1. ~ 1 ~
KATA PENGATAR
“Syukur Alhamdulillah” ungkapan yang patutu dipanjatkan kehadirat Allah
SWT atas limpahan rahmat, kasih sayang dan pertolongan – Nya sehingga makalah yang
berjudul “Gangguan pada Mata “ Strabismus “ ini dapat terselesaikan sebagaimana yang
diharapkan. Shalawat dan Taslim kepada Rasulullah SAW, keluarga, dan pengikutnya
hingga hari kiamat.
Adalah penting bagi manasiswa memahami serta menginterprestaikan suatu
asuhan keperawatan sehingga nanti dilapangan dalam hal mempraktekan segala tindakan
yang berhubungan dengna penyakit ini dapat melakukannya dengan baik.Oleh karena itu,
penyusun merasa perlu penyajian makalah yang dapat mendukung salah satu indikator
pembelajaran Etika Keperawatan itu sendiri.
Dengan segala kerendahan hati, penyusun menyampaikan bahwa makalah ini
masih banyak kekurang sehingga diperlukan kritik dan saran yang sifatnya membangun
guna penyempurnaan makalah ini.Namun terlepas dari kekurangan yang ada, semoga
makalah ini dapatbermanfaat bagi para penggunanya “Mahasiswa AKPER PEMKAB
MUNA”.
Raha, Maret 2013
Penyusun
2. ~ 2 ~
DAFTAR ISI
SAMPUL HALAMAN ...................................................................................
KATA PENGANTAR ......................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................
Rumusan Masalah ..........................................................................
BAB II PEMBAHASAN
a. Konsep Medis
Defenisi ......................................................................................
Etiologi .......................................................................................
Patofisiologi
Manifestasi klinis........................................................................
Klasifikasi....................................................................................
Pemeriksaan Penunjang.............................................................
Penatalaksanaan ........................................................................
Pemeriksaan Penunjang.............................................................
b. Konsep Askep
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.................................................................................
Saran..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
3. ~ 3 ~
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata strabismus pada saat ini sering digunakan dalam pengertian suatu
cabang ilmu penyakit mata yang nempelajari kelainan penglihatan binokular yang
disebabkan oleh tidak adanya satu atau lebih persaratan tersebut tersebut di atas.
Nama lain yang lebih tepat untuk strabismus adalah “VISUAL SENSORIMOTOR
ANOMALIES”.Telah dikemukakan bahwa untuk dapat melihat secara normal
diperlukan sarat bahwa visus kedua mata adalah sama baiknya, faal ototnya baik dan
susunan saraf pusat cukup baik untuk mensitesa bayangan yang dikirimkan oleh kedua
mata kita. Pengobatan terhadap penderita dengan strabismus adalah bertujuan untuk
mengembalikan penglihatan birokuler yang normal, hingga pengobatan terhadap
strabismus adalah memenuhi persyaratan untuk mencapai penglihatan binokuler
tersebut diatas : dengan kata lain secara terhadap memperbaiki visus kedua matanya,
kemudian memperbaiki posisi kedua mata hingga mencapai kedudukan “orthophoria”
dan terakhir melatih penderita menyatukan dua bayangan dari kedua matanya.
B.Tujuan
Mendapatkan gambaran tentang konsep penyakit strabismus
Mampu membuat pengkajian keperawatan pada klien dengan strabismus
Mampu membuat diagnosa keperawatan berdasarkan anamnesa
Mampu membuat rencana keperawatan berdasakan teori keperawatan
c. Batasan Masalah
Pengertian tentang konsep penyakit strasbismus
pengkajian keperawatan pada klien dengan penyakt strasbismus
diagnosa keperawatan penyakit strasbismus
rencana keperawatanpenyakit strasbismus
4. ~ 4 ~
BAB I
PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIK
1. Pengertian
Strabismus atau juling berarti suatu kelainan posisi bola mata dan bisa
terjadi pada arah atau jarak penglihatan tertentu saja, misalnya kelainan posisi
untuk penglihatan jarak jauh saja atau ke arah atas saja, atau terjadi pada semua
arah dan jarak penglihatan.
