Dokumen tersebut membahas kasus seorang anak laki-laki berusia 5 tahun yang didiagnosis dengan demam dengue yang berkembang menjadi sindrom syok dengue. Diagnosa awalnya adalah demam yang tak terklasifikasi, kemudian didiagnosis sebagai demam dengue berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Pada hari kedua, diagnosisnya berubah menjadi demam berdarah dengue grade I karena adanya peningkatan hematokrit
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
Dengue syok
1. Dengue Syok Sindrom
Departement of Child Health, Medical Faculty Mulawarman University
Abdul Wahab Sjahranie General Hospital, Samarinda, 2008
PENDAHULUAN
Demam dengue merupakan penyakit yang ditularkan melalui perantaraan nyamuk, dan
disebabkan oleh virus serotip DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 dari genus Flavivirus. Infeksi
oleh salah satu serotip menyebabkan imunitas jangka panjang terhadap serotip tersebut. Oleh
karena itu, seseorang dapat terkena infeksi virus dengue untuk kedua kalinya oleh serotip
lainnya, dan infeksi kedua menyebabkan resiko tinggi untuk terjadinya demam berdarah dengue,
bentuk yang berat dari penyakit ini. demam berdarah dengue bermanifestasi dengan perdarahan,
trombositopeni dan meningkatnya permeabilitas vaskular yang dapat menyebabkan sindrom
syok dengue, suatu keadaan yang dapat membahayakan kehidupan.1
Sejak tahun 2004 di Indonesia telah dilaporkan kasus tinggi untuk demam berdarah
dengue di wilayah asia tenggara. Pada tahun 2005, Indonesia merupakan kontributor utama
terhadap kasus demam berdarah dengue di wilayah asia tenggara (53%) dengan total 95,270
kasus dan 1298 kematian (CFR = 1.36%). Jika dibandingkan dengan tahun 2004, maka terdapat
peningkatan kasus sebesar 17% dan kematian sebesar 36%. Pada tahun 2006 di Indonesia
terdapat 57 % dari kasus demam berdarah dengue dan kematian hampir 70 % di wilayah asia
tenggara.2
Pada tahun 2006, provinsi yang terjadi peningkatan kasus adalah Aceh, Bali, Sumsel,
Lampung, Kalbar, Jatim, Jabar, Gorontalo dan DKI Jakarta. Peningkatan kasus secara signifikan
terjadi di provinsi Jatim and Jabar. The case fatality rate sebesar 5% pada provinsi Sumsel.
2. Provinsi dengan CFR lebih dari 1 % adalah Aceh, Sumut, Riau, Kep Riau, Jambi, Bengkulu,
Banten, Jating, Jatim, Kalbar, Kateng, Kalsel, Katim, Sulut, Sulteng and Sulbar.3
Gambaran klinis dari dengue bervariasi dengan umur pasien, manifestasi klinisnya dapat
digolongkan menjadi febris non spesifik, klasik dengue, demam berdarah dengue, demam
berdarah dengue dengan dengue syok sindrom dan gejala yang jarang yaitu ensefalopati, dan
kegagalan hepar fulminant. Anak anak dengan infeksi dengue sering bermanifestasi sebagai
febris non spesifik dengan ruam makulopapular. Infeksi saluran pernafasan atas, terutama
faringitis, sangat sering. Kebanyakan infeksi yang terjadi pada anak usia dibawah 15 tahun
adalah asimptomatik atau minimal simptomatik.4
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mempresentasikan kasus demam berdarah dengue
yang berkembang menjadi dengue syok sindrom.
LAPORAN KASUS
Pada tanggal 12 februari 2008 seorang anak laki laki berusia 5 tahun dibawa ke poli anak
dengan keluhan utama panas. Berdasarkan anamnesis dari ibu pasien, panas telah berlangsung
selama 3 hari, panas bersifat persisten, disertai mual, muntah, pusing, sakit menelan, perut
kembung serta tidak buang air besar selama 3 hari.
Pasien dimasukkan ke bangsal anak dengan diagnosa panas yang tak terklasifikasikan,
dan mendapatkan terapi simptomatik, pemantauan tanda vital, dan pemeriksaan darah serial.
Pemeriksaan fisik pada saat masuk rumah sakit tidak didapatkan tanda tanda anemia,
sianosis, ikterus, maupun ruam. Berat badan anak tersebut 22 kg, nadi 80 kali per menit, tekanan
3. darah 110/70 mmHg, pernafasan 32 kali per menit, dan suhu badan 36,6 0
C. hepar dan lien tidak
terdapat pembesaran, ekstrimitas hangat dan tidak terdapat oedema. Tes rumple leede pada anak
tersebut didapatkan hasil yang positif.
