SlideShare a Scribd company logo
1 of 38
14
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
BAB ini menguraikan kajian kepustakaan yang berhubungan dengan konsep fatigue
pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi, Kombinasi Progressive Muscle
Relaxation, Teknik lima jari, latihan fisik Range of Motion, dan kerangka teori yang
melandasi penelitian ini.
2.1 Kanker
2.1.1 Pengertian
Kanker merupakan suatu kondisi penyakit yang merusak mekanisme
pengaturan dasar perilaku sel, khususnya mekanisme pertumbuhan dan
differensiasi sel (Boedina, 2012). Kanker terjadi akibat perubahan
genetic/perubahan DNA yang memiliki peran dalam proses pertumbuhan
dan pemulihan sel. Pertumbuhan sel kanker bersifat tidak terkontrol akibat
hilangnya fungsi p51 sebagai inhibitor pertumbuhan sel, sehingga terjadi
pertumbuhan dan proliferasi yang tidak dapat dikendalikan. Kondisi
hilangnya inhibitor pertumbuhan sel dan terjadi tanpa dapat dikendalikan
akan berdampak fatal dengan pertumbuhan yang massif sehingga
mengganggu organ lain (Hejmandi dan Momna, 2010). Kanker adalah
sebuah penyakit genetik dan sangat kompleks akibat paparan zat carsinogen
baik dari udara, bahan kimia, bahan makanan, paparan ultraviolet, maupun
faktor lingkungan dimana terjadi kontak antara manusia dengan lingkungan
yang mengandung material carsinogen tersebut (Alison dan Malcolm, 2007).
2.1.2 Etiologi
Kanker merupakan refleksi faktor lingkungan dan faktor genetik, dimana
kanker diawali pembentukan sel baru yang terbentuk melalui proses
karsinogenesis dan merupakan suatu proses pembentukan neoplasma atau
tumor. Proses karsinogenesis terjadi tidak dalam waktu singkat, namun
terjadi memerlukan waktu bertahun-tahun untuk tumbuh, tergantung
beberapa faktor tumor dan kondisi pasien itu sendiri. Material yang
15
UniversitasIndonesia
menyebabkan kanker itu sendiri adalah karsinogen yang bekerja dengan
mengubah perilaku sel normal dalam membelah diri menjadi proses
pembelahannya tidak terkontrol, tumbuh cepat, berproliferasi, sulit mati,
mengalami regenerasi bahkan dapat bermetastase ke organ lain yang lebih
jauh. Sel kanker terbentuk dari sebuah sel normal yang berubah menjadi sel
neoplastik yang tumbuh dan berkembang menjadi sekumpulan sel baru yang
bersifat keganasan sehingga mampu berinvasi terhadap sel-sel yang sehat.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sel kanker, yakni :
1). Paparan Terhadap Karsinogen; 2). Predisposisi Genetik yang
mempengaruhi proses pertumbuhan sel kanker, keadaan tersebut diawali dari
munculnya pronto-onkogen, yang merupakan prekursor onkogen turunan
dari generasi ke generasi. Kondisi gen yang sudah rusak atau kacau dapat
diwariskan dari orang tua ke anaknya melalui sebuah transmisi autosom
resesif maupun autosom dominan. Bahkan faktor hormonal juga dapat
mempengaruhi pertumbuhan sel kanker, meskipun hormonal bukan
merupakan agen karsinogen (Ignatavicius dan Workman, 2006); 3). Fungsi
Imun
2.1.3 Patofisiologi kanker
Pertumbuhan kanker merupakan sebuah proses microevolusioner yang dapat
berlangsung selama beberapa tahun. Proses karsinogenesis dan onkogenesis
merupakan istilah dari proses perkembangan sel kanker. Agen karsinogen
diubah didalam tubuh menjadi karsinogen awal (primary) atau menjadi
karsinogen ultimate. Sitokrom P450 merupakan suatu mono-oksidase
dependen reticulum endoplasma yang sering mengubah agen karsinogen
proximate menjadi intermediate defisien elektron dengan pusat DNA yang
kaya electron (nucleophilic) sehingga menimbulkan mutasi. Proses tersebut
terjadi karena hilangnya kemampuan sel normal untuk mengontrol
pertumbuhan sel menjadi tidak terkontrol (Smith, Cokkinides dan Brawley,
2009). Perubahan sel normal menjadi sel kanker tersebut dinamakan
16
transformasi malignan. Terjadinya perubahan sel melalui beberapa tahap,
diantaranya yaitu :
2.1.3.1 Tahap Inisiasi, tahap ini merupakan tahap pertama terjadinya proses
karsinogenesis dan bersifat irreversible, pada tahap ini sel normal
bertransformasi menjadi malignan. Perubahan tersebut diakibatkan
oleh suatu agen karsinogen seperti bahan kimia, virus maupun proses
radiasi yang menjadi faktor utama dalam bereaksi dengan DNA,
sehingga DNA menjadi rusak dan mengalami hambatan dalam
perbaikan. Kelainan genetik yang terjadi dalam sel mengakibatkan
sel lebih rentan terhadap paparan agen karsinogen. Pada tahap ini
kemungkinan pulihnya sel masih dapat terjadi apabila fungsi
apoptosis pada sel dapat berjalan optimal, namun sebaliknya apabila
sel tidak mampu mengontrol mengakibatkan terjadinya mutasi
genetik (Alison dan Malcolm, 2007).
2.1.3.2 Tahap Promosi, pada tahap ini hasil interaksi antara faktor kedua sel
yang saling terinisiasi pada tahap sebelumnya. Tahap ini terjadi
setelah fase laten yang lama, dengan variasi sesuai tipe agen, jumlah
dan karakteristik sel target. Proses agen promosi bekerja dengan
merubah informasi genetik yang harus disampaikan didalam sel,
meningkatkan sintesis DNA, meningkatkan salinan pasangan antar
gen dan merubah pola komunikasi diatar sel (Ignatavius dan
Workman, 2006).
2.1.3.3 Tahap Progresi, ada tahap ini terjadi perubahan morfologi dan fenotip
didalam sel, sehingga tampak terjadi peningkatan perilaku keganasan
seperti sel-sel kanker yang tampak menginvasi jaringan disekitarnya,
bahkan sampai terjadi metastase ke organ tubuh yang lebih jauh dari
asal sel kanker tumbuh (Michael, 2006).
17
UniversitasIndonesia
2.1.4 Stadium kanker
Proses perjalanan penyakit dapat dinyatakan berdasarkan luas atau stadium
penyakit kanker. Untuk mengetahui sejauh mana stadium kanker sangatlah
penting, terutama dalam menentukan jenis pengobatan atau terapi yang
sesuai dengan kondisi dan prognosis kanker. Kanker sendiri dapat
diklasifikasikan berdasarkan anatomi dan tingkat differensiasi sel kanker
(Ignatavius et al, 2006). Berdasarkan kesepakan beberapa ahli onkologi
menetapkan stadium kanker yang didasarkan pada letak topografi tumor,
ekstensi dan sejauh mana kanker bermetastase, seperti pada penggunaan
sistem TNM sebagai teknik menentukan stadium kanker, berikut penjabaran
TNM :
2.1.4.1 Stadium tumor berdasarkan letak topografi tumor beserta eksistensi
dan metastasenya dalam organ
Proses klasifikasi pada sistem ini meliputi 3 kategori, yakni :
 Stadium lokal yang dilihat dari terbatasnya pertumbuhan hanya
pada organ ditempat awal tumor tumbuh
 Stadium metastase regional, kondisi dimana tumor berbentuk
padat dan telah bermetastase sampai kekelenjar limfe yang
berdekatan.
 Stadium metastase jauh, pada keadaan ini tumor padat telah
berinvasi ke organ lain yang letaknya jauh dari tempat
tumbuhnya sel kanker (metastase).
2.1.4.2 Stadium kanker berdasarkan klasifikasi TNM
Klasifikasi sistem TNM merupakan teknik mengkategorikan kanker
melalui keberadaan T (tumor primer), N (Nodul regional, metatase
kekelenjar limfe regional), dan M (Metatase jauh). Dalam setiap
masing-masing kategori tersebut masih terbagi menjadi subkategori
yang di buat dengan indikator angka dan huruf di belakang indikator
TNM itu sendiri. Berikut tabel sistem TNM :
18
Tabel 2.1
Sistem TNM
Kategori Interpretasi
T Tumor primer
Tx Syarat minimal menentukan indeks T tidak
terpenuhi
Tis Tumor in situ
T0 Tidak ditemukan adanya tumor
T1 Tumor dengan f maksimal < 2 cm
T2 Tumor dengan f maksimal 2-5 cm
T3 Tumor dengan f maksimal > 5 cm
T4 Tumor dengan invasi keluar organ
N Nodul, metastase ke kelenjar regional
N0 Nodul regional negative
N1 Nodul regional positif, mobile (belum ada
perlekatan)
N2 Nodul regional positif, sudah ada perlekatan
N3 Nodul bilateral
M Metastase organ jauh
M0 Tidak ada metastase organ jauh
M1 Ada metastase organ jauh
M2 Syarat minimal menentukan indeks M tidak
terpenuhi
2.1.4.3 Stadium kanker berdasarkan American Join Committee on Cancer
(AJCC)
Pada teknik pentahapan ini, hal pertama yang harus dilakukan adalah
dengan mengidentifikasi terlebih dahulu T, N, M dari kondisi tumor
padat sesuai dengan ketentuan yang telah ada. Kemudian hasilnya
dikelompokkan sesuai dengan stadium tertentu yang telah dinyatakan
19
UniversitasIndonesia
dalam bentuk angka romawi (I-IV). Berikut pentahapan kanker
menurut AJCC :
Tabel 2.2
Klasifikasi kanker menurut AJCC Edisi 6 Tahun 2002
Stadium Deskripsi TNM
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium IIA T0
T1
T2
N1
N1
N0
M0
M0
M0
Stadium IIB T2
T3
N1
N0
M0
M0
Stadium IIIA T0
T1
T3
T3
N2
N2
N1
N2
M0
M0
M0
M0
Stadium IIIB T4
T4
T4
N0
N1
N2
M0
M0
M0
Stadium IIIC Sembarang T N3 M0
Stadium IV Sembarang T Sembarang N M1
2.2 Kemoterapi
Kemoterapi adalah teknik pemberian obat khusus dengan tujuan untuk mematikan
kanker. Terapi kemoterapi bekerja dengan membunuh sel-sel yang
pertumbuhannya cepat seperti tumor dan juga mampu membunuh sel kanker yang
lepas dari inang (induk) atau yang telah bermetastase baik melalui aliran darah
maupun limfe dari asal ke organ terjauh (Smeltzer, 2008). Obat-obatan kemoterapi
yang digunakan memiliki sifat toksik terhadap sel-sel normal terutama pada
jaringan yang pertumbuhan selnya cepat seperti lapisan mukosa, sum-sum tulang,
20
folikel rambut dan kuku. Kondisi tersebut mengharuskan obat-obatan kemoterapi
yang digunakan harus memiliki efek yang maksimal terhadap pertumbuhan sel
kanker yang cepat dan memiliki efek minimal terhadap sel jaringan yang normal.
Kemoterapi diberikan beberapa kali sesuai siklus penyakitnya sampai sel kanker
dinyatakan bersih atau berkurang (Saleh, 2006). Dari beberapa dasar tersebut dapat
diartikan bahwa, kemoterapi mampu mencegah proses replikasi serta mampu
menghambat terjadinya penyebaran atau metastase sel kanker. Beberapa cara kerja
obat kemoterapi untuk menghambat atau mencegah proses replikasi sel kanker
menurut Dougherty dan Bailey (2008), sebagai berikut :
a. Pengobatan, fungsi pengobatan ini diketahui dapat menyembuhkan jenis kanker
secara tuntas, baik menggunakan satu jenis obat kemoterapi maupun kombinasi
dari beberapa jenis obat kemoterapi.
b. Kontrol, kemampuan obat kemoterapi juga dapat digunakan untuk mengontrol
dan menghambat perkembangan sel kanker agar tidak terjadi proliferasi secara
terus menerus sehingga bermetastase ke organ lain.
c. Mengurangi gejala, gejala-gejala yang sering muncul pada pasien kanker
diantaranya sulit bernafas dan nyeri. Pengobatan kemoterapi mampu
mengurangi munculnya gejala tersebut yang bekerja dengan meringankan rasa
sakit, memberi perasaan yang lebih baik dan mampu mengecilkan ukuran kanker
pada organ pasien yang terkena kanker.
2.2.1 Pengobatan Kanker (kemoterapi)
Kemoterapi merupakan teknik pengobatan yang bekerja secara sistemik
dengan menggunakan obat – obatan yang bersifat toksik untuk membunuh
dan memperlambat pertumbuhan sel-sel kanker. Kemoterapi adalah salah
satu dari terapi modalitas yang digunakan untuk mengatasi kanker selain
pembedahan, radioterapi dan bioterapi (Cancer Council Australia, 2014).
Obat-obatan kemoterapi bekerja melalui aliran darah menuju seluruh tubuh
untuk mencapai sel target (sel kanker) yang ada dijaringan maupun diorgan.
Efek samping kinerja obat-obatan kemoterapi tidak hanya khusus pada sel
kanker, namun berefek pula pada sel normal (Cancer Council Australia,
21
UniversitasIndonesia
2014). Dalam keadaan normal sel yang rusak akan berangsur-angsur pulih,
tetapi sel kanker tidak dapat pulih, hal tersebut dikarenakan sifat sel kanker
yang tidak dapat segera pulih apabila terkena obat-obatan kemoterapi
dibandingkan sel normal, sehingga dalam setiap siklus pemberian
kemoterapi banyak sel kanker yang mati. Dasar pemberian kemoterapi pada
pasien kanker yaitu :
 Terapi adjuvan, terapi kemoterapi ini diberikan pada penderita kanker
sebagai terapi tambahan dengan pemberian terapi modalitas yang lain.
 Terapi neoadjuvan, memiliki tujuan untuk memperkecil ukuran tumor
sebelum dilakukan tindakan pembedahan.
 Terapi primer, terapi ini digunakan untuk terapi kanker lokal apabila
terapi dengan pilihan lain yang tidak terlalu efektif.
 Kemoterapi induksi, kemoterapi jenis ini digunakan untuk terapi primer
bagi pasien kanker yang tidak memiliki pilihan terapi lain.
 Kemoterapi kombinasi, teknik ini dengan mengkombinasikan obat-
obatan kemoterapi dua atau lebih dengan harapan obat tersebut dapat
bekerja secara sinergi.
2.2.2 Agen kemoterapi
Berdasarkan tingkat efek samping emetogenik atau terjadinya mual dan
muntah, agen kemoterapi dibagi menjadi 4 level yang diklasifikasikan
sebagai berikut :
Table 2.3
Agen Kemoterapi Berdasarkan Tingkat Emetogenik
Tinggi
(90%;level 5)
Sedang
(30%-90%;level
3&4)
Rendah
(10%-30%;level
2)
Minimal
(<10%;level 1)
Carmustine
(>250mg/m²)
Cyclophosphamide
(<1,500mg/ m²)
Aldesleukin
(Interleukin-2)
Methotrexate
(<100mg/ m²)
Cisplatin Carmustine Doxorubicin (<20 Bieomycin
22
Cyclophosphamide
(>1,500mg/ m²)
(<250mg/ m²) mg/ m²)
Dacarbazine (>500
mg/ m²)
Doxorubicin Methotrexate
(>100 mg/ m²)
Capecitabine