Kata strabismus pada saat ini sering digunakan dalam pengertian suatu
cabang ilmu penyakit mata yang nempelajari kelainan penglihatan binokular yang
disebabkan oleh tidak adanya satu atau lebih persaratan tersebut tersebut di atas.
Nama lain yang lebih tepat untuk strabismus adalah “VISUAL SENSORIMOTOR
ANOMALIES”.
2. Etiologi
1. Faktor Keturunan yakni “Genetik Pattern”nya belum diketahui dengan
pasti, tetapi akibatnya sudah jelas. Bila orang tua yang menderita
strabismus dengan operasi berhasil baik, maka bila anaknya menderita
strabismus dan operasi akan berhasil baik pula
2. Kelainan Anatomi
a. Kelainan otot ekstraokuler
b. Over development
c. Under development
d. Kelainan letak insertio otot
3. Kelainan pada “vascial structure”
a. Adanya kelaian hubungan vascial otot-otot ekstraokuler dapat
menyebabkan penyimpangan posisi bola mata.
b. Kelainan dari tulang-tulang orbita
c. Kelainan pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk
danorbital abnormal, sehingga menimbulkan penyimpangan bola
mata.
4. Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.
a. Fovea tidak dapat menangkap bayangan.
b. Kelainan kwantitas stimulus pada otot bola mata.
c. Kelainan SensorisKelainan Inervasi
5. Gangguan proses transisi dan perseps.
3.klasifikasi
a. Menurut Arah Deviasi
1. Exotropia (Strabismus Divergen)
Frekuensi lebih sedikit daripada esotropia
Sering suatu exotropia dimulai dari exoforia yang kemudian mengalami
5. ~ 5 ~
progresifitas menjadi intermittent exotopia yang pada akhirnya menjadi
exotropia yang konstan, bila tidak diberi pengobatan.
2. Esotropia
Non Paralytic (Comitant)
Non Akomodatif Esotropia
▶ Dibagi menjadi :
Esotropia Infantil
Paling sering dijumpai. Sesuai kesepakatan agar memenuhi syarat
batasan, maka terjadinya esotropia harus sebelum umur 6 bulan.
Penyebab belum diketahui secara pasti.
Esotropia Didapat
Esotropia Dasar
Timbulnya pada masa anak-anak, tetapi tidak ada faktor akomodasi.
Sudut strabismusnya mula-mula lebih kecil daripada esotropia
kongenital tetapi akan bertambah besar.
Esotropia Miopia
Timbulnya pada orang dewasa muda dan ada diplopia untuk
memandang
jauh, yang lambat laun akan untuk memandang dekat.
▶ Tanda klinik :
Pada yang monokuler : anomali refraksinya sering lebih menyolok pada
satu mata (anisometropia).
Pada yang alternating : anomali refraksinya hampir sama pada kedua
mata.
▶ Pengobatan :
Oklusi : tujuannya adalah menyamakan visus kedua mata yang ditutup
ialah mata yang baik. Oklusi ini dapat dikombinasikan dengan
Orthoptica untuk mengembagkan fungsi binokuler
Operasi
Akomodatif Esotropia
Terjadi bila ada mekanisme akomodasi fisiologis yang normal, tetapi
ada divergensi fusi relatif yang kurang untuk mempertahankan mata
supaya tetap lurus.
Ada 2 mekanisme patofisiologi yang terjadi :
Hiperophia tinggi yang memerlukan akomodasi kuat agar bayangan
menjadi jelas, sehingga timbul esotropia.
Rasio KA/A yang tinggi, yang mungkin disertai kelaina refraksi.
Kedua mekanisme ini dapat timbul pada satu penderita
Esotropia akomodatif karena hiperophia
6. ~ 6 ~
Hiperophia ini khas, timbulnya pada usia 2-3 tahun, tetapi dapat juga
terjadi pada bayi / usia yang lebih tua
Esotropia akomodatif karena rasio KA/A yang tinggi
Terjadi reaksi knvergensi abnormal sewaktu sinkinesis dekat. Kelainan
refraksinya mungkin bukan hiperophia, meskipun sering ditemukan
hiperophia sedang.
