1. i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
panjatkan puji syukur Kami panjatkan karena atas rahmat dan hidayahnya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ REALISASI DAN PENGARUH
BUNYI BAHASA “. Dalam menyelesaikan makalah ini Kami sebagai penulis
tidak mengalami hambatan yang serius.
Kami telah menyusun makalah ini semaksimal mungkin. Terlepas dari semua itu,
Kami pun menyadari bahwa makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak sekali kekurangan.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Kajian
Kebahasaan sebagai salah satu syarat memenuhi nilai keseharian dalam belajar.
Oleh sebab itu kami dengan tangan terbuka menerima setiap kritik dan saran demi
membangun makalah yang lebih baik nantinya. Kami berharap apa yang ada
dalam makalah dapat memberikan informasi yang dapat bermanfaaat bagi para
pembaca terlebih kami sebagai penulis terlepas dari berbagai kekurangannya.
Bogor, Desember 2017
Penyusun
2. ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
Analisis Bunyi segmental............................................................................... 1
Klasifikasi Bunyi Bahasa............................................................................... 4
Analisis bunyi suprasegmental……………………………………………. 15
Ciri-ciri bunyi suprasegmental............................................
DAFTAR ISI................................................................................................. 17
3. iii
ANALISIS BUNYI SEGMENTAL
A. Definisi bunyi segmental
Menurut Masnur. 2008. Bunyi segmental ialah bunyi yang dihasilkan
oleh pernafasan, alat ucap dan pita suara.Masnur. 2008. Bunyi segmental,
baik vokoid maupun kontoid, yang diucapkan oleh penutur bahasa
Indonesia sangat variatif, apalagi setelah diterapkan dalam berbagai
distribusi dan lingkungan.
1. Proses Pembunyian Segmental
Alat ucap dan alat bicara yang dibicarakan dalam proses
memproduksi bunyi bahasa dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu :
a. Komponen subglotal
b. Komponen laring, dan
c. Komponen supraglotal
Komponen subglotal terdiri dari paru-paru (kiri dan kanan),
saluran bronkial, dan saluran pernafasan (trakea). Di samping ketiga
alat ucap ini masih ada yang lain, yaitu otot-otot, paru-paru, dan
rongga dada. Secara fisiologis komponen ini digunakan untuk proses
pernafasan. Karena itu, komponen ini disebut juga sistem
pernafasan.Lalu dalam hubungannya dengan fonetik disebut sistem
pernafasan subglotis.Fungsi utama komponen subglotal ini adalah
“memberi” arus udara yang merupakan syarat mutlak untuk terjadinya
bunyi bahasa.
Komponen laring (tenggorok) merupakan kotak yang terbentuk
dari tulang rawan yang berbentuk lingkaran.Di dalamnya terdapat pita
suara.Laring berfungsi sebagai klep yang mengatur arus udara antara
paru-paru, mulut, dan hidung.Pita suara dengan kelenturannya bisa
membuka dan menutup, sehingga bisa memisahkan dan sekaligus bisa
menghubungkan antara udara yang ada di paru-paru dan yang ada di
mulut atau rongga hidung.
4. iv
Komponen supraglotal adalah alat-alat ucap yang berada di
dalam rongga mulut dan rongga hidung baik yang menjadi artikulator
aktif maupun yang menjadi artikulator pasif.Terjadinya bunyi bahasa
dalam proses produksi bunyi bahasa pada umumnya dimulai dari
proses pemompaan udara ke luar dari paru-paru melalui pangkal
tenggorokan (laring) ke tenggorokan yang di dalamnya terdapat pita
suara. Supaya udara itu bisa ke luar, pita suara tu harus berada dalam
keadaan terbuka.Setelah melalui pita suara, yang merupakan jalan
satu-satunya untuk bisa ke luar, entah melalui rongga mulut atau
rongga hidung, arus udara tadi diteruskan ke luar ke udara bebas.
