SlideShare a Scribd company logo
1 of 62
BAB VII
PEMBANGUNAN SOSIAL DAN BUDAYA

A.

Permasalahan yang Dihadapi

Permasalahan pembangunan sosial dan budaya yang
menjadi perhatian utama pada kurun waktu tahun 2000 sampai
dengan tahun 2001 antara lain: masih rendahnya derajat kesehatan
dan status gizi serta tingkat kesejahteraan sosial masyarakat; masih
rentannya ketahanan budaya dan belum diberdayakannya kesenian
dan pariwisata secara optimal; masih rendahnya kedudukan dan
peranan perempuan di berbagai bidang kehidupan dan
pembangunan; masih rendahnya partisipasi aktif pemuda dalam
pembangunan nasional; serta belum membudayanya olah raga dan
masih rendahnya prestasi olah raga.
Gambaran keadaan dan masalah tersebut di atas antara lain
dapat diuraikan sebagai berikut:

1.

Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial

1.1

Kesehatan dan Gizi Masyarakat

Derajat kesehatan antara lain dapat diamati dari beberapa
indikator seperti angka harapan hidup (AHH), angka kematian bayi
(AKB), angka kematian balita (AKABA) dan angka kematian ibu
(AKI) waktu melahirkan. Berdasarkan data survai terakhir yang
tersedia, AHH waktu lahir penduduk Indonesia tercatat 65,5 tahun
(Inkesra, 1999). Rendahnya AHH tersebut erat kaitannya dengan
masih tingginya AKB, yaitu sebesar 46 per 1000 kelahiran hidup
(Inkesra, 1999), dan AKABA tercatat 63 per 1000 kelahiran hidup
(Susenas, 1999). Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI) masih
memprihatinkan, yaitu 373 per 100.000 kelahiran hidup (SKRT,
1995).

VII - 1
Status gizi masyarakat dapat diamati dari prevalensi empat
masalah gizi utama, yaitu: kurang energi protein (KEP), anemia gizi
besi, gangguan akibat kurang yodium (GAKY), dan kurang vitamin
A (KVA). Kelompok umur yang paling rawan menderita gizi kurang
adalah 6 - 23 bulan.
Prevalensi KEP pada anak balita pada 1998 tercatat sekitar
33,4 persen. Sementara itu, prevalensi gizi buruk pada anak balita
tercatat 8,1 persen pada tahun 1999. Anemia gizi besi pada ibu
hamil pada tahun 1995 tercatat 50,9 persen (SKRT, 1995).
Tingginya prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil memberikan
kontribusi terhadap masih tingginya AKI.
Prevalensi GAKY yang diukur dengan Total Goiter Rate
(TGR) menunjukkan penurunan cukup tajam dari 27,7 persen pada
tahun 1990 menjadi 9,8 persen pada tahun 1998. Kebutaan karena
KVA sudah tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat lagi.
Namun masih rendahnya kadar vitamin A dalam darah anak balita
saat ini berdampak pada peningkatan angka kesakitan dan kematian
akibat penyakit infeksi terutama campak dan diare. Selain itu KVA
pada ibu hamil dan balita cenderung meningkat.
Angka kesakitan beberapa penyakit menular cenderung
meningkat, seperti penyakit malaria, tuberculosis (TB), demam
berdarah dengue (DBD) dan HIV/AIDS. Jumlah penderita baru
penyakit TB setiap tahunnya sekitar 583 ribu orang dan yang
meninggal sekitar 140 ribu penderita. Walaupun berbagai upaya
penanggulangan penyakit TB sudah dilakukan tapi hasilnya belum
memuaskan. Kasus HIV/AIDS terus menunjukkan peningkatan
sejak pertama kali ditemukan (1987) dan pada tahun 2001 (Juni)
kasus HIV positif secara kumulatif tercatat sekitar 1.572 penderita
dan AIDS positif mencapai 578 penderita. Selain itu, Indonesia
perlu mewaspadai timbulnya atau masuknya penyakit-penyakit baru
yang berpotensi wabah dan menimbulkan korban seperti Ebola dan
radang otak. Beberapa penyakit degeneratif dan penyakit tidak
menular yang berkaitan dengan perubahan gaya hidup juga
memperlihatkan kecenderungan meningkat. Saat ini angka kesakitan
dan kematian yang disebabkan berbagai penyakit berbasis

VII - 2
lingkungan seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare,
penyakit kulit dan kecacingan juga masih tinggi.
1.2

Kesejahteraan Sosial

Kemiskinan merupakan salah satu faktor penyebab
timbulnya berbagai masalah kesejahteraan sosial yang tercermin
dalam bentuk ketidakmampuan pemenuhan kebutuhan dasar,
keterlantaran, kecacatan dan ketunasosialan. Jumlah penduduk
miskin termasuk yang sangat miskin pada tahun 1999 tercatat
sebanyak 37,5 juta jiwa atau 18,17 persen dari jumlah penduduk
Indonesia. Masalah lain yang terkait dengan kemiskinan adalah
keterpencilan dan keterasingan secara geografis dan sosial budaya,
yang dialami oleh sekitar 1,1 juta penduduk Komunitas Adat
Terpencil (KAT). KAT tersebut dikhawatirkan akan semakin
tertinggal sebagai akibat perubahan sosial yang terjadi di luar
komunitasnya. Masalah kesejahteraan sosial lainnya yang menonjol
adalah keterlantaran dan kecacatan. Berdasarkan hasil Susenas 2000,
jumlah anak terlantar dilaporkan sekitar 3,2 juta, sedangkan jumlah
lanjut usia terlantar tercatat sekitar 3,3 juta jiwa. Susenas tahun 2000
juga memperlihatkan bahwa masih terdapat sekitar 1,5 juta
penduduk Indonesia yang mengalami kecacatan.
Pencacahan anak jalanan yang dilakukan pada tahun 1998 di
12 kota besar mengungkapkan bahwa dari sekitar 40 ribu anak
jalanan, 48 persen diantaranya adalah anak-anak yang baru turun ke
jalan mulai tahun 1998. Sebagian besar anak-anak bekerja di jalan
adalah untuk menambah pendapatan keluarga dan menambah biaya
sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa alasan ekonomi keluarga
merupakan faktor pendorong utama semakin banyaknya anak-anak
yang bekerja di jalan. Sementara itu, perlindungan khusus untuk
anak terutama anak jalanan, anak yang diperlakukan salah, dan
pekerja anak agar hak-hak anak untuk tumbuh dan berkembang
belum dapat sepenuhnya terpenuhi. Masalah lain yang dihadapi
dalam pembangunan kesejahteraan sosial adalah dampak krisis
mutidimensional terhadap menurunnya kemampuan organisasi
sosial (Orsos) dalam menyelenggarakan pelayanan sosial.

VII - 3
Masalah HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba juga
menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan. Selain mencakup
masalah medis, penderita HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba
seringkali mengalami perlakuan diskriminatif dari keluarga maupun
lingkungannya. Pelayanan sosial dalam bentuk perlindungan khusus
bagi mereka agar tetap dapat memperoleh hak dan melaksanakan
kewajibannya sebagai individu, anggota keluarga dan masyarakat
sesuai harkat dan martabatnya juga belum sepenuhnya tersedia.
Dalam kehidupan bermasyarakat, bangsa Indonesia
memiliki keanekaragaman suku bangsa, etnis, agama dan bahasa.
Rentannya interaksi sosial antaretnis, adanya kesenjangan sosial,
kesenjangan pembangunan antarwilayah, rawannya situasi politik
dan keamanan, serta kondisi masyarakat yang mengalami
kemiskinan dapat memicu terjadinya kerawanan sosial dan
disintegrasi bangsa.
Selanjutnya, kondisi sosial ekonomi dan politik yang kurang
menguntungkan pada saat ini, dan diperparah dengan masalah
bencana alam dan kerusuhan yang terjadi di berbagai daerah
mengakibatkan sebagian penduduk terpaksa mengungsi ke daerah
yang lebih aman. Dengan jumlah pengungsi yang sangat besar dan
tersebar di berbagai lokasi, penanganan bagi mereka agar tetap dapat
terjaga kelangsungan hidupnya menjadi beban berat baik bagi
pemerintah maupun masyarakat.
1.3

Kependudukan

Permasalahan pembangunan kependudukan yang perlu
mendapat perhatian adalah jumlah penduduk yang besar dengan
tingkat pertumbuhan yang masih relatif tinggi dan persebarannya
yang tidak merata, dan kualitasnya masih relatif rendah. Dewasa ini
kualitas penduduk Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan
negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia dan Thailand.
Berdasarkan Human Development Report 2001, Indonesia
menempati urutan ke 102, sedangkan Malaysia dan Thailand
masing-masing menempati urutan ke 56 dan ke 66. Kualitas
penduduk tersebut juga tergambar dari angka harapan hidup waktu
melahirkan (AHH) penduduk Indonesia yang relatif rendah yaitu
VII - 4
65,5 tahun (Inkesra, 1999), sedangkan Malaysia dan Thailand
tercatat masing-masing 72,0 tahun dan 68,8 tahun. Rendahnya angka
harapan hidup tersebut erat kaitannya dengan masih tingginya angka
kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan.
Dalam dimensi kuantitas, jumlah penduduk Indonesia relatif
telah dapat dikendalikan pertumbuhannya menjadi 1,35 persen per
tahun pada periode 1990-2000 sehingga jumlah penduduk pada
Sensus 2000 diperkirakan mencapai 203,4 juta orang, terdiri dari
101,8 juta perempuan dan 101,6 juta laki-laki. Namun demikian,
mengingat jumlah penduduk Indonesia saat ini masih besar secara
absolut, maka pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya juga
masih besar. Salah satu penyebab masih cukup tingginya laju
pertumbuhan penduduk adalah masih relatif tingginya angka
kelahiran total (TFR). Angka kelahiran total (TFR) Indonesia pada
tahun 2000 diperkirakan 2,5 per perempuan, dan cukup bervariasi
baik antardaerah maupun antarpropinsi.
Permasalahan lain adalah persebaran penduduk yang tidak
merata. Sebagian besar penduduk yaitu 59 persen (Sensus 2000)
terkonsentrasi di Pulau Jawa. Hal ini berakibat pada kepadatan
penduduk yang sangat tinggi di beberapa propinsi seperti DKI
Jakarta dengan 12,6 ribu penduduk per km2, sedangkan Irian Jaya
hanya 5 jiwa per km2. Timpangnya persebaran dan kurang
terarahnya
mobilitas penduduk terkait erat dengan tidak
seimbangnya persebaran sumber daya hasil pembangunan
antarwilayah. Munculnya berbagai konflik antaretnik, antaragama
dan berbagai masalah pengungsian juga telah menimbulkan potensi
kerawanan yang menambah permasalahan di dalam mengatasi
penataan persebaran penduduk.
Masalah administrasi kependudukan diindikasikan oleh
masih banyaknya penduduk yang belum mempunyai dokumen
kependudukan (lahir, kawin, cerai) dan belum efektifnya lembaga
penyelenggaraan administrasi kependudukan. Di samping itu,
peraturan
perundang-undangan
administrasi
kependudukan
termasuk hak-hak sipil belum terpenuhi. Selain itu, kualitas dan
cakupan data penduduk hasil registrasi masih belum memadai,

VII - 5
sehingga berpengaruh kepada mutu perencanaan dan kebijakan
pembangunan kependudukan.
1.4

Pemberdayaan
Berencana

Keluarga

dan

Keluarga

Permasalahan lain dalam pembangunan sosial dan budaya
adalah sebagian keluarga terutama yang tergolong Pra-Keluarga
Sejahtera (Pra-KS) dan Sejahtera I (KS I), belum berdaya dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya seperti pendidikan dan kesehatan
termasuk keluarga berencana (KB). Pada tahun 2000, jumlah
keluarga Pra-KS dan KS I, yaitu keluarga yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya masih sekitar 24,6 juta keluarga.
Sementara itu, aspek kesehatan reproduksi remaja yang
merupakan salah satu tiang dalam pewujudan keluarga kecil yang
berkualitas juga masih tertinggal. Survai Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 1997 menunjukkan meskipun median usia kawin
pertama secara nasional adalah 18,6 tahun, median usia kawin
pertama di perdesaan masih relatif muda yaitu 17,9 tahun. Sebagian
masyarakat dan keluarga termasuk orang tua dan remaja sendiri juga
belum sepenuhnya mempersiapkan anggota keluarga yang berusia
remaja dalam kehidupan berkeluarga dan perilaku reproduksi yang
bertanggung jawab. Banyak remaja yang masih kurang memahami
atau mempunyai pandangan yang tidak tepat tentang masalah
kesehatan reproduksi. Pemahaman yang tidak benar tentang hak-hak
dan kesehatan reproduksi ini menyebabkan banyak remaja yang
berperilaku menyimpang tanpa menyadari akibatnya terhadap
kesehatan reproduksi mereka. Selain itu, pusat atau lembaga
advokasi dan konseling hak-hak dan kesehatan reproduksi bagi
remaja juga masih terbatas jangkauannya dan belum memuaskan
mutunya. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja melalui jalur
sekolah nampaknya juga belum sepenuhnya berhasil.
Tingkat kelahiran yang relatif tinggi merupakan salah satu
beban dalam pembangunan sosial dan budaya. Tingkat kelahiran
yang relatif tinggi ini mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk
yang relatif tinggi dan jumlah anggota keluarga yang relatif besar.
Tingginya angka kelahiran dewasa ini berkaitan dengan
VII - 6
penyelenggaraan program Keluarga Berencana (KB) yang belum
sepenuhnya berkualitas dalam memenuhi hak-hak dan kesehatan
reproduksi masyarakat. Pendekatan program KB yang telah
diarahkan pada pemenuhan hak-hak dan kesehatan reproduksi,
dalam pelaksanaannya masih dijumpai beberapa pelayanan KB yang
mencerminkan pendekatan pemenuhan target akseptor. Pendekatan
target akseptor mengakibatkan proses dan kualitas penyampaian
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), serta pelayanan KB lebih
ditujukan untuk mencapai target akseptor KB melebihi perhatian
terhadap kecocokan cara KB dan kepuasan akseptor KB. Kualitas
program KB yang belum sepenuhnya memuaskan klien
mengakibatkan pemenuhan hak-hak dan kesehatan reproduksi
termasuk KB yang merupakan dasar terwujudnya keluarga kecil
yang bahagia dan sejahtera belum dapat dirasakan oleh sebagian
masyarakat dan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh data SDKI 1997
yang menunjukkan bahwa baru 57,4 persen pasangan usia subur
(PUS) yang ingin ber-KB dapat terpenuhi permintaannya, dan
sekitar 9,21 persen PUS yang sebenarnya tidak ingin anak atau
menunda kehamilannya, tidak memakai kontrasepsi (unmet need).
Permasalahan lainnya dalam program KB adalah partisipasi laki-laki
dalam ber-KB yang masih sangat rendah yaitu sekitar 3 persen
(SDKI 1997). Hal ini selain dikarenakan keterbatasan macam dan
jenis alat kontrasepsi laki-laki, antara lain juga disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan laki-laki di bidang hak-hak dan kesehatan
reproduksi.
Kelembagaan dan jaringan pelayanan KB juga belum
sepenuhnya berkualitas dan mampu menjangkau seluruh wilayah
Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan oleh keterbatasan
kemampuan sumber daya program KB. Peran masyarakat dan pihak
di luar Pemerintah juga masih sangat terbatas, walaupun tokoh
agama, organisasi profesi dan Lembaga Swadaya dan Organisasi
Masyarakat (LSOM) terbukti sangat mempengaruhi keberhasilan
program KB di beberapa daerah. Pada tahun 1998/99 jumlah
lembaga pelayanan KB non-pemerintah masih relatif rendah yaitu
berkisar 44.550 yang melayani sekitar 65 persen PUS peserta KB
Aktif. Sementara itu, kemitraan pemerintah dengan masyarakat

VII - 7
terutama PUS dan sektor di luar pemerintah dalam penyelenggaraan
KB dan kesehatan reproduksi belum sepenuhnya dapat diwujudkan.

2.

Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata

2.1

Kebudayaan

Pembangunan di berbagai bidang mempunyai dampak yang
berbeda pada setiap kelompok masyarakat. Dengan adanya
reformasi, dampak pembangunan pada berbagai bidang semakin
nyata dan terbuka. Selanjutnya, dengan adanya globalisasi yang
disebabkan oleh makin berkembangnya teknologi komunikasi,
mengakibatkan masuknya arus informasi yang sangat beragam yang
dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap budaya masyarakat lokal.
Permasalahan tersebut semakin rumit, dengan belum siapnya
masyarakat dalam persaingan dalam budaya global yang menuntut
kemampuan sumber daya manusia yang profesional di bidangnya.
Pola sentralisasi yang diterapkan dalam berbagai bidang
telah mengikis keragaman budaya masyarakat yang ditandai dengan
hilangnya pranata-pranata lokal yang dulu dijadikan acuan dalam
kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya otonomi daerah,
pembangunan kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional tidak
dapat dipisahkan.
Kebudayaan lama dan asli, sebagaimana
diamanatkan dalam UUD 1945, merupakan bagian dari kebudayaan
daerah, harus dikembangkan oleh masyarakat pendukungnya,
sedangkan pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam rangka
menjalankan tugas memajukan kebudayaan nasional. Selanjutnya,
berkaitan dengan aset budaya, baik yang tangible maupun
intangible, yang meskipun keberadaannya tersebar diberbagai
daerah, tetap merupakan bagian dari kebudayaan bangsa yang harus
dikembangkan dan dimajukan, khususnya budaya yang memiliki
nilai luhur.
2.2.

Pariwisata

Mengenai pengembangan pariwisata diuraikan dalam Bab
III Pembangunan Ekonomi.

VII - 8
3.

Pemberdayaan Perempuan

Pembangunan di berbagai bidang yang diselenggarakan
selama ini belum sepenuhnya mampu mengangkat kualitas
perempuan. Hal ini, antara lain dapat dilihat dari masih rendahnya
nilai Gender-related Development Index (GDI) Indonesia. Nilai GDI
Indonesia adalah 0.671 dan berada pada urutan ke 92, jauh
tertinggal dibanding negara-negara ASEAN seperti Malaysia dan
Thailand (Human Development Report, 2001). Kualitas dan
kesejahteraan perempuan yang masih relatif rendah juga ditunjukkan
oleh berbagai indikator seperti tingginya angka kematian ibu
melahirkan, rendahnya status gizi ibu, tingginya penduduk
perempuan berumur 10 tahun ke atas yang belum pernah sekolah,
dan rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan.
Pasal 27 UUD 1945 menjamin kesamaan hak bagi seluruh
warganegara di hadapan hukum, baik laki-laki maupun perempuan.
Namun demikian, beberapa pelanggaran hukum dan hak asasi
manusia (HAM) seperti penindasan, eksploitasi dan kekerasan
terhadap perempuan, termasuk anak perempuan sering kali terjadi
baik dalam keluarga, lingkungan/tempat kerja, atau dalam
masyarakat. Bentuk penindasan dan eksploitasi terhadap perempuan
sering terjadi terutama dikaitkan dengan perdagangan perempuan
dan anak perempuan serta pelacuran paksa.
Berbagai bentuk pelanggaran tersebut antara lain
dipengaruhi oleh materi hukum yang diskriminatif terhadap
perempuan dan tidak berkeadilan gender, seperti Undang-undang
Ketenagakerjaan, Undang-undang Perkawinan, Undang-undang
Kesehatan, dan Undang-undang Kewarganegaraan. Di samping itu,
struktur hukum yang terdapat dalam masyarakat juga masih kurang
mendukung terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Keadaan
ini antara lain ditandai oleh masih rendahnya kesadaran gender di
kalangan penegak hukum, sedikitnya jumlah penegak hukum yang
menangani kasus-kasus ketidakadilan bagi perempuan, dan
lemahnya mekanisme pemantauan dan evaluasi, terutama yang
dilakukan oleh masyarakat, terhadap pelaksanaan penegakan
hukum. Sementara itu, budaya hukum dalam masyarakat yang
kurang menunjang terciptanya keadilan gender antara lain ditandai
VII - 9
oleh masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang hukum (hak
dan kewajiban), masih terbatasnya akses masyarakat terhadap
informasi dan sumberdaya hukum, belum optimalnya peran media
massa dalam mensosialisasikan produk hukum kepada masyarakat,
dan masih rendahnya peran masyarakat dan organisasi-organisasi
masyarakat dalam pengawasan dan diseminasi hukum. Penegakan
hukum terutama untuk masalah kekerasan terhadap perempuan dan
anak perempuan juga banyak belum terungkap dan sangat sulit
ditemukan. Hal ini dikarenakan umumnya kasus-kasus kekerasan
terhadap perempuan berkaitan dengan pola hubungan kekuasaan,
yang sebagian besar pelaku kekerasan berusia lebih tua di dalam
keluarga, orang yang memiliki jabatan lebih tinggi, atau majikan.
Belum terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ini
diperburuk oleh pendekatan pembangunan yang belum benar-benar
mengindahkan kesetaraan dan keadilan gender. Pendekatan
pembangunan ini selanjutnya mengakibatkan kebijakan pemerintah
yang tidak peka gender yaitu belum mempertimbangkan perbedaan
pengalaman, aspirasi dan kepentingan antara perempuan dan lakilaki serta belum menetapkan kesetaraan dan keadilan gender sebagai
tujuan dan sasaran akhir dari pembangunan. Selain dipengaruhi oleh
tidak lengkapnya data dan informasi gender, kebijakan publik yang
tidak peka gender juga dipengaruhi oleh terbatasnya jumlah
perempuan sebagai pengambil keputusan kebijakan publik yang
ditetapkan oleh lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif,
TNI dan Polri yaitu hanya 9,8 persen wakil perempuan dalam
lembaga legislatif pada tahun 1999, dan hanya 7 persen pejabat
struktural eselon I, II, dan III dalam lembaga eksekutif adalah
perempuan.
Komitmen Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender dilandaskan pada pasal 27 UUD
1945 dan diperkuat melalui ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination Against Women/
CEDAW) ke dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984, serta
Landasan Aksi dan Deklarasi Beijing hasil Konferensi Dunia
tentang Perempuan keempat di Beijing pada tahun 1995. Namun
VII - 10
demikian, hal tersebut juga belum dapat menyetarakan kedudukan
dan peranan perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang
kehidupan dan pembangunan. Masih kuatnya pengaruh nilai-nilai
sosial budaya yang patriarki merupakan salah satu penyebab utama
sulitnya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Nilai-nilai ini
menempatkan laki-laki dan perempuan pada kedudukan dan peran
yang berbeda dan tidak setara yang ditandai dengan adanya
pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marjinalisasi, dan
kekerasan terhadap perempuan. Nilai sosial budaya lainnya dalam
masyarakat juga turut berpengaruh adalah penentuan keputusan pada
tingkat keluarga yang lebih memilih anak laki-laki mereka daripada
anak perempuannya untuk bersekolah. Nilai yang tidak peka gender
ini diperburuk oleh materi bahan ajar di berbagai jenjang pendidikan
yang bias gender dan atau diskriminatif terhadap perempuan.
Berbagai nilai-nilai sosial dan budaya yang tidak menguntungkan
bagi terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender selanjutnya
mengakibatkan diskriminasi terhadap perempuan, sehingga
perempuan tidak memiliki akses, kesempatan dan kontrol atas
pembangunan serta tidak memperoleh manfaat dari pembangunan
yang adil dan setara dengan laki-laki. Di samping itu, ketidaktepatan
pemahaman ajaran agama seringkali juga menyudutkan kedudukan
dan peranan perempuan di dalam keluarga dan masyarakat. Media
massa juga cenderung turut memperlemah posisi perempuan, karena
sering menampilkan gambaran tentang kekerasan, merendahkan
harkat dan martabat, serta mempertahankan peran tradisional
perempuan.
Sementara itu, pengarusutamaan gender belum dilaksanakan
secara efektif yang antara lain ditandai oleh rendahnya kesadaran
gender di kalangan aparat pemerintah terutama pengambil
keputusan. Di samping itu,
relatif rendahnya kualitas dan
kemandirian lembaga-lembaga yang memiliki visi pemberdayaan
perempuan serta belum maksimalnya hubungan kemitraan antara
pemerintah dengan masyarakat maupun dengan lembaga-lembaga
yang memiliki visi pemberdayaan perempuan dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan dan program

VII - 11
pembangunan juga merupakan penghambat dalam mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender.

4.

Pemuda dan Olahraga

4.1

Pemuda

Generasi muda yaitu kelompok penduduk yang berusia di
antara 15-35 tahun pada tahun 2000 diperkirakan berjumlah 74,1
juta atau 36 persen dari jumlah penduduk seluruhnya. Dengan
jumlah yang besar, belum seluruh generasi muda memiliki kualitas
yang tinggi untuk mengisi dan melaksanakan berbagai upaya
pembangunan. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk
melihat tingkat intelektualitas pemuda dan kemampuan dalam
berorientasi ke masa depan dapat diketahui dari jenjang pendidikan.
Dari hasil Susenas tahun 1998 terdapat 36,93 persen pemuda hanya
tamat Sekolah Dasar. Di samping itu, masalah lain yang dihadapi
pemuda adalah lemahnya pendidikan politik dan hukum bagi
pemuda yang berdampak pada terjadinya euforia politik dan hukum
dalam proses demokratisasi dan reformasi serta kesalahpengertian
tentang kebebasan dan demokrasi di kalangan pemuda.
Derasnya penetrasi budaya dan pengaruh global akibat
cepatnya perkembangan dan kemajuan teknologi, telekomunikasi
dan transportasi cenderung mempengaruhi pola pikir, sikap dan
perilaku pemuda di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Di samping itu, pranata pembangunan kepemudaan juga belum
sepenuhnya kuat yang dicerminkan dari banyaknya organisasi
kepemudaan yang belum mandiri dan konsisten dalam
menyelenggarakan visi dan misinya.
Upaya mempersiapkan, membangun, dan memberdayakan
pemuda agar mampu berperan serta sebagai pelaku-pelaku aktif
pembangunan bangsa Indonesia dihadapkan pada berbagai
permasalahan. Munculnya berbagai permasalahan sosial yang
melibatkan atau dilakukan pemuda seperti tawuran dan kriminalitas
lainnya, penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
(NAPZA), minuman keras, penyakit HIV/AIDS dan penyakit
VII - 12
menular seksual lainnya yang diderita pemuda, telah mencapai tahap
yang mengkawatirkan.
4.2

Olahraga

Perwujudan penduduk Indonesia yang berkualitas antara
lain ditentukan oleh derajat kesehatan, kesegaran dan kebugaran
jasmani serta perilaku terpuji seperti kejujuran dan sportivitas.
Namun demikian, penerapan hidup sehat dan kebiasaan olahraga
secara teratur dan berkesinambungan belum sepenuhnya dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari oleh sebagian penduduk Indonesia.
Banyaknya sarana dan prasarana umum untuk olahraga yang
dikonversi menjadi pusat perdagangan dan fasilitas lainnya juga
menjadi penyebab belum membudayanya olahraga.
Kurang intensifnya pembibitan dan pembinaan prestasi
olahraga
antara lain dipengaruhi oleh
belum mantapnya
kelembagaan olahraga. Terbatasnya jumlah dan sebaran pelatih yang
berkualitas serta kurangnya kejuaraan kelompok umur baik dalam
skala nasional maupun regional turut menyebabkan pembibitan dan
pembinaan prestasi olahraga tidak mengalami kemajuan yang
berarti. Di samping itu, Perguruan Tinggi yang diharapkan dapat
menjadi basis pembibitan dan pembinaan prestasi belum mampu
melaksanakan fungsinya. Sementara itu, sebagai suatu industri,
olahraga belum sepenuhnya mampu memberikan nilai tambah bagi
olahragawan, masyarakat luas termasuk dunia usaha. Hal ini sangat
terkait erat dengan belum mantapnya kelembagaan olahraga dan
manajemen olahraga yang belum sempurna.

B.

Langkah-langkah Kebijakan dan Hasil-hasil yang
Dicapai

Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat dan
menciptakan ketahanan budaya nasional yang kokoh, telah ditempuh
berbagai langkah kebijakan di berbagai bidang pembangunan
dengan hasil sebagai berikut.
1.

Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial

VII - 13
1.1

Program Lingkungan Sehat, Perilaku Sehat, dan
Pemberdayaan Masyarakat

1.1.1

Lingkungan Sehat

Program ini bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan
hidup yang sehat yang mendukung tumbuh kembang anak dan
remaja, memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup sehat, dan
memungkinkan interaksi sosial, serta melindungi masyarakat dari
ancaman bahaya yang berasal dari lingkungan sehingga tercapai
derajat kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat yang optimal.
Untuk mencapai tujuan tersebut, kegiatan yang dilaksanakan antara
lain : (1) meningkatkan promosi hygiene dan sanitasi di tingkat
individu, keluarga, dan masyarakat; (2) meningkatkan mutu
lingkungan perumahan dan permukiman termasuk pengungsian; (3)
meningkatkan hygiene dan sanitasi tempat-tempat umum dan
pengelolaan makanan; (4) meningkatkan kesehatan dan keselamatan
kerja; (5) meningkatkan wilayah/kawasan sehat termasuk kawasan
bebas rokok.
Hasil pencapaian program lingkungan sehat pada tahun
2001 antara lain: cakupan keluarga yang menghuni rumah sehat
sekitar 47 persen, cakupan keluarga yang menggunakan air bersih
sekitar 77,5 persen, cakupan keluarga yang menggunakan jamban
yang memenuhi syarat kesehatan sekitar 63 persen, persentase
tempat-tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan mencakup
sekitar 72,4 persen, dan persentase kawasan sehat mencakup sekitar
25 persen (Tabel VII-1).
1.1.2

Perilaku Sehat dan Pemberdayaan Masyarakat

Tujuan umum program ini adalah memberdayakan individu,
keluarga, dan masyarakat dalam bidang kesehatan untuk
memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatannya sendiri
dan lingkungannya menuju masyarakat yang sehat, mandiri, dan
produktif. Untuk mencapai tujuan tersebut dilaksanakan kegiatan:
(1) meningkatkan kepedulian terhadap perilaku bersih dan sehat; (2)
meningkatkan kepedulian terhadap proses perkembangan dini anak;
(3) meningkatkan upaya anti tembakau dan narkotika, psikotropika
dan zat adiktif (NAPZA); (4) meningkatkan pencegahan kecelakaan
VII - 14
dan rudapaksa; (5) meningkatkan upaya kesehatan jiwa masyarakat;
(6) memperkuat sistem jaringan dukungan masyarakat sesuai dengan
potensi dan budaya setempat.
Hasil pencapaian program ini pada tahun 2001 antara lain:
persentase penduduk dengan perilaku sehat mencakup sekitar 22
persen; penyebarluasan informasi kesehatan melalui media massa
seperti radio sekitar 199,9 ribu kali, televisi sekitar 2,7 ribu kali, dan
media cetak sekitar 2,6 juta ribu kali; dan persentase posyandu
purnama per desa sekitar 25 persen (Tabel VII-1).
1.2

Program Upaya Kesehatan

Tujuan umum program ini adalah meningkatkan pemerataan
dan mutu upaya kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna
serta terjangkau oleh segenap anggota masyarakat. Untuk mencapai
tujuan tersebut antara lain dilaksanakan kegiatan: (1) meningkatkan
pemberantasan penyakit menular dan imunisasi; (2) meningkatkan
pemberantasan penyakit tidak menular; (3) meningkatkan upaya
penyembuhan penyakit dan pemulihan, yang terdiri dari pelayanan
kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan; (4) meningkatkan
pelayanan kesehatan penunjang; (5) membina dan mengembangkan
pengobatan tradisional; (6) meningkatkan pelayanan kesehatan
reproduksi; (7) meningkatkan pelayanan kesehatan matra; (8)
mengembangkan survailans epidemiologi; (9) melaksanakan
penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan.
Dalam kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit,
hasil yang dicapai pada tahun 2001 antara lain: cakupan Universal
Child Immunization (UCI) telah mencapai sekitar 75 persen dari
seluruh bayi; angka kesakitan demam berdarah dengue (DBD) pada
tahun 2001 tercatat 5,7 per 100.000 penduduk; angka kesakitan
malaria 45 per 1.000 penduduk; angka kesembuhan tuberculosa
(TB) tercatat sekitar 85 persen; dan angka kematian diare pada balita
2,3 per 1.000 balita.
Angka kesakitan dan kematian yang disebabkan berbagai
penyakit berbasis lingkungan seperti infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA), diare, penyakit kulit dan kecacingan masih tinggi dan hal
tersebut terkait dengan kondisi lingkungan yang belum memadai.
VII - 15
Beberapa gerakan untuk memperbaiki kualitas lingkungan seperti
Gerakan Jum’at Bersih, Pekan Sanitasi, Kota Sehat, Kali Bersih
merupakan hal yang positif dan perlu dilestarikan.
Dalam kegiatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan,
telah dilakukan upaya untuk menjaga kesinambungan pelayanan
rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Berbagai upaya yang dilakukan antara lain pembangunan 2 RS
propinsi dan kabupaten, dan 39 RS swasta. Selain itu, telah
dilaksanakan peningkatan kelas RS dari kelas D ke kelas C
sebanyak 1 RS, dan peningkatan dari kelas C ke kelas B non
pendidikan sebanyak 2 RS pada tahun 2000 dan 5 RS pada tahun
2001. Sedangkan akreditasi RS pada tahun 2000 s/d 2001 dilakukan
terhadap 55 RS. Dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga
kesehatan di RS, pada tahun 2000 – 2001 telah dilakukan
penempatan dokter ahli (4 keahlian pokok dan keahlian lainnya)
sebanyak 174 orang.
Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan rumah sakit
telah ditetapkan 13 rumah sakit menjadi perusahaan jawatan
(Perjan). Langkah pertama menetapkan Direksi dan struktur Rumah
Sakit. Direncanakan rumah sakit yang telah ditetapkan menjadi
Perjan akan mulai beroperasi pada tahun 2002.
Dalam rangka pelaksanaan Ketetapan MPR Nomor
VIII/MPR/2000, khususnya mengenai pelayanan kesehatan di
daerah pengungsi, telah dilakukan upaya pelayanan kesehatan dan
gizi antara lain melalui program jeda kemanusiaan di Propinsi DI
Aceh, program akselerasi pembangunan kesehatan di Irian Jaya,
Maluku dan Maluku Utara, dan penanganan pengungsi di Jawa
Timur. Pelayanan kesehatan dan gizi yang diberikan antara lain
meliputi: surveilans epidemiologi, perbaikan kualitas air bersih,
pengadaan obat-obatan, penggantian vaksin yang rusak,
penyemprotan fokus demam berdarah, penanganan penderita gawat
darurat, operasi katarak dan bibir sumbing, khitanan massal, bantuan
uang lauk pauk dan beras, pengadaan peralatan RS, peralatan
pelayanan dasar bagi puskesmas, pengadaan kapal untuk
transportasi daerah terpencil, pendayagunaan tenaga pelayanan

VII - 16
kesehatan seperti Dokter Spesialis, Dokter Umum, Dokter Gigi dan
Paramedis.
Hasil pencapaian program upaya kesehatan pada tahun 2001
antara lain: persentase rujukan pelayanan kesehatan dasar ke rumah
sakit mencakup sekitar 15 persen; pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan sebesar 68,5 persen; cakupan antenatal sekitar 78,5
persen, postnatal dan neonatal sekitar 76,5 persen (Tabel VII-2) .
1.3

Program Perbaikan Gizi Masyarakat

Tujuan umum program ini adalah untuk meningkatkan
intelektualitas dan produktivitas sumber daya manusia, sedangkan
tujuan khusus adalah: (1) meningkatkan kemandirian keluarga
dalam upaya perbaikan status gizi; (2) meningkatkan pelayanan gizi
untuk mencapai keadaan gizi yang baik dengan menurunkan
prevalensi gizi kurang dan gizi lebih; (3) meningkatkan
penganekaragaman konsumsi pangan bermutu untuk memantapkan
ketahanan pangan tingkat rumah tangga. Kegiatan yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut antara lain: (1)
meningkatkan penyuluhan gizi masyarakat; (2) menanggulangi gizi
kurang dan menekan kejadian gizi buruk pada balita serta
menanggulangi kurang energi kronik (KEK) pada wanita usia subur
termasuk ibu hamil dan ibu nifas; (3) menanggulangi gangguan
akibat kurang yodium (GAKY); (4) menanggulangi anemia gizi besi
(AGB); (5) menanggulangi kurang vitamin A (KVA); (6)
meningkatkan penanggulangan kurang gizi mikro lainnya (misalnya
calsium, zink, dsb); (7) meningkatkan penanggulangan gizi lebih; (8)
melaksanakan fortifikasi dan keamanan pangan; (9) memantapkan
pelaksanaan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG); (10)
mengembangkan dan membina tenaga gizi; (11) melaksanakan
penelitian dan pengembangan gizi; (12) melaksanakan perbaikan
gizi institusi (misalnya sekolah, RS, perusahaan, dan sebagainya);
(13) melaksanakan perbaikan gizi akibat dampak sosial,
pengungsian, dan bencana alam.
Peningkatan status gizi masyarakat, terutama pada wanita
dan anak balita terus dilakukan. Pada tahun 2000 penanggulangan
GAKY dilaksanakan di 272 kecamatan endemik berat (20
VII - 17
Kabupaten) dan 197 kecamatan endemik sedang (36
kabupaten/kota). Selain itu melalui program JPS-BK, khususnya
kegiatan perbaikan gizi, telah dilakukan pemberian makanan
tambahan berupa makanan pendamping (MP) ASI terhadap sekitar
401,3 ribu bayi berusia 6-11 bulan, 1 juta anak usia 12-23 bulan,
1,8 juta anak balita dan 383,7 ribu ibu hamil/ibu nifas Kurang
Energi Kronik (KEK). Peran serta masyarakat juga ditingkatkan
antara lain melalui kegiatan revitalisasi posyandu agar mampu
menunjang penyelenggaraan pemberian makanan tambahan bagi ibu
hamil, ibu nifas, bayi dan anak di bawah usia dua tahun.
Hasil pencapaian program perbaikan gizi pada tahun 2001
antara lain: persentase wanita usia subur dan anak sekolah di
kecamatan endemik yang mendapat kapsul yodium mencakup
sekitar 40 persen; persentase ibu hamil yang mendapat tablet besi 49
persen; persentase bayi dan balita yang mendapat vitamin A sebesar
65 persen; dan persentase keluarga yang mengkonsumsi garam
beryodium sekitar 65 persen (Tabel VII-3).
1.4

Program Sumber Daya Kesehatan

Program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan jumlah, mutu
dan penyebaran tenaga kesehatan; (2) meningkatkan jumlah,
efektivitas, dan efisiensi penggunaan biaya kesehatan; (3)
meningkatkan ketersediaan sarana, prasarana, dan dukungan logistik
pada sarana pelayanan kesehatan yang semakin merata, terjangkau,
dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut,
kegiatan yang dilaksanakan adalah: (1) meningkatkan perencanaan
dan pendayagunaan tenaga kesehatan; (2) meningkatkan pendidikan
dan pelatihan tenaga kesehatan; (3) mengembangkan sistem
pembiayaan praupaya; (4) mengembangkan sarana, prasarana, dan
dukungan logistik pelayanan kesehatan.
Kegiatan perencanaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan
antara lain telah dilaksanakan melalui 18 jenis program pendidikan
tenaga kesehatan dengan jumlah institusi sebanyak 866 buah terdiri
dari 287 Jenjang Pendidikan Menengah (JPM) dan 579 Jenjang
Pendidikan Tinggi (JPT).

VII - 18
Pada tahun 2000 jumlah lulusan tenaga kesehatan yang
dihasilkan mencapai sekitar 38,4 ribu orang, terdiri dari sekitar 20,8
ribu orang tenaga lulusan jenjang pendidikan tinggi (Diploma 3) dan
17,6 ribu orang tenaga lulusan dari jenjang pendidikan menengah.
Selain itu telah dilakukan akreditasi terhadap institusi pendidikan
tenaga kesehatan sebanyak 575 institusi. Upaya untuk meningkatkan
pendidikan tenaga guru/dosen dilakukan melalui tugas belajar dan
pelatihan fungsional.
Dalam menunjang pelaksanaan desentralisasi, telah dilatih
sebanyak 2.175 orang tenaga kesehatan, meliputi bidang manajemen
dan kepemimpinan 165 orang, teknis administrasi 900 orang,
jabatan fungsional 900 orang dan pelatihan bagi pelatih sebanyak
210 orang.
Dalam upaya mengembangkan sarana dan prasarana
pelayanan kesehatan dasar, telah dilakukan upaya peningkatan
pemeliharaan sarana kesehatan yang ada agar tetap dapat berfungsi
dengan baik. Dewasa ini terdapat sekitar 7,2 ribu puskesmas, 21
ribu puskesmas pembantu dan 6,8 ribu puskesmas keliling. Dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan puskesmas, sekitar 1,7 ribu
puskesmas telah ditingkatkan fungsinya menjadi puskesmas
perawatan dengan sarana tempat tidur. Puskesmas perawatan ini
terutama dikembangkan di lokasi-lokasi yang jauh dari Rumah
Sakit, jalur-jalur jalan raya yang rawan kecelakaan dan di daerahdaerah atau pulau-pulau terpencil.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak melalui
puskesmas dan puskesmas pembantu makin efektif dengan
penempatan bidan di desa yang secara kumulatif sampai tahun 2000
bidan yang telah ditempatkan di desa berjumlah sekitar 67 ribu
orang. Upaya peningkatan pemerataan pelayanan kesehatan dasar,
utamanya pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk imunisasi dan
perbaikan gizi juga ditunjang dengan dukungan peran serta
masyarakat dalam bentuk posyandu dan pondok persalinan desa
(polindes) yang sampai tahun 2000 telah berjumlah masing-masing
243,7 ribu posyandu dan 15,8 ribu polindes.

VII - 19
Hasil pencapaian program ini pada tahun 2001 antara lain:
jumlah Badan Pelaksana Sistem Pembiayaan Kesehatan Praupaya
yang berijin sebanyak 24 institusi; jumlah pendidikan dan pelatihan
kesehatan yang terakreditasi sebanyak 611 institusi; dan jumlah
tenaga kesehatan yang dilatih teknis fungsional mencapai sekitar
39,6 ribu orang (Tabel VII-4) .
1.5

Program Obat, Makanan, dan Bahan Berbahaya

Program ini bertujuan untuk: (1) melindungi masyarakat
dari bahaya penyalahgunaan dan kesalahgunaan obat, narkotika,
psikotropika, zat adiktif (NAPZA), dan bahan berbahaya yang lain;
(2) melindungi masyarakat dari penggunaan sediaan farmasi,
makanan dan alat kesehatan (farmakes) yang tidak memenuhi
persyaratan mutu dan keamanan; (3) menjamin ketersediaan,
keterjangkauan, dan pemerataan obat yang bermutu yang
dibutuhkan masyarakat; dan (4) meningkatkan potensi daya saing
industri farmasi terutama yang berbasis sumber daya alam dalam
negeri. Untuk mencapai tujuan tersebut telah dilaksanakan kegiatan:
(1) meningkatkan pengamanan bahaya penyalahgunaan dan
kesalahgunaan obat, narkotika, psikotropika, zat adiktif, dan bahan
berbahaya lainnya; (2) meningkatkan pengamanan dan pengawasan
makanan dan bahan tambahan makanan (BTM); (3) meningkatkan
pengawasan obat, obat tradisional, kosmetika, dan alat kesehatan
termasuk pengawasan terhadap promosi/ iklan; (4) meningkatkan
penggunaan obat rasional; (5) menerapkan obat esensial; (6)
mengembangkan obat asli Indonesia; (7) membina dan
mengembangkan industri farmasi; (8) meningkatkan mutu pengujian
laboratorium pengawasan obat dan makanan (POM); (9)
mengembangkan standar mutu obat dan makanan; (10)
mengembangkan sistem dan layanan informasi POM.
Penyediaan obat esensial pada unit pelayanan kesehatan
dasar sejak tahun 2000 dilaksanakan oleh masing-masing
kabupaten/kota. Di tingkat pusat hanya disediakan obat dan alat
kesehatan sebagai buffer stock, yang digunakan pada keadaan
emergensi terutama untuk penanggulangan bencana, kerusuhan dan
pengungsi.

VII - 20
Untuk mempertahankan kesinambungan dalam penyediaan
dan ketersediaan obat generik dengan harga terjangkau selama masa
krisis agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, maka pada
tahun 2000 telah diberikan subsidi untuk pengadaan bahan baku
obat melalui mekanisme pemberian subsidi terhadap selisih kurs
pembelian bahan baku obat.
Hasil pencapaian program ini pada tahun 2001 antara lain:
persentase cakupan pemeriksaan sarana pelayanan kesehatan
mencapai 12,2 persen; proporsi kasus penyalahgunaan obat dan
NAPZA dengan tindak lanjut pengamanan sebesar 90 persen dan
persentase cakupan pemeriksaan sarana produksi distribusi farmakes
dalam rangka Good Manufacturing Practices (GMP) 40 persen.
Jumlah iklan yang berhasil diawasi sebanyak 1.600 iklan; jumlah
laboratorium pengujian obat dan makanan yang terakreditasi
sebanyak 8 unit; jumlah sarana produksi bahan baku farmasi
termasuk Obat Asli Indonesia yang dibina mencakup 10 persen, dan
jumlah kabupaten/kota yang kekurangan stok obat lebih dari 3 item
selama lebih dari 3 bulan menurun menjadi 10 persen (Tabel VII-5).
1.6

Program
Kebijakan
Pembangunan Kesehatan

dan

Manajemen

Untuk penyelenggaraan upaya kesehatan sesuai dengan
tujuan, kebijakan, dan strategi yang telah ditetapkan dibutuhkan
kebijakan dan manajemen sumber daya yang efektif dan efisien
yang didukung dengan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
sehingga dapat tercapai pelayanan kesehatan yang merata dan
berkualitas.Untuk mencapai tujuan tersebut, kegiatan yang
dilaksanakan adalah: (1) mengembangkan kebijakan program
kesehatan; (2) mengembangkan manajemen pembangunan
kesehatan; (3) mengembangkan dan menyempurnakan hukum
kesehatan; (4) mengembangkan sistem informasi kesehatan; (5)
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
Dalam upaya mengembangkan hukum kesehatan, pada
tahun 2000 telah dilakukan penyusunan 1 RUU, 1 RPP, 2 Keppres,
27 Permenkes/Kepmenkes, dan 7 SKB.
Sedangkan, untuk
mengembangkan sistem informasi kesehatan nasional, telah
VII - 21
dilakukan kegiatan antara lain: (1) integrasi sistem-sistem informasi
kesehatan yang ada, (2) penyederhanaan dan integrasi pencatatan
dan pelaporan data, (3) peningkatan kemampuan daerah dalam
pengembangan
sistem informasi kesehatan (SIK), (4)
pengembangan sumber daya, khususnya melalui penerapan dan
pemeliharaan teknologi informatika serta pengembangan tenaga
pengelola SIK, dan (5) pengembangan pelayanan data dan informasi
baik untuk para manajer maupun untuk masyarakat.
Dalam upaya mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan, telah dilakukan berbagai kegiatan penelitian
dan pengembangan kesehatan. Selain itu, pada tahun 2001 telah
dilaksanakan Survai Kesehatan Nasional (Surkesnas) yang
merupakan kegiatan antar lembaga/ instansi dan berkesinambungan
tiap tahun (multi year and multi institution activities). Surkesnas
meliputi kegiatan pengembangan modul kesehatan dan
pengumpulan data kesehatan melalui Survai Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas), kegiatan Survai Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) dengan komponen studi morbiditas, studi mortalitas dan
studi tindak lanjut (follow up) ibu hamil dan kegiatan Survai
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) komponen kesehatan
ibu dan anak.
Hasil pencapaian program ini pada tahun 2001 antara lain:
tersedianya sistem informasi kesehatan kabupaten/kota dan propinsi
pada 27 propinsi; 38 buah produk hukum bidang kesehatan yang
ditetapkan; dan 110 penelitian di bidang kesehatan (Tabel VII-6).
1.7

Program Pengembangan Potensi Kesejahteraan
Sosial

Tujuan program ini adalah untuk mengembangkan
kesadaran, kemampuan, tanggung jawab, dan peran aktif masyarakat
dalam menangani permasalahan sosial di lingkungannya, serta
memperbaiki kualitas hidup, dan kesejahteraan penyandang masalah
kesejahteraan sosial.
Untuk mencapai tujuan tersebut langkah-langkah kebijakan
yang telah ditempuh adalah meningkatkan dan memperluas
pelayanan kesejahteraan sosial terutama bagi penduduk miskin, anak
VII - 22
dan lanjut usia terlantar, anak jalanan, penyandang cacat, tuna sosial,
serta korban bencana alam dan kerusuhan. Di samping itu, juga terus
dilakukan berbagai upaya untuk lebih meningkatkan partisipasi
masyarakat terutama dunia usaha untuk mendukung pelayanan baik
yang dilakukan oleh pemerintah utamanya pemerintah daerah
maupun masyarakat.
Pada tahun 2000 pelayanan sosial bagi anak terlantar telah
diberikan bagi 133.844 anak terlantar yang dilakukan antara lain
melalui pemberian santunan hidup dan pendidikan bagi anak dalam
panti, serta pemberian keterampilan dan modal usaha bagi anak
terlantar yang tinggal bersama keluarganya. Agar panti sosial milik
masyarakat dapat mempertahankan pelayanan sosialnya diberikan
pula bantuan biaya operasional yang dapat digunakan untuk biaya
pendidikan anak asuhnya maupun biaya operasional panti.
Meningkatnya jumlah anak jalanan di perkotaan, yang
merupakan bagian dari populasi anak terlantar, juga membutuhkan
prioritas penanganan. Penanganan anak jalanan diberikan melalui
media Rumah Singgah yang diselenggarakan bekerja sama dengan
Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)/organisasi sosial, yang telah
memiliki pengalaman memberikan pelayanan serupa. Untuk itu,
telah diberikan pelayanan sosial bagi 31.635 anak jalanan di kotakota besar berupa bimbingan sosial dan budi pekerti, bantuan
makanan, beasiswa, pelayanan kesehatan, pelatihan keterampilan
dan pelayanan-pelayanan rujukan lain yang diperlukan. Pelayanan
sosial ini bertujuan untuk memberikan alternatif kegiatan bagi anakanak jalanan agar waktu yang dihabiskan di jalan semakin
berkurang, dan diharapkan dengan modal keterampilan yang
dimiliki atau tetap terpeliharanya kelangsungan pendidikan mereka,
pada akhirnya anak-anak tersebut dapat meninggalkan kehidupan di
jalan dan hidup kembali bersama keluarganya. Menyadari bahwa
permasalahan sebagian besar anak jalanan adalah ketidakmampuan
orang tua dalam memenuhi kebutuhan anak, maka sasaran
pelayanan juga menjangkau orang tua anak jalanan, melalui
pemberdayaan orang tua.
Dengan besarnya jumlah anak jalanan, anak yang
diperlakukan salah, dan pekerja anak, telah mulai dilaksanakan
VII - 23
sosialisasi tentang hak-hak anak meliputi tumbuh kembang,
kelangsungan hidup dan perlindungan di 13 propinsi.
Selanjutnya telah pula diberikan bantuan dan penyantunan
bagi 12.475 lanjut usia terlantar baik di dalam maupun di luar panti.
Bagi lanjut usia terlantar yang masih produktif, diberikan bantuan
modal usaha. Dana bantuan operasional diberikan pula secara
langsung bagi panti lanjut usia milik masyarakat yang mengalami
kesulitan pendanaan, agar kelangsungan penyelenggaraan pelayanan
sosial bagi lanjut usia terlantar dapat terpelihara.
Pelayanan dan rehabilitasi sosial juga diberikan kepada
12.887 orang penyandang cacat, baik yang berada di dalam panti
maupun di lingkungan keluarga.
Bantuan pelayanan
dan
rehabilitasi sosial tersebut ditujukan untuk memulihkan harga diri
dan martabat mereka sehingga mereka dapat melaksanakan peran
dan fungsi sosialnya secara wajar dan produktif. Selain itu,
diupayakan pula bagi mereka kemudahan untuk mengakses fasilitas
umum. Sedangkan pelayanan sosial bagi tuna sosial telah diberikan
bagi 11.634 orang termasuk bagi tuna susila, pengemis,
gelandangan, eks narapidana, penderita HIV/AIDS dan korban
tindak pidana kekerasan.
Sementara itu, penanganan anak nakal dan korban
penyalahgunaan narkoba ditangani melalui upaya pencegahan,
pelayanan dan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan di dalam panti
dan luar panti dengan sasaran tercegahnya, pulih dan berdayanya
para penyandang tersebut sehingga dapat menjadi sumber daya yang
berkualitas dan produktif. Jumlah korban penyalahgunaan narkoba
dan anak nakal yang ditangani sebanyak 3.380 orang.
Usaha pemberdayaan terhadap Komunitas Adat Terpencil
(KAT) terus diupayakan agar secara bertahap kualitas hidup mereka
dapat meningkat. KAT yang memperoleh pemberdayaan sebanyak
9.763 KK.
Salah satu upaya pencegahan terhadap terus berkembangnya
masalah-masalah sosial yang disebabkan oleh kemiskinan seperti
keterlantaran dan tuna sosial dilakukan melalui pemberdayaan bagi
keluarga miskin (fakir miskin). Pemberdayaan keluarga sangat
VII - 24
miskin dilaksanakan melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
bagi 5.072 KUBE atau 50.720 keluarga, dengan kegiatan antara lain
seleksi, bimbingan motivasi, pembentukan dan pemantapan KUBE,
dan pemberian bantuan sarana usaha yang sesuai dengan pelatihan
keterampilan yang telah diperoleh. Agar KUBE dapat berjalan
dengan baik, pendampingan bagi kelompok-kelompok tersebut
dilakukan oleh Petugas Sosial Kecamatan (PSK). Diharapkan
melalui penanganan yang menyeluruh dan terpadu, dapat dikurangi
timbulnya masalah-masalah seperti anak terlantar dan lanjut usia.
Dalam rangka penanganan pengungsi yang bersifat
konsepsional dan menyeluruh, bagi para pengungsi diberikan
bantuan tanggap darurat di lokasi pengungsian dan permukiman
kembali para pengungsi baik di tempat asal maupun baru sebagai
bagian dari pemberian jaminan sosial dan jaminan keamanan.
Bantuan tanggap darurat dilakukan dengan cara memberikan
bantuan pangan berupa beras dan lauk pauk bagi rata-rata 1.000.000
jiwa/bulan yang tersebar di 19 propinsi. Selain itu, bagi para
pengungsi juga diberikan pelayanan kesehatan dasar termasuk
pencegahan dan pemberantasan penyakit, penyediaan sarana air
bersih dan sanitasi, serta perbaikan gizi melalui pemberian makanan
tambahan. Selanjutnya, penyediaan kesempatan belajar juga
diberikan bagi pengungsi anak melalui pendidikan umum dan
alternatif di daerah lokasi/daerah pengungsian, bantuan bahan ajar
dan perlengkapan siswa, serta paket pelatihan. Penanganan
pengungsi ini dilakukan bersama-sama antara pemerintah baik pusat
dan daerah bersama-sama masyarakat. Keseluruhan penanganan
pengungsi dikoordinir oleh Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana (Bakornas PB).
Dalam menanggulangi dampak sosial dari krisis
multidimensional, terutama bagi kelompok rentan, keberadaan
organisasi sosial (Orsos) menjadi sangat strategis. Orsos mampu
memberikan pelayanan atas dasar sikap ikhlas, pengabdian,
kepedulian dan penghargaan kepada sesama manusia yang bentuk
perwujudannya adalah upaya menolong dan membantu tanpa
pamrih. Motivasi seperti ini menumbuhkan kekuatan yang mengakar
pada masyarakat. Mereka tumbuh di tengah-tengah masyarakat,
VII - 25
berusaha memahami persoalan yang ada, mengerti yang dibutuhkan
sehingga mereka juga dapat memberikan pertolongan dan bantuan
baik yang bersifat penyelamatan maupun pemulihan kondisi
kesejahteraan sosial dalam suatu krisis. Orsos yang telah menerima
bantuan pemberdayaan berupa pelatihan dan paket-paket usaha agar
kinerja Orsos dapat terus ditingkatkan yaitu sebanyak 572 Orsos dan
1.561 Karang Taruna.
Dalam upaya memberikan kesejahteraan dan pemenuhan
jaminan sosial yang dapat menyentuh seluruh warga negara telah
dilakukan upaya penyempurnaan sistem jaminan sosial nasional
secara terpadu dan terkoordinasi agar setiap warga negara Indonesia
mendapat hak atas kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya melalui
program sistem jaminan sosial yang menyeluruh terutama untuk
keluarga, masyarakat miskin, pekerja sektor informal, petani,
nelayan, masyarakat yang terkena musibah/bencana dan penyandang
masalah sosial lainnya melalui penelaahan, pengkajian dan
perumusan kebijakan dan langkah-langkah dalam rangka
penyelenggaraan program sistem jaminan sosial nasional yang
meliputi baik aspek kelembagaan, program, perundang-undangan,
pendanaan maupun aspek pelaksanaan lainnya. Khusus untuk sistem
jaminan dan asuransi kesejahteraan sosial telah dilakukan uji coba
dan penyusunan pedoman pelaksanaan sistem jaminan dan asuransi
kesejahteraan sosial.
1.8