Karena penyebabnya hypermetropia, maka pengobatannya adalah
kacamata. Bila pengobatan ditunda sampai dari 6 bulan dari onsetnya,
sering terjadi amblypobia. Untuk amblypobia pengobatannya dengan
oklusi terlebih dahulu.
Kombinasi Keduanya
Paralytic (Non-Comitant)
Pada strabismus selalu ada salah satu / lebih otot ekstra okuler yang
paralitik dan otot yang paralitik selalu salah satu otot rectus lateral,
biasanya sebagai akibat paralisis syaraf abdusen.
Penyebabnya :
Dewasa : CVA, Tumor (CNS, Nasopharyng), Radang CNS (Central
Nervous System), Trauma.
Bayi atau anak-anak : trauma kelahiran, kelainan kongenital.
Pengobatan :
Operasi pada parese yang permanen
Pada orang dewasa yang mengalami strabismus tiba-tiba, karena
trauma dapat ditunggu sampai ± 6 bulan, karena kemungkinan ada
perbaikan sendiri. Selama periode ini dapat dilakukan oklusi pada
mata yang paralitik untuk menghindari diplopia.
3. Hypotropia
Deviasi satu mata kebawah yang nyata dengan pemberian nama deviasi
vertical berdasarkan kedudukan mata mana yang lebih tinggi tanpa
memperhitungkan penyakit spesifik yang menyebabkan arah pandangan
satu mata ke bawah (juling ke bawah).
4. Hypertropia : juling ke atas
Deviasi satu mata keatas yang nyata
Penyebab :
Kelainan anatomi congenital
Pelekatan pita fibrosa abnormal
Cidera kepala tertutup
Tumor orbita, kerusakan batang otak dan penyakit sistemik seperti
miastemia gravis ,sklerosis multiple dan penyakit grave.
7. ~ 7 ~
b. Menurut Manifestasinya
1. Heterotropia : strabismus manifes (sudah terlihat)
Suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang nyata dimana kedua
penglihatan tidak berpotongan pada titik fikasasi.
Penyebab:
Herediter
Anatomik
Kelainan refraksi
Kelainan persyarafan, sensorimotorik
Kombinasi factor diatas
2. Heterophoria : strabismus laten (belum terlihat jelas)
Penyimpangan sumbu penglihatan yang tersembunyi yang masih dapat
diatasi dengan reflek fusi.
c. Menurut Sudut Deviasi
1. Comitant Strabismus : sudut deviasi tetap konstan pada berbagai posisi
2. Non Comitant Strabismus : sudut deviasi tidak sama, pada kebanyakan
kasus disebabkan kelumpuhan otot ekstraokuler, karenaya sering disebut
“paralytic strabismus”.
d. Menurut Kemampuan Fiksasi Mata
1. Unilateral Strabismus : bila suatu mata yang berdeviasi secara konstan
2. Alternating Strabismus : bila kedua mata berdeviasi secara bergantian
e. Menurut Waktu Berlangsungnya Strabismus
1. Permanent : mata tampak berdeviasi secara konstan
2. Pada keadaan tertentu misalnya lelah, demam, dll. Mata kadang-kadang
tampak berdeviasi, kadang-kadang normal.
f. Sindrome “A” dan “V”
Pada pola “A” terlihat lebih banyak esodeviasi / lebih sedikit exodeviasi
pada pandangan keatas dibandingkan dengan pandangan ke bawah.
Pola “V” menunjukkan lebih sedikit esodeviasi / lebih banyak exodeviasi
pada pandangan ke atas dibandingan dengan pandangan kebawah.
