Dokumen tersebut membahas tentang kelemahan daya hidup kebudayaan Sunda saat ini akibat ketidakjelasan strategi pengembangan dan lemahnya tradisi membaca, menulis, dan berbicara di kalangan masyarakat Sunda. Dokumen tersebut juga menyinggung tentang pengaruh budaya asing yang semakin kuat terhadap budaya Sunda dan rasa malu dari orang Sunda untuk mempertahankan bahasa dan kebudayaan mereka.
1. “Kegemilangan” kebudayaan Sunda di
masa lalu, khususnya semasa Kerajaan
Tarumanegara dan Kerajaan Sunda, dalam
perkembangannya kemudian seringkali
dijadikan acuan dalam memetakan apa
yang dinamakan kebudayaan Sunda.
2. Dalam perkembangannya kebudayaan Sunda
kini seperti sedang kehilangan ruhnya
kemampuan beradaptasi, kemampuan mobilitas,
kemampuan tumbuh dan berkembang, serta
kemampuan regenerasi. Kemampuan
beradaptasi kebudayaan Sunda, terutama dalam
merespons berbagai tantangan yang muncul,
baik dari dalam maupun dari luar
3. Bahkan, kebudayaan Sunda seperti tidak
memiliki daya hidup manakala berhadapan
dengan tantangan dari luar. Akibatnya, tidaklah
mengherankan bila semakin lama semakin
banyak unsur kebudayaan Sunda yang tergilas
oleh kebudayaan asing. Sebagai contoh paling
jelas, bahasa Sunda yang merupakan bahasa
komunitas orang Sunda tampak semakin jarang
digunakan oleh pemiliknya sendiri, khususnya
para generasi muda Sunda
4. Lebih memprihatinkan lagi, menggunakan bahasa
Sunda dalam komunikasi sehari-hari terkadang
diidentikkan dengan “keterbelakangan”, untuk tidak
mengatakan primitif. Akibatnya, timbul rasa gengsi
pada orang Sunda untuk menggunakan bahasa Sunda
dalam pergaulannya sehari-hari. Bahkan, rasa “gengsi”
ini terkadang ditemukan pula pada mereka yang
sebenarnya merupakan pakar di bidang bahasa Sunda,
termasuk untuk sekadar mengakui bahwa dirinya
adalah pakar atau berlatar belakang keahlian di bidang
bahasa Sunda.
5. Adanya kondisi yang menunjukkan lemahnya daya
hidup dan mutu hidup kebudayaan Sunda
disebabkan karena ketidakjelasan strategi dalam
mengembangkan kebudayaan Sunda serta
lemahnya tradisi, baca, tulis , dan lisan (baca,
berbeda pendapat) di kalangan komunitas Sunda.
Ketidakjelasan strategi kebudayaan yang benar dan
tahan uji dalam mengembangkan kebudayaan
Sunda tampak dari tidak adanya “pegangan
bersama” yang lahir dari suatu proses yang
mengedepankan prinsip-prinsip keadilan tentang
upaya melestarikan dan mengembangkan secara
lebih berkualitas kebudayaan Sunda.
6. Berbagai unsur kebudayaan Sunda yang sebenarnya
sangat potensial untuk dikembangkan, bahkan
untuk dijadikan model kebudayaan nasional dan
kebudayaan dunia tampak tidak mendapat
sentuhan yang memadai. Ambillah contoh, berbagai
makanan tradisional yang dimiliki orang Sunda,
mulai dari bajigur, bandrek, surabi, colenak, wajit,
borondong, kolontong, ranginang, opak, hingga ubi
cilembu, apakah ada strategi besar dari pemerintah
untuk mengemasnya dengan lebih bertanggung
jawab agar bisa diterima komunitas yang lebih luas.
7. Lemahnya budaya baca, tulis, dan lisan ditengarai
juga menjadi penyebab lemahnya daya hidup dan
mutu hidup kebudayaan Sunda. Lemahnya budaya
baca telah menyebabkan lemahnya budaya tulis.
Lemahnya budaya tulis pada komunitas Sunda
secara tidak langsung merupakan representasi pula
dari lemahnya budaya tulis dari bangsa Indonesia.
Fakta paling menonjol dari semua ini adalah
minimnya karya-karya tulis tentang kebudayaan
Sunda ataupun karya tulis yang ditulis oleh orang
Sunda
8. Jalinan hubungan antara individu- individu dalam
masyarakat suku Sunda dalam kehidupan sehari- hari
berjalan relatif positif. Apalagi masyarakat Sunda
mempunyai sifat someah hade ka semah. Ini terbukti
banyak pendatang tamu tidak pernah surut berada ke
Tatar Sunda ini, termasuk yang enggan kembali ke
tanah airnya. Lebih jauh lagi, banyak sekali sektor
kegiatan strategis yang didominasi kaum pendatang.
Ini juga sebuah fakta yang menunjukkan bahwa
orang Sunda mempunyai sifat ramah dan baik hati
kepada kaum pendatang dan tamu.
9. Hubungan urang Sunda dengan kaum pendatang
dari berbagai etnik dalam konteks apa pun-
keseharian, pendidikan, bisnis, politik, dan
sebagainya-dilakukan melalui komunikasi yang
efektif. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa
kesalahpahaman dan konflik antar budaya antara
masyarakat Sunda dan kaum pendatang kerap
terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Yang menjadi
penyebab utamanya adalah komunikasi dari posisi-
posisi yang terpolarisasikan, yakni
ketidakmampuan untuk memercayai atau secara
serius menganggap pandangan sendiri salah
10. Perkenalan pribadi, pembicaraan dari hati ke hati, gaya
dan ragam bahasa (termasuk logat bicara), cara bicara
(paralinguistik), bahasa tubuh, ekspresi wajah, cara
menyapa, cara duduk, dan aktivitas-aktivitas lain yang
dilakukan akan turut memengaruhi berhasil tidaknya
komunikasi antarbudaya dengan orang Sunda. Pada
akhirnya, di balik kearifan, sifat ramah, dan baik hati
orang Sunda, sebenarnya masih sangat kental sehingga
hal ini menjadi penunjang di dalam terjalinnya system
interaksi yang berjalan harmonis.
11. Masyarakat Jawa Barat, yaitu masyarakat Sunda,
mempunyai ikatan keluarga yang sangat erat.
Nilai individu sangat tergantung pada penilaian
masyarakat. Dengan demikian, dalam
pengambilan keputusan, seperti terhadap
perkawinan, pekerjaan, dll., seseorang tidak
dapat lepas dari keputusan yang ditentukan oleh
kaum keluarganya.
12. Dalam masyarakat yang lebih luas, misalnya
dalam suatu desa, kehidupan masyarakatnya
sangat banyak dikontrol oleh pamong desa. Pak
Lurah dalam suatu desa merupakan “top leader”
yang mengelola pemerintahan setempat, berikut
perkara-perkara adat dan keagamaan. Selain
pamong desa ini, masih ada golongan lain yang
dapat dikatakan sebagai kelompok elite, yaitu
tokoh-tokoh agama.