Lomustine (>60
mg/ m²)
Cisplatin (<50 mg/
m²)
Fluorouracil
(<1000 mg/ m²)
Rituximab
Mechlorethamine Epirubicin Mitoxantrone
(<12 mg/ m²)
Vincristine
Pentostatine Cytarabine (>1 g/
m²)
Temozolomide Trastuzumab
Streptozocin Idarabucin Mitomycin Vinblastine
Dactinomycin Irinotecan Vinorelbine
(IV)
Ifosfamide Etoposide (PO) Etoposide (IV)
Melphalan Paclitaxel
Hexamethyilamine
(PO)
Asparaginase
Procarbazine (PO) Thiotepa
Carboplatin Cytarabine (<1g/
m²)
Mitoxantrone (>12
mg/ m²)
Topotecan
Cyclophosphamide
(PO)
Docetaxel
Florouracil, adriamycin/doxorubicyn, cyclophosphamide (FAC) merupakan
jenis obat-obatan yang termasuk kedalam agen kemoterapi moderat. Bahkan
FAC juga merupakan agen kemoterapi yang dikombinasikan. Kemoterapi
kombinasi memiliki beberapa keuntungan diantaranya yakni mampu
memusnahkan sel-sel kanker secara maksimal disatu sisi memiliki efek
23
UniversitasIndonesia
samping toksisitas yang minimal sehingga mampu ditolerir oleh tubuh
(Abdulmutholib, 2006).
Salah satu dasar dalam menentukan sebuah pemberian pertimbangan untuk
memberi terapi kombinasi yaitu pembelahan sel yang terjadi itu sendiri.
Proses pertumbuhan sel sendiri dimulai dari G1 dimana pada bagian ini sel
mulai melakukan pertumbuhan selama fase pasca mitosis, kemudian diikuti
fase sintesis (S) DNA. Kemudian ketika dinyatakan lengkap proses
sintesisnya maka sel memasuki fase G2 dan terjadi sintesis protein, RNA
lanjut dan terjadi pembelahan sel (satu sel membelah diri menjadi dua sel)
dan kembali ke fase G1 untuk kemudian istirahat (Abdulmutholib, 2006).
Berdasarkan konsep pembelahan sel tersebut Abdulmutholib (2006)
mengemukakan tentang pemilihan kombinasi obat – obatan kemoterapi
menggunakan 5-Fluorourasil, Doxorubicin, Cyclophosphamide pada
kemoterapi yang diberikan pada pasien kanker payudara. Pemberian
kombinasi obat-obatan tersebut disesuaikan dengan fase sintesis yang terjadi
seperti : 5-Fluorourasil yang merupakan obat bersifat sitotoksik dan bekerja
pada antimetabolit yang efektif pada fase S, bekerja dengan menghambat
dan mengganggu sintesis DNA, yang akhirnya akan mematikan sel.
Sedangkan Doxorubicin merupakan obat kemoterapi jenis antibiotik yang
terbukti sangat bermanfaat untuk digunakan pada pengobatan kanker dengan
mempengaruhi fungsi dan sintesis asam nukleat, mengganggu pembelahan
DNA. Cyclophosphamide sendiri merupakan alkalator, yaitu obat yang dapat
membentuk ikatan dengan asam nukleat, protein, dan banyak molekul
dengan berat molekul rendah.
Cara kerja obat-obatan kemoterapi diatas yakni dengan memicu adanya
interaksi yang terjalin antara molekul elektrofil dengan DNA. Hasil dari
reaksi yang dimunculkan akan menyebabkan terjadinya sebuah reaksi
substitusi, ikatan silang dan pemutusan rantai DNA. Obat – Obatan seperti
Cyclophosphamide dapat bekerja secara langsung dengan berinterasi
24
bersama DNA, RNA atau protein yang telah dibentuk sebelumnya.
Berdasarkan hal tersebut, obat ini tidak dapat digolongkan secara spesifik
hanya pada fase tertentu saja, bahkan obat tersebut efektifitasnya tergantung
kondisi dan fase dari sel. Dan obat tersebut mampu bekerja secara optimal
ketika berada pada siklus sel atau fase istirahat.
Obat-obatan kemoterapi yang diberikan secara kombinasi adalah bagian dari
terapi modalitas yang mampu meningkatkan angka kesembuhan, survival,
bahkan meningkatkan kualitas hidup pasien kanker. Namun obat-obatan
kemoterapi juga memiliki sifat toksik sehingga dikhawatirkan akan
menyebabkan komplikasi dan membawa efek samping lainnya. Beberapa
efek samping dari kemoterapi diantaranya adalah leukopenia, neutropenia,
trombositopenia, anemia, allopesia dan lain-lain (Donna, 2006). Berikut
golongan obat kemoterapi yang sering digunakan :
a. Zat pengalkilasi (alkylating agents)
Obat kemoterapi jenis ini memiliki mekanisme kerja menambahkan
gugus alkil berupa kation atau anion. Zat pengalkilasi akan
menambahkan gugus alkil kepada DNA sel kanker, hal ini akan
menyebabkan penghambatan pertumbuhan sel, inisiasi kematian sel atau
apoptosis. Namun efek samping zat pengalkilasi adalah dapat
menyebabkan mutasi, termasuk mutasi karsinogenik, hal ini menjelaskan
tingginya kejadian kanker bila terekspos zat ini tanpa pelindung.
Contohnya : cyclophosmphamide, mephalan, dacarbazine, nitrosourea.
b. Antrasiklin
Obat kemoterapi ini merupakan sejenis antibiotika yang berasal dari
bakteri spesies Streptomyces peucetius var. caesius. Golongan antrasiklin
digunakan untuk mengobati berbagai jenis kanker, misalnya kanker
ovarium, kanker kandung kemih, kanker paru-paru, kanker payudara,
kanker rahim, limfoma, dan leukemia.
Efek samping obat kemoterapi golongan antrasiklin adalah
kardiotoksisitas, febrile neutropenia, dan muntah. Kardiotoksisitas
25
UniversitasIndonesia
tersebut diduga disebabkan karena inhibisi enzim topoisomerase IIB di
otot jantung, pembentukan radikal bebas di jantung, dan penumpukan
produk metabolik antrasiklin di jantung. Manifestasi kardiotoksisitas ini
berupa perubahan frekuensi QRS pada EKG dan aritmia, atau dapat pula
berupa kardiomiopati yang mengarah pada gagal jantung (biasanya
terjadi beberapa tahun setelah terapi).
Untuk mencegah risiko kardiotoksisitas yang disebabkan oleh obat
kemoterapi golongan antrasiklin, strategi yang dapat dilakukan meliputi
pemantauan fungsi jantung setiap 3,6, dan 9 bulan. Pemberian suatu
kardioprotektan, yaitu Dexrazoxane dapat pula dilakukan untuk
mengurangi risiko kerusakan jantung. Alternatif lain untuk mengurangi
risiko kardiotoksisitas adalah pemberian doxorubicin secara infusi pelan.
Doxorubicin yang diberikan secara infusi pelan akan menurunkan kadar
plasma doxorubicin sehingga akan mengurangi risiko kardiotoksisitas.
Mekanisme kerja obat ini dalam membunuh sel kanker adalah melalui 4
cara berikut ini : menghambat sintesis DNA dan RNA, mencegah
replikasi sel kanker dan menghambat enzim topoisomerase II,
menghasilkan radikal bebas yang merusak DNA sel kanker, induksi
penggusuran histon dari kromati. Contohnya : doxorubicin,
daunorubicin, epirubicin, idarubicin.
c. Taksan
Obat kemoterapi ini merupakan sejenis senyawa diterpen yang berasal
dari tanaman genus Taxus. Golongan taksan sukar larut dalam air,
sehingga formulasinya agak sukar. Mekanisme kerja utama golongan
taksan adalah disrupsi fungsi mikrotubulus, yang merupakan komponen
penting pembelahan sel. Contohnya : paclitaxel, docetaxel, cabazitaxel.
d. Inhibitor Topoisomerase
Golongan obat kemoterapi ini menghambat kerja enzim topoisomerase,
baik topoisomerase I dan II. Enzim topoisomerase merupakan enzim
yang mengatur perubahan struktur DNA. Sekarang ini enzim
topoisomerase menjadi target populer bagi pengobatan kemoterapi. Hal
26
ini disebabkan karena adanya dugaan bahwa bila enzim ini dihambat
maka tahap ligasi pada siklus sel akan terhambat pula, akibatnya akan
terjadi pemecahan rantai DNA yang menyebabkan kematian sel dan
apoptosis. Fakta yang cukup menarik adalah bahwa golongan inhibitor
topoisomerase dapat pula bertindak sebagai antibiotika, contohnya
adalah antibiotika golongan kuinolon seperti asam nalidiksat dan
ciprofloxacin. Contohnya : irinotecan, topotecan.
e. Inhibitor Protein Kinase
Enzim protein kinase berperan dalam menambahkan gugus fosfat ke
dalam protein dan memodulasi fungsinya. Gugus fosfat umumnya
ditambahkan kepada asam amino jenis serin, treonin, dan tirosin. Obat
kemoterapi golongan inhibitor protein kinase bekerja dengan cara
menghambat enzim protein kinase, sehingga akan menghambat
pembelahan sel kanker. Contohnya : bortezomib, erlotinib, gefitinib,
imatinib, vemurafenib, vismodegib.
f. Golongan Platin
Merupakan obat kemoterapi yang berasal dari kompleks senyawa
platinum. Sebanyak 50 % pasien kanker diobati dengan obat kemoterapi
platin ini. Efek samping yang biasanya terjadi adalah neurotoksisitas
yang menyebabkan neuropati perifer dan polineuropati. Mekanisme kerja
obat golongan platin adalah dengan mengacaukan proses crosslinking
DNA, sehingga menghambat proses perbaikan dan sintesis DNA sel
kanker. Contohnya : carboplatin, cisplatin, oxaliplatin.
g. Alkaloida Vinca
Obat kemoterapi ini berasal dari tanaman tapak dara (Vinca rosea).
Mekanisme kerja alkaloid vinca sebagai obat kemoterapi adalah dengan
cara menghambat kemampuan sel kanker untuk membelah. Obat ini
bekerja di tubulus, mencegah pembentukan mikotubulus, yaitu
komponen penting dalam pembelahan sel. Contohnya : vinblastine,
vincristine, vinorelbine
27
UniversitasIndonesia
2.2.3 Siklus Kemoterapi
Siklus kemoterapi merupakan periode waktu yang digunakan untuk
pemberian satu kali kemoterapi (Desen, 2013). Pemberian obat kemoterapi
yang dilakukan dalam satu siklus dilakukan setiap 3 minggu atau 4 minggu,
bahkan 1 minggu, kondisi tersebut didasari pada jenis dan cara kerja obat
kemoterapi terhadap jenis dan siklus pertumbuhan sel kanker (Desen, 2013).
Hal tersebut juga didasari pada telah ditentukannya untuk setiap jenis kanker
yang harus diberikan jumlah siklusnya dan jumlah interval antar siklus
tersebut (Boedina, 2012).
Siklus kemoterapi digunakan untuk menghambat proses pertumbuhan sel
kanker yang berkembang secara massif. Pertumbuhan sel kanker menjadi
landasan dalam penentuan siklus kemoterapi yang juga akan berpengaruh
terhadap efek samping obat-obatan kemoterapi yang digunakan. Pada tahap
pertumbuhan sel terutama fase G2 yang digunakan untuk memahami
karakteristik sel kanker. Proses tersebut dimulai dari fase G1 yang
merupakan tahap proses siklus sel yang merupakan fase terjadinya sintesis
ribonukleat dan protein. Boedina (2012), menuliskan tentang proses interfase
sel yang terbagi dalam G0,G1,S (Sintesis) dan G2 proses ini dapat berjalan
selama 12 sampai 24 jam yang akan membuat sel terus tumbuh dan
terbentuk RNA dan protein. Fase G2 adala fase terakhir sebelum terjadinya
mitosis dan pada fase ini sel akan berkembang secara normal selama sel
masih hidup atau tidak mengalami kematian sel (apoptosis). Pada pasien
kanker fase ini menyebabkan ketidakstabilan yang terjadi pada genomnya
sehingga proses reproduksi sel tidak terkontrol (out of control). Sehingga
perubahan yang terjadi terutama pada protein kinase, digunakan sebagai
dasar untuk mengenali sifat sel kanker dan kemudian siklus kemoterapi
ditentukan sesuai dengan dosis dan jenis obatnya (Desen, 2013).
28
2.3 Konsep Fatigue Pasien Kanker (cancer related fatigue)
2.3.1 Pengertian
Fatigue yang terjadi pada pasien yang mengalami kanker (cancer related
fatigue) merupakan sebuah perasaan yang muncul secara subjektif dari
pasien itu sendiri, dimana pasien merasa lelah secara fisik, emosi maupun
kognitif yang dihubungkan secara langsung dengan kondisi penyakit kanker
atau pengobatan kemoterapi yang dijalani sehingga mengganggu aktivitas
normal yang dijalani pasien sehari-hari (NCCN, 2014). Keadaan tersebut
tergambarkan pada kondisi perasaan lelah tidak berdaya seperti merasakan
kurangnya energi untuk melakukan sebuah aktivitas yang diinginkan
(American Cancer Society, 2014).
2.3.2 Faktor penyebab fatigue
Fatigue dapat terjadi karena penyakit kanker itu sendiri atau efek dari
pengobatan kemoterapi. Ahlbergh et al., (2003) mengemukakan bahwa
terdapat dua (2) faktor penyebab yang dapat memberikan pengaruh
terjadinya fatigue diantara yaitu fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis
terjadi akibat adanya anemia, terapi atau pengobatan kanker, terjadi kaheksi
dan produksi sitokin. Sementara yang terjadi pada faktor psikologis
diantaranya akibat adanya depresi, sulit tidur, beban kerja yang meningkat,
bahkan akibat kurang melakukan aktivitas mampu menyebabkan terjadinya
fatigue. Bahkan penyakit kanker sendiri secara fisiologis mampu menjadi
penyebab terjadinya fatigue akan tetapi berdasarkan penelitian yang pernah
dilakukan oleh Rotonda, Guillemin, Velten dan Conroy (2013) menyatakan
bahwa stadium pada pasien kanker tidak memiliki korelasi dengan kejadian
tingkat fatigue pasien kanker setelah melakukan proses pembedahan.
Menurut A. Iop et al (2004) bahwa faktor predisposisi proses terjadinya
fatigue pada pasien kanker terdiri dari 2 faktor :
a. Faktor fisiologi : pengobatan kanker (kemoterapi, radioterapi dan proses
pembedahan), gangguan yang bersifat sistemik seperti anemia dan
infeksi, dan penggunaan obat-obatan sedatip, nyeri dan nutrisi.
29
UniversitasIndonesia
b. Faktor psikologis meliputi stress, kecemasan maupun depresi.
Fatigue merupakan bagian dari efek samping yang muncul akibat
mekanisme kemoterapi dan berefek pada toksisitas hematologik. Pemberian
kemoterapi tidak hanya merusak atau menghambat pertumbuhan sel kanker,
namun siklus sel normal juga dapat terganggu sehingga menurunkan proses
absorbsi nutrisi bagi sel. Sebagai contoh gangguan pada proses pembentukan
kepingan darah yang terjadi sumsum tulang atau myelosupresi dapat
menyebabkan menurunnya sel darah merah, trombosit dan leukosit, hal