Pemeriksaan laboratorium darah pada tanggal 12 februari 2008 didapatkan kadar
haemoglobin 14,2 g/dl, hematokrit 39 %, trombosit 84.000/mm3
, leukosit 2.300/mm3
, dan
dengue blot IgM (+) dan IgG (+). hasil laboratorium darah serial dapat dilihat pada tabel 1.
Pada saat pemantauan tanda vital rutin pada tanggal 13 februari 2008, didapatkkan
tekanan darah 90/70 mmHg, nadi 110 kali per menit dan lemah, serta ekstrimitas yang dingin.
Setelah dikonsulkan maka anak tersebut mendapatkan penatalaksanaan sesuai protokol WHO
untuk dengue syok sindrom. Setelah penatalaksanaan selesai, terlihat keadaan umum mulai
membaik dan pada tanda vital didapatkan tekanan darah 120/70, nadi 80 kali per menit kuat
angkat dan akral hangat, tetapi masih didapatkan keluhan mual dan nyeri abdomen. Terapi
simptomatik dilanjutkan, beserta pemantauan tanda vital dan laboratorium darah serial.
Setelah 6 hari dirawat pasca syok, terdapat peningkatan pada kondisi pasien. secara bertahap
terdapat peningkatan selera makan, panas tidak terdapat lagi, dan nilai laboratorium darah yang
stabil. Pada tanggal 19 februari 2008 pasien dipulangkan dengan keadaan umum yang stabil dan
kondisi yang baik.
PEMBAHASAN
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat
menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam
4. ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang
lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).4
Pada saat pertama kali datang ke poli anak, pasien telah mengalami panas yang telah
berlangsung selama 3 hari, bersifat persisten, disertai mual, muntah, pusing, dan sakit menelan.
Dikarenakan pada area endemik demam berdarah dengue kebanyakan terdapat pada usia
dibawah 15 tahun maka pada pasien ini dapat dicurigai adanya infeksi virus dengue, terlebih lagi
manifestasi klinisnya yang mirip dengan gejala dengue yaitu panas dengan sakit kepala berat,
mual, muntah, dan infeksi saluran pernafasan atas (pharingitis).4
Pemeriksaan fisik pada saat masuk rumah sakit tidak didapatkan tanda tanda anemia,
sianosis, ikterus, maupun ruam. Berat badan anak tersebut 22 kg, nadi 80 kali per menit, tekanan
darah 110/70 mmHg, pernafasan 32 kali per menit, dan suhu badan 36,6 0
C. hepar dan lien tidak
terdapat pembesaran, ekstrimitas hangat dan tidak terdapat oedema. Tes rumple leede pada anak
tersebut didapatkan hasil yang positif.
Salah satu fitur yang dapat digunakan untuk definisi secara klinis dari demam berdarah
dengue adalah hasil yang positif dari tes tourniquet, Tes tourniquet merefleksikan fragilitas dari
kapiler dan trombositopeni, pada penelitian yang dilakukan pada 240 anak di India pada tahun
1996 (Kabra et al. 1999), didapatkan tes tourniquet positif pada 40% anak dengan demam
dengue, 18% anak dengan demam dengue dengan perdarahan yang tidak lazim, 62% anak
dengan demam berdarah dengue dan 64% anak dengan dengue syok sindrom. Pada penelitian
lain yang melibatkan 172 anak di Thailand (Kalayanarooj et al. 1997), tes tourniquet positif pada
36% anak dengan demam dengue, 52% anak dengan demam berdarah dengue, dan 21% pada
anak dengan infeksi viral selain dengue. Pada penelitian yang melibatkan 1136 anak di Vietnam
5. yang dicurigai menderita infeksi dengue didapatkan bahwa tes tourniquet memiliki sensitifitas
41.6% untuk demam dengue, spesifitas 94,4%. Tes ini tidak dapat membedakan antara demam
dengue (45% positif) dan demam berdarah dengue (38% positif). Sebagai kesimpulan tes
tourniquet mempunyai nilai yang rendah dalam diagnosa dari infeksi demam dengue di rumah
sakit, namun ketika digunakan pada komunitas, hasil positif dari tes tourniquet sangat membantu
dalam memprediksi adanya infeksi dengue, tetapi hasil yang negatif dari tes tourniquet tidak
menyingkirkan adanya kemungkinan infeksi dengue.6
Pemeriksaan laboratorium darah pada tanggal 12 februari 2008 didapatkan kadar
haemoglobin 14,2 g/dl, hematokrit 39 %, trombosit 84.000/mm3
, dan leukosit 2.300/mm3
. Nilai
laboratorium ini menunjukan adanya trombositopenia (<100.000/mm3
), trombositopeni
merupakan kelainan laboratorium yang sering didapatkan sebagai manifestasi klinis dari demam
berdarah dengue, sedangkan pada demam dengue nilai trombosit jarang berada dibawah
100.000/mm3
.7
Perdarahan merupakan manifestasi yang sering didapatkan pada infeksi dengue,
perdarahan sangat bervariasi dan muncul bervariasi pada tubuh. Demam dengue juga telah
dihubungkan dengan manifestasi perdarahan yang tidak lazim. Perdarahan pada demam berdarah
merupakan multifaktorial. Penurunan pada platelet dan fibrinogen merupakan dua faktor yang
paling berkaitan dengan kelainan hemostatik perdarahan pada demam berdarah..
