SlideShare a Scribd company logo
1 of 67
HUKUM ACARA PERADILAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL (Teori & Praktek)
Oleh:
DR. TANTI KIRANA UTAMI, SH, MH
082128487788
Pengertian ;
Pengertian hubungan industrial menurut Pasal 1
angka 16 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, adalah:
• “Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara
pelaku dalam proses produksi barang dan/atau
jasa yang terdiri dari unsur pengusaha,
pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan
pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945”.
Menurut Payaman J. Simanjuntak,
“ Hubungan industrial adalah hubungan antara
semua pihak yang terkait atau berkepentingan
atas proses produksi barang atau pelayanan jasa
di suatu perusahaan”.
Menurut Yunus Shamad:
“ hubungan industrial dapat diartikan sebagai
suatu corak sistem pergaulan atau sikap dan
perilaku yang terbentuk di antara para pelaku
proses produksi barang dan jasa, yaitu pekerja,
pengusaha, pemerintah dan masyarakat”.
Menurut Muzni Tambuzai:
”hubungan industrial pada intinya merupakan
pola hubungan interaktif yang terbentuk di
antara para pelaku proses produksi barang dan
jasa (pengusaha, pekerja/buruh dan
pemerintah) dalam suatu hubungan kerja”.
Landasan hukum Hubungan Industrial terdiri
atas :
• Landasan idiil ialah Pancasila.
• Landasan konstitusional ialah UUD 1945.
• Landasan operasional ialah
peraturan/kebijakan-kebijakan
Pemerintah.
Dalam melaksanakan hubungan industrial,
pengusaha dan organisasi pengusaha
mempunyai fungsi menciptakan kemitraan,
mengembangkan usaha, memperluas lapangan
kerja dan memberikan kesejahteraan
pekerja/buruh secara terbuka, demokratis dan
berkeadilan (Pasal 103 ayat (3) UU No. 13 Tahun
2003).
Pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh
dalam melaksanakan hubungan industrial
mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan
sesuai dengan kewajibannya, menjaga
ketertiban demi kelangsungan produksi,
menyalurkan aspirasi secara demokratis,
mengembangkan keterampilan dan keahliannya
serta ikut memajukan perusahaan dan
memperjuangkan kesejahteraan anggota
beserta keluarganya.
Tujuan hubungan industrial
Tujuan hubungan industrial ialah mengemban cita-
cita Proklamasi di dalam pembangunan nasional
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
yang berdasarkan Pancasila serta ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan social melalui
ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta
ketenagan usaha dalam meningkatkan produksi dan
meningkatkan kesejahteraan pekerja serta
derajatnya.
Suwarto menyatakan, tujuan akhir pengaturan
hubungan industrial adalah peningkatan
kesejahteraan bagi semua pihak.
Ciri-ciri hubungan industrial
Ciri-ciri hubungan industrial , ialah :
• Mengakui dan meyakini bahwa pekerja bukan sekedar mencari
nafkah saja, melainkan juga sebagai pengabdian manusia kepada
Tuhannya, sesame manusia, masyarakat, bangsa dan Negara.
• menganggap pekerja bukan hanya sekedar factor produksi belaka
melainkan sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan
martabatnya.
• melihat antara pekerja dan pengusaha bukan mempunyai
kepentingan yang bertentangan, melainkan kepentingan yang sama
untuk kemajuan perusahaan.
• Setiap perbedaan pendapat antara pekerja dan pengusaha harus
diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat
yang dilakukan secara kekeluargaan.
• Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban untuk kedua belah
pihak, atas dasar rasa keadilan dan kepatutan.
Sarana pendukung hubungan
industrial
Sarana pendukung hubungan industrial adalah sebagai berikut :
• LKS Bipartit, ialah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-
hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan,
yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja yang
sudah tercatat instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan atau unsure pekerja.
• LKS Tripartit, ialah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah
tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari
unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja dan pemerintah.
• Perjanjian Kerja Bersama.
• Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
• Pendidikan hubungan industrial, sebagai upaya penyebarluasan
pedoman hubungan industrial agar dapat dipahami serta
dilaksanakan oleh semua pihak.
• Penyempurnaan ketentuan ketenagakerjaan.
Perselisihan hubungan industrial
Perselisihan hubungan industrial ialah perbedaan
pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh
karena adanya perselisihan mengenai hak,
perselisihan kepentingan dan perselisihan
pemutusan hubungan kerja serta perselisihan
antara serikat pekerja /serikat buruh hanya dalam 1
(satu) perusahaan. (Pasal 1 angka 1 UU NO. 2 tahun
2004 tentang PPHI).
Jenis-jenis perselisihan hubungan
industrial
Jenis-jenis perselisihan hubungan industrial dibagi 4, yaitu ;
• Perselisihan hak ialah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya
hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
• Perselisihan kepentingan, ialah perselisihan yang timbul dalam hubungan
kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan
atau perubahan syarat-syaat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,
atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
• Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul
karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
• Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan
antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh
lain hanya dalam satu perusahaan karena tidak adanya persesuaian
paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban
keserikatpekerjaan.
Tata cara penyelesaian perselisihan
hubungan industrial
Di dalam UU NO. 2 Tahun 2004 tentang PPHI, tata
cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial
adalah sebagai berikut :
• Penyelesaian melalui Bipartit.
• Penyelesaian melalui mediasi.
• Penyelesaian melalui konsiliasi.
• Penyelesaian melalui arbitrase.
• Pengadilan hubungan industrial.
• Perundingan bipartit ialah perundingan antara
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh
dengan pengusaha untuk menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial.
• Mediasi hubungan industrial ialah
penyelesaian perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan
kerja, dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi
oleh seorang atau lebih mediator.
• Konsiliasi hubungan industrial ialah penyelesaian perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau
perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan melalui msyawarah yang ditengahi oleh seorang atau
lebih konsiliator.
• Arbitrase hubungan industrial ialah penyelesaian perselisihan
kepentingan dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh
hanya dalam satu perusahaan, di luar pengadilan hubungan
industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang
berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada
arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.
Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah
diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke pengadilan
hubungan industrial
Pengadilan hubungan industrial ialah pengadlan
khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan
negeri (peradilan umum) yang berwenang
memeriksa, mengadili dan memberi putusan
terhadap perselisihan hubungan industrial.
Hukum acara yang berlaku pada pengadilan
hubungan industrial adalah hukum acara
perdata yang berlaku pada Pengadilan di
lingkungan peradilan umum, kecuali yang diatur
secara khusus dalam UU NO. 2 Tahun 2004.
HUKUM ACARA PPHI
Hukum acara adalah keseluruhan aturan-aturan hukum
yang mengatur bagaimana cara menegakkan,
mempertahankan hak-hak dan kewajiban.
Menurut R. Soeroso
“ hukum acara adalah kumpulan ketentuan-ketentuan
dengan tujuan memberikan pedoman dalam usaha
mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan
atau suatu ketentuan hukum dalam hukum materil yang
berarti memberikan kepada hukum acara suatu hubungan
yang mengabdi kepada hukum materil”.
Dengan adanya UU No. 2 Tahun 2004
tentang PPHI telah memberikan suatu cara
untuk menyelesaikan berbagai permasalahan
yang terjadi di dalam hubungan industrial.
Penyelesaian tersebut telah di atur sedemikian
rupa,sehingga setiap perselisihan dapat di
selesaikan hanya dalam waktu tidak lebih dari
140 hari,hal ini termasuk cepat bila di
bandingkan dengan penyelesaian perselisihan
pada umumnya.
Waktu yang tidak lebih dari 140 hari untuk
menyelesaikan perselisihan hubungan idunstrial
tersebut adalah sebagai berikut:
a. bipartite 30 hari kerja,
b. mediasi/konsiliasi/arbitrase,30 hari kerja,
c. pengadilan hubungan industrial 50 hari kerja
dan
d. mahkamah agung 30 hari kerja.
PERSIAPAN PERUNDINGAN BIPARTIT
Hal hal yang perlu di siapkan oleh para pihak sebelum
melakukan perundingan bipartit adalah penguasaan atas
fakta fakta atau peristiwa peristiwa yang terjadi,dasar hukum
yang jelas untuk menguatkan tuntutan,dan strategi untuk
menenangkan perundingan, Caranya adalah sebagai berikut :
• Mengumpulkan fakta fakta dan bukti bukti tentang
kejadian atau peristiwa yang terjadi.Selanjutnya
