SlideShare a Scribd company logo
1 of 36
Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan milik yang sangat berharga bagi seseorang, tanpa
kesehatan berarti segala aktivitas seseorang terhambat, oleh karena kondisi tubuh
terganggu. Menyadari hal ini maka setiap orang dituntut untuk dapat memiliki daya
tahan tubuh yang kuat sehingga tidak akan mudah diserang oleh berbagai macam
penyakit yang pada akhirnya dapat mengganggu aktivitas kita sehari-hari, dan dapat
mempengaruhi sosial seseorang dalam hidupnya.
Manusia di dunia ini dianugrahi oleh tuhan yang disebut dengan panca
indera,seperti contohnya; indra penciuman (hidung), indra pendengaran (telinga),
indra penglihatan (mata), dan salah satunya disini yang akan dibahas ialah
mengenai gangguan yang terjadi pada indera penglihatan (mata), salah satu
gangguan mata yang terjadi ialah Ablasio Retina.
Ablasio retina merupakan penyakit mata gawat darurat, penderita mengeluh ada
kabut dilapangan pandangnya secara mendadak seperti selubung hitam. Kalau
mengenai makula lutea maka visusnya mundur sekali, bila ditanya mungkin
ditemukan gejala ada bintik hitam sebelumnya dan penderita miopia tinggi.selain
diatas. Ablasia retina juga disebut sebagai suatu penyakit dimana lapisan sensorik
dari retina lepas. Lepasnya bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu
didahului oleh terbentuknya robekan atau lubang didalam retina. (P.N Oka, 1993).
lepasnya lapisan saraf retina dari epitelium. Penyakit ini harus dioperasi, penderita
tidak boleh terlalu banyak bergerak dan goyang supaya bagian retina yang sudah
lepas, tidak bertambah lepas lagi.
Maka dengan dijelaskannya tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa ablasio retina
merupakan suatu penyakit pada mata yang dapat menyebabkan si penderita sangat
tertekan dengan keadaannya tersebut sehingga kita sebagai seorang tenaga medis
harus mengetahui kiat-kiat bagaimana cara untuk penatalaksanaanm medis pada
gangguan ablasia retina ini.Maka dari itu diperlukan asuhan keperawatan dengan
pasien Ablasio retina.
Page 2
1.2 Rumusan Masalah:
1. Apa saja anatomi retina
2. Apa yang dimaksud dengan ablasio Retina ?
3. Bagaimana etiologi ablasio Retina?
4. Apa sajakah manifestasi ablasio Retina?
5. Bagaimana patofisiologi Retina?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang ablasio Retina?
7. Bagaimana penatalaksanaan ablasio Retina?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan ablasio Retina secara tiore?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan ablasioretina secara kasus?
1.3 Tujuan:
a. Umum
1. Agar mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan ablasio retina.
b. Khusus
1. Mengetahui Anatomi retina
2. Mengetahui pengertian dari ablasio retina
3. Mengetahui etiologi dari ablasio retina
4. Mengetahui manifestasi klinis dari ablasio retina
5. Mengetahui patofisiologi dari ablasio retina
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostic dari ablasio retina
7. Mengetahui penatalaksanaan dari ablasio retina
8. Mengetahui prognosis dari penyakit ablasio retina
9. Mengetahui dampak masalah yang muncul akibat dari ablasio retina
10. Mengetahui komplikasi dari ablasio retina
11. Mengetahui konsep asuhan keperawatan ablasio Retina secara tiore?
12. Mengetahui Asuhan Keperawatan ablasioretina secara kasus?
Page 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Histologi
2.1.1 Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsang cahaya. Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf
yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga
posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya
dengan korpus siliare, dan akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora
serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada system temporal
dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik
bertumpuk dengan membran Bruch, khoroid, dan sclera. Retina menpunyai tebal
0,1 mm pada ora serrata dan 0.23 mm pada kutub posterior. Ditengah-tengah retina
posterior terdapat makula. Di tengah makula terdapat fovea yang secara klinis
merupakan cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan
oftalmoskop.
Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas
lapisan:
1. Lapisan epitel pigmen
2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang
yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.
4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan
batang.
5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
Muller.
Page 4
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah
saraf optic.
10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan
badan kecil.
Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapiler yang berada tepat di luar
membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen
retina, serta cabang-cabang dari arteri retina sentralis yang memperdarahi dua per
tiga sebelah dalam.
Gambar 1. Lapisan-lapisan retina.
Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu
reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan
Page 5
kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu
impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus
dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman
penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya
adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara
fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini
menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor
dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang
lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama
digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fototopik) sedangkan
bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang,
digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).
2.1.2 Ciliary body
Badan siliar dimulai 1mm dari limbus yang kemudian meluas meuju
posterior sekitar 6 mm. 2 mm pertama pada badan siliar merupakan pars plicata
(yang berombak-ombak) dan 4 mm sisanya merupakan pars plana (yang datar).
Agar tidak membahayakan lensa atau retina, lokasi yang optimal untuk dilakukan
sayatan pada bedah pars plana adalah 4 mm dari limbus di mata phakic dan 3,5 mm
dari limbus pada mata pseudophakic.
2.1.3 Ora Serrata
Ora serrata membentuk tautan antara retina dan badan siliar dan dikarakterisasi
oleh:
1. Prosesus dentate
Merupakan perpanjangan dari retina kepada pars plana yang berbentuk
seperti gigi; prosesus dentate lebih terlihat di arah nasal daripada temporal
dan dapat mempunyai variasi pada konturnya.
2. Oral bay
Merupakan ujung bergigi dari epitel pars plana diantara prosesus dentata
Page 6
3. Lipatan meridional
Merupakan lipatan radial kecil dari penebalan jaringan retina yang segaris
dengan prosesus dentate, terutama terletak pada kuadran superonasal.
Lipatan tersebut dapat memperlihatkan lubang retina yang kecil pada
apeksnya. Kompleks meridional merupakan konfigurasi dimana prosesus
dentate terutama dengan lipatan meridional yang berbaris dengan prosesus
siliaris.
4. Oral bays yang tertutup
Merupakan pulau kecil pada pars plana yang dikelilingi oleh retina sebagai
pertemuan dua prosesus dentate.
5. Jaringan granular
Dikarakterisasi oleh kekeruhan putih multiple di dalam basis vitreus.
Jaringan vitreus dapat disalahkirakan pada opercula perifer kecil. Pada ora,
fusi retina sensoris dengan RPE dan koroid membatasi perluasan dari cairan
subretinal.
Gambar 2. Ora serrata
Page 7
2.1.4 Vitreous Base
Basis vitreous adalah zona selebar 3-4 mm mengitari ora serrata. Insisi
melalui bagian pertengahan dari Plana pars biasanya akan terletak anterior dari
basis vitreous. Vitreous kortikal sangat melekat di dasar vitreous, sehingga
mengikuti pada acute posterior vitreous detachment (PVD), sedangkan permukaan
hyaloid posterior tetap melekat pada batas posterior dari basis vitreous. Apabila
sudah teradapat lubang retina (robekan) dalam basis vitreous maka hal tersebut
tidak mengarah pada RD. Trauma tumpul berat dapat menyebabkan avulsi dari
basis vitreous dengan robeknya non-pigmented epithelium dari anterior pada bagian
pars plana dan bagian posterior di retina.
Gambar 3. Vitreous base
2. 2 Pemeriksaan
Retina dapat diperiksa dengan oftalmoskop direk atau indirek atau dengan slitlamp
(biomikroskop) dan lensa biomikroskopi kontak atau genggam.
Page 8
2.2.1 Oftalmoskop Direk
Oftalmoskop direk memperlihatkan gambaran monokular fundus dengan
perbesaran 15 kali. Karena mudah dibawa dan menghasilkan gambaran diskus dan
struktur vaskular retina yang detil, oftalmoskopi direk merupakan bagian dari
pemeriksaan standar medis umum dan pemeriksaan oftalmologik.
a. Pemeriksaan Refleks Merah(red refleks)
Jika cahaya pemeriksa tepat sejajar dengan sumbu visual, lubang pupil
normalnya dipenuhi oleh warna jingga kemerahan terang dan homogen.
Refleks merah ini dihasilkan dari pantulan sumber cahaya oleh fundus yang
melalui media mata yang jernih (kornea, aquous, lensa, dan vitreus).
Setiap kekeruhan disepanjang jaras optik pusat akan menghalangi seluruh atau
sebagian refleks merah ini dan tampak sebagai bintik atau bayangan gelap. Jika
terlihat kekruhan fokal, minta pasien melihat ke tempat lain sejenak dan
kemudian kembali melihat cahaya. Jika kekeruhan ini tetep bergerak atau
melayang, letaknya di dalam vitreus (misalnya perdarahan kecil), namun jika
menetap, agaknya terletak pada lensa (misalnya katarak) atau pada kornea
(misalnya parut).
b. Pemeriksaan Fundus
Pemeriksaan fundus lebih optimal dilakukan pada ruangan yang gelap karena
menyebabkn dilatasi pupil alami untuk mengevaluasi fundus sentral, diskus,
makula, dan struktur pembuluh darah retina.
Tahap pemeriksaan fundus :
a. Meminta pasien menatap objek yang jauh
b. Pemeriksa mula-mula membawa detil retina ke dalam fokus
c. Mencari diskus dengan mengikuti salah satu cabang utama
pembuluh ke tempat berbagai cabang tersebut berasal.
Page 9
d. Berkas sinar oftalmoskopi diarahkan sedikit ke nasal dari garis
pandang pasien.
e. Cermati bentuk, ukuran, warna diskus, ketajaman tepinya, dan
ukuran bagian sentralnya yang lebih pucat (cup). Hitung cup-disc
ratio.
f. Daerah makula terletak kira-kira dua kali “diameter diskus optikus”
di sebelah temporal tepi diskus.
g. Sebuah refleksi putih kecil atau “refleks”menjadi petanda fovea
sentralis. Daerah fovea ini dikelilingi oleh daerah berpigmen yang
lebih gelap dan berbatas kurang tegas, disebut makula.
h. Ikuti pembuluh darah retina sesuai masing-masing kuadran
(superior, inferior, temporal, nasal).
i. Vena lebih gelap dan besar dibandingkan arteri. Perhatikan warna,
kelokan, kaliber pembuluh darah, aneurisma, perdarahan atau
eksudat.
2.3 Ablasio Retina
2.3.1 Definisi
Ablasia Retina adalah kelainan mata dimana lapisan sensori retina terlepas
dari lapisan epitel pigmen retina. Antara kedua lapisan tersebut tidak terdapat taut
yang erat, sehingga terjadi akumulasi cairan subretinal di antara kedua lapisan
tersebut.
2.3.2 Klasifikasi
Terdapat empat klasifikasi pada ablasio retina, antara lain yaitu:
1. Rhegmatogenous
a. Etiologi
Faktor risiko lebih tinggi didapatkan pada kelompok orang-orang dengan
miopia berat, afakia, usia lanjut, dan trauma. Khususnya yang disebabkan
oleh trauma sering terjadi pada individu berusia 25-45 tahun. Miopia tinggi
(>5-6 dioptri) berhubungan dengan 67 % kasus ablasio retina dan cenderung
Page 10
terjadi lebih muda dari pasien non miopia. 15 % kemungkinan akan
berkembang pula pada mata yang lainnya. Risiko sekitar 25-30 % pada pasien
yang telah menjalani operasi katarak pada kedua mata.
b. Klasifikasi
Ablasio retina regmatogenosa dapat diklasifikasikan berdasarkan
patogenesis, morfologi dan lokasi.
Berdasarkan patogenesisnya, dibagi menjadi; (1) Tears, disebabkan oleh
traksi vitreoretina dinamik dan memiliki predileksi di superior dan lebih sering di
temporal daripada nasal.(2) Holes, disebabkan oleh atrofi kronik dari lapisan
sensori retina, dengan predileksi di daerah temporal dan lebih sering di superior
daripada inferior, dan lebih berbahaya dari tears.
Berdasarkan morfologi, dibagi menjadi; (1) U-tearsm, terdapat flap yang
menempel pada retina di bagian dasarnya, (2) incomplete U-tears, dapat berbentuk
L atau J, (3) operculated tears, seluruh flap robek dari retina, (4) dialyses: robekan
sirkumferensial sepanjang ora serata, (5) giant tears.
Gambar 4. Morfologi robekan pada ablasio retina regmatogenosa
Berdasarkan lokasi, dibagi menjadi; (1) oral, berlokasi pada vitreous
base, (2) post oral, berlokasi di antara batas posterior dari vitreous base dan
equator, (3) equatorial, (4) post equatorial: di belakang equator (5) macular,
di fovea.
c. Patogenesis
Ablasio jenis ini terjadi akibat adanya rhegma atau robekan pada lapisan
retina sensorik (full thickness) sehingga cairan vitreus masuk ke dalam ruang
Page 11
subretina. Pada tipe ini, gaya yang mencetuskan lepasnya perlekatan retina
melebihi gaya yang mempertahankan perlekatan retina. Tekanan yang
mempertahankan perlekatan retina, antara lain tekanan hidrostatik, tekanan
onkotik, dan transpor aktif. Hal yang mempertahankan perlekatan retina yaitu
(1) Tekanan intraokular memiliki tekanan hidrostatik yang lebih tinggi pada
vitreus dibandingkan koroid. (2) Koroid memiliki tekanan onkotik yang lebih
tinggi karena mengandung substansi yang lebih dissolved dibandingkan
vitreus. (3) Pompa pada sel epitel pigmen retina secara aktif mentranspor
larutan dari ruang subretina ke koroid. Robekan retina terjadi sebagai akibat
dari interaksi traksi dinamik vitreoretina dan adanya kelemahan di retina
perifer dengan faktor predisposisi nya yaitu degenerasi. synchysis, yaitu pada
traksi vitreoretina dinamik, terjadi likuefaksi dari badan vitreus yang akan
berkembang menjadi lubang pada korteks vitreus posterior yang tipis pada
fovea. Cairan synchytic masuk melalui lubang ke ruang retrohialoid.
Akibatnya terjadi pelepasan permukaan vitreus posterior dari lapisan sensori
retina. Badan vitreus akan menjadi kolaps ke inferior dan ruang retrohialoid
terisi oleh cairan synchitic. Proses ini dinamakan acute rhegmatogenous PVD
with collapse (acute PVD). Selain itu juga dapat terjadi sebagai akibat dari
komplikasi akut PVD (posterior vitreal detachment). Robekan yang
disebabkan oleh PVD biasanya berbentuk huruf U, berlokasi di superior