Ada empat macam posisi glotis pada pita suara yaitu pita suara
dengan (a) glotis terbuka lebar, (b) glotis terbuka agak lebar, (c) glotis
terbuka sedikit, dan (d) glotis tertutup rapat. Glotis terbuka lebar,
maka tidak terjadi bunyi bahasa.Posisi ini adalah posisi dalam
bernafas secara normal. Kalau posisi glotis terbuka agak lebar, maka
akan terjadilah bunyi bahasa yang disebut bunyi tak bersuara. Kalau
posisi glotis terbuka sedikit maka akan terjadi bunyi bahasa yang
disebut bunyi bersuara. Kalau posisi glotis tertutup rapat maka akan
terjadi bunyi hambat glotal (?) atau lazim disebut bunyi hamzah.
Secara umum titik artikulasi (pertemuan antara artikulator aktif
dan artikulator pasif) yang mungkin terjadi dalam bahasa Indonesia
ialah :
a. Artikulasi bilabial (bibir bawah dan bibir atas)
b. Artikulasi labiodental (bibir bawah dan gigi atas)
c. Artikulasi interdental (gigi bawah, gigi atas, dan ujung lidah)
d. Artikulasi apikodental (ujung lidah dan gigi atas)
e. Artikulasi apikoalveolar (ujung lidah dan ceruk gigi atas)
f. Artikulasi laminodental (daun lidah dan gigi atas)
g. Artikulasi laminopalatal (daun lidah dan langit-langit keras)
h. Artikulasi lamino alveolar (daun lidah dan ceruk gigi atas)
i. Artikulasi dorsopalatal (pangkal lidah dan langit-langit keras)
j. Artikulasi dorsovelar (pangkal lidah dan langit-langit lunak)
5. v
k. Artikulasi dorsouvular (pangkal lidah dan anak tekak)
l. Artikulasi oral (penutupan arus udara ke rongga hidung)
m. Artikulasi radiko faringal (akar lidah dan dinding
kerongkongan)
Cara artikulasi atau cara bagaimana bunyi bahasa itu dihasilkan,
yakni :
a) Arus ujar itu dihambat pada titik tertentu, lalu dengan tiba-tiba
diletupkan sehingga terjadilah bunyi yang disebut bunyi hambat,
bunyi letup atau bunyi plosif.
b) Arus ujar itu dihambat pada titik tertentu, lalu arus ujar itu
dikeluarkan melalui rongga hidung, sehingga terjadilah bunyi
nasal.
c) Arus ujar itu dihambat pada tempat tertentu, kemudian
diletupkan sambil digeser atau didesiskan sehingga terjadilah
bunyi paduan atau bunyi afrikat.
d) Arus ujar itu dihambat pada tempat tertentu, kemudian
digeserkan atau didesiskan sehingga terjadilah bunyi geseran,
bunyi desis atau bunyi frikatif.
e) Arus ujar itu dikeluarkan melalui samping kiri dan kanan lidah,
maka terjadilah bunyi sampingan atau bunyi lateral.
f) Arus ujar itu dikeluarkan melalui samping kiri dan kanan lidah
lalu digetarkan sehingga terjadilah bunyi getar atau tril.
g) Arus ujar itu pada awal prosesnya diganggu oleh posisi lidah
tetapi kemudian diganggu pada titik artikulasi tertentu sehingga
terjadilah bunyi semi vokal yang dikenal juga dengan nama
bunyi hampiran.
Dalam membuat klasifikasi bunyi dan klasifikasi fonem
digunakan tiga patokan atau kriteria, yaitu titik artikulasi, tempat
artikulasi, dan bergetar tidaknya pita suara.
6. vi
B. Klasifikasi bunyi bahasa
Menurut Marsono, bunyi bahasa dapat diklasifikasikan sebagai
berikut.
