Ringkasan dokumen ini membahas tentang pentingnya kepemimpinan yang adil dalam perspektif Islam. Hadis menyebutkan pemimpin adil sebagai salah satu golongan yang akan dilindungi Allah di hari kiamat. Keadilan merupakan nilai utama dalam Islam yang mencakup bidang ekonomi, sosial, dan hukum. Seorang pemimpin harus menegakkan keadilan dan supremasi hukum tanpa pandang bulu. Negara yang tidak menegakkan kead
1. Syarah Hadits
Pemimpin yang Adil
Hj. Anisia Kumala Masyhadi, Lc
(Hadits I)
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “ada tujuh
golongan manusia yang kelak akan memperoleh naungan dari Allah pada hari yang
tidak ada lagi naungan kecuali naungan-Nya, (mereka itu ialah):
1. Imam/pemimpin yang adil
2. Pemuda yang terus-menerus hidup dalam beribadah kepada Allah
3. Seorang yang hatinya tertambat di masjid-masjid
4. Dua orang yang bercinta-cintaan karena Allah, berkumpul karena Allah dan
berpisah pun karena Allah
5. Seorang pria yang diajak (berbuat serong) oleh seorang wanita kaya dan
cantik, lalu ia menjawab “sesungguhnya aku takut kepada Allah”
6. Seorang yang bersedekah dengan satu sedekah dengan amat rahasia,
sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh
tangan kanannya
7. Seorang yang selalu ingat kepada Allah (dzikrullâh) di waktu sendirian, hingga
melelehkan air matanya.
Secara eksplisit dan begitu gamblang, hadist di atas menerangkan kepada kita
tentang golongan manusia yang akan menerima ‘naungan Allah’. Menurut para ahli
hadist, naungan di sini dimaksudkan sebagai perlindungan atau penjagaan Allah. Di
saat matahari padang mahsyar begitu menyengat dan berjarak ‘sejengkal’ dari
kepala manusia, Allah memberikan perlindungan kepada ketujuh kelompok manusia
seperti tersebut dalam hadist di atas dari ganasnya panas matahari.
Dari ketujuh kelompok di atas, salah satunya adalah pemimpin yang adil. Menarik
untuk dikaji, bahwa pemimpin yang adil disebutkan pada urutan pertama dari
keenam kelompok lainnya. Hal ini, paling tidak mengindikasikan betapa pentingnya
sebuah kepemimpinan yang adil, betapa perlunya membangun good governance
(pemerintahan yang adil, bersih dan amanah) dalam setiap masyarakat.
Jika kita kaji al-Qur’an secara cermat, keadilan merupakan salah satu nilai pokok
dalam ajaran Islam dan menjadi ukuran tertinggi suatu masyarakat. Ada beberapa
ayat, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang menyeru kepada
penegakan keadilan. Bahkan, dalam suatu ayat disebutkan, bahwa keadilan lebih
dekat dengan taqwa dan menjadi bagian integral ketaqwaan.
(Ayat I)
“Hai orang-orang yang beriman! Tegakkanlah keadilan sebagai saksi karena Allah.
Dan janganlah rasa benci mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah,
karena itu lebih dekat dengan taqwa…”(Q.s. 5: 8)
Keadilan yang diserukan al-Qur’an pada dasarnya mencakup keadilan di bidang
ekonomi, sosial, dan terlebih lagi, dalam bidang hukum. Seorang pemimpin yang
2. adil, indikasinya adalah selalu menegakkan supremasi hukum; memandang dan
memperlakukan semua manusia sama di depan hukum, tanpa pandang bulu. Hal
inilah yang telah diperintahkan al-Qur’an dan dicontohkan oleh Rasulullah ketika
bertekad untuk menegakkan hukum (dalam konteks pencurian), walaupun pelakunya
adalah putri beliau sendiri, Fatimah, misalnya.
(Ayat II)
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri
atau bapak ibu dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau miskin, Allah lebih
mengetahui kemaslahatan”. (Qs. 4: 135)
Dalam sebuah kesempatan, ketika seorang perempuan dari suku Makhzun
dipotong tangannya lantaran mencuri, kemudian keluarga perempuan itu meminta
Usama bin Zaid supaya memohon kepada Rasulullah untuk membebaskannya,
Rasulullah pun marah. Beliau bahkan mengingatkan bahwa, kehancuran masyarakat
sebelum kita disebabkan oleh ketidakadilan dalam supremasi hukum seperti itu.
