Dokumen tersebut membahas tentang akhlak terhadap diri sendiri yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu akhlak terhadap fisik, akal, dan hati. Pembahasan mencakup berbagai etika seperti menjaga kesehatan tubuh, menuntut ilmu, serta prioritas ilmu yang perlu dipelajari sebagai muslim.
2. ‘’Kelompok 1’’ ...
Ferianka Ramdhana
Febrian Ricardo
Herny Nova Sari
Rila Maulida
3. Pengertian & Urgensi Akhlak Terhadap Diri
Sendiri
Sebelum berakhlak dengan orang lain, seorang mu‟min harus dapat
mencerminkan akhlaqul karimah terhadap dirinya sendiri. Sebab
seorang mu‟min adalah pemimpin bagi dirinya sendiri sebelum menjadi
pemimpin bagi orang lain. Oleh karenanya, ia akan berakhak dengan
baik terhadap dirinya sendiri.
Berakhlak terhadap dirinya sendiri adalah bagaimana ia
memperlakukan dirinya sendiri sesuai dengan tuntutan Al-Qur‟an dan
Assunnah. Ia menunaikan hak-hak dirinya, tidak mendzaliminya, dan
berbuat adil terhadapnya.
Secara umum akhlak terhadap diri sendiri terbagi menjadi tiga bagian
:
a. Akhlak terhadap fisiknya.
b. Akhlak terhadap akalnya.
c. Akhlak terhadap hati/ ruhiyahnya.
Sebuah ungkapan hikmah mengatakan, bahwa siapa yang mengenal
dirinya maka ia akan mengenal Rabnya. Dan pengenalan terhadap diri,
diimplementasikan dengan berakhlak terhadap dirinya sendiri.
4. I. Akhlak Terhadap Fisik
Dalam jasad insan terdapat hak-hak dan hal-hal
yang perlu diperhatikan serta dipenuhi oleh setiap
mu‟min.
Seorang mu‟min perlu merawat dan menjaga
dirinya, agar sentiasa dapat menjalankan aktivitas
sebagaimana yang diharapkan.
Diantara petunjuk umum Rasulullah SAW dalam
masalah fisik adalah sabdanya “Kemudian bahwa
jasad merupakan amanah yang Allah titipkan pada
dirinya. Oleh karena itulah, ia perlu menjaga titipan
Allah tersebut dengan baik.”
5. 1. Seimbang Dalam Mengkonsumsi Makanan
Diantara akhlak terhadap fisik adalah memberikan makan
dan minum kepada fisik sesuai dengan kebutuhannya dan
tidak berlebih-lebihan dalam mengkonsumsi makanan.
Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman (QS. Al-A’raf/ 7 : 31) :
“Makan dan minumlah kalian, dan janganlah kalian berlebih
lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan
Dalam hadits Rasulullah SAW mengemukakan :
” Janganlah seseorang itu mengisi perutnya sesuatu yang
buruk baginya. Dan apabila tidak menyulitkan baginya
hendaknya ia mengisi sepertiga untuk makanannya,
sepertiga untuk minumannnya dan sepertiga lagi untuk
dirinya. minumannnya dan sepertiga lagi untuk dirinya. “
(HR. Ahmad & Turmudzi)
6. 2. Melatih Fisik Agar Kuat & Sehat
Seorang mu‟min kendatipun senantiasa sehat, karena tidak
melakukan sesuatu yang merusakkan dirinya seperti
begadang, memakan makanan dan minuman yang merusak
fisiknya, namun bersamaan dengan itu, senantiasa melakukan
kegiatan yang akan menambah kekuatan fisiknya. Diantaranya
adalah dengan cara oleh Raga.
Kendatipun istilah olah raga tidak dikenal dalam bahasa Al-
Qur‟an maupun hadits, namun rambu-rambu umum mengenai
hal tersebut telah teradapat dalam Al-Qur‟an & Sunnah.
Dalam Al-Qur‟an (QS. Al-Anfal/ 8 : 60) : Dan persiapkanlah
untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang,
yang dapat menggentarkan musuh Allah , musuhmu dan
orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya,
sedang Allah mengetahuinya.
Dalam hadits rasulullah bersabda : Dari Abu Hurairah ra,
„Seorang mu‟min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh
Allah dibandingkan dengan mu‟min yang lemah.‟ (HR. Muslim)
7. 3. Tidak Merusak Fisiknya SendirI
o Diantara akhlak terhadap diri sendiri adalah tidak melakukan satu hal
atau kebiasaan yang dapat merusak diri sendiri:
“Dan janganlah kamu membunuh (merusak) dirimu sendiri.
Sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadapmu.” (QS. Annisa/ 4 : 29)
o Diantara hal yang dapat merusak diri sendiri adalah rokok. Ditinjau
dari aspek kesehatan, tidak satu pun ahli kesehatan yang mengatakan
bahwa rokok itu meningkatkan kesehatan dan menghilangkan penyakit.
Justru sebaliknya, rokok sangat buruk bagi kesehatan dan mendatangkan
penyakit. Sedangkan dari segi syar‟I, rokok „haram‟ ditinjau dari tiga hal :
a. Merusak kesehatan (Yadhurru Linafsih)
Merusak kesehatan selain melanggar larangan Allah di atas (QS. 4 :
29), juga melanggar maqashidus syariah (tujuan diturunkannya syariah)
yaitu hifdzun nafs (memelihara diri manusia)
b. Mendzalimi orang lain (Dzalim Li Ghairih)
Asap yang ditimbulkan dari rokok, akan mengganggu kesehatan
orang lain. Dan Al-Qur‟an mengatakan, bahwa Allah tidak menyukai orang
orang dzalim. (QS. 42 : 40)
c. Termasuk menghamburkan harta (tadzir al-Amwal).
Perhatikan firman Allah (QS. Al-Israh‟/ 17 : 27)
8. 4. Bersih Fisik & PaKAIAN
Etika lain seorang muslim terhadap dirinya adalah senantiasa bersih
fisik dan pakaiannya, yaitu mencakup :
Bersih mulut dan gigi
Islam sangat menganjurkan kebersihan mulut termasuk di dalamnya
gigi. Dalam sebuah hadits digambarkan : “Sekiranya tidak memberatkan
bagi umatku, sungguh akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap
kali hendak shalat.” (HR. Bukhari Muslim)
Rasulullah bahkan mengecam orang yang tidak bersih mulut dan gigi
: Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang memakan bawang merah,
bawang putih dan yang sebangsa bawang, maka hendaknya mereka jangan
mendekati masjid kami ini. Karena sesungguhnya para malaikat ‘terganggu’
dengan baunya tersebut, sebagaimana terganggunya anak cucu adam.” (HR.
Muslim)
Bersih rambut
Dalam sebuah hadit diriwayatkan : Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah
SAW bersabda, ‘Barang siapa yang memiliki rambut, maka hendaklah ia
memuliakan rambutnya tersebut.” (HR. Abu Daud)
9. 4. Bersih Fisik & Pakaian
Bersih badan
Bersih badan merupakan hak yang harus diberikan pada
badan. Dalam sebuah hadits digambarkan :
“Rasulullah SAW bersabda, ‘Mandilah kalian pada hari
jum’at. Bersihkanlah kepala kalian, meskipun tidak sedang
junub. Dan sentuhlah dengan wewangian.” (HR. Bukhari)
Bersih pakaian
Fisik memiliki hak berupa dipakaikan pakaian yang bersih
dan layak. Dalam sebuah riwayat dikemukakan : Dari Jabir ra,
beliau berkata, suatu ketika rasulullah SAW berziarah
mengunjungi kami. Lalu beliau melihat seseorang yang
memakai pakaian yang kotor. Beliau berkata, ‘Tidakkah ada
yang dapat menyucikan bajunya?’ (HR. Ahmad dan Nasa’I)
10. 4. Bersih Fisik & PakaiaN
Berpenampilan rapi merupakan salah satu sunnah Rasulullah
SAW.
Rasulullah sangat menganjurkan penampilan rapi ini, hingga
suatu saat beliau bersabda pada para sahabatnya yang akan tiba
ke tujuan dalam sebuah perjalanan : ‘Kalian akan tiba pada
saudara kalian, maka benahilah bawaan kalian dan rapikanlan
pakaian kalian.’ (HR. Abu Daud & Hakim)
Berpenampilan rapi juga merupakan sunnah sahabat. Diantara mereka
bahkan ada yang membeli pakaian mahal, lalu mengenakannya.
Diantarannya Ibnu Abbas yangmembeli pakaian seharga seribu
dirham, dan mengenakannya. Abdurrahman bin Auf memakai burdah
seharga empat atau lima ratus.
Berpenampilan rapi dan menarik tidak identik dengan sifat
sombong. Karena kesombongan adalah mengingkari kebenaran
dan merendahkan manusia.