1. Berdasarkan ada tidaknya hambatan pada artikulasi , bunyi bahasa
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
a. Konsonan
Konsonan adalah bunyi bahasa yang diproduksi dengan
cara, setelah arus ujar keluar dari glotis, lalu mendapat hambatan
pada alat-alat ucap tertentu di dalam rongga mulut atau rongga
hidung. Bunyi konsonan terjadi setelah arus ujar melewati pita
suara diteruskan ke rongga mulut dengan mendapat hambatan
dari artikulator aktif dan artikulator pasif. Misalnya, bunyi [b]
yang mendapat hambatan pada kedua bibir; bunyi [d] yang
mendapat hambatan pada kedua bibir; bunyi [d] yang mendapat
hambatan pada ujung lidah (apeks) dan gigi atas; atau bunyi [g]
yang mendapat hambatan pada belakang lidah (dorsum) dan
langit-langit lunak (velum). Bunyi konsonan dapat
diklasifikasikan berdasarkan:
1) Tempat artikulasi, yaitu tempat terjadinya bunyi
konsonan, atau tempat bertemunya artikulator aktif dan
artikulator pasif. Tempat artikulasi disebut juga titik
artikulasi. Sebagai contoh bunyi [p] terjadi pada kedua
belah bibir (bibir atas dan bibir bawah), sehingga tempat
artikulasinya disebut bilabial. Contoh lain bunyi [d]
artikulator aktifnya adalah ujung lidah (apeks) dan
artikulator pasifnya adalah gigi atas (dentum), sehingga
tempat artikulasinya disebut apikodental.
7. vii
2) Cara artikulasi yaitu bagaimana tindakan atau perlakuan
terhadap arus udara yang baru ke luar dari glotis dalam
menghasilkan bunyi konsonan itu. Misalnya, bunyi [p]
dihasilkan dengan cara mula-mula arus udara dihambat
pada kedua belah bibir, lalu tiba-tiba diletupkan dengan
keras. Maka bunyi [p] itu disebut bunyi hambat atau bunyi
letup. Contoh lain bunyi [h] dihasilkan dengan cara arus
udara digeserkan di laring (tempat artikulasinya). Maka,
bunyi [h] disebut bunyi geseran atau frikatif.
3) Bergetar tidaknya pita suara, yaitu jika pita suara dalam
proses pembunyian itu turut bergetar atau tidak. Bila pita
suara itu turut bergetar maka disebut bunyi bersuara. Jika
pita suara tidak turut bergetar, maka bunyi itu disebut
bunyi tak bersuara.
4) Striktur, yaitu hubungan posisi antara artikulator aktif
dan artikulator pasif. Umpamanya dalam memproduksi
bunyi [p] hubungan artikulator aktif dan artikulator pasif,
mula-mula rapat lalu secara tiba-tiba dilepas. Dalam
memproduksi bunyi [w] artikulator aktif dan artikulator
pasif hubungannya renggang dan melebar.
8. viii
Dengan melihat tempat artikulasi, cara artikulasi dan bergetar
tidaknya pita suara, maka nama-nama bunyi konsonan itu dapat disebutkan
sebagai berikut :
KONSONAN KRITERIA CONTOH KATA
[b] Bunyi bilabial, hambat, bersuara < baru, abu >
[p] Bunyi bilabial, hambat, tak
bersuara
< pita, apa, tetap >
[m] Bunyi bilabial, nasal, bersuara < mana, lama, malam >
[w] Bunyi bilabial, semi vokal,
bersuara
< warna, waktu, awan >
[v] Bunyi labiodental, geseran,
bersuara
< veteran, devisa >
[f] Bunyi labiodental, geseran, tak
bersuara
< fajar, nafas, taraf >
[d] Bunyi apikoalveolar, hambat,
bersuara
< datang > ; [da-taŋ]
[t] Bunyi apikoalveolar, hambat, tak
bersuara
< peta > ; [pə-ta]
[n] Bunyi apikoalveolar, nasal,
bersuara
< nama, ini, saran >
[l] Bunyi apikoalveolar, sampingan,
bersuara
< lama, pula, asal >
[r] Bunyi apikoalveolar, getar,
bersuara
< segar > ; [sə-gar]
[z] Bunyi laminoalveolar, geseran,
bersuara
< lezat > ; [lə-zat]
[ñ] Bunyi laminopalatal, nasal,
bersuara
< nyaring > ; [ña-rIŋ]
[ ǰ ] Bunyi laminopalatal, paduan,
bersuara
< jurang > ; [ju-raŋ]
[č] Bunyi laminopalatal, paduan, tak
bersuara
< cara, baca >
9. ix
[š] Bunyi laminopalatal, geseran,
bersuara
< syarat >
[s] Bunyi laminopalatal, geseran, tak
bersuara
< sama, nasi >
[g] Bunyi dorsovelar, hambat, bersuara < gaya, tiga >
[k] Bunyi dorsovelar, hambat, tak
bersuara
< kaca, saku >
[ŋ] Bunyi dorsovelar, nasal, bersuara < langit > ; [la-ŋIt]
[x] Bunyi dorsovelar, geseran, bersuara < khidmat, akhirat >
[h] Bunyi laringal, geseran, bersuara < hemat, bahan, indah >
[Ɂ] Bunyi hambat, glotal, bersuara < bak, pak, rakyat >
[ baɁ, paɁ, raɁ-yat ]
10. 10
1) Tempat artikulasi, yaitu tempat terjadinya bunyi
konsonan, atau tempat bertemunya artikulator aktif dan
artikulator pasif. Tempat artikulasi disebut juga titik
artikulasi. Sebagai contoh bunyi [p] terjadi pada kedua
belah bibir (bibir atas dan bibir bawah), sehingga tempat
artikulasinya disebut bilabial. Contoh lain bunyi [d]
artikulator aktifnya adalah ujung lidah (apeks) dan
artikulator pasifnya adalah gigi atas (dentum), sehingga
tempat artikulasinya disebut apikodental.