tersebut dapat mempengaruhi munculnya kejadian fatigue (American Cancer
Society, 2014).
Pada saat menjalani kemoterapi tidak jarang setiap pasien kanker
melaporkan bahwa mereka mengalami kelelahan (fatigue), hal tersebut
terjadi saat melakukan terapi bahkan sampai terapi selesai dilakukan.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Morrow (dikutip oleh
Hofman et al., 2007) disampaikan bahwa dari penderita ca mammae yang
menjalani pengobatan radioterapi dan kemoterapi sebesar 28 % sampai
dengan 91 % mengalami kejadian fatigue. Sementara Priestman (2008)
menyatakan bahwa kondisi seseorang yang hanya menjalani pengobatan
kemoterapi saja masih diragukan menjadi penyebab utama terjadinya fatigue
secara langsung, selain itu justru kejadiannya adalah kondisi pasien kanker
yang semakin memburuk fatiguenya adalah akibat sebelumnya terdapat
riwayat terapi lain yang pernah dijalani contohnya radioterapi dan
pembedahan. Beberapa kemungkinan terjadinya fatigue yang terjadi karena
pengobatan kemoterapi biasanya di sebabkan karena efek samping dari obat-
obatan kemoterapi yang digunakan. Hasil penelitian yang pernah dilakukan
oleh Slizia & Huggins (1998) mendeskripsikan bahwa obat-obatan
kemoterapi seperti cyclophosphamide, methitrexate, 5-fluoracil (CMF) dapat
menyebabkan terjadinya fatigue, allopesia bahkan dapat menyebabkan berat
badan bertambah. Hasil penelitian yang dipaparkan tersebut diatas dapat
30
memberikan gambaran bahwa frekuensi dan komposisi penggunaan obat
kemoterapi dapat berdampak pada kejadian fatigue.
Berdasarkan faktor-faktor yang menyebabkan fatigue diatas dapat
disimpulkan bahwa sitokin memiliki peranan yang berhubungan dengan
pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Sitokin sendiri adalah protein
yang menjadi alat penghubung antar sel, kadar sitokin pada orang sehat
cenderung lebih sedikit apabila dibandingkan pada pasien kanker, hal
tersebut terkait dengan sistem imun seseorang. Proses terjadinya produksi
sitokin ini akibat adanya sel yang rusak dampak dari sifat sitotoksik obat-
obatan kemoterapi yang digunakan. Apabila terjadi kerusakan pada sel yang
terjadi secara fisiologis, maka hal tersebut akan direspon sebagai injury
sehingga mengakibatkan inflamasi. Sementara respon imun yang terjadi
dalam tubuh akan melibatkan monosit dan makrofag untuk merecovery sel
sehingga tidak menyebabkan kerusakan secara luas. Proses aktivasi
makrofag dapat menskresikan reseptor sitokin yang menyebabkan inflamasi
contohnya interleukin 1 (IL-I), IL-6 dan tumor necrosis factor α (TNF-α)
(Krause, 2013).
Produksi sitokin yang meningkat mendeskripsikan adanya aktivasi reaksi
respon inflamasi pada tubuh yang digunakan untuk melawan sel kanker dan
kerusakan sel yang terjadi akibat kemoterapi. Melihat efek samping obat-
obatan kemoterapi dapat membuktikan bahwa obat-obatan yang digunakan
tersebut dapat mempengaruhi siklus pembelahan sel, bahkan obat ini tidak
dapat membedakan mana sel yang sehat/normal dengan sel kanker
(Priestman, 2008). Sehingga kerusakan sel yang terjadi tidak hanya pada sel
kanker saja namun juga terjadi pada sel yang normal. Meskipun akibat dari
efek tersebut sel yang normal mampu melakukan recovery dalam jangka 2
sampai 3 minggu, akan tetapi bagi sel kanker proses tersebut dapat
berlangsung lebih lama, karena sel kanker merupakan sel yang abnormal dan
menyebabkan kemampuan recovery sel tersebut berbeda dengan sel yang
normal. Berdasar metode kemoterapi yang bersifat adjuvant, pemberian
31
UniversitasIndonesia
obat-obatan kemoterapi dilakukan secara berkala berkisar 21 sampai 28 hari
setelah kemoterapi siklus sebelumnya diberikan. Pada saat itu sel kanker
belum mampu melakukan perbaikan pada selnya dari kerusakan awal yang
terjadi akibat pemberian kemoterapi, sehingga harus menerima kembali
obat-obatan kemoterapi yang akan diberikan kembali, maka hal tersebut
akan berdampak pada kerusakan sel yang akan bertambah banyak.
Sel-sel yang rusak akibat kemoterapi atau penyakit kanker itu sendiri akan
bertambah banyak, memicu keberlangsungan produksi sitokin. Berdasarkan
Indonesian Pediatric (2012) menyatakan bahwa beberapa sitokin seperti IL-6
beredar dikonsentrasi picomolar, yang merupakan sebuah konsentrasi dan
mampu meningkatkan sitokin sampai 1000-fold selama masa trauma atau
infeksi. Keadaan tersebut dapat diartikan sebagai kerusakan sel menjadi
lebih banyak dan terjadi secara berulang selama program pemberian
kemoterapi masih berjalan, sehingga menyebabkan respon inflamasi terjadi
secara berkepanjangan. Beberapa respon inflamasi yang muncul diantaranya
terjadi peningkatan metabolisme tubuh, demam, berkeringat sampai terjadi
kelelahan secara terus menerus. Keadaan tersebut menjadikan landasan
bahwa masih terdapat keluhan fatigue meskipun siklus kemoterapi telah
selesai. Kondisi tersebut akan terjadi dalam jangka waktu yang lama bahkan
mampu menyebabkan fatigue (Leukimia&Lymphoma Society [LLS], 2009).
2.3.3 Tanda dan Gejala Fatigue
Sebagian pasien kanker yang mengalami fatigue akan menjalani masa-masa
yang sangat berat akibat kelemahan yang dirasakan secara fisik dan mental.
Hal tersebut terjadi akibat kemampuan aktivitas fisik yang berbeda dari saat
– saat pasien kanker belum terdiagnosis kanker bahkan sebelum menerima
kemoterapi. Bahkan faktor lain dapat mengganggu pengambilan keputusan
dan aktivitas sehari-hari seperti keadaan cemas, depresi, kelemahan fisik,
mudah tersinggung, sampai gangguan konsentrasi.
32
Menurut LLS (2009) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tanda – tanda
fatigue yang kemungkinan ditemukan pada hasil dari anamnesa pada data
rekam medik dan hasil pemeriksaan fisik sampai pemeriksaan laboratorium
pasien kanker diantaranya yaitu : kesulitan berjalan meskipun jaraknya
dekat, sesak nafas, anemia, BB turun, intoleransi terhadap dingin, perubahan
rambut dan kulit, kelemahan pada otot, cemas, gangguan tidur, libido
menurun. Kondisi kelemahan (fatigue) dapat dideskripsikan juga melalui
perubahan mood, kemampuan kognitif sampai perubahan sosial. Depresi,
kecemasan, motivasi yang menurun, negatif thinking, kurang konsentrasi
merupakan beberapa tanda yang dapat diamati. Kondisi fatigue yang
dirasakan secara terus menerus akan menimbulkan respon distress bagi
pasien kanker dan dapat berefek pada aktivitas serta proses perawatan pasien
kanker. Bahkan kondisi yang demikian akan membuat pasien kanker
menjadi tidak mampu untuk melanjutkan ketahap berikutnya yang
diakibatkan menurunnya kondisi dan kemampuan atau kekuatan pasien
kanker. Keadaan ini harus diatasi dengan terlebih dahulu dilakukan
pengkajian secara tepat untuk kemudian dilakukan intervensi yang akurat
untuk mempertahankan kualitas hidup pasien kanker.
2.3.4 Patofisiologi fatigue pasien kanker dengan kemoterapi
Pada pasien kanker dengan kemoterapi, obat-obatan yang diberikan akan
menyebar sampai pada sum-sum tulang atau terjadi supresi pada sum-sum
tulang yang menyebabkan kondisi tersebut menjadi anemia. Keadaan ini
diakibatkan adanya zat toksik yang terdapat pada obat-obatan kemoterapi
yang masuk dan mengubah cara kerja sel yang normal, obat kanker memiliki
sifat kerja yang tidak hanya mampu membunuh sel kanker tetapi juga
mampu merusak sel normal yang sedang dalam proses perkembangan,
terutama sum-sum tulang sebagai pusat pembentukan sel darah, keadaan ini
akan berdampak pada kejadian fatigue karena sel darah merah membawa
oksigen yang akan digunakan untuk metabolisme tubuh (Chang, 2009).
33
UniversitasIndonesia
Kelelahan pada pasien kanker juga dapat disebabkan karena sitokin
proinflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF-α) dapat mempengaruhi
metabolisme 5-HT. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan umpan balik
antara TNF-α dengan 5-HT dimana TNF-α yang disintesis perifer
menyebabkan terjadinya pelepasan 5-HT, sehingga menghasilkan
peningkatan clereance 5-HT dari ruang sinaps. Sebaliknya, keadaan tersebut
akan mengakibatkan 5-HT menurunkan sintesis TNF-α. Proses umpan balik
yang terjadi di SSP tersebut dapat membuat kondisi tidak teratur dan bersifat
patologis sebagai respon terhadap terapi kanker. Secara langsung maupun
tidak langsung bahwa sitokin juga mampu mempengaruhi kejadian fatigue
pada pasien kanker dengan kemoterapi selain yang disebabkan oleh anemia.
Proses peningkatan kadar sitokin (IL-6) akan memberikan dampak pada
terjadinya anemia, cachexia, anoreksia, infeksi bahkan depresi yang mampu
berkontribusi pada kejadian fatigue. Sitokin adalah faktor yang mampu
memicu neoplasma yang akhirnya menyebabkan fatigue melalui IL -1 dan
IL-6 dan TNF-α dimana kondisi tersebut terjadi penekanan eritropoises yang
menjadi penyebab utama terjadinya anemia.
Selain itu faktor lain seperti HPA (hipotalamus hipofisis adrenal) yang
berfungsi mengontrol pelepasan kortisol untuk menanggapi stress baik fisik
atau psikososial juga dikaitkan dengan kejadian fatigue. Corticotropin
releasing hormone (CRH) disekresikan secara khusus dari paraventrikular
hipotalamus dan bertindak sebagai vasopressin yang bekerja dengan melepas
hormone adrenokartikotropik (ACTH) dan hipofisis anterior merangsang
terjadinya pelepasan kortisol dari korteks adrenal HPA akan berpengaruh
pada perkembangan kekebalan tubuh dan produksi sitokin.
2.3.5 Pengkajian fatigue pasien kanker
Tingkat fatigue yang terjadi pada pasien kanker setelah menjalani
kemoterapi harus menjadi perhatian yang penting terutama dalam proses
keperawatan. Biasanya puncak terjadinya fatigue setelah menjalani
kemoterapi yakni hari pertama sampai hari ketujuh, kemudian keadaan
34
tersebut berangsur-angsur turun sampai hari kelima belas (Miller, Maguire &
Kearney, 2007). Obat-obatan kemoterapi yang diberikan akan bekerja secara
sistemik dan bersifat sitotoksik, keadaan tersebut akan berdampak beragam
/pada kondisi berat atau ringannya keluhan fatigue yang dirasakan dan
perasaan fatigue yang muncul pada pasien kanker dengan kemoterapi
bersifat subjektif pada setiap individu. Hal tersebut mengharuskan
dilakukannya pengukuran untuk mendapatkan hasil yang akurat melalui
pengkajian yang dilakukan. Terdapat berbagai alat ukur atau instrument yang
digunakan dan sudah tersedia untuk mengukur kejadian fatigue salah satunya
Piper Fatigue Scale yang bersifat skala verbal (visual analog scale) yang
digunakan untuk mengkaji secara subjektif dan dapat mengidentifikasi
tingkat fatigue yang dirasakan pasien kanker (Borneman, Piper, Virginia,
Koezywa, Uman, ferrel, 2007).
Paper Fatigue Scale (PFS) merupakan sebuah instrument yang telah
dikembangkan oleh Barbara Piper, PFS adalah model pengukuran
multidimensi pada fatigue dan sering digunakan untuk menilai tingkat
fatigue pada pasien kanker. Questioner ini terdiri dari 22 item dengan skala
numeric “0 sampai 10” dengan nilai 0 sebagai titik terendah dan 10 titik
tertinggi. Quesioner PFS ini membagi menjadi 4 dimensi fatigue secara
subjektif yang meliputi dimensi perilaku terdiri dari 6 item pertanyaan,
dimensi afektif terdiri dari 5 item pertanyaan, dimensi sensori 5 item
pertanyaan dan dimensi kognitif 6 item pertanyaan (Piper, Borneman,
Virginia, Koezywa, Uman, Ferrel & James, 2007). Sementara itu, derajat
fatigue dapat dikelompokkan menjadi derajat ringan (1-3), sedang (4-6) dan
berat (7-10). Skor fatigue dapat dihitung secara total atau berdasarkan
masing-masing dimensi fatigue. Nilai rata-rata skor yang telah diidentifikasi
sebagai tingkat fatigue dijumlah total dari item pertanyaan 22 kemudian di
bagi 22. Piper et al., 1998 dalam kim & kim (2005) menyatakan bahwa
Questioner PFS telah dilakukan uji validitas dengan hasil menunjukkan
angka 0,97 dengan alpha cronbach untuk total item.
35
UniversitasIndonesia
2.4 Relaksasi pada pasien kanker dengan fatigue
Relaksasi merupakan sebuah bentuk teknik pengobatan nonfarmakologi yang
digunakan sebagai terapi untuk mengurangi ketegangan yang terjadi pada otot.
Teknik relaksasi juga merupakan salah satu bentuk dari suatu mind-body therapy
yang sering digunakan dalam pengobatan komplementer atau alternative
(complementary and Alternative therapy) (Kwekkeboom, Cherwin, Lee & Wanta,
2010). Sudah diakui bahwa terapi komplementer dapat digunakan sebagai terapi
pendamping dari terapi konvensional sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan
bersama dalam proses pengobatan medis (Synder & Lyndquist, 2009). Tekhnik
relaksasi yang dilakukan dapat merangsang kerja sistem saraf simpatis dan
parasimpatis. Salah satu teknik atau metode relaksasi adalah relaksasi otot progresif
atau Progressive Muscle Relaxation, teknik pernafasan, relaksasi perilaku (Teknik
relaksasi lima jari) (Miltenberger 2004 dalam Ramdani 2008). Proses latihan atau
intervensi teknik relaksasi yang diberikan mampu mengurangi ketegangan yang
terjadi pada otot, sehingga merasakan keadaan yang rileks dan dapat mengurangi