11. 5. Meyakini Bahwa Fisik Yang Sempurna
Merupakan Amanah Dari Allah SWT
Seorang mu’min yang baik,
senantiasa meyakini bahwa
fisiknya yang sempurna hanyalah
titipan Allah SWT yang bersifat
sementara. Ia akan pudar dan sirna
dan hanya Allah lah yang kekal.
12. II. Akhlak Terhadap AkAL
Ketika fisik berhak mendapatkan perlakuan dengan akhlak karimah,
maka akal juga sama. Ia memiliki hak yang harus dilaksanakan atau
ditunaikan sesuai dengan tuntunan Islam.
Al-Qur’an sering menggambarkan tentang teguran bagi orang-orang
yang ingkar kepada Allah, sebagai orang-orang yang tidak berakal. Allah
berfirman (QS. Yusuf/ 12 : 109) :
“Maka tidakkah mereka bepergian muka bumi lalu melihat
bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang
mendustakan rasul) dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih
baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu
memikirkannya? “
Sebaliknya Al-Qur’an memberikan pujian bagi orang yang
memaksimalkan fungsi akalnya (QS. Fathir/ 35 : 28) ;
Sesungguhnya hamba-hamba yang takut kepada-Nya adalah para
ulama.
13. 1. Kewajiban Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu merupakan salah satu kewajiban
bagi setiap muslim, sekaligus sebagai bentuk
akhlak muslim terhadap akalnya.
Muslim yang baik, akan memberikan porsi bagi
akalnya berupa penambahan pengetahuan,
bahkan sepanjang hayatnya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW
menggambarkan : Menuntut ilmu merupakan
kewajiban bagi setiap muslim’ (HR. Ibnu Majah).
14. 1. Kewajiban Menuntut Ilmu
Rasulullah SAW memberikan penghargaan khusus
bagi pencari ilmu :
“Suatu ketika Safwan bin Assal al-Maradi
mendatangi Rasulullah SAW yang sedang berada di
masjid. Safwan berkata, Ya Rasulullah SAW, aku
datang untuk menuntut ilmu. Rasulullah SAW
menjawab, ‘selamat datang penuntut ilmu.
Sesungguhnya orang yang menuntut ilmu akan
dikelilingi oleh para malaikat dengan sayap-sayapnya.
Kemudian mereka berbaris, sebagian berada di atas
sebagian malaikat lainnya, hingga sampai ke langit
dunia, karena kecintaan mereka terhadap penuntut
ilmu.” (HR. Ahmad, Tabrani, Ibnu Hiban dan Al-
Hakim)
15. 2. Menuntut Ilmu Sepanjang Masa
Seorang mu’min, tidak hanya mencari ilmu
dikarenakan sebagai satu kewajiban, yang jika
telah selesai kewajibannya maka setelah itu sudah.
Namun seorang mu’min adalah yang senantiasa
menambah dan menambah ilmunya, kendatipun
usia telah memakan dirinya.
Mencari ilmu tidak terbatas hanya pada
pendidikan formal akademis. Namun dapat
dilakukan di mana saja, kapan saja dan dengan
siapa saja.
16. 2. Menuntut Ilmu Sepanjang Masa
Bekerja juga merupakan sarana untuk dapat
menggapai ilmu, jika dilakukan dengan terus
menerus memperbaiki dan memperbaiki
kekeliruan dan kesalahan yang telah
dilakukannya.
Dalam sebuah atsar disebutkan, bahwa Ibnu Abi
Ghasan mengemukakan :
“Engkau akan tetap menjadi orang yang
berilmu, manakala senantiasa masih mencari
ilmu. Namun apabila engkau telah merasa cukup,
maka jadilah dirimu orang yang bodoh.”
17. 3. Prioritas Ilmu Yang Dipelajari
Sebagai seroang mu’min, terdapat prioritas ilmu yang perlu
dipelajari dan diketahui olehnya. Menurut Dr. Muhammad Ali Al-
Hasyimi dalam Syakhsiyatul Muslim, yang perlu diprioritaskan seorang
muslim adalah mempelajari :
Ilmu tentang Al-Qur’an, mencakup tajwid, tafsir & tadabur serta
hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an.
Ilmu hadits, dan yang terkait dengannya.
Sirah Nabi & Sejarah Sahabat.
Fiqh Ibadah (terutama yang terkait dengan kehidupan sehari-hari).
Selain yang beliau kemukakan, terdapat hal lain yang perlu
dipelajari setiap muslim :
Fiqh Muamalah.
