Dokumen tersebut membahas tentang diabetes mellitus, termasuk definisi, patofisiologi, diagnosis, dan terapi pengobatan. Secara ringkas, diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia atau kadar gula darah tinggi, yang disebabkan oleh ketidakcukupan produksi atau responsivitas insulin, yang dapat menyebabkan komplikasi kronis. Terdapat berbagai jenis diabetes yang berbeda secara patofisiologis beserta diagnosis dan pengob
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
BAB I PENDAHULUAN
1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tinjauan Pustaka
A. Definisi
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan
sensitivitas insulin, atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskular, makrovaskular dan neuropati (ISFI, 2008).
Kriteria diagnosis diabetes mellitus adalah kadar glukosa puasa ≥126
mg/dL, atau pada 2 jam setelah makan ≥200 mg/dL atau HbA1C ≥8%. Jika kadar
glukosa 2 jam setelah makan >140 mg/dL tetapi lebih kecil dari 200 mg/dL
dinyatakan glukosa toleransi lemah (ISFI, 2008).
B. Patofisiologi
DM tipe 1 terjadi pada 5% hingga 10% dari semua kasus diabetes. DM
umumnya terjadi pada anak-anak atau pada awal masa dewasa disebabkan oleh
kerusakan sel ß pankreas akibat autoimun, yang menyebabkan defisiensi insulin.
Hiperglikemia terjadi jika 80%-90% dari sel ß pankreas telah rusak. Faktor resiko
dari autoimun tidak diketahui, ntapi prosesnya diperantarai oleh makrofag dan
limfosit T dengan antibodi yang bersirkulasi ke berbagai antigen sel ß (Dipiro,
2009).
DM tipe 2 (NIDDM) terjadi pada 90% dari semua kasus diabetes dan
biasanya ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relative.
Resistensi insulin ditandai dengan peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak
bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik, dan penurunan pengambilan
glukosa pada otot skelet. Disfungsi sel ß mengakibatkan gangguan pada
pengontrolan glukosa darah. DM tipe 2 lebih disebabkan karena gaya hidup
penderita diabetes (kelebihan kalori, kurangnya olahraga dan obesitas)
dibandingkan pengaruh genetic (ISFI, 2008).
2. Diabetes yang disebabkan oleh faktor lain (1-2% dari semua kasus diabetes)
termasuk gangguan endokrin (misalnya akromegali, sindrom cushing), diabetes
mellitus gestastional (DMG), penyakit pankreas eksokrin (pankreatitis), dan
karena obat (glukokortikoid, pentamidin, niasin dan α-interferon) (ISFI, 2008).
Gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa terjadi pada pasien
dengan kadar glukosa plasma lebih tinggi dari normal tetapi tidak termasuk dalam
DM. gangguan ini merupakan faktor resiko untuk berkembang menjadi penyakit
DM dan kardiovaskular yang berhubungan dengan sindrom resistensi insulin
(ISFI, 2008).
Komplikasi mikrovaskular berupa retinopati, neuropati dan nefropati,
sedangkan komplikasi makrovaskular berupa penyakit jantung koroner, stroke dan
penyakit vaskular peripheral (ISFI, 2008).
C. Diagnosis
Skrining pada DM tipe 2 dapat dilakukan tiap 3 tahun pada semua orang
dewasa yang dimulai dari usia 45 tahun. Dapat dipertimbangkan untuk pada
individu dengan usia yang lebih muda yang memiliki faktor resiko (sejarah
keluarga penderita DM, obesitas, petanda resisten insulin). Skrining yang
direkomendasikan adalah pemeriksaan kadar plasma glukosa puasa. Nrmal kadar
glukosa plasma puasa adalah kurang dari 100 mg/dL (5,6 mmol/L) (Dipiro, 2009).
D. Terapi
1. Terapi Non-Farmakologi
Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien. Untuk pasien DM tipe
1, focus pada meregulasi insulin dengan diet seimbang dan pengaturan berat
badan yang ideal. Makanan yang direncanakan adalah karbohidrat sedang dan
rendah lemak jenuh. Pasien dengan DM tipe 2 disarankan untuk mengurangi berat
badan (Dipiro, 2009).
Aerobik dapat meningkatkan resistensi insulin dan mengontrol kadar
glukosa pada banyak pasien dan mengurangi resiko kardiovaskular, dapat
membantu mengurangi berat badan. Namun harus dimulai dengan perlahan pada
3. pasien yang kurang aktif. Pasien yang lebih tua dengan arterosklerosis harus
diprioritaskan pada evaluasi kardiovaskular (Dipiro, 2009).
2. Terapi Farmakologi
a. Insulin
Insulin dapat menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi
pengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik.
Diindikasikan pada DM tipe 1, DM tipe 2 yang gula darahnya tidak dapat
dikendalikan dengan diet dan antidiabetik oral, DM dengan berat badan yang
menurun cepat, DM dengan komplikasi akut, DM paskabedah pankreas,
ketoasidosis dan koma hiperosmolar, DM dengan kehamilan (ISFI, 2008).
b. Sulfonilurea
Sulfonilurea bekerja merangsang sekresi insulin pada pankreas sehingga
hanya efektif bila sel beta pankreas masih dapat berproduksi. Golongan
sulfonilurea antara lain klorproramid, glikazid, glibenklamid, glipizid, glikuidon,
glimepirid, tolbutamid (ISFI, 2008).
c. Biguanida
Biguanida bekerja menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan
penggunaan glukosa di jaringan. Bioavailabilitas absolute metformin IR 500 mg
yang diberikan dalam kondisi puasa adalah sekitar 50-60%. Makanan
menghambat absorbsi metformin. Metformin diekskresikan tidak berubah ke
dalam urin dan tidak mengalami metabolisme hepatik atau ekskresi melalui
kantung empedu. Waktu paruh eliminasi sekitar 17,6 jam (ISFI, 2008).
d. Tiazolidindion
Tiazolidindion meningkatkan sensitivitas insulin pada otot dan jaringan
adipose dan menghambat glukoneogenesis hepatik (ISFI, 2008).
e. Penghambat α-glukosidase
Akarbosa bekerja menghambat alpha-glukosidase sehingga mencegah
penguraian sukrosa dan karbohidrat kompleks dalam usus halus dengan demikian
memperlambat dan menghambat penyerapan karbohidrat (ISFI, 2008).