Penelitian ini mengevaluasi potensi minyak atsiri dan lemak nabati dari pohon lemo. Minyak atsiri diekstrak dari buah, kulit batang, dan daun dengan distilasi uap. Kadar minyak atsiri buah lemo adalah 6,985% dengan kadar aldehid 90-92%. Kadar minyak atsiri kulit batang dan daun lebih rendah. Lemak nabati diekstrak dari biji dan daging buah dengan ekstraksi pelarut
1. B.1011.3.25/1
Minyak Atsiri dan Lemak Nabati dari Pohon Lemo
(Litsea cubeba)
Kelompok B.1011.3.25
Edith [13008042] dan Selly [13008092]
Pembimbing
Dr. Tatang Hernas Soerawidjaja
Program Studi Teknik Kimia - Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Bandung
Abstrak
Pohon lemo (Litsea cubeba) berpotensi untuk diambil minyak atsiri dan lemak nabati. Minyak atsiri
dari buah, daun, dan kulit batang lemo diambil menggunakan metode distilasi uap. Analisis kadar
aldehid minyak atsiri dari buah dan kulit batang lemo dilakukan dengan metode bisulfit. Kadar
minyak atsiri dari buah lemo adalah 6,985±0,583%-b, kadar aldehid 90% dan 92%. Kadar minyak
atsiri dari kulit batang lemo adalah 0,563±0,150%-b, kadar aldehid 34% dan 36%. Kadar minyak
atsiri dari daun lemo adalah 2,781±0,217%-b, kadar sineol 4% dengan metode fosfat. Lemak nabati
dari biji dan daging buah diambil dengan ekstraksi menggunakan pelarut dietil eter dengan
ekstraktor Soxhlet, kemudian pelarut dan lemak dipisahkan dengan metode distilasi. Kadar lemak
nabati rata-rata dari inti biji lemo adalah sebesar 50,94%-berat kering. Angka asam lemak adalah
2,3, angka penyabunan 254,4, dan angka iodium adalah 11,1. Komponen utama lemak nabati biji
lemo adalah asam laurat. Kadar minyak nabati rata-rata dari daging buah lemo adalah 48,91%-b
kering. Angka asam lemak adalah 12,0, angka penyabunan 178,7 , dan angka iodium adalah 118,3.
Kata kunci: Litsea cubeba, minyak atsiri, lemak nabati
1. PENGANTAR
Minyak atsiri adalah cairan yang tidak larut di dalam
air, berbau wangi, dan umumnya diperoleh dari tumbuh-
tumbuhan. Minyak atsiri pada umumnya terdiri dari
hidrokarbon-hidrokarbon dari golongan terpen dan/atau
turunan-turunannya yang beroksigen. Lemak nabati
merupakan lemak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
dan berkomponen utama trigliserida-trigliserida asam-
asam lemak jenuh (terutama) maupun tak jenuh.
Tumbuhan lemo dapat dimanfaatkan untuk
memproduksi minyak atsiri karena sekujur pohonnya
yang wangi sehingga dapat digunakan untuk zat
wewangian parfum dan aromaterapi. May chang oil
merupakan minyak atsiri yang dihasilkan dari buah
lemo. Penghasil may chang oil yang paling besar di
dunia adalah Cina. Cina memproduksi sekitar 500-600
ton may chang oil per tahun sedangkan kebutuhan may
chang oil dunia adalah sekitar 500 ton per tahun
(www.fao.org/docrep/v5350e/V5350e09.htm). Hal ini
menunjukkan bahwa produksi may chang oil sudah
sangat berkembang di Cina. Pohon lemo merupakan
tumbuhan yang tumbuh baik di daerah pegunungan dan
apabila ditinjau dari kondisi geografisnya, Indonesia
mempunyai daerah dataran tinggi yang cukup luas
sehingga pohon lemo dapat dibudidayakan dalam
jumlah besar. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia
berpeluang untuk menjadi produsen minyak atsiri dari
pohon lemo.
Selain minyak atsiri, pohon lemo juga dapat
dimanfaatkan untuk diambil lemak nabatinya. Biji dan
daging buah lemo berpotensi mengandung lemak nabati
yang memiliki kandungan asam laurat cukup tinggi.
Lemak nabati biasanya digunakan dalam industri sabun.
Penelitian tentang lemak nabati pohon lemo jarang
dilakukan sehingga belum ada industri yang
menggunakan lemo sebagai sumber lemak nabati.
Secara umum, penelitian ini bertujuan menggali potensi
pohon lemo (Litsea cubeba), khususnya kandungan
minyak atsiri dan lemak nabati. Untuk itu, secara khusus
penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar minyak
atsiri yang dihasilkan dari beberapa bagian pohon lemo
yaitu buah, kulit batang dan daun, menentukan kadar
lemak nabati yang dihasilkan dari biji buah lemo, dan
menganalisis kandungan minyak atsiri dan lemak nabati
pohon lemo.
2. TEORI
2.1. Pohon Lemo (Litsea cubeba)
Pohon lemo merupakan perdu/pohon kecil dengan
tinggi antara 5-15 m dan garis tengah batang 6-20 cm.
Kulit batang pohon lemo memiliki tebal 1 m. Batang
pohon lemo berwarna coklat, bagian dalamnya
berwarna kuning, mempunyai lentisel yang besar,
wanginya seperti lemon, dan rasanya pedas tajam.
Daunnya kecil, lonjong dengan tepi rata dan ujung
meruncing, serta memiliki wangi aromatik. Panjang
2. B.1011.3.25/2
tangkai daunnya antara 8-18 m, dengan ukuran daunnya
kurang lebih 7-15 cm x 1,5-3 cm. Bentuk daunnya
ramping dan rusuknya berjumlah antara 8-12 pasang.
Buah lemo berukuran kecil dan mempunyai diameter 4-
6 mm. Bentuknya bulat, keras dan menempel pada
ranting pohon. Buah lemo berwarna hijau saat muda,
kehitam-hitaman ketika sudah masak. Apabila ditekan,
buah ini menghasilkan wangi jeruk yang sangat kuat.
Bijinya berbentuk bulat dan berwarna putih.
Di Indonesia, Litsea cubeba tumbuh di daerah
pegunungan dengan ketinggian 700-2300 m (Heyne,
1950). Pohon lemo berbunga dan berbuah sepanjang
tahun, sedangkan di Taiwan, pohon lemo berbuah pada
bulan September-Oktober.