Tsaqofah Islamiyah.
Pengetahuan Tentang Dunia Islam Kontemporer, dsb.
18. 4. Memiliki Spesialisasi Dalam
Bidangnya
Meskipun seorang muslim diminta untuk menguasai keilmuan
sebanyak-banyaknya, namun ia juga diminta untuk memiliki satu
disiplin keilmuan yang menjadi spesialisasinya.
Dahulu, para sahabat dan tabi’in juga memiliki spesialisasi dalam
meriwatkan hadits-hadits tertentu.
Ibnu Abbas dikenal sebagai sahabat yang memiliki spesialisasi bidang
tafsir. Sehingga jika terdapat sahabat yang kesulitan dalam memahami
ayat-ayat Al-Qur’an, segera mereka bertanya kepada Ibnu Abbas.
Abdullah bin Amru bin Ash, memiliki spesialisasi dalam masalah
hadits yang dengan teliti senantiasa beliau catat hadits-hadits
Rasulullah SAW. Sehingga sampai-sampai Abu Hurairah mengatakan,
‘Tidak ada seorang sahabatpun yang lebih banyak haditsnya
dibandingkan aku, kecuali Abdullah bin Amru bin Ash, karena beliau
menulis sedangkan aku tidak menulis.’
Kemudian Zaid bin Tsabit yang menguasai bahasa Yahudi. Beliau
mempelajarinya hanya dalam waktu setengah bulan.
19. 5. Mengajarkan Ilmunya
Pada Orang Lain
Termasuk akhlak muslim terhadap
akalnya adalah menyampaikan atau
mengajarkan apa yang dimilikinya
kepada orang yang membutuhkan
ilmunya. Dalam Al-Qur’an Allah
berfirman (QS. Annahl/ 16 : 43)
“Maka bertanyalah kepada orang
yang mempunyai pengetahuan jika
kamu tidak mengetahui.”
20. 6. Mengamalkan Ilmunya Dalam KehidupaN
Diantara tuntutan dan sekaligus akhlak terhadap
akalnya adalah merealisasikan ilmunya dalam “alam
nyata.” Karena akan berdosa seorang yang memiliki
ilmu namun tidak mengamalkannya.
Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu
mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat
besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. “
(QS. As-Shof : 2-3)
21. a
Sesama
Muslim
Tetangga
Masyarakat
Rekan Kerja
Org Yg
Dijumpai
Non Muslim
22. III. Akhlak Terkait Dengan
Ruhiyah
Selain fisik dan akal, ruhiyah juga merupakan
bagian tak terpisahkan dari diri manusia yang juga
memiliki hak yang harus ditunaikan.
Jika akal membutuhkan ‘makanan’ berupa ilmu
pengetahuan, fisik membutuhkan makanan
berupa makanan pokok, maka ruhiyah juga
membutuhkan ‘makanan’, sebagaimana fisik dan
akal.
Diantara makanan ruhiyah adalah, ibadah dan
taqarrub kepada Allah SWT, tafakur terhadap
kebesaran dan keagungan Allah, meminta nasehat
kepada orang shaleh, dsb.
23. III. Akhlak Terkait Dengan Ruhiyah
Ruhiyah adalah, syu’ur atau perasaan hati insan yang
teduh dan tentram manakala ‘dekat’ dengan Allah,
yang menjadikan hidup memiliki nuansa berbeda,
sehingga berimplikasi pada ‘rasa’ bahwa dunia seakan
tiada artinya, dibandingkan dengan keridhaan Allah
SWT.
Salah satu yang dicontohkan Al-Qur’an adalah dengan
berdzikir :
‘(yaitu ) orang-orang yang beriman dan hati
mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram.’
24. III. Akhlak Terkait Dengan Ruhiyah
Dalam kamus dikemukakan, bahwa ruhiyah berasal dari
kata ruh yang mendapatkan ya’ nisbah menjadi ruhi,
yang memiliki arti ruhani (spiritual) yang merupakan
lawan dari kata madi, atau materi.
Kata ruhiyah sering kali diidentikkan dengan nuansa
hati yang penuh terisi dengan nilai-nilai keimanan,
sehingga merasakan adanya ketentraman dan kesejukan
jiwa yang memotivasi untuk beramal dalam mencari
ridho Allah. Sehingga bias, atau pengaruh dari adanya
ruhiyah dalam diri seseorang teraplikasi pada
peningkatan aktivitas ibadah dan da’wah, dalam
berbagai bentuknya.
