Kekerasan terhadap anak masih terus terjadi sehingga diangkat sebagai tema peringatan hari anak nasional tahun 2016. Mendidik dengan kekerasan masih menjadi budaya yang perlu dihapus dan diubah menjadi pola pendidikan yang lebih produktif dan berperspektif perlindungan hak anak. Orang tua dan sekolah semestinya berkolaborasi dalam proses pendidikan, termasuk dengan memanfaatkan berbagai teknologi informasi dan komunikasi yang tepat. Untuk memastikan upaya perlindungan dilakukan hingga pada unit sosial terdekat pada anak, DPR RI perlu mendorong terwujudnya peraturan terkait perlindungan anak. Sebaliknya, aturan-aturan yang sudah ada juga perlu dievaluasi efektivitasnya agar dapat mewujudkan kondisi terbaik tumbuh kembang anak.
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anakTrini Handayani
Beberapa waktu yang lalu, penduduk Indonesia dikejutkan dengan berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi pada lembaga pendidikan yang notabene merupakan lembaga yang sangat dipercaya untuk membentuk karakter anak yang berbudi luhur serta sebagai harapan orang tua demi masa depan akademik anaknya. Kasus yang terjadi di luar lembaga pendidikanpun sangat mencengangkan, dengan korban lebih dari 100 (seratus) anak yang dilakukan sodomi oleh seorang yang sudah dikenal secara baik oleh korban dengan iming-iming hadiah yang tidak seberapa serta ancaman agar perbuatan tersebut tidak dilaporkan kepada siapapun oleh korban kekerasan seksual tersebut. Korban maupun keluarga korban menunda laporan ke pihak yang berwajib dikarenakan kekerasan seksual tersebut dianggap sebagai aib keluarga, sehingga jatuh korban yang sangat banyak.
Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016 - 2020ECPAT Indonesia
Kekerasan terhadap anak telah menjadi agenda pembangunan global dan
nasional sejak ditandatanganinya Konvensi Hak Anak (KHA) 25 tahun lalu,
dimana Indonesia mempakan salah satu negara yang ikut terlibat dan telah
meratifikasinya menjadi Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 tahun
2002. Dalam berbagai kebijakan terkait perlindungan anak, Pemerintah
Indonesia berkomitmen dalam mencegah dan menangani kekerasan terhadap
anak, termasuk di dalamnya upaya-upaya untuk menghentikan kekerasan fisik,
seksual, emosional hingga penelantaran terhadap anak. Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 bidang pembangunan kualitas
sumber daya manusia telah memuat target khusus penumnan angka kekerasan
terhadap anak.
Child Abduction Penculikan Anak Oleh Orang TuaRita Pranawati
"Child Abduction" atau penculikan anak oleh orang tua terjadi. Sampai sat ini belum ada norma hukum yang detail terkait dengan anak dalam situasi orang tua berkonflik
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anakTrini Handayani
Beberapa waktu yang lalu, penduduk Indonesia dikejutkan dengan berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi pada lembaga pendidikan yang notabene merupakan lembaga yang sangat dipercaya untuk membentuk karakter anak yang berbudi luhur serta sebagai harapan orang tua demi masa depan akademik anaknya. Kasus yang terjadi di luar lembaga pendidikanpun sangat mencengangkan, dengan korban lebih dari 100 (seratus) anak yang dilakukan sodomi oleh seorang yang sudah dikenal secara baik oleh korban dengan iming-iming hadiah yang tidak seberapa serta ancaman agar perbuatan tersebut tidak dilaporkan kepada siapapun oleh korban kekerasan seksual tersebut. Korban maupun keluarga korban menunda laporan ke pihak yang berwajib dikarenakan kekerasan seksual tersebut dianggap sebagai aib keluarga, sehingga jatuh korban yang sangat banyak.
Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016 - 2020ECPAT Indonesia
Kekerasan terhadap anak telah menjadi agenda pembangunan global dan
nasional sejak ditandatanganinya Konvensi Hak Anak (KHA) 25 tahun lalu,
dimana Indonesia mempakan salah satu negara yang ikut terlibat dan telah
meratifikasinya menjadi Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 tahun
2002. Dalam berbagai kebijakan terkait perlindungan anak, Pemerintah
Indonesia berkomitmen dalam mencegah dan menangani kekerasan terhadap
anak, termasuk di dalamnya upaya-upaya untuk menghentikan kekerasan fisik,
seksual, emosional hingga penelantaran terhadap anak. Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 bidang pembangunan kualitas
sumber daya manusia telah memuat target khusus penumnan angka kekerasan
terhadap anak.
Child Abduction Penculikan Anak Oleh Orang TuaRita Pranawati
"Child Abduction" atau penculikan anak oleh orang tua terjadi. Sampai sat ini belum ada norma hukum yang detail terkait dengan anak dalam situasi orang tua berkonflik
MENAGIH PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN PEMENUHAN HAK-HAK (KOMPENSASI) BAGI KORBA...ECPAT Indonesia
Pada kasus-kasus kekerasan seksual khususnya kepada anak-anak, pemerintah melalui penegakan hukum telah mennjatuhkan putusan kepada pelaku-pelaku kejahatan seksual. namun apakah pemerintah memikirkan kondisi korban dan keluarga korban setelah kejadian?
Sejauh ini pemerintah belum memberikan hak-hak korban, sementara dalam Undang-undang telah mengatur mengenai hak-hak korban khususnya mengenai Restitusi yang diberikan kepada korban oleh pelaku, dan juga mengatur mengenai hak Kompensasi ganti kerugian yang diberikan oleh negara kepada korban.
NEGARA MEMBAYAR KOMPENSASI BAGI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL ANAK
Pada kasus-kasus kekerasan seksual anak, pemerintah harusnya menjalankan tanggungjawabnya untuk memberikan kompensasi bagi korban ataupun keluarga korban kekerasan seksual anak, hal ini disampaikan karena ini sebagai salah satu kelalaian dan kegagalan ketidakhadiran negara untuk memberikan perlindungan bagi warga negaranya khususnya bagi anak-anak.
Maka berdasarkan dengan itu kami Meminta kepada Pemerintah agar:
1. Pemerintah memberikan pemenuhan hak-hak korban untuk memberikan kompensasi bagi korban ataupun bagi keluarga korban, pemberian kompensasi ini dilakukan karena negara tidak hadir dan gagal untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak.
