Dokumen tersebut merangkum evaluasi tahun 2013 dan harapan untuk tahun 2014. Tahun 2013 dihadapi berbagai permasalahan seperti kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan ekonomi yang belum teratasi. Harapan untuk 2014 adalah membangun optimisme melalui pemilihan pemimpin dan perwakilan rakyat yang jujur serta kerjasama seluruh lapisan masyarakat untuk melakukan perubahan demi membangun Indonesia baru.
2. Evaluasi 2013 dan Harapan 2014
Diperlukan Perubahan untuk
Mewujudkan Indonesia Baru
Oleh Musni Umar
Sociologist and Researcher
3. Tanpa terasa begitu cepat perjalanan waktu.
Tahun 2013 telah pergi meninggalkan kita untuk
selamanya dan tidak akan pernah datang lagi.
Kini kita telah berada diawal tahun 2014, yang
berarti kita telah memasuki 14 tahun Orde
Reformasi.
Setiap warga negara Indonesia, tidak punya pilihan
kecuali melakukan evaluasi terhadap perjalanan
hidup selama satu tahun (2013), baik sebagai
pribadi, keluarga, kelompok, bangsa dan negara.
4. Permasalahan Menggunung
Dalam tahun 2013, banyak sekali permasalahan sosial yang
dihadapi, dan nampaknya tidak banyak yang dilakukan untuk
mengatasi permasalahan yang bagaikan “menggunung” saking
banyaknya, diantaranya:
1. Kemiskinan
Badan Pusat Statistik (BPS) selalu melaporkan adanya penurunan
jumlah penduduk miskin di Indonesia, yang menunjukkan bahwa
pemerintah berhasil mengatasi permasalahan kemiskinan.
Akan tetapi, kalau kita melakukan observasi lapangan melihat
langsung kehidupan masyarakat bawah diberbagai pelosok tanah
air, kita pasti sedih dan prihatin karena tidak banyak perobahan
yang dialami masyarakat bawah.
Ini terjadi karena batas miskin yang ditetapkan BPS sekitar Rp
9.000 (sembilan ribu rupiah) bahwa seseorang yang
berpenghasilan setiap hari di atas Rp 9.000 dianggap sudah tidak
miskin. Pada hal harga-harga sembilan bahan pokok mengalami
kenaikan setiap tahun sekitar 12 %.
5. Akibatnya, menurut statistik kehidupan masyarakat Indonesia
terus mengalami kemajuan dan menurun jumlah penduduk
miskin, tetapi dalam realitas justeru yang terjadi adalah
sebaliknya.
Mengapa? Pertama, pemerintah tidak mengontrol sembako
artinya menganut pasar bebas. Semua jenis barang dari
sembilan bahan pokok (sembako) diserahkan kepada
mekanisme pasar. Kebijakan semacam ini semakin
menyusahkan dan memiskinkan buruh, tani, nelayan, pekerja
serabutan, pegawai kecil dan penganggur. Kebijakan
pemerintah, sangat jauh berbeda dengan negara jiran
Malaysia dan Singapura. Pemerintahnya mengontrol
(mengawal) harga berbagai macam barang kebutuhan pokok
masyarakat. Malaysia , sebanayk 25 (dua puluh lima) jenis
barang keperluan pokok masyarakat dikontrol (dikawal)
harganya oleh pemerintah. Tidak boleh menaikkan 25 jenis
barang kecuali atas persetujuan pemerintah. Jika ada
pedagang yang menaikkan harga barang, akan ditindak dan
dihukum. Untuk mengontrol dua puluh lima jenis
barang, pemerintah bersama parlemen mengeluarkan UU.
6. Sebaliknya di Indonesia, semua jenis barang termasuk sembako
diliberalisasi, sehingga adanya pemerintah hampir tidak terasa
adanya, karena semua diserahkan kepada pasar yang ditentukan
berdasarkan supply (penawaran) dan demand (permintaan).