fundus dan sering berhubungan dengan perdarahan vitreus sebagai hasil dari
ruptur pembuluh darah retina perifer.
Gambar 5. Vitreous syneresis
Page 12
Kebanyakan robaekan terjadi di daerah perifer retina. Hal tersebut dapat
berhubungan dengan degenerasi retina perifer. Terdapat berbagai macam
degenerasi, antara lain:
1. Degenerasi lattice
Biasa ditemukan pada pasien dengan sindrom Marfan, sindrom Stickler,
sindrom Ehler-Danlos. Ditandai dengan bentuk retina yang sharply demarcated,
circumferentially orientated spindle shaped areas. Biasanya terdapat bilateral
dan lebih sering di daerah temporal dan superior.
2. Degenerasi snailtrack
Degenerasi ini berbentuk snowflakes atau white frost like appearance.
3. Degenerasi retinoschisis
Pada degenerasi ini terjadi pemisahan antara lapisan sensori retina menjadi 2
lapisan, yaitu lapisan koroidal dan lapisan vitreus. Kejadian ini banyak
berhubungan dengan hipermetrop.
4. “White-with-pressure”, “White-without-pressure”.
Gambar 6. Degenerasi vitreoretinal
Page 13
d. Gejala Klinis
Gejala utama yang ditimbulkan adalah fotopsia akibat stimulasi mekanik
pada retina. Fotopsia muncul dalam kurun waktu 24-48 jam setelah terjadinya
robekan retina. Fotopsia dapat diinduksi oleh gerakan bola mata. Pasien akan
merasa dapat melihat lebih jelas pada malam hari. Biasanya fotopsia terdapat
di bagian temporal perifer dari lapangan penglihatan. Pada ablasio bagian
supratemporal yang menyebabkan terangkatnya macula, maka akan terjadi
penurunan tajam penglihatan yang mendadak. Keluhan lain yang khas adalah,
floater, adanya bayangan gelap pada vitreous akibat retina yang robek, darah
dan sel epitel pigmen retina yang masuk ke badan vitreus. Kekeruhan vitreus
ini terbagi atas 3 tipe, yaitu; (1) Weiss ring, floater yang soliter terdiri dari
annulus yang terlepas dari vitreus. (2) Cobwebs, disebabkan oleh kondensasi
serat kolagen di korteks vitreus yang kolaps. (3) Pancaran seketika berupa
titik hitam atau merah yang biasanya mengindikasikan perdarahan vitreus
akibat robekan pembuluh darah retina. Black curtain, defek lapang
penglihatan dirasakan oleh pasien mulai dari perifer yang lama-lama hingga
ke sentral. Keluhan ini dapat saja tidak muncul di pagi hari karena cairan
subretina diabsorbsi secara spontan pada saat malam hari. Arah munculnya
defek membantu dalam menentukan lokasi dari robekan retina. Hilangnya
penglihatan sentral mungkin dikarenakan keterlibatan fovea.
Selanjutnya melalui pemeriksaan oftalmologis dapat ditemukan adanya
Marcus Gunn pupil, tekanan intraokular yang menurun, iritis ringan, adanya
gambaran tobacco dust atau Schaffer sign, robekan retina pada funduskopi.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna
pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina
berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang terlepas
bergoyang.
Page 14
Gambar 7. Tobacco dust
e. Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan dari ablasio retina adalah untuk melepaskan traksi
vitreoretina serta dapat menutup robekan retina yang ada. Penutupan robekan
dilakukan dengan melakukan adhesi korioretinal di sekitar robekan melalui
diatermi, krioterapi, atau fotokoagulasi laser. Pembedahan yang sering
dilakukan adalah scleral buckling, pneumatic retinopexy dan intraocular
silicone oil tamponade. Kebanyakan praktisi lebih sering melakukan prosedur
scleral buckling. Penempatan implan diletakkan dalam kantung sklera yang
sudah direseksi yang akan mengeratkan sclera dengan retina
f. Prognosis
Prognosis ditentukan oleh tatalkasana yang dini, mekanisme yang
mendasari terjadinya ablasio retina, dan adanya keterlibatan makula.
2. Ablasio retina traksional
a. Etiologi
Penyebab utama dari ablasio retina tipe traksi yaitu retinopati diabetes
proliferative, retinopathy of prematurity, proliferative sickle cell retinopathy.
b. Patogenesis
Terjadi pembentukan yang dapat berisi fibroblas, sel glia, atau sel epitel
pigmen retina. Awalnya terjadi penarikan retina sensorik menjauhi lapisan
epitel di sepanjang daerah vascular yang kemudian dapat menyebar ke bagian
Page 15
retina midperifer dan makula. Pada ablasio tipe ini permukaan retina akan
lebih konkaf dan sifatnya lebih terlokalisasi tidak mencapai ke ora serata.
Pada mata diabetes terjadi perlekatan yang kuat antara vitreus ke area
proliferasi fibrovaskular yang tidak sempurna. Selanjutnya terjadi kontraksi
progresif dari membran fibrovaskular di daerah perlekatan vitreoretina yang
apabila menyebabkan traksi pembuluh darah baru akan menimbulkan
perdarahan vitreus.
Traksi vitroretinal statis dibagi menjadi; (1) Traksi tangensial, disebabkan
oleh kontraksi membran fibrovaskular epiretina pada bagian retina dan
distorsi pembuluh darah retina. (2) Traksi anteroposterior, disebabkan oleh
kontraksi membran fibrovaskular yang memanjang dari retina bagian
posterior. (3) Traksi bridging disebabkan oleh kontraksi membran
fibrovaskular yang akan melepaskan retina posterior dengan bagian lainnya
atau arkade vaskular.
c. Gejala Klinis
Fotopsia dan floater sering kali tidak ditemukan. Sedangkan defek lapang
pandang biasanya timbul lambat. Melalui pemeriksaan oftalmologis akan
didapati bentukan yang konkaf dengan tanpa adanya robekan, dengan elevasi
retina tertinggi di daerah traksi vitreoretinal. Pompa oleh retina akan menurun
sehingga tidak terjadi turn over cairan.
d. Terapi
Pada vitrektomi pars plana dilakukan pengambilan agen penyebab traksi.
Selanjutnya dapat pula dilakukan tindakan retinotomi dengan penyuntikan
perfluorokarbon untuk meratakan permukaan retina.
3. Ablasio retina campuran antara regmatogenosa dengan traksional
Tipe campuran ini merupakan hasil traksi retina yang kemudian menyebabkan
robekan. Traksi fokal pada daerah proliferasi jaringan ikat atau fibrovaskular dapat
mengakibatkan robekan retina dan menyebabkan kombinasi ablatio retinae
regmatogenosa-traksional
Page 16
4. Ablasio retina eksudatif
a. Etiologi
Etiologi dari ablasio eksudatif yaitu dapat terjadi secara spontan, dengan
trauma, uveitis, tumor, skleritis, DM, koroiditis, idiopatik, CVD, Vogt-
Koyanagi-Harada syndrome, kongenital, ARMD, sifilis, reumatoid artritis,
atau kelainan vaskular. Ditandai dengan adalanya akumulasi cairan pada
ruang subretina dimana tidak terjadi robekan retina dan traksi. Asal cairan ini
dari pembuluh darah retina, atau koroid, atau keduanya. Hal ini dapat terjadi
pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma pada retina, epitel berpigmen,
dan koroid dimana cairan bocor keluar pembuluh darah dan terakumulasi di
bawah retina. Selama epitel berpigmen mampu memompa cairan yang bocor
ini ke sirkulasi koroid, tidak ada akumulasi dalam ruang subretina dan tidak
akan terjadi ablasio retina. Akan teteapi, jika proses berlanjut dan aktivitas
pompa epitel berpigmen normal terganggu, atau jika aktivitas epitel
berpigmen berkurang karena hilangnya epitel berpigmen atau penurunan
suplai metabolik (seperti iskemia), kemudian cairan mulai berakumulasi dan
terjadi ablasio retina. Tipe ablasio retina ini dapat juga disebabkan oleh
akumulasi darah pada ruang subretina (ablasio retina hemoragika. Penyakit
radang dapat menyebabkan ablasio retina serosa termasuk skleritis posterior,
oftalmia simatetik, penyakit Harada, pars planitis, penyakit pembuluh darah
vaskular. Penyakit vaskular adalah hipertensi maligna, toksemia gravidarum,
oklusi vena retina, penyakit Coat, penyakit angiomatosa retina, dan
pembentukan neovaskularisasi koroid. 3
b. Patogenesis
Terjadi akibat akumulasi cairan subretinal dengan tanpa danya robekan
retina ataupun traks pada retina. Pada penyakit vaskular, radang, atau
neoplasma retina, epitel pigmen, dan koroid, maka dapat terjadi kebocoran
pembuluh darah sehingga berkumpul di bawah retina. Hal ini terjadi terutama
bila pompa epitel terganggu akibat berbagai hal.
Page 17
Gambar 8. Ablatio Retinae Eksudatif2
c. Gejala Klinis
Fotopsia tidak ditemukan. Floater dapat ditemukan pada vitritis. Defek
lapang pandang terjadi cepat. Pada pemeriksaan oftalmologi, ablatio retinae
eksudatif memiliki bentukan yang konveks dengan permukaan yang halus dan
berombak. Retina yang terlepas bersifat mobile sehingga menimbulkan
fenomena shifting fluid. Leopard spots yaitu area subretinal yang mendatar
setelah terjadi ablatio retinae.
d. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan etiologi yang mendasarinya. Pada
kondisi yang disebabkan oleh inflamasi seperti pada penyakit Harada dan
skleritis posterior maka pemberian kortikosteroid sistemik diperlukan. Jika
disebabkan oleh keganasan, maka terapi radiasi dapat dilakukan. Pada
korioretinopati bulosa sentral serosa dapat dilakukan laser fotokoagulasi
argon. Pada infeksi diberikan antibiotik.8 Kelainan vaskular dapat diterapi
dengan laser, krioterapi, aviterktomi.
e. Komplikasi
Dapat terjadi glaukoma neovaskular dengan ptisis bulbi.
Page 18
2.3.3 Diagnosis banding Ablasio Retina
a. Retinoskisis degeneratif
Dengan gejala klinis yaitu fotopsia dan floater tidak ada, defek lapang pandang
jarang terjadi, gejala yang timbul dikarenakan adanya perdarahan vitreus atau
perkembangan ablasio retina yang progresif. Pada pemeriksaan oftalmologis
didapatkan gambaran elevasi yang konveks, licin, tipis dan immobile.
b. Ablasio koroid (choroidal detachment)
Gejala klinis yang muncul yaitu fotopsia dan floater tidak ada, defek lapang
pandang dapat ada pada mata dengan ablasi koroid yang luas. Pada pemeriksaan
oftalmologis didapatkan tekanan intraokular yang sangat rendah akibat adanya
ablasi badan silier, gambaran elevasi coklat berbentuk konveks, licin, bulosa dan
relatif immobile, serta tidak meluas ke polus posterior. Retina perifer dan ora serata
tampak jelas.
c. Sindrom efusi uvea
kelainan yang bersifat idiopatik dengan gambaran ablasi koroid yang
berhubungan dengan ablasi retina eksudatif, terkadang adanya residual mottling.
Page 19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
3.1 Pengkajian
Merupakan tahap awal dari landasan proses keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari tiga kegiatan yaitu, pengumpulan data, pengelompokan data, dan
perumusan diagnosis keperawatan (Lismidar, 1990).
a. Pengumpulan data
1) Identitas pasien
Meliputi nama, umur untuk mengetahui angka kejadian pada usia
keberapa, jenis kelamin untuk membandingkan angka kejadian antara laki-
laki dan perempuan, pekerjaan untuk mengetahui apakah penderita sering
menggunakan tenaga secara berlebihan atau tidak.
2) Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada
penglihatan seperti penglihatan kabur, melihat kilatan–kilatan kecil,
adanya tirai hitam yang menutupi area penglihatan, adanya penurunan
tajam penglihatan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang
berhubungan dengan timbulnya ablasio retina yaitu adanya miopi tinggi,
retinopati, trauma pada mata.
4) Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga lain yang mengalami penyakit seperti
yang dialami pasien dan miopi tinggi.
5) Riwayat psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain
dan lingkungan sekitar sebelum maupun sesudah sakit. Apakah pasien
mengalami kecemasan, rasa takut, kegelisahan karena penyakit yang
Page 20
dideritanya dan bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
6) Pola-pola fungsi kesehatan
Masalah yang sering muncul pada pasien dengan post ablasio
retina apabila tidak terdapat komplikasi, adalah sebagai berikut :
(a) Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana persepsi pasien tentang hidup sehat, dan apakah
dalam melaksanakan talaksana hidup sehat penderita membutuhkan
bantuan orang lain atau tidak.
(b) Pola tidur dan istirahat
Dikaji berapa lama tidur, kebiasaan disaat tidur dan gangguan
selama tidur sebelum pelaksanaan operasi dan setelah palaksanaan
operasi. Juga dikaji bagaimana pola tidur dan istirahat selama masuk
rumah sakit.
(c) Pola aktifitas dan latihan
Apa saja kegiatan sehari-hari pasien sebelum masuk rumah
sakit. Juga ditanyakan aktifitas pasien selama di rumah sakit, sebelum
dan setelah pelaksanaan operasi.
(d) Pola hubungan dan peran
Bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya.
Apakah peranan pasien dalam keluarga dan masyarakat. Juga
ditanyakan bagaimana hubungan pasien dengan pasien lain dirumah
sakit,sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
(e) Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana body image, harga diri, ideal diri, dan identitas diri
pasien. Apakah ada perasaan negatif terhadap dirinya. Juga bagaimana
pasien menyikapi kondisinya setelah palaksanaan operasi.
(f) Pola sensori dan kognitif
Page 21
Bagaimana daya penginderaan pasien. Bagaimana cara
berpikir dan jalan pikiran pasien.
(g) Pola penanggulangan stress
Bagaimana pasien memecahkan masalah yang dihadapi dan
stressor yang paling sering muncul pada pasien.
7) Pemeriksaan
a) Status kesehatan umum
Bagaimana keadaan penyakit dan tanda-tanda vitalnya.
b) Pemeriksaan mata
Pemeriksaan pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen, yaitu :
Pemeriksaan segmen anterior :
- Adanya pembengkakan pada palpebrae atau tidak, biasanya pada klien
post operasi ablasio retina, palpebraenya akan bengkak.
- Keadaan lensa, bila tidak ada konplikasi lain, maka keadaan lensanya
adalah jernih.
- Bagaimana keadaan pupilnya, pupil pada klien ablasio retina yang
telah masuk rumah sakit akan melebar sebagai akibat dari pemberian
atropin.
- Kamera Okuli Anteriornya biasanya dalam.
- Bagaimana keadaan konjungtivanya, biasanya pasien post operasi
akan mengalami hiperemi pada konjungtivanya.
Pemeriksaan segmen posterior
(1) Corpus vitreum ada kelainan atau tidak.
(2) Ada atau tidak pupil syaraf optiknya.
Pemeriksaan diagnostik
(1) Visus, untuk mengetahui tajam penglihatan, adakah penurunan atau
tidak dan untuk mengetahui sisa penglihatan yang masih ada.
Pengujian ini dengan menggunakan kartu snelen yang dibuat
Page 22
sedemikian rupa sehingga huruf tertentu yang dibaca dengan pusat
optik mata membentuk sudut 500 untuk jarak tertentu. Pada ablasio
retina didapatkan penurunan tajam penglihatan.
(2) Fundus kopi, untuk mengetahui bola mata seperti warna retina,
keadaan retina, reflek dan gambaran koroid.
3.2 Analisis data
Setelah pengumpulan data dilakukan, kemudian data tersebut