2. Pemberianhukuman yang berat bagi pelaku merupakan jalan terakhir setelah Negara menjamin lingkungan yang aman terhadap pencegahan kekerasan dan eksploitasi seksual anak yang di dalamnya termasuk pendidikan hukum, sistem sosial yang peka terhadap kekerasan seksual anak, kampanye terus menerus agar tidak terjadi kekerasan pada anak, mekanisme kontrol dan pengawasan anak, mudahnya untuk melapor dan penegakan hukum yang mudah dan murah.
3. Melakukan proses re-integrasi dengan menggunakan prinsip-prinsip perlindungan yang baik terhadap korban untuk kembali kepada keluarga, sekolah dan masyarakat.
This slide shows the situation of child abduction in Indonesia.
Indonesia has assessed the need of the Hague Convention 1980. Locally, we also need this kind of regulation
Tabloid Publica Pos Edisi I (Januari 2015)Publica Pos
Tablod Publica Pos - lini cetak dari http://www.publicapos.com
Terbit sejak Januari 2015, Publica Pos hadir sebagai tabloid yang bertekad menjadi rujukan informasi publik terpercaya.
Dalam edisi I (Januari 2015), dimuat rubrik Sorot (Kisruh Penerapan Kurikulum 2013), Politik (Konflik Partai Golkar), Hukum (Kemelut Surat Edaran MA), Kessos (Ironi Kesejahteraan di Perbatasan), Ekonomi (Kisah Penyelamatan PT Merpati Nusantara Airlines), Megapolitan (Larangan Motor), Nusantara (Legenda Tungku Naga di Singkawang), Religi Budaya (Perjalanan Haji di Era Kolonial), Sosok (Mengenal Lebih Dekat Sartono Hutomo), Lifestyle Teknologi, Olahraga, Dunia (Nuklir Iran), dan beberapa rubrik lainnya.
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap AnakECPAT Indonesia
sebagai sebuah jaringan organisasi dan individu yang konsern terhadap penghapusan eksploitasi seksual komeridal terhadap anak (ESKA), ECPAT berharap agar masyarakat dunia dapat menjamin bahwa anak-anak d seluruh dunia terbebas dari semua bentuk ekploitasi
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHPECPAT Indonesia
Tindak Pidana Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Eksploitasi seksual komersial anak (ESKA) adalah suatu jenis kejahatan model baru yang sedang mendapat perhatian diduniasaat ini. Kejahatan ini terdiri dari Prostitusi anak, Pornografi anak, Perdagangan anak untuk tujuan seksual, Pariwisata seks anak dan perkawinan anak. Walaupun tidak
ada data yang pasti mengenai berapa jumlah korban ESKA saat ini, namun temuan beberapa organisasi cukup mengagetkan.
UNICEF Indonesia pernah melakukan penelitian tentang anak yang menjadi korban ESKA dan ditemukan ada sekitar 40.000-70.000 anak yang menjadi korban ESKA. ILO pernah melakukan penelitian tentang pelacuran anak dibeberapa kota di Indonesia dan menemukan fakta ada sekitar 24.000 anak-anak yang dilacurkan. Bahkan sejak 2005 sampai 2014, IOM Indonesia berhasil memulangkan korban perdagangan manusia ke wilayah-wilayah Indonesia sebanyak 7,193 dari
jumlah itu ditemukan sebanyak 82% adalah perempuan dan 16% dari total tersebut adalah anak-anak yang merupakan anak-anak korban perdagangan untuk tujuan seksual.
Indonesia saat ini tidak memiliki undang-undang yang khusus mengatur masalah ESKA. Undang-undang hanya memasukan ESKA secara terpisah di beberapa peraturan pidana lain, seperti contohnya UU tentang pornografi, di dalam undang-undang ini pornografi anak hanya menjadi bagian dari tindak pidana intinya yaitu pidana pornografi, begitu juga yang terdapat dalam undang-undang Tindak Pidana Perdagangan Orang, di mana perdagangan anak dengan tujuan eksploitasi
seksual hanya masuk menjadi salah satu bagian saja dalam undang-undang ini.
Pada RKUHP pada bagian Buku II sebenarnya tindak pidana ESKA sudah sebagian masuk dalam rancangannya, seperti tindak pidana pornografi anak dan tindak pidana perdagangan anak untuk tujuan seksual, pasal-pasal tersebut tersebar di beberapa bagian. Namun jika ditilik dengan lebih detil maka terhadap rumusan itu masih diperlukan penajaman definisi-definisi terkait ESKA. Baik yang sesuai dengan Undang-Undang khusus yang telah ada, juga dari instrumen Internasional yang telah di ratifikasi oleh Indonesia, agar rumusan dalam rancangan KUHP tersebut lebih baik.
ECPAT Indonesia
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
Kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak terhadap anak merupakan sebuah bentuk perilaku tidak hanya dimaknai sebagai hubungan seksual biasa tetapi juga merupakan serangan seksual yang dilakukan oleh anak terhadap anak yang menimbulkan perlukaan pada organ seksual, menimbulkan dampak psikologis pada korban dan bahkan menimbulkan luka atau lecet pada organ tubuh lainnya hingga menimbulkan kematian. Agresiftas seksual anak memiliki pola tidak sama dengan orang dewasa, sebagian besar kekerasan seksual yang dilakukan anak, dilakukan secara berkelompok. Eskalasi seksual tidak hanya terjadi di perkotaan tetapi juga di perdesaan bahkan di pedalaman sekalipun. Faktor yang paling dominan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap terjadinya kekerasan seksual adalah paparan pornografi yang dialami oleh anak. Faktor-faktor lain tidak bisa diangap remeh yaitu pengaruh teman sebaya, minimnya pendidikan dalam memanfaatkan bahaya internet pada anak, terbatasnya pengetahuan orang tua dan guru dalam melindungi anakanak dari bahaya internet.
Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019ECPAT Indonesia
Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak (RAN-PA) merupakan penjabaran lebih rinci atas pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 untuk mencapai sasaran pembangunan perlindungan anak sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 2/2015 tentang RPJMN tahun 2015-2019. Pencapaian berbagai sasaran komitmen global seperti Konvensi Hak Anak dan Sustainable Development Goals juga menjadi tujuan dalam rencana aksi ini.
Seperti yang tertera dalam dokumen RPJMN 2015-2019, Pemerintah Indonesia berkomitmen dalam upaya perlindungan anak sebagai bagian dari bentuk investasi terhadap pembangunan sumber daya manusia. Cita-cita besar inipun sejalan dengan agenda nasional pembangunan (Nawacita). Pemenuhan hak dan perlindungan anak secara optimal akan menghasilkan individu berkualitas yang akan membawa kemajuan bangsa di masa yang akan datang, sebaliknya jika permasalahan anak tidak tertangani dengan baik maka generasi selanjutnya akan menjadi beban bagi negara.