stress untuk meningkatkan kualitas hidup pasien kanker (Mustian, Sprood, Palesh,
Peppone, Janelsins, Mohile & Carroll, 2009).
2.4.1 Definisi PMR
Teknik relaksasi telah banyak digunakan secara luas untuk mengatasi
keluhan-keluhan pasien dan kebanyakan teknik ini dikombinasikan sebagai
pendamping untuk terapi medis. Salah satu teknik relaksasi yang digunakan
salah satunya adalah Progressive Muscle Relaxation atau PMR. Teknik ini
mudah dan sederhana dilakukan bahkan sudah digunakan secara luas.
Prosedur PMR dapat dilakukan melalui dua langkah yakni, pemberian
tegangan pada suatu kelompok otot, dan kemudian menghentikan tegangan
tersebut dengan memusatkan perhatian terhadap kondisi bagaimana
membuat otot menjadi rileks, merasakan sensasi rileks dan ketegangan
menjadi hilang (Scheufele, 2000). Teknik PMR merupakan jenis relaksasi
yang dilakukan dengan gerakan mengencangkan dan melemaskan secara
36
progresif kelompok otot tertentu secara berturut-turut (Synder dan
Lyndquist, 2002). Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
Progressive Muscle Relaxation adalah teknik yang dapat digunakan sebagai
terapi pilihan atau pendamping terapi medis. Ketika melakukan teknik PMR,
usahakan perhatian pasien diarahkan untuk membedakan perasaan yang
dialami saat menegangkan otot dan melemaskannya kembali.
2.4.2 Mekanisme PMR terhadap Fatigue
Ketegangan dan kecemasan yang terjadi pada seseorang terbukti mampu di
reduksi secara efektif dengan pemberian Progressive Muscle Relaxation.
PMR yang dilakukan secara rutin diyakini mampu menurunkan ketegangan
pada otot sehingga menjadi rileks dan mengurangi nyeri, ketika nyeri
berkurang dapat meningkatkan kemampuan fisik seseorang sehingga fatigue
berkurang (Pathak, Mahal, Kohli & Nimbran, 2013). Bahkan Demiralp,
Oflaz & Kamurcu (2010) menjelaskan tentang efek samping PMR terhadap
Kualitas tidur yang mampu meningkatkan kemampuan untuk mengurangi
terjadinya fatigue pada pasien yang menjalani kemoterapi.
Stress merupakan suatu kondisi yang dapat muncul akibat suatu penyakit
yang dijalani seseorang, keadaan tersebut dapat merangsang saraf simpatis
yang mampu meningkatkan ketegangan pada otot dan cemas. Exercise yang
dilakukan untuk menurunkan fatigue salah satunya adalah PMR yang
bekerja dengan cara menghambat jalur aktivasi saraf simpatis dan
mengaktivasi saraf parasimpatis, pikiran untuk memperkuat sikap positif
sebagai rangsangan stress yang terjadi pada hipotalamus berkurang
(Copstead & Banasik, 2000). PMR juga mampu memberikan efek rileks
pada otot-otot sehingga kondisi tersebut memicu terjadinya vasodilatasi pada
pembuluh darah yang mampu memberi efek tenang dan nyaman.
Bahkan terdapat penelitian yang mengatakan bahwa teknik relaksasi PMR
mampu mengatasi masalah lain pada pasien kanker seperti mual, muntah,
anoreksia (Molassiotis, 2002).
37
UniversitasIndonesia
2.4.3 Indikasi dan Kontra indikasi PMR
Indikasi dilakukannya PMR adalah sebagai terapi manajemen stress,
kecemasan, nyeri fisik seperti pada pasien asma, hipertensi, chronic
obstructive pulmonary diseases, pasien gangguan jiwa, pasien kanker, pasien
post operasi dan pasien lain yang mendapatkan prosedur tertentu (Synder
dan Lyndquist, 2002). Disatu sisi, teknik PMR juga memiliki kontraindikasi
diantaranya yaitu apabila pasien sedang mengalami masalah emosional
selama melakukan tindakan PMR maka hal yang harus dilakukan adalah
menghentikan terlebih dahulu teknik PMR dan mengkonsultasikannya
kepada petugas kesehatan yang ada. Penerapan terapi PMR harus
memperhatikan kondisi pasien, apakah pasien tampak lelah sekali atau tidak.
Bahkan pada hal – hal tertentu seperti pasien yang memiliki riwayat psikiatri
atau gangguan psikiatri tidak dapat dilakukan PMR (Cooke, 2013).
2.4.4 Manfaat PMR
Jacobson (1938, dalam Synder dan Lindquist, 2002) mengemukakan bahwa
teknik PMR dilakukan dengan maksud untuk mengurangi konsumsi oksigen
didalam tubuh, mengurangi laju metabolisme tubuh, laju pernafasan,
mengurangi terjadinya ketegangan otot, mengurangi gelombang alpha otak
namun dapat meningkatkan beta endorphin dan bahkan mampu
meningkatkan imun seluler. Teknik relaksasi dapat digunakan untuk
meningkatkan koping yang aktif bagi individu, teknik tersebut digunakan
dengan cara mengajarkan kapan dan bagaimana teknik relaksasi dilakukan
dengan baik ketika masalah pada individu muncul.
2.4.5 Pelaksanaan terapi PMR
Pelaksanaan teknik PMR dilakukan dengan melakukan latihan yang
berpegang pada fokus terhadap tegangan yang dihasilkan dan relaksasi pada
kelompok otot tertentu seperti wajah, leher, bahu, dada, tangan, lengan,
punggung, perut dan kaki. Proses peregangan yang dilakukan secara
38
progresif dapat dimulai dengan menegangkan dan atau meregangkan terlebih
dahulu kelompok-kelompok otot utama dalam tubuh, dengan harapan dapat
disadari pada otot bagian mana yang tampak terlibat sehingga mampu
meningkatkan kesadaran tubuh dalam merespon kecemasan dan ketegangan
yang terjadi (Scheufele, 2000). Dalam melakukan teknik PMR terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencapai rileks diantaranya
adalah lingkungan yang aman dan nyaman, posisi nyaman dan sikap yang
baik dalam melakukan PMR. Kondisi lingkungan yang aman dan nyaman
akan membuat seseorang terjaga konsentrasinya, terutama saat melakukan
tindakan peregangan dan relaksasi otot, dengan tetap menjaga dan
membatasi dari gangguan atau interupsi, suara atau bising yang
mengganggu. PMR dapat dilaksanakan maksimal 2 kali sehari denga durasi
sekitar 20 menit, sebaiknya tekhnik ini dilakukan setelah makan agar
terhindar dari rasa kantuk dan untuk mencapai hasil maksimal teknik ini
biasanya dilakukan miminal selama satu minggu berturut-turut.
Pemberian terapi PMR dapat diberikan sebelum, selama atau sesudah
dilakukannya prosedur tindakan medis. Durasi pemberian terapi PMR dapat
diberikan berkisar 20 sampai dengan 30 menit, meskipun belum terdapat
standard baku yang mengatur hal tersebut, sehingga masih banyak variasi
yang digunakan baik dalam bentuk durasi, frekwensi dan jumlah kelompok
otot yang terlibat dalam teknik PMR ini (Cooke, 2013). Bahkan beberapa
penelitian menyampaikan bahwa paling sedikit 4 sesi teknik pemberian
terapi PMR akan memberikan dampak positif (Synder dan Lynquist, 2002).
2.4.6 Langkah-langkah PMR
2.4.6.1 Persiapan umum
1) Berikan kesempatan istirahat selama 10 sampai dengan 15 menit
ketika responden baru datang.
2) Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur dan inform consent
didalamnya termasuk lembar persetujuan tindakan PMR kepada
responden.
39
UniversitasIndonesia
3) Lepaskan assesoris yang digunakan seperti kacamata, jam tangan
dan sepatu.
4) Longgarkan penggunaan ikat pinggang atau yang lainnya yang
melekat di tubuh yang dapat mengganggu aktivitas PMR.
5) Posisikan senyaman mungkin dengan posisi berbaring dan mata
tertutup, gunakan bantal sebagai sandaran di bawah kepala dan
lutut. Dapat juga dengan posisi duduk diatas kursi kepala
tertopang pada sandaran kursi, hindari posisi berdiri pada
pelaksanaan teknik PMR ini.
2.4.6.2 Pra sesi pelaksanaan
Ketika responden telah mendapatkan posisi yang nyaman mulai
dengan melakukan relaksasi nafas dalam terlebih dahulu. Anjurkan
responden menarik nafas dalam melalui hidung dibantu dengan 3
hitungan kemudian tahan selama 3 hitungan dan anjurkan untuk
menghembuskan melalui mulut dengan perlahan selama 3 hitungan.
Lakukan prosedur tersebut sekali lagi dan teknik ini dapat di kerjakan
bersamaan dengan teknik PMR (Cooke, 2013).
Prosedur relaksasi progresif (PMR) mengajarkan cara mengendurkan
otot melalui proses dua langkah. Pertama, menerapkan ketegangan
pada kelompok otot tertentu, lalu menghentikan ketegangan dan
mengalihkan perhatian untuk memperhatikan bagaimana otot-otot
menjadi rileks saat ketegangan mengalir.
Berikut adalah beberapa saran untuk praktik relaksasi progresif
(PMR) :
a. Selalu berlatih relaksasi progressif penuh (PMR) di tempat yang
sepi, sendirian, tanpa gangguan elektronik, bahkan musik
sekalipun.
b. Lepaskan sepatu dan kenakan pakaian longgar.
40
c. Hindari makan, merokok, atau minum. Yang terbaik adalah
berlatih relaksasi progresif sebelum makan dan bukan setelah, hal
tersebut demi proses pencernaan.
d. Jangan pernah berlatih setelah menggunakan minuman keras.
e. Duduklah di kursi yang nyaman jika memungkinkan. Kondisi ini
memungkinkan berlatih relaksasi progressif seraya berbaring,
namun dapat menyebabkan kemungkinan tertidur.
f. Apabila tertidur, berikan apresiasi terhadap apa yang telah
dilakukan.
g. Apabila berlatih di tempat tidur di malam hari, usahakan tertidur
selama proses belum selesai. Sehingga, perlu mempertimbangkan
sesi latihan di malam hari, di tempat tidur, untuk menjadi latihan
relaksasi tambahan terhadap latihan.
h. Setelah sesi selesai, rileks dengan mata tertutup selama beberapa
detik, lalu bangun perlahan. (Hipotensi ortostatik akan tiba-tiba
turun dalam tekanan darah sehingga berdiri dengan cepat dapat
menyebabkan gangguan keseimbangan dan pingsan). Untuk
mengatasi hal tersebut hitung mundur dari 5 menjadi 1, dengan
memperlambat waktu memberikan kesempatan untuk
memperlambat pernafasan, bernafas dalam, membuka mata,
rileks dan tersadar kembali.
2.4.6.3 Langkah pertama
Teknik relaksasi ini dilaksanakan dengan menegangkan otot-otot
tertentu kemudian melepaskannya kembali dengan memfokuskan
pikiran pada kelompok otot tersebut seraya menarik nafas dalam dan
mengencangkan sekencang-kencangnya selama 8 detik. Contohnya
membuat kepalan tangan sekencang-kencangnya.
Sangat penting untuk benar-benar merasakan ketegangan. Dilakukan
dengan benar, prosedur ketegangan akan menyebabkan otot mulai
goyang, dan akan merasakan sedikit rasa sakit.
41
UniversitasIndonesia
2.4.6.4 Langkah kedua
Setelah melalui proses penegangan kemudian rilekskan selama 8
detik dengan perlahan. Biarkan dan rasakan rasa sesak dan sakit
menlair keotot-otot sambil menghembuskan nafas perlahan secara
bersamaan. Fokuskan pikiran pada munculnya tegangan dan
kemudian rileks.
Tetap rileks selama 15 detik kemudian ulang kembali. Pelaksaan
PMR ini dapat dilakukan dengan posisi senyaman mungkin seperti
sandaran pada kursi maupun berbaring. Konsentrasikan pikiran pada
sensasi otot saat menegang dan rileks. Lakukan teknik pernafasan
secara perlahan dan jangan menahan nafas. Teknik PMR (Jacobson’s,
2006) berikut ini :
1) Tangan : menggenggam dengan erat dan merilekskan dengan
melepas jari-jari.
2) Biseps dan trisep : menegangkan biseps kemudian
meluruskannya kembali dengan rileks. Menekuk tangan juga
akan menegangkan tricep kemudian rilekskan kembali.
3) Bahu : tarik bahu keatas mendekati daun telinga dan dorong
kedepan, kemudian rilekskan kembali.
4) Leher Lateral : dengan posisi bahu tetap lurus dan rileks, kepala
diputar kearah kanan, sejauh yang bias dilakukan kemudian
rilekskan dengan kembali keposisi semula. Putar kembali kepala
kearah kiri kemudian kembali keposisi semula dengan rileks.
5) Leher (maju) : tekuk dagu sampai menyentuh dada kemudian
kembali lagi keposisi semula rileks (tidak disarankan kebelakang
karena akan beresiko mematahkan tulang leher).
6) Mulut : mulut dibuka selebar mungkin kemudian rilekskan, bibir
disatukan dan mecucu sekuat mungkin kemudian rilekskan.
7) Lidah (diperpanjang dan ditarik kembali) : mulut terbuka dan
rentangkan lidah sejauh mungkin kemudian rileks. Dorong lidah
kearah dalam tenggorakan dan rilekskan kembali.
42
8) Lidah (atap dan langit) : dorong lidah kearah langit-langit rongga
mulut dan rilekskan kembali, kemudian dorong lidah ke bagian
bawah mulut dan rilekskan kembali.
9) Mata : buka mata selebar mungkin kemudian rilekskan. Tutup
erat-erat mata kemudian rileks kembali. Pastikan mata, dahi dan
hidung kendur atau rileks setelah sebelumnya ditegangkan.
10) Pernafasan : tarik nafas sedalam mungkin tahan sebentar
kemudian hembuskan secara perlahan, bernafas secara normal
selama 15 detik kemudian tarik kembali pernafasan dan tahan
selama 15 detik kemudian hembuskan perlahan.
11) Kembali : dengan posisi tersandar atau duduk dikursi bersandar,
dorong tubuh kedepan sehingga punggung melengkung kemudian
rileks (hati-hati melakukan step ini atau jangan dilakukan).
12) Butt : menegangkan otot-otot bokong dan angkat panggul sedikit
dari kursi emudian rileks.
13) Paha : lebarkan posisi kaki kemudian angkat tetapi jangan sampai
perut terasa tegang kemudian rilekskan.
14) Perut : kembungkan perut sbesar mungkin kemudian rilekskan.
15) Betis dan kaki : arahkan jari-jari kaki ke atas seolah-olah tangan
menyambut jari-jari kaki (tanpa mengangkat kaki); kemudian
rileks
2.5 Teknik Relaksasi Lima Jari dan kejadian fatigue
2.5.1 Pengertian relaksasi lima jari
Tenik relaksasi merupakan bagian dari sebuah teknik hypnosis yang lahir
untuk memberikan rasa rileks pada individu yang sedang mengalami stress.