25. 1. Mengisi Ruhiyahnya Dengan
Ibadah
Diantara akhlak seorang muslim terhadap ruhiyahnya
adalah memberikan porsi ruhiyahnya berupa ibadah
kepda Allah SWT. Karena ibadah merupakan makanan
pokok bagi ruhiyah.
Ibadah, disamping berfungsi untuk menentramkan dan
‘mengenyangkan’ ruhiyah, juga dapat menggugurkan
dosa-dosa. Dalam sebuah hadits digambarkan : Dari Abu
Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Tahukah
kalian sekiranya ada sebuah sungai yang mengalir di
depan pintu rumah kalian dan ia mandi setiap hari lima
kali, apakah akan terdapat pada dirinya kotoran?’ Sahabat
menjawab, ‘Tidak akan tersisa dari kotorannya sedikitpun’.
Kemudian Rasulullah SAW mengatakan, ‘Hal itu adalah
seperti shalat lima waktu, di mana Allah menghapuskan
dosadosanya dengan shalat tersebut.’ (HR. Bukhari).
26. 1. Mengisi Ruhiyahnya Dengan
Ibadah
Ibadah yang dilakukan seorang mu’min adalah
mencakup ibadah yang wajib dan juga ibadah
sunnah. Bahkan bagi sebagian, ibadah sunnah
lebih dominan dapat menyirami ruhiyahnya,
meskipun tanpa mengurangi porsi ibadah
wajibnya.
Hati manusia, sebagaimana digambarkan para
ulama, ‘Jika tidak dihiasai ibadah dan dzikir, maka
akan disibukkan dengan maksiat dan shaga’ir’.
(Shagair adalah doa-doa kecil).
27. 1. Mengisi Ruhiyahnya Dengan
Ibadah
Diantara ibadah-ibadah yang dapat dirasakan
langsung ‘khasiatnya’ dalam mengisi ruhiyah menurut
sebagaian ulama adalah :
Berusaha Khusyu’, dalam melaksanakan shalat, baik yang
fardhu maupun yang sunnah.
Dzikir Ba’da Shalat, baik shalat fardhu maupun sunnah.
Karena dzikir ini jika dilakukan dengan khusyu dan baik,
maka juga akan menambah ketenangan pada ruhiyah.
Qiyamul Lail, terutama di tengah keheningan malam pada
saat-saat manusia pada umumnya tengah tertidur lelap.
28. 1. Mengisi Ruhiyahnya Dengan
Ibadah
Tilawatul Qur’an, dan lebih baik jika ditargetkan setiap hari
harus membaca Al-Qur’an beberapa halaman.
Tadabur Qur’an, yaitu dengan merengungkan isi dan
kandungan ayat-ayat yang dibaca. Pelaksanaannya dapat
dibantu dengan terjemahan Al-Qur’an.
Shalat Dhuha, dalam waktu-waktu tertentu yang terkadang
manusia merasakan ‘kegersangan’ pada waktu yang produktif
ini.
Muhasabah, yaitu evaluasi diri terhadap amal perbuatan yang
telah dilakukan selama ini. Muhasabah ini dapat dilakukan baik
secara pribadi di tengah keheningan dan kesunyian malam
ba’da shalat lail, dan dapat juga dilaksanakan secara berjamaah
melalui kegiatan-kegiantan muhasabah di masjid-masjid.
29. 2. Mendatangi Majlis-Majlis
Iman
Majlis Iman adalah tempat-tempat atau lingkungan
yang dapat menambah dan membangkitkan „gairah‟
keimanan seseorang kepada Allah SWT.
Dengan mendatangi majlis-majlis ini (baik yang
formil maupun informil), secara langsung atau tidak
akan memberikan pengaruh pada ruhiyahnya.
Majlis Iman yang formil diantaranya adalah seperti
forum pengajian yang „tema‟ dan isinya lebih pada
sentuhan Qalbu, dan bukan sekedar ilmu, lingkungan
kantor yang dikondisikan dengan suasana
menyejukkan dengan siraman-siraman keislaman,
dsb.
30. 2. Mendatangi Majlis-Majlis
ImAN
Sedangkan diantara bentuk majlis iman yang
informal adalah seperti berteman dan berkawan
dengan orang shaleh, berlangganan
majalahmajalah yang secara isi menambah
keimanan, menonton acara TV yang
menghantarkan kedekatan kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda, Dari Abu Hurairah ra
bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Bahwa
seseorang itu tergantung dari Din (agama)
sahabatnya. Maka hendaknya seseorang
memperhatikan siapa yang menjadi sahabatnya.’
