ultrasonic bath,
antibiotik, epinefrin yang diawetkan, alat single- use yang digunakan
berulang kali saat pembedahan. Meskipun kebanyakan kasus TASS
dapat diobati dengan steroid topikal atau NSAIDs topikal, reaksi
inflamasi terkait TASS dapat menyebabkan kerusakan parah jaringan
intraokular, yang dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan.
i. Posterior Capsule Opacifaction (PCO)/Kekeruhan Kapsul Posterior
PCO merupakan komplikasi pasca operasi katarak yang paling
sering. Sebuah penelitian melaporkan PCO rata-rata terjadi pada 28%
pasiensetelahlimatahun pasca operasi katarak. Insidensi PCO lebih tinggi
pada anak-anak. Mekanisme PCO adalah karena tertinggalnya sel-sel
epitel lensa di kantong kapsul anterior lensa, yang selanjutnya
berproliferasi, lalu bermigrasi ke kapsul posterior lensa. Berdasarkan
morfologi, terdapat 2 jenis PCO, jenis fibrosis (fibrosis type) dan jenis mutiara
(pearl type). Jenis kedua lebih sering menyebabkan kebutaan. PCO
dapat efektif diterapi dengan kapsulotomi Nd:YAG laser; beberapa
komplikasi prosedur laser ini seperti ablasio retina, merusak LIO, cystoid
20. 17
macular edema, peningkatan tekanan intraokular, perdarahan iris, edema
kornea, subluksasi LIO, dan endoftalmitis.
Pencegahan PCO lebih ditekankan. Teknik operasi pada anak-anak
menggunakan kapsuloreksis posterior (posterior continuous curvilinear
capsulorrhexis) dan vitrektomi anterior telah terbukti menurunkan
kejadian PCO. Pemakaian LIO dengan sisi tajam (sharp-edge optic) yang
terbuat dari akrilik dan silikon, serta penggunaan agen terapeutik
seperti penghambat proteasome, juga menurunkan kejadian PCO.
j. Surgically Induced Astigmatism (SIA)
Operasi katarak, terutama teknik EKIK dan EKEK konvensional,
mengubah topografi kornea dan akibatnya timbul astigmatisma pasca
operasi. Risiko SIA meningkat dengan besarnya insisi (> 3 mm),
lokasi insisi di superior, jahitan, derajat astigmatisma tinggi sebelum
operasi, usia tua, serta kamera okuli anterior dangkal. AAO
menyarankan untuk membuka jahitan setelah 6-8 minggu postoperatif
untuk mengurangi astigmatisma berlebihan.
k. Dislokasi LIO (Lensa Intra Okuler)
Angka kejadian dislokasi LIO dilaporkan sebesar 0,19-3,00%.20
Dislokasi LIO dapat terjadi di dalam kapsul (intrakapsuler) atau di luar
kapsul (ekstrakapsuler). Penyebab dislokasi LIO intrakapsuler adalah
satu atau kedua haptik terletak di sulkus, sedangkan beberapa
penyebab dislokasi LIO ekstrakapsuler mencakup pseudoeksfoliasi,
gangguan jaringan ikat, uveitis, retinitis pigmentosa, miopia tinggi,
dan pasien dengan riwayat operasi vitreoretina.Tatalaksana kasus ini
adalah dengan reposisi atau eksplantasi LIO.
21. 18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan materi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa katarak
dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko seperti proses penuaan, adanya
cedera/trauma sampai pada riwayat penyakit berupa diabetes melitus. Katarak
terjadi karena adanya kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan penglihatan
menjadi kabur sehingga mengalami kehilangan ketajaman persepsi sensori
penglihatannya. Oleh karena itu, diperlukan adanya penatalaksanaan medis dan
pemeriksaan penunjang yang diharapkan mampu menjadi efektifitas pengobatan
pada pasien dengan penyakit katarak tersebut.
B. Saran
Setelah dipaparkan materi mengenai katarak, diharapkan pembaca dapat
memahami baik secara teori maupun dalam pemberian tindakan penatalaksaan
yang tepat pada pasien dengan katarak.
22. 19
DAFTAR PUSTAKA
Aidan, A. et al. (2022) ‘Cataract’, in.
Aini, A.N. and Santik, Y.D.P. (2018) ‘Kejadian Katarak Senilis di RSUD Tugurejo’,
HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 2(2), pp. 295–306.
Available at: https://doi.org/10.15294/higeia.v2i2.20639.
Astari, P. (2018) ‘Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi’, Astari,
Prilly, 45(10), pp. 748–753.
Ayuni, D.Q. (2020) ‘Buku Ajar Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Pasien Post
Operasi Katarak’, in.
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (2017)
‘Modul deteksi dini katarak’, kementerian keseahatan RI, pp. 15–16.