Hypnosis sendiri berasal dari bahasa yunani “Hypnos” yang berarti tidur.
Akan tetapi kondisi tidur pada kondisi ini bukanlah tidur biasa, akan tetapi
kondisi menutup mata dengan mengatur nafas dengan tenang dan lambat dari
waktu bangun, keadaan ini untuk mengaplikasikan pikiran dan perasaan
43
UniversitasIndonesia
yang digunakan dalam menurunkan kecemasan (Davis, et al.,1995; Clark,
2004).
Respon relaksasi yang diperoleh dari teknik lima jari ini merupakan
kebalikan dari respon stress yang muncul. Respon relaksasi memberi
kesempatan otak untuk bekerja menjalankan peran utamanya sebagai
pemelihara keseimbangan secara fisik, mental dan emosi (Davis, et
al.,1995). Teknik lima jari dapat di pelajari secara cepat dan diaplikasikan
secara aman. Latihan yang dilakukan selama 20 menit ini mampu
meningkatkan kedamaian hati, relaksasi dan menghilangkan stress (Davis, et
al.,1995; Clark, 2004). Jadi, teknik relaksasi lima jari merupakan sebuah
teknik hypnosis yang dilakukan dengan memberikan sentuhan pada jari
tangan secara bergantian seraya membayangkan hal-hal yang
menyenangkan, dengan tujuan meningkatkan mood dan mengurangi stressor
yang muncul pada individu. Kondisi tersebut mampu membuat pasien
kanker terbebas dari tekana dan kecemasan akan penyakit kanker yang
dihadapi dan dapat berakibat pada kematian. Ketenangan mampu
menurunkan keadaan stress pada pasien kanker sehingga kemampuan sel-sel
normal untuk melawan sel kanker meningkat (Kanojja, dalam Danismaya,
2008).
2.5.2 Peran relaksasi lima jari pada stress penyebab fatigue
Relaksasi akhir-akhir ini semakin banyak digunakan sebagai terapi untuk
meminimalisir terjadinya stress, sehingga mampu memberikan pikiran
menjadi tenang dan jauh dari penyebab stress. Teknik lima jari didefinisikan
sebagai terapi hypnosis dengan tujuan memberikan relaksasi yang digunakan
untuk memberikan perasaan relaks, mampu mengurangi tanda-tanda dan
gejala yang tidak diinginkan seperti, mual, cemas, stress penyebab fatigue
(Dochterman & Bulechek, 2004).
Stressor merupakan sebuah masalah psikologis yang tidak dapat dihindari
oleh individu selama menjalani proses kehidupan yang dijalaninya, kapan,
44
dimana, bentuk stressor dan siapa sajanya sangat mungkin terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Pasien kanker yang menjalani pengobatan khususnya
kemoterapi dapat mengalami stress bahkan sampai terjadi depresi, sehingga
kondisi tersebut akan menjadi masalah yang serius bagi penderita kanker.
Respon yang muncul akibat stressor akan melibatkan sistem syaraf, sistem
imun dan endokrin. Ketika ketiga sistem tersebut tidak mampu menghadapi
bahkan mengontrol stressor yang ada, maka akan mengganggu
keseimbangan pasien dengan kanker. Hipotalamus akan merespon stressor
fisik dan psikologis dengan mengaktifkan beberapa hormone, kondisi
tersebut dinamakan alarm reaction (Selye dalam Danismaya, 2008).
Hipotalamus akan mengaktifkan sistem saraf simpatis, mengeluarkan CRH
(Corticotropin Releasing Hormone) untuk merangsang sekresi ACTH serta
kortisol yang berasal dari hipofisis dan meningkatkan pengeluaran
vasopressin (www.elib.fk.uwks.ac.id). Ketika stressor yang ada belum
mampu teratasi maka hipotalamus akan memproduksi katekolamin yang
terdiri dari Norephineprin dan ephineprin, keduanya memiliki efek pada
system kardiovaskuler. Pada kondisi stress norepinefrin mampu membuat
pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi sehingga membuat
tekanan darah meningkat. Sementara epinefrin mampu meningkatkan
kontraksi pada otot jantung (myocardium), selain memiliki efek metabolic
dengan meningkatkan proses glikogenolisis untuk melepas glukosa hati.
Teknik relaksasi lima jari yang dilakukan akan memberikan dampak pada
katekolamin, sehingga individu mampu beradaptasi dan menjadikan keadaan
stress sebagai habituallynya. Pada keadaan ini mampu memproduksi kortisol
dalam jumlah yang tidak sedikit dan digunakan untuk mengurai munculnya
stress. Pada keadaan ini teknik lima jari yang dilakukan dengan baik dan
pasien kanker mampu menjalankan dengan baik maka akan meningkatkan
homeostasis. Kondisi homeostasis mampu meningkatkan koping terhadap
stress dan meningkatkan fatigue. Teknik relaksasi lima jari dilakukan untuk
merubah hypothalamus dalam memanipulasi untuk mengurangi stress.
45
UniversitasIndonesia
2.5.3 Relaksasi lima jari dan fatigue
Teknik lima jari merupakan jenis pengobatan yang termasuk dalam kategori
CAT (Complementary Alternative Therapy) dan bekerja pada bagian korteks
yang terdapat pada serebral otak, untuk saling berkomunikasi dengan bagian
tubuh seperti hipothalamus dan sistem saraf simpatis dan saraf parasimpatis
(Bauer-Wu, 2002 dalam Winarto, 2008). Hipofisis akan merangsang
pengeluaran hormone yang digunakan untuk mengontrol fungsi vital dalam
beradaptasi terhadap stress (Potter & Perry, 2005). Selama teknik lima jari
ini, stress yang ada mampu ditekan dengan pengendalian sugesti positif
sehingga mampu mengontrol hipofisis (Winarto, 2008).
Pada saat teknik lima jari dilakukan, terjadi induksi pikiran spiritual,
experience, imagery,yang dapat mengaktivasi otak kanan untuk menstimulus
saraf parasimpatis sehingga berdampak pada fungsi internal tubuh (Nicholas
& Humenick, 2000). Stimulasi saraf parasimpatis menghambat saraf
simpatis agar tercipta perasaan rileks pada pasien kanker yang menjalani
kemoterapi, sehingga kondisi tersebut mampu meningkatkan oksigenasi
yang ada karena mampu merilekskan otot-otot dan pembuluh darah
pembawa oksigen.
2.5.4 Langkah-langkah teknik lima jari
Teknik lima jari merupakan sebuah teknik yang telah dikembangkan oleh M.
Davis, teknik ini adalah salah satu dari terapi yang sifatnya umum digunakan
dan memberikan efek relaksasi, memberikan ketenangan yang dilakukan
dengan cara mengingat pengalaman-pengalaman yang telah dialami dan
menyenangkan. Berikut langkah-langkah untuk melakukan relaksasi teknik
lima jari menurut M. Davis et al (2008) sebagai berikut :
1) Langkah pertama : menyatukan ujung ibu jari dengan jari telunjuk, seraya
mengingat kembali saat anda sehat, dan anda melakukan apapun yang
diinginkan.
46
2) Langkah kedua : menyatukan ujung ibu jari dengan jari tengah, seraya
tetap mengingat kembali bagaimana momen-momen indah yang pernah
terjadi dan dijalani bersama orang yang dikasihi dan dicintai.
3) Langkah ketiga : sentuhkan ujung ibu jari anda dengan jari manis, dan
kembali mengingat saat masa-masa anda mendapatkan sebuah
penghargaan yang sangat berarti dalam hidup anda atas hasil usaha dan
kerja keras yang pernah anda lakukan.
4) Langkah ke empat : pindahkan ibu jari dan menyentuh jari kelingking
anda untuk kembali membayangkan ketika anda sedang berada disuatu
tempat yang sangat indah dan anda merasa nyaman untuk mengunjungi.
Berikan waktu sejenak untuk kembali mengingat masa-masa itu.
Teknik ini telah diadaptasi untuk diaplikasikan di Indonesia, bahkan dari
beberapa penelitian yang telah dilakukan memberikan evidence teknik
relaksasi lima jari efektif digunakan untuk mengatasi masalah bahkan
kualitas tidur (Banon et al, 2014).
Teknik relaksasi lima jari banyak dilakukan sebagai terapi relaksasi yang
dikemas seperti pemberian hipnotis (self hipnosis) dan mampu memberikan
efek relaksasi yang tinggi untuk meningkatkan konsentrasi, sehingga
seseorang akan merasa rileks dan rasa tegang atau stress menjadi berkurang.
Penggunaan teknik relaksasi lima jari ini mampu merangsang pengeluaran
hormon yang mampu memicu stress. Teknik relaksasi ini dapat dilakukan
sekitar 10 menit untuk merangsang konsentrasi dan rasa rileks mulai dari
sentuhan pertama ibu jari ke jari telunjuk (Keliat, 2011).
2.6 Latihan fisik Range of Motion
2.6.1 Pengertian latihan Range of Motion
Latihan Range of Motion merupakan sebuah latihan yang dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan otot, massa otot dan tonus otot (Potter & Perry,
2005). Sedangkan Ni Made Suarti et. Al (2009) mengemukakan bahwa
47
UniversitasIndonesia
gerakan ROM ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi sendi dan otot juga
mempertahankannya dari berbagai proses penyakit, meningkatkan aktivitas.
Latihan ROM dapat diklasifikasikan menjadi ROM aktif dan ROM pasif.
ROM aktif merupakan latihan gerakan yang dilakukan oleh pasien itu sendiri
dengan menggerakkan anggota sendi sedangkan ROM pasif dilakukan
dengan bantuan perawat untuk menggerakkan sendi tubuh. Bahkan terdapat
ROM aktif asistif dimana gerakan sendi yang dilakukan oleh pasien dibantu
oleh orang lain atau perawat. ROM aktif resistif gerakan yang dilakukan
dengan melawan suatu tahanan dan ROM isometric yaitu latihan yang
dicapai dengan cara mengencangkan dan mengendurkan otot tanpa gerak
sendi.
2.6.2 Tujuan Range of Motion
Range of Motion merupakan sebuah latihan fisik yang dapat dilakukan
secara aktif atau pasif. Kedua teknik tersebut memiliki tujuan yang sama,
dan menurut Ni Made Suarti et. Al (2009) tujuan tersebut yaitu :
2.6.2.1 Mempertahankan fungsi mobilisasi
2.6.2.2 Memulihkan dan meningkatkan kekuatan otot
2.6.2.3 Mencegah terjadinya kelemahan
2.6.2.4 Melancarkan perederan darah
2.6.3 Manfaat Range of Motion
ROM yang dilakukan oleh pasien kanker yang menjalani kemoterapi dan
mengalami fatigue memiliki manfaat yang dapat membantu meningkatkan
kekuatan otot, sehingga latihan ini memiliki manfaat seperti : 1).
Memperlancar sirkulasi darah; 2). Meningkatkan mobilisasi otot dan sendi,
menilai kemampuan otot dan sendi untuk melakukan pergerakan.
2.6.4 Range of Motion dan Fatigue
Latihan Range of Motion ini dilakukan secara aktif oleh penderita kanker
yang menjalani kemoterapi dan mengalami fatigue. Sehingga latihan ini
biasa disebut ROM aktif. Pada kondisi fatigue terdapat kelemahan pada otot-
48
otot yang disebabkan kurangnya asupan sumber energi yang harus
digunakan oleh otot (Synder & Lindquist, 2002). Dengan latihan ROM akan
meningkatkan kemampuan otot dalam melancarkan sirkulasi pembuluh
darah pembawa nutrisi dan oksigen sebagai sumber energi yang digunakan
oleh otot untuk bergerak (Cooke, 2013).
Latihan ROM mampu menjaga elastisitas otot untuk bergerak, dengan
gerakan yang dilakukan mampu meningkatkan dan menguatkan ligament
dan sendi, membuka aliran pada pembuluh darah sehingga memperlancar
pembuluh darah untuk mendistribusikan nutrisi dan oksigen keseluruh tubuh
(Yamin, 2005). Kondisi tersebut akan menurunkan tingkat fatigue pada
pasien kanker yang menjalani kemoterapi akibat terjadinya kerusakan sel
dan berkurangnya kebutuhan nutrisi.
2.6.5 Indikasi ROM
Latihan Range of Motion ini dilakukan secara aktif kepada pasien yang
mengalami fatigue. Gerakan ini dilakukan dengan tujuan untuk
meningkatkan kekuatan otot sehingga mampu menurunkan tingkat fatigue.
Pada saat diberikan latihan ini pasien tidak dalam kondisi cidera yang dapat
menjadikan cidera pada pasien (Ni Made Suarti et. Al, 2009).
2.6.6 Pelaksanaan latihan Range of Motion
Feigin, 2006; Kozier & Blais, 1995 mengemukakan tentang gerakan yang
dilakukan pada latihan fisik ROM ini, sebagai berikut :
2.6.6.1 Fleksi = menggerakkan tungkai kedepan atas
2.6.6.2 Ekstensi = menggerakkan tungkai kebelakang tubuh
2.6.6.3 Abduksi = menggerakkan tungkai kesamping menjauhi tubuh
2.6.6.4 Adduksi = menggerakkan tungkai kembali ke posisi media dan
melebihi jika memungkinkan
2.6.6.5 Fleksi = menggerakkan tumit kearah belakang paha
Latihan ROM aktif ini dilakukan meliputi latihan bahu, latihan siku,
latihan lengan, latihan pergelangan tangan dan latihan jari-jari tangan
49
UniversitasIndonesia
yang merupakan anggota gera atas. Sedangka anggota gerak bawah
meliputi latihan pangkal paha, latihan lutut, latihan pergelangan kaki
dan latihan jari-jari kaki.
2.7 Kerangka Teori
Berdasarkan landasan pustaka yang telah terurai diatas, maka secara sistematis
terbentuk kerangka teori pada penelitian dan tergambarkan sebagai berikut :
50
Skema 2.1
Kerangka Teori
Kanker
Differensiasi sel
Pertumbuhan sel
kanker Angiogenesis Perdarahan
Anemia
Fatigue
Kemoterapi Bersifat toksik terhadap
pertumbuhan sel normal
Supresi sumsum
tulang
Kerusakan
pembentukan
eritrosit, Hemoglobin
menurun
Cemas Peningkatan
kebutuhan energi
Perubahan
metabolisme otot
Konsentrasi ATP,
Creatinin phospates,
protein synthesis menurun
sedangkan latat meningkat
Kebutuhan energi
tidak terpenuhi
PMR+T5J
Mind-body
therapy
Menurunkan
ketegangan otot
 Menghambat jalur saraf simpatis
yang dapat meningkatkan
ketegangan otot dan kecemasan
 Aktivasi syaraf parasimpatis
untum meningkatkan konsentrasi
dan menurunkan kecemasan
Rileks Vasodilatasi
Memperlancar
aliran pembuluh
darah
Menurunkan
fatigue
ROM
Latihan
peningkatan
kekuatan otot
Melancarkan
sirkulasi
Meningkatkan suplai
nutrisi dan oksigen
Dimodifikasi berdasarkan Synder & Lindquist, 2009; Copstead & Banasik, 2000; Nicholas & Humenick, 2000;
Beur-Wu 2002
51
UniversitasIndonesia