2) Cara artikulasi yaitu bagaimana tindakan atau perlakuan
terhadap arus udara yang baru ke luar dari glotis dalam
menghasilkan bunyi konsonan itu. Misalnya, bunyi [p]
dihasilkan dengan cara mula-mula arus udara dihambat
pada kedua belah bibir, lalu tiba-tiba diletupkan dengan
keras. Maka bunyi [p] itu disebut bunyi hambat atau bunyi
letup. Contoh lain bunyi [h] dihasilkan dengan cara arus
udara digeserkan di laring (tempat artikulasinya). Maka,
bunyi [h] disebut bunyi geseran atau frikatif.
3) Bergetar tidaknya pita suara, yaitu jika pita suara dalam
proses pembunyian itu turut bergetar atau tidak. Bila pita
suara itu turut bergetar maka disebut bunyi bersuara. Jika
pita suara tidak turut bergetar, maka bunyi itu disebut
bunyi tak bersuara.
4) Striktur, yaitu hubungan posisi antara artikulator aktif
dan artikulator pasif. Umpamanya dalam memproduksi
bunyi [p] hubungan artikulator aktif dan artikulator pasif,
mula-mula rapat lalu secara tiba-tiba dilepas.
11.
12. 12
Vokal
Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan cara, setelah arus udara ke luar dari glotis (celah pita suara), lalu
arus ujar hanya “diganggu” atau diubah oleh posisi lidah dan bentuk mulut. Misalnya, bunyi [i], bunyi [a], dan bunyi
[u].
Vokal adalah jenis bunyi bahasa yang ketika dihasilkan atau diproduksi, setelah arus ujar ke luar dari glotis tidak
mendapat hambatan dari alat ucap, melainkan hanya diganggu oleh posisi lidah, baik vertikal maupun horisontal, dan
bentuk mulut. Perhatikan bagan vokal bahasa Indonesia berikut ini :
POSISI LIDAH
TAK BUNDAR BUNDAR
DEPAN PUSAT BELAKANG
Tinggi
Atas I U
Bawah I U
Tengah Atas E
ə
O
(Madya) Bawah ɛ ɔ
Rendah Madya a
Berdasarkan bagan tersebut bunyi-bunyi vokal dapat diklasifikasikan menurut :
1. Tinggi rendahnya posisi lidah
Berdasarkan tinggi rendahnya posisi lidah bunyi-bunyi vokal dapat dibedakan atas:
a. Vokal tinggi atas, seperti bunyi [i] dan [u]
b. Vokal tinggi bawah, seperti bunyi [I] dan [U]
13. 13
c. Vokal sedang atas, seperti bunyi [e] dan [o]
d. Vokal sedang bawah, seperti bunyi [ɛ] dan [ɔ]
e. Vokal sedang tengah, seperti bunyi [ə]
f. Vokal rendah, seperti bunyi [a]
2. Maju mundurnya lidah
Berdasarkan maju mundurnya lidah bunyi vokal dapat dibedakan atas :
a. Vokal depan, seperti bunyi [i], [e], dan [a]
b. Vokal tengah, seperti bunyi [ə]
c. Vokal belakang, seperti bunyi [u] dan [o]
3. Striktur
Striktur pada bunyi vokal adalah jarak antara lidah dengan langit langit keras (palatum). Maka, berdasarkan
strikturnya bunyi vokal dapat dibedakan menjadi :
a. Vokal tertutup, yang terjadi apabila lidah diangkat setinggi mungkin mendekati langit-langit, seperti bunyi [i]
dan bunyi [u]
b. Vokal semi tertutup, yang terjadi apabila lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di bawah vokal tertutup,
seperti bunyi [e], bunyi [ə], dan bunyi [o].