Kedua, semua impor (rezim impor). Sangat mengherankan
Indonesia yang subur, kekayaan alamnya luar biasa di laut, darat,
dan yang terkandung di dalamnya, sejatinya bisa didayagunakan
untuk membawa kemajuan dan kemakmuran bagi selurah rakyat
Indonesia, tetapi justeru yang terjadi, hampir semua kebutuhan
bangsa Indonesia diimpor dari berbagai negara. Pangan sebagai
komoditi utama seluruh rakyat, tidak ada kedaulatan pangan.
Mayoritas keperluan pangan bagi bangsa Indonesia diimpor.
Dampak negatifnya, pertama, devisa kita terkuras habis untuk
impor pangan. Kedua, petani semakin miskin dan marjinal karena
dalam banyak hal tidak dilindungi dari gempuran impor pangan.
Ketiga, sebagaimana dikemukakan, bangsa Indonesia tidak
memiliki kedaulatan pangan. Kalau ekonomi dunia memburuk
dan nilai mata uang rupiah merosot seperti sekarang, maka hargaharga impor pangan akan meningkat, dan dalam sistem ekonomi
liberal, barang-barang impor akan meningkat harganya dan yang
terkena dampak buruknya adalah rakyat sebagai konsumen.
7. Selain itu, sangat meyedihkan bangsa Indonesia yang
jumlah penduduknya nomor 4 (empat) terbesar di
dunia, tidak bisa memproduksi keperluannya sendiri.
Sebagai contoh, semua jenis kendaraan diimpor. Ini
menyedihkan dan memalukan.
Akibatnya devisa yang dihasilkan dari kekayaan alam
Indonesia yang sebagian besar masih dikuasai
asing, kembali ke tangan asing lagi, karena pemerintah
atau swasta harus membayar kepada asing dari
berbagai macam barang yang diimpor atau
diassembling (dirakit) di Indonesia.
Ketiga, persaingan bebas (free fight competition).
Masyarakat bawah yang sangat banyak
jumlahnya, semakin terpuruk dan terpinggirkan karena
tidak mampu bersaing dalam sistem persaingan bebas
antara sesama warga negera Indonesia apalagi dalam
masyarakat ASEAN yang akan diberlakukan pada 2015.
8. Masyarakat bawah Indonesia, pada umumnya tidak memiliki
pendidikan yang memadai dan tidak mempunyai kepakaran
(keahlian) apapun, sehingga menghadapi kendala. Pertama, tidak
dapat bersaing untuk mendapatkan pekerjaan disektor formal
karena kurang pendidikan. Kedua, tidak bisa membuka usaha
sendiri di sektor formal karena bank tidak mau memberi kredit
kepada mereka sebab tidak memiliki agunan (jaminan) berupa
barang tidak bergerak seperti tanah dan rumah, dan barang
bergerak seperti mobil yang bisa menjadi jaminan untuk
mendapatkan kredit dari bank. Ketiga, tidak memiliki memiliki
kelayakan usaha, badan usaha formal berikut izin domisili, izin
usaha, dan sebagainya.
Satu-satunya cara untuk bertahan hidup, ialah berusaha disektor
informal, bekerja sebagai pekerja serabutan yang tidak menetap
dan tidak memerlukan kepakaran kerja, menjadi pegawai kecil
dikantor sebagai office boy, tukang kebun, buruh kecil di pabrik,
menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di luar negeri, menganggur
dan sebagainya.
Pemerintah, sejauh ini tidak punya konsep untuk mengatasi
masyarakat yang menjadi korban dari persaingan bebas terutama
dalam bidang ekonomi dan dunia kerja.
9. 2. Lapangan kerja
Setiap tahun sekitar 2,5 juta orang pencari kerja baru dari
berbagai latar belakang pendidikan. Mayoritas diantara mereka
berpendidikan SD dan SMP. Ini tantangan paling berat dihadapi
dunia kerja. Pertama, kegiatan usaha yang banyak dikembangkan
baik investasi asing maupun investasi dalam negeri adalah padat
modal, yang memerlukan tenaga kerja tidak terlalu besar, tetapi
memiliki kepakaran kerja dalam bidang-bidang yang diperlukan.
Dalam penelitian saya tentang TKI yang bekerja di luar negeri di
desa Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, tahun 2012, saya
menemukan bahwa pendorong utama mereka bekerja di luar
negeri.
1) Untuk merubah kehidupan ekonomi yang susah di kampung
halaman mereka.