8. ~ 8 ~
4.patofisiologis
Strabismus dapat disebabkan ketika saraf kranial III (oculomotor), IV
(troklearis), atau VI (abducens) memiliki lesi. Sebuah strabismus disebabkan
oleh lesi di salah satu dari hasil saraf pada kurangnya persarafan ke otot
mata dan menghasilkan perubahan posisi mata. Strabismus mungkin
merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial, seperti CN VI sangat
rentan terhadap kerusakan dari pembengkakan otak, seperti berjalan di
antara clivus dan batang otak. [2] Tanda utama dari strabismus adalah
misalignment terlihat dari mata, dengan satu mata balik dalam, keluar,
atas, bawah atau pada sudut miring.Ketika misalignment dari mata besar
dan jelas, strabismus disebut "besar-angle," mengacu pada sudut deviasi
antara garis pandang dari mata lurus dan bahwa mata sejajar. Ternyata
mata kurang jelas disebut kecil-sudut strabismus.Biasanya, konstan besar
sudut strabismus tidak menyebabkan gejala seperti ketegangan mata dan
sakit kepala karena hampir tidak ada upaya oleh otak untuk meluruskan
mata. Karena itu, besar sudut strabismus biasanya menyebabkan ambliopia
parah di mata berubah jika dibiarkan tidak diobati.Dalam kebanyakan
kasus, satu-satunya pengobatan yang efektif untuk giliran mata konstan
adalah operasi strabismus. Esotropia (mata juling) perlu dirawat sejak dini
untuk mencegah ambliopia.Kasus kurang terlihat kecil-sudut strabismus
lebih mungkin menyebabkan gejala visual mengganggu, terutama jika
strabismus adalah intermiten atau bolak-balik. Selain sakit kepala dan
ketegangan mata, gejala mungkin termasuk ketidakmampuan untuk dibaca
dengan nyaman, kelelahan ketika membaca dan tidak stabil atau "gelisah"
visi. Jika kecil-sudut strabismus konstan dan unilateral, dapat menyebabkan
amblyopia signifikan pada mata yang berdeviasi.Kedua strabismus sudut-
besar dan kecil-sudut psikologis dapat merusak dan mempengaruhi harga
diri anak-anak dan orang dewasa dengan kondisi, karena mengganggu
kontak mata normal dengan orang lain, sering menyebabkan rasa malu,
kemarahan,dan kecanggungan.
5.Manifestasi Klinis
a. Gerak mata terbatas, pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal
ini menjadi nyata pada kelumpuhan total dan kurang nampak pada
parese. Ini dapat dilihat, bila penderita diminta supaya matanya
mengikuti suatu obyek yang digerakkan ke 6 arah kardinal, tanpa
menggerakkan kepalanya (excurtion test). Keterbatasan gerak kadang-
kadang hanya ringan saja, sehingga diagnosa berdasarkan pada adanya
diplopia saja.
b. Deviasi yakni Kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang
lumpuh bekerja, mata yang sehat akan menjurus kearah ini dengan baik,
sedangkan mata yang sakit tertinggal. Deviasi ini akan tampak lebih jelas,
bila kedua mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh bekerja.
Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh ini tidak
berpengaruh, deviasinya tak tampak.
c. Mata melihat lurus kedepan, esotropia mata kanan nyata. Mata melihat
kekiri tak tampak esotropia. Mata melihat kekanan esotropia nyata
sekali.
d. Parese m.rektus lateral mata kanan Mata kiri fiksasi (mata sehat) mata
kanan ditutup (mata sakit) deviasi mata kanan=deviasi mata primer Mata
kiri yang sehat ditutup, mata kanan yang sakit fiksasi, deviasi mata kiri =
deviasi sekunder, yang lebih besar dari pada deviasi primer.
9. ~ 9 ~
e. Diplopia : terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi
lebih nyata bila mata digerakkan kearah ini.
f. Ocular torticollis (head tilting).Penderita biasanya memutar kearah kerja
dari otot yang lumpuh. Kedudukan kepala yang miring, menolong
diagnosa strabismus paralitikus. Dengan memiringkan kepalanya,
diplopianya terasa berkurang.
g. Proyeksi yang salah. Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada
lokalisasi yang benar. Bila mata yang sehat ditutup, penderita disuruh
menunjukkan suatu obyek yang ada didepannya dengan tepat, maka
jarinya akan menunjukkan daerah disamping obyek tersebut yang sesuai
dengan daerah lapangan kekuatan otot yang lumpuh. Hal ini disebabkan,
rangsangan yang nyata lebih besar dibutuhkan oleh otot yang lumpuh,
untuk mengerjakan pekerjaan itu dan hal ini menyebabkan tanggapan
yang salah pada penderita.
h. Vertigo mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah.