dikelompokkan dan dianalisis. Data tersebut dikelompokkan menjadi dua jenis.
Yang pertama adalah data subyektif, yaitu data yang diungkapkan oleh pasien
dan data obyektif, yaitu data yang didasarkan pada pengamatan penulis. Data
tersebut dikelompokkan berdasarkan peranannya dalam menunjang suatu
masalah, dimana masalah tersebut berfokus kepada pasien dan respon yang
tampak pada pasien.
3.3 Diagnosis keperawatan
Dari hasil analisis data diatas, dapat dirumuskan menjadi diagnosis
keperawatan sebagai berikut :
1) Gangguan Persepsi panca indera(Penglihatan) sehubungan ablasio retina.
2) Resiko infeksi sehubungan adanya luka operasi ablasio retina.
3) Ansietas sehubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.
4) Resiko cedera sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan.
Page 23
3.4 Rencana asuhan keperawatan
No Diagnosa Hasil Noc:
Tujuan/Kriteria Evaluasi
Hasil Nic:
1. Gangguan
Persepsi panca
indera(Penglihata
n)
Definisi:
perubahan dalam
jumlah maupun
pola rangsangan
yang diterima
yang disertai
dengan
penyusutan,
pelebihan,
penyimpangan,
atau gangguan
tanggapan
terhadap
rangsangan
tersebut.
Tujuan/ Kriteria
Evaluasi
Perilaku Kompensasi
Penglihatan,Indicator:
-Mengompensasikan
deficit sensori dengan
maksimalkan indra yang
tidak rusak
NIC : Peningkatan
Komunikasi : Defisit
melihat
Mandiri
- Pantau gejala dari
semakin buruknya
penglihatan
- Gunakan
pencahayaan yang
cukup untuk
aktivitas yang
sedang dilakukan
- Catat reaksi pasien
terhadap rusaknya
penglihatan (misal,
depresi, menarik
diri, dan menolak
kenyataan
- Menerima reaksi
pasien terhadap
rusaknya penglihatan
- Bantu pasien dalam
menetapkan tujuan
yang baru untuk
belajar bagaimana
“melihat” dengan
indera yang lain
Page 24
- Andalkan
penglihatan pasien
yang tersisa
sebagaimana
mestinya
- Berjalan satu dua
langkah di depan
pasien, dengan siku
pasien berada di
sikumu
Kolaborasi
- Rujuk pasien dengan
masalah penglihatan
ke agen yang sesuai
- Gunakan resep obat
mata dengan benar
Pendidikan
Kesehatan
- Beri informasi bagi
keluarga/pasien
pentinya
menciptakan
lingkungan rumah
yang aman bagi
pasien
2. Resiko infeksi
Definisi :
Peningkatan
resiko masuknya
organisme
patogen
Hasil Noc:
Immune Status
Tujuan/ Kriteria
Evaluasi:
- Klien bebas dari tanda
Mandiri
- Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal
- Monitor hitung
granulosit, WBC
Page 25
dan gejala infeksi
- Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
- Jumlah leukosit dalam
batas normal
- Menunjukkan perilaku
hidup sehat
- Monitor kerentanan
terhadap infeksi
- Batasi pengunjung
Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
- Partahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
- Pertahankan teknik
isolasi jika perlu
- Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
- Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
- Dorong masukan
cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai
resep
Kolaborasi
- Laporkan kecurigaan
infeksi
- Laporkan kultur
positif
Pendidikan Kesehatan
- Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
Page 26
gejala infeksi
- Ajarkan cara
menghindari infeksi
3. Ansietas
Definisi:
Ansietas
Definsi :
Perasaan tidak
nyaman atau
kekawatiran yang
Samar disertai
respon autonom
(sumber sering
kali tidak
spesifik atau
tidak diketahui
oleh individu);
perasaan takut
yang disebabkan
oleh antisipasi
terhadap bahaya.
Hasil Noc:
Anxiety self-control
Anxiety level
Coping
Kriteria Hasil :
- Klien mampu
mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala
cemas.
- Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan
menunjukkan tehnik
untuk mengontol
cemas.
- Vital sign dalam batas
normal.
- Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh
dan tingkat aktivfitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan.
Anxiety Reduction
(penurunan
kecemasan)
Mandiri
- Gunakan pendekatan
yang menenangkan
- Nyatakan dengan jelas
harapan terhadap
pelaku pasien
- Jelaskan semua
prosedur dan apa yang
dirasakan selama
prosedur
- Pahami prespektif
pasien terhadap situasi
stress
- Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi Lakukan
back / neck rub
- Dengarkan dengan
penuh perhatian
- Identifikasi tingkat
kecemasan
- Bantu pasien
mengenal situasi yang
menimbulkan
kecemasan
Page 27
- Temani pasien untuk
memberikan
keamanan dan
mengurangi takut
Pendidikan
Kesehatan
- Dorong keluarga untuk
menemani anak
Kolaborasi
- Berikan obat untuk
mengurangi
kecemasan
4 Resiko Cedera
Definisi :
Suatu kondisi
individu yang
berisiko untuk
mengalami
cedera sebagai
akibat dari
kondisi
lingkungan yang
berhubungan
dengan sumber-
sumber adaptif
dan pertahanan.
NOC :
Status fungsi
sensorik:derajat persepsi
individu yang sesuai
terhadap stimulus
kulit,suara,propriosepsi,ras
a,bau serta citra visual
Resiko Cidera akan
menurun
dibuktikan:perilaku
keamanan personal
,pengendalian resiko dan
lingkungan rumah yang
aman.
Pengendalian Risiko yang
diperlihatkan oleh :
NIC : Manajemen
Keamanan
Mandiri
· Ciptakan
lingkungan yang nyaman
bagi klien
· Identifikasi
kebutuhan keamanan
klien
- Pantau lingkungan yang
membahayakan mata
-Gunakan penerangan
yang cukup selama
beraktivitas
· Pindahkan benda-
benda berbahaya dari
sekitar klien
· Pindahkan benda-
benda berisiko dari
lingkungan klien
· Sediakan tempat
tidur yang nyaman dan
bersih
· Posisikan tempat
tidur agar mudah
Page 28
- Memantau factor
resiko perilaku
individual dan
lingkungan
- Mengembangkan
strategis pengendalian
resiko yang efektif
- Menerapkan strategis
pengendalian resiko
pilihan memodifikasi
gaya hidup untuk
mengurangi resiko
terjangkau
· Kurangi stimulus
lingkungan
Pendidikan Kesehatan
· Ajarkan klien
bagaimana berpindah
untuk meminimalisir
trauma
· Ajarkan keluarga
tentang faktor resiko
yang berkontribusi pada
jatuh dan bagaimana
mengurangi resiko jatuh
3.5 Evaluasi
No Diagnosa Evaluasi
1. Gangguan Persepsi panca
indera(Penglihatan)
Mengompensasikan deficit sensori
dengan maksimalkan indra yang tidak
rusak
2. Resiko infeksi Tidakterdapat tanda-tanda infeksi
3. Ansietas Ansietas tidak ada lagi
4. Resiko cedera Tidak terjadi Cedera
Page 29
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
Pada 5 hari SMRS, mata kanan pasien mendadak buram, tidak merah dan
tidak nyeri. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Pasien merasa pandangan
menjadi gelap seperti ada rambut atau asap berterbangan di matanya. Lama
kelamaan semakin gelap hingga yang kelihatan hanya pinggir sebelah kanan.
Pasien tidak melihat ada kilatan cahaya berulang. Tidak terdapat riwayat
penglihatan kabur sesaat yang hilang timbul sebelumnya. Pasien berobat ke dokter
mata lalu diperiksa dan dibilang ada masalah di retina kanan dan perlu
dioperasi. Pasien kemudian dirujuk ke RSCM.Pasien menggunakan kacamata
minus (-3 dioptri) di kedua mata sejak 10 tahun lalu. Pasien tidak mengeluh ada
gangguan pada mata sebelumnya.Riwayat Hipertensi (+) sejak 10 tahun yang lalu,
namun pasien tidak berobat teratur. Riwayat Diabetes Mellitus disangkal.hasil
pemeriksaan lensa pasien keruh, shadow test (+),papil bulat,batas tegas, CDR
0,3,aa/vv=2/3 serta ablasio retina (+) di superior temporal meluas ke inferior
temporal. Corrugated (+), Tear (+) dan TD : 140/80 mmHg, nadi : 84
x/menit, nafas : 16 x/ menit
4.1 PENGKAJIAN
Nama : Ny F
Umur : 35 Tahun
Alamat : Jln Bromo gang setia budi No 17
Status : Menika
Suku : Jawa
Page 30
4.2 Analisa data
No DATA ETIOLOGI MASALAH
1. Data Subjektif :
Pengelihatan klien buram,Pasien
merasa pandangan menjadi gelap
seperti ada rambut atau asap
berterbangan di matanya. Lama
kelamaan semakin gelap hingga yang
kelihatan hanya pinggir sebelah
kanan. Pasien tidak melihat ada
kilatan cahaya berulang.
Data Objektif :
Papil bulat, batas tegas, CDR 0,3,
aa/vv = 2/3
Ablasio retina (+) di superior
temporal meluas ke inferior temporal.
Corrugated (+), Tear (+),
Inflamasi
intraokuler/tumor,peningkatan
cairan,perubahan degenaratif
dalam viterus
Viterus menjadi makin cair
Viterus kolap dan bengka ke
depan
Tarikan Retina
Terjadi ablasio retina
Sel-sel retina dan darah retina
terlepas
Retina terlepas dari epitel
berpigmen
Penurunan tajam pandang
sentral
MK
:Gangguan Persepsi Panca
indera ( Penglihatan )
Gangguan Persepsi Pa
nca indera (
Penglihatan )
2. Resiko cedera
Data Subjektif : Pada 5 hari SMRS,
mata kanan pasien mendadak buram
Pasien merasa pandangan menjadi
gelap seperti ada rambut atau asap
Inflamasi
intraokuler/tumor,peningkatan
cairan,perubahan degenaratif
dalam viterus
Viterus menjadi makin cair
Resiko cedera
Page 31
berterbangan di matanya. Lama
kelamaan semakin gelap hingga yang
kelihatan hanya pinggir sebelah
kanan,Riwayat Hipertensi (+) sejak 10
tahun yang lalu
Data Objektif :
TD : 140/80 mmHg,nadi : 84
x/menit,nafas : 16 x/ menit
Lensa : Keruh, shadow test (+)
Viterus kolap dan bengka ke
depan
Tarikan Retina
MK:Resiko Cidera
4.3 Diagnosa keperawatan
1. Gangguan Persepsi Panca indera ( Penglihatan ) b/d Ablasio ratina d/d
penglihatan buram
2. Resiko cedera b/d penurunan tajam penglihatan d/d adanya tarikan
retina
4.4 Rencana asuhan keperawatan
N
o
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
(NOC)
Intervensi
1. Gangguan Persepsi Panca
indera ( Penglihatan )
Defenisi:
perubahan dalam jumlah
maupun pola rangsangan
yang diterima yang disertai
dengan penyusutan,
Tujuan/ Kriteria Evaluasi
Perilaku Kompensasi
Penglihatan,Indicator:
- Mengompensasikan
deficit sensori dengan
maksimalkan indra yang
NIC : Peningkatan Komunikasi :
Defisit melihat
Mandiri
- Pantau gejala dari semakin
buruknya penglihatan
- Gunakan pencahayaan yang
cukup untuk aktivitas yang
Page 32
pelebihan, penyimpangan,
atau gangguan tanggapan
terhadap rangsangan
tersebut.
tidak rusak sedang dilakukan
- Catat reaksi pasien terhadap
rusaknya penglihatan (misal,
depresi, menarik diri, dan
menolak kenyataan
- Menerima reaksi pasien
terhadap rusaknya penglihatan
- Bantu pasien dalam
menetapkan tujuan yang baru
untuk belajar bagaimana
“melihat” dengan indera yang
lain
- Andalkan penglihatan pasien
yang tersisa sebagaimana
mestinya
- Berjalan satu dua langkah di
depan pasien, dengan siku
pasien berada di sikumu
Kolaborasi
- Rujuk pasien dengan masalah
penglihatan ke agen yang
sesuai
- Gunakan resep obat mata
dengan benar
Pendidikan Kesehatan
- Beri informasi bagi
keluarga/pasien pentinya
menciptakan lingkungan
rumah yang aman bagi pasien
2. Resiko cedera sehubungan NOC : NIC : Manajemen Keamanan
Page 33
dengan penurunan tajam
penglihatan.
Definisi : Suatu kondisi
individu yang berisiko untuk
mengalami cedera sebagai
akibat dari kondisi
lingkungan yang
berhubungan dengan
sumber-sumber adaptif dan
pertahanan.
Status fungsi sensorik:derajat
persepsi individu yang sesuai
terhadap stimulus
kulit,suara,propriosepsi,rasa,
bau serta citra visual
Resiko Cidera akan menurun
dibuktikan:perilaku
keamanan personal
,pengendalian resiko dan
lingkungan rumah yang
aman.
Pengendalian Risiko yang
diperlihatkan oleh :
- Memantau factor resiko
perilaku individual dan
lingkungan
- Mengembangkan
strategis pengendalian
resiko yang efektif
- Menerapkan strategis
pengendalian resiko
pilihan memodifikasi
gaya hidup untuk
mengurangi resiko
Mandiri
· Ciptakan lingkungan yang
nyaman bagi klien
· Identifikasi kebutuhan
keamanan klien
- Pantau lingkungan yang
membahayakan mata
-Gunakan penerangan yang cukup
selama beraktivitas
· Pindahkan benda-benda
berbahaya dari sekitar klien
· Pindahkan benda-benda
berisiko dari lingkungan klien
· Sediakan tempat tidur yang
nyaman dan bersih
· Posisikan tempat tidur agar
mudah terjangkau
· Kurangi stimulus
lingkungan
Pendidikan Kesehatan
· Ajarkan klien bagaimana
berpindah untuk meminimalisir
trauma
· Ajarkan keluarga tentang
faktor resiko yang berkontribusi
pada jatuh dan bagaimana
mengurangi resiko jatuh
Page 34
4.5 Evaluasi
No Diagnosa Evaluasi
1. Gangguan Persepsi panca
indera(Penglihatan)
Mengompensasikan deficit sensori
dengan maksimalkan indra yang tidak
rusak
2. Resiko infeksi Tidakterdapat tanda-tanda infeksi
3. Ansietas Ansietas tidak ada lagi
4. Resiko cedera Tidak terjadi Cedera
Page 35
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Ablasio Retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris
retina dan lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991) Ablatio
Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang
disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan,
sehingga antara koroid dan retina kekurangan cairan (Barbara L. Christensen
1991).
Kejadian ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia
berapapun, walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih
tua.
Gejala pertama penderita ini melihat kilatan - kilatan bintik hitam mengapung
dan cahaya. Pada beberapa penderita lepasnya retina mungkin terjadi tanpa
didahului oleh terlihatnya bintik bintik hitam (floaters) ataupun kilatan cahaya
yang nyata.
5.2 Saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga
penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca
sehingga makalah ini bisa mendekati kata sempurna. Opini dari para pembaca
sangat berarti bagi kami guna evaluasi untuk menyempurnakan makalah ini
Page 36
DAFTAR PUSTAKA
Hardy RA,. Retina dan Tumor Intraokuler. In : Vaughan D.G, Asbury T.,
Riordan E.P, editor. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta : Widya Medika.
2000.p. 38-43, 185-99.
Kanski JJ, Bowling B, editors. Clinical Ophthalmology: a systemic
approach. 7th ed. Elsevier, 2011
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2004. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Sidarta I,. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata Edisi
kedua. Jakarta: BP-FKUI. 2002. p.10-5.
Larkin GL. Retinal Detachment. [series online] 2006 April 11 [cited on
2017 september 14]. Available from URL:
http://www.emedicine.com/emerg/topic504.htm.
Gariano RF, Kim CH. Evaluation and Management of Suspected Retinal
Detachment. American Academy of Family Physicians. [series online] 2004
April 1 [cited on 2017 september 14]; vol. 69, no. 7. Available from URL:
http://www.aafp.org/afp/20040401/1691.html.
Wu L. Retinal Detachment Exudative. [series online] 2010 Agustus 2 [cited
on 2017 september 14]. Available from URL:
http://www.emedicine.com/oph/topic407.htm.