Program Peningkatan Kualitas Manajemen dan
Profesionalisme Pelayanan Sosial

Program ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan
profesionalisme pelayanan sosial melalui pengembangan alternatifalternatif intervensi di bidang kesejahteraan sosial, peningkatan
kemampuan dan kompetensi pekerja sosial dan tenaga kesejahteraan
sosial masyarakat, serta penetapan standardisasi dan legislasi
pelayanan sosial.
Untuk mencapai tujuan tersebut, langkah-langkah kebijakan
yang telah ditempuh adalah meningkatkan profesionalisme
pelayanan sosial baik yang dilaksanakan oleh pemerintah,
masyarakat dan dunia usaha terhadap penyandang masalah
VII - 26
kesejahteraan sosial, serta meningkatkan kualitas manajemen
pelayanan sosial.
Dalam rangka meningkatkan mutu dan profesionalisme
pelayanan sosial telah dilakukan berbagai kegiatan antara lain
melalui pendidikan tugas belajar program S2 bagi 36 orang dan
program S3 sebanyak 5 orang pekerja kesejahteraan sosial untuk
bidang ilmu sosial, sosiologi pembangunan dan psikologi. Di
samping itu, telah dilakukan pula pelatihan teknis maupun
fungsional bagi 150 pegawai Dinas Sosial yang tersebar di 26
propinsi.
Selanjutnya, untuk mendukung pengembangan kebijakan
dan program di bidang kesejahteraan sosial telah dilakukan beberapa
penelitian antara lain mengenai pengembangan standarisasi dan
pedoman kompetensi SDM dalam rangka meningkatkan kinerja
lembaga pelayanan kesejahteraan sosial; sosialisasi Lembaga Sosial
Kemasyarakatan antaretnis dan pola hubungan antarkelompok etnis
dan penelitian tentang sistem penanggulangan kesenjangan sosial.
Selain itu, telah dilakukan pula penyusunan Standarisasi Panti Sosial
sebagai pedoman bagi penyelenggara Panti Sosial baik oleh
pemerintah maupun masyarakat.
Dalam upaya menciptakan landasan pelaksanaan
pembangunan kesejahteraan sosial yang semakin mantap dan
mapan, telah dilakukan penyusunan 3 naskah akademis peraturan
perundang-undangan di bidang kesejahteraan sosial antara lain
naskah akademis Rancangan Undang-undang (RUU) tentang
Perlindungan Anak, RUU tentang Pengentasan Fakir Miskin dan
RUU tentang Undian.
1.9

Program Pengembangan Keserasian Kebijakan
Publik dalam Penanganan Masalah-masalah
Sosial

Program ini bertujuan untuk mewujudkan keserasian
kebijakan publik dalam penanganan masalah-masalah sosial
masyarakat dan terlindunginya masyarakat dari dampak
penyelenggaraan pembangunan dan perubahan sosial yang cepat
melalui wadah jaringan kerja.
VII - 27
Untuk mencapai tujuan tersebut, langkah-langkah kebijakan
yang telah ditempuh adalah menyelesaikan masalah-masalah
mendesak yang dilakukan melalui koordinasi dengan instansi terkait
terutama untuk masalah pengungsi, kerusuhan, dan disintegrasi
bangsa.
Penanganan masalah disintegrasi bangsa menyangkut
berbagai aspek kehidupan manusia, dan penanganan secara
komprehensif memerlukan waktu yang panjang. Berkaitan dengan
hal tersebut telah selesai dirumuskan kebijakan pengembangan
integrasi bangsa di kalangan pelajar dan pemuda melalui pengenalan
wawasan nusantara dengan melibatkan berbagai unsur pemerintah,
LSM dan masyarakat termasuk dunia usaha.
Di samping itu, dalam upaya mendorong masyarakat dan
dunia usaha agar ikut serta menyelenggarakan pelayanan sosial yang
berkelanjutan untuk penanganan masalah-masalah kemasyarakatan,
telah selesai dirumuskan kebijakan mengenai sumbangan sosial
masyarakat melalui media massa dan tanggung jawab sosial dunia
usaha.
Untuk penanganan pengungsi akibat bencana alam dan
kerusuhan telah selesai dirumuskan kebijakan mengenai pola
penyelesaian masalah pengungsi dan perumusan kebijakan dasar
masalah pengungsi anak. Demikian pula untuk penanganan masalah
narkoba yang terus meningkat baik dilihat dari jumlah korbannya
maupun kualitas penyalahgunaannya telah dilakukan perumusan
kebijakan mengenai strategi penanggulangan penyalahgunaan
narkoba.
1.10

Program Pengembangan
Masalah-masalah Sosial

Sistem

Informasi

Program ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis data dan
informasi yang diperlukan untuk bahan penentuan kebijakan
masalah-masalah sosial, membangun sistem informasi yang
diperlukan sebagai alat peringatan dini, dan meningkatkan fungsi
dan koordinasi jaringan informasi kelembagaan dalam upaya
pembentukan keterpaduan pengendalian masalah-masalah sosial.
Tujuan lain program ini adalah untuk menyediakan data dan
VII - 28
informasi yang benar dan bertanggung jawab kepada masyarakat
dan dunia usaha tentang: (1) perkembangan masalah menyangkut
aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya; (2) modal sosial yang
dimiliki masyarakat dan dunia usaha serta sumber daya ekonomi;
dan (3) perkembangan masalah-masalah sosial itu sendiri.
Untuk mencapai tujuan tersebut, langkah-langkah kebijakan
yang telah ditempuh adalah membangun pusat informasi dan
layanan masyarakat antara lain untuk mengakomodasi masyarakat
yang makin berkembang.
Dalam rangka penyediaan data dan informasi masalahmasalah kemasyarakatan masih terus dilanjutkan pengembangan
sistem informasi dan pengelolaan informasi masalah-masalah
kemasyarakatan. Selanjutnya, telah dilakukan juga pengkajian
berbagai masalah laten bangsa bekerja sama dengan berbagai
universitas dan lembaga penelitian.
1.11

Program Pengembangan
Kebijakan Kependudukan

dan

Keserasian

Program pengembangan dan keserasian kebijakan
kependudukan bertujuan untuk mewujudkan keserasian kebijakan
kependudukan di berbagai bidang pembangunan. Dalam rangka
mencapai tujuan program tersebut ditempuh langkah-langkah
kebijakan antara lain: (1) meningkatkan kualitas penduduk yang
meliputi peningkatan kualitas kehidupan beragama, pendidikan,
kesehatan, ekonomi, sosial-budaya, dan peningkatan sektor terkait
lainnya; (2) mengendalikan pertumbuhan dan kuantitas penduduk;
(3) melakukan pengarahan mobilitas dan persebaran penduduk
sehingga penduduk tidak terkonsentrasi pada wilayah-wilayah
tertentu; dan (4) mengembangkan sistem administrasi
kependudukan. Kebijakan tersebut diselenggarakan melalui program
pembangunan lintas bidang dan lintas sektor serta pembangunan
yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Hasil pelaksanaan yang dicapai pada tahun 2000 di bidang
kebijakan pengendalian kuantitas penduduk adalah penetapan
jumlah, struktur dan komposisi penduduk Indonesia tahun 2000–
2005 serta beberapa makalah kebijakan tentang pengendalian
VII - 29
pertumbuhan penduduk dan pembangunan berkelanjutan.
Sedangkan di bidang kebijakan kualitas penduduk telah dicapai
antara lain adalah: pembakuan indikator kependudukan strategis
yang dapat memberikan bahan pertimbangan penentuan skala
prioritas dalam perencanaan pembangunan yang berwawasan
kependudukan; pengembangan pola asuh anak dalam keluarga; serta
pedoman peningkatan kualitas anak balita. Di samping itu, telah
dirumuskan pula makalah kebijakan mengenai peningkatan
kesehatan reproduksi remaja, penurunan morbiditas dan mortalitas
bayi, balita, ibu hamil, dan ibu melahirkan. Di bidang persebaran
dan mobilitas penduduk telah dilaksanakan beberapa kajian dan
studi kebijakan persebaran dan mobilitas penduduk, tata ruang, daya
dukung dan daya tampung lingkungan. Dalam upaya mendukung
administrasi kependudukan yang tertib, telah disusun RUU tentang
Adminstrasi Kependudukan serta pelaksanaan uji coba sistim
pendaftaran dan pencatatan penduduk.
1.12

Program Pemberdayaan Keluarga

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
dan ketahanan keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam
masyarakat. Langkah-langkah kebijakan dalam program ini
diarahkan pada penyadaran dan peningkatan kemampuan keluarga
dalam memenuhi kebutuhan dasar, sosial dan psikologisnya.
Langkah kebijakan tersebut meliputi: (1) menyelenggarakan
pelayanan advokasi, komunikasi, edukasi, informasi (KIE) dan
konseling mengenai pengasuhan dan penumbuhkembangan anak
serta akses sumber daya ekonomi; (2) mengembangkan
pengetahuan, keterampilan dan kewirausahaan bagi keluarga
terutama keluarga Pra-KS dan KS I; (3) menyelenggarakan
pelayanan pembinaan ketahanan keluarga khususnya bagi keluarga
yang memiliki balita dan remaja; dan (4) melakukan penataan dan
melaksanakan pendataan keluarga.
Hasil yang dicapai dalam program ini pada tahun 2000
adalah jumlah keluarga terutama keluarga Pra-KS dan KS I yang
dapat mengakses informasi dan sumber daya ekonomi bagi
peningkatan kesejahteraan keluarga mencapai sekitar 12,6 juta

VII - 30
keluarga. Selain itu, langkah kebijakan ini juga telah menghasilkan
data keluarga.
1.13

Program Kesehatan Reproduksi Remaja

Program ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan reproduksi
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya dan
mempersiapkan kehidupan berkeluarga guna mendukung upaya
peningkatan kualitas generasi mendatang. Langkah-langkah
kebijakan yang ditempuh adalah: (1) melaksanakan promosi
kesehatan reproduksi bagi remaja, baik yang bersifat pencegahan
maupun penanggulangan; (2) melakukan advokasi, komunikasi,
informasi, dan edukasi (KIE) dan konseling reproduksi bagi remaja,
keluarga dan masyarakat; (3) menyelenggarakan promosi
pendewasaan usia kawin; dan (4) melaksanakan perintisan konseling
kesehatan reproduksi bagi remaja termasuk bagi remaja yang hidup
dan bekerja di jalan.
Pelaksanaan langkah-langkah kebijakan ini mampu
meningkatkan kepedulian dan peran aktif remaja, masyarakat dan
dunia pers dalam aspek kesehatan reproduksi. Pusat-pusat konseling
kesehatan remaja juga semakin meningkat kualitas dan jumlahnya.
Pada tahun 2001 jumlah pusat konseling kesehatan reproduksi bagi
remaja mencapai 65 pusat.

1.14

Program Keluarga Berencana (KB)

Program KB bertujuan untuk memenuhi permintaan
pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas serta
mengendalikan angka kelahiran yang pada akhirnya meningkatkan
kualitas penduduk dan mewujudkan keluarga-keluarga kecil
berkualitas. Langkah-langkah kebijakan yang ditempuh adalah: (1)
mengintegrasikan program KB dalam kerangka pemenuhan hak-hak
reproduksi dan kesehatan reproduksi, serta kesetaraan gender
termasuk diantaranya adalah promosi, advokasi, komunikasi,
informasi dan edukasi (KIE), dan konseling tentang pemenuhan hakVII - 31
hak dan kesehatan reproduksi; (2) meningkatkan mutu pelayanan
program KB yang menuju pada pencapaian standar yang ditetapkan
dan berorientasi kepada kepuasan publik/klien, antara lain melalui
peningkatan kualitas lembaga pelayanan KB dan kesehatan
reproduksi dan peningkatan profesionalisme sumber daya manusia
pada lembaga pelayanan KB; (3) menyediakan alat dan obat serta
pelayanan KB yang bermutu termasuk kontrasepsi mantap bagi lakilaki dan perempuan serta pencabutan alat kontrasepsi susuk secara
cuma-cuma bagi keluarga Pra-KS dan KS I; (4) menyediakan
jaminan dan perlindungan bagi peserta KB yang diprioritaskan pada
penanggulangan efek samping secara medis; (5) melakukan
pelatihan, pengkajian, dan penelitian operasional KB serta
mengembangkan sistim informasi manajemen program KB, dan (6)
melakukan penajaman segmentasi peserta KB yaitu kelompok
peserta KB dilayani secara luwes dengan memperhatikan aspek
sosial ekonomi, adat istiadat/agama, ciri-ciri demografis dan
geografis.
Melalui pelaksanaan langkah-langkah kebijakan ini, pada
tahun 2000 program KB mampu memberikan pelayanan KB bagi
3.625.753 peserta KB baru dan 25.537.657 peserta KB aktif.
Dengan kemampuan pelayanan KB tersebut, persentase pasangan
usia subur (PUS) yang ingin menjadi peserta KB namun tidak
terlayani KB (unmet need) pada tahun 2001, diproyeksikan sebesar
8,7 persen.
1.15

Program Penguatan Kelembagaan dan Jaringan
KB

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian dan
sekaligus meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan KB dan
kesehatan reproduksi. Langkah-langkah kebijakan dalam program
ini meliputi: (1) meningkatkan kapasitas kelembagaan KB dalam
rangka desentralisasi; (2) melaksanakan pelatihan dan bimbingan
pelayanan dan manajemen KB dan kesehatan reproduksi bagi
institusi
dan
lembaga
berbasiskan
masyarakat
yang
menyelenggarakan pelayanan KB; (3) menyediakan dukungan
manajemen KB terutama di tingkat desa dan kecamatan; (4)
menyediakan dan melakukan pertukaran informasi tentang KB dan
VII - 32
kesehatan reproduksi; (5) menyelenggarakan pelatihan dan kerja
sama internasional di bidang KB dan kesehatan reproduksi; dan (6)
menyelenggarakan promosi kemandirian ber-KB bagi peserta KB
dan peningkatan kemandirian kelembagaan KB yang berbasis
masyarakat.
Hasil yang dicapai dalam program ini pada tahun 2001
adalah jumlah lembaga pelayanan KB non-pemerintah sebesar
46.756 yang diperkirakan mampu melayani 68 persen PUS peserta
KB Aktif. Hasil lainnya dalam program ini adalah persentase peserta
KB mandiri yang diperkirakan telah mencapai 30 persen PUS pada
tahun 2001.

2.

Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata

2.1

Kebudayaan

Di dalam GBHN 1999 pembangunan kebudayaan diarahkan
untuk mengembangkan dan membina kebudayaan nasional bangsa
Indonesia, mengembangkan sikap kritis terhadap nilai-nilai budaya
dan mengembangkan kebebasan berkreasi dalam berkesenian. Untuk
itu, kebijakan yang ditempuh adalah untuk menanamkan nilai-nilai
luhur budaya bangsa dalam rangka menumbuhkan pemahaman dan
penghargaan masyarakat pada budaya leluhur, keragaman budaya
dan tradisi, meningkatkan kualitas berbudaya masyarakat,
menumbuhkan sikap kritis terhadap nilai-nilai budaya, dan
memperkokoh ketahanan budaya. Langkah-langkah yang ditempuh
adalah: (1) meningkatkan pelestarian, pengembangan dan
pemanfaatan tradisi, peninggalan sejarah dan permuseuman; (2)
menciptakan iklim yang kondusif bagi timbulnya kreasi sastra, seni,
dan budaya; (3) membina dan mengembangkan kebahasaan dan
kesastraan; (4) mengembangkan kepustakaan dan budaya ilmiah; (5)
membina dan mengembangkan kesenian dan perfilman nasional;
dan (6) meningkatkan apresiasi masyarakat dalam seni dan budaya.
Hasil pelaksanaan langkah-langkah kebijakan tersebut diuraikan
berikut ini.

VII - 33
Dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang nilai-nilai
luhur budaya nasional, di bidang pendidikan umum mulai
ditingkatkan muatan lokal. Dengan adanya muatan lokal ini, siswa
berkesempatan untuk mempelajari dan memahami budaya
daerahnya masing-masing. Selanjutnya pengenalan dan pemahaman
budaya dilakukan pula melalui penyelenggaraan kemah budaya di
tingkat nasional. Untuk meningkatkan tersedianya informasi budaya
lokal dan mencari masukan untuk pemahaman ragam budaya
nasional, dilakukan pula lomba penulisan naskah kebudayaan daerah
yang diikuti oleh pengajar SLTA. Selain itu, dilakukan pula
pemberdayaan lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan
nilai, sikap dan kemampuan serta meningkatkan partisipasi keluarga
dan masyarakat yang didukung dengan sarana dan prasarana yang
memadai.
Selanjutnya, upaya tersebut didukung pula dengan
penyelenggaraan pelatihan kepemimpinan dan keterampilan untuk
membentuk sikap mandiri generasi muda. Pembinaan keolahragaan
juga mendorong sikap sportif bagi generasi muda. Semua upaya
tersebut diharapkan dapat meningkatkan pemahaman nilai budaya,
membentuk watak dan sikap mandiri serta sportif di masyarakat
khususnya generasi muda.
Untuk melestarikan peninggalan budaya-budaya tradisional,
terus ditingkatkan pembinaan terhadap museum baik ditingkat
nasional dan propinsi. Dengan adanya otonomi daerah, peran
pemerintah daerah dalam pembinaan museum dan warisan budaya
nasional di tiap-tiap propinsi akan semakin meningkat. Selanjutnya,
penemuan situs arkeologi dan benda-benda cagar budaya terus
dilakukan untuk memperkaya pemahaman masyarakat mengenai
budaya-budaya tradisional yang sudah punah. Sementara itu, situssitus cagar budaya yang ada terus dijaga kelestariannya dan dipugar
agar generasi muda dapat mempelajari kekayaan budaya tradisional
yang pernah ada.
Dalam upaya untuk menghidupkan seni budaya nasional
baik dalam bentuk seni tari, lukis, film dan bidang seni lain, terus
dilakukan pameran, pagelaran dan festival di tingkat pusat dan
daerah. Beberapa kegiatan tersebut berupa pekan komik dan
VII - 34
animasi, pameran terakota dan berbagai kerja sama dengan
masyarakat dalam pagelaran kesenian dan pameran kesenian
lainnya. Selain itu, untuk melindungi hasil karya cipta seniman telah
berhasil diterapkan pemberian royalty yang masih terbatas untuk
pencipta lagu. Untuk memperkenalkan kekayaan budaya nasional
Indonesia, telah dilakukan pula berbagai misi kesenian ke luar
negeri diantaranya Cina dan Kamboja. Selanjutnya, untuk
mendorong pengembangan kesenian nasional Indonesia terus
mengikuti berbagai kegiatan yang bersifat internasional baik di
dalam maupun di luar negeri. Kesempatan untuk bertukar informasi
di bidang kesenian akan lebih terbuka dengan penyelenggaraan Art
Summit III di Jakarta tahun ini yang diikuti oleh seniman dari
berbagai negara.

2.2.

Pariwisata

Mengenai pengembangan pariwisata diuraikan dalam Bab
III Pembangunan Ekonomi.

3.

Pemberdayaan Perempuan

3.1

Program
Peningkatan
Perempuan

Kualitas

Hidup

Langkah-langkah kebijakan dalam program peningkatan
kualitas hidup perempuan dilaksanakan melalui 17 program
pembangunan yang mencakup pembangunan hukum, ekonomi,
politik, pendidikan, serta sosial dan budaya. Hasil-hasil yang dicapai
diuraikan secara terpisah dalam setiap program pembangunan yang
berkaitan dengan pembangunan hukum, ekonomi, politik,
pendidikan, serta sosial dan budaya. Namun demikian, hasil-hasil
yang cukup menonjol dapat diuraikan sebagai berikut. Dalam
pembangunan hukum melalui pelaksanaan program pembentukan
peraturan perundang-undangan telah dan sedang dilakukan
perubahan dan penyempurnaan produk-produk hukum yang bias
VII - 35
gender dan atau diskriminatif terhadap perempuan, seperti Undangundang Perkawinan, Undang-undang Ketenagakerjaan, Undangundang Kesehatan, Undang-undang Kewarganegaraan, dan KUHP.
Di samping itu, berkat kerja sama yang baik antara pemerintah dan
LSM telah disusun Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan
terhadap Perempuan (RAN-PKTP) yang memuat berbagai upaya
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan baik
yang terjadi dalam keluarga, tempat kerja, maupun dalam
masyarakat. Khusus untuk menangani para korban tindak kekerasan,
telah dibentuk 163 Ruang Pelayanan Khusus (RPK) di 19 Polda, dan
bekerja sama dengan Rumah Sakit setempat, serta Crisis Center di
RS Cipto Mangunkusumo Jakarta dan RS Panti Rapih Yogyakarta.
Sementara itu, hasil yang dicapai dalam pembangunan ekonomi
melalui pelaksanaan program perluasan dan pengembangan
kesempatan kerja, program peningkatan kualitas dan produktivitas
tenaga kerja, dan program perlindungan dan pengembangan
lembaga tenaga kerja adalah telah dilakukannya penyempurnaan
beberapa peraturan perlindungan tenaga kerja yang selama ini belum
menguntungkan bagi tenaga kerja perempuan, penyempurnaan
sistem kredit usaha yang masih cenderung diskriminatif, dan
peningkatan kualitas dan jumlah pelatihan yang ditujukan untuk
lebih meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja
perempuan sekaligus meningkatkan perlindungan bagi tenaga kerja
perempuan. Dalam upaya memberikan perlindungan bagi pekerja
perempuan yang baru datang dari luar negeri, telah dibentuk Pusat
Pelayanan Informasi di empat bandara yaitu Jakarta, Surabaya,
Medan, dan Batam. Dalam pembangunan pendidikan khususnya
melalui pelaksanaan program-program pendidikan dasar dan
prasekolah, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, dan
pembinaan pendidikan luar sekolah, melalui peningkatan pemberian
beasiswa dengan mengutamakan pada murid perempuan, maka
jumlah penduduk perempuan yang menikmati pendidikan semakin
banyak. Selanjutnya, dalam pembangunan politik yaitu melalui
program perbaikan struktur politik dan program pengembangan
budaya politik telah dirintis pembentukan kaukus perempuan di
lembaga legislatif pusat serta terus dilakukan kegiatan-kegiatan
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dan advokasi yang
VII - 36
ditujukan untuk meningkatkan pendidikan politik perempuan di
lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Namun
demikian upaya ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan,
karena peningkatan jumlah perempuan yang menduduki posisi
pengambil keputusan dan atau jabatan struktural hanya terjadi pada
lembaga eksekutif saja, sedangkan pada lembaga-lembaga legislatif
dan yudikatif justru mengalami penurunan.

3.2

Program Pengembangan dan Keserasian
Kebijakan Pemberdayaan Perempuan

Dalam program pengembangan dan keserasian kebijakan
pemberdayaan perempuan yang bertujuan untuk mewujudkan
keserasian berbagai kebijakan pemberdayaan perempuan di berbagai
bidang pembangunan, langkah-langkah kebijakan yang ditempuh
adalah:
(1)
mengintegrasikan
kebijakan
pembangunan
pemberdayaan perempuan ke dalam berbagai kebijakan-kebijakan
pembangunan lainnya secara terpadu, baik di tingkat nasional
maupun daerah; (2) melakukan pengkajian dan menyempurnakan
hukum dan peraturan perundangan-undangan yang masih
diskriminatif terhadap perempuan dan tidak berkeadilan jender; (3)
melakukan pengkajian kebijakan pembangunan pemberdayaan
perempuan dalam rangka mencari alternatif-alternatif kebijakan
yang lebih efektif; (4) melaksanakan promosi, advokasi, sosialisasi,
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan
kegiatan pembangunan pemberdayaan perempuan; (5) melakukan
penelitian dan pengembangan masalah-masalah gender sesuai
dengan kondisi sosial budaya, agama, dan perkembangan
masyarakat, termasuk pemanfaatan dan pendayagunaan hasilnya
bagi upaya penguatan pengarusutamaan gender.
Hasil yang dicapai melalui pelaksanaan program ini adalah
telah diintegrasikannya kebijakan pembangunan pemberdayaan
perempuan ke dalam lima kebijakan pembangunan ketenagakerjaan,
pendidikan, hukum, pertanian, dan koperasi dan usaha kecil
menengah pada tingkat nasional. Untuk pembangunan daerah,
beberapa propinsi telah melakukan kegiatan serupa yaitu di propinsi
VII - 37
Sulawesi Selatan. Hasil lainnya adalah telah dikeluarkannya Inpres
Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan
Nasional,
serta
telah
disusun
Panduan
Pelaksanaannya. Berbagai pengkajian juga dilakukan untuk
mengidentifikasi berbagai masalah gender, terutama yang
menyangkut pola pemberian kredit, kebijakan upah tenaga kerja,
kebijakan pengiriman tenaga kerja perempuan, perbaikan materi
bahan ajar SD, pemanfaatan perempuan dalam bisnis media,
masalah gender dilihat dari sudut pandang agama Islam, hak cuti
melahirkan bagi pekerja perempuan di sektor formal, kesehatan
reproduksi perempuan, kesempatan melanjutkan sekolah bagi siswi
yang hamil, dan jaminan sosial bagi pekerja perempuan di sektor
informal.
3.3

Program Peningkatan Peran Masyarakat dan
Pemampuan Kelembagaan Pengarusutamaan
Gender

Program peningkatan peran masyarakat dan pemampuan
kelembagaan pengarusutamaan gender yang bertujuan untuk
meningkatkan peran dan kemandirian lembaga-lembaga yang
memiliki visi pemberdayaan perempuan terutama organisasi
perempuan; memperkuat peran aktif masyarakat dalam upaya
pemberdayaan perempuan; meningkatkan kapasitas dan kemampuan
institusi-institusi pemerintah dalam melakukan pengarusutamaan
gender dalam setiap tahap dan proses pembangunan dilaksanakan
dengan serangkaian langkah-langkah kebijakan yang ditempuh
melalui: (1) melaksanakan KIE dan advokasi mengenai kesetaraan
dan keadilan gender (KKG) di lingkungan lembaga-lembaga
legislatif, eksekutif, yudikatif, TNI dan Polri, dan masyarakat secara
keseluruhan; (2) mendorong terbentuknya komisi atau forum
kesetaraan dan keadilan gender; (3) meningkatkan kemampuan dan
kapasitas institusi-institusi pemerintah pusat dan daerah untuk
melakukan pengarusutamaan gender dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pembangunan, antara lain
melalui peningkatan keterampilan dan keahlian serta pembentukan
unit pengarusutamaan gender di setiap instansi pemerintah; (4)
mengembangkan
berbagai
alat
dan
metode,
termasuk
VII - 38
mengembangkan materi dan bahan KIE untuk pengarusutamaan
gender; (5) mengembangkan sistem informasi gender, antara lain
melalui penyediaan data dan informasi yang dibedakan menurut
jenis kelamin; (6) meningkatkan kemampuan dan kapasitas
lembaga-lembaga masyarakat yang memiliki visi pemberdayaan
perempuan, termasuk organisasi-organisasi perempuan yang ada di
tingkat nasional dan daerah, melalui peningkatan keterampilan dan
keahlian untuk lebih dapat menemukenali dan mengatasi berbagai
permasalahan yang dihadapi perempuan, serta bersama-sama
pemerintah merumuskan kebijakan dan program pembangunan; (7)
menciptakan hubungan kemitraan yang saling menguntungkan
antara pemerintah, masyarakat, pranata dan lembaga-lembaga
masyarakat yang memiliki visi pemberdayaan perempuan; dan (8)
meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat media dalam
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.
Hasil yang dicapai melalui pelaksanaan program ini adalah
telah disosialisasikannya KKG bagi 5 instansi pemerintah di pusat
dan 11 propinsi, anggota DPRD di 26 propinsi, perusahaan
swasta/BUMN/ BUMD di 3 kota besar Semarang, Makassar, dan
Medan, pimpinan media dan wartawan di Medan, Surabaya, dan
Makassar, dan ormas keagamaan. Forum KKG di tingkat pusat juga
telah terbentuk dan beranggotakan 12 Departemen/LPND. Di
samping itu, juga telah terbentuk lembaga pemberdayaan perempuan
di 22 propinsi. Selanjutnya juga telah dibentuk Kelompok Kerja
Nasional Pengarusutamaan Gender di tingkat nasional dan focal
point KKG di 14 Departemen/LPND dan Mabes Polri. Alat analisis
gender juga telah dikembangkan khususnya untuk perencanaan
pembangunan, yang dikenal dengan Gender Analysis Pathway
(GAP), dan diikuti dengan pengembangan Indikator Gender dan
Indeks KKG. Kegiatan perintisan untuk mengembangkan sistem
informasi gender juga telah dimulai melalui pengembangan
homepage dan web yang menyajikan data dan informasi gender.
Sebagai kelengkapan data dan informasi gender juga telah
diterbitkan Profil Gender dan Media Perempuan sejak tahun 2000.

VII - 39
4.

Pemuda dan Olahraga

4.1
Program
Kebijakan Olahraga

Pengembangan

dan

Keserasian

Tujuan program ini adalah untuk mewujudkan keserasian
kebijakan olahraga di berbagai bidang pembangunan. Untuk
mencapai tujuan tersebut langkah-langkah kebijakan yang telah
ditempuh adalah: (1) melakukan pengkajian dan menyempurnakan
peraturan perundangan-undangan olahraga dan kesegaran jasmani;
(2) melakukan pengkajian dan merumuskan kebijakan pembangunan
olahraga tentang mekanisme koordinasi pembinaan olahraga,
pengembangan olahraga dan kesegaran jasmani, dan pengembangan
kelembagaan keolahragaan; dan (3) melaksanakan penelitian
olahraga dan kesegaran jasmani.
Hasil yang dicapai dalam program ini adalah terumuskannya
konsep kebijakan yang mendukung perkembangan olahraga nasional
dan pedoman mekanisme pembinaan olahraga dan kesegaran
jasmani.
4.2

Program
Pemasyarakatan
Kesegaran Jasmani

Olahraga

dan

Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan kesegaran
jasmani masyarakat dan pelaksanaan kegiatan olahraga termasuk
olahraga masyarakat sehingga mendukung pelaksanaan paradigma
sehat dan melestarikan olahraga tradisional sebagai potensi budaya
nasional. Langkah-langkah kebijakan yang ditempuh adalah: (1)
menyelenggarakan KIE tentang pendidikan jasmani, olahraga
rekreasi dan pentingnya olahraga bagi kesegaran jasmani; (2)
melaksanakan lomba sekolah sehat dan pengembangan bahan
pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah; (3) melaksanakan
pembentukan dan pembinaan wadah olahraga yaitu klub olahraga
pelajar, dan kelompok berlatih olahraga (KBO); (4) melakukan
kegiatan olahraga ekstra kurikuler; (5) melaksanakan invitasi
olahraga tradisional; dan (6) meningkatkan peran masyarakat, dunia
usaha dan pemerintah daerah dalam mengembangkan sarana dan
prasarana olahraga.