Keadaan ini dapat diredakan dengan menutup mata yang sakit.
6.Pemeriksaan Diagnostik
Strabismus
▶ E-chart / Snellen ChartPemeriksaan dengan e-chart digunakan pada anak
mulai umur 3 - 3,5 tahun, sedangkan diatas umur 5 – 6 tahun dapat digunakan
Snellen chart.
▶ Untuk anak dibawah 3 th dapat digunakan cara
a. Objektif dengan optal moschope
b. Dengan observasi perhatian anak dengan sekelilingnya
c. Dengan oklusi / menutup cat mata
▶ Menentukan anomaly refraksi Dilakukan retroskopi setelah
antropinisasidengan atropin 0,5 % - 1 %
▶ Retinoskop Sampai usia 5 tahun anomali refraksi dapat ditentukan secara
objectif dengan retinoskopi setelah atropinisasi dengan atropin 0,5 % - 1 %,
diatas usia 5 tahun ditentukan secara subbjektif seperti pada orang dewasa.
▶ Cover Test : menentukan adanya heterotropia
▶ Cover Uncovertest : menentukan adanya heterophoria
▶ Hirsberg Test
▶ Pemeriksaan reflek cahaya dari senter pada permukaan kornea. Cara :
a. Penderita melihat lurus ke depan
b. Letakkan sebuah senter pada jarak 1/3 m = 33 cm di depan setinggi kedua
mata pederit
c. Perhatika reflek cahaya dari permukaan kornea penderita.
d. Prisma + cover tes
e. Mengubah arah optic garis pandang
▶ Uji Krimsky Mengukur sudut deviasi pada juling dengan meletakkan
ditengah cahaya refleks kornea dengan prisma.
▶ Pemeriksaan gerakan mata
▶ Pemeriksaan pergerakan monokuler Satu mata ditutup dan mata yang
lainnya mengikuti cahaya yang digerakkan kesegala arah
pandangan,sehingga adanya kelemahan rotasi dapat diketahui. Kelemahan
seperti ini biasanya karena para usis otot atau karena kelainan mekanik
anatomic
▶ Pemeriksaan pergerakan binokuler Pada tiap-tiap mata ,bayangan yang
ditangkap oleh fovea secara subjektif terlihat seperti terletak lurus didepan
.apabila ada 2 objek yang berlainan ditangkap oleh 2 fovea, kedua objek
akan terlihat seperti terletak lurus didepan .apabila ada 2 objek akan terlihat
10. ~ 10 ~
saling tindih,tetapi jika ada ketidak samaan menyebabkan fusi tidak
memberikan kesan tunggal.
7.Penatalaksanaan Medis
Strabismus
▶ Orthoptic
a. Oklusi yakni Mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan
mata yang ambliop.oklusi sebagian juga harus bisa dilakukan dengan
membrane plastik, pita, lensa, atau mata ditutup dengan berbagai
cara.
b. Pleotic
c. Obat-obatan
d. Latihan dengan synoptophone
▶ Memanipulasi akomodasi
a. Lensa plus / dengan miotik Menurunkan beban akomodasi dan
konvergensi yang menyertai
b. Lensa minus dan tetes siklopegik Merangsang akomodasi pada anak-anak
▶ Penutup Mata Jika anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan
merekomendasikan untuk melatih mata yang lemah dengan cara menutup
mata yang normal dengan plester mata khusus (eye patch). Penggunaan
plester mata harus dilakukan sedini mungkin dan mengikuti petunjuk dokter.
