1. SATU TEMA, BANYAK CERITA
24 Agustus 2013
Tepat 2 bulan sudah sejak kita melaksanakan kegiatan Bakti Sosial ini. Sudah
saatnya kini saling berbagi dan merangkum seluruh keluh kesah, suka, duka, manis,
pahit, tawa, dan air mata selama kita bersama saling membantu.
Putu Ayu Ningrum Purnama
Jujur aku sangat menikmati semuanya. Meski terkadang menguras tenaga
dan waktu namun jika kita tetap bersama dan saling membantu rasanya semua
pekerjaan dapat berjalan dengan lancar, cepat, dan mudah.
Ida Bagus Putra Nada Kepakisan
Bakti Sosial bagi aku adalah tempat kita saling berbagi. Antara suka dan
duka. Awalnya aku mengira ini akan menjadi hal yang sangat berat. Dengan banyak
kesibukan kita disekolah. Namun karena rasa kekeluargaan dan kerjasama yang
sangat “solid” kita bisa memberikan sesuatu yang berguna bagi masyarakat.
Sang Ayu Putu Candra Gita Pratiwi
Aku tidak menyangka bisa melakukan kegiatan ini. Berpanas-panasan
dibawah terik matahari. Meski tertutup tenda sederhana, tidak akan ada bisa
merasakan pegal dikakiku. Aku sebenarnya tidak mengerti, meski sempat malas
awalnya, tapi setelah bekerja bersama kalian, seperti ada suplay semangat yang
masuk ketubuhku.
Cok Gede Adipati Dita Mahendra
Sama seperti Candra, aku juga merasa seperti itu. Tapi bagi aku yang
dasarnya suka berbagi, sangat menikmati saat melihat wajah-wajah ceria anak kecil
di pos kita. Terimakasih telah saling membantu saat membangun tenda, membawa
buku, dan menyusun proposal kegiatan.
Pande Kadek Arum Wrastiti Manik
Cuma 1 hal yang bisa aku katakan. Seluruh hal yang kita kerjakan selama
kegiatan Bakti Sosial ini adalah sebuah anugrah. Kita sudah saling membantu dan
berkerja sama dalam semua hal. Good Job!
Love Letter
Ningrum, Nada, Chandra, Dita, dan Arum
***
“Teman-teman lancong ke Puri1
ku mau?” ajak Cokde pada keempat temannya
saat bel pulang sekolah berbunyi.
“Boleh, tapi apa tidak akan merepotkan?” tanya Arum tidak enak.
“Santai saja. Kalian belum pernah kesana, kan?” ucap Cokde lagi.
Mereka akhirnya sepakat dan menuju rumah Cokde.
1
Rumah bagi kasta Cokorda di Bali
2. Saat dalam perjalanan menuju puri Cokde, sebuah sepeda motor melaju
dengan kencang dan hampir menyerempet Ningrum. Motor Ningrum sempat oleng
namun ia bisa mengendalikannya.
Ningrum dan teman-temannya pun menepikan sebentar motor mereka.
Kemudian dilihatnya motor tadi terus melaju kencang dan juga melanggar rambu-
rambu lalu lintas.
“Ya, ampun. Apa dia tidak tahu peraturan lalu lintas? Bagaimana jika
kelakuannya mengakibatkan kecelakaan di jalan? Tidak tahu aturan sekali,” umpat
Arum.
“Sudahlah, tidak baik, membicarakan orang seperti itu. Nanti orang itu pasti
akan dapat ganjaran berdasarkan hukum yang berlaku. Jangan main hakim sendiri.
Bukankah itu yang diajarkan disekolah?” ujar Candra menasehati namun juga
candaannya.
Mereka sontak tertawa dan melanjutkan perjalanan menuju Puri Cokde.
***
Akhirnya mereka tiba di puri Cokde.
“Om Swastyastu. Ibu, Ajung, Cokde pulang,” ujar Cokde saat ia dan teman-
temannya tiba di Puri tersebut. Seorang wanita setengah baya pun datang
menghampiri Cokde.
“Cokde, ampun budal? Ajung kari ke pasar,” ujar Ibunya.
Cokde kemudian mencium tangan ibunya dan mempersilahkan teman-
temannya masuk.
“Ibu, sawitra Cokde ring sekolah meriki sareng mangkin. Niki Arum, Gus
Nada, Ningrum, lan Candra,” ujar Cokde sambil memperkenalkan teman-temannya.
“Oh. Wenten tamu. Meriki masuk. Ampunang sungkan nggih?” lanjut Ibunya.
Keempat teman Cokde hanya membalasnya dengan senyuman. Ibu Cokde pun
meninggalakan mereka berlima dan kembali pada aktivitasnya.
“Memang harus berbahasa Bali Alus, ya, Cok?” tanya Arum pada Cokde.
“Bukannya memang seperti itu. Dikeluargaku, memang selalu seperti itu,”
ujar Cokde.
“Memang semestinya seperti itu. Bagi Cokde, Candra, dan juga Gus Nada,
pasti bahasa Bali Alus itu sangat penting,” ujar Ningrum menambahkan.
“Tapi apapun jenis bahasanya, tergantung diri kita untuk beradaptasi.
Tujuannya juga tetap untuk berkomunikasi,” ujar Cokde menengahi.
Mereka pun menyadari bahwa setiap keluarga memiliki caranya sendiri untuk
berkomunikasi dan saling menghormati. Mereka datang dari berbagai jenis keluarga
harus pintar menyesuaikan diri dengan keberagaman tersebut.
***