Catatan Akhir Tahun ECPAT Indonesia - Tahun 2017ECPAT Indonesia
Dalam mewujudkan visi misinya, ECPAT Indonesia memilih beberapa strategi, diantaranya penelitian, sosialisasi, pelatihan, kerjasama, Focus Group Discussion (FGD) dll. Kiprah ECPAT Indonesia
selama 13 tahun, telah menemukan banyak permasalahan anak di Indonesia, diantaranya anak putus sekolah, anak terpapar pornografi melalui smartphone, perkawinan anak, hubungan seks anak dengan anak, anak mengalami kekerasan seksual, anak menjadi pekerja atau sebagai pencari nafkah, keseluruhan kasus yang ECPAT Indonesia temukan rentan menjadi pintu masuk terjadinya eksploitasi seksual komersial.
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anaksakuramochi
Kekerasan seksual terhadap anak penerus bangsa ini terus bermunculan. Kondisi sosial ekonomi masyarakat menjadi salah satu faktor penyebab peningkatan kasus tersebut. Tulisan ini mengulas kondisi sosial ekonomi pelaku dan upaya pencegahan tindak kekerasan seksual. Pemerintah telah membentuk Satgas antikekerasan anak sebagai salah satu upaya pencegahan. Diharapkan satgas ini melibatkan partisipasi masyarakat setempat karena mereka yang lebih memahami situasi dan kondisi di wilayahnya. Selain itu, Pemerintah diharapkan dapat mengatasi masalah kemiskinan, rendahnya pendidikan, pengangguran, serta membatasi pornogra dan minuman keras (miras). DPR perlu memberikan ruang gerak yang luas untuk dilakukannya pembaruan hukum dengan menambah hukuman bagi pelaku kekerasan seksual pada anak.
MENAGIH PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN PEMENUHAN HAK-HAK (KOMPENSASI) BAGI KORBA...ECPAT Indonesia
Pada kasus-kasus kekerasan seksual khususnya kepada anak-anak, pemerintah melalui penegakan hukum telah mennjatuhkan putusan kepada pelaku-pelaku kejahatan seksual. namun apakah pemerintah memikirkan kondisi korban dan keluarga korban setelah kejadian?
Sejauh ini pemerintah belum memberikan hak-hak korban, sementara dalam Undang-undang telah mengatur mengenai hak-hak korban khususnya mengenai Restitusi yang diberikan kepada korban oleh pelaku, dan juga mengatur mengenai hak Kompensasi ganti kerugian yang diberikan oleh negara kepada korban.
NEGARA MEMBAYAR KOMPENSASI BAGI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL ANAK
Pada kasus-kasus kekerasan seksual anak, pemerintah harusnya menjalankan tanggungjawabnya untuk memberikan kompensasi bagi korban ataupun keluarga korban kekerasan seksual anak, hal ini disampaikan karena ini sebagai salah satu kelalaian dan kegagalan ketidakhadiran negara untuk memberikan perlindungan bagi warga negaranya khususnya bagi anak-anak.
Maka berdasarkan dengan itu kami Meminta kepada Pemerintah agar:
1. Pemerintah memberikan pemenuhan hak-hak korban untuk memberikan kompensasi bagi korban ataupun bagi keluarga korban, pemberian kompensasi ini dilakukan karena negara tidak hadir dan gagal untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak.
2. Pemberianhukuman yang berat bagi pelaku merupakan jalan terakhir setelah Negara menjamin lingkungan yang aman terhadap pencegahan kekerasan dan eksploitasi seksual anak yang di dalamnya termasuk pendidikan hukum, sistem sosial yang peka terhadap kekerasan seksual anak, kampanye terus menerus agar tidak terjadi kekerasan pada anak, mekanisme kontrol dan pengawasan anak, mudahnya untuk melapor dan penegakan hukum yang mudah dan murah.
3. Melakukan proses re-integrasi dengan menggunakan prinsip-prinsip perlindungan yang baik terhadap korban untuk kembali kepada keluarga, sekolah dan masyarakat.
This slide shows the situation of child abduction in Indonesia.
Indonesia has assessed the need of the Hague Convention 1980. Locally, we also need this kind of regulation
Tabloid Publica Pos Edisi I (Januari 2015)Publica Pos
Tablod Publica Pos - lini cetak dari http://www.publicapos.com
Terbit sejak Januari 2015, Publica Pos hadir sebagai tabloid yang bertekad menjadi rujukan informasi publik terpercaya.
Dalam edisi I (Januari 2015), dimuat rubrik Sorot (Kisruh Penerapan Kurikulum 2013), Politik (Konflik Partai Golkar), Hukum (Kemelut Surat Edaran MA), Kessos (Ironi Kesejahteraan di Perbatasan), Ekonomi (Kisah Penyelamatan PT Merpati Nusantara Airlines), Megapolitan (Larangan Motor), Nusantara (Legenda Tungku Naga di Singkawang), Religi Budaya (Perjalanan Haji di Era Kolonial), Sosok (Mengenal Lebih Dekat Sartono Hutomo), Lifestyle Teknologi, Olahraga, Dunia (Nuklir Iran), dan beberapa rubrik lainnya.
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap AnakECPAT Indonesia
sebagai sebuah jaringan organisasi dan individu yang konsern terhadap penghapusan eksploitasi seksual komeridal terhadap anak (ESKA), ECPAT berharap agar masyarakat dunia dapat menjamin bahwa anak-anak d seluruh dunia terbebas dari semua bentuk ekploitasi
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHPECPAT Indonesia
Tindak Pidana Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Eksploitasi seksual komersial anak (ESKA) adalah suatu jenis kejahatan model baru yang sedang mendapat perhatian diduniasaat ini. Kejahatan ini terdiri dari Prostitusi anak, Pornografi anak, Perdagangan anak untuk tujuan seksual, Pariwisata seks anak dan perkawinan anak. Walaupun tidak
ada data yang pasti mengenai berapa jumlah korban ESKA saat ini, namun temuan beberapa organisasi cukup mengagetkan.