c. Vokal semi terbuka, yang terjadi apabila lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di atas vokal yang paling
rendah, seperti bunyi [ɛ] dan [ɔ]
14. 14
d. Vokal terbuka, yang terjadi apabila lidah berada dalam posisi serendah mungkin, seperti bunyi [a]
b. Semivokal
Sedangkan bunyi semi vokal adalah bunyi yang proses pembentukannya mula-mula secara vokal lalu diakhiri
secara konsonan. Karena itu, bunyi ini sering juga disebut bunyi hampiran (aproksiman).Bunyi semivokal hanya ada dua
yaitu bunyi [w] yang termasuk bunyi bilabial dan bunyi [y] yang termasuk bunyi laminopalatal.
Semi vocal adalah bunyi bahasa yang memiliki cirri vocal maupun konsonan, mempunyai sedikit geseran dan tidak
muncul sebagai inti duku bahasa.Kualitas semivokal ditentukan tidak hanya oleh tempat artikulasi tetapi juga oleh mulut
atau sikap mulut.
Misalkan vocal (i) adalah vocal yang paling tinggi.Namuj demikian tidak berarti bahwa lidah tidak dapat dinaikkan
lebih dekat pada langit-langit. Maka jika peninggian itu terjadi , maka terjadilah alur sempit diantara lidah tersebut
menghasilkan konsonan (i). meskipun begitu peninggian itu tidak cukup untuk mencapai kesempurnaan sehingga masih
terdapat sisa-sisa vokal. Sama hal nya pada vokal (u).keduanya adalah semi vokal .
Catatan:
Bunyi (w) yang bundar artinya (w) yang bilabial.Akan tetapi bunyi tersebut dapat diartikulasikan secara labio dental.
Artinya bibir bawah didekatkan dengan gigi atas akan tetapi tidak terlalu dekat karena akan menghasilkan bunyi (v). oleh
sebab itu bunyi (w) yang labio dental dikatakan semivok
15. 15
ANALISIS BUNYI SUPRASEGMENTAL
A. Pengertian Bunyi Suprasegmental
Disamping bunyi segmental, terdapat pula bunyi lain yang mendukung
bunyi segmental, yakni “bunyi suprasegmental”.Bunyi Suprasegmental adalah
bunyi yang menyertai bunyi segmental.Bunyi suprasegmental dapat diklasifikasi
berdasarkan ciri-cirinya sewaktu diucapkan yang disebut “ciri prosodi”.
Kalimat yang kita ucapkan sesungguhnya berunsur segmental dan
suprasegmental.Unsur Suprasegmental adalah unsur kalimat yang berupa kata-
kata yang dapat dituliskan.Unsur Suprasegmental merupakan unsur yang
mengiringi pengucapan kata-kata yang hanya bisa disuarakan, tetapi tidak bisa
dituliska, seperti lafal, intonasi, dan jeda.Mengucapkan bunyi bahasa dengan lafal,
tekanan, intonasi, dan jeda yang tepat dapat memperjelas isi turunan.Sebaliknya
ketidak laziman dalam pengucapan lafal, intonasi, dan jeda dapat mengganggu
penyampaian informasi yang ada pada tuturan tersebut.
Reaksi kinetik, yaitu dengan mencatat lafal, intonasi dan jeda yang lazim
dan tidak dirasa tidak lazim.Sampaikan pula reaksi verbal dengan memberikan
tanggapa atau komentar, pendapat mengenai lafal, intonasi, dan jeda yang tidak
lazim.