VII - 40
Hasil yang dicapai dalam program ini antara lain adalah
tersusunnya 21 naskah tentang bahan pembelajaran pendidikan
jasmani. Bagi para guru dan pembina olahraga di sekolah juga telah
tersedia buku pembinaan olahraga SD. Selain itu, bagi sebanyak 234
orang telah diberikan pendidikan dan pelatihan Penjaskes SD dan
bagi sebanyak 820 orang juga diberikan pendidikan dan pelatihan
teknik pengelolaan kegiatan klub olahraga SD. Sementara itu, untuk
beberapa SD dan SMU juga telah tersedia perangkat olahraga dan
kesenian. Prasarana dan sarana bagi pengembangan olahraga juga
telah dimanfaatkan oleh sekitar 702 SD. Hasil lainnya dalam
program ini adalah terbentuknya 650 KBO. Khusus dalam olahraga
tradisional, sebanyak 645 orang mengikuti invitasi olahraga
tradisional.
4.3

Program Pemanduan Bakat dan Pembibitan
Olahraga

Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan upaya
pemanduan bakat dan pembibitan olahraga sejak usia dini termasuk
bagi penyandang cacat terutama di sekolah. Untuk mencapai tujuan
tersebut langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh adalah: (1)
melakukan bimbingan dan kompetisi olahraga pelajar dalam rangka
menanamkan disiplin dan nilai-nilai sportifitas; (2) melakukan
penelusuran minat dan bakat olahragawan daerah, serta
menyelenggarakan kejuaraan antar Pusat Pendidikan Latihan
Olahraga Pelajar (PPLP); (3) melaksanakan training camp dalam
rangka pembinaan dan pembibitan olahragawan pelajar berbakat; (4)
menyelenggarakan penataran olahraga bagi pembina dan pelatih
wasit; (5) melakukan pelatihan pemanduan bakat dan pembibitan
olahraga bagi guru pendidikan jasmani; (6) melakukan KIE dan
advokasi bagi olahragawan berbakat; dan (7) meningkatkan
kepedulian masyarakat dan dunia usaha untuk mendukung
pendanaan olahraga.
Hasil yang telah dicapai dalam program ini antara lain
adalah sebanyak 654 guru pendidikan jasmani telah diberikan
pelatihan tentang pemanduan bakat dan pembibitan olahraga serta
peningkatan mutu pemanduan bakat dan pembibitan olahraga.
Selain itu, sebanyak 120 orang olahragawan pelajar mengikuti
VII - 41
training camp dan 1.081 atlet pelajar ikut serta dalam kejuaraan
antar Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) yang
merupakan salah satu wadah untuk penelusuran minat dan bakat.
4.4

Program Peningkatan Prestasi Olahraga

Program ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi olahraga
termasuk olahraga bagi penyandang cacat. Untuk mencapai tujuan
tersebut langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh adalah: (1)
memantapkan prioritas cabang olahraga prestasi di tingkat daerah,
nasional, dan internasional; (2) melakukan pemberdayaan PPLP dan
SLTP/SMU dalam rangka pembinaan cabang olahraga prestasi
prioritas; (3) melakukan pendidikan dan pelatihan bagi atlet
termasuk atlet penyandang cacat, serta pelajar dan mahasiswa; (4)
menyelenggarakan kompetisi olahraga secara teratur, berjenjang dan
berkesinambungan bagi pelajar, mahasiswa, dan masyarakat; (5)
melakukan pemberdayaan organisasi olahraga prestasi prioritas di
tingkat daerah dan tingkat nasional; (6) menyelenggarakan
penataran olahraga bagi pelatih dan wasit dalam rangka peningkatan
jumlah dan kualitasnya; (7) melakukan studi keolahragaan bagi
peningkatan iptek dan keahlian pelatih, peneliti, praktisi, dan teknisi
olahraga; (8) menyelenggarakan advokasi bagi dunia usaha dan
masyarakat untuk mendukung pembinaan olahraga prestasi.
Hasil yang dicapai dalam program ini antara lain adalah
sebanyak 2.083 atlet termasuk atlet penyandang cacat telah
diberikan bekal pengetahuan dan keahlian serta penempaan mental
sebagai upaya untuk meningkatkan prestasi mereka. Di samping itu,
sebanyak 128 pelatih dan wasit juga telah diberikan pengetahuan
sesuai dengan fungsinya. Dalam jangka panjang hasil-hasil ini akan
sangat berpengaruh terhadap peningkatan prestasi olahraga.
4.5

Program Pengembangan
Kebijakan Kepemudaan

dan

Keserasian

Tujuan program pengembangan dan keserasian kebijakan
kepemudaan adalah untuk mewujudkan keserasian kebijakan
pemuda di berbagai bidang pembangunan. Untuk mencapai program
tersebut langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh adalah: (1)
melakukan pengkajian kebijakan dan penyempurnaan peraturan
VII - 42
perundang-undangan yang mendukung upaya pemberdayaan
pemuda di bidang ekonomi dan bidang sosial budaya serta peraturan
perundang-undangan yang menghambat kesempatan berkreasi bagi
pemuda; (2) melakukan pengembangan berbagai materi KIE dan
advokasi bagi pemuda; (3) melakukan pengintegrasian kebijakan
pembangunan kepemudaan ke dalam berbagai kebijakan pemuda
lainnya secara terpadu baik di tingkat nasional maupun daerah.
Pelaksanaan langkah kebijakan dalam program ini telah
menghasilkan 12 kajian kebijaksanaan pembangunan di bidang
kepemudaan meliputi antara lain kajian pengembangan sentra
pemberdayaan pemuda nasional, regional, dan lokal; evaluasi dan
pengembangan Sentra Pemberdayaan Pemuda; kajian kebijakan
penanggulangan kenakalan remaja dan tawuran pelajar; dan kajian
kebijakan penanggulangan penyalahgunaan narkoba, minuman
keras, dan HIV/AIDS. Hasil penelitian dan pengkajian tersebut
merupakan masukan dalam merumuskan strategi dan kebijakan
pembangunan pemuda secara tepat, di samping merupakan
informasi untuk keperluan analisis dan penilaian pelaksanaan
pembangunan pemuda serta analisis kecenderungan perkembanganperkembangan baru di bidang kepemudaan.
4.6

Program Peningkatan Partisipasi Pemuda

Tujuan program ini adalah untuk memberi peluang yang
lebih besar kepada pemuda guna memperkuat jati diri dan
potensinya dengan berpartisipasi aktif dalam pembangunan
termasuk upaya penanggulangan berbagai masalah pemuda. Untuk
mencapai tujuan tersebut langkah-langkah kebijakan yang telah
dilakukan dikelompokkan ke dalam tiga bidang, yaitu ekonomi,
agama, dan sosial budaya.
Di bidang ekonomi langkah-langkah kebijakan yang telah
ditempuh adalah: (1) melaksanakan pemberdayaan pondok pemuda;
(2) meningkatkan keterampilan pertanian terpadu di Pusat Latihan
Pengembangan Pemuda Rajabasalama di Lampung; (3)
melaksanakan magang usaha bagi pemuda; (4) mengembangkan
kelompok usaha pemuda produktif; (5) melakukan pelatihan
manajemen usaha pemuda; (6) melaksanakan pengerahan pemuda
VII - 43
terdidik ke perdesaan; (7) meningkatkan kemampuan pemuda dalam
komunikasi negosiasi dan kerja sama terutama yang menggunakan
bahasa asing; (8) meningkatkan kemampuan produksi dan
pemasaran produk unggulan dari berbagai usaha pemuda yang
berorientasi ekspor; (9) melaksanakan pendidikan dan pelatihan
iptek dan informatika bagi pemuda; (10) melaksanakan pelatihan
pengelolaan lingkungan hidup dan pelestarian sumber daya alam.
Di bidang agama dan sosial budaya langkah-langkah
kebijakan yang telah ditempuh adalah: (1) memperluas kesempatan
dalam berorganisasi dan berkreasi bagi pemuda secara bebas dan
bertanggung jawab; (2) meningkatkan apresiasi seni dan budaya
bangsa di kalangan pemuda; (3) mengembangkan jaringan kerja
sama pemuda antardaerah dan antarbangsa; (4) melaksanakan
penyuluhan dan kampanye tentang dampak negatif budaya asing; (5)
melaksanakan
pertukaran
pemuda
antarpropinsi
dan
penyelenggaraan Kemah Kerja Pemuda; (6) meningkatkan peran
aktif pemuda dalam penanggulangan masalah penyalahgunaan
NAPZA dan miras serta penyebaran penyakit HIV/AIDS dan
penyakit menular seksual di kalangan pemuda; (7) meningkatkan
peran aktif pemuda dalam penanggulangan kriminalitas termasuk di
kalangan pelajar dan pemuda; (8) memberikan pemahaman,
penanaman nilai-nilai, penghormatan terhadap supremasi hukum
dan hak asasi manusia (HAM) bagi pemuda; dan (9) melatih tenaga
pembina rohani organisasi kepemudaan dan sarasehan agamawan
muda.
Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pembangunan pemuda
di bidang ekonomi antara lain adalah sebanyak 215 pemuda telah
menjalani pengembangan kelompok usaha pemuda produktif, serta
sekitar 3.160 orang Sarjana Penggerak Pembangunan Perdesaan
telah mendapatkan pelatihan manajemen usaha, dan 1.090 orang
pemuda mendapatkan pelatihan ketrampilan manajeman usaha dan
bantuan modal usaha. Sebanyak 360 orang pemuda telah menerima
pendidikan dan pelatihan iptek dan informatika dalam upaya untuk
meningkatkan kesadaran pemuda akan manfaat dan penggunaan
iptek dan informatika di bidang ekonomi. Selain itu, 608 orang dari
propinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan
VII - 44
Barat dan Nusa Tenggara Barat telah menjalani pembinaan kader
konservasi yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan
kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistem. Upaya-upaya tersebut akan turut memicu
dan memacu peran aktif pemuda dalam pembangunan ekonomi
secara menyeluruh.
Di bidang agama dan sosial budaya, hasil pembangunan
kepemudaan yang telah dicapai antara lain adalah sebanyak 174
rohaniawan muda dan tenaga pembina telah menjalani pelatihan
keagamaan. Sementara itu, sebanyak 894 pemuda telah
berpartisipasi dalam upaya peningkatan jaringan kerja sama pemuda
antardaerah dan antarnegara, dan sebanyak 3.894 pemuda bergabung
dalam upaya penguatan ketahanan budaya nasional terhadap
pengaruh negatif budaya asing, termasuk upaya penanggulangan
masalah penyalahgunaan narkoba dan miras serta pencegahan
penyebaran dan penanggulangan penyakit HIV/AIDS dan penyakit
menular seksual di kalangan pemuda.

C.

Tindak Lanjut yang Diperlukan
1.

Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial

1.1

Kesehatan dan Gizi Masyarakat

Dalam rangka mewujudkan pembangunan di bidang
kesehatan sesuai dengan Program Pembangunan Nasional
(PROPENAS) 2000–2004, maka rencana pembangunan di bidang
kesehatan pada tahun 2002 terutama diarahkan untuk meningkatkan
mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
terutama bagi penduduk miskin. Upaya pelayanan kesehatan dasar
antara lain meliputi pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular, perbaikan gizi, pelayanan kesehatan ibu dan anak,
penyediaan obat generik esensial, promosi kesehatan, serta
peningkatan hygiene dan sanitasi dasar. Pelayanan kesehatan
rujukan meliputi peningkatan mutu pelayanan rumah sakit rujukan
melalui penyediaan sarana dan prasarana. Selain itu, akan
dilaksanakan kegiatan pengawasan obat, makanan, dan bahan
VII - 45
berbahaya lainnya. Upaya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
tersebut didukung oleh peningkatan kualitas sumber daya manusia
bidang kesehatan.
Kegiatan pokok yang akan dilaksanakaan pada tahun 2002
pada program lingkungan sehat, perilaku sehat dan pemberdayaan
masyarakat antara lain meningkatkan hygiene dan sanitasi dan
kegiatan promosinya, meningkatkan mutu lingkungan perumahan
dan permukiman; meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja,
kawasan sehat; pengawasan kualitas air, limbah dan pencemaran;
serta meningkatkan standar kesehatan. Untuk meningkatkan perilaku
sehat dan pemberdayaan masyarakat akan dilaksanakan kegiatan
meningkatkan kepedulian terhadap perilaku bersih dan sehat,
memberdayakan keluarga, penanggulangan masalah narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), kesehatan jiwa, memperkuat
sistem jaringan, advokasi, dan pengetahuan para provider dalam
analisis jender.
Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan pada program
upaya kesehatan antara lain adalah meningkatkan pemberantasan
penyakit menular dan imunisasi, meningkatkan pemberantasan
penyakit tidak menular,
meningkatkan upaya penyembuhan
penyakit dan pemulihan, meningkatkan cakupan dan mutu
pelayanan kesehatan dasar, membina dan mengembangkan
pengobatan tradisional, meningkatkan pelayanan kesehatan matra,
mengembangkan
surveilans
epidemiologi,
melaksanakan
penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan, meningkatkan
kualitas dan akses informasi kesehatan, meningkatkan manajemen
pelayanan kesehatan rujukan, dan mengintegrasikan pelayanan
rumah sakit dalam sistem kesehatan kabupaten/kota.
Kegiatan pokok program perbaikan gizi masyarakat yang
akan dilaksanakan pada tahun 2002 antara lain meningkatkan
penyuluhan gizi masyarakat, menanggulangi gizi kurang, gizi buruk
dan gizi lebih serta menanggulangi kurang energi kronik (KEK),
gangguan akibat kurang yodium (GAKY), anemia gizi besi (AGB),
kurang vitamin A (KVA) dan kurang gizi mikro lainnya. Kegiatan
lainya meliputi meningkatkan penggunaan ASI, meningkatkan
kualitas
Makanan
Pendamping
ASI
(MP-ASI)
lokal,
VII - 46
mengembangkan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS), serta
fortifikasi dan keamanan pangan. Selain itu, pelaksanaan Sistem
Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) dan Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga (UPGK) akan ditingkatkan. Kegiatan lain adalah
pengembangan tenaga gizi, penelitian, perbaikan gizi institusi dan
perbaikan gizi akibat dampak sosial, pengungsian dan bencana alam.
Program sumber daya kesehatan akan dilaksanakan dengan
kegiatan pokok meliputi pengembangan dan pemantapan
perundang-undangan dalam sistem pembiayaan praupaya,
peningkatan perencanaan, pendayagunaan, peningkatan pendidikan
dan pelatihan tenaga kesehatan, serta pengembangan sarana,
prasarana dan dukungan logistik pelayanan kesehatan.
Untuk program obat, makanan, dan bahan berbahaya, akan
dilaksanakan
upaya
untuk
meningkatkan
pengamanan
penyalahgunaan obat, narkotika, psikotropika, zat adiktif, dan bahan
berbahaya lainnya; pengawasan makanan dan bahan tambahan
makanan (BTM); pengawasan obat, obat tradisional, kosmetika, dan
alat kesehatan termasuk pengawasan terhadap promosi/iklan. Selain
itu, penggunaan obat rasional dan penerapan obat esensial, obat asli
Indonesia akan ditingkatkan sejalan dengan pembinaan industri
farmasi, peningkaan mutu pengujian laboratorium pengawasan obat
dan makanan (POM), serta pengembangan standar mutu obat dan
makanan.
Kegiatan pokok dalam program kebijakan dan manajemen
pembangunan kesehatan meliputi kebijakan program kesehatan,
manajemen pembangunan kesehatan, hukum bidang kesehatan,
termasuk penyempurnaan peraturan perundangan bidang kesehatan.
Sistem informasi kesehatan akan dikembangkan termasuk juga
penetapan standar pelayanan kesehatan.
1.2

Kesejahteraan Sosial

Sesuai dengan kerangka Program Pembangunan Nasional
(PROPENAS) 2000–2004, rencana pembangunan kesejahteraan
sosial pada tahun 2002 terutama diarahkan untuk meningkatkan dan
memperluas pelayanan kesejahteraan sosial terutama bagi penduduk
miskin, anak terlantar, anak jalanan, lanjut usia, penyandang cacat,
VII - 47
tuna sosial, serta korban bencana alam dan kerusuhan. Peningkatan
kesejahteraan sosial dilakukan antara lain melalui pemberdayaan,
pemberian santunan, rehabilitasi dan perlindungan sosial, pemberian
bantuan, dan peningkatan sumbangan sosial masyarakat.
Kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilaksanakan pada
tahun 2002 pada program pengembangan potensi kesejahteraan
sosial antara lain melakukan penyebaran informasi tentang hak-hak
anak serta perlindungan sosial bagi anak terutama anak perempuan
dan lanjut usia yang diperlakukan salah, bagi masyarakat, lembaga
eksekutif dan legislatif di tingkat nasional, propinsi, dan
kabupaten/kota; memberdayakan anak terlantar termasuk anak
jalanan; memberikan pelayanan tempat penitipan anak (TPA) bagi
anak balita terlantar dan bagi anak balita yang ibunya bekerja.
Pemberian pelayanan sosial bagi lanjut usia (lansia) akan dilakukan
melalui pemberian santunan, sementara itu bagi penyandang cacat
diselenggarakan rehabilitasi dan perlindungan sosial. Kegiatan
rehabilitasi sosial direncanakan pula bagi anak nakal dan korban
penyalahgunaan narkotika; penyandang tuna sosial yaitu bagi wanita
tuna susila, gelandangan, pengemis dan bekas narapidana. Kegiatan
dalam bentuk kelompok usaha bersama (KUBE) akan dilakukan
dalam rangka pemberdayaan perempuan rawan sosial ekonomi dan
komunitas adat terpencil, dan keluarga miskin. Di samping itu juga
akan dilakukan perbaikan rumah dan lingkungan kumuh di daerah
perkotaan. Bagi korban bencana, baik bencana alam maupun akibat
ulah manusia (pengungsi) akan diberikan bantuan termasuk bantuan
tanggap darurat. Dalam meningkatkan pelayanan sosial
kemasyarakatan dilakukan peningkatan kemampuan tenaga
kesejahteraan sosial masyarakat (TKSM), relawan sosial, LSM,
Karang Taruna, lembaga-lembaga perlindungan sosial, lembagalembaga sosial kemasyarakatan, dan kelompok-kelompok tingkat
lokal serta akan dilaksanakan penyuluhan sosial bagi masyarakat
dan advokasi kepada dunia usaha; pemberian penghargaan bagi
pihak-pihak yang berperan aktif menyelenggarakan pelayanan
sosial; peningkatan sumbangan sosial masyarakat; serta
pengembangan program jaminan, perlindungan, dan asuransi
kesejahteraan sosial.

VII - 48
Penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial,
perencanaan, pendayagunaan, pelatihan, dan pendidikan tenaga
kesejahteraan sosial termasuk penyelenggaraan forum komunikasi
bagi pekerja sosial merupakan kegiatan pokok pada program
peningkatan kualitas manajemen dan profesionalisme pelayanan
sosial. Di samping kegiatan tersebut, melalui program ini akan
dilakukan sosialisasi standarisasi pelayanan sosial bagi masyarakat,
pemerintah daerah dan lembaga legislatif di tingkat propinsi dan
kabupaten/kota peningkatan kualitas tenaga dan lembaga pelayanan
sosial. Dalam rangka penyediaan data dan informasi akan
dikembangkan sistem informasi kesejahteraan sosial. Melalui
program ini akan dilakukan pula pengembangan sistem legislasi
kesejahteraan sosial.
Kegiatan pokok program pengembangan keserasian
kebijakan publik dalam penanganan masalah-masalah sosial yang
akan dilaksanakan pada tahun 2002 adalah melakukan inventarisasi
dan analisis data dan informasi masalah-masalah sosial dan
merumuskan besaran masalah-masalah sosial yang dihadapi. Di
samping itu akan dilakukan pengkajian dan perumusan kebijakan
publik tentang ketahanan sosial masyarakat; nilai-nilai keperintisan,
kepahlawanan, dan kejuangan. Pengembangan sistem jaminan sosial
masyarakat dan pengembangan sistem kesiapsiagaan menghadapi
bencana (alam dan ulah manusia) serta kesadaran berbangsa dan
bernegara dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.
Berdasarkan hasil kajian akan disampaikan rekomendasi kebijakan
kepada instansi terkait. Dalam rangka meningkatkan ketahanan
sosial
masyarakat;
pelestarian
nilai-nilai
keperintisan;
kepahlawanan, dan kejuangan; jaminan sosial masyarakat;
kesiapsiagaan menghadapi bencana, dan kesadaran berbangsa dan
bernegara akan dilakukan sosialisasi dan pemantapan kebijakan
lintas sektor. Pemantauan dan evaluasi akan dilaksanakan agar
pelaksanaan kebijakan penanganan masalah-masalah sosial sesuai
dengan yang diharapkan.
Pada program pengembangan sistem informasi masalahmasalah sosial, kegiatan pokok yang akan dilaksanakan pada tahun
2002 adalah melakukan sosialisasi Sistem Informasi MasalahVII - 49
masalah Sosial; meningkatkan kapasitas dan kemampuan pengelola
serta perencana program dalam hal pengumpulan data, pengolahan
dan penyajian data dasar mengenai masalah-masalah sosial;
melakukan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dasar
masalah-masalah sosial; dan melakukan pengkajian masalah laten
bangsa.
1.3

Kependudukan

Permasalahan dan tantangan pembangunan kependudukan
semakin berat, khususnya bagi Indonesia yang dewasa ini sedang
menghadapi krisis multi-dimensi. Untuk itu, tindak lanjut
pembangunan kependudukan pada masa mendatang adalah terus
diupayakan pencapaian sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dalam
rangka peningkatan kualitas penduduk, pengendalian jumlah dan
pertumbuhan penduduk, mobilitas dan persebaran penduduk yang
lebih seimbang serta mengembangan administrasi kependudukan
yang dilaksanakan oleh berbagai bidang dan sektor pemerintah.
Demikian pula, upaya-upaya penyusunan program pembangunan
kependudukan agar diintegrasikan dalam penyusunan programprogram pembangunan lainnya. Selain itu, kebijakan desentralisasi
program pembangunan membawa konsekuensi logis untuk penataan
kelembagaan yang lebih mantap guna menyusun kebijakan,
pengaturan serta pelaksanaan teknis program dan kegiatan di bidang
kependudukan.
Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran program
pengembangan dan keserasian kebijakan kependudukan yang telah
ditetapkan PROPENAS 2000–2004, berbagai langkah kebijakan
akan terus dilanjutkan dan diperkuat dengan serangkaian kegiatan.
Beberapa kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui program
ini meliputi: melakukan pengembangan indikator kependudukan
strategis tingkat kabupaten/kota; melakukan pengkajian keserasian
kebijakan kependudukan lintas sektor, dan antar pusat-daerah;
menyempurnakan tipologi kependudukan berkaitan dengan
keserasian dinamika kependudukan dengan daya tampung dan daya
dukung wilayah; menyusun kebijakan pengarahan, penyeserasian
komposisi penduduk menurut sosial, ekonomi dan budaya;
menyusun pedoman kebijakan persebaran dan mobilitas penduduk
VII - 50
Pembangunan Sosial dan Budaya
Pembangunan Sosial dan Budaya
Pembangunan Sosial dan Budaya
Pembangunan Sosial dan Budaya
Pembangunan Sosial dan Budaya
Pembangunan Sosial dan Budaya
Pembangunan Sosial dan Budaya
Pembangunan Sosial dan Budaya
Pembangunan Sosial dan Budaya
Pembangunan Sosial dan Budaya
Pembangunan Sosial dan Budaya
Pembangunan Sosial dan Budaya

More Related Content

What's hot

Pertumbuhan Penduduk terhadap pembangunan
Pertumbuhan Penduduk terhadap pembangunanPertumbuhan Penduduk terhadap pembangunan
Pertumbuhan Penduduk terhadap pembangunanShafa Fatin
 
Geografi - Permasalahan Kependudukan dan Solusinya
Geografi - Permasalahan Kependudukan dan Solusinya Geografi - Permasalahan Kependudukan dan Solusinya
Geografi - Permasalahan Kependudukan dan Solusinya Sandyarini Melati Irawan
 
Teori sosiologi kependudukan
Teori sosiologi kependudukanTeori sosiologi kependudukan
Teori sosiologi kependudukanTrisna Nurdiaman
 
Permasalahan kependudukan di indonesia, dampak dan upaya ips tugas
Permasalahan kependudukan di indonesia, dampak dan upaya ips tugasPermasalahan kependudukan di indonesia, dampak dan upaya ips tugas
Permasalahan kependudukan di indonesia, dampak dan upaya ips tugasAnna Puspita
 
Bahagian B Kuliah 4 - Piramid Penduduk dan Model Peralihan Demografi
Bahagian B Kuliah 4 - Piramid Penduduk dan Model Peralihan DemografiBahagian B Kuliah 4 - Piramid Penduduk dan Model Peralihan Demografi
Bahagian B Kuliah 4 - Piramid Penduduk dan Model Peralihan DemografiAsmawi Abdullah
 
Permasalahan Kependudukan di Indonesia
Permasalahan Kependudukan di IndonesiaPermasalahan Kependudukan di Indonesia
Permasalahan Kependudukan di IndonesiaFebrina Sarbini
 
korelasi pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi
korelasi pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomikorelasi pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi
korelasi pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomiuniversity of brawijaya
 
Dinamik penduduk
Dinamik pendudukDinamik penduduk
Dinamik pendudukammar faaiz
 
Pertumbuhan penduduk
Pertumbuhan pendudukPertumbuhan penduduk
Pertumbuhan pendudukkyoryo
 
Ppt dasar2 geografi
Ppt dasar2 geografiPpt dasar2 geografi
Ppt dasar2 geografiDewi_Sejarah
 
Perekonomian kemiskinan dan kesenjangan pendapatan 6juli15
Perekonomian kemiskinan dan kesenjangan pendapatan 6juli15Perekonomian kemiskinan dan kesenjangan pendapatan 6juli15
Perekonomian kemiskinan dan kesenjangan pendapatan 6juli15agustinvidya
 
PENGARUH PERKEMBANGAN PENDUDUK DALAM TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
PENGARUH PERKEMBANGAN PENDUDUK DALAM TINGKAT  KESEJAHTERAAN MASYARAKATPENGARUH PERKEMBANGAN PENDUDUK DALAM TINGKAT  KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
PENGARUH PERKEMBANGAN PENDUDUK DALAM TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKATAkadusyifa .
 