UNICEF Indonesia pernah melakukan penelitian tentang anak yang menjadi korban ESKA dan ditemukan ada sekitar 40.000-70.000 anak yang menjadi korban ESKA. ILO pernah melakukan penelitian tentang pelacuran anak dibeberapa kota di Indonesia dan menemukan fakta ada sekitar 24.000 anak-anak yang dilacurkan. Bahkan sejak 2005 sampai 2014, IOM Indonesia berhasil memulangkan korban perdagangan manusia ke wilayah-wilayah Indonesia sebanyak 7,193 dari
jumlah itu ditemukan sebanyak 82% adalah perempuan dan 16% dari total tersebut adalah anak-anak yang merupakan anak-anak korban perdagangan untuk tujuan seksual.
Indonesia saat ini tidak memiliki undang-undang yang khusus mengatur masalah ESKA. Undang-undang hanya memasukan ESKA secara terpisah di beberapa peraturan pidana lain, seperti contohnya UU tentang pornografi, di dalam undang-undang ini pornografi anak hanya menjadi bagian dari tindak pidana intinya yaitu pidana pornografi, begitu juga yang terdapat dalam undang-undang Tindak Pidana Perdagangan Orang, di mana perdagangan anak dengan tujuan eksploitasi
seksual hanya masuk menjadi salah satu bagian saja dalam undang-undang ini.
Pada RKUHP pada bagian Buku II sebenarnya tindak pidana ESKA sudah sebagian masuk dalam rancangannya, seperti tindak pidana pornografi anak dan tindak pidana perdagangan anak untuk tujuan seksual, pasal-pasal tersebut tersebar di beberapa bagian. Namun jika ditilik dengan lebih detil maka terhadap rumusan itu masih diperlukan penajaman definisi-definisi terkait ESKA. Baik yang sesuai dengan Undang-Undang khusus yang telah ada, juga dari instrumen Internasional yang telah di ratifikasi oleh Indonesia, agar rumusan dalam rancangan KUHP tersebut lebih baik.
ECPAT Indonesia
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
Kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak terhadap anak merupakan sebuah bentuk perilaku tidak hanya dimaknai sebagai hubungan seksual biasa tetapi juga merupakan serangan seksual yang dilakukan oleh anak terhadap anak yang menimbulkan perlukaan pada organ seksual, menimbulkan dampak psikologis pada korban dan bahkan menimbulkan luka atau lecet pada organ tubuh lainnya hingga menimbulkan kematian. Agresiftas seksual anak memiliki pola tidak sama dengan orang dewasa, sebagian besar kekerasan seksual yang dilakukan anak, dilakukan secara berkelompok. Eskalasi seksual tidak hanya terjadi di perkotaan tetapi juga di perdesaan bahkan di pedalaman sekalipun. Faktor yang paling dominan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap terjadinya kekerasan seksual adalah paparan pornografi yang dialami oleh anak. Faktor-faktor lain tidak bisa diangap remeh yaitu pengaruh teman sebaya, minimnya pendidikan dalam memanfaatkan bahaya internet pada anak, terbatasnya pengetahuan orang tua dan guru dalam melindungi anakanak dari bahaya internet.
Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019ECPAT Indonesia
Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak (RAN-PA) merupakan penjabaran lebih rinci atas pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 untuk mencapai sasaran pembangunan perlindungan anak sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 2/2015 tentang RPJMN tahun 2015-2019. Pencapaian berbagai sasaran komitmen global seperti Konvensi Hak Anak dan Sustainable Development Goals juga menjadi tujuan dalam rencana aksi ini.
Seperti yang tertera dalam dokumen RPJMN 2015-2019, Pemerintah Indonesia berkomitmen dalam upaya perlindungan anak sebagai bagian dari bentuk investasi terhadap pembangunan sumber daya manusia. Cita-cita besar inipun sejalan dengan agenda nasional pembangunan (Nawacita). Pemenuhan hak dan perlindungan anak secara optimal akan menghasilkan individu berkualitas yang akan membawa kemajuan bangsa di masa yang akan datang, sebaliknya jika permasalahan anak tidak tertangani dengan baik maka generasi selanjutnya akan menjadi beban bagi negara.
Catatan Akhir Tahun ECPAT Indonesia - Tahun 2017ECPAT Indonesia
Dalam mewujudkan visi misinya, ECPAT Indonesia memilih beberapa strategi, diantaranya penelitian, sosialisasi, pelatihan, kerjasama, Focus Group Discussion (FGD) dll. Kiprah ECPAT Indonesia
selama 13 tahun, telah menemukan banyak permasalahan anak di Indonesia, diantaranya anak putus sekolah, anak terpapar pornografi melalui smartphone, perkawinan anak, hubungan seks anak dengan anak, anak mengalami kekerasan seksual, anak menjadi pekerja atau sebagai pencari nafkah, keseluruhan kasus yang ECPAT Indonesia temukan rentan menjadi pintu masuk terjadinya eksploitasi seksual komersial.
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anaksakuramochi
Kekerasan seksual terhadap anak penerus bangsa ini terus bermunculan. Kondisi sosial ekonomi masyarakat menjadi salah satu faktor penyebab peningkatan kasus tersebut. Tulisan ini mengulas kondisi sosial ekonomi pelaku dan upaya pencegahan tindak kekerasan seksual. Pemerintah telah membentuk Satgas antikekerasan anak sebagai salah satu upaya pencegahan. Diharapkan satgas ini melibatkan partisipasi masyarakat setempat karena mereka yang lebih memahami situasi dan kondisi di wilayahnya. Selain itu, Pemerintah diharapkan dapat mengatasi masalah kemiskinan, rendahnya pendidikan, pengangguran, serta membatasi pornogra dan minuman keras (miras). DPR perlu memberikan ruang gerak yang luas untuk dilakukannya pembaruan hukum dengan menambah hukuman bagi pelaku kekerasan seksual pada anak.
Riset disrupting harm sendiri merupakan riset yang dilakukan oleh ECPAT Internasional, UNICEF, dan Interpol dengan bekerjasama dengan ECPAT Indonesia dengan subjek penelitian yaitu keselamatan anak di ranah daring.
10_Upaya Perlindungan Terhadap Penyintas Kejahatan Seksualsakuramochi
Kasus-kasus yang marak diberitakan akhir-akhir ini memperlihatkan telah terjadinya peningkatan kuantitas dan tingkat kekejaman kejahatan seksual di Indonesia. Fenomena ini mendorong pemerintah untuk menerbitkan Perppu Nomor 1 tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagai upaya untuk memberikan efek jera dengan meningkatkan berat hukuman bagi para pelaku kejahatan. Namun demikian, penanganan masih terfokus pada pelaku kejahatannya saja, sedangkan para penyintas kejahatan seksual (mereka yang berhasil lolos dari upaya pemerkosaan, dan atau mereka yang telah menjadi korban pemerkosaan akan tetapi tidak dibunuh atau tidak meninggal) belum mendapatkan perhatian yang cukup. Oleh karena itu perlu program pemerintah yang terpadu dipimpin oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebagai upaya memberikan hak perlindungan penyintas kejahatan seksual. Pelaksanaan program ini harus diawasi oleh DPR agar dapat dijalankan sesuai sasaran.