Perdarahan
spontan telah dihubungkan dengan jumlah trombosit < 20.000. Pada penelitian di india,
ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam manifestasi perdarahan antara
pasien dengan tromositopenia maupun non trombositopenia.8
6. Dari penemuan pada anamnesa, pemeriksaan fisik dan laboratorium pada hari pertama
pasien masuk rumah sakit dapat didiagnosa sebagai demam dengue karena telah memenuhi
kriteria WHO untuk demam dengue, yaitu demam, pusing, tes tourniquet yang positif, dan
leukopenia.
Pada pemeriksaan serial laboratorium darah pada hari kedua didapatkan kadar
haemoglobin 16,1 g/dl, hematokrit 48%, trombosit 80.000/mm3
, dan leukosit 3.100/mm3
, dan
dengue blot IgM positif dan IgG positif. Adanya peningkatan nilai hematokrit pada pemeriksaan
ini menunjukkan adanya hemokonsentrasi, dengan demikian pada hari kedua dirawat, diagnosa
pasien telah berubah dari demam dengue menjadi demam berdarah dengue grade I.
Pada hari yang sama pada observasi tanda tanda vital dari pasien didapatkkan tekanan
darah 90/70 mmHg, nadi 110 kali per menit dan lemah, serta ekstrimitas yang dingin. Keadaan
klinis ini menunjukkan bahwa pasien telah mengalami kegagalan sirkulasi, definisi dengue syok
sindrom menurut WHO adalah harus ada empat kriteria untuk demam berdarah dengue, dan
bukti akan adanya kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan kegelisahan, kulit yang dingin
lembab, nadi yang cepat dan lemah dan hipotensi (tekanan darah sistolik < 80 mmHg jika < 5
tahun atau < 90 mmHg jika > 5 tahun). Pada pasien ini syok terjadi pada febris hari keempat, hal
ini serupa dengan penelitian oleh Kan11
dimana demam berdarah dengue dengan syok
predominan terlihat pada pasien dengan febris hari ke empat dan hari kelima (76%), pada
penelitian oleh Kan11
juga menyebutkan bahwa manifestasi hepatomegali terdapat pada 76%
penderita demam berdarah dengue dengan syok, yang dimana tidak didapatkan pada pasien ini.
Pada hari pertama dirawat diagnosa pada pasien ini adalah demam dengue, karena tidak
adanya hemokonsentrasi, kemudian pada hari kedua dirawat, pada pemeriksaan laboratorium
7. menunjukkan adanya hemokonsentrasi, sehingga diagnosa berubah menjadi demam berdarah
dengue grade I, namun pada hari yang sama itu pula pasien mengalami dengue syok sindrom.
Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan segera,
namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat.
Terdapat beberapa kesulitan ketika mengikuti kriteria WHO untuk mengetahui adanya
kebocoran plasma untuk diagnosis dari demam berdarah dengue, karena biasanya
hemokonsentrasi (>20%) didiagnosa secara retrospektif. Hemokonsentrasi lebih dari 20%
memiliki sensitifitas dan nilai prediktif negatif yang rendah bila dibandingkan hemokonsentrasi
yang didasarkan pada nilai batas hematokrit pada area yang spesifik, terlebih lagi penggunaan
nilai batas hematokrit pada area yang spesifik telah direkomendasikan pada beberapa penelitian.
nilai batas hematokrit pada area yang spesifik untuk hemokonsentrasi adalah >34.8% pada umur
kurang dari 5 tahun dan >37.5% pada umur lebih dari 5 tahun.9
jika menggunakan nilai batas hematokrit pada area yang spesifik untuk hemokonsentrasi,
maka pada hari pertama masuk rumah sakit pasien sudah dapat didiagnosa dengan demam
berdarah dengue, sehingga akan meningkatkan kewaspadaan akan terjadinya dengue syok
sindrom.