mengidentifikasi fakta fakta hukum dan di kaitkan dengan
peraturan perundangan yang relevan,termasuk perjanjian
perjanjian yang ada.Suatu periatiwa atau kejadian di sebut
sebagai fakta hukum jika mem bawa akibat hukum.Jika
peristiwa tersebut tidak mempunyai implikasi huku m di
sebut fakta sosial.
• Menetapkan sasaran dengan mempertimbangkan
tiga posisi,yaitu posisi ideal,posisi target dan
posisi resisten. Posisi ideal adalah hasil yang
terbaik yang dapat di capai oleh pihak pihak yang
bernegosiasi.Bagi pekerja hal ini
merepresentasikan penawaran pembukanya .
Posisi target mererpresentasikan hasil yang di
harapkan oleh para pihak yang melakukan
perundingan.Ini merupakan posisi ideal tidak
dapat di capai.Sedangkan posisi resisten adalah
garis paling bawah atau batas paling akhir,yang
di harapkan oleh para pihak yang berunding.
Hal hal lain yang perlu di perhatikan sebelum melakukan
perundingan bipartite adalah :
• Pihak yang merasa di rugikan berinisiatif
mengkomunikasikan masalahnya secara tertulis kepada
pihak lainya.
• Apabila pihak yang merasa di rugikan adalah pekerja/buruh
perseorangan yang menjadi anggota serikat pekerja/serikat
buruh,dapat membrikan kuasa kepada pengurus serikat
pekerja/serikat buruh di perusahaan tersebut untuk
mendampingi pekerja/buruh dalam perundingan
• Pihak pengusah atau manajemen perusahaan dan/atau
yang di beri mandate harus menangani penyelesaian
perselisihan secara langsung
• Dalam perundingan bipartit,seikat pekerja/serikat buruh
atau pengusaha dapat meminta pendampimgan kepada
perangkat organisasinya masing masing ;
• Dalam hal pihak pekerja/buruh yang merasa di rugikan
bukan anggota serikat pekerja/serikat buruh dan jumlahnya
lebih dari 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh,maka harus
menunjuk wakilnya secara tertulis yang di sepakati paling
banyak 5 (lima) orang dari pekerja/buruh yang merasa di
rugikan;
• Dalam hal perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
dalam satu perusahaan ,maka masing serikat
pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya paling banyak 10
(sepuluh) orang (pasal 4 ayat (1) huruf a permenakertrans
No.31 tahun 2008)
PELAKSANAAN PERUNDINGAN
BIPARTIT
Apabila permintaan berunding oleh salah satu
pihak di setujui oleh pihak lain,maka selanjutnya
menentukan tempat,hari dan jam
perundingan,setelah di lakukan perundingan.
Bagaimana mengenai waktu yang harus di tempuh
oleh para pihak dalam perundingan
bipartite?Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UUPPHI
menentukan bahwa penyelesaian perselisihan
melalui bipartit harus di selesaikan paling lambat 30
hari kerja sejak tanggal di mulalinya perundingan.
Hal hal lain yang perlu di perhatikan dalam
perundingan bipartit adalah sebagai berikut.
• Kedua belah pihak menginventnarisasi dan
mengidentifikasi permasalahan.
• Kedua belah pihak dapat menyusun dan
menyetujui tata tertib secara tertulis dan jadwal
perundingan yang telah di sepakati.
• Dalam tata tertib para pihak dapat menyepakati
bahwa selama perundingan di lakukan,kedua
belah pihak tetap melaklukan kewajibanya
sebagaimana mestinya.
• Para pihak melakukan perundingan sesuai tata tertib dan jadwal
yang disepakati.
• Dalam hal salah satu pihak tidak bersedia melanjutkan
perundingan,maka para pihak atau salah satu pihak dapat mencatat
perselisihanya pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenaga kerjaan kabupaten/kota tempat pekerja/buruh bekerja
walaupun belum mencapai 30 hari kerja.
• Setalah mencapai 30 (tiga puluh) hari kerja,perundingan bipartit
tetap dapat di lanjutkan sepanjang di sepakati oleh para pihak.
• Setiap tahapan perundingan harus di buat risalah yang di
tandatangani oleh para pihak ,dan apabila salah satu pihak tidak
bersedia mentandatangani,maka hal ketidaksediaan itu di catat
dalam risalah di maksud.
• Hasil perundingan di buat dalam bentuk risalah akhir yang sekurang
kurangnya memuat :
a. Nama lengkap dan alamat para pihak ;
b. Tanggal dan tempat perundingan ;
c. Pokok masal ah atau objek yang di perselisihkan ;
d. Pendapat para pihak ;
e. Kesimpulan atau hasil perundingan ;
f. Tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.
. Rancangan risalah akhir di buat oleh pengusaha dan di tanda tangani
oleh kedua belah pihak dan salah satu pihak bilamana pihak lainya
tidak bersedia menandatanganinya,contoh risalah perundingan,lihat
contoh 3 pada bagian akhir bab ini (pasal 6 UUPPHI jo.pasal 4 ayat (1)
huruf b permenakertrans No.31 tahun 2008)
TAHAP SETELAH SELESAI
PERUNDINGAN
• Para pihak setelah melakukan perundingan bipartite,maka
akan ada 2 (dua) kemungkinan,yaitu tercapai kesepakatan
dan tidak tercapai kesepakatan atau gagal.
apabila perundingan bipartite tersebut tercapai kesepakatan,
maka para pihak harus membuat perjanjjian bersama yang di
tandatangani oleh para pihak. Perjanjian bersama yang telah
di buat oleh para pihak wajib di daftarkan pada pengadilan
hubungan industrial pada pengadilan negeri di wilayah para
pihak mengadakan perjanjian bersama, untuk mendapatkan
akta bukti pendaftaran perjanjian bersama, akta tersebut
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian
bersama
Dalam hal perundingan bipartit tidak tercapai
kesepakatan atau salah satu pihak menolak
untuk berunding, maka kedua belah pihak atau
salah satu pihak mencatat perselisihanya kepada
instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan
bukti upaya upaya penyelesaian melalui
biparatit telah di lakukan,tetapi gagal (pasal 4
ayat (1) UUPPHI)
PENYELESAIAN PERSELISIHAN DI LUAR PENGADILAN
apabila para pihak gagal/tidak tercapai kesepakatan
dalam perundingan bipartit, maka para pihak dapat
menempuh penyelesaian perselisihan di luar pengadilan
yang telah di sediakan oleh para pemerintah dalam
upayanya untuk memberikan pelayanan masyarakat
khususnya kepada masyarakat pekerja/buruh dan
pengusaha. Yang mana para pihak yang berselisih telah di
sediakan 3 (tiga) pilihan lembaga penyelesaian
perselisihan di luar pengadilan, yaitu:
1. Mediasi hubungan industrial/
2. Konsiliasi hubungan industrial, dan
3. Arbitrase hubungan industrial.
Penyelesaian melalui mediasi
Perselisihan mana saja yanag dapat di selesaikan
melalui lembaga mediasi? Berdasarkan Pasal 1
angka 11 UU No. 2 tahun 2004 telah
menentukan bahwa mediasi merupakan upaya
penyelesaian semua jenis perselislilhan
hubungan industrial, perselisihan hak,
perselisihan kepentingan, perelisihan PHK, dan
perselisihan antarserikat pekerja/buruh.
• Yang berhak melakukan mediasi adalah
mediator yang berada di setiap kantor instansi
yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan.
Mengenai kedudukan mediator adalah sebagai berikut.
1. Mediator yang berkedudukan Di Departemen Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi, melakukan mediasi perelisihan hubungan
industrial yang terjadi lebih dari satu wilayah provinsi.
2. Mediator yang berkedudukan di instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi, melakukan mediasi
hubungan industsrial yang terjadi lebih dari satu wilayah
kabupaten/kota.
3. Mediator yang berkedudukan di instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota, melakukan
mediasi perselisihan hubungan industrial yang terjadi dij
wilayah kabupaten/kota tempat bekerja/buruh bekerja (pasal
11 Kepmenekertranas No. 92 tahun 2004).
Penyelesaian melalui konsiliasi
Konsiliasi hubungan industrial ialah penyelesaian perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau
perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam
satu perusahaan melalui msyawarah yang ditengahi oleh
seorang atau lebih konsiliator.
Konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat
sebagai konsiliator yang ditetapkan oleh menteri, yang
bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran
tertulis kepada pihak yang berselisih untuk menyelesaikan
perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan
antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Nomor 10 tahun 2005, konsilistor
mempunyai kewenangan:
1. Meminta keterangan kepada para pihak;
2. Menolak wakil para pihak apabila ternyata tidak
memiliki surata kuasa;
3. Menolak konsiliasi bagi para pihak yang belum
melakukan perundingan bipartit;
4. Meminta surat/dokumen yang berkaitan dengan
perselisihan memanggil saksi atau saksi ahli;
5. Membuka buku dan meminta surat surat yang di
perlukan dari para pihak, instansi/lembaga terkait.
Sedangkan kewajiban konsiliator berdasarkan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 10 tahun 2005 adalah:
• Memanggil para pihak yang berselisih untuk dapat di dengar
keterangan yang di perlukan;
• Mengatur dan memimpin konsiliasi;
• Membantu membuat Perjanjian Bersama apabila tercapai
kesepakatan penyelesaian;
• Membuat risalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial;
• Membuata dan memlihara buku khusus dan berkas perselisihan
yang di tandatangani;
• Membuat laporan hasil penyelesaian perselisihan hubungan
industrial kepada Menteri melalui Dirjen Pembinaan Hubungan
Industrial
Penyelesaian melalui arbitrase
Jika para pihak memilih arbitrase sebagai alternatif
penyelesaian , maka para pihak harus membuat surat
perjanjian arbitrase yang sekurang-kurangnya memuat:
1. Nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan
para pihak yang berselisih.
2. Pokok persoalan yang menjadi perselisihan.
3. Jumlah arbiter yang disepakati
4. Pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk
dan menjalankan keputusan arbitrase.
5. Tempat, tangal pembuatan surat perjanjian dan tanda
tangan para pihak.
Pemeriksaan sidang arbitrase dilakukan secara
tertutup kecuali para pihak menentukan lain.
PENGADILAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL
Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan
khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum.
Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus:
a. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;
b. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
kepentingan;
c. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan
hubungan kerja;
d. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu
perusahaan.
Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan
Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata
yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus
dalam undang-undang ini.
Dalam Pasal 58 UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI
dijelaskan bahwa Dalam proses beracara di
Pengadilan Hubungan Industrial, pihak-pihak yang
berperkara tidak dikenakan biaya termasuk biaya
eksekusi yang nilai gugatannya di bawah
Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
UUPHI , permata kali ini dibentuk Pengadilan Hubungan
Industrial pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota yang
berada di setiap Ibukota Provinsi yang daerah hukumnya
meliputi provinsi yang bersangkutan.
(2) Di Kabupaten/Kota terutama yang padat industri, dengan
Keputusan Presiden harus segera dibentuk Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.
Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri terdiri dari:
a. Hakim;
b. Hakim Ad-Hoc;
c. Panitera Muda; dan
d. Panitera Pengganti.
Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada
Mahkamah Agung terdiri dari:
a. Hakim Agung;
b. Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung; dan
c. Panitera.
Pasal 81 UUPHI menjelaskan bahwa Gugatan
perselisihan hubungan industrial diajukan kepada
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh
bekerja.
Selanjutnya, Pasal 82 menegaskan bahwa Gugatan oleh
pekerja/buruh atas pemutusan hubungan kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 dan Pasal 171
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjan, dapat diajukan hanya dalam tenggang
waktu 1 (satu) tahun sejak diterimanya atau
diberitahukannya keputusan dari pihak pengusaha.
Pengajuan gugatan yang tidak dilampiri risalah
penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi,
maka hakim Pengadilan Hubungan Industrial
wajib mengembalikan gugatan kepada
pengugat. Untuk itu, Hakim berkewajiban
memeriksa isi gugatan dan bila terdapat
kekurangan, hakim meminta pengugat untuk
menyempurnakan gugatannya.
Gugatan yang melibatkan lebih dari satu
penggugat dapat diajukan secara kolektif
dengan memberikan kuasa khusus. Penggugat
dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya
sebelum tergugat memberikan jawaban. Apabila
tergugat sudah memberikan jawaban atas
gugatan itu, pencabutan gugatan oleh
penggugat akan dikabulkan oleh Pengadilan
Hubungan Industrial hanya apabila disetujui
tergugat. (Pasal 85).
• Dalam hal perselisihan hak dan/atau perselisihan
kepentingan diikuti dengan perselisihan
pemutusan hubungan kerja, maka Pengadilan
Hubungan Industrial wajib memutus terlebih
dahulu perkara perselisihan hak dan/atau
perselisihan kepentingan.
Serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi
pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum
untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial
untuk mewakili anggotanya.
Untuk mengajukan gugatan melalui pengadilan ,
maka penggugat harus membuat surat gugatan.
Surat gugatan adalah surat yang berisikan
tuntutan penggugat yang merasa haknya
dilanggar oleh tergigat untuk meminta putusan
yang adil dari hakim pengadilan.
Persiapan pembuatan surat gugatan diawali
dengan memahami jenis-jenis perselisihan pada
hubungan industrial yang akan diperkarakan
secara perdata dan duduk persoalan yang
sebenarnya. Mengumpulkan fakta-fakta, alat
bukti dan risalah penyelesaian melalui mediasi
atau konsiliasi sebagai lampiran surat gugatan.
Untuk membuat surat gugatan, pada pokoknya
berisi:
1. Identitas para pihak
2. Posita atau fundamentu petendi (dalil-dalil
konkret tentang adanya hubungan hukum
yang merupakan dasar serta alasan-alasan
daripada tuntutan.
3. Petitum (tuntutan)
Syarat-syarat subtansil suatu gugatan dalam
praktek pengadilan dinamakan syarat formal,
yaitu:
1. Tempat dan tanggal pembuatan surat
gugatan
2. Judul surat gugatan
3. Pengadilan yang dituju
4. Materai dan tanda tangan
Dengan memperhatikan syarat-syarat tersebut, maka agar
suatu surat gugatan dapat memenuhi syarat-syarat
tersebut dapat dibuat kerangka sebagai berikut:
1. Tempat dan tanggal pembuatan surat gugatan
2. Judul surat gugatan
3. Pengadilan yang dituju
4. Identitas para pihak
5. Posita
6. Petitum
7. Materai dan tanda tangan
1. Tempat dan tanggal
Dalam surat gugatan dicantumkan tempat
dimana gugatan tersebut dibuat, apakah dibuat
ditempat domisili penggugat atau ditempat
kuasanya. Kemdian disebutkan tanggal, bulan,
tahun berapa dibuatnya. Apabila ada perbedaan
antara tanggal surat gugatan dengan tanggal
yang dimuat dalam materai surat gugatan, maka
tanggal pada materai yang dianggap benar.
Dengan adanya tanggal dalam surat gugatan, maka
akan dapat diketahui dan berakibat hukum gugatan
tidak dapat diterima dalam hal, sebagai berikut:
1. Gugatan menjadi kadaluarsa, dalam gugatan yang
berkaitan dengan tenggang waktu tuntutan hak
yang disediakan oleh undang-undang. Pasal 82
UUPPHI menentukan bahwa gugatan oleh pekerja
atas PHK dapat diajukan hanya dalam tenggang
waktu 1 (satu) tahun sejak diterimanya atau
diberitahukannya keputusan itu dari pengusaha.
2. Gugatan menjadi tidak sah apabila tanggal
yang tertera dalam surat gugatan lebih awal dari
tanggal surat kuasa, apabila gugatan diajukan
dengan menggunakan kuasa hukum.
2. Judul surat gugatan
Judul yang dimaksud disini adalah kalimat
pendek yang dicantumkan pada bagian atas
sebelah kiri dari awal surat gugatan di bawah
tempat dan tanggal pembuatan surat gugatan.
Contoh: Bandung, 1 juni 2017
Perihal: gugatan tentang perselisihan PHK…..
3. Pengadilan yang dituju
Kewenangan pengadilan ada 2:
.a. Kewenangan mutlak/kompetensi absolut
artinya wewenang lembaga pengadilan dalam
memeriksa jenis perkara tertentu yang secara
mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan
pengadilan lain, baik dalam lingkungan peradilan
yang sama (PN, PT, MA) maupun dalam
lingkungan peradilan yang lain (PN, PA).
b. Kewenangan nisbi/kompetensi relatif , artinya
pengadilan mana yang berwenang mengadili.
Contoh; ada sengketa ketenagakerjaan, maka yang
berwenang mengadili adalah PHI jakarta atau PHI
serang? Maka gugatan perselisihan hubungan
industrial harus diajukan kepada PHI pada PN yang
daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh
bekerja, bukan tempat tinggal tergugat. Jadi
siapapun yang menggugat(pekerja/pengusaha)
tempat pekerja harus dijadikan patokan.
4. Identitas para pihak
Harus dicantumkan secara jelas identitas
penggugat dan tergugat, dapat perseorangan
maupun kelompok atan badan hukum.
5. posita
Posita atau dalil-dalil konkret tentang adanya
hubungan hukum yang merupakan alasan
daripada tuntutan. Diuraikan tentang rangkaian
kejadiab dari awal mula hubungan hukum
antara penggugat dengan tergugat sampai
terjadinya sengketa serta telah dilakukan
penyelesaian bipartit atau di luar pengadilan.
Dalam pembuatan surat gugatan, penempatan
posita diletakan di bawah identitas para pihak.
6. petitum
Petitum adalah apa yang diminta atau
diharapkan penggugat agar diputuskan oleh
hakim. Sebuah tuntutan dapat dikelompokan
menjadi 3 (tiga) bagian yaitu:
a. Tuntutan primer
b. Tuntutan tambahan
c. Tuntutan subsidair atau tuntutan pengganti
7. Materai dan tanda tangan
penggugat
Setelah surat gugatan selesai disusun, maka
surat gugatan itu dibubuhkan materai dengan
ditandatangani oleh penggugat atau kuasa
hukumnya. Tanda tangan itu dibubuhkan pada
bagian akhir surat gugatan dan ditempatkan di
atas materai yang cukup.
JALANNYA PERSIDANGAN PADA PHI
a. Sidang pertama, pembacaan gugatan
b. Sidang kedua, jawaban tergugat
c. Sidang ketiga, replik (tanggapan penggugat)
d. Sidang keempat, duplik (sanggahan tergugat)
e. Sidang kelima, pembuktian (penggugat)
f. Sidang keenam, pembuktian (tergugat)
g. Sidan ketujuh, kesimpulan
h. Sidang kedelapan, putusan hakim
JAWABAN TERGUGAT
a. Jawaban dalam eksepsi
b. Jawaban dalam pokok perkara
c. Permohonan atau petitum
d. Gugatan rekonvensi
PEMBUKTIAN DAN UPAYA HUKUM
Pembuktian, meliputi bukti tertulis, bukti saksi,
persangkaan,pengakuan, sumpah dan
keterangan ahli.
Terhadap putusan PHI hanya mengatur upaya
hukum kasasi. Upaya hukum kasasi pun masih
dibatasi, artinya tidak semua perselisihan
hubungan industrial dapat dimohonkan kasasi
hanya perselisihan hak dan perselisihan PHK.
Terima Kasih