8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakartasakuramochi
Reklamasi Teluk Jakarta dilakukan sebagai upaya untuk memperluas wilayah daratan untuk kepentingan ekonomi dari suatu daerah perkotaan yang memiliki permasalahan keterbatasan lahan. Akan tetapi, reklamasi Teluk Jakarta berdampak negatif yang menyebabkan masyarakat di sekitarnya kehilangan tempat tinggal dan akses terhadap sumber mata pencaharian. Dampak sosial ini seharusnya dapat dihindarkan melalui upaya pemerintah dengan mengedepankan dinamika sosial yang ada di lapangan. DPR harus mempertegas pengawasan selama penghentian proyek reklamasi dan mendorong pemerintah untuk menemukan solusi mengurangi dampak negatif reklamasi bagi masyarakat.
Aksi demo pengemudi taksi konvensional pada 22 Maret 2016 menuntut diblokirnya layanan transportasi berbasis online berakhir dengan kerusuhan. Dalam perpektif akademis, fenomena ini disebut revolusi industri tahap keempat yang ditandai saling terhubungnya antarindividu dan perubahan struktur bisnis konvensional. Dalam jangka pendek, polemik ini harus diselesaikan dengan cara membuat atau memperbarui regulasi yang adil bagi kedua pihak. Cara lain adalah dengan memaksa perusahaan penyedia transportasi berbasis online untuk tunduk pada aturan yang ada. Dalam jangka panjang, pemerintah harus mempersiapkan segala pranata sosial akibat penggunaan aplikasi daring yang berpotensi merambah pada semua bidang kehidupan, tidak hanya transportasi.
Sampai saat ini aborsi tidak aman (unsafe abortion) akibat kehamilan yang tidak diinginkan masih merupakan salah satu penyebab tingginya Angka Kematian Ibu (AKI). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, aborsi hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu, yaitu berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat pemerkosaan. Mengingat tindakan aborsi di Indonesia dilarang, kecuali dalam kondisi tertentu, maka upaya yang dapat dilakukan adalah yang bersifat preventif. Melalui fungsi pengawasan yang dimiliki, DPR perlu terus mendorong pemerintah untuk meningkatkan implementasi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, khususnya yang terkait dengan upaya preventif untuk mencegah terjadinya aborsi yang tidak aman, sehingga pada akhirnya AKI dapat diturunkan dan target agenda pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) dapat diwujudkan.
4_Kontroversi Izin Lingkungan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandungsakuramochi
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) tak henti menuai kontroversi. Sebagian pihak beranggapan bahwa KCJB belum dibutuhkan di tengah upaya pemerintah mengembangkan perkeretaapian nasional ke wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Namun, pemerintah nampaknya memberikan perhatian besar agar proyek ini dapat berlangsung dalam waktu yang cepat, terutama dalam hal perizinan. Proses izin lingkungan KCJB yang terkesan terburu-buru dan tidak selaras dengan RTRW dapat saja mengakibatkan izin yang dikeluarkan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga memunculkan kekhawatiran akan merusak rezim perizinan lingkungan yang merupakan instrumen penting dalam melindungi lingkungan hidup.
Wacana Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengenai perekrutan rektor asing untuk memimpin perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia banyak mendapatkan respons negatif, terutama dari kalangan anggota DPR dan pengamat. Kehadiran rektor warga negara asing di PTN dapat mengganggu birokasi pendidikan Indonesia, memberikan ruang bagi nilai-nilai asing yang mungkin bertentangan dengan prinsip-prinsip nasionalisme, bahkan menghina kualitas sumber daya manusia dalam negeri. Oleh karena itu, wacana ini perlu dipertimbangkan untuk ditolak karena bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Alih-alih mengambil tenaga asing, pemerintah perlu memfokuskan pada penguatan kualitas tenaga dalam negeri dan menjadikan PTN sebagai institusi perubahan yang menumbuhkembangkan rasa nasionalisme di kalangan generasi muda.
12_Antisipasi Bencana Hidrometeorlogi di Indonesiasakuramochi
Indonesia merupakan negara yang rawan bencana hidrometeorologi yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian material. Untuk itu perlu upaya penanggulan yang konkret yaitu melalui: (1) Penjabaran Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) dalam berbagai kebijakan, didukung kelembagaan yang kuat, legislasi yang implementatif, dan pendanaan yang mencukupi; (2) Upaya preventif secara teknis yang nyata untuk mengantisipasi bencana hidrometeorologi secara lebih terencana dan terintegrasi. Di sisi lain, DPR juga perlu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan RAN PRB dan penggunaan dana bencana, serta memasukkan isu pengurangan risiko bencana dalam berbagai produk legislasinya.
13_Optimalisasi Peran orang Tua dalam Pengembangan Karakter Siswa di Tahun Aj...sakuramochi
Memasuki tahun pelajaran 2016/2017, pemerintah telah mengupayakan berbagai perubahan dalam menciptakan karakter siswa yang positif sebagai bagian dari revolusi mental. Upaya pelibatan orang tua dalam kegiatan di sekolah dilakukan melalui kampanye agar orang tua mengantarkan anak-anak ke sekolah serta berinteraksi dengan guru sejak hari pertama sekolah. Keterlibatan ini diharapkan akan membangun kemitraan antara orang tua dan sekolah sehingga proses pendidikan di rumah maupun sekolah dapat berjalan dengan baik untuk menciptakan karakter siswa yang positif. Oleh karena itu, Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2016 tentang Hari Pertama Sekolah perlu didukung. Upaya pemerintah tersebut merupakan bentuk konkret realisasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 mengenai Penumbuhan Budi Pekerti di lapangan. Dalam hal ini, DPR perlu mengawasi dan mendorong penyusunan kebijakan-kebijakan yang mampu menanamkan pembangunan karakter yang positif.