Sesudah berusia 8 tahun biasanya dianggap terlambat karena penglihatan
yang terbaik berkembang sebelum usia 8 tahunPrisma
▶ Suntikan toksin botulin
▶ Operatif
▶ Recession : memindahkan insersio otot
▶ Resertion : memotong otot ekstraokuler
B.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN Asuhan Keperawatan
2 Analisa Data
No. Data Analisis Data Masalah Keperawatan
1. Subyektif :
- Anak menangis dan
rewel
Obyektif :
- Pergerakan bola
mata tidak simetris
Cerebral Palsy
Kerusakan nervus okulomotorius
Strabismus
Gangguan persepsi sensori
visual
2. Subyektif :
- Anak menangis dan
rewel
Obyektif :
- Gangguan saraf
Cerebral palsy
Kerusakan pada saraf
muskuloskeletal
Kerusakan mobilitas fisik
11. ~ 11 ~
2.9.2 Intervensi
a.) Diagnosa keperawatan : Gangguan sensori persepsi visual berhubungan dengan
strabismus
Tujuan :
1. meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu
2. mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhdap perubahan
3. mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan
Kriteria Hasil :
1. peningkatan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu
2. klien memahami dengan gangguan sensori yang dialami dan dapat beradaptasi
3. bahaya disekitar klien terminimalisir
No Intervensi Rasional
1. Tentukan ketajaman penglihatan,
apakah satu atau kedua mata
terlibat
Kebutuhan individu dan pilihan intervensi
bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi
lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata
dapat berlanjut pada laju yang berbeda, tetapi
biasanya hanya satu mata diperbaiki per
prosedure.
2. Orientasikan pasien terhadap
lingkungan, staf, orang lain
diareanya
Memberikan peningkatan kenyamanan dan
kekeluargaan, menurunkan cemas dan disorientasi
pascaoperasi
3. Observasi tanda-tanda dan gejala
disorientasi, pertahankan pagar
tempat tidur sampai benar-benar
pulih.
Mengurangi resiko bingung/jatuh karena
gangguan persepsi
4. Letakkan barang yang
dibutuhkan/posisi bel pemanggil
dalam jangkauan pada sisi yang
tak dioperasi.
Memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah
dan memudahkan panggilan untuk pertolongan
bila diperlukan
motorik
- Gangguan
pergerakan ekstremitas
kanan Kelumpuhan ekstremitas kanan
Hemiplegi kanan
3. Subyektif :
- Anak tampak sulit
berkata-kata
Obyektif :
- Klien tidak
mampu merespon
pertanyaan pemeriksa
Cerebral Palsy
Kecacatan multifaset
Gangguan tumbuh kembang
Gangguan tumbuh kembang
12. ~ 12 ~
b. ) Diagnosa keperawatan: kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiplegi kanan
Tujuan :
1. meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang
mungkin
2. mempertahankan posisi fungsional
3. meningkatkan kekuatan/ fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh
Kriteria Hasil :
1. Mobilitas klien dapat meningkat atau bertahan
2. Klien merasa nyaman dengan posisi di tempat tidur
3. Kekuatan/fungsi bagian tubuh yang sakit dapat meningkat
No. Intervensi Rasional
1. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan
oleh cedera/ pengobatan dan perhatikan
persepsi pasien terhadap imobilisasi
Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan
diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik
aktual, memerlukan informasi/ intervensi
untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
2. Intruksikan pasien untuk/bantu dalam
rentang gerak pasien/ aktif pada
ekstrimitas yang sakit dan yang tak
sakit.
Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang
untuk meningkatkan tonus otot,
mempertahankan gerak sendi mencegah
kontraktur/atrofi dan resorpsi kalsium karena
tidak digunakan
3. Dorong penggunaan latihan isometrik
mulai dengan tungkai yang tak sakit
Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk
sendi atau menggerakkan tungkai dan
membantu mempertahankan kekuatan dan
masa otot. Catatan: latihan ini dikontraksikan
pada peredaran akut/edema
4. Ubah posisi secara periodik dan dorong
untuk latihan batuk /napas dalam.
Mencegah/menurunkan insiden komplikasi
kulit/ pernapasan ( dekubitus, atelektasis,
pneumonia)
C. Diagnosa keperawatan :Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan kecacatan multifaset
Tujuan: Klien tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Kriteria Hasil : Pertumbuhan dan perkembangan klien tidak mengalami keterlambatan
dan sesuai dengan tahapan usia
NO Intervensi Rasional
1
2.
3.