2.2. Minyak-minyak Atsiri dari Pohon Lemo
Minyak-minyak atsiri dari pohon lemo biasanya
mempunyai kandungan utama berupa terpen beroksigen
sehingga bernilai aroma dan kewangian yang tinggi.
Bagian pohon lemo yang paling umum digunakan untuk
ekstraksi minyak atsiri adalah buah, kulit batang, dan
daun. Dalam penyulingan kulit batang pohon lemo,
dapat diperoleh 25 mL minyak atsiri dari 2 kg kulit kayu
kering (Heyne,1987). De Jong mendapatkan kurang
lebih 0,1% minyak atsiri dari kulit batang pohon lemo
dan 75,5% dari minyak atsiri tersebut mengandung
sitronelal dan sitral (Heyne,1987). Adapun kandungan-
kandungan dalam minyak atsiri dari batang pohon lemo
adalah 20% d-limonen, 5% linalool, 60% sitronelal dan
beberapa asam karboksilat dengan 9 atom karbon (Kato,
1951).
Minyak atsiri dapat juga diperoleh dari daun pohon
lemo dengan rendemen minyak yang dihasilkan adalah
sebesar 3,3%. Menurut De Jong, minyak atsiri dari daun
pohon lemo mengandung lebih dari 30% sineol
(Heyne,1987). Kondisi lokasi tumbuhnya pohon lemo
akan mempengaruhi kandungan dan karakteristik
minyak atsiri yang dihasilkan, misalnya minyak atsiri
dari daun pohon lemo yang tumbuh di Tjibodas, Jawa
Barat ternyata mempunyai kandungan sitral sebanyak 5-
7%, sitronelal sebanyak 29-40%, 10-22% sineol, 40-
50% linalool dan ±8% terpen sedangkan minyak atsiri
dari daun pohon lemo yang tumbuh di Sikoenang, Jawa
Tengah mengandung 3-9% sitral dan sitronelal, 66%
sineol, 7% linalool dan terpineol, dan ±13% terpen (Van
Hulssen dan Koolhaas,1940).
Bagian pohon lemo yang paling banyak digunakan
untuk memperoleh minyak atsiri adalah buah lemo
karena kandungan sitralnya yang tinggi. Dari 100 gr
buah lemo dapat diperoleh 3,9 mL minyak atsiri yang
mengandung 85% aldehid dengan 64% di antaranya
adalah sitral (Heyne,1987). V.K.Sood melakukan
ekstraksi minyak atsiri dari buah lemo di India dan
memperoleh 0,23-0,35% minyak atsiri dalam basis
kering dan sebagai perbandingan, buah lemo dari Cina
dapat memberikan yield sebesar 2,4-4%. Komposisi
minyak atsiri dari buah lemo adalah 6% d-limonen, 7%
l-sabinen, 2,5% metil heptenon, 1% sitronelal dan 80%
sitral (Green,1959).
2.3 Lemak Nabati dari Pohon Lemo
Sumber lemak nabati dari pohon lemo sejauh ini hanya
dari bagian biji saja, walaupun ada potensi kandungan
lemak dari daging buah. Komponen utama penyusun
lemak antara lain asam lemak dan trigliserida.
Berdasarkan peneliitian oleh Tyuta Hata (1939),
komponen lemak didapatkan sebanyak 44% dari biji
lemo dengan menggunakan ekstraksi dengan eter.
Lemak dalam bentuk padatan didapatkan di bawah
30o
C.
Komponen utama penyusun lemak adalah asam lemak,
yang terdiri dari 53,2% asam laurat (C12), 22,9% asam
kaprat (C8), 4,5% asam miristat (CH3(CH2)12COOH),
dan asam lemak tak jenuh sebanyak 19,6%. Asam
lemak tak jenuh terdiri dari sebagian besar terdiri dari
asam oleat dan asam linoleat. Lemak yang dihasilkan
dari Litsea cubeba belum banyak diteliti oleh orang lain.
Tetapi dari tumbuhan yang satu genus, yaitu Litsea
longifolia, 6,7 g (± 100 biji buah), terdiri dari 66% inti
biji dan 34% kulit biji. Inti biji mengandung 9,8% air
dan dapat menghasilkan 29% (berat kering) lemak padat
berwarna coklat ketika diekstrak dengan light petroleum
(titik didih 40-60o
C). Angka asam dari lemak mentah ini
adalah 38 (dengan 13,6% asam laurat), angka
penyabunan 236, dan angka iodium 13. Komponen yang
ada dalam lemak antara lain 81,9%-massa asam laurat,
3,1% asam palmitat, 2,2% asam stearat, 5,5% asam
oleat, dan 7,2% asam lemak yang tidak dapat
disaponifikasi. Selain asam lemak, ada komponen
gliserida di dalam lemak yang dihasilkan, dimana 80%
penyusunnya adalah trilaurin (Child, R. and Nathanael
W. R. N., 1942).
Tumbuhan lain yang masih 1 famili Lauraceae adalah
Neolitsea involucrata. Bijinya terdiri atas 64% inti biji
dan 36% kulitnya. Dari inti biji, bisa didapatkan 66%
lemak yang berwujud padat pada suhu ruang dengan
angka saponifikasi 223,3, angka iodium 22,5, angka
asam 10,4. Komponen asam lemak penyusun lemak dari
Neolitsea involucrata adalah 85,9%-massa asam laurat,
3% n-decoic, 3,8% asam miristat, 4% asam oleat, dan
3,3% asam linoleat. Komponen gliseirida sebagian besar
terdiri dari trilaurin, yaitu 66% (Gunde B.G. and
Hilditch, T. P., 1938).
2.4 Cara Penjumputan Minyak Atsiri
Ada beberapa cara untuk menjumput minyak atsiri,
antara lain pemerahan, ekstraksi dengan lemak dan
distilasi kukus. Untuk memperoleh minyak atsiri dari
pohon lemo yaitu dari kulit batang, daun dan buahnya,
metode yang paling umum digunakan adalah distilasi
kukus. Prinsip dari distilasi kukus adalah tekanan uap
total campuran dua cairan yang tidak saling larut sama
dengan jumlah tekanan uap parsial dari masing-masing
komponen. Peristiwa utama yang terjadi pada distilasi
adalah difusi minyak atsiri dan air panas melalui
membran tanaman (hidrodifusi), hidrolisa terhadap
3. B.1011.3.25/3
beberapa komponen minyak atsiri, dan dekomposisi
yang biasanya disebabkan oleh panas.