More Related Content

What's hot

Anatomi & fisiologi sistem imunologi
Anatomi & fisiologi sistem imunologiAnatomi & fisiologi sistem imunologi
Anatomi & fisiologi sistem imunologiYabniel Lit Jingga
 
Power point anatomi dan fisiologi sistem pengindraan manusia
Power point anatomi dan fisiologi sistem pengindraan manusiaPower point anatomi dan fisiologi sistem pengindraan manusia
Power point anatomi dan fisiologi sistem pengindraan manusiasiakadurban
 
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolitKeseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolitViodeta Viodeta
 
Sistem Penginderaan
Sistem PenginderaanSistem Penginderaan
Sistem Penginderaanpjj_kemenkes
 
Anatomi Sistem Sensorik
Anatomi Sistem SensorikAnatomi Sistem Sensorik
Anatomi Sistem SensorikYesi Tika
 
Konsep dasar proses keperawatan
Konsep dasar proses keperawatanKonsep dasar proses keperawatan
Konsep dasar proses keperawatanAde Rahman
 
Askep pasien colic abdomen br
Askep pasien colic abdomen brAskep pasien colic abdomen br
Askep pasien colic abdomen brTeye Onti
 
Cedera dan kematian sel
Cedera dan kematian selCedera dan kematian sel
Cedera dan kematian selJumatil Fajar
 
Patofisiologi sistem pernapasan
Patofisiologi sistem pernapasanPatofisiologi sistem pernapasan
Patofisiologi sistem pernapasanNona Zesifa
 
Asuhan keperawatan stroke
Asuhan keperawatan strokeAsuhan keperawatan stroke
Asuhan keperawatan strokeKANDA IZUL
 
Konsep Stress dan Adaptasi
Konsep Stress dan AdaptasiKonsep Stress dan Adaptasi
Konsep Stress dan AdaptasiWidiastutiwiwi
 
Anatomi fisiologi dalam sistem hematologi
Anatomi fisiologi dalam sistem hematologiAnatomi fisiologi dalam sistem hematologi
Anatomi fisiologi dalam sistem hematologiWarnet Raha
 
Asuhan keperawatan
Asuhan keperawatanAsuhan keperawatan
Asuhan keperawatanari saputra
 
68473878 sejarah-keperawatan-komunitas-konsep-model-keperawatan-komunitas
68473878 sejarah-keperawatan-komunitas-konsep-model-keperawatan-komunitas68473878 sejarah-keperawatan-komunitas-konsep-model-keperawatan-komunitas
68473878 sejarah-keperawatan-komunitas-konsep-model-keperawatan-komunitasRini Ambarwati Rachmadi
 
Askep anak
Askep anakAskep anak
Askep anakofensa
 

What's hot (20)