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomiPertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomidhikaandiansyah
 
Permasalahan kependudukan dan dampaknya terhadap pembangunan
Permasalahan kependudukan dan dampaknya terhadap pembangunanPermasalahan kependudukan dan dampaknya terhadap pembangunan
Permasalahan kependudukan dan dampaknya terhadap pembangunanTrisna Monalia
 
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatanKemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatanmariam Iam
 
Pendudukan dan permasalahannya
Pendudukan dan permasalahannyaPendudukan dan permasalahannya
Pendudukan dan permasalahannyaNely Istiqomah
 
Dinamika kependudukan indonesia
Dinamika kependudukan indonesiaDinamika kependudukan indonesia
Dinamika kependudukan indonesiawahyunihafnisyah
 
Pertumbuhan Penduduk dan Pembangunan Ekonomi
Pertumbuhan Penduduk dan Pembangunan EkonomiPertumbuhan Penduduk dan Pembangunan Ekonomi
Pertumbuhan Penduduk dan Pembangunan EkonomiDadang Solihin
 

What's hot (20)

Pertumbuhan Penduduk terhadap pembangunan
Pertumbuhan Penduduk terhadap pembangunanPertumbuhan Penduduk terhadap pembangunan
Pertumbuhan Penduduk terhadap pembangunan
 
Geografi - Permasalahan Kependudukan dan Solusinya
Geografi - Permasalahan Kependudukan dan Solusinya Geografi - Permasalahan Kependudukan dan Solusinya
Geografi - Permasalahan Kependudukan dan Solusinya
 
Shanti
ShantiShanti
Shanti
 
Teori sosiologi kependudukan
Teori sosiologi kependudukanTeori sosiologi kependudukan
Teori sosiologi kependudukan
 
Permasalahan kependudukan di indonesia, dampak dan upaya ips tugas
Permasalahan kependudukan di indonesia, dampak dan upaya ips tugasPermasalahan kependudukan di indonesia, dampak dan upaya ips tugas
Permasalahan kependudukan di indonesia, dampak dan upaya ips tugas
 
Bahagian B Kuliah 4 - Piramid Penduduk dan Model Peralihan Demografi
Bahagian B Kuliah 4 - Piramid Penduduk dan Model Peralihan DemografiBahagian B Kuliah 4 - Piramid Penduduk dan Model Peralihan Demografi
Bahagian B Kuliah 4 - Piramid Penduduk dan Model Peralihan Demografi
 
Permasalahan Kependudukan di Indonesia
Permasalahan Kependudukan di IndonesiaPermasalahan Kependudukan di Indonesia
Permasalahan Kependudukan di Indonesia
 
korelasi pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi
korelasi pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomikorelasi pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi
korelasi pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi
 
Dinamik penduduk
Dinamik pendudukDinamik penduduk
Dinamik penduduk
 
Pertumbuhan penduduk
Pertumbuhan pendudukPertumbuhan penduduk
Pertumbuhan penduduk
 
Ppt dasar2 geografi
Ppt dasar2 geografiPpt dasar2 geografi
Ppt dasar2 geografi
 
Perekonomian kemiskinan dan kesenjangan pendapatan 6juli15
Perekonomian kemiskinan dan kesenjangan pendapatan 6juli15Perekonomian kemiskinan dan kesenjangan pendapatan 6juli15
Perekonomian kemiskinan dan kesenjangan pendapatan 6juli15
 
PENGARUH PERKEMBANGAN PENDUDUK DALAM TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
PENGARUH PERKEMBANGAN PENDUDUK DALAM TINGKAT  KESEJAHTERAAN MASYARAKATPENGARUH PERKEMBANGAN PENDUDUK DALAM TINGKAT  KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
PENGARUH PERKEMBANGAN PENDUDUK DALAM TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
 
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomiPertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi
 
Permasalahan kependudukan dan dampaknya terhadap pembangunan
Permasalahan kependudukan dan dampaknya terhadap pembangunanPermasalahan kependudukan dan dampaknya terhadap pembangunan
Permasalahan kependudukan dan dampaknya terhadap pembangunan
 
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatanKemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
 
Kependudukan dan lingkungan hidup
Kependudukan dan lingkungan hidupKependudukan dan lingkungan hidup
Kependudukan dan lingkungan hidup
 
Pendudukan dan permasalahannya
Pendudukan dan permasalahannyaPendudukan dan permasalahannya
Pendudukan dan permasalahannya
 
Dinamika kependudukan indonesia
Dinamika kependudukan indonesiaDinamika kependudukan indonesia
Dinamika kependudukan indonesia
 
Pertumbuhan Penduduk dan Pembangunan Ekonomi
Pertumbuhan Penduduk dan Pembangunan EkonomiPertumbuhan Penduduk dan Pembangunan Ekonomi
Pertumbuhan Penduduk dan Pembangunan Ekonomi
 

Viewers also liked

Rpp ppkn sma xi kur13 bab 7-menatap-tantangan-integrasi-nasional
Rpp ppkn sma xi kur13 bab 7-menatap-tantangan-integrasi-nasionalRpp ppkn sma xi kur13 bab 7-menatap-tantangan-integrasi-nasional
Rpp ppkn sma xi kur13 bab 7-menatap-tantangan-integrasi-nasionaleli priyatna laidan
 
Bab 7-menatap-tantangan-integrasi-nasional
Bab 7-menatap-tantangan-integrasi-nasionalBab 7-menatap-tantangan-integrasi-nasional
Bab 7-menatap-tantangan-integrasi-nasionalRisky Widodo
 
Bab 7 rpp ppkn sma kls xi menatap tantangan integrasi nasional
Bab 7 rpp ppkn sma kls xi  menatap tantangan integrasi nasionalBab 7 rpp ppkn sma kls xi  menatap tantangan integrasi nasional
Bab 7 rpp ppkn sma kls xi menatap tantangan integrasi nasionaleli priyatna laidan
 
Bs pp kn_semester_1_sma kelas xi kurikulum 2013_[blogerkupang.com]
Bs pp kn_semester_1_sma kelas xi kurikulum 2013_[blogerkupang.com]Bs pp kn_semester_1_sma kelas xi kurikulum 2013_[blogerkupang.com]
Bs pp kn_semester_1_sma kelas xi kurikulum 2013_[blogerkupang.com]Randy Ikas
 
Makalh pengaruh budaya asing terhadap remaja indonesia
Makalh pengaruh budaya asing terhadap remaja indonesiaMakalh pengaruh budaya asing terhadap remaja indonesia
Makalh pengaruh budaya asing terhadap remaja indonesiaAzharlina Rizqi Ardina
 
rendahnya kesadaran generasi muda akan budaya daerah dan budaya nasional
rendahnya kesadaran generasi muda akan budaya daerah dan budaya nasionalrendahnya kesadaran generasi muda akan budaya daerah dan budaya nasional
rendahnya kesadaran generasi muda akan budaya daerah dan budaya nasionalRakha Al
 
BANYAKNYA REMAJA YANG LEBIH SENANG TERHADAP BUDAYA BARAT DIBANDINGKAN BUDAY...
BANYAKNYA REMAJA YANG LEBIH SENANG TERHADAP BUDAYA BARAT  DIBANDINGKAN  BUDAY...BANYAKNYA REMAJA YANG LEBIH SENANG TERHADAP BUDAYA BARAT  DIBANDINGKAN  BUDAY...
BANYAKNYA REMAJA YANG LEBIH SENANG TERHADAP BUDAYA BARAT DIBANDINGKAN BUDAY...Hamdan Hamdan
 
Rendahnya Rasa Nasionalisme Dikalangan Remaja
Rendahnya Rasa Nasionalisme Dikalangan RemajaRendahnya Rasa Nasionalisme Dikalangan Remaja
Rendahnya Rasa Nasionalisme Dikalangan Remajanova147
 

Viewers also liked (8)

Rpp ppkn sma xi kur13 bab 7-menatap-tantangan-integrasi-nasional
Rpp ppkn sma xi kur13 bab 7-menatap-tantangan-integrasi-nasionalRpp ppkn sma xi kur13 bab 7-menatap-tantangan-integrasi-nasional
Rpp ppkn sma xi kur13 bab 7-menatap-tantangan-integrasi-nasional
 
Bab 7-menatap-tantangan-integrasi-nasional
Bab 7-menatap-tantangan-integrasi-nasionalBab 7-menatap-tantangan-integrasi-nasional
Bab 7-menatap-tantangan-integrasi-nasional
 
Bab 7 rpp ppkn sma kls xi menatap tantangan integrasi nasional
Bab 7 rpp ppkn sma kls xi  menatap tantangan integrasi nasionalBab 7 rpp ppkn sma kls xi  menatap tantangan integrasi nasional
Bab 7 rpp ppkn sma kls xi menatap tantangan integrasi nasional
 
Bs pp kn_semester_1_sma kelas xi kurikulum 2013_[blogerkupang.com]
Bs pp kn_semester_1_sma kelas xi kurikulum 2013_[blogerkupang.com]Bs pp kn_semester_1_sma kelas xi kurikulum 2013_[blogerkupang.com]
Bs pp kn_semester_1_sma kelas xi kurikulum 2013_[blogerkupang.com]
 
Makalh pengaruh budaya asing terhadap remaja indonesia
Makalh pengaruh budaya asing terhadap remaja indonesiaMakalh pengaruh budaya asing terhadap remaja indonesia
Makalh pengaruh budaya asing terhadap remaja indonesia
 
rendahnya kesadaran generasi muda akan budaya daerah dan budaya nasional
rendahnya kesadaran generasi muda akan budaya daerah dan budaya nasionalrendahnya kesadaran generasi muda akan budaya daerah dan budaya nasional
rendahnya kesadaran generasi muda akan budaya daerah dan budaya nasional
 
BANYAKNYA REMAJA YANG LEBIH SENANG TERHADAP BUDAYA BARAT DIBANDINGKAN BUDAY...
BANYAKNYA REMAJA YANG LEBIH SENANG TERHADAP BUDAYA BARAT  DIBANDINGKAN  BUDAY...BANYAKNYA REMAJA YANG LEBIH SENANG TERHADAP BUDAYA BARAT  DIBANDINGKAN  BUDAY...
BANYAKNYA REMAJA YANG LEBIH SENANG TERHADAP BUDAYA BARAT DIBANDINGKAN BUDAY...
 
Rendahnya Rasa Nasionalisme Dikalangan Remaja
Rendahnya Rasa Nasionalisme Dikalangan RemajaRendahnya Rasa Nasionalisme Dikalangan Remaja
Rendahnya Rasa Nasionalisme Dikalangan Remaja
 

Similar to Pembangunan Sosial dan Budaya

Perkembangan penduduk indonesia
Perkembangan penduduk indonesiaPerkembangan penduduk indonesia
Perkembangan penduduk indonesiahendricksonsagala
 
Perkembangan penduduk indonesia
Perkembangan penduduk indonesiaPerkembangan penduduk indonesia
Perkembangan penduduk indonesiahendricksonsagala
 
ppt perekonomian indonesia.pptx
ppt perekonomian indonesia.pptxppt perekonomian indonesia.pptx
ppt perekonomian indonesia.pptxAryaPanduSedjati
 
Status Kesehatan Gizi
Status Kesehatan GiziStatus Kesehatan Gizi
Status Kesehatan GiziDewi MuLya
 
Presentation KTI MAWAPRES
Presentation  KTI MAWAPRESPresentation  KTI MAWAPRES
Presentation KTI MAWAPRESIan March
 
Tantangan kepedududkan di indo
Tantangan kepedududkan di indoTantangan kepedududkan di indo
Tantangan kepedududkan di indoYabniel Lit Jingga
 
Ekonomi SDM Fertilitas dan Moralitas .pptx
Ekonomi SDM Fertilitas dan Moralitas .pptxEkonomi SDM Fertilitas dan Moralitas .pptx
Ekonomi SDM Fertilitas dan Moralitas .pptxDedySetiawan94
 
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomiPertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomiLucky Maharani Safitri
 
Makalah pkn me n iik
Makalah pkn me n iikMakalah pkn me n iik
Makalah pkn me n iikfebria_riefa
 
Review materi perkuliahan pklh
Review materi perkuliahan pklhReview materi perkuliahan pklh
Review materi perkuliahan pklhluluk404
 
1658-3722-1-PB.pdf
1658-3722-1-PB.pdf1658-3722-1-PB.pdf
1658-3722-1-PB.pdfssuserea700d
 
SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA DI D...
SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA DI D...SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA DI D...
SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA DI D...BeliaLesmana
 
kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
kemiskinan dan kesenjangan pendapatankemiskinan dan kesenjangan pendapatan
kemiskinan dan kesenjangan pendapatanAsgari S
 

Similar to Pembangunan Sosial dan Budaya (20)

Jurnal kependudukan di indonesia
Jurnal kependudukan di indonesiaJurnal kependudukan di indonesia
Jurnal kependudukan di indonesia
 
Perkembangan penduduk indonesia
Perkembangan penduduk indonesiaPerkembangan penduduk indonesia
Perkembangan penduduk indonesia
 
Perkembangan penduduk indonesia
Perkembangan penduduk indonesiaPerkembangan penduduk indonesia
Perkembangan penduduk indonesia
 
ppt perekonomian indonesia.pptx
ppt perekonomian indonesia.pptxppt perekonomian indonesia.pptx
ppt perekonomian indonesia.pptx
 
Status Kesehatan Gizi
Status Kesehatan GiziStatus Kesehatan Gizi
Status Kesehatan Gizi
 
Presentation KTI MAWAPRES
Presentation  KTI MAWAPRESPresentation  KTI MAWAPRES
Presentation KTI MAWAPRES
 
Makalah ipsKUU
Makalah ipsKUUMakalah ipsKUU
Makalah ipsKUU
 
Tantangan kepedududkan di indo
Tantangan kepedududkan di indoTantangan kepedududkan di indo
Tantangan kepedududkan di indo
 
Ekonomi SDM Fertilitas dan Moralitas .pptx
Ekonomi SDM Fertilitas dan Moralitas .pptxEkonomi SDM Fertilitas dan Moralitas .pptx
Ekonomi SDM Fertilitas dan Moralitas .pptx
 
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomiPertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi
 
Makalah pkn me n iik
Makalah pkn me n iikMakalah pkn me n iik
Makalah pkn me n iik
 
Makalah_55 Kemiskinan desa dan kota (timeseries)
Makalah_55 Kemiskinan desa dan kota (timeseries)Makalah_55 Kemiskinan desa dan kota (timeseries)
Makalah_55 Kemiskinan desa dan kota (timeseries)
 
Bab 6
Bab 6Bab 6
Bab 6
 
Review materi perkuliahan pklh
Review materi perkuliahan pklhReview materi perkuliahan pklh
Review materi perkuliahan pklh
 
stunting.pptx
stunting.pptxstunting.pptx
stunting.pptx
 
1658-3722-1-PB.pdf
1658-3722-1-PB.pdf1658-3722-1-PB.pdf
1658-3722-1-PB.pdf
 
SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA DI D...
SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA DI D...SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA DI D...
SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA DI D...
 
Demografi
DemografiDemografi
Demografi
 
pelayanan kb
pelayanan kbpelayanan kb
pelayanan kb
 
kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
kemiskinan dan kesenjangan pendapatankemiskinan dan kesenjangan pendapatan
kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
 