Kelemahan penjumputan dengan distilasi adalah dapat
merusak komponen minyak karena waktu penyulingan
dengan uap air/air mendidih yang relatif lama dan
adanya proses hidrolisa, polimerisasi, dan resinifikasi.
Selain itu, komponen yang bertitik didih tinggi dan larut
dalam air tidak dapat terambil oleh uap air sehingga
kualitasnya rendah.
Kandungan dari minyak atsiri dapat dianalisis dengan
menggunakan beberapa metode seperti kromatografi
gas-cair, spektrometri massa, nuclear magnetic
resonance (NMR), spektrofotometri UV dan metode
kolorimetri.
2.5 Cara Penjumputan Lemak Nabati
Untuk mendapatkan lemak nabati, cara yang digunakan
untuk genus Litsea secara umum adalah ekstraksi
menggunakan pelarut. Pelarut yang paling umum
digunakan adalah heksana. Sebelum diekstraksi, biji
tumbuhan biasanya mendapat perlakuan terlebih dahulu,
yaitu pengecilan ukuran dengan penggilingan. Selain
itu, biji tumbuhan juga dipanaskan terlebih dahulu
dengan tujuan mengkoagulasi protein, memecah
membran sel, dan melepaskan ikatan protein dengan
lemak sehingga lemak dapat diekstraksi. Biji yang
sudah kering dicampurkan dengan pelarut dan didistilasi
sehingga didapatkan lemak nabati.
Setelah lemak nabati mentah didapatkan, proses
penjumputan dilanjutkan dengan pemurnian. Pemurnian
bertujuan untuk menghilangkan pengotor, seperti air,
getah, waxes, karbohidrat, protein, pigmen, senyawa
logam, antioksidan (tocopherols atau vitamin E), dan
asam lemak bebas. Yang pertama dilakukan adalah
degumming, yang lebih sering disebut penyingkiran
getah berupa fosfolipid. Setelah itu, dilakukan
netralisasi untuk menghilangkan asam lemak bebas
yang dapat terbentuk ketika proses ekstraksi karena
adanya reaksi enzimatik dari jaringan tanaman yang
diekstrak. Tahapan berikutnya adalah bleaching
bertujuan untuk menghilangkan pigmen warna. Selain
itu, tahapan ini juga dapat menghilangkan pengotor,
seperti sabun yang belum hilang di tahap netralisasi.
Terkadang lemak yang dihasilkan bisa masih berbau
dan berasa. Proses deodorization bertujuan untuk
menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak dari
lemak.
Analisis lemak biasanya dilakukan dengan analisis
angka iodium dan angka penyabunan. Analisis angka
asam bertujuan untuk mengetahui kandungan asam
lemak bebas yang terdapat dalam lemak. Cara yang
digunakan adalah dengan titrasi menggunakan basa,
biasanya KOH. Semakin lama lemak disimpan, maka
kemungkinan untuk teroksidasi akan semakin besar
sehingga juga memperbesar nilai angka asam. Angka
iodium menandakan iodium yang diabsorpsi per 100
gram lemak. Angka iodium menunjukkan kadar gugus
tak jenuh di dalam lemak/minyak. Cara penentuannya
adalah dengan melarutkan lemak nabati dalam
kloroform dan ditambahkan iodium berlebih. Sisa
iodium yang tidak bereaksi dititrasi dengan natrium
tiosulfat. Angka penyabunan adalah banyaknya kalium
hidroksida atau natrium hidroksida yang dibutuhkan
untuk saponifikasi 1 gram lemak pada kondisi tertentu.
Angka ini menunjukkan perkiraan berat molekul lemak
secara kasar berdasarkan panjang rantai karbonnya.
Semakin besar angka penyabunan, semakin besar kecil
molekulnya. Cara penentuannya adalah dengan
menggodok lemak di dalam larutan KOH berlebih dan
mentitrasi sisa KOH-nya.
3. PERCOBAAN
Percobaan meliputi penjumputan dan analisis minyak
atsiri, serta penjumputan dan analisis lemak nabati dari
pohon lemo.
3.1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini
adalah buah, kulit batang, dan daun Litsea cubeba,
silica gel, aqua dm, natrium bisulfit, es batu dan garam,
asam fosfat, pelarut dietil eter P.A., kloroform, larutan
iodo-bromida, kalium iodida 1 N pro analysis, natrium
tiosulfat 0,1 N, larutan indikator pati, etanol 95%-v,
indikator fenoftalein, kalium hidroksida 0,1 N,asam
klorida 0,5 N, larutan kalium hidroksida 0,5 N di dalam
etanol 95%-v.
3.2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan adalah
perangkat distilasi minyak atsiri (terdiri dari labu bundar
2L, kondensor, alat pemisah minyak dan air, heating
mantle, corong pisah 100 mL), ekstraktor Soxhlet
(terdiri dari labu bundar, water bath, kondensor,
extraction thimble), perangkat distilasi pemisah lemak
nabati dari pelarut (terdiri dari 2 labu bundar, water
bath, kondensor), desikator, kapas, mortar dan alu,
buret, neraca analitik, labu Cassia 100 mL berleher,
gelas ukur 100 mL, pipet volum 5 mL, 10 mL, 25 mL,
50 mL, pipet ukur 10 mL dan 1 mL, filler, beaker glass
1000 mL, pipet tetes, heater, batang pengaduk, gelas
kimia 100 mL, labu Erlenmeyer 100 mL dan 250 mL
dengan penutup dari aluminium foil, kondensor.