More Related Content

Similar to Bab 2

TUGAS 2_ADINDA MAHESA PUTRI (2120442014).pptx
TUGAS 2_ADINDA MAHESA PUTRI (2120442014).pptxTUGAS 2_ADINDA MAHESA PUTRI (2120442014).pptx
TUGAS 2_ADINDA MAHESA PUTRI (2120442014).pptxAdindaMahesaPutri
 
Askeb urologi husnaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Askeb urologi husnaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaAskeb urologi husnaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Askeb urologi husnaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaOperator Warnet Vast Raha
 
proposal pleurotropin. EDIT pptx (3).pptx
proposal pleurotropin. EDIT pptx (3).pptxproposal pleurotropin. EDIT pptx (3).pptx
proposal pleurotropin. EDIT pptx (3).pptxIkhlasAnggieKayMay1
 
Hallmark-of-Cancer slide baru silahkan dibaca
Hallmark-of-Cancer slide baru silahkan dibacaHallmark-of-Cancer slide baru silahkan dibaca
Hallmark-of-Cancer slide baru silahkan dibacalenovo12iau7pidy
 
teknis model baelajar.pptx
teknis model baelajar.pptxteknis model baelajar.pptx
teknis model baelajar.pptxnovinurfaika
 
BAB II KAJIAN TEORI CA MAMMAE.pdf
BAB II KAJIAN TEORI CA MAMMAE.pdfBAB II KAJIAN TEORI CA MAMMAE.pdf
BAB II KAJIAN TEORI CA MAMMAE.pdfedisoneta
 
Neoplasma, keganasan
Neoplasma, keganasanNeoplasma, keganasan
Neoplasma, keganasanABD. RAHMAN
 
Introducing neoplasma
Introducing neoplasmaIntroducing neoplasma
Introducing neoplasmaYosi Safitri
 
Breast Cancer. Kanker Payudara. Description, Type, etc
Breast Cancer. Kanker Payudara. Description, Type, etcBreast Cancer. Kanker Payudara. Description, Type, etc
Breast Cancer. Kanker Payudara. Description, Type, etcVina Habibah
 
Dasar dasar radioterapi
Dasar dasar radioterapiDasar dasar radioterapi
Dasar dasar radioterapidadupipa
 
Makalah Angka Kejadian Kanker Di Indonesia Tahun 2018-2019
Makalah Angka Kejadian Kanker Di Indonesia Tahun 2018-2019Makalah Angka Kejadian Kanker Di Indonesia Tahun 2018-2019
Makalah Angka Kejadian Kanker Di Indonesia Tahun 2018-2019ditasulastrin1
 

Similar to Bab 2 (20)

Ca mammae
Ca mammaeCa mammae
Ca mammae
 
Ca mammae
Ca mammaeCa mammae
Ca mammae
 
TUGAS 2_ADINDA MAHESA PUTRI (2120442014).pptx
TUGAS 2_ADINDA MAHESA PUTRI (2120442014).pptxTUGAS 2_ADINDA MAHESA PUTRI (2120442014).pptx
TUGAS 2_ADINDA MAHESA PUTRI (2120442014).pptx
 
Kanker orbita
Kanker orbitaKanker orbita
Kanker orbita
 
Askeb urologi husnaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Askeb urologi husnaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaAskeb urologi husnaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Askeb urologi husnaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 
proposal pleurotropin. EDIT pptx (3).pptx
proposal pleurotropin. EDIT pptx (3).pptxproposal pleurotropin. EDIT pptx (3).pptx
proposal pleurotropin. EDIT pptx (3).pptx
 
Hallmark-of-Cancer slide baru silahkan dibaca
Hallmark-of-Cancer slide baru silahkan dibacaHallmark-of-Cancer slide baru silahkan dibaca
Hallmark-of-Cancer slide baru silahkan dibaca
 
Virus dan kanker
Virus dan kankerVirus dan kanker
Virus dan kanker
 
Askep ca mamae
Askep ca mamaeAskep ca mamae
Askep ca mamae
 
teknis model baelajar.pptx
teknis model baelajar.pptxteknis model baelajar.pptx
teknis model baelajar.pptx
 