1. Lafal
Lafal adalah cara sekelompok orang dalam mengucapkan bunyi bahasa.
Kita mengenal bunyi vokal dan bunyi konsonan.
2. Vokal
Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udara keluar dari rongga mulut tidak
mengalami rintangan. Kita juga mengenal bunyi diftong ( VokalRangkap ).
Diftong ini merupakan dua huruf vokal yang melambangkan satu bunyi yang
tidak dapat dipisahkan.
16. 16
Adapun bunyi diftong tersebut adalah ai, au, oi.Bunyi diucapkan satu
hembusan nafas.Diftong ai bukan a dan i, menggulai (kambing) bukan menggulai
(teh).
Contoh :
harimau dilafalkan / harimaw /
besok dilafalkan / besO? /
Konsonan
Selain bunyi vokal dan diftong kita juga mengenal bunyi konsonan. Kita
juga mengenal bunyi frikatif yang bunyi yang dihasilkan apabila arus udara
melewati saluran sempit sehingga mengeluarkan bunyi desis. Yang termasuk
konsonan frikatif bersuara adalah /z/, sedangkan konsonan frikatif tak bersuara
adalah / f /, / s /, / x / dan / h /.
Dalam pengucapan bunyi-bunyi konsonan tertentu sebagian orang-orang
sering mengalami kesulitan misalnya / f / dilafalkan / p /. Hal ini dipengaruhi oleh
dialek dan idiolek.Dialek variasi bahasa menurut kelompok pemakainya,
sedangkan idiolek adalah keseluruhan ciri seseorang dalam berbahasa.
Tekanan Tekanan merupak keras lembutnya pengucapan.Pemberian
penekanan digunakan untuk menunjukan bagian tertentu yang lebih ditekankan
dalam sebuah kalimat dan biasanya pengucapannya dengan bagian yang lainnya.
Contoh : Besok pagi kelas x ulangan bahasa Indonesia Besok pagi kelas x ulangan
bahasa Indonesia Besok pagi kelas x ulangan bahasa Indonesia Besok pagi kelas x
ulangan bahasa Indonesia ata-kata yang bercetak tebal merupakan kata yang
mendapat tekanan dan menunjukan bagian yang perlu mendapat perhatian.
Intonasi Intonasi adalah tinggi rendahnya nada dalam pengucapan sehingga
membentuk lagu kalimat. Intonasi akan menunjukan kalimat tersebut sudah
selesai atau masih jeda, menunjukan tuturan memberi tahu, bertabya, ataukah
menyuruh. Intonasi yang tepat dalam pengucapan akan memperjelas maksud
tuturan, tetapisebaliknya intonasi yang tidak tepat akan bisa menimbulkan
penafsiran yang berbeda terhadap maksud tuturan. Jeda Jeda merupakan hentian
17. 17
sejenak dalam ujaran.Penggunaan jeda dalam tuturan sangat berpengaruh terhadap
tersampaikannya maksud tuturan.Jeda biasanya digunakan untuk memisahkan
frasa agar memberikan kejelasan maksud ujaran.
B. Ciri-ciri Bunyi Suprasegmental
1. Jangka
Jangka, panjang, atau intensitas menyangkut lamanya bunyi
diucapkan.Suatu bunyi segmental yang diucapkan dengan waktu yang
cukup lama, tentu disertai bunyi suprasegmental dengan ciri prosodi
panjang.
Jangka dalam bahasa Indonesia bersifat nondistingtif. Jangka
disimbolkan dengan tanda titik [.] dengan jumlah tertentu yang
diletakkan di belakang fonem vocal.
Tanda ini disebut mora [.] atau [..‾..]
Tanda titik satu [.] → satu mora
Tanda titik dua [:] → dua mora
Tanda titik tiga [:.] → tiga mora
Contoh dalam bahasa tagalong:
1. [Kaibi:gan] → teman
2. [Kai:bigan] → kekasih
2. Tekanan
Tekanan kata dalam bahasa Indonesia disebut Tonotemporal
yaitu sejenis kemenonjolan lebih banyak ditandai oleh tinggi nada
(bersifat temporal) dan rentang waktu tempat suku kata bertekanan
diucapkan (bersifat temporal).