(a) (b) (c)
Gambar 1 Rangkaian alat percobaan; (a) distilasi minyak
atsiri; (b) ekstraktor Soxhlet; (c) distilasi pemisah lemak
nabati dari pelarut
4. B.1011.3.25/4
Prosedur kerja ekstraksi minyak atsiri dari buah, kulit
batang, dan daun lemo menggunakan distilasi uap
adalah buah lemo ditimbang dan kemudian diremukkan
di dalam air secukupnya di mortar. Air dan buah yang
diremukkan dimasukkan ke dalam labu bundar dan
ditambahkan air sampai dengan setengah labu. Buah
didistilasi selama 6 jam. Hasil distilasi didiamkan kira-
kira 20 jam dan didistilasi lagi selama 6 jam. Minyak
dan air dipisahkan dengan menggunakan corong pisah
100 mL. Percobaan dilakukan sampai mendapatkan
jumlah minyak yang dibutuhkan untuk analisis, yaitu
minimal 5 mL. Untuk kulit batang dan daun, bahan
dikeringkan terlebih dahulu dengan menggunakan silica
gel di dalam desikator. Langkah-langkah distilasi uap
diulangi untuk kulit batang dan daun yang sudah
dikeringkan dengan waktu 6 jam.
Prosedur kerja ekstraksi lemak dengan ekstraktor
Soxhlet adalah buah lemo setelah distilasi dikeringkan
dalam oven pada temperatur kurang lebih 50o
C. Biji
dipisahkan dari daging buah dan kemudian dikupas dari
kulit biji. Biji lemo tanpa kulit ditimbang dan ditumbuk
lalu diekstraksi menggunakan pelarut dietil eter dengan
ekstraktor Soxhlet selama 6 jam. Biji dalam thimble
dibalik posisinya menggunakan batang pengaduk dan
diekstraksi lagi selama 6 jam. Lemak dalam pelarut
yang didapatkan di dalam labu bundar kemudian
didistilasi untuk memisahkan lemak dan pelarut.
Langkah yang sama dilakukan untuk mengambil lemak
nabati dari daging buah lemo yang sudah dikeringkan.
Metode analisis kadar aldehid minyak atsiri dari buah
dan kulit batang lemo adalah metode bisulfit yang
dilakukan dengan penambahan natrium bisulfit hingga
didapatkan volume minyak atsiri yang tidak bereaksi
dengan bisulfit. Metode analisis kadar sineol minyak
atsiri daun lemo adalah dengan metode fosfat, yaitu
dengan penambahan asam fosfat hingga terbentuk
padatan sineol fosfat. Padatan ditambahkan eter dan
disaring. Setelah itu, padatan ditambahkan air hangat
untuk membebaskan kembali sineol sehingga dapat
diukur kadar sineol dalam minyak. Analisis lemak
nabati meliputi angka asam, angka penyabunan, dan
angka iodium. Prinsip dasar analisis telah dijelaskan
pada bagian 2.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Minyak Atsiri dari Buah Lemo
Minyak atsiri dari buah lemo yang diperoleh berwarna
kuning dan memiliki aroma seperti jeruk. Minyak ini
diperoleh dengan distilasi uap buah lemo selama 2 x 6
jam. Karena metode distilasi uap menggunakan prinsip
difusi yang berjalan dengan sangat lambat maka setelah
buah lemo didistilasi selama 6 jam, buah dibiarkan
selama kurang lebih 20 jam untuk membiarkan
peristiwa difusi terjadi. Sebelum dilakukan distilasi uap,
buah lemo diremukkan dengan menggunakan mortar
dan alu agar minyak atsiri dapat lebih mudah keluar.
Tabel 1 Yield minyak atsiri dari buah lemo
No. Massa Bahan
Mentah (gram)
Massa Minyak
Atsiri (gram)
Yield Minyak
(%-berat
basah)
1 250,23 16,7 6,674
2 150,53 10,9 7,241
3 164,06 11,9 7,253
4 122,31 9,1 7,440
5 164,81 10,41 6,316
Dari Tabel 1, dapat dihitung yield rata-rata dengan
menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Yield
rata-rata minyak atsiri dari buah lemo adalah 6,985 ±
0,583 %.
Berdasarkan 2 kali uji bisulfit yang dilakukan, untuk
analisis kadar aldehid, didapatkan kandungan aldehid di
dalam minyak atsiri dari buah lemo adalah sebesar 92%
dan 90%. Jumlah sitral secara tepat memerlukan
identifikasi lebih lanjut menggunakan metode
kromatografi gas.
Pada umumnya, yield minyak atsiri yang dikatakan
besar dan berpotensi untuk diproduksi dengan skala
industri adalah sebesar 2-3%. Jika dilihat dari kadar
hasil percobaan, yield minyak atsiri yang dihasilkan
termasuk sangat besar. Di Cina, buah lemo sudah
dikembangkan secara besar-besaran hanya dengan yield
sebesar 2,4-4%. Kadar minyak atsiri yang besar
didukung pula oleh kadar aldehid dalam minyak atsiri
yang juga besar, yaitu sebesar 90 – 92%-v. Kadar ini
cukup besar apabila dibandingkan dengan yang
didapatkan oleh De Jong yaitu sebesar 86%. Jika dilihat
dari kadar dan kandungan sitralnya maka buah lemo
dari Kawah Putih ini berpotensi untuk dikembangkan
untuk industri minyak atsiri. Potensi ini didukung
dengan ketersediaan buah lemo di Kawah Putih,
Ciwidey cukup melimpah. Buah lemo dapat ditemukan
di sepanjang jalan menuju tempat wisata Kawah Putih,
dan tanaman ini dapat ditemui sepanjang tahun.
4.2 Minyak Atsiri dari Kulit Batang Lemo
Selain buah, kulit batang pohon lemo juga mengandung
minyak atsiri. Penjumputan minyak atsiri dari kulit
batang lemo dilakukan dengan metode distilasi uap
selama 6 jam. Sebelumnya telah dilakukan percobaan
dengan jangka waktu distilasi yang sama seperti buah
lemo, yaitu 2 x 6 jam, namun pada 6 jam kedua tidak
didapatkan pertambahan minyak atsiri. Oleh karena itu,
pada percobaan-percobaan selanjutnya distilasi uap
dilakukan hanya 6 jam. Minyak atsiri dari kulit batang
yang diperoleh berwarna kuning muda dengan wangi
seperti sereh.
Sebelum didistilasi, kulit batang dikeringkan dengan
menggunakan silica gel dalam desikator selama kurang
lebih 2 hari. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kadar
air dalam kulit batang sehingga keadaan bahan menjadi
seragam ketika didistilasi dan yield yang diperoleh
mempunyai rentang yang sempit. Setelah dikeringkan,
kulit batang dipotong-potong untuk membantu
5. B.1011.3.25/5
penyulingan minyak atsiri. Data yield minyak atsiri dari
kulit batang ada pada Tabel 2.
