1. al-Mukmin (Yang Memelihara Keyakinan atau Sumber Keamanan)
Arti kata al-Mukmin adalah membenarkan atau mempercayai (al-mushaddaq). Sebagai sifat
Allah, berarti bahwa Dia Maha Tinggi Kepercayaan-Nya terhadap diri-Nya sendiri. Yaitu ilmu
Allah Swt itu benar adanya dan memberi kepercayaan kepada hamba-Nya serta membenarkan
janji-Nya.
Jika kata al-Mukmin diambil dari kata al-Amaan, berarti perlindungan (alijaarah), bukan berarti
membenarkan (al-tashdiiq). Di sini mengandung pengertian bahwa Dia memberi keamanan bagi
orang yang berlindung atau bernaung kepada-Nya. Sehingga terjadilah sifat perbuatan dalam
bentuk timbal-balik, yakni sang hamba beriman kepada Allah, dan Dia memberikan keamanan
kepada hamba-Nya.
Perlu digaris bawahi, bahwa persamaan dalam nama tidak mengharuskan persamaan dalam zat.
Dikemukakan bahwa nanti pada hari kiamat seorang penyeru akan meneriakkan kata-kata:
“Barang siapa yang namanya bersamaan dengan nama salah seorang Nabi hendaklah masuk
surga; maka tinggallah orang-orang yang namanya tidak sama dengan nama salah seorang Nabi.
Lalu Allah berfirman: ’Akulah al-Mukmin dan Akulah yang memberi nama al-Mukminiin
padamu sekalian’, maka mereka pun dimasukkan ke dalam surga”.
Di riwayatkan, Abu Yazid berkata: ”Sebenarnya aku ingin berdoa kepada Allah Swt agar diriku
dijauhkan dari syahwat-syahwat, tetapi hati kecilku mencegahnya dan mengingatkan bahwa
Rasulullah Saw tidak pernah melakukan (berdoa) demikian, sehingga aku urungkan doa tersebut.
Namun, aku dicukupi Allah Swt dengan perlindungan-Nya dari segala syahwat diriku, maka
sejak itu aku tidak bisa lagi membedakan antara wanita yang menghadap padaku dengan tembok
yang berada di depan mataku”.
Hal yang sama terjadi pada Abu Bakr al-Kattani yang berkata: “Semenjak beberapa tahun ini
tidak terlintas dalam pikiranku ingatan akan makanan, kendatipun makanan itu disajikan
padaku”. Aku (al-Qusyairi—penerj.) yamg menceritakan kisah ini adalah pelayannya di kota
Madinah.
Pernah terjadi pada suatu hari ia dalam keadaan berpuasa. Sebagai pelayan,makanan untuk
berbuka puasanya sudah kusiapkan, setelah makanan kuletakkan, aku pun pergi. Kendati begitu,
aku merasa heran dengan perubahan fisiknya yang tampak kurus dan bahkan mulai melemah.
Lalu timbul keinginanku untuk mengetahui penyebab fisiknya demikian. Malam itu aku tidak
pergi. Menjelang malam, aku melihat ada seorang pengemis datang, dan ia memberikan semua
makanan yang sudah kusajikan. Pengemis itu aku ikuti dari belakang,dan di tengah jalan
kuhentikan, kemudian aku tanyai dia: ”Hamba Allah! Coba ceritakan perihal al-Kattani?”
Pengemis itu bercerita: “Memang sudah beberapa malam ia selalu memberi saya makanan”.
Setelah itu aku pulang dan mengganti makanan baru untuk berbuka puasanya sambil kukatakan:
”Mengapa tidak Anda beritahu saya kalau makanan untuk berbuka puasa sudah diberikan kepada
orang lain, agar segera kuganti dengan makanan baru?” Ia menjawab: ”Aku setiap malam lupa
kalau aku tidak makan apapun”.