Memberikan diet nutrisi untuk pertumbuhan
( asuh )
Memberikan stimulasi atau rangsangan
untuk perkembangan kepada anak ( asah )
Memberikan kasih sayang (asih)
Mempertahankan berat badan agar tetap
stabil
Agar perkembangan klien tetap optimal
Memenuhi kebutuhan psikososial
BAB 3
13. ~ 13 ~
3. Pengkajian
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN “STRABISMUS” ( MATA JULING )
A. Pengkajian
Pengkajian Ketajaman Penglihatan
Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan kartu Snellen.
Pasien duduk dengan dengan jarak 6 meter dari kartu Snellen dengan satuv mata ditutup.
Pasien diminta membaca huruf yang tertulis pada kartu, mulai dari barisv paling atas
kebawah,dan tentukan baris terakhir yang masih dapat dibaca seluruhnya dengan benar.
Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas (terbesar) maka dilakuan uji hitung jari
dari jarak 6 meter.
Jika pasien tidak dapat menghitung jari dari jarak 6 meter, maka jarak dapat dikurangi
satu meter, sampai maksimal jarak penguji dengan pasien 1 meter.
Jika pasien tetap tidak bisa melihat,dilakukan uji lambaian tangan,dilakukan uji dengan
arah sinar.
Jika pengelihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar,maka dikatakan
pengelihatanya adalah 0 (nol) atau buta total.
Penilaian :
Tajam pengelihatan normal adalah 6/6. Berarti pasien dapat membaca seluruh huruf
dalam kartu Snellen dengan benar. Bila baris yang dapat dibaca selurunya bertanda 30
maka dikatakan tajam pengelihatan 6/30. Berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6
meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 30 meter. Bila
dalam uji hitung jari pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pad jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam pengelihatan 3/60. Jari terpisah
dapat dilihat orang normal pada jarak 60 meter.
Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila
mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam
pengelihatan adalah 1/300.
Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja,tidak dapat melihat lambaian tangan, maka
dikatakan sebagai satu per minus. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak
tidak terhingga.
Pengkajian Gerakan Mata
Uji Menutup, salah satu mata pasien di tutup dengan karton atau tanganv pemeriksa, dan
pasien di minta memfokuskan mata yang tidak tertutup pada satu benda diam sementara
mata yang di tutup karton/tangan tetap terbuka. Kemudian karton atau tangan tiba-tiba di
14. ~ 14 ~
singkirkan, dan akan nampak gerakan abnormal mata. Bila mata, saat di tutup bergeser ke
sisi temporal, akan kembali ke titik semula ketika penutup di buka. Sebaliknya, bila
bergeser ke sisi nasal, fenomena sebaliknya akan terjadi. Kecenderungan mata untuk
bergeser, ketika di tutup, ke sisi temporal, di namakan eksoforia; kecenderungan mata
untuk bergeser ke sisi nasal di sebut esoforia. Lirikan Terkoordinasi, benda di gerakkan ke
lateral ke kedua sisiv sepanjang sumbu horizontal dan kemudian sepanjang sumbu oblik.
Masing-masing membentuk sumbu 60 derajat dengan sumbu horizontal. Tiap posisi
cardinal lirikan menggambarkan fungsi salah satu dari keenam otot ekstraokuler yang
melekat pada tiap mata. Bila terjadi diplopia (pandangan ganda), selama transisi dari salah
satu posisi cardinal lirikan, pemeriksa dapat mengetahui adanya salah satu atau lebih otot
ekstraokuler yang gagal untuk berfungsi dengan benar. Keadaan ini bias juga terjadi bila
salah satu mata gagal bergerak bersama dengan yang lain.
Pengkajian Lapang Pandang,
pemeriksa dan pasien duduk dengan jarak 1 sampai 2 kaki, saling berhadapan. Pasien di
minta menutup salah satu mata dengan karton, tanpa menekan, sementara ia harus
memandang hidung pemeriksa. Sebaliknya pemeriksa juga menutup salah satu matanya
sebagai pembanding. Bila pasien menutup mata kirinya, misalnya, pemeriksa menutup
mata kanannya. Pasien di minta tetap melirik pada hidung pemeriksa dan menghitung
jumlah jari yang ada di medan superior dan inferior lirikan temporal dan nasal. Jari
pemeriksa di gerakkan dari posisi luar terjauh ke tengah dalam bidang vertical, horizontal
dan oblik. Medan nasal, temporal, superior dan inferior di kaji dengan memasukkan benda
dalam penglihatan dari berbagai titik perifer. Pada setiap manuver, pasien memberi
informasi kepada pemeriksa saat ketika benda mulai dapat terlihat sementara
mempertahankan arah lirikannya ke depan.