Data-data kemudian dapat diolah lagi menjadi nilai
yield rata-rata dan selang kepercayaan dengan tingkat
kepercayaan 95%, yaitu sebesar 0,563 ± 0,150 %-b
kering.
Tabel 2 Yield minyak atsiri dari kulit batang pohon lemo
No. Massa Bahan
Mentah
(gram)
Massa Minyak
Atsiri (gram)
Yield minyak
(%-berat
kering)
1 330,61 1,85 0,560
2 323,93 2,2 0,679
3 170,98 0,88 0,515
4 328,6 1,64 0,499
Dengan metode bisulfit, didapatkan kadar aldehid
sebesar 34 dan 36%. Kadar sitronelal sendiri belum bisa
didapatkan karena harus menggunakan metode yang
lebih spesifik lagi, yaitu metode kromatografi gas.
Tanaman yang memiliki kandungan sitronelal tinggi
adalah minyak serai wangi. Tanaman serai memiliki
yield minyak sebesar 0,8-1% dengan kandungan
sitronelal sebesar 30-45% untuk tipe Mahapengiri dan
0,4-0,6% dengan sitronelal 15% untuk tipe Lenabatu
(Sri Wahyuni, 2003). Yield minyak atsiri dari kulit
batang lemo relatif kecil, namun apabila dibandingkan
dengan yield dari minyak serai wangi sebenarnya tidak
kalah bersaing. Kandungan sitronelal antara 34-36%
juga belum tentu kalah bersaing dengan minyak serai
wangi karena kebutuhan kandungan sitronelal untuk
kualitas ekspor minimal 35% (Anon, 1974). Kendala
produksi minyak atsiri kulit batang lemo pada skala
industri terdapat pada bahan baku kulit batang lemo.
Pengambilan kulit batang lemo cukup sulit dilakukan
dan membutuhkan waktu yang lama untuk tumbuh
kembali sehingga tidak efisien apabila memproduksi
minyak dari kulit batang lemo dengan skala industri.
Pohon lemo harus tersedia dalam jumlah yang sangat
banyak agar pabrik dapat terus beroperasi. Oleh karena
itu, minyak atsiri dari kulit batang lemo kurang
berpotensi untuk diproduksi dalam skala industri.
4.3 Minyak Atsiri dari Daun Lemo
Sekujur pohon lemo memiliki wangi yang khas
termasuk daun lemo. Minyak atsiri dari daun dijumput
dengan menggunakan metode distilasi uap selama 6
jam. Seperti yang diketahui dari literatur, kandungan
utama dalam minyak dari daun lemo adalah sineol yang
menyebabkan minyak mempunyai wangi seperti minyak
kayu putih. Minyak dari daun lemo hasil distilasi uap
tidak berwarna.
Sebelum didistilasi, daun lemo dikeringkan dengan
menggunakan silica gel pada desikator selama kurang
lebih 2 hari hingga daun menjadi kering tetapi tidak
patah jika dilipat. Pengeringan dilakukan untuk
mengurangi kadar air sehingga diperoleh yield yang
lebih konstan dan kondisi bahan baku menjadi seragam.
Setelah dikeringkan, daun lemo dipotong-potong
terlebih dahulu untuk memperbesar luas permukaan
daun sehingga proses penyulingan minyak atsiri lebih
mudah dilakukan dan minyak atsiri yang diperoleh lebih
banyak. Perolehan minyak atsiri yang didapatkan dari
daun lemo ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Yield minyak atsiri dari daun lemo
No. Massa Bahan
Mentah (gram)
Massa Minyak
Atsiri (gram)
Yield minyak
(%-berat
kering)
1 75,01 1,92 2,560
2 75 2,12 2,827
3 75,08 2,25 2,997
4 32,68 0,9 2,754
5 30,37 0,84 2,766
Nilai yield rata-rata yang didapat dengan tingkat
kepercayaan 95% adalah 2,781 ± 0,217 %. Kadar
minyak atsiri dari daun lemo ini cukup besar untuk
diproduksi menjadi skala industri. Untuk dapat
diproduksi secara besar, kandungan sineol dalam
minyak dari daun lemo juga harus dipertimbangkan.
Kandungan sineol dalam minyak daun lemo yang
diperoleh dengan menggunaan metode fosfat adalah
4%. Untuk dapat diproduksi dalam skala industri,
minyak tersebut harus dapat bersaing di pasar terutama
dengan sumber utama penghasil sineol yaitu minyak
kayu putih. Yield minyak kayu putih berada dalam
rentang 0,10-1,74% dengan kandungan sineol antara
11,57-41,61% (R.Sudradjat, 1983). Jika dibandingkan
dengan minyak kayu putih, minyak dari daun lemo
mempunyai yield yang lebih tinggi daripada yield
minyak kayu putih. Akan tetapi, kandungan sineol
minyak kayu putih jauh lebih tinggi daripada kandungan
sineol dalam minyak dari daun lemo. Jika ditinjau dari
kedua faktor tersebut maka minyak dari daun lemo tidak
akan dapat bersaing dengan minyak kayu putih di pasar
karena kandungan sineol yang rendah walaupun kadar
minyak atsirinya lebih tinggi. Oleh karena itu, minyak
atsiri dari daun lemo kurang layak untuk diaplikasikan
dalam skala industri.
Hasil analisis kandungan sineol dalam minyak atsiri dari
daun lemo ini mungkin kurang tepat jika ditinjau dari
wangi yang seperti minyak kayu putih. Wangi minyak
atsiri dari daun lemo tersebut sangat tajam sehingga
kandungan sineol di dalamnya diduga lebih besar dari
hasil analisis yang telah dilakukan. Berdasarkan literatur
(Guenther, 2006), metode fosfat baik digunakan untuk
analisis minyak yang memiliki kadar sineol rendah (<
20%) atau sangat tinggi (mendekati 100%). Metode lain
adalah metode o-cresol dari Cocking yang baik
digunakan untuk kadar sineol yang kurang dari 50%,
dan metode Kleber dan von Rechenberg yang baik
untuk analisis minyak dengan kadar sineol minimum
70%. Karena berdasarkan literatur yang didapat kadar
sineol yang ada dalam minyak atsiri daun adalah lebih
besar dari 30% (Heyne, 1987), maka metode analisis o-
cresol dari Cocking mungkin dapat dilakukan juga
sebagai perbandingan hasil analisis.