15_Wacana Penerapan Full Day School Untuk Siswa SD dan SMPsakuramochi
Untuk memperkuat penanaman pendidikan karakter di sekolah, Mendikbud mewacanakan perpanjangan jam sekolah atau full day school (FDS) terhadap siswa SD dan SMP. Usulan ini memicu polemik. Tulisan ini akan membahas bagaimana pengaruh FDS terhadap karakter anak dan apakah FDS dapat diterapkan di semua SD dan SMP di Indonesia. Berdasarkan kajian literatur, FDS bisa menurunkan perilaku bermasalah dan meningkatkan perkembangan pribadi serta sosial anak, tergantung dari isi program dan juga pendekatan pelatihan yang digunakan. Beberapa permasalahan mendasar dalam sistem pendidikan kita, yaitu rendahnya kualitas guru, belum meratanya distribusi guru, serta belum amannya lingkungan sekolah mengindikasikan Indonesia belum siap menerapkan FDS di SD dan SMP di semua wilayah untuk saat ini.
16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuansakuramochi
Wacana kenaikan tarif cukai dan harga rokok di Indonesia menjadi isu hangat yang sedang bergulir. Kenaikan harga rokok dianggap sebagai salah satu upaya atau alat kendali untuk menurunkan jumlah perokok. Penurunan jumlah perokok diharapkan dapat mengurangi risiko kesehatan yang dialami masyarakat. Perempuan dan anak- anak termasuk dalam kelompok rentan mengalami bahaya rokok. Selain upaya dari Pemerintah, DPR, dan stakeholders lainnya; dibutuhkan pula peran serta masyarakat dalam mengendalikan jumlah perokok dan bahaya rokok.
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklimsakuramochi
Dampak perubahan iklim sudah terjadi di beberapa wilayah Indonesia, seperti
mundurnya awal musim hujan, musim kemarau terjadi dua kali dalam setahun,
ataupun curah hujan di atas normal. Kondisi ini menimbulkan masalah apabila tidak
diantisipasi, sehingga program pemerintah dalam upaya mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim menjadi penting. Namun upaya tersebut belum berjalan secara optimal
karena masalah perubahan iklim masih dipandang sebagai masalah lingkungan dan
hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. DPR
juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim. Tanggung jawab DPR tersebut dapat dilakukan melalui pelaksanaan tiga fungsi
DPR, yaitu melalui fungsi anggaran, fungsi pengawasan, dan fungsi legislasi.
2 Melawan Terorisme Melalui Sosialisasi dan Pendidikansakuramochi
Hasil studi dan pengalaman empiris dalam menangani terorisme yang dilakukan PBB
menyimpulkan bahwa para teroris menganggap kondisi sosial yang mereka rasakan
hanya dapat diubah melalui kekerasan. Konsep pencegahan konvensional tidak efektif
lagi dalam upaya pemberantasan ideologi terorisme, sehingga diperlukan upaya
bersama dalam melawan musuh bersama. Kemajemukan masyarakat Indonesia dari
sisi etnik, suku, agama, pendidikan, dan ragam kelas sosial mengharuskan adanya
sosialisasi yang tepat dan dilindungi pelaksanaannya oleh peraturan yang berlaku.
Momentum Revisi Undang-Undang Anti Terorisme yang sudah disetujui untuk masuk
dalam Prolegnas 2016 menjadi awal gerakan bersama seluruh instansi yang terlibat,
seperti BNPT, Kepolisian, Kementerian Agama, Kementerian Sosial, dan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, dalam melawan terorisme secara sinergis.
3 Mewaspadai Ancaman Virus Zika di Indonesiasakuramochi
Penyebaran virus Zika semakin mengkhawatirkan. Virus yang ditularkan melalui
nyamuk Aedes aegypti tersebut telah menjangkiti lebih dari 20 negara, termasuk
Indonesia. Gejala dan tanda infeksi virus Zika lebih ringan dibanding DBD namun
berdampak pada kelainan mikrosefalia dan Guillain Barre. Mengingat penyebaran virus
Zika sudah lintas negara, maka 1 Februari 2016 WHO mengumumkan status Public
Health Emergency of International Concern. Begitupun dengan pemerintah Indonesia
mengeluarkan travel advisory pada 3 Februari 2016 setelah ditemukan virus Zika di
Provinsi Jambi dan mengoptimalkan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang ada.
Namun upaya menanggulangi wabah penyakit lintas negara tidak hanya sebatas itu.
DPR perlu mendorong revisi UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular karena sudah tidak relevan dengan perkembangan penularan penyakit dan tidak lagi relevan dengan kebijakan WHO.
Kampung Keluarga Berkualitas merupakan salah satu wadah yang sangat strategis untuk mengimplementasikan kegiatan-kegiatan prioritas Program Bangga Kencana secara utuh di lini
lapangan dalam rangka menyelaraskan pelaksanaan program-program yang dilaksanakan Desa
2. - 10 -
kekerasan terjadi pula di dunia pendidikan.
Dalam sebuah riset yang dilakukan LSM
Plan International dan International Center
for Research on Women (ICRW) yang dirilis
awal Maret 2015, dinyatakan bahwa 84%
anak di Indonesia mengalami kekerasan
di sekolah. Angka tersebut lebih tinggi
dari tren di kawasan Asia yang hanya 70%.
Padahal, sekolah adalah salah satu tempat
untuk melakukan intervensi pertumbuhan
anak, sehingga seharusnya menjadi paling
kondusif untuk tumbuh kembang optimal.
Perlindungan atas kekerasan
terhadap anak juga merupakan tujuan dari
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development Goals - SDGs) yang disepakati
Indonesia bersama bangsa-bangsa yang
lain pada tanggal 1 Januari 2016. Tugas ini
harus diselesaikan dalam waktu 15 tahun
ke depan, dan penting artinya sebagai
landasan peningkatan kualitas manusia dan
pembangunan berkelanjutan.
Kekerasan yang dialami anak di sekolah
merupakan cerminan kekerasan yang mereka
alami di situasi lain. Kekerasan dalam bentuk
fisik ataupun emosional dinormalisasikan
sebagai suatu bentuk kedisiplinan dan
hukuman berat. Hal itu dianggap sebagai
sesuatu yang lumrah selama ini. Terjadinya
kekerasan dalam proses pendidikan
merupakan penyelewengan terhadap hak-
hak perkembangan anak. Proporsi anak
di Indonesia mencapai 34% dari total
255 juta penduduk Indonesia. Jumlah ini
menunjukkan potensi kualitas sumber daya
manusia Indonesia yang akan menjadi warga
negara produktif nantinya. Jika pengelolaan
pendidikan anak tidak dilakukan dengan
sungguh-sungguh, maka akan berpotensi
pada kerusakan bangsa di masa yang
akan datang. Tulisan ini akan membahas
bagaimana mendidik dengan kekerasan
terjadi dan apa yang dapat dilakukan untuk
menghentikannya.