2) Tidak ada pekerjaan yang bisa mereka lakukan dikampung
halaman mereka untuk mendapatkan penghasilan yang memadai.
Usaha tani yang selama ini digeluti semakin sempit lahannya dan
hasilnya kurang memadai.
10. 3) Bekerja di luar negeri sebagai TKI tidak memerlukan pendidikan
tinggi. Sementara untuk bekerja di berbagai pabrik (industri0 yang
dibuka di kawasan Sukabumi dan sekitarnya, persyaratannya harus
berpendidikan minimal SMA (Sekolah Menengah Atas), yang mayortas
tidak bisa memenuhi persyaratan tersebut karena pada umumnya
mereka hanay berpendidikan rendah.
Masalah lapangan kerja sangat kompleks karena banyak yang tidak bisa
bekerja di sektor formal karena tingkat pendidikan mereka rendah.
Selain itu, perusahaan mengutamakan menerima pegawai, selain ber
pendidikan, juga memiliki pengalaman kerja. Sementara mayoritas
pelamar kerja, kurang pendidikan dan tidak memiliki pengalaman dan
kepakaran kerja.
Kondisi ini, akan semakin berat di masa depan karena pada tahun 2015
akan diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Masyarakat ASEAN,
di mana setiap warga negara ASEAN berhak dan mendapat
perlindungan hukum untuk bekerja dan membuka kegiatan usaha di
negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. Masyarakat Indonesia yang
tidak disiapkan untuk bersaing, akan semakin terpuruk dan menjadi
marjinal di negaranya sendiri.
11. 3. Kesenjangan ekonomi
Permasalahan lain yang menjadi tantangan bangsa Indonesia
tahun 2013 yang sama sekali tidak mendapat pemecahan dari
pemerintah ialah kesenjangan ekonomi yang meliputi, pertama,
kesenjangan ekonomi antar warga negara Indonesia. Kedua,
kesenjangan ekonomi antar etnis, ketiga, kesenjangan ekonomi
desa dan kota. Keempat, kesenjangan ekonomi antar Jawa dan
luar Jawa. Kelima, kesenjangan ekonomi antar kawasan barat dan
kawasan timur.
Kesenjangan ekonomi yang paling mengerikan yaitu kesenjangan
ekonomi antar warga yang miskin dan kaya, serta kesenjangan
ekonomi antar etnis yaitu satu etnis yang sangat menguasai
ekonomi, sementara mayoritas etnis terpinggirkan dalam
pembangunan ekonomi.
Kesenjangan ekonomi ini, kalau dibiarkan terus dan tidak ada
upaya dari pemerintah untuk mengatasinya, bisa melahirkan
kecemburuan sosial dan perasaan tidak ada keadilan yang
berujung pada pergolakan sosial jika ada momentum seperti tahun
1998 ketika terjadi reformasi.
12. 4. Konflik politik
Di era Orde Reformasi, sangat sering terjadi konflik politik, terutama dalam
kaitan dengan pemilukada di berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Fenomena konflik politik banyak dipicu oleh persaingan kepentingan politik
dalam rangka perebutan sumber-sumber ekonomi di daerah.
Momentum pemilukada, banyak melahirkan konflik politik karena para elit
politik yang bertarung untuk merebut posisi kepala daerah di berbagai
kabupaten, kota dan provinsi mengerahkan para pendukungnya untuk
mengalahkan lawan-lawan politiknya, sehingga mengundang bentrokan
pisik antara sesama pendukung.
Masing-masing tokoh yang bertarung dalam pemilukada, tidak mau kalah
dan mengalah, walaupun hasil pemilukada telah diumumkan oleh Komisi
Pemilihan Umum Daerah (KPUD) setempat.
Mayoritas hasil pemilukada dibawah ke Mahkamah Konstitusi (MK). Untuk
mempengaruhi keputusan MK, seperti terungkap dalam kasus dugaan
korupsi mantan Ketua MK Akil Mochtar, ternyata tidak hanay konflik yang
tercipta dalam pemilukada, tetapi juga ada yang bermain uang (menyogok)
untuk memenangkan perkara di MK.