BAB II KAJIAN TEORI CA MAMMAE.pdf
BAB II KAJIAN TEORI CA MAMMAE.pdfBAB II KAJIAN TEORI CA MAMMAE.pdf
BAB II KAJIAN TEORI CA MAMMAE.pdf
 
Neoplasma, keganasan
Neoplasma, keganasanNeoplasma, keganasan
Neoplasma, keganasan
 
Introducing neoplasma
Introducing neoplasmaIntroducing neoplasma
Introducing neoplasma
 
Ppt karsinogenik
Ppt karsinogenikPpt karsinogenik
Ppt karsinogenik
 
Breast Cancer. Kanker Payudara. Description, Type, etc
Breast Cancer. Kanker Payudara. Description, Type, etcBreast Cancer. Kanker Payudara. Description, Type, etc
Breast Cancer. Kanker Payudara. Description, Type, etc
 
Dasar dasar radioterapi
Dasar dasar radioterapiDasar dasar radioterapi
Dasar dasar radioterapi
 
Resiko kanker
Resiko kankerResiko kanker
Resiko kanker
 
Hallmark of cancer
Hallmark of cancerHallmark of cancer
Hallmark of cancer
 
Makalah sik
Makalah sikMakalah sik
Makalah sik
 
Makalah Angka Kejadian Kanker Di Indonesia Tahun 2018-2019
Makalah Angka Kejadian Kanker Di Indonesia Tahun 2018-2019Makalah Angka Kejadian Kanker Di Indonesia Tahun 2018-2019
Makalah Angka Kejadian Kanker Di Indonesia Tahun 2018-2019
 

Recently uploaded

Metode dan media pendidikan dan promosi kesehatan
Metode dan media pendidikan dan promosi kesehatanMetode dan media pendidikan dan promosi kesehatan
Metode dan media pendidikan dan promosi kesehatanMeiRianitaElfridaSin
 
Kemitraan masyarakat dalam program kesehatan
Kemitraan masyarakat dalam program kesehatanKemitraan masyarakat dalam program kesehatan
Kemitraan masyarakat dalam program kesehatanMeiRianitaElfridaSin
 
mater kuliah tentang KELAINAN TELINGA LUAR
mater kuliah tentang KELAINAN TELINGA LUARmater kuliah tentang KELAINAN TELINGA LUAR
mater kuliah tentang KELAINAN TELINGA LUARGregoryStevanusGulto
 
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdfPROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdfMeiRianitaElfridaSin
 
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRBimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRJessieArini1
 
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.pptPENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.pptssuser940815
 
kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatan
kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatankebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatan
kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatanMeiRianitaElfridaSin
 
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdfDiagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdfAlanRahmat
 
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdfMATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdfestidiyah35
 
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptxDASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptxNadiraShafa1
 
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.ppt
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.pptKEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.ppt
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.pptmutupkmbulu
 
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docximplementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docxhurufd86
 

Recently uploaded (12)

Metode dan media pendidikan dan promosi kesehatan
Metode dan media pendidikan dan promosi kesehatanMetode dan media pendidikan dan promosi kesehatan
Metode dan media pendidikan dan promosi kesehatan
 
Kemitraan masyarakat dalam program kesehatan
Kemitraan masyarakat dalam program kesehatanKemitraan masyarakat dalam program kesehatan
Kemitraan masyarakat dalam program kesehatan
 
mater kuliah tentang KELAINAN TELINGA LUAR
mater kuliah tentang KELAINAN TELINGA LUARmater kuliah tentang KELAINAN TELINGA LUAR
mater kuliah tentang KELAINAN TELINGA LUAR
 
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdfPROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
PROMOSI KESEHATAN & KESEJAHTERAAN LANSIA compress.pdf
 
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRBimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
Bimtek TKH 2024.pptxRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
 
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.pptPENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
PENGORGANISASIAN dan struktur organisasi.ppt
 
kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatan
kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatankebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatan
kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan promosi kesehatan
 
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdfDiagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
Diagnosis Diferensial and Mnemonic_Materi 2.pdf
 
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdfMATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
MATERI PRESENTASI IPE IPC (kelompok 1).pdf
 
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptxDASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
DASAR DASAR EMOSI BIOPSIKOLOGI, PSIKOLOGI.pptx
 
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.ppt
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.pptKEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.ppt
KEBIJAKAN GLOBAL PELAYANAN KEBIDANAN090222 18-Nov-2022 07-29-34.ppt
 
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docximplementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
implementasi Revisi Usulan Proposal MHKes PPJ.docx
 