More Related Content

Similar to HUKUM PPHI

Mengapa dalam satu perusahaan penting adanya Serikat Pekerja.docx
Mengapa dalam satu perusahaan penting adanya Serikat Pekerja.docxMengapa dalam satu perusahaan penting adanya Serikat Pekerja.docx
Mengapa dalam satu perusahaan penting adanya Serikat Pekerja.docxiwanahwanah
 
Perspektif Hubungan Industrial
Perspektif Hubungan IndustrialPerspektif Hubungan Industrial
Perspektif Hubungan IndustrialSeta Wicaksana
 
perspektifhubunganindustrial-221128172420-9420161b.pptx
perspektifhubunganindustrial-221128172420-9420161b.pptxperspektifhubunganindustrial-221128172420-9420161b.pptx
perspektifhubunganindustrial-221128172420-9420161b.pptxUmmuFaizah7
 
7.hbl,clara monalisa, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan ,universitas ...
7.hbl,clara monalisa, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan ,universitas ...7.hbl,clara monalisa, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan ,universitas ...
7.hbl,clara monalisa, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan ,universitas ...claramonalisa09
 
7. hbl,clara monalisa,hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu buana, 2018
7. hbl,clara monalisa,hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu buana, 20187. hbl,clara monalisa,hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu buana, 2018
7. hbl,clara monalisa,hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu buana, 2018claramonalisa09
 
Resume Hukum Ketenagakerjaan - Perjanjian Kerja Bersama
Resume Hukum Ketenagakerjaan - Perjanjian Kerja BersamaResume Hukum Ketenagakerjaan - Perjanjian Kerja Bersama
Resume Hukum Ketenagakerjaan - Perjanjian Kerja BersamaRachardy Andriyanto
 
Sosialisasi dan Konsolidasi.pptx
Sosialisasi dan Konsolidasi.pptxSosialisasi dan Konsolidasi.pptx
Sosialisasi dan Konsolidasi.pptxBrian801227
 
Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm
Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mmHukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm
Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mmDadang Budiaji
 
Cut Zurnali - Perselisihan Hubungan Industrial
Cut Zurnali - Perselisihan Hubungan IndustrialCut Zurnali - Perselisihan Hubungan Industrial
Cut Zurnali - Perselisihan Hubungan Industrialcutzurnali
 
Materi-Diah-Susilowati-Hakim-PHI-Yogya.ppt
Materi-Diah-Susilowati-Hakim-PHI-Yogya.pptMateri-Diah-Susilowati-Hakim-PHI-Yogya.ppt
Materi-Diah-Susilowati-Hakim-PHI-Yogya.pptAhmadNailulAuthor
 