13. Konflik warga
Konflik antar warga, antar pelajar dan mahasiswa serta
konflik antar masyarakat dan pengusaha
(investor) marak terjadi di daerah dalam tahun 2013.
Upaya mencari akar penyebab terjadinya berbagai
konflik warga, tidak dilakukan. Kalaupun dilakukan
penelitian untuk mencari dan menemukan akar
masalah terjadinya konflik, yang dilakukan perguruan
tinggi atau Lembaga Swadya Masyarakat (LSM), belum
dijadikan rujukan untuk memecahkan masalah konflik.
Akibatnya, polisi hanya memadamkan konflik,
kemudian muncul kembali konflik serupa karena akar
masalah terjadinya konflik tidak diselesaikan.
14. Harapan 2014
Walaupun banyak masalah yang dihadapi 2014, sebagai
akibat tidak diselesaikannya berbagai masalah besar dibidang
sosial tahun 2013, tetapi setiap individu, keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara harus tetap optimis di tahun
politik 2014 ini.
Pertama, bangun optimisme di tahun 2014. Sesusah apapun
yang dihadapi, rakyat harus diberi optimisme dan harapan
baru, bahwa Indonesia bisa bangkit dan maju kalau
mempunyai pemimpin yang jujur, adil, amanah dan
komunikatif dengan rakyat. Kunci perbaikan dan kemajuan
Indonesia, ada pada pemimpin dan rakyat Indonesia.
Pemimpin yang baik akan hadiri di Indonesia, jika rakyat
sadar dan melakukan koreksi dan perubahan dalam memilih
pemimpin di semua tingkatan. Begitu juga, para wakil rakyat
akan muncul yang baik-baik yaitu yang cerdas, amanah, jujur,
adil, sederhana dan memihak kepada rakyat, jika mayoritas
rakyat indonesia sadar dan melakukan perubahan.
15. Kedua, rakyat melakukan perubahan. Dalam rangka
mewujudkan perubahan, maka masyarakat sipil (civil
sociaty) dari seluruh lapisan masyarakat harus
bergandengan tangan, bahu-membahu dan
menyamakan visi dan misi untuk melakukan
perubahan dan membangun Indonesia baru. Oleh
karena itu, harus bersama-sama memberi penyadaran,
pencerahan dan pencerdasan kepada seluruh rakyat
Indionesia supaya melakukan perubahan.
Pengalaman selama 2013 harus dijadikan bahan
evaluasi untuk melakukan perubahan. Perubahan dan
perbaikan, sebaiknya dilakukan melalui koridor
demokrasi dengan memilih wakil-wakil rakyat yang
dapat dipercaya untuk duduk di parlemen pada semua
tingkatan. Selain itu, memilih pemimpin baru Indonesia
untuk bersama-sama rakyat Indonesia membangun
Indonesia Baru sesuai tujuan Indonesia merdeka yang
tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
16. Ketiga, beri panduan teknis apa yang mereka harus lakukan. Ini
penting karena pekerjaan yang dilakukan sebelumnya, bisa saja
tidak berkaitan bidang pelayanan dan belum tentu lurah dan
camat hasil lelang, walaupun cerdas, memiliki berbagai
kemampuan sebagai pemimpin sebuah organisasi seperti
kelurahan dan kecamatan.
Keempat, beri pelatihan kepemimpinan yang berisi antara lain
cara-cara memimpin, menggerakkan bawahan, memotivasi
bawahan, melayani masyarakat melalui bawahan yang
ramah, simpatik dan santun.
Kelima, rubah budaya lama yang dimulai dari perubahan cara
berpikir (mindset), cara bertindak dan bekerja seperti kebiasaan
menunggu perintah dari atas, menjadi pemimpin yang penuh
inovasi, kreasi, gagasan dan semangat tinggi dalam bekerja.
Akhirnya, saya harapkan lurah-camat hasil lelang jabatan menjadi
contoh teladan kepada bawahan di kelurahan dan kecamatan serta
masyarakat luas dengan penuh dedikasi,progresif, pekerja
keras, melayani masyarakat secara tulus dan sepenuh hati, jujur
dan tidak korupsi.
Jakarta, 7 Januari 2014