Kekerasan di Sekolah
Masih segar dalam ingatan kita
peristiwa guru di Sidoarjo yang dituntut 6
bulan penjara karena mencubit muridnya.
Meskipun murid melanggar aturan sekolah,
ia tidak terima hukuman guru dan memberi
tahu kepada orang tuanya. Meskipun
sudah ada upaya perdamaian antara guru
dan keluarga, guru tersebut masih harus
berhadapan dengan hukum.
Kasus guru mencubit murid yang
berakhir di meja hijau bukan pertama
kali terjadi. Sebelumnya, guru di Sekolah
Menengah Pertama di Bantaeng, Sulawesi
Selatan juga diadukan setelah mencubit
dan meninju muridnya karena bermain
cipratan air pel hingga mengenai guru pada
bulan Agustus tahun 2015 lalu. Di Singkep,
Provinsi Kepulauan Riau, seorang guru juga
dilaporkan ke polisi karena mencubit siswa
SD yang tidak menghafal Asmaul Husna
pada tanggal 22 April 2016.
Kekerasan di sekolah seringkali
tertutup dan tidak terlihat dalam dimensi
waktu anak berada di sekolah. Anak-anak
yang mengalami kekerasan juga tidak mudah
memberitahukan kepada orang tuanya
mengenai kekerasan di sekolahnya, karena
adanya tekanan dari sekolah atau guru
tertentu.
Beberapa jenis kekerasan yang umum
dialami di sekolah antara lain (1) corporal
punishment (hukuman fisik); (2) kekerasan
fisik, termasuk kekerasan, penganiayaan, dan
pelecehan seksual; (3) kekerasan psikologis
dan emosional oleh guru dan teman sebaya,
termasuk perploncoan. Jenis ini meningkat
dengan penggunaan media internet; dan (4)
pelecehan seksual oleh guru dan teman sebaya,
termasuk pemerkosaan dan pengalaman
seksual yang tidak diinginkan, pelecehan
dalam bentuk komentar, pesan teks seksual,
gambar dan video porno, di lingkungan dan
dalam perjalanan menuju sekolah.
Perkembangan teknologi juga
menumbuhkan jenis kekerasan baru yang
tidak bersifat fisik, namun menyakiti mental
anak. Perploncoan di internet tidak memiliki
bentuk nyata dalam kehidupan sehari-hari,
namun menyerang mental. Perploncoan di
dunia maya sama seperti hukuman di depan
umum. Dengan memanfaatkan penonton,
dampaknya menjadi berlipat.
Budaya Kekerasan dalam Mendidik
Dalam Pasal 9 ayat (1a) Undang
Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak ditegaskan “Setiap Anak berhak
mendapatkan perlindungan di satuan
pendidikan dari kejahatan seksual dan
kekerasan yang dilakukan oleh pendidik,
tenaga kependidikan, sesama peserta didik,
dan/atau pihak lain.” Pasal ini membawa
3. - 11 -
pesan bahwa setiap anak di Indonesia harus
diasuh dan dituntun tumbuh kembangnya
tanpa dibayangi ketakutan menjadi korban
kekerasan. Lingkungan yang sehat dan
mendukung membantu anak tumbuh
menjadi manusia dewasa yang dapat
berfungsi secara optimal dari segala sisi baik
fisik, psikologis, maupun sosial.
Kekerasan telah menjadi pilihan bagi
banyak orang tua, guru, maupun orang
dewasa untuk menghasilkan suatu perilaku
yang diinginkan. Dengan menyakiti fisik
anak, belum tentu dapat menghentikan
perilaku menyimpang yang dilakukan anak.
Akan tetapi, kekerasan tidak hanya memiliki
dampak fisik terhadap anak, tapi juga
memengaruhi kondisi mentalnya.
Penelitian Acep Supriadi, Mariatul
Kiftiah, dan Agusnadi (2014) menjelaskan
bahwa hukuman selalu mengandung rasa
tidak enak pada anak. Oleh karena itu di
dalam memberikan hukuman, para pendidik
harus mempertimbangkan hukuman yang
akan diberikan sesuai dengan kesalahan
yang diperbuatnya. Hukuman dalam dunia
pendidikan harus dengan sebaik mungkin
menghindari hukuman fisik dan hukuman
yang keras berdasarkan kekuasaan. Sebab
cara itu akan memupuk agresi dan kekerasan
pula pada anak. Dengan mempelajari
kekerasan, anak-anak menggunakan
kekerasan kepada sebayanya sebagai cara
menyelesaikan pertikaian, dan untuk
memperlihatkan kekuasaan atas yang lain,
terutama mereka yang dianggap “berbeda”
(SAERT SAIEVAC, 2016:4).
Moore (dalam Nataliani, 2004)
menyebutkan bahwa efek tindakan
dari korban penganiayaan fisik dapat
diklasifikasikan dalam beberapa kategori.
Ada anak yang menjadi negatif dan agresif
serta mudah frustasi; ada yang menjadi
sangat pasif dan apatis; ada yang tidak
mempunyai kepibadian sendiri; ada yang
sulit menjalin relasi dengan individu lain;
dan ada pula yang timbul rasa benci yang
luar biasa terhadap dirinya sendiri. Selain itu
Moore juga menemukan adanya kerusakan
fisik, seperti perkembangan tubuh kurang
normal juga rusaknya sistem saraf.
Kekerasan terhadap anak merupakan
kebiasaan yang sudah menjadi bagian
dari sejarah kita. Padahal karakteristik
generasi yang sekarang duduk di sekolah
dasar dan menengah berbeda dengan
generasi sebelumnya. Anak-anak yang
duduk di sekolah dasar dan menengah saat
ini merupakan generasi Z, yaitu mereka
yang lahir setelah tahun 1995. Generasi
ini sangat terpukau dan menggandrungi
internet dan korelasi di dunia maya. Mereka
lebih menyukai belajar melalui internet
daripada buku cetak. Mereka praktis dan
membutuhkan respons instan. Oleh karena
itu mereka harus dihadapi dengan cara
yang berbeda dengan penanganan generasi
sebelumnya.
Perkembangan teknologi yang kadang
sulit diikuti orang tua menjadi tantangan
lain dalam upaya perlindungan anak.