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, hukum perburuhan, makalah
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,  hukum perburuhan, makalahTm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,  hukum perburuhan, makalah
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, hukum perburuhan, makalahWennaSustiany
 
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,HUKUM PERBURUHAN,UNIVERSITAS MERCU BUA...
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,HUKUM PERBURUHAN,UNIVERSITAS MERCU BUA...HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,HUKUM PERBURUHAN,UNIVERSITAS MERCU BUA...
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,HUKUM PERBURUHAN,UNIVERSITAS MERCU BUA...febrysaragih
 
Presentasi Hukum Ketenagakerjaan
Presentasi Hukum KetenagakerjaanPresentasi Hukum Ketenagakerjaan
Presentasi Hukum KetenagakerjaanArif Gunawan
 
presentasihukumketenagakerjaan-180914091355.pdf
presentasihukumketenagakerjaan-180914091355.pdfpresentasihukumketenagakerjaan-180914091355.pdf
presentasihukumketenagakerjaan-180914091355.pdfmanaf13
 
PPT HUKBIS KEL 5 HUKUM TENAGA KERJA.pptx
PPT HUKBIS KEL 5 HUKUM TENAGA KERJA.pptxPPT HUKBIS KEL 5 HUKUM TENAGA KERJA.pptx
PPT HUKBIS KEL 5 HUKUM TENAGA KERJA.pptxaciambarwati
 
Hubngan Industrial-MSDM.pdf
Hubngan Industrial-MSDM.pdfHubngan Industrial-MSDM.pdf
Hubngan Industrial-MSDM.pdfhamjaabduhalik
 
MSDM SERIKAT KERJA 2.ppt
MSDM SERIKAT KERJA 2.pptMSDM SERIKAT KERJA 2.ppt
MSDM SERIKAT KERJA 2.pptMarselaM2
 
Makalah hukum dalam tenaga kerja
Makalah hukum dalam tenaga kerjaMakalah hukum dalam tenaga kerja
Makalah hukum dalam tenaga kerjadede nurcholis
 

Similar to HUKUM PPHI (20)

Mengapa dalam satu perusahaan penting adanya Serikat Pekerja.docx
Mengapa dalam satu perusahaan penting adanya Serikat Pekerja.docxMengapa dalam satu perusahaan penting adanya Serikat Pekerja.docx
Mengapa dalam satu perusahaan penting adanya Serikat Pekerja.docx
 
Perspektif Hubungan Industrial
Perspektif Hubungan IndustrialPerspektif Hubungan Industrial
Perspektif Hubungan Industrial
 
perspektifhubunganindustrial-221128172420-9420161b.pptx
perspektifhubunganindustrial-221128172420-9420161b.pptxperspektifhubunganindustrial-221128172420-9420161b.pptx
perspektifhubunganindustrial-221128172420-9420161b.pptx
 
7.hbl,clara monalisa, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan ,universitas ...
7.hbl,clara monalisa, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan ,universitas ...7.hbl,clara monalisa, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan ,universitas ...
7.hbl,clara monalisa, prof.dr.hapzi ali, cma , hukum perburuhan ,universitas ...
 
7. hbl,clara monalisa,hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu buana, 2018
7. hbl,clara monalisa,hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu buana, 20187. hbl,clara monalisa,hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu buana, 2018
7. hbl,clara monalisa,hapzi ali, hukum perburuhan, universitas mercu buana, 2018
 
Resume Hukum Ketenagakerjaan - Perjanjian Kerja Bersama
Resume Hukum Ketenagakerjaan - Perjanjian Kerja BersamaResume Hukum Ketenagakerjaan - Perjanjian Kerja Bersama
Resume Hukum Ketenagakerjaan - Perjanjian Kerja Bersama
 
Hubungan industrial
Hubungan industrialHubungan industrial
Hubungan industrial
 
Sosialisasi dan Konsolidasi.pptx
Sosialisasi dan Konsolidasi.pptxSosialisasi dan Konsolidasi.pptx
Sosialisasi dan Konsolidasi.pptx
 
Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm
Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mmHukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm
Hukum ketenagakerjaan & hubungan industrial by dadang budiaji mm
 
Cut Zurnali - Perselisihan Hubungan Industrial
Cut Zurnali - Perselisihan Hubungan IndustrialCut Zurnali - Perselisihan Hubungan Industrial
Cut Zurnali - Perselisihan Hubungan Industrial
 
Materi-Diah-Susilowati-Hakim-PHI-Yogya.ppt
Materi-Diah-Susilowati-Hakim-PHI-Yogya.pptMateri-Diah-Susilowati-Hakim-PHI-Yogya.ppt
Materi-Diah-Susilowati-Hakim-PHI-Yogya.ppt
 
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, hukum perburuhan, makalah
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,  hukum perburuhan, makalahTm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali,  hukum perburuhan, makalah
Tm 7, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, hukum perburuhan, makalah
 
Msdm hub.industrial
Msdm hub.industrialMsdm hub.industrial
Msdm hub.industrial
 
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,HUKUM PERBURUHAN,UNIVERSITAS MERCU BUA...
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,HUKUM PERBURUHAN,UNIVERSITAS MERCU BUA...HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,HUKUM PERBURUHAN,UNIVERSITAS MERCU BUA...
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,HUKUM PERBURUHAN,UNIVERSITAS MERCU BUA...
 
Presentasi Hukum Ketenagakerjaan
Presentasi Hukum KetenagakerjaanPresentasi Hukum Ketenagakerjaan
Presentasi Hukum Ketenagakerjaan
 
presentasihukumketenagakerjaan-180914091355.pdf
presentasihukumketenagakerjaan-180914091355.pdfpresentasihukumketenagakerjaan-180914091355.pdf
presentasihukumketenagakerjaan-180914091355.pdf
 
PPT HUKBIS KEL 5 HUKUM TENAGA KERJA.pptx
PPT HUKBIS KEL 5 HUKUM TENAGA KERJA.pptxPPT HUKBIS KEL 5 HUKUM TENAGA KERJA.pptx
PPT HUKBIS KEL 5 HUKUM TENAGA KERJA.pptx
 
Hubngan Industrial-MSDM.pdf
Hubngan Industrial-MSDM.pdfHubngan Industrial-MSDM.pdf
Hubngan Industrial-MSDM.pdf
 
MSDM SERIKAT KERJA 2.ppt
MSDM SERIKAT KERJA 2.pptMSDM SERIKAT KERJA 2.ppt
MSDM SERIKAT KERJA 2.ppt
 
Makalah hukum dalam tenaga kerja
Makalah hukum dalam tenaga kerjaMakalah hukum dalam tenaga kerja
Makalah hukum dalam tenaga kerja
 

Recently uploaded

Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfAuliaAulia63
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxmariaboisala21
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptAhmadSyajili
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxzidanlbs25
 
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiCristianoRonaldo185977
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxrikosyahputra0173
 
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxImahMagwa
 

Recently uploaded (7)

Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
 
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
 
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
 

HUKUM PPHI

  • 1. HUKUM ACARA PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (Teori & Praktek) Oleh: DR. TANTI KIRANA UTAMI, SH, MH 082128487788
  • 2. Pengertian ; Pengertian hubungan industrial menurut Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, adalah: • “Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945”.
  • 3. Menurut Payaman J. Simanjuntak, “ Hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi barang atau pelayanan jasa di suatu perusahaan”.
  • 4. Menurut Yunus Shamad: “ hubungan industrial dapat diartikan sebagai suatu corak sistem pergaulan atau sikap dan perilaku yang terbentuk di antara para pelaku proses produksi barang dan jasa, yaitu pekerja, pengusaha, pemerintah dan masyarakat”.
  • 5. Menurut Muzni Tambuzai: ”hubungan industrial pada intinya merupakan pola hubungan interaktif yang terbentuk di antara para pelaku proses produksi barang dan jasa (pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah) dalam suatu hubungan kerja”.
  • 6. Landasan hukum Hubungan Industrial terdiri atas : • Landasan idiil ialah Pancasila. • Landasan konstitusional ialah UUD 1945. • Landasan operasional ialah peraturan/kebijakan-kebijakan Pemerintah.
  • 7. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi pengusaha mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis dan berkeadilan (Pasal 103 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003).
  • 8. Pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dalam melaksanakan hubungan industrial mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.
  • 9. Tujuan hubungan industrial Tujuan hubungan industrial ialah mengemban cita- cita Proklamasi di dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social melalui ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenagan usaha dalam meningkatkan produksi dan meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya.
  • 10. Suwarto menyatakan, tujuan akhir pengaturan hubungan industrial adalah peningkatan kesejahteraan bagi semua pihak.
  • 11. Ciri-ciri hubungan industrial Ciri-ciri hubungan industrial , ialah : • Mengakui dan meyakini bahwa pekerja bukan sekedar mencari nafkah saja, melainkan juga sebagai pengabdian manusia kepada Tuhannya, sesame manusia, masyarakat, bangsa dan Negara. • menganggap pekerja bukan hanya sekedar factor produksi belaka melainkan sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya. • melihat antara pekerja dan pengusaha bukan mempunyai kepentingan yang bertentangan, melainkan kepentingan yang sama untuk kemajuan perusahaan. • Setiap perbedaan pendapat antara pekerja dan pengusaha harus diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat yang dilakukan secara kekeluargaan. • Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban untuk kedua belah pihak, atas dasar rasa keadilan dan kepatutan.
  • 12. Sarana pendukung hubungan industrial Sarana pendukung hubungan industrial adalah sebagai berikut : • LKS Bipartit, ialah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal- hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan, yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja yang sudah tercatat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsure pekerja. • LKS Tripartit, ialah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja dan pemerintah. • Perjanjian Kerja Bersama. • Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. • Pendidikan hubungan industrial, sebagai upaya penyebarluasan pedoman hubungan industrial agar dapat dipahami serta dilaksanakan oleh semua pihak. • Penyempurnaan ketentuan ketenagakerjaan.
  • 13. Perselisihan hubungan industrial Perselisihan hubungan industrial ialah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antara serikat pekerja /serikat buruh hanya dalam 1 (satu) perusahaan. (Pasal 1 angka 1 UU NO. 2 tahun 2004 tentang PPHI).
  • 14. Jenis-jenis perselisihan hubungan industrial Jenis-jenis perselisihan hubungan industrial dibagi 4, yaitu ; • Perselisihan hak ialah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. • Perselisihan kepentingan, ialah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-syaat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. • Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. • Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.
  • 15. Tata cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial Di dalam UU NO. 2 Tahun 2004 tentang PPHI, tata cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial adalah sebagai berikut : • Penyelesaian melalui Bipartit. • Penyelesaian melalui mediasi. • Penyelesaian melalui konsiliasi. • Penyelesaian melalui arbitrase. • Pengadilan hubungan industrial.
  • 16. • Perundingan bipartit ialah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. • Mediasi hubungan industrial ialah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator.
  • 17. • Konsiliasi hubungan industrial ialah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui msyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator. • Arbitrase hubungan industrial ialah penyelesaian perselisihan kepentingan dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar pengadilan hubungan industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke pengadilan hubungan industrial
  • 18. Pengadilan hubungan industrial ialah pengadlan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri (peradilan umum) yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Hukum acara yang berlaku pada pengadilan hubungan industrial adalah hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan di lingkungan peradilan umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam UU NO. 2 Tahun 2004.
  • 19. HUKUM ACARA PPHI Hukum acara adalah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengatur bagaimana cara menegakkan, mempertahankan hak-hak dan kewajiban. Menurut R. Soeroso “ hukum acara adalah kumpulan ketentuan-ketentuan dengan tujuan memberikan pedoman dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan atau suatu ketentuan hukum dalam hukum materil yang berarti memberikan kepada hukum acara suatu hubungan yang mengabdi kepada hukum materil”.
  • 20. Dengan adanya UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI telah memberikan suatu cara untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di dalam hubungan industrial. Penyelesaian tersebut telah di atur sedemikian rupa,sehingga setiap perselisihan dapat di selesaikan hanya dalam waktu tidak lebih dari 140 hari,hal ini termasuk cepat bila di bandingkan dengan penyelesaian perselisihan pada umumnya.
  • 21. Waktu yang tidak lebih dari 140 hari untuk menyelesaikan perselisihan hubungan idunstrial tersebut adalah sebagai berikut: a. bipartite 30 hari kerja, b. mediasi/konsiliasi/arbitrase,30 hari kerja, c. pengadilan hubungan industrial 50 hari kerja dan d. mahkamah agung 30 hari kerja.
  • 22. PERSIAPAN PERUNDINGAN BIPARTIT Hal hal yang perlu di siapkan oleh para pihak sebelum melakukan perundingan bipartit adalah penguasaan atas fakta fakta atau peristiwa peristiwa yang terjadi,dasar hukum yang jelas untuk menguatkan tuntutan,dan strategi untuk menenangkan perundingan, Caranya adalah sebagai berikut : • Mengumpulkan fakta fakta dan bukti bukti tentang kejadian atau peristiwa yang terjadi.Selanjutnya mengidentifikasi fakta fakta hukum dan di kaitkan dengan peraturan perundangan yang relevan,termasuk perjanjian perjanjian yang ada.Suatu periatiwa atau kejadian di sebut sebagai fakta hukum jika mem bawa akibat hukum.Jika peristiwa tersebut tidak mempunyai implikasi huku m di sebut fakta sosial.
  • 23. • Menetapkan sasaran dengan mempertimbangkan tiga posisi,yaitu posisi ideal,posisi target dan posisi resisten. Posisi ideal adalah hasil yang terbaik yang dapat di capai oleh pihak pihak yang bernegosiasi.Bagi pekerja hal ini merepresentasikan penawaran pembukanya . Posisi target mererpresentasikan hasil yang di harapkan oleh para pihak yang melakukan perundingan.Ini merupakan posisi ideal tidak dapat di capai.Sedangkan posisi resisten adalah garis paling bawah atau batas paling akhir,yang di harapkan oleh para pihak yang berunding.