6. B.1011.3.25/6
4.4 Lemak Nabati dari Lemo
Lemak nabati dari lemo didapatkan dari bagian biji dan
daging buah. Bagian biji yang digunakan adalah inti biji
agar didapatkan lemak yang berwarna kuning. Buah
beserta biji dikeringkan terlebih dahulu dalam oven
dengan suhu pengeringan ±50o
C. Pengeringan bertujuan
untuk mengurangi kadar air pada daging buah dan biji,
serta memecah membran sel agar lemak dapat lebih
mudah diekstrak. Kulit biji dikupas terlebih dahulu
secara konvensional menggunakan tangan. Pengeringan
juga dapat membantu mempermudah pengupasan inti
biji dari kulit biji karena dalam kondisi basah, inti biji
melekat pada kulit biji.
Lemak nabati yang didapatkan dari biji lemo berwarna
kuning dan berbentuk padatan pada suhu ruang. Data
yang didapatkan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kadar dan hasil analisis lemak dari inti biji lemo
Lemak I Lemak II Rata-rata
Kadar (%-b kering) 51,12 50,75 50,93
Angka Asam
(mg KOH/ gr lemak)
3,4 2,3 2,9
Angka Penyabunan
(mg KOH/ gr lemak)
261,0 247,7 254,4
Angka Iodium
(gr iodium/ 100gr
lemak)
11,5 10,7 11,1
Lemak dengan kadar 50,93% termasuk sudah efisien
apabila dikembangkan ke skala industri. Karena kadar
lemak dalam inti biji lemo lebih besar dari 40%-b
kering, pengambilan lemak nabati juga dapat dilakukan
dengan metode pengempaan/pemerahan sehingga dapat
menghemat waktu dan memperoleh lemak dengan
kemurnian yang lebih tinggi. Akan tetapi, jumlah lemak
yang diperoleh akan lebih sedikit daripada yang
diperoleh dengan menggunakan metode ekstraksi
karena bungkil pengempaan biasanya masih
mengandung 5-10%-b lemak. Oleh karena itu, metode
pengempaan mungkin dapat dikombinasikan dengan
metode ekstraksi untuk memperoleh hampir seluruh
lemak yang terkandung dalam biji.
Angka asam menunjukkan banyaknya asam lemak
bebas yang terdapat dalam lemak. Lemak I memiliki
angka asam yang lebih besar dari lemak II karena waktu
penyimpanan lemak I yang lebih lama sebelum
dilakukan uji angka asam sehingga lemak terdeteriorasi
dan terbentuk asam lemak bebas dalam jumlah yang
lebih banyak daripada. Angka asam yang tinggi juga
disebabkan oleh penyimpanan yang kurang baik.
Angka penyabunan untuk trilaurin adalah sebesar 263,8
mgKOH/g lemak sedangkan angka penyabunan untuk
dilauro miristin adalah sebesar 242,51 mgKOH/g lemak.
Angka penyabunan dari lemak inti biji lemo berada di
antara angka penyabunan trilaurin dan dilauro miristin,
sehingga dapat diketahui bahwa komponen utama
penyusun lemak biji lemo adalah asam laurat dan sedikit
asam miristat.
Angka iodium menunjukkan tingkat ketidakjenuhan
lemak. Lemak dari inti biji lemo mempunyai angka
iodium yang cukup rendah yaitu 11,1 yang berarti
lemak ini cukup jenuh dan mempunyai panjang rantai
karbon yang pendek sampai sedang. Angka iodium
lemak inti biji lemo ini cukup mirip dengan angka
iodium minyak kelapa yang berada dalam rentang 6,3-
10,6 gr iodium/100 gr minyak (Dayrit, dkk., 2007).
Oleh karena itu, komposisi asam lemak dalam inti biji
lemo mungkin mirip dengan minyak kelapa dimana
terdapat asam laurat dengan kadar 48%-b, asam miristat
dengan kadar 16%-b dan asam-asam lemak lain seperti
asam kaprilat, asam kaprat, asam palmitat, asam stearat,
asam oleat dan asam linoleat dengan kadar yang rendah
(lipidlibrary.aocs.org).
Minyak yang dihasilkan dari daging buah lemo
berwarna gelap (relatif hitam) dan berwujud cair pada
temperatur ruang. Kadar dan karakteristik minyak dari
daging buah lemo ditunjukkan Tabel 5.
Tabel 5 Kadar dan karakteristik minyak daging buah
lemo
Minyak I Minyak II Rata-rata
Kadar (%-b kering) 49,63 48,19 48,91
Angka Asam
(mg KOH/ gr
minyak)
16,8 7,2 12,0
Angka Penyabunan
(mg KOH/ gr
minyak)
179,3 178,0 178,7
Angka Iodium
(gr iodium/ 100gr
minyak)
108,45 128,11 118,3
Minyak dengan kadar 48,91% sudah cukup layak untuk
dikembangkan dalam skala industri. Akan tetapi,
minyak daging buah lemo ini berwarna gelap yang
mungkin disebabkan adanya pengotor-pengotor organik
seperti pigmen yang ikut terlarut dalam pelarut saat
ekstraksi dilakukan. Oleh karena itu, untuk penggunaan
dalam industri, minyak dari daging buah lemo ini harus
dimuluskan terlebih dahulu untuk menghilangkan
pigmen dan pengotor-pengotor lain yang mungkin
terdapat dalam lemak. Akan tetapi, karena kadar minyak
nabati dalam daging buah lemo cukup besar (lebih dari
40%-b kering), maka pengambilan lemak nabati dapat
dilakukan dengan metode pengempaan. Dengan metode
pengempaan, pigmen tidak akan terbawa dalam minyak
sehingga akan diperoleh minyak dengan warna yang
lebih cerah, yaitu kuning.
Angka asam minyak I lebih besar daripada angka asam
minyak II karena minyak I sudah disimpan lebih lama
daripada minyak II ketika analisis angka asam
dilakukan sehingga minyak I sudah terdeteriorasi.