More from Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

Pembangunan Sosial dan Budaya

  • 1. BAB VII PEMBANGUNAN SOSIAL DAN BUDAYA A. Permasalahan yang Dihadapi Permasalahan pembangunan sosial dan budaya yang menjadi perhatian utama pada kurun waktu tahun 2000 sampai dengan tahun 2001 antara lain: masih rendahnya derajat kesehatan dan status gizi serta tingkat kesejahteraan sosial masyarakat; masih rentannya ketahanan budaya dan belum diberdayakannya kesenian dan pariwisata secara optimal; masih rendahnya kedudukan dan peranan perempuan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan; masih rendahnya partisipasi aktif pemuda dalam pembangunan nasional; serta belum membudayanya olah raga dan masih rendahnya prestasi olah raga. Gambaran keadaan dan masalah tersebut di atas antara lain dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial 1.1 Kesehatan dan Gizi Masyarakat Derajat kesehatan antara lain dapat diamati dari beberapa indikator seperti angka harapan hidup (AHH), angka kematian bayi (AKB), angka kematian balita (AKABA) dan angka kematian ibu (AKI) waktu melahirkan. Berdasarkan data survai terakhir yang tersedia, AHH waktu lahir penduduk Indonesia tercatat 65,5 tahun (Inkesra, 1999). Rendahnya AHH tersebut erat kaitannya dengan masih tingginya AKB, yaitu sebesar 46 per 1000 kelahiran hidup (Inkesra, 1999), dan AKABA tercatat 63 per 1000 kelahiran hidup (Susenas, 1999). Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI) masih memprihatinkan, yaitu 373 per 100.000 kelahiran hidup (SKRT, 1995). VII - 1
  • 2. Status gizi masyarakat dapat diamati dari prevalensi empat masalah gizi utama, yaitu: kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium (GAKY), dan kurang vitamin A (KVA). Kelompok umur yang paling rawan menderita gizi kurang adalah 6 - 23 bulan. Prevalensi KEP pada anak balita pada 1998 tercatat sekitar 33,4 persen. Sementara itu, prevalensi gizi buruk pada anak balita tercatat 8,1 persen pada tahun 1999. Anemia gizi besi pada ibu hamil pada tahun 1995 tercatat 50,9 persen (SKRT, 1995). Tingginya prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil memberikan kontribusi terhadap masih tingginya AKI. Prevalensi GAKY yang diukur dengan Total Goiter Rate (TGR) menunjukkan penurunan cukup tajam dari 27,7 persen pada tahun 1990 menjadi 9,8 persen pada tahun 1998. Kebutaan karena KVA sudah tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat lagi. Namun masih rendahnya kadar vitamin A dalam darah anak balita saat ini berdampak pada peningkatan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit infeksi terutama campak dan diare. Selain itu KVA pada ibu hamil dan balita cenderung meningkat. Angka kesakitan beberapa penyakit menular cenderung meningkat, seperti penyakit malaria, tuberculosis (TB), demam berdarah dengue (DBD) dan HIV/AIDS. Jumlah penderita baru penyakit TB setiap tahunnya sekitar 583 ribu orang dan yang meninggal sekitar 140 ribu penderita. Walaupun berbagai upaya penanggulangan penyakit TB sudah dilakukan tapi hasilnya belum memuaskan. Kasus HIV/AIDS terus menunjukkan peningkatan sejak pertama kali ditemukan (1987) dan pada tahun 2001 (Juni) kasus HIV positif secara kumulatif tercatat sekitar 1.572 penderita dan AIDS positif mencapai 578 penderita. Selain itu, Indonesia perlu mewaspadai timbulnya atau masuknya penyakit-penyakit baru yang berpotensi wabah dan menimbulkan korban seperti Ebola dan radang otak. Beberapa penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular yang berkaitan dengan perubahan gaya hidup juga memperlihatkan kecenderungan meningkat. Saat ini angka kesakitan dan kematian yang disebabkan berbagai penyakit berbasis VII - 2
  • 3. lingkungan seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare, penyakit kulit dan kecacingan juga masih tinggi. 1.2 Kesejahteraan Sosial Kemiskinan merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya berbagai masalah kesejahteraan sosial yang tercermin dalam bentuk ketidakmampuan pemenuhan kebutuhan dasar, keterlantaran, kecacatan dan ketunasosialan. Jumlah penduduk miskin termasuk yang sangat miskin pada tahun 1999 tercatat sebanyak 37,5 juta jiwa atau 18,17 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Masalah lain yang terkait dengan kemiskinan adalah keterpencilan dan keterasingan secara geografis dan sosial budaya, yang dialami oleh sekitar 1,1 juta penduduk Komunitas Adat Terpencil (KAT). KAT tersebut dikhawatirkan akan semakin tertinggal sebagai akibat perubahan sosial yang terjadi di luar komunitasnya. Masalah kesejahteraan sosial lainnya yang menonjol adalah keterlantaran dan kecacatan. Berdasarkan hasil Susenas 2000, jumlah anak terlantar dilaporkan sekitar 3,2 juta, sedangkan jumlah lanjut usia terlantar tercatat sekitar 3,3 juta jiwa. Susenas tahun 2000 juga memperlihatkan bahwa masih terdapat sekitar 1,5 juta penduduk Indonesia yang mengalami kecacatan. Pencacahan anak jalanan yang dilakukan pada tahun 1998 di 12 kota besar mengungkapkan bahwa dari sekitar 40 ribu anak jalanan, 48 persen diantaranya adalah anak-anak yang baru turun ke jalan mulai tahun 1998. Sebagian besar anak-anak bekerja di jalan adalah untuk menambah pendapatan keluarga dan menambah biaya sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa alasan ekonomi keluarga merupakan faktor pendorong utama semakin banyaknya anak-anak yang bekerja di jalan. Sementara itu, perlindungan khusus untuk anak terutama anak jalanan, anak yang diperlakukan salah, dan pekerja anak agar hak-hak anak untuk tumbuh dan berkembang belum dapat sepenuhnya terpenuhi. Masalah lain yang dihadapi dalam pembangunan kesejahteraan sosial adalah dampak krisis mutidimensional terhadap menurunnya kemampuan organisasi sosial (Orsos) dalam menyelenggarakan pelayanan sosial. VII - 3
  • 4. Masalah HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba juga menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan. Selain mencakup masalah medis, penderita HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba seringkali mengalami perlakuan diskriminatif dari keluarga maupun lingkungannya. Pelayanan sosial dalam bentuk perlindungan khusus bagi mereka agar tetap dapat memperoleh hak dan melaksanakan kewajibannya sebagai individu, anggota keluarga dan masyarakat sesuai harkat dan martabatnya juga belum sepenuhnya tersedia. Dalam kehidupan bermasyarakat, bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa, etnis, agama dan bahasa. Rentannya interaksi sosial antaretnis, adanya kesenjangan sosial, kesenjangan pembangunan antarwilayah, rawannya situasi politik dan keamanan, serta kondisi masyarakat yang mengalami kemiskinan dapat memicu terjadinya kerawanan sosial dan disintegrasi bangsa. Selanjutnya, kondisi sosial ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan pada saat ini, dan diperparah dengan masalah bencana alam dan kerusuhan yang terjadi di berbagai daerah mengakibatkan sebagian penduduk terpaksa mengungsi ke daerah yang lebih aman. Dengan jumlah pengungsi yang sangat besar dan tersebar di berbagai lokasi, penanganan bagi mereka agar tetap dapat terjaga kelangsungan hidupnya menjadi beban berat baik bagi pemerintah maupun masyarakat. 1.3 Kependudukan Permasalahan pembangunan kependudukan yang perlu mendapat perhatian adalah jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang masih relatif tinggi dan persebarannya yang tidak merata, dan kualitasnya masih relatif rendah. Dewasa ini kualitas penduduk Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia dan Thailand. Berdasarkan Human Development Report 2001, Indonesia menempati urutan ke 102, sedangkan Malaysia dan Thailand masing-masing menempati urutan ke 56 dan ke 66. Kualitas penduduk tersebut juga tergambar dari angka harapan hidup waktu melahirkan (AHH) penduduk Indonesia yang relatif rendah yaitu VII - 4
  • 5. 65,5 tahun (Inkesra, 1999), sedangkan Malaysia dan Thailand tercatat masing-masing 72,0 tahun dan 68,8 tahun. Rendahnya angka harapan hidup tersebut erat kaitannya dengan masih tingginya angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan. Dalam dimensi kuantitas, jumlah penduduk Indonesia relatif telah dapat dikendalikan pertumbuhannya menjadi 1,35 persen per tahun pada periode 1990-2000 sehingga jumlah penduduk pada Sensus 2000 diperkirakan mencapai 203,4 juta orang, terdiri dari 101,8 juta perempuan dan 101,6 juta laki-laki. Namun demikian, mengingat jumlah penduduk Indonesia saat ini masih besar secara absolut, maka pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya juga masih besar. Salah satu penyebab masih cukup tingginya laju pertumbuhan penduduk adalah masih relatif tingginya angka kelahiran total (TFR). Angka kelahiran total (TFR) Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan 2,5 per perempuan, dan cukup bervariasi baik antardaerah maupun antarpropinsi. Permasalahan lain adalah persebaran penduduk yang tidak merata. Sebagian besar penduduk yaitu 59 persen (Sensus 2000) terkonsentrasi di Pulau Jawa. Hal ini berakibat pada kepadatan penduduk yang sangat tinggi di beberapa propinsi seperti DKI Jakarta dengan 12,6 ribu penduduk per km2, sedangkan Irian Jaya hanya 5 jiwa per km2. Timpangnya persebaran dan kurang terarahnya mobilitas penduduk terkait erat dengan tidak seimbangnya persebaran sumber daya hasil pembangunan antarwilayah. Munculnya berbagai konflik antaretnik, antaragama dan berbagai masalah pengungsian juga telah menimbulkan potensi kerawanan yang menambah permasalahan di dalam mengatasi penataan persebaran penduduk. Masalah administrasi kependudukan diindikasikan oleh masih banyaknya penduduk yang belum mempunyai dokumen kependudukan (lahir, kawin, cerai) dan belum efektifnya lembaga penyelenggaraan administrasi kependudukan. Di samping itu, peraturan perundang-undangan administrasi kependudukan termasuk hak-hak sipil belum terpenuhi. Selain itu, kualitas dan cakupan data penduduk hasil registrasi masih belum memadai, VII - 5
  • 6. sehingga berpengaruh kepada mutu perencanaan dan kebijakan pembangunan kependudukan. 1.4 Pemberdayaan Berencana Keluarga dan Keluarga Permasalahan lain dalam pembangunan sosial dan budaya adalah sebagian keluarga terutama yang tergolong Pra-Keluarga Sejahtera (Pra-KS) dan Sejahtera I (KS I), belum berdaya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya seperti pendidikan dan kesehatan termasuk keluarga berencana (KB). Pada tahun 2000, jumlah keluarga Pra-KS dan KS I, yaitu keluarga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya masih sekitar 24,6 juta keluarga. Sementara itu, aspek kesehatan reproduksi remaja yang merupakan salah satu tiang dalam pewujudan keluarga kecil yang berkualitas juga masih tertinggal. Survai Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1997 menunjukkan meskipun median usia kawin pertama secara nasional adalah 18,6 tahun, median usia kawin pertama di perdesaan masih relatif muda yaitu 17,9 tahun. Sebagian masyarakat dan keluarga termasuk orang tua dan remaja sendiri juga belum sepenuhnya mempersiapkan anggota keluarga yang berusia remaja dalam kehidupan berkeluarga dan perilaku reproduksi yang bertanggung jawab. Banyak remaja yang masih kurang memahami atau mempunyai pandangan yang tidak tepat tentang masalah kesehatan reproduksi. Pemahaman yang tidak benar tentang hak-hak dan kesehatan reproduksi ini menyebabkan banyak remaja yang berperilaku menyimpang tanpa menyadari akibatnya terhadap kesehatan reproduksi mereka. Selain itu, pusat atau lembaga advokasi dan konseling hak-hak dan kesehatan reproduksi bagi remaja juga masih terbatas jangkauannya dan belum memuaskan mutunya. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja melalui jalur sekolah nampaknya juga belum sepenuhnya berhasil. Tingkat kelahiran yang relatif tinggi merupakan salah satu beban dalam pembangunan sosial dan budaya. Tingkat kelahiran yang relatif tinggi ini mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi dan jumlah anggota keluarga yang relatif besar. Tingginya angka kelahiran dewasa ini berkaitan dengan VII - 6
  • 7. penyelenggaraan program Keluarga Berencana (KB) yang belum sepenuhnya berkualitas dalam memenuhi hak-hak dan kesehatan reproduksi masyarakat. Pendekatan program KB yang telah diarahkan pada pemenuhan hak-hak dan kesehatan reproduksi, dalam pelaksanaannya masih dijumpai beberapa pelayanan KB yang mencerminkan pendekatan pemenuhan target akseptor. Pendekatan target akseptor mengakibatkan proses dan kualitas penyampaian komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), serta pelayanan KB lebih ditujukan untuk mencapai target akseptor KB melebihi perhatian terhadap kecocokan cara KB dan kepuasan akseptor KB. Kualitas program KB yang belum sepenuhnya memuaskan klien mengakibatkan pemenuhan hak-hak dan kesehatan reproduksi termasuk KB yang merupakan dasar terwujudnya keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera belum dapat dirasakan oleh sebagian masyarakat dan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh data SDKI 1997 yang menunjukkan bahwa baru 57,4 persen pasangan usia subur (PUS) yang ingin ber-KB dapat terpenuhi permintaannya, dan sekitar 9,21 persen PUS yang sebenarnya tidak ingin anak atau menunda kehamilannya, tidak memakai kontrasepsi (unmet need). Permasalahan lainnya dalam program KB adalah partisipasi laki-laki dalam ber-KB yang masih sangat rendah yaitu sekitar 3 persen (SDKI 1997). Hal ini selain dikarenakan keterbatasan macam dan jenis alat kontrasepsi laki-laki, antara lain juga disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan laki-laki di bidang hak-hak dan kesehatan reproduksi. Kelembagaan dan jaringan pelayanan KB juga belum sepenuhnya berkualitas dan mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan oleh keterbatasan kemampuan sumber daya program KB. Peran masyarakat dan pihak di luar Pemerintah juga masih sangat terbatas, walaupun tokoh agama, organisasi profesi dan Lembaga Swadaya dan Organisasi Masyarakat (LSOM) terbukti sangat mempengaruhi keberhasilan program KB di beberapa daerah. Pada tahun 1998/99 jumlah lembaga pelayanan KB non-pemerintah masih relatif rendah yaitu berkisar 44.550 yang melayani sekitar 65 persen PUS peserta KB Aktif. Sementara itu, kemitraan pemerintah dengan masyarakat VII - 7
  • 8. terutama PUS dan sektor di luar pemerintah dalam penyelenggaraan KB dan kesehatan reproduksi belum sepenuhnya dapat diwujudkan. 2. Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata 2.1 Kebudayaan Pembangunan di berbagai bidang mempunyai dampak yang berbeda pada setiap kelompok masyarakat. Dengan adanya reformasi, dampak pembangunan pada berbagai bidang semakin nyata dan terbuka. Selanjutnya, dengan adanya globalisasi yang disebabkan oleh makin berkembangnya teknologi komunikasi, mengakibatkan masuknya arus informasi yang sangat beragam yang dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap budaya masyarakat lokal. Permasalahan tersebut semakin rumit, dengan belum siapnya masyarakat dalam persaingan dalam budaya global yang menuntut kemampuan sumber daya manusia yang profesional di bidangnya. Pola sentralisasi yang diterapkan dalam berbagai bidang telah mengikis keragaman budaya masyarakat yang ditandai dengan hilangnya pranata-pranata lokal yang dulu dijadikan acuan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya otonomi daerah, pembangunan kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional tidak dapat dipisahkan. Kebudayaan lama dan asli, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945, merupakan bagian dari kebudayaan daerah, harus dikembangkan oleh masyarakat pendukungnya, sedangkan pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam rangka menjalankan tugas memajukan kebudayaan nasional. Selanjutnya, berkaitan dengan aset budaya, baik yang tangible maupun intangible, yang meskipun keberadaannya tersebar diberbagai daerah, tetap merupakan bagian dari kebudayaan bangsa yang harus dikembangkan dan dimajukan, khususnya budaya yang memiliki nilai luhur. 2.2. Pariwisata Mengenai pengembangan pariwisata diuraikan dalam Bab III Pembangunan Ekonomi. VII - 8
  • 9. 3. Pemberdayaan Perempuan Pembangunan di berbagai bidang yang diselenggarakan selama ini belum sepenuhnya mampu mengangkat kualitas perempuan. Hal ini, antara lain dapat dilihat dari masih rendahnya nilai Gender-related Development Index (GDI) Indonesia. Nilai GDI Indonesia adalah 0.671 dan berada pada urutan ke 92, jauh tertinggal dibanding negara-negara ASEAN seperti Malaysia dan Thailand (Human Development Report, 2001). Kualitas dan kesejahteraan perempuan yang masih relatif rendah juga ditunjukkan oleh berbagai indikator seperti tingginya angka kematian ibu melahirkan, rendahnya status gizi ibu, tingginya penduduk perempuan berumur 10 tahun ke atas yang belum pernah sekolah, dan rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan. Pasal 27 UUD 1945 menjamin kesamaan hak bagi seluruh warganegara di hadapan hukum, baik laki-laki maupun perempuan. Namun demikian, beberapa pelanggaran hukum dan hak asasi manusia (HAM) seperti penindasan, eksploitasi dan kekerasan terhadap perempuan, termasuk anak perempuan sering kali terjadi baik dalam keluarga, lingkungan/tempat kerja, atau dalam masyarakat. Bentuk penindasan dan eksploitasi terhadap perempuan sering terjadi terutama dikaitkan dengan perdagangan perempuan dan anak perempuan serta pelacuran paksa. Berbagai bentuk pelanggaran tersebut antara lain dipengaruhi oleh materi hukum yang diskriminatif terhadap perempuan dan tidak berkeadilan gender, seperti Undang-undang Ketenagakerjaan, Undang-undang Perkawinan, Undang-undang Kesehatan, dan Undang-undang Kewarganegaraan. Di samping itu, struktur hukum yang terdapat dalam masyarakat juga masih kurang mendukung terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Keadaan ini antara lain ditandai oleh masih rendahnya kesadaran gender di kalangan penegak hukum, sedikitnya jumlah penegak hukum yang menangani kasus-kasus ketidakadilan bagi perempuan, dan lemahnya mekanisme pemantauan dan evaluasi, terutama yang dilakukan oleh masyarakat, terhadap pelaksanaan penegakan hukum. Sementara itu, budaya hukum dalam masyarakat yang kurang menunjang terciptanya keadilan gender antara lain ditandai VII - 9
  • 10. oleh masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang hukum (hak dan kewajiban), masih terbatasnya akses masyarakat terhadap informasi dan sumberdaya hukum, belum optimalnya peran media massa dalam mensosialisasikan produk hukum kepada masyarakat, dan masih rendahnya peran masyarakat dan organisasi-organisasi masyarakat dalam pengawasan dan diseminasi hukum. Penegakan hukum terutama untuk masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan juga banyak belum terungkap dan sangat sulit ditemukan. Hal ini dikarenakan umumnya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan berkaitan dengan pola hubungan kekuasaan, yang sebagian besar pelaku kekerasan berusia lebih tua di dalam keluarga, orang yang memiliki jabatan lebih tinggi, atau majikan. Belum terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ini diperburuk oleh pendekatan pembangunan yang belum benar-benar mengindahkan kesetaraan dan keadilan gender. Pendekatan pembangunan ini selanjutnya mengakibatkan kebijakan pemerintah yang tidak peka gender yaitu belum mempertimbangkan perbedaan pengalaman, aspirasi dan kepentingan antara perempuan dan lakilaki serta belum menetapkan kesetaraan dan keadilan gender sebagai tujuan dan sasaran akhir dari pembangunan. Selain dipengaruhi oleh tidak lengkapnya data dan informasi gender, kebijakan publik yang tidak peka gender juga dipengaruhi oleh terbatasnya jumlah perempuan sebagai pengambil keputusan kebijakan publik yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif, TNI dan Polri yaitu hanya 9,8 persen wakil perempuan dalam lembaga legislatif pada tahun 1999, dan hanya 7 persen pejabat struktural eselon I, II, dan III dalam lembaga eksekutif adalah perempuan. Komitmen Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dilandaskan pada pasal 27 UUD 1945 dan diperkuat melalui ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women/ CEDAW) ke dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984, serta Landasan Aksi dan Deklarasi Beijing hasil Konferensi Dunia tentang Perempuan keempat di Beijing pada tahun 1995. Namun VII - 10
  • 11. demikian, hal tersebut juga belum dapat menyetarakan kedudukan dan peranan perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Masih kuatnya pengaruh nilai-nilai sosial budaya yang patriarki merupakan salah satu penyebab utama sulitnya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Nilai-nilai ini menempatkan laki-laki dan perempuan pada kedudukan dan peran yang berbeda dan tidak setara yang ditandai dengan adanya pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marjinalisasi, dan kekerasan terhadap perempuan. Nilai sosial budaya lainnya dalam masyarakat juga turut berpengaruh adalah penentuan keputusan pada tingkat keluarga yang lebih memilih anak laki-laki mereka daripada anak perempuannya untuk bersekolah. Nilai yang tidak peka gender ini diperburuk oleh materi bahan ajar di berbagai jenjang pendidikan yang bias gender dan atau diskriminatif terhadap perempuan. Berbagai nilai-nilai sosial dan budaya yang tidak menguntungkan bagi terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender selanjutnya mengakibatkan diskriminasi terhadap perempuan, sehingga perempuan tidak memiliki akses, kesempatan dan kontrol atas pembangunan serta tidak memperoleh manfaat dari pembangunan yang adil dan setara dengan laki-laki. Di samping itu, ketidaktepatan pemahaman ajaran agama seringkali juga menyudutkan kedudukan dan peranan perempuan di dalam keluarga dan masyarakat. Media massa juga cenderung turut memperlemah posisi perempuan, karena sering menampilkan gambaran tentang kekerasan, merendahkan harkat dan martabat, serta mempertahankan peran tradisional perempuan. Sementara itu, pengarusutamaan gender belum dilaksanakan secara efektif yang antara lain ditandai oleh rendahnya kesadaran gender di kalangan aparat pemerintah terutama pengambil keputusan. Di samping itu, relatif rendahnya kualitas dan kemandirian lembaga-lembaga yang memiliki visi pemberdayaan perempuan serta belum maksimalnya hubungan kemitraan antara pemerintah dengan masyarakat maupun dengan lembaga-lembaga yang memiliki visi pemberdayaan perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan dan program VII - 11
  • 12. pembangunan juga merupakan penghambat dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. 4. Pemuda dan Olahraga 4.1 Pemuda Generasi muda yaitu kelompok penduduk yang berusia di antara 15-35 tahun pada tahun 2000 diperkirakan berjumlah 74,1 juta atau 36 persen dari jumlah penduduk seluruhnya. Dengan jumlah yang besar, belum seluruh generasi muda memiliki kualitas yang tinggi untuk mengisi dan melaksanakan berbagai upaya pembangunan. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat tingkat intelektualitas pemuda dan kemampuan dalam berorientasi ke masa depan dapat diketahui dari jenjang pendidikan. Dari hasil Susenas tahun 1998 terdapat 36,93 persen pemuda hanya tamat Sekolah Dasar. Di samping itu, masalah lain yang dihadapi pemuda adalah lemahnya pendidikan politik dan hukum bagi pemuda yang berdampak pada terjadinya euforia politik dan hukum dalam proses demokratisasi dan reformasi serta kesalahpengertian tentang kebebasan dan demokrasi di kalangan pemuda. Derasnya penetrasi budaya dan pengaruh global akibat cepatnya perkembangan dan kemajuan teknologi, telekomunikasi dan transportasi cenderung mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku pemuda di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Di samping itu, pranata pembangunan kepemudaan juga belum sepenuhnya kuat yang dicerminkan dari banyaknya organisasi kepemudaan yang belum mandiri dan konsisten dalam menyelenggarakan visi dan misinya. Upaya mempersiapkan, membangun, dan memberdayakan pemuda agar mampu berperan serta sebagai pelaku-pelaku aktif pembangunan bangsa Indonesia dihadapkan pada berbagai permasalahan. Munculnya berbagai permasalahan sosial yang melibatkan atau dilakukan pemuda seperti tawuran dan kriminalitas lainnya, penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA), minuman keras, penyakit HIV/AIDS dan penyakit VII - 12
  • 13. menular seksual lainnya yang diderita pemuda, telah mencapai tahap yang mengkawatirkan. 4.2 Olahraga Perwujudan penduduk Indonesia yang berkualitas antara lain ditentukan oleh derajat kesehatan, kesegaran dan kebugaran jasmani serta perilaku terpuji seperti kejujuran dan sportivitas. Namun demikian, penerapan hidup sehat dan kebiasaan olahraga secara teratur dan berkesinambungan belum sepenuhnya dilakukan dalam kehidupan sehari-hari oleh sebagian penduduk Indonesia. Banyaknya sarana dan prasarana umum untuk olahraga yang dikonversi menjadi pusat perdagangan dan fasilitas lainnya juga menjadi penyebab belum membudayanya olahraga. Kurang intensifnya pembibitan dan pembinaan prestasi olahraga antara lain dipengaruhi oleh belum mantapnya kelembagaan olahraga. Terbatasnya jumlah dan sebaran pelatih yang berkualitas serta kurangnya kejuaraan kelompok umur baik dalam skala nasional maupun regional turut menyebabkan pembibitan dan pembinaan prestasi olahraga tidak mengalami kemajuan yang berarti. Di samping itu, Perguruan Tinggi yang diharapkan dapat menjadi basis pembibitan dan pembinaan prestasi belum mampu melaksanakan fungsinya. Sementara itu, sebagai suatu industri, olahraga belum sepenuhnya mampu memberikan nilai tambah bagi olahragawan, masyarakat luas termasuk dunia usaha. Hal ini sangat terkait erat dengan belum mantapnya kelembagaan olahraga dan manajemen olahraga yang belum sempurna. B. Langkah-langkah Kebijakan dan Hasil-hasil yang Dicapai Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat dan menciptakan ketahanan budaya nasional yang kokoh, telah ditempuh berbagai langkah kebijakan di berbagai bidang pembangunan dengan hasil sebagai berikut. 1. Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial VII - 13
  • 14. 1.1 Program Lingkungan Sehat, Perilaku Sehat, dan Pemberdayaan Masyarakat 1.1.1 Lingkungan Sehat Program ini bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang sehat yang mendukung tumbuh kembang anak dan remaja, memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup sehat, dan memungkinkan interaksi sosial, serta melindungi masyarakat dari ancaman bahaya yang berasal dari lingkungan sehingga tercapai derajat kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, kegiatan yang dilaksanakan antara lain : (1) meningkatkan promosi hygiene dan sanitasi di tingkat individu, keluarga, dan masyarakat; (2) meningkatkan mutu lingkungan perumahan dan permukiman termasuk pengungsian; (3) meningkatkan hygiene dan sanitasi tempat-tempat umum dan pengelolaan makanan; (4) meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja; (5) meningkatkan wilayah/kawasan sehat termasuk kawasan bebas rokok. Hasil pencapaian program lingkungan sehat pada tahun 2001 antara lain: cakupan keluarga yang menghuni rumah sehat sekitar 47 persen, cakupan keluarga yang menggunakan air bersih sekitar 77,5 persen, cakupan keluarga yang menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan sekitar 63 persen, persentase tempat-tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan mencakup sekitar 72,4 persen, dan persentase kawasan sehat mencakup sekitar 25 persen (Tabel VII-1). 1.1.2 Perilaku Sehat dan Pemberdayaan Masyarakat Tujuan umum program ini adalah memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat dalam bidang kesehatan untuk memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatannya sendiri dan lingkungannya menuju masyarakat yang sehat, mandiri, dan produktif. Untuk mencapai tujuan tersebut dilaksanakan kegiatan: (1) meningkatkan kepedulian terhadap perilaku bersih dan sehat; (2) meningkatkan kepedulian terhadap proses perkembangan dini anak; (3) meningkatkan upaya anti tembakau dan narkotika, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA); (4) meningkatkan pencegahan kecelakaan VII - 14
  • 15. dan rudapaksa; (5) meningkatkan upaya kesehatan jiwa masyarakat; (6) memperkuat sistem jaringan dukungan masyarakat sesuai dengan potensi dan budaya setempat. Hasil pencapaian program ini pada tahun 2001 antara lain: persentase penduduk dengan perilaku sehat mencakup sekitar 22 persen; penyebarluasan informasi kesehatan melalui media massa seperti radio sekitar 199,9 ribu kali, televisi sekitar 2,7 ribu kali, dan media cetak sekitar 2,6 juta ribu kali; dan persentase posyandu purnama per desa sekitar 25 persen (Tabel VII-1). 1.2 Program Upaya Kesehatan Tujuan umum program ini adalah meningkatkan pemerataan dan mutu upaya kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna serta terjangkau oleh segenap anggota masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut antara lain dilaksanakan kegiatan: (1) meningkatkan pemberantasan penyakit menular dan imunisasi; (2) meningkatkan pemberantasan penyakit tidak menular; (3) meningkatkan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan, yang terdiri dari pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan; (4) meningkatkan pelayanan kesehatan penunjang; (5) membina dan mengembangkan pengobatan tradisional; (6) meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi; (7) meningkatkan pelayanan kesehatan matra; (8) mengembangkan survailans epidemiologi; (9) melaksanakan penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan. Dalam kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit, hasil yang dicapai pada tahun 2001 antara lain: cakupan Universal Child Immunization (UCI) telah mencapai sekitar 75 persen dari seluruh bayi; angka kesakitan demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 2001 tercatat 5,7 per 100.000 penduduk; angka kesakitan malaria 45 per 1.000 penduduk; angka kesembuhan tuberculosa (TB) tercatat sekitar 85 persen; dan angka kematian diare pada balita 2,3 per 1.000 balita. Angka kesakitan dan kematian yang disebabkan berbagai penyakit berbasis lingkungan seperti infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), diare, penyakit kulit dan kecacingan masih tinggi dan hal tersebut terkait dengan kondisi lingkungan yang belum memadai. VII - 15
  • 16. Beberapa gerakan untuk memperbaiki kualitas lingkungan seperti Gerakan Jum’at Bersih, Pekan Sanitasi, Kota Sehat, Kali Bersih merupakan hal yang positif dan perlu dilestarikan. Dalam kegiatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, telah dilakukan upaya untuk menjaga kesinambungan pelayanan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Berbagai upaya yang dilakukan antara lain pembangunan 2 RS propinsi dan kabupaten, dan 39 RS swasta. Selain itu, telah dilaksanakan peningkatan kelas RS dari kelas D ke kelas C sebanyak 1 RS, dan peningkatan dari kelas C ke kelas B non pendidikan sebanyak 2 RS pada tahun 2000 dan 5 RS pada tahun 2001. Sedangkan akreditasi RS pada tahun 2000 s/d 2001 dilakukan terhadap 55 RS. Dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan di RS, pada tahun 2000 – 2001 telah dilakukan penempatan dokter ahli (4 keahlian pokok dan keahlian lainnya) sebanyak 174 orang. Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan rumah sakit telah ditetapkan 13 rumah sakit menjadi perusahaan jawatan (Perjan). Langkah pertama menetapkan Direksi dan struktur Rumah Sakit. Direncanakan rumah sakit yang telah ditetapkan menjadi Perjan akan mulai beroperasi pada tahun 2002. Dalam rangka pelaksanaan Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2000, khususnya mengenai pelayanan kesehatan di daerah pengungsi, telah dilakukan upaya pelayanan kesehatan dan gizi antara lain melalui program jeda kemanusiaan di Propinsi DI Aceh, program akselerasi pembangunan kesehatan di Irian Jaya, Maluku dan Maluku Utara, dan penanganan pengungsi di Jawa Timur. Pelayanan kesehatan dan gizi yang diberikan antara lain meliputi: surveilans epidemiologi, perbaikan kualitas air bersih, pengadaan obat-obatan, penggantian vaksin yang rusak, penyemprotan fokus demam berdarah, penanganan penderita gawat darurat, operasi katarak dan bibir sumbing, khitanan massal, bantuan uang lauk pauk dan beras, pengadaan peralatan RS, peralatan pelayanan dasar bagi puskesmas, pengadaan kapal untuk transportasi daerah terpencil, pendayagunaan tenaga pelayanan VII - 16
  • 17. kesehatan seperti Dokter Spesialis, Dokter Umum, Dokter Gigi dan Paramedis. Hasil pencapaian program upaya kesehatan pada tahun 2001 antara lain: persentase rujukan pelayanan kesehatan dasar ke rumah sakit mencakup sekitar 15 persen; pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 68,5 persen; cakupan antenatal sekitar 78,5 persen, postnatal dan neonatal sekitar 76,5 persen (Tabel VII-2) . 1.3 Program Perbaikan Gizi Masyarakat Tujuan umum program ini adalah untuk meningkatkan intelektualitas dan produktivitas sumber daya manusia, sedangkan tujuan khusus adalah: (1) meningkatkan kemandirian keluarga dalam upaya perbaikan status gizi; (2) meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik dengan menurunkan prevalensi gizi kurang dan gizi lebih; (3) meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan bermutu untuk memantapkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga. Kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut antara lain: (1) meningkatkan penyuluhan gizi masyarakat; (2) menanggulangi gizi kurang dan menekan kejadian gizi buruk pada balita serta menanggulangi kurang energi kronik (KEK) pada wanita usia subur termasuk ibu hamil dan ibu nifas; (3) menanggulangi gangguan akibat kurang yodium (GAKY); (4) menanggulangi anemia gizi besi (AGB); (5) menanggulangi kurang vitamin A (KVA); (6) meningkatkan penanggulangan kurang gizi mikro lainnya (misalnya calsium, zink, dsb); (7) meningkatkan penanggulangan gizi lebih; (8) melaksanakan fortifikasi dan keamanan pangan; (9) memantapkan pelaksanaan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG); (10) mengembangkan dan membina tenaga gizi; (11) melaksanakan penelitian dan pengembangan gizi; (12) melaksanakan perbaikan gizi institusi (misalnya sekolah, RS, perusahaan, dan sebagainya); (13) melaksanakan perbaikan gizi akibat dampak sosial, pengungsian, dan bencana alam. Peningkatan status gizi masyarakat, terutama pada wanita dan anak balita terus dilakukan. Pada tahun 2000 penanggulangan GAKY dilaksanakan di 272 kecamatan endemik berat (20 VII - 17