  • 24. Hal hal lain yang perlu di perhatikan sebelum melakukan perundingan bipartite adalah : • Pihak yang merasa di rugikan berinisiatif mengkomunikasikan masalahnya secara tertulis kepada pihak lainya. • Apabila pihak yang merasa di rugikan adalah pekerja/buruh perseorangan yang menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh,dapat membrikan kuasa kepada pengurus serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan tersebut untuk mendampingi pekerja/buruh dalam perundingan • Pihak pengusah atau manajemen perusahaan dan/atau yang di beri mandate harus menangani penyelesaian perselisihan secara langsung
  • 25. • Dalam perundingan bipartit,seikat pekerja/serikat buruh atau pengusaha dapat meminta pendampimgan kepada perangkat organisasinya masing masing ; • Dalam hal pihak pekerja/buruh yang merasa di rugikan bukan anggota serikat pekerja/serikat buruh dan jumlahnya lebih dari 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh,maka harus menunjuk wakilnya secara tertulis yang di sepakati paling banyak 5 (lima) orang dari pekerja/buruh yang merasa di rugikan; • Dalam hal perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan ,maka masing serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya paling banyak 10 (sepuluh) orang (pasal 4 ayat (1) huruf a permenakertrans No.31 tahun 2008)
  • 26. PELAKSANAAN PERUNDINGAN BIPARTIT Apabila permintaan berunding oleh salah satu pihak di setujui oleh pihak lain,maka selanjutnya menentukan tempat,hari dan jam perundingan,setelah di lakukan perundingan. Bagaimana mengenai waktu yang harus di tempuh oleh para pihak dalam perundingan bipartite?Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UUPPHI menentukan bahwa penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus di selesaikan paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal di mulalinya perundingan.
  • 27. Hal hal lain yang perlu di perhatikan dalam perundingan bipartit adalah sebagai berikut. • Kedua belah pihak menginventnarisasi dan mengidentifikasi permasalahan. • Kedua belah pihak dapat menyusun dan menyetujui tata tertib secara tertulis dan jadwal perundingan yang telah di sepakati. • Dalam tata tertib para pihak dapat menyepakati bahwa selama perundingan di lakukan,kedua belah pihak tetap melaklukan kewajibanya sebagaimana mestinya.
  • 28. • Para pihak melakukan perundingan sesuai tata tertib dan jadwal yang disepakati. • Dalam hal salah satu pihak tidak bersedia melanjutkan perundingan,maka para pihak atau salah satu pihak dapat mencatat perselisihanya pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenaga kerjaan kabupaten/kota tempat pekerja/buruh bekerja walaupun belum mencapai 30 hari kerja. • Setalah mencapai 30 (tiga puluh) hari kerja,perundingan bipartit tetap dapat di lanjutkan sepanjang di sepakati oleh para pihak. • Setiap tahapan perundingan harus di buat risalah yang di tandatangani oleh para pihak ,dan apabila salah satu pihak tidak bersedia mentandatangani,maka hal ketidaksediaan itu di catat dalam risalah di maksud.
  • 29. • Hasil perundingan di buat dalam bentuk risalah akhir yang sekurang kurangnya memuat : a. Nama lengkap dan alamat para pihak ; b. Tanggal dan tempat perundingan ; c. Pokok masal ah atau objek yang di perselisihkan ; d. Pendapat para pihak ; e. Kesimpulan atau hasil perundingan ; f. Tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan. . Rancangan risalah akhir di buat oleh pengusaha dan di tanda tangani oleh kedua belah pihak dan salah satu pihak bilamana pihak lainya tidak bersedia menandatanganinya,contoh risalah perundingan,lihat contoh 3 pada bagian akhir bab ini (pasal 6 UUPPHI jo.pasal 4 ayat (1) huruf b permenakertrans No.31 tahun 2008)
  • 30. TAHAP SETELAH SELESAI PERUNDINGAN • Para pihak setelah melakukan perundingan bipartite,maka akan ada 2 (dua) kemungkinan,yaitu tercapai kesepakatan dan tidak tercapai kesepakatan atau gagal. apabila perundingan bipartite tersebut tercapai kesepakatan, maka para pihak harus membuat perjanjjian bersama yang di tandatangani oleh para pihak. Perjanjian bersama yang telah di buat oleh para pihak wajib di daftarkan pada pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri di wilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama, untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran perjanjian bersama, akta tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian bersama
  • 31. Dalam hal perundingan bipartit tidak tercapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding, maka kedua belah pihak atau salah satu pihak mencatat perselisihanya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti upaya upaya penyelesaian melalui biparatit telah di lakukan,tetapi gagal (pasal 4 ayat (1) UUPPHI)
  • 32. PENYELESAIAN PERSELISIHAN DI LUAR PENGADILAN apabila para pihak gagal/tidak tercapai kesepakatan dalam perundingan bipartit, maka para pihak dapat menempuh penyelesaian perselisihan di luar pengadilan yang telah di sediakan oleh para pemerintah dalam upayanya untuk memberikan pelayanan masyarakat khususnya kepada masyarakat pekerja/buruh dan pengusaha. Yang mana para pihak yang berselisih telah di sediakan 3 (tiga) pilihan lembaga penyelesaian perselisihan di luar pengadilan, yaitu: 1. Mediasi hubungan industrial/ 2. Konsiliasi hubungan industrial, dan 3. Arbitrase hubungan industrial.
  • 33. Penyelesaian melalui mediasi Perselisihan mana saja yanag dapat di selesaikan melalui lembaga mediasi? Berdasarkan Pasal 1 angka 11 UU No. 2 tahun 2004 telah menentukan bahwa mediasi merupakan upaya penyelesaian semua jenis perselislilhan hubungan industrial, perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perelisihan PHK, dan perselisihan antarserikat pekerja/buruh.
  • 34. • Yang berhak melakukan mediasi adalah mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
  • 35. Mengenai kedudukan mediator adalah sebagai berikut. 1. Mediator yang berkedudukan Di Departemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi, melakukan mediasi perelisihan hubungan industrial yang terjadi lebih dari satu wilayah provinsi. 2. Mediator yang berkedudukan di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi, melakukan mediasi hubungan industsrial yang terjadi lebih dari satu wilayah kabupaten/kota. 3. Mediator yang berkedudukan di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota, melakukan mediasi perselisihan hubungan industrial yang terjadi dij wilayah kabupaten/kota tempat bekerja/buruh bekerja (pasal 11 Kepmenekertranas No. 92 tahun 2004).
  • 36. Penyelesaian melalui konsiliasi Konsiliasi hubungan industrial ialah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui msyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator. Konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat sebagai konsiliator yang ditetapkan oleh menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.
  • 37. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 10 tahun 2005, konsilistor mempunyai kewenangan: 1. Meminta keterangan kepada para pihak; 2. Menolak wakil para pihak apabila ternyata tidak memiliki surata kuasa; 3. Menolak konsiliasi bagi para pihak yang belum melakukan perundingan bipartit; 4. Meminta surat/dokumen yang berkaitan dengan perselisihan memanggil saksi atau saksi ahli; 5. Membuka buku dan meminta surat surat yang di perlukan dari para pihak, instansi/lembaga terkait.
  • 38. Sedangkan kewajiban konsiliator berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 10 tahun 2005 adalah: • Memanggil para pihak yang berselisih untuk dapat di dengar keterangan yang di perlukan; • Mengatur dan memimpin konsiliasi; • Membantu membuat Perjanjian Bersama apabila tercapai kesepakatan penyelesaian; • Membuat risalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial; • Membuata dan memlihara buku khusus dan berkas perselisihan yang di tandatangani; • Membuat laporan hasil penyelesaian perselisihan hubungan industrial kepada Menteri melalui Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial
  • 39. Penyelesaian melalui arbitrase Jika para pihak memilih arbitrase sebagai alternatif penyelesaian , maka para pihak harus membuat surat perjanjian arbitrase yang sekurang-kurangnya memuat: 1. Nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih. 2. Pokok persoalan yang menjadi perselisihan. 3. Jumlah arbiter yang disepakati 4. Pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase. 5. Tempat, tangal pembuatan surat perjanjian dan tanda tangan para pihak.