Selain itu, minyak I juga disimpan dengan kurang baik,
sering terpapar udara bebas sehingga minyak I telah
teroksidasi dan kandungan asam lemak bebas dalam
minyak I menjadi cukup tinggi dibandingkan dengan
kandungan asam lemak bebas dalam lemak II.
Angka iodium minyak dari daging buah lemo yang
cukup besar menunjukkan minyak dari buah lemo ini
7. B.1011.3.25/7
mempunyai tingkat ketidakjenuhan yang cukup tinggi.
Jika dilihat dari angka iodium hasil analisis, angka
iodium minyak daging buah lemo mempunyai rentang
yang cukup mirip dengan angka iodium minyak jagung,
dimana angka iodium minyak jagung adalah 103-128
mg KOH/ gram minyak. Oleh karena itu, minyak daging
buah lemo mungkin mengandung asam lemak tak jenuh
dengan kadar cukup tinggi seperti yang dimiliki minyak
jagung yaitu asam palmitat sebesar 11,1-12,8%, asam
oleat sebesar 22,6-36,1%, asam linoleat sebesar 49-
61,9% dan sedikit asam laurat, asam stearat dan asam
linolenat (Nur Richana, 2007).
Angka penyabunan menunjukkan berat molekul rata-
rata minyak. Jika dilihat dari Tabel 4.5, angka
penyabunan minyak dari daging buah lemo adalah 178,7
mg KOH/ gr minyak. Angka penyabunan lebih kecil
daripada angka penyabunan lemak dari inti biji lemo
yang kaya asam laurat. Angka penyabunan minyak yang
lebih kecil menunjukkan minyak mempunyai berat
molekul yang lebih besar. Oleh karena itu, komponen
utama penyusun minyak dari daging buah lemo
seharusnya merupakan asam lemak dengan jumlah
rantai karbon yang lebih panjang daripada asam laurat.
Dari hasil analisis angka iodium dan angka penyabunan
yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
komponen utama penyusun minyak daging buah lemo
adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang.
Gambar-gambar minyak atsiri dan lemak nabati dapat
dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
(a) (b) (c)
Gambar 2 Minyak atsiri dari bagian-bagian pohon lemo;
(a) buah lemo; (b) kulit batang lemo; (c) daun lemo
(a) (b)
Gambar 3 Lemak nabati dari bagian buah lemo; (a) inti
biji lemo; (b) daging buah lemo
4.5 Kelayakan Pohon Lemo untuk Skala Industri
Buah lemo dapat menghasilkan minyak atsiri dan lemak
nabati. Keduanya dapat diproduksi tanpa mengganggu
proses satu sama lain sehingga buah lemo yang telah
diambil minyak atsirinya masih dapat dimanfaatkan lagi
untuk diambil lemak nabati. Hal ini mungkin dapat
dimanfaatkan ketika buah lemo ingin digunakan untuk
produksi minyak atsiri maupun lemak nabati pada skala
industri sehingga keuntungan yang diperoleh dapat lebih
maksimal.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, 250,23 gram
buah segar setelah dikeringkan dengan oven pada suhu
±50o
C dapat menghasilkan 14,32 gram inti biji, 12,22
gram kulit biji, dan 14,73 gram daging buah. Dari
250,23 gram buah segar tersebut dapat dihasilkan
minyak atsiri sebanyak 16,7 gram (6,67%-berat basah),
lemak nabati inti biji lemo sebanyak 7,32 gram (2,93%-
berat basah buah segar), dan lemak nabati daging buah
lemo sebanyak 8,34 gram (3,33%-berat basah buah
segar). Apabila dilihat besar kadar minyak atsiri dan
lemak nabati yang dapat dihasilkan, buah lemo memiliki
potensi yang sangat besar untuk dikembangkan dalam
skala yang lebih besar yang didukung pula oleh
ketersediaan buah lemo yang cukup melimpah di daerah
Kawah Putih.
Apabila dilihat dari ketiga bagian sumber bahan baku
minyak, sejauh ini yang paling mungkin untuk
dikembangkan adalah buah lemo. Selama penelitian
dilakukan, kendala yang cukup berarti hanya
transportasi untuk pengambilan bahan baku dari Kawah
Putih. Oleh karena itu, apabila industri minyak atsiri dan
lemak nabati dari buah lemo ingin dikembangkan maka
sebaiknya pabrik didirikan di daerah yang dekat dengan
bahan baku sehingga penyediaan bahan baku dapat
dilakukan dengan mudah.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Kadar minyak atsiri dari buah lemo adalah
6,985±0,583%-b, dan kadar aldehid yang didapatkan
dari 2 kali percobaan adalah 90 dan 92%-v.
2. Kadar minyak atsiri dari kulit batang lemo adalah
0,563±0,150%-b kering, dan kadar aldehid yang
didapatkan dari dua kali percobaan adalah 34 dan
36%-v.
3. Kadar minyak atsiri dari daun lemo adalah 2,781 ±
0,217%-b kering dengan kandungan sineol 4%.
4. Kadar lemak nabati dari inti biji lemo adalah
50,94%-b kering dengan angka asam sebesar 2,3 mg
KOH/gram lemak, angka penyabunan 254,4 mg
KOH/gram lemak, dan angka iodium 11,1 gr
iodium/100 gr lemak. Komponen utama lemak
nabati dari inti biji lemo adalah asam laurat.
5. Kadar minyak dari daging buah lemo adalah
48,91%-b kering dengan angka asam sebesar 12,0
mg KOH/gram lemak, angka penyabunan 178,7 mg
KOH/ gram lemak, dan angka iodium 118,3 gr
iodium/100 gr lemak. Komponen utama minyak dari
daging buah lemo adalah asam lemak tak jenuh
rantai panjang.
6. Berdasarkan kadar minyak atsiri dan lemak nabati
dari buah lemo, serta kadar aldehid dalam minyak
dan karakteristik lemak nabati, produksi minyak
atsiri dan lemak nabati dari buah lemo layak untuk
dikembangkan dengan skala industri.
7. Minyak atsiri dari kulit batang kurang layak untuk
diproduksi dalam skala industri karena ketersediaan
bahan baku yang masih sulit untuk didapatkan
apabila industri ingin dibangun dalam jangka waktu
panjang.
8. B.1011.3.25/8
8. Minyak atsiri dari daun lemo kurang layak untuk
diproduksi dalam skala industri karena kandungan
sineolnya yang sangat rendah jika dibandingkan
dengan sumber utama sineol lainnya.