(Hadits II)
Dari Aisyah ra. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda: adakah patut engkau
memintakan kebebasan dari satu hukuman dari beberapa hukuman (yang
diwajibkan) oleh Allah? Kemudian ia berdiri lalu berkhutbah, dan berkata: ‘Hai para
manusia! Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu itu rusak/binasa dikarenakan
apabila orang-orang yang mulia diantara mereka mencuri, mereka bebaskan. Tetapi,
apabila orang yang lemah mencuri, mereka berikan kepadanya hukum’.
Ironisnya, justru di negara kita saat ini sedang terjangkit apa yang diingatkan
Rasulullah dalam hadist di atas. Para koruptor penggerogot kekayaan bangsa
semakin menikmati ‘kebebasan’ hukum, sementara masyarakat bawah terasa
terjerat oleh hukum-hukum yang tidak memihak rakyat kecil. Jika penyakit ini terus
berjangkit, maka tidak menutup kemungkinan bangsa kita akan mengalami
kehancuran dan kebinasaan, seperti yang dialami oleh bangsa-bangsa sebelum kita.
Begitulah, saking pentingnya sosok seorang pemimpin yang adil, maka tak heran
jika sahabat Ali bin Abi Thalib r.a dalam salah satu adagiumnya yang masyhur
mengatakan:
(Mutiara I dr Ali ibn Abi Thalib)
“Sesungguhnya Allah akan melindungi negara yang menegakkan keadilan walaupun
ia kafir, dan tidak akan melindungi negara yang dzalim (tiran) walaupun ia muslim”.
Inilah mengapa dalam perspektif politik Ibnu Taymiyyah, keadilan akan selalu
menjadi pemenang meskipun bersanding dengan kekafiran. Masyarakat yang tidak
memilki komitmen kuat untuk menegakkan keadilan, belum bisa digolongkan sebagai
masyarakat muslim (moslem society), walaupun ia mengaku demikian.
3. Jadi, keimanan kita tidak akan ‘diperhitungkan’ oleh Allah, jika belum
diterjemahkan dalam bentuk konkret berupa penegakan keadilan. Dan ini, otomatis
memerlukan sebuah perangkat pemerintahan yang adil, bersih dan terbuka. Pada
titik inilah kepemimpinan yang adil dan jujur menjadi sangat diperlukan.
Seorang pemimpin atau pejabat yang tidak memiliki komitmen untuk keadilan dan
keterbukaan (kejujuran/transparansi), diancam Allah tidak akan mencium bau surga.
Jadi, jangankan mencicipi surga, mencium bau dan mendekatinya saja sudah tidak
diizinkan Allah.
( Hadits III)
Dari Ma’qil ra. Berkata: saya akan menceritakan kepada engkau hadist yang saya
dengar dari Rasulullah saw. Dan saya telah mendengar beliau bersabda: “seseorang
yang telah ditugaskan Tuhan untuk memerintah rakyat (pejabat), kalau ia tidak
memimpin rakyat dengan jujur, niscaya dia tidak akan memperoleh bau surga”.
Pada hakikatnya, usaha penegakan keadilan tidak saja menjadi tanggung jawab
seorang pemimpin. Kita sebagai anggota masyarakat, juga senantiasa memiliki
kewajiban untuk selalu berusaha melakukan kontrol sosial. Kita dianjurkan untuk
selalu mengadakan perubahan-perubahan ke arah yang lebih kondusif, baik melalui
tindakan konkret, lisan maupun hati.
(Hadits IV)
“Barang siapa melihat kemungkaran, maka hendaknya ia merubah dengan
tangannya, jika tidak mampu, maka hendaknya merubah dengan lisannya, jika tidak
mampu, maka dengan hainya. Dan yang demikian itulah selemah-lemahnya iman”.
Dalam konteks negara kita Indonesia, sudah saatnya seluruh lapisan masyarakat,
khususnya masyarakat muslim, bersatu-padu berupaya untuk menciptakan suasana
good governance, sebagaimana dianjurkan al-Qur’an dan sunnah. Pemilu 2004
mendatang menuaikan harapan baru bagi seluruh bangsa untuk merubah kondisi
kita, agar tidak semakin jauh terpuruk ke dalam jurang kebinasaan. Yaitu dengan
memilih calon pemimpin yang memiliki integritas tinggi, adil, jujur dan terbuka.
Semoga!
-------Alumnus Psikologi Islam, Fak. Humaniora, al-Azhar University, Cairo. Aktivis
Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Mesir.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 04 2004