Musni Umar menganalisis lima masalah kronis yang dihadapi Jakarta yaitu korupsi, ketidakadilan ekonomi, kemiskinan, pengangguran, dan banjir serta kemacetan. Ia menyarankan upaya pencegahan korupsi, pengentasan ketimpangan ekonomi secara besar-besaran, peningkatan standar kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, dan penanganan masalah banjir dan lalu lintas. Musni berharap kepemi
2. Sabtu, 19/10/2013
Harian Ekonomi Neraca
Mengurai Masalah Kronis Jakarta
Musni Umar PhD
Direktur Eksekutif Institute for Social Empowerment
and Democracy (ISED)
3. Fenomena korupsi telah menghiasi hari-hari di Jakarta.
Nyaris tiap hari, koran, teve juga media online acap
menghadirkan berita tentang kasus dugaan korupsi
yang dilakukan para pejabat, baik yang duduk di
lembaga penegak hukum, penyelenggara
negara, maupun pengusaha.
“Korupsi adalah satu dari lima masalah yang dihadapi
oleh Gubernur Joko Widodo dan Wakil Gubernur
Basuki Tjahaja Purnama,” kata sosiolog Musni Umar.
Menurut Musni, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) DKI Jakarta 2014 sebesar Rp 46 triliun
sangat potensial menjadi sasaran empuk kaum
pemburu rente atau makelar anggaran. Jika tak ada
upaya pencegahan yang terus-menerus, APBD tersebut
berpotensi menjadi sasaran korupsi.
4. Ada sejumlah penyebab merajalelanya korupsi di Jakarta pada
masa lalu. Di antaranya, biaya untuk menjadi penjabat publik
sangat mahal, kurang transparan pengambilan keputusan
tingkat daerah. Lalu, adanya proyek rakyat dalam jumlah
besar, gaji pegawai pemerintahan yang belum memadai.
“Lemahnya ketertiban hukum dan penegakan hukum
menjadi celah orang melakukan tidak korupsi,” kata Musni
Umar, mantan anggota Fraksi Karya Pembangunan (FKP) DPR
RI.
Yang masuk dalam kategori tindak pidana korupsi adalah
menyalahgunakan jabatan, memperkaya diri dan orang lain
yang merugikan keuangan negara. Sedangkan yang termasuk
tindak pidana korupsi lainnya adalah memberi atau menerima
hadiah atau janji, menggelapkan uang negara, dan melakukan
pemerasan dalam jabatan.
Untung saja, Gubernur Joko Widodo sudah menerapkan pola
pencegahan terhadap aksi korupsi, termasuk melakukan
penandatanganan nota kesepahaman dengan KPK serta
melakukan audit anggaran di satuan kerja pemerintah daerah
(SKPD) di lingkungan Balai Kota Jakarta.
5. Sedangkan penyakit berikutnya adalah ketidakadilan bidang
ekonomi. Musni mengungkapkan, telah terjadi pertumbuhan
ekonomi dan itu hanya dinikmati segelintir orang. Hal itu
merupakan dampak diberlakukannya UndangundangPenanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-undang
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Musni mengatakan
untuk mengatasi ketimpangan ekonomi itu, tak bisa dilakukan
langkah biasa, harus ada langkah besar (big bang) seperti
yang pernah dilakukan oleh Presiden Soekarno.
Masalah berikutnya adalah kemiskinan. Di DKI Jakarta,
angka kemiskinan cenderung menurun dari 7,35% pada 2005,
dan turun lagi menjadi 4,61% (2007) dan pada 2011 menjadi
3,75%. Turun drastisnya jumlah angka kemiskinan, tak lain
akibat berubahnya ukuran kemiskinan mutlak. Seseorang
dinyatakan miskin, jika pengeluaran kurang dari Rp
355.480/bulan/kapita pada tahun 2011 atau Rp 11.849/hari.
Menurut dia, batasan miskin itu berbeda dengan standar
Bank Dunia sebesar US$ 2 atau sekitar Rp 19.400/hari.