Anatomi & fisiologi sistem imunologi
Anatomi & fisiologi sistem imunologiAnatomi & fisiologi sistem imunologi
Anatomi & fisiologi sistem imunologi
 
Power point anatomi dan fisiologi sistem pengindraan manusia
Power point anatomi dan fisiologi sistem pengindraan manusiaPower point anatomi dan fisiologi sistem pengindraan manusia
Power point anatomi dan fisiologi sistem pengindraan manusia
 
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolitKeseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolit
 
Sistem Penginderaan
Sistem PenginderaanSistem Penginderaan
Sistem Penginderaan
 
Anatomi Sistem Sensorik
Anatomi Sistem SensorikAnatomi Sistem Sensorik
Anatomi Sistem Sensorik
 
Konsep dasar proses keperawatan
Konsep dasar proses keperawatanKonsep dasar proses keperawatan
Konsep dasar proses keperawatan
 
Askep pasien colic abdomen br
Askep pasien colic abdomen brAskep pasien colic abdomen br
Askep pasien colic abdomen br
 
Askep hipertensi
Askep hipertensiAskep hipertensi
Askep hipertensi
 
Cedera dan kematian sel
Cedera dan kematian selCedera dan kematian sel
Cedera dan kematian sel
 
Patofisiologi sistem pernapasan
Patofisiologi sistem pernapasanPatofisiologi sistem pernapasan
Patofisiologi sistem pernapasan
 
Asuhan keperawatan stroke
Asuhan keperawatan strokeAsuhan keperawatan stroke
Asuhan keperawatan stroke
 
Infeksi Nosokomial
Infeksi NosokomialInfeksi Nosokomial
Infeksi Nosokomial
 
2. mekanisme adaptasi sel
2. mekanisme adaptasi sel2. mekanisme adaptasi sel
2. mekanisme adaptasi sel
 
Konsep Stress dan Adaptasi
Konsep Stress dan AdaptasiKonsep Stress dan Adaptasi
Konsep Stress dan Adaptasi
 
12 nervus cranial
12 nervus cranial 12 nervus cranial
12 nervus cranial
 
Anatomi fisiologi dalam sistem hematologi
Anatomi fisiologi dalam sistem hematologiAnatomi fisiologi dalam sistem hematologi
Anatomi fisiologi dalam sistem hematologi
 
Asuhan keperawatan
Asuhan keperawatanAsuhan keperawatan
Asuhan keperawatan
 
68473878 sejarah-keperawatan-komunitas-konsep-model-keperawatan-komunitas
68473878 sejarah-keperawatan-komunitas-konsep-model-keperawatan-komunitas68473878 sejarah-keperawatan-komunitas-konsep-model-keperawatan-komunitas
68473878 sejarah-keperawatan-komunitas-konsep-model-keperawatan-komunitas
 
Askep anak
Askep anakAskep anak
Askep anak
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 

Similar to MENGETAHUI_ABLASIO_RETINA (20)

ablasio retina
ablasio retinaablasio retina
ablasio retina
 
Anatomi fisiologi retina AKPER MUNA
Anatomi fisiologi retina AKPER MUNA Anatomi fisiologi retina AKPER MUNA
Anatomi fisiologi retina AKPER MUNA
 
Tugas 2 tuti
Tugas 2 tutiTugas 2 tuti
Tugas 2 tuti
 
Anatomi fisiologi retina
Anatomi fisiologi retinaAnatomi fisiologi retina
Anatomi fisiologi retina
 
Makalah alat indra
Makalah alat indraMakalah alat indra
Makalah alat indra
 
Tugas epidemologi ablasio retina
Tugas epidemologi   ablasio retinaTugas epidemologi   ablasio retina
Tugas epidemologi ablasio retina
 
Preskas ablasio
Preskas ablasio Preskas ablasio
Preskas ablasio
 
Makalah alat indra
Makalah alat indraMakalah alat indra
Makalah alat indra
 
Tumor Orbita
Tumor OrbitaTumor Orbita
Tumor Orbita
 
Pengenalan sistem tubuh dan penyakitnya
Pengenalan sistem tubuh dan penyakitnyaPengenalan sistem tubuh dan penyakitnya
Pengenalan sistem tubuh dan penyakitnya
 
Makalah alat indra
Makalah alat indraMakalah alat indra
Makalah alat indra
 
Makalah alat indra
Makalah alat indraMakalah alat indra
Makalah alat indra
 
TIPUS 1 draft.docx
TIPUS 1 draft.docxTIPUS 1 draft.docx
TIPUS 1 draft.docx
 
Makalah anatomi dan fisiologi indra penglihatan
Makalah anatomi dan fisiologi indra  penglihatanMakalah anatomi dan fisiologi indra  penglihatan
Makalah anatomi dan fisiologi indra penglihatan
 
Hipertensi okuli
Hipertensi okuliHipertensi okuli
Hipertensi okuli
 
Alat indra
Alat indraAlat indra
Alat indra
 
Tinjauan pustaka macular hole 1
Tinjauan pustaka macular hole 1Tinjauan pustaka macular hole 1
Tinjauan pustaka macular hole 1
 
Penyakit mata anak
Penyakit mata anakPenyakit mata anak
Penyakit mata anak
 
Makalah retina blastoma
Makalah retina blastomaMakalah retina blastoma
Makalah retina blastoma
 
Makalah pengobatan mata
Makalah pengobatan mataMakalah pengobatan mata
Makalah pengobatan mata
 

Recently uploaded

KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 

Recently uploaded (20)

KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 

MENGETAHUI_ABLASIO_RETINA

  • 1. Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan milik yang sangat berharga bagi seseorang, tanpa kesehatan berarti segala aktivitas seseorang terhambat, oleh karena kondisi tubuh terganggu. Menyadari hal ini maka setiap orang dituntut untuk dapat memiliki daya tahan tubuh yang kuat sehingga tidak akan mudah diserang oleh berbagai macam penyakit yang pada akhirnya dapat mengganggu aktivitas kita sehari-hari, dan dapat mempengaruhi sosial seseorang dalam hidupnya. Manusia di dunia ini dianugrahi oleh tuhan yang disebut dengan panca indera,seperti contohnya; indra penciuman (hidung), indra pendengaran (telinga), indra penglihatan (mata), dan salah satunya disini yang akan dibahas ialah mengenai gangguan yang terjadi pada indera penglihatan (mata), salah satu gangguan mata yang terjadi ialah Ablasio Retina. Ablasio retina merupakan penyakit mata gawat darurat, penderita mengeluh ada kabut dilapangan pandangnya secara mendadak seperti selubung hitam. Kalau mengenai makula lutea maka visusnya mundur sekali, bila ditanya mungkin ditemukan gejala ada bintik hitam sebelumnya dan penderita miopia tinggi.selain diatas. Ablasia retina juga disebut sebagai suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas. Lepasnya bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya robekan atau lubang didalam retina. (P.N Oka, 1993). lepasnya lapisan saraf retina dari epitelium. Penyakit ini harus dioperasi, penderita tidak boleh terlalu banyak bergerak dan goyang supaya bagian retina yang sudah lepas, tidak bertambah lepas lagi. Maka dengan dijelaskannya tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa ablasio retina merupakan suatu penyakit pada mata yang dapat menyebabkan si penderita sangat tertekan dengan keadaannya tersebut sehingga kita sebagai seorang tenaga medis harus mengetahui kiat-kiat bagaimana cara untuk penatalaksanaanm medis pada gangguan ablasia retina ini.Maka dari itu diperlukan asuhan keperawatan dengan pasien Ablasio retina.
  • 2. Page 2 1.2 Rumusan Masalah: 1. Apa saja anatomi retina 2. Apa yang dimaksud dengan ablasio Retina ? 3. Bagaimana etiologi ablasio Retina? 4. Apa sajakah manifestasi ablasio Retina? 5. Bagaimana patofisiologi Retina? 6. Bagaimana pemeriksaan penunjang ablasio Retina? 7. Bagaimana penatalaksanaan ablasio Retina? 8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan ablasio Retina secara tiore? 9. Bagaimana Asuhan Keperawatan ablasioretina secara kasus? 1.3 Tujuan: a. Umum 1. Agar mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan ablasio retina. b. Khusus 1. Mengetahui Anatomi retina 2. Mengetahui pengertian dari ablasio retina 3. Mengetahui etiologi dari ablasio retina 4. Mengetahui manifestasi klinis dari ablasio retina 5. Mengetahui patofisiologi dari ablasio retina 6. Mengetahui pemeriksaan diagnostic dari ablasio retina 7. Mengetahui penatalaksanaan dari ablasio retina 8. Mengetahui prognosis dari penyakit ablasio retina 9. Mengetahui dampak masalah yang muncul akibat dari ablasio retina 10. Mengetahui komplikasi dari ablasio retina 11. Mengetahui konsep asuhan keperawatan ablasio Retina secara tiore? 12. Mengetahui Asuhan Keperawatan ablasioretina secara kasus?
  • 3. Page 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Histologi 2.1.1 Retina Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsang cahaya. Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada system temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan membran Bruch, khoroid, dan sclera. Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0.23 mm pada kutub posterior. Ditengah-tengah retina posterior terdapat makula. Di tengah makula terdapat fovea yang secara klinis merupakan cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas lapisan: 1. Lapisan epitel pigmen 2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut. 3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi. 4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang. 5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal. 6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
  • 4. Page 4 7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion. 8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua, 9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf optic. 10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kecil. Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapiler yang berada tepat di luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang dari arteri retina sentralis yang memperdarahi dua per tiga sebelah dalam. Gambar 1. Lapisan-lapisan retina. Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan
  • 5. Page 5 kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fototopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik). 2.1.2 Ciliary body Badan siliar dimulai 1mm dari limbus yang kemudian meluas meuju posterior sekitar 6 mm. 2 mm pertama pada badan siliar merupakan pars plicata (yang berombak-ombak) dan 4 mm sisanya merupakan pars plana (yang datar). Agar tidak membahayakan lensa atau retina, lokasi yang optimal untuk dilakukan sayatan pada bedah pars plana adalah 4 mm dari limbus di mata phakic dan 3,5 mm dari limbus pada mata pseudophakic. 2.1.3 Ora Serrata Ora serrata membentuk tautan antara retina dan badan siliar dan dikarakterisasi oleh: 1. Prosesus dentate Merupakan perpanjangan dari retina kepada pars plana yang berbentuk seperti gigi; prosesus dentate lebih terlihat di arah nasal daripada temporal dan dapat mempunyai variasi pada konturnya. 2. Oral bay Merupakan ujung bergigi dari epitel pars plana diantara prosesus dentata
  • 6. Page 6 3. Lipatan meridional Merupakan lipatan radial kecil dari penebalan jaringan retina yang segaris dengan prosesus dentate, terutama terletak pada kuadran superonasal. Lipatan tersebut dapat memperlihatkan lubang retina yang kecil pada apeksnya. Kompleks meridional merupakan konfigurasi dimana prosesus dentate terutama dengan lipatan meridional yang berbaris dengan prosesus siliaris. 4. Oral bays yang tertutup Merupakan pulau kecil pada pars plana yang dikelilingi oleh retina sebagai pertemuan dua prosesus dentate. 5. Jaringan granular Dikarakterisasi oleh kekeruhan putih multiple di dalam basis vitreus. Jaringan vitreus dapat disalahkirakan pada opercula perifer kecil. Pada ora, fusi retina sensoris dengan RPE dan koroid membatasi perluasan dari cairan subretinal. Gambar 2. Ora serrata
  • 7. Page 7 2.1.4 Vitreous Base Basis vitreous adalah zona selebar 3-4 mm mengitari ora serrata. Insisi melalui bagian pertengahan dari Plana pars biasanya akan terletak anterior dari basis vitreous. Vitreous kortikal sangat melekat di dasar vitreous, sehingga mengikuti pada acute posterior vitreous detachment (PVD), sedangkan permukaan hyaloid posterior tetap melekat pada batas posterior dari basis vitreous. Apabila sudah teradapat lubang retina (robekan) dalam basis vitreous maka hal tersebut tidak mengarah pada RD. Trauma tumpul berat dapat menyebabkan avulsi dari basis vitreous dengan robeknya non-pigmented epithelium dari anterior pada bagian pars plana dan bagian posterior di retina. Gambar 3. Vitreous base 2. 2 Pemeriksaan Retina dapat diperiksa dengan oftalmoskop direk atau indirek atau dengan slitlamp (biomikroskop) dan lensa biomikroskopi kontak atau genggam.
  • 8. Page 8 2.2.1 Oftalmoskop Direk Oftalmoskop direk memperlihatkan gambaran monokular fundus dengan perbesaran 15 kali. Karena mudah dibawa dan menghasilkan gambaran diskus dan struktur vaskular retina yang detil, oftalmoskopi direk merupakan bagian dari pemeriksaan standar medis umum dan pemeriksaan oftalmologik. a. Pemeriksaan Refleks Merah(red refleks) Jika cahaya pemeriksa tepat sejajar dengan sumbu visual, lubang pupil normalnya dipenuhi oleh warna jingga kemerahan terang dan homogen. Refleks merah ini dihasilkan dari pantulan sumber cahaya oleh fundus yang melalui media mata yang jernih (kornea, aquous, lensa, dan vitreus). Setiap kekeruhan disepanjang jaras optik pusat akan menghalangi seluruh atau sebagian refleks merah ini dan tampak sebagai bintik atau bayangan gelap. Jika terlihat kekruhan fokal, minta pasien melihat ke tempat lain sejenak dan kemudian kembali melihat cahaya. Jika kekeruhan ini tetep bergerak atau melayang, letaknya di dalam vitreus (misalnya perdarahan kecil), namun jika menetap, agaknya terletak pada lensa (misalnya katarak) atau pada kornea (misalnya parut). b. Pemeriksaan Fundus Pemeriksaan fundus lebih optimal dilakukan pada ruangan yang gelap karena menyebabkn dilatasi pupil alami untuk mengevaluasi fundus sentral, diskus, makula, dan struktur pembuluh darah retina. Tahap pemeriksaan fundus : a. Meminta pasien menatap objek yang jauh b. Pemeriksa mula-mula membawa detil retina ke dalam fokus c. Mencari diskus dengan mengikuti salah satu cabang utama pembuluh ke tempat berbagai cabang tersebut berasal.
  • 9. Page 9 d. Berkas sinar oftalmoskopi diarahkan sedikit ke nasal dari garis pandang pasien. e. Cermati bentuk, ukuran, warna diskus, ketajaman tepinya, dan ukuran bagian sentralnya yang lebih pucat (cup). Hitung cup-disc ratio. f. Daerah makula terletak kira-kira dua kali “diameter diskus optikus” di sebelah temporal tepi diskus. g. Sebuah refleksi putih kecil atau “refleks”menjadi petanda fovea sentralis. Daerah fovea ini dikelilingi oleh daerah berpigmen yang lebih gelap dan berbatas kurang tegas, disebut makula. h. Ikuti pembuluh darah retina sesuai masing-masing kuadran (superior, inferior, temporal, nasal). i. Vena lebih gelap dan besar dibandingkan arteri. Perhatikan warna, kelokan, kaliber pembuluh darah, aneurisma, perdarahan atau eksudat. 2.3 Ablasio Retina 2.3.1 Definisi Ablasia Retina adalah kelainan mata dimana lapisan sensori retina terlepas dari lapisan epitel pigmen retina. Antara kedua lapisan tersebut tidak terdapat taut yang erat, sehingga terjadi akumulasi cairan subretinal di antara kedua lapisan tersebut. 2.3.2 Klasifikasi Terdapat empat klasifikasi pada ablasio retina, antara lain yaitu: 1. Rhegmatogenous a. Etiologi Faktor risiko lebih tinggi didapatkan pada kelompok orang-orang dengan miopia berat, afakia, usia lanjut, dan trauma. Khususnya yang disebabkan oleh trauma sering terjadi pada individu berusia 25-45 tahun. Miopia tinggi (>5-6 dioptri) berhubungan dengan 67 % kasus ablasio retina dan cenderung
  • 10. Page 10 terjadi lebih muda dari pasien non miopia. 15 % kemungkinan akan berkembang pula pada mata yang lainnya. Risiko sekitar 25-30 % pada pasien yang telah menjalani operasi katarak pada kedua mata. b. Klasifikasi Ablasio retina regmatogenosa dapat diklasifikasikan berdasarkan patogenesis, morfologi dan lokasi. Berdasarkan patogenesisnya, dibagi menjadi; (1) Tears, disebabkan oleh traksi vitreoretina dinamik dan memiliki predileksi di superior dan lebih sering di temporal daripada nasal.(2) Holes, disebabkan oleh atrofi kronik dari lapisan sensori retina, dengan predileksi di daerah temporal dan lebih sering di superior daripada inferior, dan lebih berbahaya dari tears. Berdasarkan morfologi, dibagi menjadi; (1) U-tearsm, terdapat flap yang menempel pada retina di bagian dasarnya, (2) incomplete U-tears, dapat berbentuk L atau J, (3) operculated tears, seluruh flap robek dari retina, (4) dialyses: robekan sirkumferensial sepanjang ora serata, (5) giant tears. Gambar 4. Morfologi robekan pada ablasio retina regmatogenosa Berdasarkan lokasi, dibagi menjadi; (1) oral, berlokasi pada vitreous base, (2) post oral, berlokasi di antara batas posterior dari vitreous base dan equator, (3) equatorial, (4) post equatorial: di belakang equator (5) macular, di fovea. c. Patogenesis Ablasio jenis ini terjadi akibat adanya rhegma atau robekan pada lapisan retina sensorik (full thickness) sehingga cairan vitreus masuk ke dalam ruang
  • 11. Page 11 subretina. Pada tipe ini, gaya yang mencetuskan lepasnya perlekatan retina melebihi gaya yang mempertahankan perlekatan retina. Tekanan yang mempertahankan perlekatan retina, antara lain tekanan hidrostatik, tekanan onkotik, dan transpor aktif. Hal yang mempertahankan perlekatan retina yaitu (1) Tekanan intraokular memiliki tekanan hidrostatik yang lebih tinggi pada vitreus dibandingkan koroid. (2) Koroid memiliki tekanan onkotik yang lebih tinggi karena mengandung substansi yang lebih dissolved dibandingkan vitreus. (3) Pompa pada sel epitel pigmen retina secara aktif mentranspor larutan dari ruang subretina ke koroid. Robekan retina terjadi sebagai akibat dari interaksi traksi dinamik vitreoretina dan adanya kelemahan di retina perifer dengan faktor predisposisi nya yaitu degenerasi. synchysis, yaitu pada traksi vitreoretina dinamik, terjadi likuefaksi dari badan vitreus yang akan berkembang menjadi lubang pada korteks vitreus posterior yang tipis pada fovea. Cairan synchytic masuk melalui lubang ke ruang retrohialoid. Akibatnya terjadi pelepasan permukaan vitreus posterior dari lapisan sensori retina. Badan vitreus akan menjadi kolaps ke inferior dan ruang retrohialoid terisi oleh cairan synchitic. Proses ini dinamakan acute rhegmatogenous PVD with collapse (acute PVD). Selain itu juga dapat terjadi sebagai akibat dari komplikasi akut PVD (posterior vitreal detachment). Robekan yang disebabkan oleh PVD biasanya berbentuk huruf U, berlokasi di superior fundus dan sering berhubungan dengan perdarahan vitreus sebagai hasil dari ruptur pembuluh darah retina perifer. Gambar 5. Vitreous syneresis