5.2 Saran
1. Pengujian kandungan komponen dalam minyak atsiri
sebaiknya dilakukan lebih lanjut menggunakan gas
kromatografi agar diketahui secara pasti komposisi
dari masing-masing komponen penyusunnya.
2. Analisis kandungan sineol dalam minyak atsiri dari
daun lemo sebaiknya dilakukan juga dengan metode
lain untuk dijadikan perbandingan, seperti metode o-
cresol dari Cocking.
3. Pemisahan inti biji dari daging buah dan kulit biji
sebaiknya dilakukan dengan metode yang lebih baik,
misalnya dengan menggunakan alat atau mesin
tertentu, tidak dengan metode konvensional yang
dilakukan dalam penelitian ini sehingga dapat
dilakukan penghematan waktu untuk melakukan
pemisahan ini.
4. Pengambilan minyak nabati dari daging buah lemo
sebaiknya menggunakan metode pemerahan agar
diperoleh minyak yang lebih murni tanpa pigmen
yang ikut terbawa atau dengan kombinasi pemerahan
dan ekstraksi tetapi minyak harus dimuluskan
terlebih dahulu.
5. Minyak dari daging buah lemo sebaiknya di-
bleaching terlebih dahulu sebelum dilakukan analisis
angka penyabunan dan angka iodium agar titik akhir
titrasi lebih mudah diidentifikasi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Tatang
Hernas Soerawidjaja selaku dosen pembimbing yang
telah membimbing dan memberikan banyak masukan.
Terima kasih kepada Program Studi Teknik Kimia ITB
yang telah membantu dalam penyediaan sarana dan
prasarana penelitian, Ferric Christian, Albert, Wisnu
Nugroho yang telah membantu dalam pengambilan
bahan baku penelitian di Kawah Putih, Ciwidey.
LITERATUR
[1] Azah, M. A. N.; Susiarti, S. “Litsea cubeba (Lour.)
Persoon”, Essential-oil plants. Plant Resources of
South-East Asia. 19: 123-126. 1999.
[2] Child, Reginald and Nathanael, W. R. N. Seed Fat
of Litsea longifolia Bth. & Hk. J. Am. Chem. Soc.
64: 1079-81 (1942); lihat Chem. Abstracts. Vol. 36.
Abstr. No. 39774
. (1942).
[3] Child, Reginald, and Nathanael, W. R. N. (1942),
“The Seed Fat of Litsea longifolia Bth. & Hk”, J.
Am. Chem. Soc. 64, 1079-1081.
[4] Forestry Department. “Litsea cubeba Oil. Flavours
and Fragrances of Plant Origin”, Chapter 7.
(http://www.fao.org/docrep/V5350E/V5350e09.htm
, diakses 24 Juli 2001).
[5] Dunford, Nurhan Turgut. “Bailey’s Industrial Oil
and Fat Products”. John Wiley and Sons, Inc.
(2010).
[6] Forestry Department. “Litsea cubeba Oil. Flavours
and Fragrances of Plant Origin”, Chapter 7.
(http://www.fao.org/docrep/V5350E/V5350e09.htm
, diakses 24 Juli 2001).
[7] Guenther, Ernest. (2006). Minyak Atsiri. Jilid 1.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
[8] Gunde, B. G., Hilditch, T. P. (1938), The Seed and
Fruit-coat Fats of Neoletsia involucrata. J. Chem.
Soc. 305, 1610-1640.
[9] Hata, Tynta. “Seed Oils of Formosan Plants. XVI.
Seed Oilof Litsea cubeba Pers. J. Chem Soc. Japan.
60: 122-5 (1939); lihat Chem. Abstracts. Vol. 34.
No. 26257
. (1940).
[10]Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia,
Vol.II. Balai Kehutanan Indonesia, 1432.
[11]Jingping, W., et al. “Fatty Acid Composition in The
Seed Oils of Litsea Species”. Zhiwu Xuebao. 25(3):
245-9 (1983); lihat Chem. Abstracts. Vol. 99.
Abstr. No. 155277p
. (1983).
[12]Kato, Ryo. “Essential Oil of Litsea cubeba. II.
Constituents of the Volatile Oil from the Leaf of
Litsea cubeba”. J. Chem. Soc. Japan, Ind. Chem.
Sect. 54: 465-6 (1951); lihat Chem. Abstracts. Vol.
33. Abstr. No. 18783
. (1939).
[13]Kato, Ryo. “Essential Oil of Litsea cubeba. III.
Constituents of the Volatile Oil from the Trunk of
Litsea cubeba”. J. Chem. Soc. Japan, Ind. Chem.
Sect. 54: 517-19 (1951); lihat Chem. Abstracts.
Vol. 37. Abstr. No. 6610i
. (1953).
[14]McCoy, Robert J. (1994). “Nonfood Uses of Lauric
Oils”. Proceedings of The World Conference on
Lauric Oils : Sources, Processing, and Applications.
[15]Miyamichi, E.; Nomura, S. “Seed Oil of
Lauraceae. I. Fatty Acids from The Seed Oil of
Litsea japonica”. J. Pharm. Soc. Japan. 73: 169-70
(1953): lihat Chem. Abstracts. Vol. 47. Abstr. No.
6156d
. (1953).
[16]Nulhakim, Lukman, dkk. “Abstrak Hasil Penelitian
Hasil Hutan Bukan Kayu Edisi I”. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor. (2005).
[17]Richana, Nur, dan Suarni. "Teknologi Pengolahan
Jagung". Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros.
(2007).
[18]Sood, V.K. (1966). “Essential Oil from the Berries
of Litsea citrata and its Constituents”. P. & E.O.R,
May 1966, 285-286.
[19]Van Hulssen, C.J., Koolhaas, D. R. (1940), “The
Essential Oils from Litsea cubeba Pers”. Rec.
Trav. Chim. Pays-Bas, 59, 105-110.
[20]Wahyuni, Sri, dkk. “Status Pemuliaan Tanaman
Serai Wangi (Andropogon nardus L.)”.
Perkembangan Teknologi TRO Vol. XV, No. 2.
(2003).
[21] http://lipidlibrary.aocs.org/market/lauric.htm,
tanggal akses 20 Mei 2012.