6. Cetak Wirausaha Baru
Masalah keempat adalah pengangguran. Jika tak ada program pembukaan
lapangan kerja sebesar-besarnya, pengangguran akan berpotensi
menimbukan aksi kriminalitas, bahkan bunuh diri. Ada sejumlah cara
mengatasinya, yaitu memberikan bekal pengetahuan dan ketrampilan, atau
mencetak mereka menjadi wirausahawan.
“Dengan menjadi pengusaha, berarti telah menentukan masa depan sendiri
bukan orang lain dan memberi kontribusi bagi kemajuan masyarakat,
bangsa dan negara, yaitu menciptakan lapangan kerja baru,” tutur pria
kelahiran Kendari itu.
Satu lagi problem yang dihadapi warga Jakarta, yaitu bahaya banjir dan
kemacetan. Dia berharap kepemimpinan Jokowi-Ahok di level Jakarta
maupun Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono di tingkat nasional mampu
mengurai persoalan tersebut. Kepada Jokowi-Ahok, Musni secara khusus
membuat buku berjudul ‘Bang Jokowi dan Bang Ahok Bangun Jakarta
Baru’ yang diluncurkan menyambut 100 hari masa bakti keduanya.
"Bintangnya Jokowi ini terus berkilap. Anginnya seperti yang pernah dialami
oleh SBY waktu periode pertama lalu,” katanya.
7. Cukup banyak aktivitas Musni sejak masih mahasiswa
Universitas Indonesia. Dia sempat aktif di Dewan Mahasiswa
angkatan 1977/1978. Di masa pergerakan mahasiswa, Musni
banyak berhubungan dengan aparat keamanan. Seringnya
melakukan demonstrasi, diapun sempat menjadi penghuni
‘Kampus Kuning’ yang tak lain adalah markas Batalyon Infantri
202 Tajimalela di Bekasi. Penyandang gelar Sarjana Hukum
dari Universitas Islam Jakarta dan sarjana Alqur’an dari PTIQ
ini meraih gelar S2 atau master di UI dalam bidang Sosiologi
Politik. Sedangkan gelar doktornya (PhD) dalam bidang
Sosiologi Pembangunan diraih di Universitas Kebangsaan
Malaysia (UKM).
Musni Umar pernah bekerja di PT Indobuildco yang
mengelola Hotel Hilton (sekarang Hotel Sulthan), maupun di
PT Intalan Works. Sempat mendirikan beberapa
perusahaan, hingga mengantarnya pada kedudukan sebagai
wakil sekjen Dewan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha
Pribumi (DPP Hippi) di era ketua umumnya Iman Taufik dan
Suryo B Sulisto, Sampai sekarang masih menjadi direktur pada
Institute for Social Empowerment and Democracy (INSED).
8. Saat masih menjadi anggota DPR/MPR, Musni
mendirikan Pondok Pesantren Hubbul Wathan, dan
menjadi Ketua Umum Yayasan Pondok Pesantren
Hubbul Wathan sampai saat ini. Dia juga mendirikan
Yayasan Pengembangan Pedesaan Indonesia. Pada
2010, bersama kelompok pengajian yang digagas Prof
Dr Rokhmin Dahuri, yang diketuai Dr. Salim Albahri
mendirikan Yayasan Albahri Nusantara,. Dia dipilih
menjadi Wakil Ketua.
Cukup banyak buku yang dia terbitkan. Di antaranya
‘Demokrasi dan Islam di Kalangan Orang-orang Miskin’
(2011), Korupsi di Alam Demokrasi (2011), Soft Power
Approach Indonesia-Malaysia (2011), Mencari Akar
Permasalahan Kemiskinan di Kendari dan Strategi
Pemberdayaannya (2009), ‘Al-Qur’an Demokrasi Politik
dan Ekonomi’ (2004). Dia juga menerbitkan buku
berjudul ‘Demokrasi: Perubahan dan Pembangunan di
DKI Jakarta (2012). (saksono)