Pemeriksaan Fisik Mata
a. Kelopak Mata, harus terletak merata pada permukaan mata
b. Buku Mata, posisi dan distribusinya
c. Sistem lakrimal, struktur dan fungsi pembentukan dan drainase air mata.
d. Pemeriksaan Mata Anterior, sclera dan konjungtiva bulbaris diinspeksi secara
bersama.
e. Pemeriksaan Kornea, normalnya kornea tampak halus dengan pantulan cahaya
seperti cermin, terang, simetris dan tunggal.
B. Diagnosa
Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/gangguan
status organ indera
Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan (nyeri pada kepala,
kelelahan pada mata)
Kurang pengetahuan/informasi berhubungan dengan kondisi, prognosis dan pengobatan
C. Intervensi
1. DX I: Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/perubahan status organ indera
a. Kaji derajat dan durasi gangguan visual
Rasional: Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien
b. Orientasikan klien pada lingkungan yang baru
Rasional: Memberikan peningkatan kenyamanan, kekeluargaan serta kepercayaan klien-
perawat
c. Dorong klien mengekspresikan perasaan tentang gangguan penglihatan
15. ~ 15 ~
Rasional: meningkatkan kepercayaan klien-perawat dan penerimaan diri
d. Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani gangguan penglihatannya
Rasional: Menurunkan kemungkinan bahaya yang akan tejadi sehubungan dengan
gangguan penglihatan
2. DX II: Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan (nyeri
pada kepala, kelelahan pada mata)
a. Orientasikan klien pada lingkungan yang baru
Rasional: Membantu mengurangi ansietas dan meningkatkan keamanan
b. Beritahu klien tentang perjalanan penyakitnya
Rasional: Memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya dan mengurangi
ansietas
c. Beritahu klien tentang tindakan pengobatan yang akan dilakukan.
Rasional: Mengurangi ansietas klien
3. DX III: Kurang pengetahuan/informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
a. Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis dan pengobatan
Rasional: Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien.
b. Beritahu klien tentang perjalanan penyakitnya serta pengobatan yang akan dilakukan
Rasional: Memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya.
c. Anjurkan klien menghindari membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi
tidur, menonton TV dengan jarak terlalu dekat.
Rasional: Membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi tidur, menonton TV dengan
jarak terlalu dekat dapat mengakibatkan kelelahan pada mata.
D. Evaluasi
1. Menyatakan penerimaan diri sehubungan dengan perubahan sensori
2. Mampu memakai metode koping untuk menghilang ansietas
3. Menyatakan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
16. ~ 16 ~
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Strabismus atau juling berarti suatu kelainan posisi bola mata dan bisa
terjadi pada arah atau jarak penglihatan tertentu saja, misalnya kelainan posisi
untuk penglihatan jarak jauh saja atau ke arah atas saja, atau terjadi pada semua
arah dan jarak penglihatan.
Kata strabismus pada saat ini sering digunakan dalam pengertian suatu
cabang ilmu penyakit mata yang nempelajari kelainan penglihatan binokular yang
disebabkan oleh tidak adanya satu atau lebih persaratan tersebut tersebut di atas.
Nama lain yang lebih tepat untuk strabismus adalah “VISUAL SENSORIMOTOR
ANOMALIES”.
B. Saran
Dapat dimanfaatkan sebaik – baiknya dan dapat menjadi bahan bantu ajar
dalam mata kuliah KMB II
17. ~ 17 ~
DAFTAR PUSTAKA
INTERNET
Di Akses tanggal 4 Maret 2013
Tim Dokter Fakultas Unair.1984.Ilmu Penyakit Mata.Airlangga University:Surabaya
http://argitauchiha.blogspot.com/2011/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-Hordeolum
.html
http://usfinit-engky.blogspot.com/2011/12/askep-strabismus. html