Teknologi menjadi bagian dari keseharian
anak yang memiliki dua sisi mata uang.
Di satu sisi merupakan sumber informasi
yang dapat mendukung perkembangan
dan perluasan wawasan. Namun, di sisi
lain memberi akses pada anak terhadap
konten-konten yang tidak sesuai dengan
tugas perkembangannya. Sulitnya
bukan untuk memberitahu anak, namun
mencontohkan bagaimana perilaku yang
adaptif. Orang dewasa di sekitar anak perlu
mengembangkan perilaku yang konsisten
sehingga dapat menjadi teladan bagi anak.
Kegagalan membentuk perilaku positif pada
generasi muda biasanya karena adanya
perbedaan antara yang disampaikan dengan
yang dipraktikkan orang dewasa.
Anak sekarang harus distimulasi
secara kognitif ketimbang secara fisik. Hal
ini menuntut orang tua dan pendidik untuk
lebih cerdas dalam berkomunikasi kepada
anak sehingga dapat menginternalisasi nilai-
nilai positif dengan cara yang logis, bukan
dengan paksaan fisik.
Penggunaan Teknologi dalam
Pengawasan Anak
Media merupakan pendidik yang
konsisten, murah, dan gratis. Media
sosial memberi tahu anak-anak mengenai
gaya hidup, model pergaulan, dan cara
berpenampilan. Salah satu permasalahan
dalam penyimpangan perilaku anak terkait
dengan teknologi digital adalah kecanduan.
Anak yang terserap dalam aktivitas
sosialnya, baik di media sosial maupun
games cenderung kehilangan kemampuan
untuk mengontrol diri. Di sinilah peran
orang tua dan sekolah untuk mengajarkan
anak bagaimana membatasi diri.
4. - 12 -
Oleh karena itu, orang tua perlu
mengadopsi dan memanfaatkan teknologi
digital untuk terhubung dengan anak-anaknya.
Teknologi digital dapat digunakan untuk
memantau kegiatan anak, misalnya dengan
akses CCTV di sekolah untuk melihat kondisi
anak di sekolah atau dengan bergabung pada
media sosial yang digandrungi anak. Selain
menjadi kontrol agar anak merasa diawasi,
tapi juga menjadi konten komunikasi antara
anak dan orang tua. Komunikasi yang efektif
memberikan manfaat agar pesan dapat
diterima secara dua arah.
Pada masa Menteri Anies Baswedan
telah dikeluarkan 5 Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dalam upaya
mencegah kekerasan di sekolah. Di antara
kelima aturan tersebut, Permendikbud
No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan
dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di
Lingkungan Satuan Pendidikan merupakan
yang langsung tertuju pada upaya mencegah
kekerasan di sekolah. Aturan ini memaksa
sekolah untuk memberikan akses bagi
masyarakat untuk memantau kegiatan di
sekolah secara transparan.
Penggunaan media internet menjadi
poin penting dalam upaya pemantauan
ini. Dengan adanya laman pengaduan
http://sekolahaman.kemdikbud.go.id/,
informasi dapat diakses oleh masyarakat
luas. Pengaduan pun dapat diketahui secara
transparan, sehingga dapat digunakan untuk
mendorong penyelesaian lebih cepat.
Yang jelas, pelaksanaan di lapangan
perlu terus dipantau dan dijalankan dengan
tegas tanpa pandang bulu. DPR juga perlu
konsisten mendukung dengan tidak bersikap
reaktif dan menghambat upaya pemerintah
dalam mencegah tindak kekerasan pada
anak.
Penutup
Terjadinya kekerasan terhadap anak
merupakan pelanggaran atas hak-hak anak.
Kekerasan tidak terbatas dalam bentuk fisik,
tapi juga secara psikis. Padahal karakteristik
generasi anak sekolah saat ini membutuhkan
intervensi yang berbeda dengan generasi
yang sebelumnya. Perubahan cara mendidik
dan mengasuh anak menyebabkan
tuntutan adaptasi semua stakeholder yang
berkepentingan, termasuk memanfaatkan
perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang digunakan oleh anak-anak.
Sebagai representasi dari rakyat
Indonesia, DPR RI melalui berbagai komisi
yang terkait dengan perlindungan anak,
baik yang secara langsung seperti Komisi
VIII maupun yang tidak langsung seperti
Komisi X, harus bersinergi dalam menyusun
perundang-undangan yang berperspektif
perlindungan anak.
Kasus kekerasan terhadap anak
senantiasa terjadi, oleh karena itu harus
menjadi agenda tetap bagi pengawasan
Komisi VIII, bukan hanya dibahas ketika
ada eksploitasi media massa. Selain itu, DPR
RI juga harus melakukan evaluasi terhadap
efektivitas Undang Undang Perlindungan
Anak yang telah dua kali direvisi. Secara
spesifik Komisi VIII perlu mendorong dan
mempertanyakan kinerja pemerintah terkait
upaya menghentikan kekerasan di dunia
pendidikan.
Referensi
DeLisi, Matt, Vaughn, Michael G., Gentile,
Douglas A., Anderson, Craig A., & Shook,
Jeffrey J. 2012. “Violent Video Games,
Delinquency, and Youth Violence: New
Evidence”. Youth Violence and Juvenile
Justice, 11(2) 132-142.
Hakim, Lukman Nul. “Urgensi Perlindungan
Anak”. Info Singkat, Vol. IV, No. 14/II/
P3DI/Juli/2012.
Supriadi, Acep, Kiftiah, Mariatul, &
Agusnadi. “Efektivitas Pemberian Sanksi
bagi Sanksi bagi Siswa Pada Pelanggaran
Tata Tertib di SMP 2 Kapuas Timur
Kabupaten Kapuas”. Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan, Volume 4, Nomor 8,
November 2014.
“Anak Tanggung Jawab Bersama”, Kompas,
24 juli 2016.
SAERT SAIEVAC. 2016. “Preventing
Violence in School: Lessons from
Southeast Asian Countries”, http://www.
knowviolenceinchildhood.org/pdf/SAERT_
Policy_Brief.pdf, diakses 1 Agustus 2016.
“Goal 4: Ensure inclusive and quality
education for all and promote lifelong
learning”, http://www.un.org/
sustainabledevelopment/education/,
diakses 1 Agustus 2016.
“Survei ICRW: 84% Anak Indonesia Alami
Kekerasan di Sekolah”, http://news.
liputan6.com/read/2191106/survei-icrw-
84-anak-indonesia-alami-kekerasan-di-
sekolah, diakses 1 Agustus 2016.