  • 40. Pemeriksaan sidang arbitrase dilakukan secara tertutup kecuali para pihak menentukan lain.
  • 41. PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum. Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus: a. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak; b. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan; c. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja; d. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
  • 42. Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undang-undang ini. Dalam Pasal 58 UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI dijelaskan bahwa Dalam proses beracara di Pengadilan Hubungan Industrial, pihak-pihak yang berperkara tidak dikenakan biaya termasuk biaya eksekusi yang nilai gugatannya di bawah Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
  • 43. UUPHI , permata kali ini dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota yang berada di setiap Ibukota Provinsi yang daerah hukumnya meliputi provinsi yang bersangkutan. (2) Di Kabupaten/Kota terutama yang padat industri, dengan Keputusan Presiden harus segera dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri terdiri dari: a. Hakim; b. Hakim Ad-Hoc; c. Panitera Muda; dan d. Panitera Pengganti.
  • 44. Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung terdiri dari: a. Hakim Agung; b. Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung; dan c. Panitera.
  • 45. Pasal 81 UUPHI menjelaskan bahwa Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja. Selanjutnya, Pasal 82 menegaskan bahwa Gugatan oleh pekerja/buruh atas pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 dan Pasal 171 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjan, dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak diterimanya atau diberitahukannya keputusan dari pihak pengusaha.
  • 46. Pengajuan gugatan yang tidak dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi, maka hakim Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada pengugat. Untuk itu, Hakim berkewajiban memeriksa isi gugatan dan bila terdapat kekurangan, hakim meminta pengugat untuk menyempurnakan gugatannya.
  • 47. Gugatan yang melibatkan lebih dari satu penggugat dapat diajukan secara kolektif dengan memberikan kuasa khusus. Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawaban. Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan itu, pencabutan gugatan oleh penggugat akan dikabulkan oleh Pengadilan Hubungan Industrial hanya apabila disetujui tergugat. (Pasal 85).
  • 48. • Dalam hal perselisihan hak dan/atau perselisihan kepentingan diikuti dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja, maka Pengadilan Hubungan Industrial wajib memutus terlebih dahulu perkara perselisihan hak dan/atau perselisihan kepentingan. Serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya.
  • 49. Untuk mengajukan gugatan melalui pengadilan , maka penggugat harus membuat surat gugatan. Surat gugatan adalah surat yang berisikan tuntutan penggugat yang merasa haknya dilanggar oleh tergigat untuk meminta putusan yang adil dari hakim pengadilan.
  • 50. Persiapan pembuatan surat gugatan diawali dengan memahami jenis-jenis perselisihan pada hubungan industrial yang akan diperkarakan secara perdata dan duduk persoalan yang sebenarnya. Mengumpulkan fakta-fakta, alat bukti dan risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi sebagai lampiran surat gugatan.
  • 51. Untuk membuat surat gugatan, pada pokoknya berisi: 1. Identitas para pihak 2. Posita atau fundamentu petendi (dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan daripada tuntutan. 3. Petitum (tuntutan)
  • 52. Syarat-syarat subtansil suatu gugatan dalam praktek pengadilan dinamakan syarat formal, yaitu: 1. Tempat dan tanggal pembuatan surat gugatan 2. Judul surat gugatan 3. Pengadilan yang dituju 4. Materai dan tanda tangan
  • 53. Dengan memperhatikan syarat-syarat tersebut, maka agar suatu surat gugatan dapat memenuhi syarat-syarat tersebut dapat dibuat kerangka sebagai berikut: 1. Tempat dan tanggal pembuatan surat gugatan 2. Judul surat gugatan 3. Pengadilan yang dituju 4. Identitas para pihak 5. Posita 6. Petitum 7. Materai dan tanda tangan
  • 54. 1. Tempat dan tanggal Dalam surat gugatan dicantumkan tempat dimana gugatan tersebut dibuat, apakah dibuat ditempat domisili penggugat atau ditempat kuasanya. Kemdian disebutkan tanggal, bulan, tahun berapa dibuatnya. Apabila ada perbedaan antara tanggal surat gugatan dengan tanggal yang dimuat dalam materai surat gugatan, maka tanggal pada materai yang dianggap benar.
  • 55. Dengan adanya tanggal dalam surat gugatan, maka akan dapat diketahui dan berakibat hukum gugatan tidak dapat diterima dalam hal, sebagai berikut: 1. Gugatan menjadi kadaluarsa, dalam gugatan yang berkaitan dengan tenggang waktu tuntutan hak yang disediakan oleh undang-undang. Pasal 82 UUPPHI menentukan bahwa gugatan oleh pekerja atas PHK dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak diterimanya atau diberitahukannya keputusan itu dari pengusaha.
  • 56. 2. Gugatan menjadi tidak sah apabila tanggal yang tertera dalam surat gugatan lebih awal dari tanggal surat kuasa, apabila gugatan diajukan dengan menggunakan kuasa hukum.
  • 57. 2. Judul surat gugatan Judul yang dimaksud disini adalah kalimat pendek yang dicantumkan pada bagian atas sebelah kiri dari awal surat gugatan di bawah tempat dan tanggal pembuatan surat gugatan. Contoh: Bandung, 1 juni 2017 Perihal: gugatan tentang perselisihan PHK…..
  • 58. 3. Pengadilan yang dituju Kewenangan pengadilan ada 2: .a. Kewenangan mutlak/kompetensi absolut artinya wewenang lembaga pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain, baik dalam lingkungan peradilan yang sama (PN, PT, MA) maupun dalam lingkungan peradilan yang lain (PN, PA).
  • 59. b. Kewenangan nisbi/kompetensi relatif , artinya pengadilan mana yang berwenang mengadili. Contoh; ada sengketa ketenagakerjaan, maka yang berwenang mengadili adalah PHI jakarta atau PHI serang? Maka gugatan perselisihan hubungan industrial harus diajukan kepada PHI pada PN yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja, bukan tempat tinggal tergugat. Jadi siapapun yang menggugat(pekerja/pengusaha) tempat pekerja harus dijadikan patokan.
  • 60. 4. Identitas para pihak Harus dicantumkan secara jelas identitas penggugat dan tergugat, dapat perseorangan maupun kelompok atan badan hukum.
  • 61. 5. posita Posita atau dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan alasan daripada tuntutan. Diuraikan tentang rangkaian kejadiab dari awal mula hubungan hukum antara penggugat dengan tergugat sampai terjadinya sengketa serta telah dilakukan penyelesaian bipartit atau di luar pengadilan. Dalam pembuatan surat gugatan, penempatan posita diletakan di bawah identitas para pihak.
  • 62. 6. petitum Petitum adalah apa yang diminta atau diharapkan penggugat agar diputuskan oleh hakim. Sebuah tuntutan dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu: a. Tuntutan primer b. Tuntutan tambahan c. Tuntutan subsidair atau tuntutan pengganti
  • 63. 7. Materai dan tanda tangan penggugat Setelah surat gugatan selesai disusun, maka surat gugatan itu dibubuhkan materai dengan ditandatangani oleh penggugat atau kuasa hukumnya. Tanda tangan itu dibubuhkan pada bagian akhir surat gugatan dan ditempatkan di atas materai yang cukup.
  • 64. JALANNYA PERSIDANGAN PADA PHI a. Sidang pertama, pembacaan gugatan b. Sidang kedua, jawaban tergugat c. Sidang ketiga, replik (tanggapan penggugat) d. Sidang keempat, duplik (sanggahan tergugat) e. Sidang kelima, pembuktian (penggugat) f. Sidang keenam, pembuktian (tergugat) g. Sidan ketujuh, kesimpulan h. Sidang kedelapan, putusan hakim
  • 65. JAWABAN TERGUGAT a. Jawaban dalam eksepsi b. Jawaban dalam pokok perkara c. Permohonan atau petitum d. Gugatan rekonvensi
  • 66. PEMBUKTIAN DAN UPAYA HUKUM Pembuktian, meliputi bukti tertulis, bukti saksi, persangkaan,pengakuan, sumpah dan keterangan ahli. Terhadap putusan PHI hanya mengatur upaya hukum kasasi. Upaya hukum kasasi pun masih dibatasi, artinya tidak semua perselisihan hubungan industrial dapat dimohonkan kasasi hanya perselisihan hak dan perselisihan PHK.