  • 12. Page 12 Kebanyakan robaekan terjadi di daerah perifer retina. Hal tersebut dapat berhubungan dengan degenerasi retina perifer. Terdapat berbagai macam degenerasi, antara lain: 1. Degenerasi lattice Biasa ditemukan pada pasien dengan sindrom Marfan, sindrom Stickler, sindrom Ehler-Danlos. Ditandai dengan bentuk retina yang sharply demarcated, circumferentially orientated spindle shaped areas. Biasanya terdapat bilateral dan lebih sering di daerah temporal dan superior. 2. Degenerasi snailtrack Degenerasi ini berbentuk snowflakes atau white frost like appearance. 3. Degenerasi retinoschisis Pada degenerasi ini terjadi pemisahan antara lapisan sensori retina menjadi 2 lapisan, yaitu lapisan koroidal dan lapisan vitreus. Kejadian ini banyak berhubungan dengan hipermetrop. 4. “White-with-pressure”, “White-without-pressure”. Gambar 6. Degenerasi vitreoretinal
  • 13. Page 13 d. Gejala Klinis Gejala utama yang ditimbulkan adalah fotopsia akibat stimulasi mekanik pada retina. Fotopsia muncul dalam kurun waktu 24-48 jam setelah terjadinya robekan retina. Fotopsia dapat diinduksi oleh gerakan bola mata. Pasien akan merasa dapat melihat lebih jelas pada malam hari. Biasanya fotopsia terdapat di bagian temporal perifer dari lapangan penglihatan. Pada ablasio bagian supratemporal yang menyebabkan terangkatnya macula, maka akan terjadi penurunan tajam penglihatan yang mendadak. Keluhan lain yang khas adalah, floater, adanya bayangan gelap pada vitreous akibat retina yang robek, darah dan sel epitel pigmen retina yang masuk ke badan vitreus. Kekeruhan vitreus ini terbagi atas 3 tipe, yaitu; (1) Weiss ring, floater yang soliter terdiri dari annulus yang terlepas dari vitreus. (2) Cobwebs, disebabkan oleh kondensasi serat kolagen di korteks vitreus yang kolaps. (3) Pancaran seketika berupa titik hitam atau merah yang biasanya mengindikasikan perdarahan vitreus akibat robekan pembuluh darah retina. Black curtain, defek lapang penglihatan dirasakan oleh pasien mulai dari perifer yang lama-lama hingga ke sentral. Keluhan ini dapat saja tidak muncul di pagi hari karena cairan subretina diabsorbsi secara spontan pada saat malam hari. Arah munculnya defek membantu dalam menentukan lokasi dari robekan retina. Hilangnya penglihatan sentral mungkin dikarenakan keterlibatan fovea. Selanjutnya melalui pemeriksaan oftalmologis dapat ditemukan adanya Marcus Gunn pupil, tekanan intraokular yang menurun, iritis ringan, adanya gambaran tobacco dust atau Schaffer sign, robekan retina pada funduskopi. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang terlepas bergoyang.
  • 14. Page 14 Gambar 7. Tobacco dust e. Tatalaksana Prinsip penatalaksanaan dari ablasio retina adalah untuk melepaskan traksi vitreoretina serta dapat menutup robekan retina yang ada. Penutupan robekan dilakukan dengan melakukan adhesi korioretinal di sekitar robekan melalui diatermi, krioterapi, atau fotokoagulasi laser. Pembedahan yang sering dilakukan adalah scleral buckling, pneumatic retinopexy dan intraocular silicone oil tamponade. Kebanyakan praktisi lebih sering melakukan prosedur scleral buckling. Penempatan implan diletakkan dalam kantung sklera yang sudah direseksi yang akan mengeratkan sclera dengan retina f. Prognosis Prognosis ditentukan oleh tatalkasana yang dini, mekanisme yang mendasari terjadinya ablasio retina, dan adanya keterlibatan makula. 2. Ablasio retina traksional a. Etiologi Penyebab utama dari ablasio retina tipe traksi yaitu retinopati diabetes proliferative, retinopathy of prematurity, proliferative sickle cell retinopathy. b. Patogenesis Terjadi pembentukan yang dapat berisi fibroblas, sel glia, atau sel epitel pigmen retina. Awalnya terjadi penarikan retina sensorik menjauhi lapisan epitel di sepanjang daerah vascular yang kemudian dapat menyebar ke bagian
  • 15. Page 15 retina midperifer dan makula. Pada ablasio tipe ini permukaan retina akan lebih konkaf dan sifatnya lebih terlokalisasi tidak mencapai ke ora serata. Pada mata diabetes terjadi perlekatan yang kuat antara vitreus ke area proliferasi fibrovaskular yang tidak sempurna. Selanjutnya terjadi kontraksi progresif dari membran fibrovaskular di daerah perlekatan vitreoretina yang apabila menyebabkan traksi pembuluh darah baru akan menimbulkan perdarahan vitreus. Traksi vitroretinal statis dibagi menjadi; (1) Traksi tangensial, disebabkan oleh kontraksi membran fibrovaskular epiretina pada bagian retina dan distorsi pembuluh darah retina. (2) Traksi anteroposterior, disebabkan oleh kontraksi membran fibrovaskular yang memanjang dari retina bagian posterior. (3) Traksi bridging disebabkan oleh kontraksi membran fibrovaskular yang akan melepaskan retina posterior dengan bagian lainnya atau arkade vaskular. c. Gejala Klinis Fotopsia dan floater sering kali tidak ditemukan. Sedangkan defek lapang pandang biasanya timbul lambat. Melalui pemeriksaan oftalmologis akan didapati bentukan yang konkaf dengan tanpa adanya robekan, dengan elevasi retina tertinggi di daerah traksi vitreoretinal. Pompa oleh retina akan menurun sehingga tidak terjadi turn over cairan. d. Terapi Pada vitrektomi pars plana dilakukan pengambilan agen penyebab traksi. Selanjutnya dapat pula dilakukan tindakan retinotomi dengan penyuntikan perfluorokarbon untuk meratakan permukaan retina. 3. Ablasio retina campuran antara regmatogenosa dengan traksional Tipe campuran ini merupakan hasil traksi retina yang kemudian menyebabkan robekan. Traksi fokal pada daerah proliferasi jaringan ikat atau fibrovaskular dapat mengakibatkan robekan retina dan menyebabkan kombinasi ablatio retinae regmatogenosa-traksional
  • 16. Page 16 4. Ablasio retina eksudatif a. Etiologi Etiologi dari ablasio eksudatif yaitu dapat terjadi secara spontan, dengan trauma, uveitis, tumor, skleritis, DM, koroiditis, idiopatik, CVD, Vogt- Koyanagi-Harada syndrome, kongenital, ARMD, sifilis, reumatoid artritis, atau kelainan vaskular. Ditandai dengan adalanya akumulasi cairan pada ruang subretina dimana tidak terjadi robekan retina dan traksi. Asal cairan ini dari pembuluh darah retina, atau koroid, atau keduanya. Hal ini dapat terjadi pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma pada retina, epitel berpigmen, dan koroid dimana cairan bocor keluar pembuluh darah dan terakumulasi di bawah retina. Selama epitel berpigmen mampu memompa cairan yang bocor ini ke sirkulasi koroid, tidak ada akumulasi dalam ruang subretina dan tidak akan terjadi ablasio retina. Akan teteapi, jika proses berlanjut dan aktivitas pompa epitel berpigmen normal terganggu, atau jika aktivitas epitel berpigmen berkurang karena hilangnya epitel berpigmen atau penurunan suplai metabolik (seperti iskemia), kemudian cairan mulai berakumulasi dan terjadi ablasio retina. Tipe ablasio retina ini dapat juga disebabkan oleh akumulasi darah pada ruang subretina (ablasio retina hemoragika. Penyakit radang dapat menyebabkan ablasio retina serosa termasuk skleritis posterior, oftalmia simatetik, penyakit Harada, pars planitis, penyakit pembuluh darah vaskular. Penyakit vaskular adalah hipertensi maligna, toksemia gravidarum, oklusi vena retina, penyakit Coat, penyakit angiomatosa retina, dan pembentukan neovaskularisasi koroid. 3 b. Patogenesis Terjadi akibat akumulasi cairan subretinal dengan tanpa danya robekan retina ataupun traks pada retina. Pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma retina, epitel pigmen, dan koroid, maka dapat terjadi kebocoran pembuluh darah sehingga berkumpul di bawah retina. Hal ini terjadi terutama bila pompa epitel terganggu akibat berbagai hal.
  • 17. Page 17 Gambar 8. Ablatio Retinae Eksudatif2 c. Gejala Klinis Fotopsia tidak ditemukan. Floater dapat ditemukan pada vitritis. Defek lapang pandang terjadi cepat. Pada pemeriksaan oftalmologi, ablatio retinae eksudatif memiliki bentukan yang konveks dengan permukaan yang halus dan berombak. Retina yang terlepas bersifat mobile sehingga menimbulkan fenomena shifting fluid. Leopard spots yaitu area subretinal yang mendatar setelah terjadi ablatio retinae. d. Penatalaksanaan Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan etiologi yang mendasarinya. Pada kondisi yang disebabkan oleh inflamasi seperti pada penyakit Harada dan skleritis posterior maka pemberian kortikosteroid sistemik diperlukan. Jika disebabkan oleh keganasan, maka terapi radiasi dapat dilakukan. Pada korioretinopati bulosa sentral serosa dapat dilakukan laser fotokoagulasi argon. Pada infeksi diberikan antibiotik.8 Kelainan vaskular dapat diterapi dengan laser, krioterapi, aviterktomi. e. Komplikasi Dapat terjadi glaukoma neovaskular dengan ptisis bulbi.
  • 18. Page 18 2.3.3 Diagnosis banding Ablasio Retina a. Retinoskisis degeneratif Dengan gejala klinis yaitu fotopsia dan floater tidak ada, defek lapang pandang jarang terjadi, gejala yang timbul dikarenakan adanya perdarahan vitreus atau perkembangan ablasio retina yang progresif. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan gambaran elevasi yang konveks, licin, tipis dan immobile. b. Ablasio koroid (choroidal detachment) Gejala klinis yang muncul yaitu fotopsia dan floater tidak ada, defek lapang pandang dapat ada pada mata dengan ablasi koroid yang luas. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan tekanan intraokular yang sangat rendah akibat adanya ablasi badan silier, gambaran elevasi coklat berbentuk konveks, licin, bulosa dan relatif immobile, serta tidak meluas ke polus posterior. Retina perifer dan ora serata tampak jelas. c. Sindrom efusi uvea kelainan yang bersifat idiopatik dengan gambaran ablasi koroid yang berhubungan dengan ablasi retina eksudatif, terkadang adanya residual mottling.
  • 19. Page 19 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORI 3.1 Pengkajian Merupakan tahap awal dari landasan proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu, pengumpulan data, pengelompokan data, dan perumusan diagnosis keperawatan (Lismidar, 1990). a. Pengumpulan data 1) Identitas pasien Meliputi nama, umur untuk mengetahui angka kejadian pada usia keberapa, jenis kelamin untuk membandingkan angka kejadian antara laki- laki dan perempuan, pekerjaan untuk mengetahui apakah penderita sering menggunakan tenaga secara berlebihan atau tidak. 2) Riwayat penyakit sekarang Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada penglihatan seperti penglihatan kabur, melihat kilatan–kilatan kecil, adanya tirai hitam yang menutupi area penglihatan, adanya penurunan tajam penglihatan. 3) Riwayat penyakit dahulu Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang berhubungan dengan timbulnya ablasio retina yaitu adanya miopi tinggi, retinopati, trauma pada mata. 4) Riwayat penyakit keluarga Adakah anggota keluarga lain yang mengalami penyakit seperti yang dialami pasien dan miopi tinggi. 5) Riwayat psikososial dan spiritual Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun sesudah sakit. Apakah pasien mengalami kecemasan, rasa takut, kegelisahan karena penyakit yang
  • 20. Page 20 dideritanya dan bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. 6) Pola-pola fungsi kesehatan Masalah yang sering muncul pada pasien dengan post ablasio retina apabila tidak terdapat komplikasi, adalah sebagai berikut : (a) Pola persepsi dan tata laksana hidup Bagaimana persepsi pasien tentang hidup sehat, dan apakah dalam melaksanakan talaksana hidup sehat penderita membutuhkan bantuan orang lain atau tidak. (b) Pola tidur dan istirahat Dikaji berapa lama tidur, kebiasaan disaat tidur dan gangguan selama tidur sebelum pelaksanaan operasi dan setelah palaksanaan operasi. Juga dikaji bagaimana pola tidur dan istirahat selama masuk rumah sakit. (c) Pola aktifitas dan latihan Apa saja kegiatan sehari-hari pasien sebelum masuk rumah sakit. Juga ditanyakan aktifitas pasien selama di rumah sakit, sebelum dan setelah pelaksanaan operasi. (d) Pola hubungan dan peran Bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya. Apakah peranan pasien dalam keluarga dan masyarakat. Juga ditanyakan bagaimana hubungan pasien dengan pasien lain dirumah sakit,sebelum dan setelah pelaksanaan operasi. (e) Pola persepsi dan konsep diri Bagaimana body image, harga diri, ideal diri, dan identitas diri pasien. Apakah ada perasaan negatif terhadap dirinya. Juga bagaimana pasien menyikapi kondisinya setelah palaksanaan operasi. (f) Pola sensori dan kognitif
  • 21. Page 21 Bagaimana daya penginderaan pasien. Bagaimana cara berpikir dan jalan pikiran pasien. (g) Pola penanggulangan stress Bagaimana pasien memecahkan masalah yang dihadapi dan stressor yang paling sering muncul pada pasien. 7) Pemeriksaan a) Status kesehatan umum Bagaimana keadaan penyakit dan tanda-tanda vitalnya. b) Pemeriksaan mata Pemeriksaan pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen, yaitu : Pemeriksaan segmen anterior : - Adanya pembengkakan pada palpebrae atau tidak, biasanya pada klien post operasi ablasio retina, palpebraenya akan bengkak. - Keadaan lensa, bila tidak ada konplikasi lain, maka keadaan lensanya adalah jernih. - Bagaimana keadaan pupilnya, pupil pada klien ablasio retina yang telah masuk rumah sakit akan melebar sebagai akibat dari pemberian atropin. - Kamera Okuli Anteriornya biasanya dalam. - Bagaimana keadaan konjungtivanya, biasanya pasien post operasi akan mengalami hiperemi pada konjungtivanya. Pemeriksaan segmen posterior (1) Corpus vitreum ada kelainan atau tidak. (2) Ada atau tidak pupil syaraf optiknya. Pemeriksaan diagnostik (1) Visus, untuk mengetahui tajam penglihatan, adakah penurunan atau tidak dan untuk mengetahui sisa penglihatan yang masih ada. Pengujian ini dengan menggunakan kartu snelen yang dibuat