Beberapa peneliti juga menemukan beberapa faktor resiko untuk terjadinya dengue syok
sindrom. Penelitian oleh Soejoso10
di RSUD Dr. Soetomo yang melibatkan 92 orang didapatkan
gambaran hematokrit yang bermakna pada rentang harga hematokrit antara 35-60%. Dari seluruh
hasil yang bermakna tersebut pada kadar hematokrit 47% mempunyai spesifisitas 80,0% dan
sensitifitas 55,3%. Sehingga dapat dikatakan apabila pada penderita DBD dijumpai kadar
hematokrit lebih besar 47% perlu diwaspadai akan terjadinya kegagalan sirkulasi. Penelitian oleh
8. Junia12
menemukan bahwa faktor resiko untuk terjadinya dengue syok sindrom adalah usia 5-9
tahun, obesitas, dan nyeri abdominal yang persisten. Dalam penelitiannya Kan11
menemukan
bahwa nyeri abdomen, febris yang berlangsung hingga 4-5 hari, hematokrit ≥46%, dan trombosit
>50,000/μL berhubungan dengan syok pada demam berdarah dengue. Tantracheewathorn13
dalam penelitiannya juga menemukan bahwa factor resiko untuk dengue syok sindrom adalah
perdarahan, infeksi dengue sekunder dan hemokonsentrasi > 22%.
Meskipun pada pasien ini pertama kali didiagnosa demam dengue, namun adanya faktor
faktor resiko untuk terjadinya syok harus dicermati, sehingga dapat meramalkan akan terjadinya
kedaruratan. Dari sembilan faktor resiko untuk terjadinya dengue syok sindrom, pada pasien ini
terdapat 6 diantaranya, yaitu hematokrit > 47%, usia berada diantara 5-9 tahun, panas hari
keempat dan kelima, trombosit lebih dari 50.000/mm3
, infeksi dengue sekunder, dan
hemokonsentrasi > 22%.
Pasien dapat dipulangkan apabila memenuhi keadaan dimana tampak perbaikan secara
klinis, tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, tidak dijumpai distres pernafasan
(disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis), hematokrit stabil, jumlah trombosit cenderung naik
> 50.000/pl, tiga hari setelah syok teratasi, dan nafsu makan membaik.
KESIMPULAN
Infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, dari demam
dengue sampai dengue syok sindrom. Diagnosis demam dengue dengan kriteria WHO tidak
bersifat statis dan harus selalu dikonfirmasi dengan manifestasi klinis. Diagnosis dini demam
berdarah dengue dapat dilakukan dengan modifikasi pada kriteria hemokonsentrasi yang
9. dimodifikasi dengan menggunakan nilai hematokrit pada area yang spesifik, dan kewaspadaan
akan terjadinya dengue syok sindrom pada penderita demam dengue dapat dilakukan lebih awal
dengan memperhatikan faktor faktor resiko untuk terjadinya dengue syok sindrom.
DAFTAR PUSTAKA
1. CDC. Dengue Hemorrhagic Fever in U.S.-Mexico Border, 2005. MMWR, (online), August
10, 2007 / 56(31);785-789,
(http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm5631a1.htm, diakses 21 februari
2008).
2. WHO. Dengue/DHF Reported Cases of DF/DHF in Selected Countries in SEA Region
(1985 – 2005). 2007, (online), (http://www.who.org, diakses 21 februari 2008).
3. WHO. Dengue/DHF Trend of Dengue case and CFR in SEAR Countries. 2007, (online),
(http://www.who.org, diakses 21 februari 2008).
4. Gibbons RV, Vaughn DW. Dengue: an escalating problem. BMJ, (online), 2002;324;1563-
1566, (http://www.bmj.com, diakses 21 februari 2008).
5. WHO. 1999. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Hemorrhagic Fever in
Small Hospitals. SEARO. New Delhi
6. Phuong CXT, Nhan NT, Wills B et al. Evaluation of the World Health Organization
standard tourniquet test and a modified tourniquet test in the diagnosis of dengue
infection in Viet Nam. Tropical Medicine and International Health. february 2002
volume 7 no 2 pp 125–132
7. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. 2004. Nelson textbook of pediatrics 17th ed.
Saunders. Philadelphia.
8. Shivbalan S, Anandnathan K, Balasubramanian S et al. Predictors of spontaneous bleeding
in dengue. Indian journal of pediatrics, vol 71 januari 2004.
10. 9. Balasubramanian S, Janakiraman L, Kumar SS et al. A Reappraisal of the Criteria to
Diagnose Plasma Leakage in Dengue Hemorrhagic Fever. Indian Pediatrics, volume 43
april 17, 2006.
10. Soejoso DA. 1998. Gambaran Hematokrit, Thrombosit dan Plasma Protein pada
Penderita Demam Berdarah Dengue. Perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. Surabaya
11. Kan EF, Rampengan TH. Factors associated with shock in children with dengue
hemorrhagic fever. Paediatrica Indonesiana, Vol. 44, No. 9-10 September 2004.
12. Junia J, Garna H, Setiabudi D. Clinical risk factors for dengue shock syndrome in
children. Paediatr Indones, Vol. 47, No. 1, January 2007
13. Tantracheewathorn T, Tantracheewathorn S. Risk Factors of Dengue Shock Syndrome in
Children. J Med Assoc Thai, 2007; 90 (2): 272-7.