  • 18. Kabupaten) dan 197 kecamatan endemik sedang (36 kabupaten/kota). Selain itu melalui program JPS-BK, khususnya kegiatan perbaikan gizi, telah dilakukan pemberian makanan tambahan berupa makanan pendamping (MP) ASI terhadap sekitar 401,3 ribu bayi berusia 6-11 bulan, 1 juta anak usia 12-23 bulan, 1,8 juta anak balita dan 383,7 ribu ibu hamil/ibu nifas Kurang Energi Kronik (KEK). Peran serta masyarakat juga ditingkatkan antara lain melalui kegiatan revitalisasi posyandu agar mampu menunjang penyelenggaraan pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil, ibu nifas, bayi dan anak di bawah usia dua tahun. Hasil pencapaian program perbaikan gizi pada tahun 2001 antara lain: persentase wanita usia subur dan anak sekolah di kecamatan endemik yang mendapat kapsul yodium mencakup sekitar 40 persen; persentase ibu hamil yang mendapat tablet besi 49 persen; persentase bayi dan balita yang mendapat vitamin A sebesar 65 persen; dan persentase keluarga yang mengkonsumsi garam beryodium sekitar 65 persen (Tabel VII-3). 1.4 Program Sumber Daya Kesehatan Program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan jumlah, mutu dan penyebaran tenaga kesehatan; (2) meningkatkan jumlah, efektivitas, dan efisiensi penggunaan biaya kesehatan; (3) meningkatkan ketersediaan sarana, prasarana, dan dukungan logistik pada sarana pelayanan kesehatan yang semakin merata, terjangkau, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, kegiatan yang dilaksanakan adalah: (1) meningkatkan perencanaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan; (2) meningkatkan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan; (3) mengembangkan sistem pembiayaan praupaya; (4) mengembangkan sarana, prasarana, dan dukungan logistik pelayanan kesehatan. Kegiatan perencanaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain telah dilaksanakan melalui 18 jenis program pendidikan tenaga kesehatan dengan jumlah institusi sebanyak 866 buah terdiri dari 287 Jenjang Pendidikan Menengah (JPM) dan 579 Jenjang Pendidikan Tinggi (JPT). VII - 18
  • 19. Pada tahun 2000 jumlah lulusan tenaga kesehatan yang dihasilkan mencapai sekitar 38,4 ribu orang, terdiri dari sekitar 20,8 ribu orang tenaga lulusan jenjang pendidikan tinggi (Diploma 3) dan 17,6 ribu orang tenaga lulusan dari jenjang pendidikan menengah. Selain itu telah dilakukan akreditasi terhadap institusi pendidikan tenaga kesehatan sebanyak 575 institusi. Upaya untuk meningkatkan pendidikan tenaga guru/dosen dilakukan melalui tugas belajar dan pelatihan fungsional. Dalam menunjang pelaksanaan desentralisasi, telah dilatih sebanyak 2.175 orang tenaga kesehatan, meliputi bidang manajemen dan kepemimpinan 165 orang, teknis administrasi 900 orang, jabatan fungsional 900 orang dan pelatihan bagi pelatih sebanyak 210 orang. Dalam upaya mengembangkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dasar, telah dilakukan upaya peningkatan pemeliharaan sarana kesehatan yang ada agar tetap dapat berfungsi dengan baik. Dewasa ini terdapat sekitar 7,2 ribu puskesmas, 21 ribu puskesmas pembantu dan 6,8 ribu puskesmas keliling. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan puskesmas, sekitar 1,7 ribu puskesmas telah ditingkatkan fungsinya menjadi puskesmas perawatan dengan sarana tempat tidur. Puskesmas perawatan ini terutama dikembangkan di lokasi-lokasi yang jauh dari Rumah Sakit, jalur-jalur jalan raya yang rawan kecelakaan dan di daerahdaerah atau pulau-pulau terpencil. Pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak melalui puskesmas dan puskesmas pembantu makin efektif dengan penempatan bidan di desa yang secara kumulatif sampai tahun 2000 bidan yang telah ditempatkan di desa berjumlah sekitar 67 ribu orang. Upaya peningkatan pemerataan pelayanan kesehatan dasar, utamanya pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk imunisasi dan perbaikan gizi juga ditunjang dengan dukungan peran serta masyarakat dalam bentuk posyandu dan pondok persalinan desa (polindes) yang sampai tahun 2000 telah berjumlah masing-masing 243,7 ribu posyandu dan 15,8 ribu polindes. VII - 19
  • 20. Hasil pencapaian program ini pada tahun 2001 antara lain: jumlah Badan Pelaksana Sistem Pembiayaan Kesehatan Praupaya yang berijin sebanyak 24 institusi; jumlah pendidikan dan pelatihan kesehatan yang terakreditasi sebanyak 611 institusi; dan jumlah tenaga kesehatan yang dilatih teknis fungsional mencapai sekitar 39,6 ribu orang (Tabel VII-4) . 1.5 Program Obat, Makanan, dan Bahan Berbahaya Program ini bertujuan untuk: (1) melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan dan kesalahgunaan obat, narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA), dan bahan berbahaya yang lain; (2) melindungi masyarakat dari penggunaan sediaan farmasi, makanan dan alat kesehatan (farmakes) yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan; (3) menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan pemerataan obat yang bermutu yang dibutuhkan masyarakat; dan (4) meningkatkan potensi daya saing industri farmasi terutama yang berbasis sumber daya alam dalam negeri. Untuk mencapai tujuan tersebut telah dilaksanakan kegiatan: (1) meningkatkan pengamanan bahaya penyalahgunaan dan kesalahgunaan obat, narkotika, psikotropika, zat adiktif, dan bahan berbahaya lainnya; (2) meningkatkan pengamanan dan pengawasan makanan dan bahan tambahan makanan (BTM); (3) meningkatkan pengawasan obat, obat tradisional, kosmetika, dan alat kesehatan termasuk pengawasan terhadap promosi/ iklan; (4) meningkatkan penggunaan obat rasional; (5) menerapkan obat esensial; (6) mengembangkan obat asli Indonesia; (7) membina dan mengembangkan industri farmasi; (8) meningkatkan mutu pengujian laboratorium pengawasan obat dan makanan (POM); (9) mengembangkan standar mutu obat dan makanan; (10) mengembangkan sistem dan layanan informasi POM. Penyediaan obat esensial pada unit pelayanan kesehatan dasar sejak tahun 2000 dilaksanakan oleh masing-masing kabupaten/kota. Di tingkat pusat hanya disediakan obat dan alat kesehatan sebagai buffer stock, yang digunakan pada keadaan emergensi terutama untuk penanggulangan bencana, kerusuhan dan pengungsi. VII - 20
  • 21. Untuk mempertahankan kesinambungan dalam penyediaan dan ketersediaan obat generik dengan harga terjangkau selama masa krisis agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, maka pada tahun 2000 telah diberikan subsidi untuk pengadaan bahan baku obat melalui mekanisme pemberian subsidi terhadap selisih kurs pembelian bahan baku obat. Hasil pencapaian program ini pada tahun 2001 antara lain: persentase cakupan pemeriksaan sarana pelayanan kesehatan mencapai 12,2 persen; proporsi kasus penyalahgunaan obat dan NAPZA dengan tindak lanjut pengamanan sebesar 90 persen dan persentase cakupan pemeriksaan sarana produksi distribusi farmakes dalam rangka Good Manufacturing Practices (GMP) 40 persen. Jumlah iklan yang berhasil diawasi sebanyak 1.600 iklan; jumlah laboratorium pengujian obat dan makanan yang terakreditasi sebanyak 8 unit; jumlah sarana produksi bahan baku farmasi termasuk Obat Asli Indonesia yang dibina mencakup 10 persen, dan jumlah kabupaten/kota yang kekurangan stok obat lebih dari 3 item selama lebih dari 3 bulan menurun menjadi 10 persen (Tabel VII-5). 1.6 Program Kebijakan Pembangunan Kesehatan dan Manajemen Untuk penyelenggaraan upaya kesehatan sesuai dengan tujuan, kebijakan, dan strategi yang telah ditetapkan dibutuhkan kebijakan dan manajemen sumber daya yang efektif dan efisien yang didukung dengan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan sehingga dapat tercapai pelayanan kesehatan yang merata dan berkualitas.Untuk mencapai tujuan tersebut, kegiatan yang dilaksanakan adalah: (1) mengembangkan kebijakan program kesehatan; (2) mengembangkan manajemen pembangunan kesehatan; (3) mengembangkan dan menyempurnakan hukum kesehatan; (4) mengembangkan sistem informasi kesehatan; (5) mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan. Dalam upaya mengembangkan hukum kesehatan, pada tahun 2000 telah dilakukan penyusunan 1 RUU, 1 RPP, 2 Keppres, 27 Permenkes/Kepmenkes, dan 7 SKB. Sedangkan, untuk mengembangkan sistem informasi kesehatan nasional, telah VII - 21
  • 22. dilakukan kegiatan antara lain: (1) integrasi sistem-sistem informasi kesehatan yang ada, (2) penyederhanaan dan integrasi pencatatan dan pelaporan data, (3) peningkatan kemampuan daerah dalam pengembangan sistem informasi kesehatan (SIK), (4) pengembangan sumber daya, khususnya melalui penerapan dan pemeliharaan teknologi informatika serta pengembangan tenaga pengelola SIK, dan (5) pengembangan pelayanan data dan informasi baik untuk para manajer maupun untuk masyarakat. Dalam upaya mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, telah dilakukan berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan kesehatan. Selain itu, pada tahun 2001 telah dilaksanakan Survai Kesehatan Nasional (Surkesnas) yang merupakan kegiatan antar lembaga/ instansi dan berkesinambungan tiap tahun (multi year and multi institution activities). Surkesnas meliputi kegiatan pengembangan modul kesehatan dan pengumpulan data kesehatan melalui Survai Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), kegiatan Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dengan komponen studi morbiditas, studi mortalitas dan studi tindak lanjut (follow up) ibu hamil dan kegiatan Survai Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) komponen kesehatan ibu dan anak. Hasil pencapaian program ini pada tahun 2001 antara lain: tersedianya sistem informasi kesehatan kabupaten/kota dan propinsi pada 27 propinsi; 38 buah produk hukum bidang kesehatan yang ditetapkan; dan 110 penelitian di bidang kesehatan (Tabel VII-6). 1.7 Program Pengembangan Potensi Kesejahteraan Sosial Tujuan program ini adalah untuk mengembangkan kesadaran, kemampuan, tanggung jawab, dan peran aktif masyarakat dalam menangani permasalahan sosial di lingkungannya, serta memperbaiki kualitas hidup, dan kesejahteraan penyandang masalah kesejahteraan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh adalah meningkatkan dan memperluas pelayanan kesejahteraan sosial terutama bagi penduduk miskin, anak VII - 22
  • 23. dan lanjut usia terlantar, anak jalanan, penyandang cacat, tuna sosial, serta korban bencana alam dan kerusuhan. Di samping itu, juga terus dilakukan berbagai upaya untuk lebih meningkatkan partisipasi masyarakat terutama dunia usaha untuk mendukung pelayanan baik yang dilakukan oleh pemerintah utamanya pemerintah daerah maupun masyarakat. Pada tahun 2000 pelayanan sosial bagi anak terlantar telah diberikan bagi 133.844 anak terlantar yang dilakukan antara lain melalui pemberian santunan hidup dan pendidikan bagi anak dalam panti, serta pemberian keterampilan dan modal usaha bagi anak terlantar yang tinggal bersama keluarganya. Agar panti sosial milik masyarakat dapat mempertahankan pelayanan sosialnya diberikan pula bantuan biaya operasional yang dapat digunakan untuk biaya pendidikan anak asuhnya maupun biaya operasional panti. Meningkatnya jumlah anak jalanan di perkotaan, yang merupakan bagian dari populasi anak terlantar, juga membutuhkan prioritas penanganan. Penanganan anak jalanan diberikan melalui media Rumah Singgah yang diselenggarakan bekerja sama dengan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)/organisasi sosial, yang telah memiliki pengalaman memberikan pelayanan serupa. Untuk itu, telah diberikan pelayanan sosial bagi 31.635 anak jalanan di kotakota besar berupa bimbingan sosial dan budi pekerti, bantuan makanan, beasiswa, pelayanan kesehatan, pelatihan keterampilan dan pelayanan-pelayanan rujukan lain yang diperlukan. Pelayanan sosial ini bertujuan untuk memberikan alternatif kegiatan bagi anakanak jalanan agar waktu yang dihabiskan di jalan semakin berkurang, dan diharapkan dengan modal keterampilan yang dimiliki atau tetap terpeliharanya kelangsungan pendidikan mereka, pada akhirnya anak-anak tersebut dapat meninggalkan kehidupan di jalan dan hidup kembali bersama keluarganya. Menyadari bahwa permasalahan sebagian besar anak jalanan adalah ketidakmampuan orang tua dalam memenuhi kebutuhan anak, maka sasaran pelayanan juga menjangkau orang tua anak jalanan, melalui pemberdayaan orang tua. Dengan besarnya jumlah anak jalanan, anak yang diperlakukan salah, dan pekerja anak, telah mulai dilaksanakan VII - 23
  • 24. sosialisasi tentang hak-hak anak meliputi tumbuh kembang, kelangsungan hidup dan perlindungan di 13 propinsi. Selanjutnya telah pula diberikan bantuan dan penyantunan bagi 12.475 lanjut usia terlantar baik di dalam maupun di luar panti. Bagi lanjut usia terlantar yang masih produktif, diberikan bantuan modal usaha. Dana bantuan operasional diberikan pula secara langsung bagi panti lanjut usia milik masyarakat yang mengalami kesulitan pendanaan, agar kelangsungan penyelenggaraan pelayanan sosial bagi lanjut usia terlantar dapat terpelihara. Pelayanan dan rehabilitasi sosial juga diberikan kepada 12.887 orang penyandang cacat, baik yang berada di dalam panti maupun di lingkungan keluarga. Bantuan pelayanan dan rehabilitasi sosial tersebut ditujukan untuk memulihkan harga diri dan martabat mereka sehingga mereka dapat melaksanakan peran dan fungsi sosialnya secara wajar dan produktif. Selain itu, diupayakan pula bagi mereka kemudahan untuk mengakses fasilitas umum. Sedangkan pelayanan sosial bagi tuna sosial telah diberikan bagi 11.634 orang termasuk bagi tuna susila, pengemis, gelandangan, eks narapidana, penderita HIV/AIDS dan korban tindak pidana kekerasan. Sementara itu, penanganan anak nakal dan korban penyalahgunaan narkoba ditangani melalui upaya pencegahan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan di dalam panti dan luar panti dengan sasaran tercegahnya, pulih dan berdayanya para penyandang tersebut sehingga dapat menjadi sumber daya yang berkualitas dan produktif. Jumlah korban penyalahgunaan narkoba dan anak nakal yang ditangani sebanyak 3.380 orang. Usaha pemberdayaan terhadap Komunitas Adat Terpencil (KAT) terus diupayakan agar secara bertahap kualitas hidup mereka dapat meningkat. KAT yang memperoleh pemberdayaan sebanyak 9.763 KK. Salah satu upaya pencegahan terhadap terus berkembangnya masalah-masalah sosial yang disebabkan oleh kemiskinan seperti keterlantaran dan tuna sosial dilakukan melalui pemberdayaan bagi keluarga miskin (fakir miskin). Pemberdayaan keluarga sangat VII - 24
  • 25. miskin dilaksanakan melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) bagi 5.072 KUBE atau 50.720 keluarga, dengan kegiatan antara lain seleksi, bimbingan motivasi, pembentukan dan pemantapan KUBE, dan pemberian bantuan sarana usaha yang sesuai dengan pelatihan keterampilan yang telah diperoleh. Agar KUBE dapat berjalan dengan baik, pendampingan bagi kelompok-kelompok tersebut dilakukan oleh Petugas Sosial Kecamatan (PSK). Diharapkan melalui penanganan yang menyeluruh dan terpadu, dapat dikurangi timbulnya masalah-masalah seperti anak terlantar dan lanjut usia. Dalam rangka penanganan pengungsi yang bersifat konsepsional dan menyeluruh, bagi para pengungsi diberikan bantuan tanggap darurat di lokasi pengungsian dan permukiman kembali para pengungsi baik di tempat asal maupun baru sebagai bagian dari pemberian jaminan sosial dan jaminan keamanan. Bantuan tanggap darurat dilakukan dengan cara memberikan bantuan pangan berupa beras dan lauk pauk bagi rata-rata 1.000.000 jiwa/bulan yang tersebar di 19 propinsi. Selain itu, bagi para pengungsi juga diberikan pelayanan kesehatan dasar termasuk pencegahan dan pemberantasan penyakit, penyediaan sarana air bersih dan sanitasi, serta perbaikan gizi melalui pemberian makanan tambahan. Selanjutnya, penyediaan kesempatan belajar juga diberikan bagi pengungsi anak melalui pendidikan umum dan alternatif di daerah lokasi/daerah pengungsian, bantuan bahan ajar dan perlengkapan siswa, serta paket pelatihan. Penanganan pengungsi ini dilakukan bersama-sama antara pemerintah baik pusat dan daerah bersama-sama masyarakat. Keseluruhan penanganan pengungsi dikoordinir oleh Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB). Dalam menanggulangi dampak sosial dari krisis multidimensional, terutama bagi kelompok rentan, keberadaan organisasi sosial (Orsos) menjadi sangat strategis. Orsos mampu memberikan pelayanan atas dasar sikap ikhlas, pengabdian, kepedulian dan penghargaan kepada sesama manusia yang bentuk perwujudannya adalah upaya menolong dan membantu tanpa pamrih. Motivasi seperti ini menumbuhkan kekuatan yang mengakar pada masyarakat. Mereka tumbuh di tengah-tengah masyarakat, VII - 25
  • 26. berusaha memahami persoalan yang ada, mengerti yang dibutuhkan sehingga mereka juga dapat memberikan pertolongan dan bantuan baik yang bersifat penyelamatan maupun pemulihan kondisi kesejahteraan sosial dalam suatu krisis. Orsos yang telah menerima bantuan pemberdayaan berupa pelatihan dan paket-paket usaha agar kinerja Orsos dapat terus ditingkatkan yaitu sebanyak 572 Orsos dan 1.561 Karang Taruna. Dalam upaya memberikan kesejahteraan dan pemenuhan jaminan sosial yang dapat menyentuh seluruh warga negara telah dilakukan upaya penyempurnaan sistem jaminan sosial nasional secara terpadu dan terkoordinasi agar setiap warga negara Indonesia mendapat hak atas kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya melalui program sistem jaminan sosial yang menyeluruh terutama untuk keluarga, masyarakat miskin, pekerja sektor informal, petani, nelayan, masyarakat yang terkena musibah/bencana dan penyandang masalah sosial lainnya melalui penelaahan, pengkajian dan perumusan kebijakan dan langkah-langkah dalam rangka penyelenggaraan program sistem jaminan sosial nasional yang meliputi baik aspek kelembagaan, program, perundang-undangan, pendanaan maupun aspek pelaksanaan lainnya. Khusus untuk sistem jaminan dan asuransi kesejahteraan sosial telah dilakukan uji coba dan penyusunan pedoman pelaksanaan sistem jaminan dan asuransi kesejahteraan sosial. 1.8 Program Peningkatan Kualitas Manajemen dan Profesionalisme Pelayanan Sosial Program ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesionalisme pelayanan sosial melalui pengembangan alternatifalternatif intervensi di bidang kesejahteraan sosial, peningkatan kemampuan dan kompetensi pekerja sosial dan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, serta penetapan standardisasi dan legislasi pelayanan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut, langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh adalah meningkatkan profesionalisme pelayanan sosial baik yang dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha terhadap penyandang masalah VII - 26
  • 27. kesejahteraan sosial, serta meningkatkan kualitas manajemen pelayanan sosial. Dalam rangka meningkatkan mutu dan profesionalisme pelayanan sosial telah dilakukan berbagai kegiatan antara lain melalui pendidikan tugas belajar program S2 bagi 36 orang dan program S3 sebanyak 5 orang pekerja kesejahteraan sosial untuk bidang ilmu sosial, sosiologi pembangunan dan psikologi. Di samping itu, telah dilakukan pula pelatihan teknis maupun fungsional bagi 150 pegawai Dinas Sosial yang tersebar di 26 propinsi. Selanjutnya, untuk mendukung pengembangan kebijakan dan program di bidang kesejahteraan sosial telah dilakukan beberapa penelitian antara lain mengenai pengembangan standarisasi dan pedoman kompetensi SDM dalam rangka meningkatkan kinerja lembaga pelayanan kesejahteraan sosial; sosialisasi Lembaga Sosial Kemasyarakatan antaretnis dan pola hubungan antarkelompok etnis dan penelitian tentang sistem penanggulangan kesenjangan sosial. Selain itu, telah dilakukan pula penyusunan Standarisasi Panti Sosial sebagai pedoman bagi penyelenggara Panti Sosial baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Dalam upaya menciptakan landasan pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial yang semakin mantap dan mapan, telah dilakukan penyusunan 3 naskah akademis peraturan perundang-undangan di bidang kesejahteraan sosial antara lain naskah akademis Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perlindungan Anak, RUU tentang Pengentasan Fakir Miskin dan RUU tentang Undian. 1.9 Program Pengembangan Keserasian Kebijakan Publik dalam Penanganan Masalah-masalah Sosial Program ini bertujuan untuk mewujudkan keserasian kebijakan publik dalam penanganan masalah-masalah sosial masyarakat dan terlindunginya masyarakat dari dampak penyelenggaraan pembangunan dan perubahan sosial yang cepat melalui wadah jaringan kerja. VII - 27
  • 28. Untuk mencapai tujuan tersebut, langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh adalah menyelesaikan masalah-masalah mendesak yang dilakukan melalui koordinasi dengan instansi terkait terutama untuk masalah pengungsi, kerusuhan, dan disintegrasi bangsa. Penanganan masalah disintegrasi bangsa menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia, dan penanganan secara komprehensif memerlukan waktu yang panjang. Berkaitan dengan hal tersebut telah selesai dirumuskan kebijakan pengembangan integrasi bangsa di kalangan pelajar dan pemuda melalui pengenalan wawasan nusantara dengan melibatkan berbagai unsur pemerintah, LSM dan masyarakat termasuk dunia usaha. Di samping itu, dalam upaya mendorong masyarakat dan dunia usaha agar ikut serta menyelenggarakan pelayanan sosial yang berkelanjutan untuk penanganan masalah-masalah kemasyarakatan, telah selesai dirumuskan kebijakan mengenai sumbangan sosial masyarakat melalui media massa dan tanggung jawab sosial dunia usaha. Untuk penanganan pengungsi akibat bencana alam dan kerusuhan telah selesai dirumuskan kebijakan mengenai pola penyelesaian masalah pengungsi dan perumusan kebijakan dasar masalah pengungsi anak. Demikian pula untuk penanganan masalah narkoba yang terus meningkat baik dilihat dari jumlah korbannya maupun kualitas penyalahgunaannya telah dilakukan perumusan kebijakan mengenai strategi penanggulangan penyalahgunaan narkoba. 1.10 Program Pengembangan Masalah-masalah Sosial Sistem Informasi Program ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis data dan informasi yang diperlukan untuk bahan penentuan kebijakan masalah-masalah sosial, membangun sistem informasi yang diperlukan sebagai alat peringatan dini, dan meningkatkan fungsi dan koordinasi jaringan informasi kelembagaan dalam upaya pembentukan keterpaduan pengendalian masalah-masalah sosial. Tujuan lain program ini adalah untuk menyediakan data dan VII - 28
  • 29. informasi yang benar dan bertanggung jawab kepada masyarakat dan dunia usaha tentang: (1) perkembangan masalah menyangkut aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya; (2) modal sosial yang dimiliki masyarakat dan dunia usaha serta sumber daya ekonomi; dan (3) perkembangan masalah-masalah sosial itu sendiri. Untuk mencapai tujuan tersebut, langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh adalah membangun pusat informasi dan layanan masyarakat antara lain untuk mengakomodasi masyarakat yang makin berkembang. Dalam rangka penyediaan data dan informasi masalahmasalah kemasyarakatan masih terus dilanjutkan pengembangan sistem informasi dan pengelolaan informasi masalah-masalah kemasyarakatan. Selanjutnya, telah dilakukan juga pengkajian berbagai masalah laten bangsa bekerja sama dengan berbagai universitas dan lembaga penelitian. 1.11 Program Pengembangan Kebijakan Kependudukan dan Keserasian Program pengembangan dan keserasian kebijakan kependudukan bertujuan untuk mewujudkan keserasian kebijakan kependudukan di berbagai bidang pembangunan. Dalam rangka mencapai tujuan program tersebut ditempuh langkah-langkah kebijakan antara lain: (1) meningkatkan kualitas penduduk yang meliputi peningkatan kualitas kehidupan beragama, pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial-budaya, dan peningkatan sektor terkait lainnya; (2) mengendalikan pertumbuhan dan kuantitas penduduk; (3) melakukan pengarahan mobilitas dan persebaran penduduk sehingga penduduk tidak terkonsentrasi pada wilayah-wilayah tertentu; dan (4) mengembangkan sistem administrasi kependudukan. Kebijakan tersebut diselenggarakan melalui program pembangunan lintas bidang dan lintas sektor serta pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Hasil pelaksanaan yang dicapai pada tahun 2000 di bidang kebijakan pengendalian kuantitas penduduk adalah penetapan jumlah, struktur dan komposisi penduduk Indonesia tahun 2000– 2005 serta beberapa makalah kebijakan tentang pengendalian VII - 29
  • 30. pertumbuhan penduduk dan pembangunan berkelanjutan. Sedangkan di bidang kebijakan kualitas penduduk telah dicapai antara lain adalah: pembakuan indikator kependudukan strategis yang dapat memberikan bahan pertimbangan penentuan skala prioritas dalam perencanaan pembangunan yang berwawasan kependudukan; pengembangan pola asuh anak dalam keluarga; serta pedoman peningkatan kualitas anak balita. Di samping itu, telah dirumuskan pula makalah kebijakan mengenai peningkatan kesehatan reproduksi remaja, penurunan morbiditas dan mortalitas bayi, balita, ibu hamil, dan ibu melahirkan. Di bidang persebaran dan mobilitas penduduk telah dilaksanakan beberapa kajian dan studi kebijakan persebaran dan mobilitas penduduk, tata ruang, daya dukung dan daya tampung lingkungan. Dalam upaya mendukung administrasi kependudukan yang tertib, telah disusun RUU tentang Adminstrasi Kependudukan serta pelaksanaan uji coba sistim pendaftaran dan pencatatan penduduk. 1.12 Program Pemberdayaan Keluarga Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat. Langkah-langkah kebijakan dalam program ini diarahkan pada penyadaran dan peningkatan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar, sosial dan psikologisnya. Langkah kebijakan tersebut meliputi: (1) menyelenggarakan pelayanan advokasi, komunikasi, edukasi, informasi (KIE) dan konseling mengenai pengasuhan dan penumbuhkembangan anak serta akses sumber daya ekonomi; (2) mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kewirausahaan bagi keluarga terutama keluarga Pra-KS dan KS I; (3) menyelenggarakan pelayanan pembinaan ketahanan keluarga khususnya bagi keluarga yang memiliki balita dan remaja; dan (4) melakukan penataan dan melaksanakan pendataan keluarga. Hasil yang dicapai dalam program ini pada tahun 2000 adalah jumlah keluarga terutama keluarga Pra-KS dan KS I yang dapat mengakses informasi dan sumber daya ekonomi bagi peningkatan kesejahteraan keluarga mencapai sekitar 12,6 juta VII - 30
  • 31. keluarga. Selain itu, langkah kebijakan ini juga telah menghasilkan data keluarga. 1.13 Program Kesehatan Reproduksi Remaja Program ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan reproduksi dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga guna mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang. Langkah-langkah kebijakan yang ditempuh adalah: (1) melaksanakan promosi kesehatan reproduksi bagi remaja, baik yang bersifat pencegahan maupun penanggulangan; (2) melakukan advokasi, komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dan konseling reproduksi bagi remaja, keluarga dan masyarakat; (3) menyelenggarakan promosi pendewasaan usia kawin; dan (4) melaksanakan perintisan konseling kesehatan reproduksi bagi remaja termasuk bagi remaja yang hidup dan bekerja di jalan. Pelaksanaan langkah-langkah kebijakan ini mampu meningkatkan kepedulian dan peran aktif remaja, masyarakat dan dunia pers dalam aspek kesehatan reproduksi. Pusat-pusat konseling kesehatan remaja juga semakin meningkat kualitas dan jumlahnya. Pada tahun 2001 jumlah pusat konseling kesehatan reproduksi bagi remaja mencapai 65 pusat. 1.14 Program Keluarga Berencana (KB) Program KB bertujuan untuk memenuhi permintaan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas serta mengendalikan angka kelahiran yang pada akhirnya meningkatkan kualitas penduduk dan mewujudkan keluarga-keluarga kecil berkualitas. Langkah-langkah kebijakan yang ditempuh adalah: (1) mengintegrasikan program KB dalam kerangka pemenuhan hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi, serta kesetaraan gender termasuk diantaranya adalah promosi, advokasi, komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), dan konseling tentang pemenuhan hakVII - 31
  • 32. hak dan kesehatan reproduksi; (2) meningkatkan mutu pelayanan program KB yang menuju pada pencapaian standar yang ditetapkan dan berorientasi kepada kepuasan publik/klien, antara lain melalui peningkatan kualitas lembaga pelayanan KB dan kesehatan reproduksi dan peningkatan profesionalisme sumber daya manusia pada lembaga pelayanan KB; (3) menyediakan alat dan obat serta pelayanan KB yang bermutu termasuk kontrasepsi mantap bagi lakilaki dan perempuan serta pencabutan alat kontrasepsi susuk secara cuma-cuma bagi keluarga Pra-KS dan KS I; (4) menyediakan jaminan dan perlindungan bagi peserta KB yang diprioritaskan pada penanggulangan efek samping secara medis; (5) melakukan pelatihan, pengkajian, dan penelitian operasional KB serta mengembangkan sistim informasi manajemen program KB, dan (6) melakukan penajaman segmentasi peserta KB yaitu kelompok peserta KB dilayani secara luwes dengan memperhatikan aspek sosial ekonomi, adat istiadat/agama, ciri-ciri demografis dan geografis. Melalui pelaksanaan langkah-langkah kebijakan ini, pada tahun 2000 program KB mampu memberikan pelayanan KB bagi 3.625.753 peserta KB baru dan 25.537.657 peserta KB aktif. Dengan kemampuan pelayanan KB tersebut, persentase pasangan usia subur (PUS) yang ingin menjadi peserta KB namun tidak terlayani KB (unmet need) pada tahun 2001, diproyeksikan sebesar 8,7 persen. 1.15 Program Penguatan Kelembagaan dan Jaringan KB Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian dan sekaligus meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan KB dan kesehatan reproduksi. Langkah-langkah kebijakan dalam program ini meliputi: (1) meningkatkan kapasitas kelembagaan KB dalam rangka desentralisasi; (2) melaksanakan pelatihan dan bimbingan pelayanan dan manajemen KB dan kesehatan reproduksi bagi institusi dan lembaga berbasiskan masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan KB; (3) menyediakan dukungan manajemen KB terutama di tingkat desa dan kecamatan; (4) menyediakan dan melakukan pertukaran informasi tentang KB dan VII - 32
  • 33. kesehatan reproduksi; (5) menyelenggarakan pelatihan dan kerja sama internasional di bidang KB dan kesehatan reproduksi; dan (6) menyelenggarakan promosi kemandirian ber-KB bagi peserta KB dan peningkatan kemandirian kelembagaan KB yang berbasis masyarakat. Hasil yang dicapai dalam program ini pada tahun 2001 adalah jumlah lembaga pelayanan KB non-pemerintah sebesar 46.756 yang diperkirakan mampu melayani 68 persen PUS peserta KB Aktif. Hasil lainnya dalam program ini adalah persentase peserta KB mandiri yang diperkirakan telah mencapai 30 persen PUS pada tahun 2001. 2. Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata 2.1 Kebudayaan Di dalam GBHN 1999 pembangunan kebudayaan diarahkan untuk mengembangkan dan membina kebudayaan nasional bangsa Indonesia, mengembangkan sikap kritis terhadap nilai-nilai budaya dan mengembangkan kebebasan berkreasi dalam berkesenian. Untuk itu, kebijakan yang ditempuh adalah untuk menanamkan nilai-nilai luhur budaya bangsa dalam rangka menumbuhkan pemahaman dan penghargaan masyarakat pada budaya leluhur, keragaman budaya dan tradisi, meningkatkan kualitas berbudaya masyarakat, menumbuhkan sikap kritis terhadap nilai-nilai budaya, dan memperkokoh ketahanan budaya. Langkah-langkah yang ditempuh adalah: (1) meningkatkan pelestarian, pengembangan dan pemanfaatan tradisi, peninggalan sejarah dan permuseuman; (2) menciptakan iklim yang kondusif bagi timbulnya kreasi sastra, seni, dan budaya; (3) membina dan mengembangkan kebahasaan dan kesastraan; (4) mengembangkan kepustakaan dan budaya ilmiah; (5) membina dan mengembangkan kesenian dan perfilman nasional; dan (6) meningkatkan apresiasi masyarakat dalam seni dan budaya. Hasil pelaksanaan langkah-langkah kebijakan tersebut diuraikan berikut ini. VII - 33
  • 34. Dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang nilai-nilai luhur budaya nasional, di bidang pendidikan umum mulai ditingkatkan muatan lokal. Dengan adanya muatan lokal ini, siswa berkesempatan untuk mempelajari dan memahami budaya daerahnya masing-masing. Selanjutnya pengenalan dan pemahaman budaya dilakukan pula melalui penyelenggaraan kemah budaya di tingkat nasional. Untuk meningkatkan tersedianya informasi budaya lokal dan mencari masukan untuk pemahaman ragam budaya nasional, dilakukan pula lomba penulisan naskah kebudayaan daerah yang diikuti oleh pengajar SLTA. Selain itu, dilakukan pula pemberdayaan lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Selanjutnya, upaya tersebut didukung pula dengan penyelenggaraan pelatihan kepemimpinan dan keterampilan untuk membentuk sikap mandiri generasi muda. Pembinaan keolahragaan juga mendorong sikap sportif bagi generasi muda. Semua upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan pemahaman nilai budaya, membentuk watak dan sikap mandiri serta sportif di masyarakat khususnya generasi muda. Untuk melestarikan peninggalan budaya-budaya tradisional, terus ditingkatkan pembinaan terhadap museum baik ditingkat nasional dan propinsi. Dengan adanya otonomi daerah, peran pemerintah daerah dalam pembinaan museum dan warisan budaya nasional di tiap-tiap propinsi akan semakin meningkat. Selanjutnya, penemuan situs arkeologi dan benda-benda cagar budaya terus dilakukan untuk memperkaya pemahaman masyarakat mengenai budaya-budaya tradisional yang sudah punah. Sementara itu, situssitus cagar budaya yang ada terus dijaga kelestariannya dan dipugar agar generasi muda dapat mempelajari kekayaan budaya tradisional yang pernah ada. Dalam upaya untuk menghidupkan seni budaya nasional baik dalam bentuk seni tari, lukis, film dan bidang seni lain, terus dilakukan pameran, pagelaran dan festival di tingkat pusat dan daerah. Beberapa kegiatan tersebut berupa pekan komik dan VII - 34