  • 22. Page 22 sedemikian rupa sehingga huruf tertentu yang dibaca dengan pusat optik mata membentuk sudut 500 untuk jarak tertentu. Pada ablasio retina didapatkan penurunan tajam penglihatan. (2) Fundus kopi, untuk mengetahui bola mata seperti warna retina, keadaan retina, reflek dan gambaran koroid. 3.2 Analisis data Setelah pengumpulan data dilakukan, kemudian data tersebut dikelompokkan dan dianalisis. Data tersebut dikelompokkan menjadi dua jenis. Yang pertama adalah data subyektif, yaitu data yang diungkapkan oleh pasien dan data obyektif, yaitu data yang didasarkan pada pengamatan penulis. Data tersebut dikelompokkan berdasarkan peranannya dalam menunjang suatu masalah, dimana masalah tersebut berfokus kepada pasien dan respon yang tampak pada pasien. 3.3 Diagnosis keperawatan Dari hasil analisis data diatas, dapat dirumuskan menjadi diagnosis keperawatan sebagai berikut : 1) Gangguan Persepsi panca indera(Penglihatan) sehubungan ablasio retina. 2) Resiko infeksi sehubungan adanya luka operasi ablasio retina. 3) Ansietas sehubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan. 4) Resiko cedera sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan.
  • 23. Page 23 3.4 Rencana asuhan keperawatan No Diagnosa Hasil Noc: Tujuan/Kriteria Evaluasi Hasil Nic: 1. Gangguan Persepsi panca indera(Penglihata n) Definisi: perubahan dalam jumlah maupun pola rangsangan yang diterima yang disertai dengan penyusutan, pelebihan, penyimpangan, atau gangguan tanggapan terhadap rangsangan tersebut. Tujuan/ Kriteria Evaluasi Perilaku Kompensasi Penglihatan,Indicator: -Mengompensasikan deficit sensori dengan maksimalkan indra yang tidak rusak NIC : Peningkatan Komunikasi : Defisit melihat Mandiri - Pantau gejala dari semakin buruknya penglihatan - Gunakan pencahayaan yang cukup untuk aktivitas yang sedang dilakukan - Catat reaksi pasien terhadap rusaknya penglihatan (misal, depresi, menarik diri, dan menolak kenyataan - Menerima reaksi pasien terhadap rusaknya penglihatan - Bantu pasien dalam menetapkan tujuan yang baru untuk belajar bagaimana “melihat” dengan indera yang lain
  • 24. Page 24 - Andalkan penglihatan pasien yang tersisa sebagaimana mestinya - Berjalan satu dua langkah di depan pasien, dengan siku pasien berada di sikumu Kolaborasi - Rujuk pasien dengan masalah penglihatan ke agen yang sesuai - Gunakan resep obat mata dengan benar Pendidikan Kesehatan - Beri informasi bagi keluarga/pasien pentinya menciptakan lingkungan rumah yang aman bagi pasien 2. Resiko infeksi Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme patogen Hasil Noc: Immune Status Tujuan/ Kriteria Evaluasi: - Klien bebas dari tanda Mandiri - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal - Monitor hitung granulosit, WBC
  • 25. Page 25 dan gejala infeksi - Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi - Jumlah leukosit dalam batas normal - Menunjukkan perilaku hidup sehat - Monitor kerentanan terhadap infeksi - Batasi pengunjung Saring pengunjung terhadap penyakit menular - Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko - Pertahankan teknik isolasi jika perlu - Ispeksi kondisi luka / insisi bedah - Dorong masukkan nutrisi yang cukup - Dorong masukan cairan - Dorong istirahat - Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep Kolaborasi - Laporkan kecurigaan infeksi - Laporkan kultur positif Pendidikan Kesehatan - Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
  • 26. Page 26 gejala infeksi - Ajarkan cara menghindari infeksi 3. Ansietas Definisi: Ansietas Definsi : Perasaan tidak nyaman atau kekawatiran yang Samar disertai respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hasil Noc: Anxiety self-control Anxiety level Coping Kriteria Hasil : - Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas. - Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas. - Vital sign dalam batas normal. - Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivfitas menunjukkan berkurangnya kecemasan. Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) Mandiri - Gunakan pendekatan yang menenangkan - Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien - Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur - Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress - Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi Lakukan back / neck rub - Dengarkan dengan penuh perhatian - Identifikasi tingkat kecemasan - Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
  • 27. Page 27 - Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut Pendidikan Kesehatan - Dorong keluarga untuk menemani anak Kolaborasi - Berikan obat untuk mengurangi kecemasan 4 Resiko Cedera Definisi : Suatu kondisi individu yang berisiko untuk mengalami cedera sebagai akibat dari kondisi lingkungan yang berhubungan dengan sumber- sumber adaptif dan pertahanan. NOC : Status fungsi sensorik:derajat persepsi individu yang sesuai terhadap stimulus kulit,suara,propriosepsi,ras a,bau serta citra visual Resiko Cidera akan menurun dibuktikan:perilaku keamanan personal ,pengendalian resiko dan lingkungan rumah yang aman. Pengendalian Risiko yang diperlihatkan oleh : NIC : Manajemen Keamanan Mandiri · Ciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien · Identifikasi kebutuhan keamanan klien - Pantau lingkungan yang membahayakan mata -Gunakan penerangan yang cukup selama beraktivitas · Pindahkan benda- benda berbahaya dari sekitar klien · Pindahkan benda- benda berisiko dari lingkungan klien · Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih · Posisikan tempat tidur agar mudah
  • 28. Page 28 - Memantau factor resiko perilaku individual dan lingkungan - Mengembangkan strategis pengendalian resiko yang efektif - Menerapkan strategis pengendalian resiko pilihan memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko terjangkau · Kurangi stimulus lingkungan Pendidikan Kesehatan · Ajarkan klien bagaimana berpindah untuk meminimalisir trauma · Ajarkan keluarga tentang faktor resiko yang berkontribusi pada jatuh dan bagaimana mengurangi resiko jatuh 3.5 Evaluasi No Diagnosa Evaluasi 1. Gangguan Persepsi panca indera(Penglihatan) Mengompensasikan deficit sensori dengan maksimalkan indra yang tidak rusak 2. Resiko infeksi Tidakterdapat tanda-tanda infeksi 3. Ansietas Ansietas tidak ada lagi 4. Resiko cedera Tidak terjadi Cedera
  • 29. Page 29 BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KASUS Pada 5 hari SMRS, mata kanan pasien mendadak buram, tidak merah dan tidak nyeri. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Pasien merasa pandangan menjadi gelap seperti ada rambut atau asap berterbangan di matanya. Lama kelamaan semakin gelap hingga yang kelihatan hanya pinggir sebelah kanan. Pasien tidak melihat ada kilatan cahaya berulang. Tidak terdapat riwayat penglihatan kabur sesaat yang hilang timbul sebelumnya. Pasien berobat ke dokter mata lalu diperiksa dan dibilang ada masalah di retina kanan dan perlu dioperasi. Pasien kemudian dirujuk ke RSCM.Pasien menggunakan kacamata minus (-3 dioptri) di kedua mata sejak 10 tahun lalu. Pasien tidak mengeluh ada gangguan pada mata sebelumnya.Riwayat Hipertensi (+) sejak 10 tahun yang lalu, namun pasien tidak berobat teratur. Riwayat Diabetes Mellitus disangkal.hasil pemeriksaan lensa pasien keruh, shadow test (+),papil bulat,batas tegas, CDR 0,3,aa/vv=2/3 serta ablasio retina (+) di superior temporal meluas ke inferior temporal. Corrugated (+), Tear (+) dan TD : 140/80 mmHg, nadi : 84 x/menit, nafas : 16 x/ menit 4.1 PENGKAJIAN Nama : Ny F Umur : 35 Tahun Alamat : Jln Bromo gang setia budi No 17 Status : Menika Suku : Jawa
  • 30. Page 30 4.2 Analisa data No DATA ETIOLOGI MASALAH 1. Data Subjektif : Pengelihatan klien buram,Pasien merasa pandangan menjadi gelap seperti ada rambut atau asap berterbangan di matanya. Lama kelamaan semakin gelap hingga yang kelihatan hanya pinggir sebelah kanan. Pasien tidak melihat ada kilatan cahaya berulang. Data Objektif : Papil bulat, batas tegas, CDR 0,3, aa/vv = 2/3 Ablasio retina (+) di superior temporal meluas ke inferior temporal. Corrugated (+), Tear (+), Inflamasi intraokuler/tumor,peningkatan cairan,perubahan degenaratif dalam viterus Viterus menjadi makin cair Viterus kolap dan bengka ke depan Tarikan Retina Terjadi ablasio retina Sel-sel retina dan darah retina terlepas Retina terlepas dari epitel berpigmen Penurunan tajam pandang sentral MK :Gangguan Persepsi Panca indera ( Penglihatan ) Gangguan Persepsi Pa nca indera ( Penglihatan ) 2. Resiko cedera Data Subjektif : Pada 5 hari SMRS, mata kanan pasien mendadak buram Pasien merasa pandangan menjadi gelap seperti ada rambut atau asap Inflamasi intraokuler/tumor,peningkatan cairan,perubahan degenaratif dalam viterus Viterus menjadi makin cair Resiko cedera
  • 31. Page 31 berterbangan di matanya. Lama kelamaan semakin gelap hingga yang kelihatan hanya pinggir sebelah kanan,Riwayat Hipertensi (+) sejak 10 tahun yang lalu Data Objektif : TD : 140/80 mmHg,nadi : 84 x/menit,nafas : 16 x/ menit Lensa : Keruh, shadow test (+) Viterus kolap dan bengka ke depan Tarikan Retina MK:Resiko Cidera 4.3 Diagnosa keperawatan 1. Gangguan Persepsi Panca indera ( Penglihatan ) b/d Ablasio ratina d/d penglihatan buram 2. Resiko cedera b/d penurunan tajam penglihatan d/d adanya tarikan retina 4.4 Rencana asuhan keperawatan N o Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi 1. Gangguan Persepsi Panca indera ( Penglihatan ) Defenisi: perubahan dalam jumlah maupun pola rangsangan yang diterima yang disertai dengan penyusutan, Tujuan/ Kriteria Evaluasi Perilaku Kompensasi Penglihatan,Indicator: - Mengompensasikan deficit sensori dengan maksimalkan indra yang NIC : Peningkatan Komunikasi : Defisit melihat Mandiri - Pantau gejala dari semakin buruknya penglihatan - Gunakan pencahayaan yang cukup untuk aktivitas yang
  • 32. Page 32 pelebihan, penyimpangan, atau gangguan tanggapan terhadap rangsangan tersebut. tidak rusak sedang dilakukan - Catat reaksi pasien terhadap rusaknya penglihatan (misal, depresi, menarik diri, dan menolak kenyataan - Menerima reaksi pasien terhadap rusaknya penglihatan - Bantu pasien dalam menetapkan tujuan yang baru untuk belajar bagaimana “melihat” dengan indera yang lain - Andalkan penglihatan pasien yang tersisa sebagaimana mestinya - Berjalan satu dua langkah di depan pasien, dengan siku pasien berada di sikumu Kolaborasi - Rujuk pasien dengan masalah penglihatan ke agen yang sesuai - Gunakan resep obat mata dengan benar Pendidikan Kesehatan - Beri informasi bagi keluarga/pasien pentinya menciptakan lingkungan rumah yang aman bagi pasien 2. Resiko cedera sehubungan NOC : NIC : Manajemen Keamanan
  • 33. Page 33 dengan penurunan tajam penglihatan. Definisi : Suatu kondisi individu yang berisiko untuk mengalami cedera sebagai akibat dari kondisi lingkungan yang berhubungan dengan sumber-sumber adaptif dan pertahanan. Status fungsi sensorik:derajat persepsi individu yang sesuai terhadap stimulus kulit,suara,propriosepsi,rasa, bau serta citra visual Resiko Cidera akan menurun dibuktikan:perilaku keamanan personal ,pengendalian resiko dan lingkungan rumah yang aman. Pengendalian Risiko yang diperlihatkan oleh : - Memantau factor resiko perilaku individual dan lingkungan - Mengembangkan strategis pengendalian resiko yang efektif - Menerapkan strategis pengendalian resiko pilihan memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko Mandiri · Ciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien · Identifikasi kebutuhan keamanan klien - Pantau lingkungan yang membahayakan mata -Gunakan penerangan yang cukup selama beraktivitas · Pindahkan benda-benda berbahaya dari sekitar klien · Pindahkan benda-benda berisiko dari lingkungan klien · Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih · Posisikan tempat tidur agar mudah terjangkau · Kurangi stimulus lingkungan Pendidikan Kesehatan · Ajarkan klien bagaimana berpindah untuk meminimalisir trauma · Ajarkan keluarga tentang faktor resiko yang berkontribusi pada jatuh dan bagaimana mengurangi resiko jatuh
  • 34. Page 34 4.5 Evaluasi No Diagnosa Evaluasi 1. Gangguan Persepsi panca indera(Penglihatan) Mengompensasikan deficit sensori dengan maksimalkan indra yang tidak rusak 2. Resiko infeksi Tidakterdapat tanda-tanda infeksi 3. Ansietas Ansietas tidak ada lagi 4. Resiko cedera Tidak terjadi Cedera
  • 35. Page 35 BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Ablasio Retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris retina dan lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991) Ablatio Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina kekurangan cairan (Barbara L. Christensen 1991). Kejadian ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia berapapun, walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua. Gejala pertama penderita ini melihat kilatan - kilatan bintik hitam mengapung dan cahaya. Pada beberapa penderita lepasnya retina mungkin terjadi tanpa didahului oleh terlihatnya bintik bintik hitam (floaters) ataupun kilatan cahaya yang nyata. 5.2 Saran Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga makalah ini bisa mendekati kata sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti bagi kami guna evaluasi untuk menyempurnakan makalah ini
  • 36. Page 36 DAFTAR PUSTAKA Hardy RA,. Retina dan Tumor Intraokuler. In : Vaughan D.G, Asbury T., Riordan E.P, editor. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. 2000.p. 38-43, 185-99. Kanski JJ, Bowling B, editors. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed. Elsevier, 2011 Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Sidarta I,. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata Edisi kedua. Jakarta: BP-FKUI. 2002. p.10-5. Larkin GL. Retinal Detachment. [series online] 2006 April 11 [cited on 2017 september 14]. Available from URL: http://www.emedicine.com/emerg/topic504.htm. Gariano RF, Kim CH. Evaluation and Management of Suspected Retinal Detachment. American Academy of Family Physicians. [series online] 2004 April 1 [cited on 2017 september 14]; vol. 69, no. 7. Available from URL: http://www.aafp.org/afp/20040401/1691.html. Wu L. Retinal Detachment Exudative. [series online] 2010 Agustus 2 [cited on 2017 september 14]. Available from URL: http://www.emedicine.com/oph/topic407.htm.