(HR. Abu Daud)
31. 3. Menghindari Majlis-Majlis
Maksiat
Selain mendatangi majelis-
majelis iman, juga seyogianya
menghindari majlis-majlis
yang memberikan mudharat
terhadap keimanan .
32. 4. Memperbanyak Dzikir Kepada Allah SWT
Dzikir merupakan sarana penambah ruhiyah yang
paling fleksibel, karena bisa dilakukan di mana saja
dan kapan saja.
Namun pengaruh dzikir begitu luar biasa dalam
penempaan ruhiyah seseroang. Sampai-sampai
Rasulullah SAW mengatakan dalam sebuah haditsnya
: Dari Abu Musa ra, Rasulullah SAW bersabda,
‘Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah
dengan orang yang tidak berdzikir adalah seumpama
orang hidup dan orang mati.” (HR. Bukhari)
33. 4. Memperbanyak Dzikir Kepada Allah SWT
Jiwa yang dzikir kepada Allah senantiasa akan ‘hidup’
menyongsong hidayah Allah SWT. Sementara jiwa yang
tidak berdzikir dan jauh dari Allah, akan beku dan mati
dari hidayah Allah. Sehingga aktivitas dan ibadahnya
yang dilakukan sehari-hari akan terasa gersang dan
hambar.
Implementasi dzikir, yang paling ideal adalah membaca
dzikir-dzikir yang dibaca oleh Rasulullah SAW, secara
rutin; di waktu pagi dan petang.
Aspek dzikir yang tidak kalah pentingnya adalah
‘menghadirkan’ Allah dalam setiap kalimat dzikir yang
diucapkan, sehingga dzikir yang dilakukan benar-benar
untuk mengingat Allah SWT.
34. 5. Tafakur Pada Keagungan
Allah SWT
Diantara akhlak seorang mu’min yang terkait
dengan ruhiyahnya adalah senantiasa bertafakur
pada keagungan Allah melalui kebesaran
ciptaan-Nya. Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka.”
35. 5. Tafakur Pada Keagungan Allah
SWT
Tafakur yang dilakukan seorang mu’min
akan meningkatkan kualitas ruhiyahnya.
Bahkan termasuk tafakur terhadap dirinya
sendiri; betapa Allah menjadikannya
seorang yang sempurna dari segi fisik.
Output yang dihasilkan dari tafakur ini
adalah ketenangan dan ketsiqohan kepada
Allah SWT.
36. 6. Berupaya Melakukan Tarbiyah Ruhiyah
Tarbiyah ruhiyah adalah sebuah pola pembinaan
terhadap ruhiyah secara terarah dan terprogram dengan
baik.
Tujuan dari tarbiyah ruhiyah adalah agar nilai-nilai
keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT senantiasa
melekat dalam diri serta memberikan nuansa kesejukan
hati dalam menjalankan segala aktivitas, baik aktivitas
duniawi maupun aktivitas ukhrawi.
Tarbiyah ruhiyah dapat dilakukan secara individu (fardi)
dan dapat juga dilakukan secara berama – sama
(jamaa’i), bahkan dapat juga dilakukan dengan
menggabungkan antara fardi dan jamaa’i.
37. 6. Berupaya Melakukan Tarbiyah RuhiyaH
Menurut Dr. Abdullah Nasih Ulwan (Konsep 5M)
Mu’ahadah (Janji)
Perjanjian dengan Allah SWT, untuk komitmen terhadap nilai nilai
robbani dalam kehidupan sehari hari.
Muraqabah (Pengawasan Allah)
Menghadirkan kesertaan Allah dalam setiap aktivitas kehidupan, baik
ketika sendiri maupun di tengah manusia.
Muhasabah (Evaluasi)
Melakukan evaluasi setiap waktu, apakah amal perbuatan sudah sesuai
dengan keridhaan Allah SWT.
Mu’aqobah (Sanksi)
Memberikan sanksi terhadap atas kesalahan yang dilakukan oleh dirinya
sendiri.
Mujahadah (Optimalisasi)
Usaha keras untuk melakukan aktivitas yang akan membangunkan iman
dan ruhiyah kepada Allah SWT.
38. MEMBERSIHKAN MENGOTORI
JIWA JIWA
PROSES
PROSES
PEMBERSIHAN
MENGOTOR
JIWA
I JIWA
AKHLAK
KARIMAH AKHLAK SAYI’AH
BERUNTUNG
MERUGI