  • 35. animasi, pameran terakota dan berbagai kerja sama dengan masyarakat dalam pagelaran kesenian dan pameran kesenian lainnya. Selain itu, untuk melindungi hasil karya cipta seniman telah berhasil diterapkan pemberian royalty yang masih terbatas untuk pencipta lagu. Untuk memperkenalkan kekayaan budaya nasional Indonesia, telah dilakukan pula berbagai misi kesenian ke luar negeri diantaranya Cina dan Kamboja. Selanjutnya, untuk mendorong pengembangan kesenian nasional Indonesia terus mengikuti berbagai kegiatan yang bersifat internasional baik di dalam maupun di luar negeri. Kesempatan untuk bertukar informasi di bidang kesenian akan lebih terbuka dengan penyelenggaraan Art Summit III di Jakarta tahun ini yang diikuti oleh seniman dari berbagai negara. 2.2. Pariwisata Mengenai pengembangan pariwisata diuraikan dalam Bab III Pembangunan Ekonomi. 3. Pemberdayaan Perempuan 3.1 Program Peningkatan Perempuan Kualitas Hidup Langkah-langkah kebijakan dalam program peningkatan kualitas hidup perempuan dilaksanakan melalui 17 program pembangunan yang mencakup pembangunan hukum, ekonomi, politik, pendidikan, serta sosial dan budaya. Hasil-hasil yang dicapai diuraikan secara terpisah dalam setiap program pembangunan yang berkaitan dengan pembangunan hukum, ekonomi, politik, pendidikan, serta sosial dan budaya. Namun demikian, hasil-hasil yang cukup menonjol dapat diuraikan sebagai berikut. Dalam pembangunan hukum melalui pelaksanaan program pembentukan peraturan perundang-undangan telah dan sedang dilakukan perubahan dan penyempurnaan produk-produk hukum yang bias VII - 35
  • 36. gender dan atau diskriminatif terhadap perempuan, seperti Undangundang Perkawinan, Undang-undang Ketenagakerjaan, Undangundang Kesehatan, Undang-undang Kewarganegaraan, dan KUHP. Di samping itu, berkat kerja sama yang baik antara pemerintah dan LSM telah disusun Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (RAN-PKTP) yang memuat berbagai upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan baik yang terjadi dalam keluarga, tempat kerja, maupun dalam masyarakat. Khusus untuk menangani para korban tindak kekerasan, telah dibentuk 163 Ruang Pelayanan Khusus (RPK) di 19 Polda, dan bekerja sama dengan Rumah Sakit setempat, serta Crisis Center di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta dan RS Panti Rapih Yogyakarta. Sementara itu, hasil yang dicapai dalam pembangunan ekonomi melalui pelaksanaan program perluasan dan pengembangan kesempatan kerja, program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja, dan program perlindungan dan pengembangan lembaga tenaga kerja adalah telah dilakukannya penyempurnaan beberapa peraturan perlindungan tenaga kerja yang selama ini belum menguntungkan bagi tenaga kerja perempuan, penyempurnaan sistem kredit usaha yang masih cenderung diskriminatif, dan peningkatan kualitas dan jumlah pelatihan yang ditujukan untuk lebih meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja perempuan sekaligus meningkatkan perlindungan bagi tenaga kerja perempuan. Dalam upaya memberikan perlindungan bagi pekerja perempuan yang baru datang dari luar negeri, telah dibentuk Pusat Pelayanan Informasi di empat bandara yaitu Jakarta, Surabaya, Medan, dan Batam. Dalam pembangunan pendidikan khususnya melalui pelaksanaan program-program pendidikan dasar dan prasekolah, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, dan pembinaan pendidikan luar sekolah, melalui peningkatan pemberian beasiswa dengan mengutamakan pada murid perempuan, maka jumlah penduduk perempuan yang menikmati pendidikan semakin banyak. Selanjutnya, dalam pembangunan politik yaitu melalui program perbaikan struktur politik dan program pengembangan budaya politik telah dirintis pembentukan kaukus perempuan di lembaga legislatif pusat serta terus dilakukan kegiatan-kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dan advokasi yang VII - 36
  • 37. ditujukan untuk meningkatkan pendidikan politik perempuan di lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Namun demikian upaya ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan, karena peningkatan jumlah perempuan yang menduduki posisi pengambil keputusan dan atau jabatan struktural hanya terjadi pada lembaga eksekutif saja, sedangkan pada lembaga-lembaga legislatif dan yudikatif justru mengalami penurunan. 3.2 Program Pengembangan dan Keserasian Kebijakan Pemberdayaan Perempuan Dalam program pengembangan dan keserasian kebijakan pemberdayaan perempuan yang bertujuan untuk mewujudkan keserasian berbagai kebijakan pemberdayaan perempuan di berbagai bidang pembangunan, langkah-langkah kebijakan yang ditempuh adalah: (1) mengintegrasikan kebijakan pembangunan pemberdayaan perempuan ke dalam berbagai kebijakan-kebijakan pembangunan lainnya secara terpadu, baik di tingkat nasional maupun daerah; (2) melakukan pengkajian dan menyempurnakan hukum dan peraturan perundangan-undangan yang masih diskriminatif terhadap perempuan dan tidak berkeadilan jender; (3) melakukan pengkajian kebijakan pembangunan pemberdayaan perempuan dalam rangka mencari alternatif-alternatif kebijakan yang lebih efektif; (4) melaksanakan promosi, advokasi, sosialisasi, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan pemberdayaan perempuan; (5) melakukan penelitian dan pengembangan masalah-masalah gender sesuai dengan kondisi sosial budaya, agama, dan perkembangan masyarakat, termasuk pemanfaatan dan pendayagunaan hasilnya bagi upaya penguatan pengarusutamaan gender. Hasil yang dicapai melalui pelaksanaan program ini adalah telah diintegrasikannya kebijakan pembangunan pemberdayaan perempuan ke dalam lima kebijakan pembangunan ketenagakerjaan, pendidikan, hukum, pertanian, dan koperasi dan usaha kecil menengah pada tingkat nasional. Untuk pembangunan daerah, beberapa propinsi telah melakukan kegiatan serupa yaitu di propinsi VII - 37
  • 38. Sulawesi Selatan. Hasil lainnya adalah telah dikeluarkannya Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, serta telah disusun Panduan Pelaksanaannya. Berbagai pengkajian juga dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai masalah gender, terutama yang menyangkut pola pemberian kredit, kebijakan upah tenaga kerja, kebijakan pengiriman tenaga kerja perempuan, perbaikan materi bahan ajar SD, pemanfaatan perempuan dalam bisnis media, masalah gender dilihat dari sudut pandang agama Islam, hak cuti melahirkan bagi pekerja perempuan di sektor formal, kesehatan reproduksi perempuan, kesempatan melanjutkan sekolah bagi siswi yang hamil, dan jaminan sosial bagi pekerja perempuan di sektor informal. 3.3 Program Peningkatan Peran Masyarakat dan Pemampuan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender Program peningkatan peran masyarakat dan pemampuan kelembagaan pengarusutamaan gender yang bertujuan untuk meningkatkan peran dan kemandirian lembaga-lembaga yang memiliki visi pemberdayaan perempuan terutama organisasi perempuan; memperkuat peran aktif masyarakat dalam upaya pemberdayaan perempuan; meningkatkan kapasitas dan kemampuan institusi-institusi pemerintah dalam melakukan pengarusutamaan gender dalam setiap tahap dan proses pembangunan dilaksanakan dengan serangkaian langkah-langkah kebijakan yang ditempuh melalui: (1) melaksanakan KIE dan advokasi mengenai kesetaraan dan keadilan gender (KKG) di lingkungan lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif, TNI dan Polri, dan masyarakat secara keseluruhan; (2) mendorong terbentuknya komisi atau forum kesetaraan dan keadilan gender; (3) meningkatkan kemampuan dan kapasitas institusi-institusi pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan pengarusutamaan gender dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pembangunan, antara lain melalui peningkatan keterampilan dan keahlian serta pembentukan unit pengarusutamaan gender di setiap instansi pemerintah; (4) mengembangkan berbagai alat dan metode, termasuk VII - 38
  • 39. mengembangkan materi dan bahan KIE untuk pengarusutamaan gender; (5) mengembangkan sistem informasi gender, antara lain melalui penyediaan data dan informasi yang dibedakan menurut jenis kelamin; (6) meningkatkan kemampuan dan kapasitas lembaga-lembaga masyarakat yang memiliki visi pemberdayaan perempuan, termasuk organisasi-organisasi perempuan yang ada di tingkat nasional dan daerah, melalui peningkatan keterampilan dan keahlian untuk lebih dapat menemukenali dan mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi perempuan, serta bersama-sama pemerintah merumuskan kebijakan dan program pembangunan; (7) menciptakan hubungan kemitraan yang saling menguntungkan antara pemerintah, masyarakat, pranata dan lembaga-lembaga masyarakat yang memiliki visi pemberdayaan perempuan; dan (8) meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat media dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Hasil yang dicapai melalui pelaksanaan program ini adalah telah disosialisasikannya KKG bagi 5 instansi pemerintah di pusat dan 11 propinsi, anggota DPRD di 26 propinsi, perusahaan swasta/BUMN/ BUMD di 3 kota besar Semarang, Makassar, dan Medan, pimpinan media dan wartawan di Medan, Surabaya, dan Makassar, dan ormas keagamaan. Forum KKG di tingkat pusat juga telah terbentuk dan beranggotakan 12 Departemen/LPND. Di samping itu, juga telah terbentuk lembaga pemberdayaan perempuan di 22 propinsi. Selanjutnya juga telah dibentuk Kelompok Kerja Nasional Pengarusutamaan Gender di tingkat nasional dan focal point KKG di 14 Departemen/LPND dan Mabes Polri. Alat analisis gender juga telah dikembangkan khususnya untuk perencanaan pembangunan, yang dikenal dengan Gender Analysis Pathway (GAP), dan diikuti dengan pengembangan Indikator Gender dan Indeks KKG. Kegiatan perintisan untuk mengembangkan sistem informasi gender juga telah dimulai melalui pengembangan homepage dan web yang menyajikan data dan informasi gender. Sebagai kelengkapan data dan informasi gender juga telah diterbitkan Profil Gender dan Media Perempuan sejak tahun 2000. VII - 39
  • 40. 4. Pemuda dan Olahraga 4.1 Program Kebijakan Olahraga Pengembangan dan Keserasian Tujuan program ini adalah untuk mewujudkan keserasian kebijakan olahraga di berbagai bidang pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh adalah: (1) melakukan pengkajian dan menyempurnakan peraturan perundangan-undangan olahraga dan kesegaran jasmani; (2) melakukan pengkajian dan merumuskan kebijakan pembangunan olahraga tentang mekanisme koordinasi pembinaan olahraga, pengembangan olahraga dan kesegaran jasmani, dan pengembangan kelembagaan keolahragaan; dan (3) melaksanakan penelitian olahraga dan kesegaran jasmani. Hasil yang dicapai dalam program ini adalah terumuskannya konsep kebijakan yang mendukung perkembangan olahraga nasional dan pedoman mekanisme pembinaan olahraga dan kesegaran jasmani. 4.2 Program Pemasyarakatan Kesegaran Jasmani Olahraga dan Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan kesegaran jasmani masyarakat dan pelaksanaan kegiatan olahraga termasuk olahraga masyarakat sehingga mendukung pelaksanaan paradigma sehat dan melestarikan olahraga tradisional sebagai potensi budaya nasional. Langkah-langkah kebijakan yang ditempuh adalah: (1) menyelenggarakan KIE tentang pendidikan jasmani, olahraga rekreasi dan pentingnya olahraga bagi kesegaran jasmani; (2) melaksanakan lomba sekolah sehat dan pengembangan bahan pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah; (3) melaksanakan pembentukan dan pembinaan wadah olahraga yaitu klub olahraga pelajar, dan kelompok berlatih olahraga (KBO); (4) melakukan kegiatan olahraga ekstra kurikuler; (5) melaksanakan invitasi olahraga tradisional; dan (6) meningkatkan peran masyarakat, dunia usaha dan pemerintah daerah dalam mengembangkan sarana dan prasarana olahraga. VII - 40
  • 41. Hasil yang dicapai dalam program ini antara lain adalah tersusunnya 21 naskah tentang bahan pembelajaran pendidikan jasmani. Bagi para guru dan pembina olahraga di sekolah juga telah tersedia buku pembinaan olahraga SD. Selain itu, bagi sebanyak 234 orang telah diberikan pendidikan dan pelatihan Penjaskes SD dan bagi sebanyak 820 orang juga diberikan pendidikan dan pelatihan teknik pengelolaan kegiatan klub olahraga SD. Sementara itu, untuk beberapa SD dan SMU juga telah tersedia perangkat olahraga dan kesenian. Prasarana dan sarana bagi pengembangan olahraga juga telah dimanfaatkan oleh sekitar 702 SD. Hasil lainnya dalam program ini adalah terbentuknya 650 KBO. Khusus dalam olahraga tradisional, sebanyak 645 orang mengikuti invitasi olahraga tradisional. 4.3 Program Pemanduan Bakat dan Pembibitan Olahraga Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan upaya pemanduan bakat dan pembibitan olahraga sejak usia dini termasuk bagi penyandang cacat terutama di sekolah. Untuk mencapai tujuan tersebut langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh adalah: (1) melakukan bimbingan dan kompetisi olahraga pelajar dalam rangka menanamkan disiplin dan nilai-nilai sportifitas; (2) melakukan penelusuran minat dan bakat olahragawan daerah, serta menyelenggarakan kejuaraan antar Pusat Pendidikan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP); (3) melaksanakan training camp dalam rangka pembinaan dan pembibitan olahragawan pelajar berbakat; (4) menyelenggarakan penataran olahraga bagi pembina dan pelatih wasit; (5) melakukan pelatihan pemanduan bakat dan pembibitan olahraga bagi guru pendidikan jasmani; (6) melakukan KIE dan advokasi bagi olahragawan berbakat; dan (7) meningkatkan kepedulian masyarakat dan dunia usaha untuk mendukung pendanaan olahraga. Hasil yang telah dicapai dalam program ini antara lain adalah sebanyak 654 guru pendidikan jasmani telah diberikan pelatihan tentang pemanduan bakat dan pembibitan olahraga serta peningkatan mutu pemanduan bakat dan pembibitan olahraga. Selain itu, sebanyak 120 orang olahragawan pelajar mengikuti VII - 41
  • 42. training camp dan 1.081 atlet pelajar ikut serta dalam kejuaraan antar Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) yang merupakan salah satu wadah untuk penelusuran minat dan bakat. 4.4 Program Peningkatan Prestasi Olahraga Program ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi olahraga termasuk olahraga bagi penyandang cacat. Untuk mencapai tujuan tersebut langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh adalah: (1) memantapkan prioritas cabang olahraga prestasi di tingkat daerah, nasional, dan internasional; (2) melakukan pemberdayaan PPLP dan SLTP/SMU dalam rangka pembinaan cabang olahraga prestasi prioritas; (3) melakukan pendidikan dan pelatihan bagi atlet termasuk atlet penyandang cacat, serta pelajar dan mahasiswa; (4) menyelenggarakan kompetisi olahraga secara teratur, berjenjang dan berkesinambungan bagi pelajar, mahasiswa, dan masyarakat; (5) melakukan pemberdayaan organisasi olahraga prestasi prioritas di tingkat daerah dan tingkat nasional; (6) menyelenggarakan penataran olahraga bagi pelatih dan wasit dalam rangka peningkatan jumlah dan kualitasnya; (7) melakukan studi keolahragaan bagi peningkatan iptek dan keahlian pelatih, peneliti, praktisi, dan teknisi olahraga; (8) menyelenggarakan advokasi bagi dunia usaha dan masyarakat untuk mendukung pembinaan olahraga prestasi. Hasil yang dicapai dalam program ini antara lain adalah sebanyak 2.083 atlet termasuk atlet penyandang cacat telah diberikan bekal pengetahuan dan keahlian serta penempaan mental sebagai upaya untuk meningkatkan prestasi mereka. Di samping itu, sebanyak 128 pelatih dan wasit juga telah diberikan pengetahuan sesuai dengan fungsinya. Dalam jangka panjang hasil-hasil ini akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan prestasi olahraga. 4.5 Program Pengembangan Kebijakan Kepemudaan dan Keserasian Tujuan program pengembangan dan keserasian kebijakan kepemudaan adalah untuk mewujudkan keserasian kebijakan pemuda di berbagai bidang pembangunan. Untuk mencapai program tersebut langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh adalah: (1) melakukan pengkajian kebijakan dan penyempurnaan peraturan VII - 42
  • 43. perundang-undangan yang mendukung upaya pemberdayaan pemuda di bidang ekonomi dan bidang sosial budaya serta peraturan perundang-undangan yang menghambat kesempatan berkreasi bagi pemuda; (2) melakukan pengembangan berbagai materi KIE dan advokasi bagi pemuda; (3) melakukan pengintegrasian kebijakan pembangunan kepemudaan ke dalam berbagai kebijakan pemuda lainnya secara terpadu baik di tingkat nasional maupun daerah. Pelaksanaan langkah kebijakan dalam program ini telah menghasilkan 12 kajian kebijaksanaan pembangunan di bidang kepemudaan meliputi antara lain kajian pengembangan sentra pemberdayaan pemuda nasional, regional, dan lokal; evaluasi dan pengembangan Sentra Pemberdayaan Pemuda; kajian kebijakan penanggulangan kenakalan remaja dan tawuran pelajar; dan kajian kebijakan penanggulangan penyalahgunaan narkoba, minuman keras, dan HIV/AIDS. Hasil penelitian dan pengkajian tersebut merupakan masukan dalam merumuskan strategi dan kebijakan pembangunan pemuda secara tepat, di samping merupakan informasi untuk keperluan analisis dan penilaian pelaksanaan pembangunan pemuda serta analisis kecenderungan perkembanganperkembangan baru di bidang kepemudaan. 4.6 Program Peningkatan Partisipasi Pemuda Tujuan program ini adalah untuk memberi peluang yang lebih besar kepada pemuda guna memperkuat jati diri dan potensinya dengan berpartisipasi aktif dalam pembangunan termasuk upaya penanggulangan berbagai masalah pemuda. Untuk mencapai tujuan tersebut langkah-langkah kebijakan yang telah dilakukan dikelompokkan ke dalam tiga bidang, yaitu ekonomi, agama, dan sosial budaya. Di bidang ekonomi langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh adalah: (1) melaksanakan pemberdayaan pondok pemuda; (2) meningkatkan keterampilan pertanian terpadu di Pusat Latihan Pengembangan Pemuda Rajabasalama di Lampung; (3) melaksanakan magang usaha bagi pemuda; (4) mengembangkan kelompok usaha pemuda produktif; (5) melakukan pelatihan manajemen usaha pemuda; (6) melaksanakan pengerahan pemuda VII - 43
  • 44. terdidik ke perdesaan; (7) meningkatkan kemampuan pemuda dalam komunikasi negosiasi dan kerja sama terutama yang menggunakan bahasa asing; (8) meningkatkan kemampuan produksi dan pemasaran produk unggulan dari berbagai usaha pemuda yang berorientasi ekspor; (9) melaksanakan pendidikan dan pelatihan iptek dan informatika bagi pemuda; (10) melaksanakan pelatihan pengelolaan lingkungan hidup dan pelestarian sumber daya alam. Di bidang agama dan sosial budaya langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh adalah: (1) memperluas kesempatan dalam berorganisasi dan berkreasi bagi pemuda secara bebas dan bertanggung jawab; (2) meningkatkan apresiasi seni dan budaya bangsa di kalangan pemuda; (3) mengembangkan jaringan kerja sama pemuda antardaerah dan antarbangsa; (4) melaksanakan penyuluhan dan kampanye tentang dampak negatif budaya asing; (5) melaksanakan pertukaran pemuda antarpropinsi dan penyelenggaraan Kemah Kerja Pemuda; (6) meningkatkan peran aktif pemuda dalam penanggulangan masalah penyalahgunaan NAPZA dan miras serta penyebaran penyakit HIV/AIDS dan penyakit menular seksual di kalangan pemuda; (7) meningkatkan peran aktif pemuda dalam penanggulangan kriminalitas termasuk di kalangan pelajar dan pemuda; (8) memberikan pemahaman, penanaman nilai-nilai, penghormatan terhadap supremasi hukum dan hak asasi manusia (HAM) bagi pemuda; dan (9) melatih tenaga pembina rohani organisasi kepemudaan dan sarasehan agamawan muda. Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pembangunan pemuda di bidang ekonomi antara lain adalah sebanyak 215 pemuda telah menjalani pengembangan kelompok usaha pemuda produktif, serta sekitar 3.160 orang Sarjana Penggerak Pembangunan Perdesaan telah mendapatkan pelatihan manajemen usaha, dan 1.090 orang pemuda mendapatkan pelatihan ketrampilan manajeman usaha dan bantuan modal usaha. Sebanyak 360 orang pemuda telah menerima pendidikan dan pelatihan iptek dan informatika dalam upaya untuk meningkatkan kesadaran pemuda akan manfaat dan penggunaan iptek dan informatika di bidang ekonomi. Selain itu, 608 orang dari propinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan VII - 44
  • 45. Barat dan Nusa Tenggara Barat telah menjalani pembinaan kader konservasi yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem. Upaya-upaya tersebut akan turut memicu dan memacu peran aktif pemuda dalam pembangunan ekonomi secara menyeluruh. Di bidang agama dan sosial budaya, hasil pembangunan kepemudaan yang telah dicapai antara lain adalah sebanyak 174 rohaniawan muda dan tenaga pembina telah menjalani pelatihan keagamaan. Sementara itu, sebanyak 894 pemuda telah berpartisipasi dalam upaya peningkatan jaringan kerja sama pemuda antardaerah dan antarnegara, dan sebanyak 3.894 pemuda bergabung dalam upaya penguatan ketahanan budaya nasional terhadap pengaruh negatif budaya asing, termasuk upaya penanggulangan masalah penyalahgunaan narkoba dan miras serta pencegahan penyebaran dan penanggulangan penyakit HIV/AIDS dan penyakit menular seksual di kalangan pemuda. C. Tindak Lanjut yang Diperlukan 1. Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial 1.1 Kesehatan dan Gizi Masyarakat Dalam rangka mewujudkan pembangunan di bidang kesehatan sesuai dengan Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000–2004, maka rencana pembangunan di bidang kesehatan pada tahun 2002 terutama diarahkan untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama bagi penduduk miskin. Upaya pelayanan kesehatan dasar antara lain meliputi pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, perbaikan gizi, pelayanan kesehatan ibu dan anak, penyediaan obat generik esensial, promosi kesehatan, serta peningkatan hygiene dan sanitasi dasar. Pelayanan kesehatan rujukan meliputi peningkatan mutu pelayanan rumah sakit rujukan melalui penyediaan sarana dan prasarana. Selain itu, akan dilaksanakan kegiatan pengawasan obat, makanan, dan bahan VII - 45
  • 46. berbahaya lainnya. Upaya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan tersebut didukung oleh peningkatan kualitas sumber daya manusia bidang kesehatan. Kegiatan pokok yang akan dilaksanakaan pada tahun 2002 pada program lingkungan sehat, perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat antara lain meningkatkan hygiene dan sanitasi dan kegiatan promosinya, meningkatkan mutu lingkungan perumahan dan permukiman; meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja, kawasan sehat; pengawasan kualitas air, limbah dan pencemaran; serta meningkatkan standar kesehatan. Untuk meningkatkan perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat akan dilaksanakan kegiatan meningkatkan kepedulian terhadap perilaku bersih dan sehat, memberdayakan keluarga, penanggulangan masalah narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), kesehatan jiwa, memperkuat sistem jaringan, advokasi, dan pengetahuan para provider dalam analisis jender. Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan pada program upaya kesehatan antara lain adalah meningkatkan pemberantasan penyakit menular dan imunisasi, meningkatkan pemberantasan penyakit tidak menular, meningkatkan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan, meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan dasar, membina dan mengembangkan pengobatan tradisional, meningkatkan pelayanan kesehatan matra, mengembangkan surveilans epidemiologi, melaksanakan penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan, meningkatkan kualitas dan akses informasi kesehatan, meningkatkan manajemen pelayanan kesehatan rujukan, dan mengintegrasikan pelayanan rumah sakit dalam sistem kesehatan kabupaten/kota. Kegiatan pokok program perbaikan gizi masyarakat yang akan dilaksanakan pada tahun 2002 antara lain meningkatkan penyuluhan gizi masyarakat, menanggulangi gizi kurang, gizi buruk dan gizi lebih serta menanggulangi kurang energi kronik (KEK), gangguan akibat kurang yodium (GAKY), anemia gizi besi (AGB), kurang vitamin A (KVA) dan kurang gizi mikro lainnya. Kegiatan lainya meliputi meningkatkan penggunaan ASI, meningkatkan kualitas Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) lokal, VII - 46
  • 47. mengembangkan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS), serta fortifikasi dan keamanan pangan. Selain itu, pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) dan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) akan ditingkatkan. Kegiatan lain adalah pengembangan tenaga gizi, penelitian, perbaikan gizi institusi dan perbaikan gizi akibat dampak sosial, pengungsian dan bencana alam. Program sumber daya kesehatan akan dilaksanakan dengan kegiatan pokok meliputi pengembangan dan pemantapan perundang-undangan dalam sistem pembiayaan praupaya, peningkatan perencanaan, pendayagunaan, peningkatan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, serta pengembangan sarana, prasarana dan dukungan logistik pelayanan kesehatan. Untuk program obat, makanan, dan bahan berbahaya, akan dilaksanakan upaya untuk meningkatkan pengamanan penyalahgunaan obat, narkotika, psikotropika, zat adiktif, dan bahan berbahaya lainnya; pengawasan makanan dan bahan tambahan makanan (BTM); pengawasan obat, obat tradisional, kosmetika, dan alat kesehatan termasuk pengawasan terhadap promosi/iklan. Selain itu, penggunaan obat rasional dan penerapan obat esensial, obat asli Indonesia akan ditingkatkan sejalan dengan pembinaan industri farmasi, peningkaan mutu pengujian laboratorium pengawasan obat dan makanan (POM), serta pengembangan standar mutu obat dan makanan. Kegiatan pokok dalam program kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan meliputi kebijakan program kesehatan, manajemen pembangunan kesehatan, hukum bidang kesehatan, termasuk penyempurnaan peraturan perundangan bidang kesehatan. Sistem informasi kesehatan akan dikembangkan termasuk juga penetapan standar pelayanan kesehatan. 1.2 Kesejahteraan Sosial Sesuai dengan kerangka Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000–2004, rencana pembangunan kesejahteraan sosial pada tahun 2002 terutama diarahkan untuk meningkatkan dan memperluas pelayanan kesejahteraan sosial terutama bagi penduduk miskin, anak terlantar, anak jalanan, lanjut usia, penyandang cacat, VII - 47
  • 48. tuna sosial, serta korban bencana alam dan kerusuhan. Peningkatan kesejahteraan sosial dilakukan antara lain melalui pemberdayaan, pemberian santunan, rehabilitasi dan perlindungan sosial, pemberian bantuan, dan peningkatan sumbangan sosial masyarakat. Kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilaksanakan pada tahun 2002 pada program pengembangan potensi kesejahteraan sosial antara lain melakukan penyebaran informasi tentang hak-hak anak serta perlindungan sosial bagi anak terutama anak perempuan dan lanjut usia yang diperlakukan salah, bagi masyarakat, lembaga eksekutif dan legislatif di tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten/kota; memberdayakan anak terlantar termasuk anak jalanan; memberikan pelayanan tempat penitipan anak (TPA) bagi anak balita terlantar dan bagi anak balita yang ibunya bekerja. Pemberian pelayanan sosial bagi lanjut usia (lansia) akan dilakukan melalui pemberian santunan, sementara itu bagi penyandang cacat diselenggarakan rehabilitasi dan perlindungan sosial. Kegiatan rehabilitasi sosial direncanakan pula bagi anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika; penyandang tuna sosial yaitu bagi wanita tuna susila, gelandangan, pengemis dan bekas narapidana. Kegiatan dalam bentuk kelompok usaha bersama (KUBE) akan dilakukan dalam rangka pemberdayaan perempuan rawan sosial ekonomi dan komunitas adat terpencil, dan keluarga miskin. Di samping itu juga akan dilakukan perbaikan rumah dan lingkungan kumuh di daerah perkotaan. Bagi korban bencana, baik bencana alam maupun akibat ulah manusia (pengungsi) akan diberikan bantuan termasuk bantuan tanggap darurat. Dalam meningkatkan pelayanan sosial kemasyarakatan dilakukan peningkatan kemampuan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat (TKSM), relawan sosial, LSM, Karang Taruna, lembaga-lembaga perlindungan sosial, lembagalembaga sosial kemasyarakatan, dan kelompok-kelompok tingkat lokal serta akan dilaksanakan penyuluhan sosial bagi masyarakat dan advokasi kepada dunia usaha; pemberian penghargaan bagi pihak-pihak yang berperan aktif menyelenggarakan pelayanan sosial; peningkatan sumbangan sosial masyarakat; serta pengembangan program jaminan, perlindungan, dan asuransi kesejahteraan sosial. VII - 48
  • 49. Penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial, perencanaan, pendayagunaan, pelatihan, dan pendidikan tenaga kesejahteraan sosial termasuk penyelenggaraan forum komunikasi bagi pekerja sosial merupakan kegiatan pokok pada program peningkatan kualitas manajemen dan profesionalisme pelayanan sosial. Di samping kegiatan tersebut, melalui program ini akan dilakukan sosialisasi standarisasi pelayanan sosial bagi masyarakat, pemerintah daerah dan lembaga legislatif di tingkat propinsi dan kabupaten/kota peningkatan kualitas tenaga dan lembaga pelayanan sosial. Dalam rangka penyediaan data dan informasi akan dikembangkan sistem informasi kesejahteraan sosial. Melalui program ini akan dilakukan pula pengembangan sistem legislasi kesejahteraan sosial. Kegiatan pokok program pengembangan keserasian kebijakan publik dalam penanganan masalah-masalah sosial yang akan dilaksanakan pada tahun 2002 adalah melakukan inventarisasi dan analisis data dan informasi masalah-masalah sosial dan merumuskan besaran masalah-masalah sosial yang dihadapi. Di samping itu akan dilakukan pengkajian dan perumusan kebijakan publik tentang ketahanan sosial masyarakat; nilai-nilai keperintisan, kepahlawanan, dan kejuangan. Pengembangan sistem jaminan sosial masyarakat dan pengembangan sistem kesiapsiagaan menghadapi bencana (alam dan ulah manusia) serta kesadaran berbangsa dan bernegara dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Berdasarkan hasil kajian akan disampaikan rekomendasi kebijakan kepada instansi terkait. Dalam rangka meningkatkan ketahanan sosial masyarakat; pelestarian nilai-nilai keperintisan; kepahlawanan, dan kejuangan; jaminan sosial masyarakat; kesiapsiagaan menghadapi bencana, dan kesadaran berbangsa dan bernegara akan dilakukan sosialisasi dan pemantapan kebijakan lintas sektor. Pemantauan dan evaluasi akan dilaksanakan agar pelaksanaan kebijakan penanganan masalah-masalah sosial sesuai dengan yang diharapkan. Pada program pengembangan sistem informasi masalahmasalah sosial, kegiatan pokok yang akan dilaksanakan pada tahun 2002 adalah melakukan sosialisasi Sistem Informasi MasalahVII - 49
  • 50. masalah Sosial; meningkatkan kapasitas dan kemampuan pengelola serta perencana program dalam hal pengumpulan data, pengolahan dan penyajian data dasar mengenai masalah-masalah sosial; melakukan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dasar masalah-masalah sosial; dan melakukan pengkajian masalah laten bangsa. 1.3 Kependudukan Permasalahan dan tantangan pembangunan kependudukan semakin berat, khususnya bagi Indonesia yang dewasa ini sedang menghadapi krisis multi-dimensi. Untuk itu, tindak lanjut pembangunan kependudukan pada masa mendatang adalah terus diupayakan pencapaian sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dalam rangka peningkatan kualitas penduduk, pengendalian jumlah dan pertumbuhan penduduk, mobilitas dan persebaran penduduk yang lebih seimbang serta mengembangan administrasi kependudukan yang dilaksanakan oleh berbagai bidang dan sektor pemerintah. Demikian pula, upaya-upaya penyusunan program pembangunan kependudukan agar diintegrasikan dalam penyusunan programprogram pembangunan lainnya. Selain itu, kebijakan desentralisasi program pembangunan membawa konsekuensi logis untuk penataan kelembagaan yang lebih mantap guna menyusun kebijakan, pengaturan serta pelaksanaan teknis program dan kegiatan di bidang kependudukan. Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran program pengembangan dan keserasian kebijakan kependudukan yang telah ditetapkan PROPENAS 2000–2004, berbagai langkah kebijakan akan terus dilanjutkan dan diperkuat dengan serangkaian kegiatan. Beberapa kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui program ini meliputi: melakukan pengembangan indikator kependudukan strategis tingkat kabupaten/kota; melakukan pengkajian keserasian kebijakan kependudukan lintas sektor, dan antar pusat-daerah; menyempurnakan tipologi kependudukan berkaitan dengan keserasian dinamika kependudukan dengan daya tampung dan daya dukung wilayah; menyusun kebijakan pengarahan, penyeserasian komposisi penduduk menurut sosial, ekonomi dan budaya; menyusun pedoman kebijakan persebaran dan mobilitas penduduk VII - 50