Bab 2

  • 1. 14 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB ini menguraikan kajian kepustakaan yang berhubungan dengan konsep fatigue pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi, Kombinasi Progressive Muscle Relaxation, Teknik lima jari, latihan fisik Range of Motion, dan kerangka teori yang melandasi penelitian ini. 2.1 Kanker 2.1.1 Pengertian Kanker merupakan suatu kondisi penyakit yang merusak mekanisme pengaturan dasar perilaku sel, khususnya mekanisme pertumbuhan dan differensiasi sel (Boedina, 2012). Kanker terjadi akibat perubahan genetic/perubahan DNA yang memiliki peran dalam proses pertumbuhan dan pemulihan sel. Pertumbuhan sel kanker bersifat tidak terkontrol akibat hilangnya fungsi p51 sebagai inhibitor pertumbuhan sel, sehingga terjadi pertumbuhan dan proliferasi yang tidak dapat dikendalikan. Kondisi hilangnya inhibitor pertumbuhan sel dan terjadi tanpa dapat dikendalikan akan berdampak fatal dengan pertumbuhan yang massif sehingga mengganggu organ lain (Hejmandi dan Momna, 2010). Kanker adalah sebuah penyakit genetik dan sangat kompleks akibat paparan zat carsinogen baik dari udara, bahan kimia, bahan makanan, paparan ultraviolet, maupun faktor lingkungan dimana terjadi kontak antara manusia dengan lingkungan yang mengandung material carsinogen tersebut (Alison dan Malcolm, 2007). 2.1.2 Etiologi Kanker merupakan refleksi faktor lingkungan dan faktor genetik, dimana kanker diawali pembentukan sel baru yang terbentuk melalui proses karsinogenesis dan merupakan suatu proses pembentukan neoplasma atau tumor. Proses karsinogenesis terjadi tidak dalam waktu singkat, namun terjadi memerlukan waktu bertahun-tahun untuk tumbuh, tergantung beberapa faktor tumor dan kondisi pasien itu sendiri. Material yang
  • 2. 15 UniversitasIndonesia menyebabkan kanker itu sendiri adalah karsinogen yang bekerja dengan mengubah perilaku sel normal dalam membelah diri menjadi proses pembelahannya tidak terkontrol, tumbuh cepat, berproliferasi, sulit mati, mengalami regenerasi bahkan dapat bermetastase ke organ lain yang lebih jauh. Sel kanker terbentuk dari sebuah sel normal yang berubah menjadi sel neoplastik yang tumbuh dan berkembang menjadi sekumpulan sel baru yang bersifat keganasan sehingga mampu berinvasi terhadap sel-sel yang sehat. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sel kanker, yakni : 1). Paparan Terhadap Karsinogen; 2). Predisposisi Genetik yang mempengaruhi proses pertumbuhan sel kanker, keadaan tersebut diawali dari munculnya pronto-onkogen, yang merupakan prekursor onkogen turunan dari generasi ke generasi. Kondisi gen yang sudah rusak atau kacau dapat diwariskan dari orang tua ke anaknya melalui sebuah transmisi autosom resesif maupun autosom dominan. Bahkan faktor hormonal juga dapat mempengaruhi pertumbuhan sel kanker, meskipun hormonal bukan merupakan agen karsinogen (Ignatavicius dan Workman, 2006); 3). Fungsi Imun 2.1.3 Patofisiologi kanker Pertumbuhan kanker merupakan sebuah proses microevolusioner yang dapat berlangsung selama beberapa tahun. Proses karsinogenesis dan onkogenesis merupakan istilah dari proses perkembangan sel kanker. Agen karsinogen diubah didalam tubuh menjadi karsinogen awal (primary) atau menjadi karsinogen ultimate. Sitokrom P450 merupakan suatu mono-oksidase dependen reticulum endoplasma yang sering mengubah agen karsinogen proximate menjadi intermediate defisien elektron dengan pusat DNA yang kaya electron (nucleophilic) sehingga menimbulkan mutasi. Proses tersebut terjadi karena hilangnya kemampuan sel normal untuk mengontrol pertumbuhan sel menjadi tidak terkontrol (Smith, Cokkinides dan Brawley, 2009). Perubahan sel normal menjadi sel kanker tersebut dinamakan
  • 3. 16 transformasi malignan. Terjadinya perubahan sel melalui beberapa tahap, diantaranya yaitu : 2.1.3.1 Tahap Inisiasi, tahap ini merupakan tahap pertama terjadinya proses karsinogenesis dan bersifat irreversible, pada tahap ini sel normal bertransformasi menjadi malignan. Perubahan tersebut diakibatkan oleh suatu agen karsinogen seperti bahan kimia, virus maupun proses radiasi yang menjadi faktor utama dalam bereaksi dengan DNA, sehingga DNA menjadi rusak dan mengalami hambatan dalam perbaikan. Kelainan genetik yang terjadi dalam sel mengakibatkan sel lebih rentan terhadap paparan agen karsinogen. Pada tahap ini kemungkinan pulihnya sel masih dapat terjadi apabila fungsi apoptosis pada sel dapat berjalan optimal, namun sebaliknya apabila sel tidak mampu mengontrol mengakibatkan terjadinya mutasi genetik (Alison dan Malcolm, 2007). 2.1.3.2 Tahap Promosi, pada tahap ini hasil interaksi antara faktor kedua sel yang saling terinisiasi pada tahap sebelumnya. Tahap ini terjadi setelah fase laten yang lama, dengan variasi sesuai tipe agen, jumlah dan karakteristik sel target. Proses agen promosi bekerja dengan merubah informasi genetik yang harus disampaikan didalam sel, meningkatkan sintesis DNA, meningkatkan salinan pasangan antar gen dan merubah pola komunikasi diatar sel (Ignatavius dan Workman, 2006). 2.1.3.3 Tahap Progresi, ada tahap ini terjadi perubahan morfologi dan fenotip didalam sel, sehingga tampak terjadi peningkatan perilaku keganasan seperti sel-sel kanker yang tampak menginvasi jaringan disekitarnya, bahkan sampai terjadi metastase ke organ tubuh yang lebih jauh dari asal sel kanker tumbuh (Michael, 2006).
  • 4. 17 UniversitasIndonesia 2.1.4 Stadium kanker Proses perjalanan penyakit dapat dinyatakan berdasarkan luas atau stadium penyakit kanker. Untuk mengetahui sejauh mana stadium kanker sangatlah penting, terutama dalam menentukan jenis pengobatan atau terapi yang sesuai dengan kondisi dan prognosis kanker. Kanker sendiri dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi dan tingkat differensiasi sel kanker (Ignatavius et al, 2006). Berdasarkan kesepakan beberapa ahli onkologi menetapkan stadium kanker yang didasarkan pada letak topografi tumor, ekstensi dan sejauh mana kanker bermetastase, seperti pada penggunaan sistem TNM sebagai teknik menentukan stadium kanker, berikut penjabaran TNM : 2.1.4.1 Stadium tumor berdasarkan letak topografi tumor beserta eksistensi dan metastasenya dalam organ Proses klasifikasi pada sistem ini meliputi 3 kategori, yakni :  Stadium lokal yang dilihat dari terbatasnya pertumbuhan hanya pada organ ditempat awal tumor tumbuh  Stadium metastase regional, kondisi dimana tumor berbentuk padat dan telah bermetastase sampai kekelenjar limfe yang berdekatan.  Stadium metastase jauh, pada keadaan ini tumor padat telah berinvasi ke organ lain yang letaknya jauh dari tempat tumbuhnya sel kanker (metastase). 2.1.4.2 Stadium kanker berdasarkan klasifikasi TNM Klasifikasi sistem TNM merupakan teknik mengkategorikan kanker melalui keberadaan T (tumor primer), N (Nodul regional, metatase kekelenjar limfe regional), dan M (Metatase jauh). Dalam setiap masing-masing kategori tersebut masih terbagi menjadi subkategori yang di buat dengan indikator angka dan huruf di belakang indikator TNM itu sendiri. Berikut tabel sistem TNM :
  • 5. 18 Tabel 2.1 Sistem TNM Kategori Interpretasi T Tumor primer Tx Syarat minimal menentukan indeks T tidak terpenuhi Tis Tumor in situ T0 Tidak ditemukan adanya tumor T1 Tumor dengan f maksimal < 2 cm T2 Tumor dengan f maksimal 2-5 cm T3 Tumor dengan f maksimal > 5 cm T4 Tumor dengan invasi keluar organ N Nodul, metastase ke kelenjar regional N0 Nodul regional negative N1 Nodul regional positif, mobile (belum ada perlekatan) N2 Nodul regional positif, sudah ada perlekatan N3 Nodul bilateral M Metastase organ jauh M0 Tidak ada metastase organ jauh M1 Ada metastase organ jauh M2 Syarat minimal menentukan indeks M tidak terpenuhi 2.1.4.3 Stadium kanker berdasarkan American Join Committee on Cancer (AJCC) Pada teknik pentahapan ini, hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan mengidentifikasi terlebih dahulu T, N, M dari kondisi tumor padat sesuai dengan ketentuan yang telah ada. Kemudian hasilnya dikelompokkan sesuai dengan stadium tertentu yang telah dinyatakan
  • 6. 19 UniversitasIndonesia dalam bentuk angka romawi (I-IV). Berikut pentahapan kanker menurut AJCC : Tabel 2.2 Klasifikasi kanker menurut AJCC Edisi 6 Tahun 2002 Stadium Deskripsi TNM Stadium 0 Tis N0 M0 Stadium I T1 N0 M0 Stadium IIA T0 T1 T2 N1 N1 N0 M0 M0 M0 Stadium IIB T2 T3 N1 N0 M0 M0 Stadium IIIA T0 T1 T3 T3 N2 N2 N1 N2 M0 M0 M0 M0 Stadium IIIB T4 T4 T4 N0 N1 N2 M0 M0 M0 Stadium IIIC Sembarang T N3 M0 Stadium IV Sembarang T Sembarang N M1 2.2 Kemoterapi Kemoterapi adalah teknik pemberian obat khusus dengan tujuan untuk mematikan kanker. Terapi kemoterapi bekerja dengan membunuh sel-sel yang pertumbuhannya cepat seperti tumor dan juga mampu membunuh sel kanker yang lepas dari inang (induk) atau yang telah bermetastase baik melalui aliran darah maupun limfe dari asal ke organ terjauh (Smeltzer, 2008). Obat-obatan kemoterapi yang digunakan memiliki sifat toksik terhadap sel-sel normal terutama pada jaringan yang pertumbuhan selnya cepat seperti lapisan mukosa, sum-sum tulang,
  • 7. 20 folikel rambut dan kuku. Kondisi tersebut mengharuskan obat-obatan kemoterapi yang digunakan harus memiliki efek yang maksimal terhadap pertumbuhan sel kanker yang cepat dan memiliki efek minimal terhadap sel jaringan yang normal. Kemoterapi diberikan beberapa kali sesuai siklus penyakitnya sampai sel kanker dinyatakan bersih atau berkurang (Saleh, 2006). Dari beberapa dasar tersebut dapat diartikan bahwa, kemoterapi mampu mencegah proses replikasi serta mampu menghambat terjadinya penyebaran atau metastase sel kanker. Beberapa cara kerja obat kemoterapi untuk menghambat atau mencegah proses replikasi sel kanker menurut Dougherty dan Bailey (2008), sebagai berikut : a. Pengobatan, fungsi pengobatan ini diketahui dapat menyembuhkan jenis kanker secara tuntas, baik menggunakan satu jenis obat kemoterapi maupun kombinasi dari beberapa jenis obat kemoterapi. b. Kontrol, kemampuan obat kemoterapi juga dapat digunakan untuk mengontrol dan menghambat perkembangan sel kanker agar tidak terjadi proliferasi secara terus menerus sehingga bermetastase ke organ lain. c. Mengurangi gejala, gejala-gejala yang sering muncul pada pasien kanker diantaranya sulit bernafas dan nyeri. Pengobatan kemoterapi mampu mengurangi munculnya gejala tersebut yang bekerja dengan meringankan rasa sakit, memberi perasaan yang lebih baik dan mampu mengecilkan ukuran kanker pada organ pasien yang terkena kanker. 2.2.1 Pengobatan Kanker (kemoterapi) Kemoterapi merupakan teknik pengobatan yang bekerja secara sistemik dengan menggunakan obat – obatan yang bersifat toksik untuk membunuh dan memperlambat pertumbuhan sel-sel kanker. Kemoterapi adalah salah satu dari terapi modalitas yang digunakan untuk mengatasi kanker selain pembedahan, radioterapi dan bioterapi (Cancer Council Australia, 2014). Obat-obatan kemoterapi bekerja melalui aliran darah menuju seluruh tubuh untuk mencapai sel target (sel kanker) yang ada dijaringan maupun diorgan. Efek samping kinerja obat-obatan kemoterapi tidak hanya khusus pada sel kanker, namun berefek pula pada sel normal (Cancer Council Australia,
  • 8. 21 UniversitasIndonesia 2014). Dalam keadaan normal sel yang rusak akan berangsur-angsur pulih, tetapi sel kanker tidak dapat pulih, hal tersebut dikarenakan sifat sel kanker yang tidak dapat segera pulih apabila terkena obat-obatan kemoterapi dibandingkan sel normal, sehingga dalam setiap siklus pemberian kemoterapi banyak sel kanker yang mati. Dasar pemberian kemoterapi pada pasien kanker yaitu :  Terapi adjuvan, terapi kemoterapi ini diberikan pada penderita kanker sebagai terapi tambahan dengan pemberian terapi modalitas yang lain.  Terapi neoadjuvan, memiliki tujuan untuk memperkecil ukuran tumor sebelum dilakukan tindakan pembedahan.  Terapi primer, terapi ini digunakan untuk terapi kanker lokal apabila terapi dengan pilihan lain yang tidak terlalu efektif.  Kemoterapi induksi, kemoterapi jenis ini digunakan untuk terapi primer bagi pasien kanker yang tidak memiliki pilihan terapi lain.  Kemoterapi kombinasi, teknik ini dengan mengkombinasikan obat- obatan kemoterapi dua atau lebih dengan harapan obat tersebut dapat bekerja secara sinergi. 2.2.2 Agen kemoterapi Berdasarkan tingkat efek samping emetogenik atau terjadinya mual dan muntah, agen kemoterapi dibagi menjadi 4 level yang diklasifikasikan sebagai berikut : Table 2.3 Agen Kemoterapi Berdasarkan Tingkat Emetogenik Tinggi (90%;level 5) Sedang (30%-90%;level 3&4) Rendah (10%-30%;level 2) Minimal (<10%;level 1) Carmustine (>250mg/m²) Cyclophosphamide (<1,500mg/ m²) Aldesleukin (Interleukin-2) Methotrexate (<100mg/ m²) Cisplatin Carmustine Doxorubicin (<20 Bieomycin
  • 9. 22 Cyclophosphamide (>1,500mg/ m²) (<250mg/ m²) mg/ m²) Dacarbazine (>500 mg/ m²) Doxorubicin Methotrexate (>100 mg/ m²) Capecitabine Lomustine (>60 mg/ m²) Cisplatin (<50 mg/ m²) Fluorouracil (<1000 mg/ m²) Rituximab Mechlorethamine Epirubicin Mitoxantrone (<12 mg/ m²) Vincristine Pentostatine Cytarabine (>1 g/ m²) Temozolomide Trastuzumab Streptozocin Idarabucin Mitomycin Vinblastine Dactinomycin Irinotecan Vinorelbine (IV) Ifosfamide Etoposide (PO) Etoposide (IV) Melphalan Paclitaxel Hexamethyilamine (PO) Asparaginase Procarbazine (PO) Thiotepa Carboplatin Cytarabine (<1g/ m²) Mitoxantrone (>12 mg/ m²) Topotecan Cyclophosphamide (PO) Docetaxel Florouracil, adriamycin/doxorubicyn, cyclophosphamide (FAC) merupakan jenis obat-obatan yang termasuk kedalam agen kemoterapi moderat. Bahkan FAC juga merupakan agen kemoterapi yang dikombinasikan. Kemoterapi kombinasi memiliki beberapa keuntungan diantaranya yakni mampu memusnahkan sel-sel kanker secara maksimal disatu sisi memiliki efek
  • 10. 23 UniversitasIndonesia samping toksisitas yang minimal sehingga mampu ditolerir oleh tubuh (Abdulmutholib, 2006). Salah satu dasar dalam menentukan sebuah pemberian pertimbangan untuk memberi terapi kombinasi yaitu pembelahan sel yang terjadi itu sendiri. Proses pertumbuhan sel sendiri dimulai dari G1 dimana pada bagian ini sel mulai melakukan pertumbuhan selama fase pasca mitosis, kemudian diikuti fase sintesis (S) DNA. Kemudian ketika dinyatakan lengkap proses sintesisnya maka sel memasuki fase G2 dan terjadi sintesis protein, RNA lanjut dan terjadi pembelahan sel (satu sel membelah diri menjadi dua sel) dan kembali ke fase G1 untuk kemudian istirahat (Abdulmutholib, 2006). Berdasarkan konsep pembelahan sel tersebut Abdulmutholib (2006) mengemukakan tentang pemilihan kombinasi obat – obatan kemoterapi menggunakan 5-Fluorourasil, Doxorubicin, Cyclophosphamide pada kemoterapi yang diberikan pada pasien kanker payudara. Pemberian kombinasi obat-obatan tersebut disesuaikan dengan fase sintesis yang terjadi seperti : 5-Fluorourasil yang merupakan obat bersifat sitotoksik dan bekerja pada antimetabolit yang efektif pada fase S, bekerja dengan menghambat dan mengganggu sintesis DNA, yang akhirnya akan mematikan sel. Sedangkan Doxorubicin merupakan obat kemoterapi jenis antibiotik yang terbukti sangat bermanfaat untuk digunakan pada pengobatan kanker dengan mempengaruhi fungsi dan sintesis asam nukleat, mengganggu pembelahan DNA. Cyclophosphamide sendiri merupakan alkalator, yaitu obat yang dapat membentuk ikatan dengan asam nukleat, protein, dan banyak molekul dengan berat molekul rendah. Cara kerja obat-obatan kemoterapi diatas yakni dengan memicu adanya interaksi yang terjalin antara molekul elektrofil dengan DNA. Hasil dari reaksi yang dimunculkan akan menyebabkan terjadinya sebuah reaksi substitusi, ikatan silang dan pemutusan rantai DNA. Obat – Obatan seperti Cyclophosphamide dapat bekerja secara langsung dengan berinterasi
  • 11. 24 bersama DNA, RNA atau protein yang telah dibentuk sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, obat ini tidak dapat digolongkan secara spesifik hanya pada fase tertentu saja, bahkan obat tersebut efektifitasnya tergantung kondisi dan fase dari sel. Dan obat tersebut mampu bekerja secara optimal ketika berada pada siklus sel atau fase istirahat. Obat-obatan kemoterapi yang diberikan secara kombinasi adalah bagian dari terapi modalitas yang mampu meningkatkan angka kesembuhan, survival, bahkan meningkatkan kualitas hidup pasien kanker. Namun obat-obatan kemoterapi juga memiliki sifat toksik sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan komplikasi dan membawa efek samping lainnya. Beberapa efek samping dari kemoterapi diantaranya adalah leukopenia, neutropenia, trombositopenia, anemia, allopesia dan lain-lain (Donna, 2006). Berikut golongan obat kemoterapi yang sering digunakan : a. Zat pengalkilasi (alkylating agents) Obat kemoterapi jenis ini memiliki mekanisme kerja menambahkan gugus alkil berupa kation atau anion. Zat pengalkilasi akan menambahkan gugus alkil kepada DNA sel kanker, hal ini akan menyebabkan penghambatan pertumbuhan sel, inisiasi kematian sel atau apoptosis. Namun efek samping zat pengalkilasi adalah dapat menyebabkan mutasi, termasuk mutasi karsinogenik, hal ini menjelaskan tingginya kejadian kanker bila terekspos zat ini tanpa pelindung. Contohnya : cyclophosmphamide, mephalan, dacarbazine, nitrosourea. b. Antrasiklin Obat kemoterapi ini merupakan sejenis antibiotika yang berasal dari bakteri spesies Streptomyces peucetius var. caesius. Golongan antrasiklin digunakan untuk mengobati berbagai jenis kanker, misalnya kanker ovarium, kanker kandung kemih, kanker paru-paru, kanker payudara, kanker rahim, limfoma, dan leukemia. Efek samping obat kemoterapi golongan antrasiklin adalah kardiotoksisitas, febrile neutropenia, dan muntah. Kardiotoksisitas
  • 12. 25 UniversitasIndonesia tersebut diduga disebabkan karena inhibisi enzim topoisomerase IIB di otot jantung, pembentukan radikal bebas di jantung, dan penumpukan produk metabolik antrasiklin di jantung. Manifestasi kardiotoksisitas ini berupa perubahan frekuensi QRS pada EKG dan aritmia, atau dapat pula berupa kardiomiopati yang mengarah pada gagal jantung (biasanya terjadi beberapa tahun setelah terapi). Untuk mencegah risiko kardiotoksisitas yang disebabkan oleh obat kemoterapi golongan antrasiklin, strategi yang dapat dilakukan meliputi pemantauan fungsi jantung setiap 3,6, dan 9 bulan. Pemberian suatu kardioprotektan, yaitu Dexrazoxane dapat pula dilakukan untuk mengurangi risiko kerusakan jantung. Alternatif lain untuk mengurangi risiko kardiotoksisitas adalah pemberian doxorubicin secara infusi pelan. Doxorubicin yang diberikan secara infusi pelan akan menurunkan kadar plasma doxorubicin sehingga akan mengurangi risiko kardiotoksisitas. Mekanisme kerja obat ini dalam membunuh sel kanker adalah melalui 4 cara berikut ini : menghambat sintesis DNA dan RNA, mencegah replikasi sel kanker dan menghambat enzim topoisomerase II, menghasilkan radikal bebas yang merusak DNA sel kanker, induksi penggusuran histon dari kromati. Contohnya : doxorubicin, daunorubicin, epirubicin, idarubicin. c. Taksan Obat kemoterapi ini merupakan sejenis senyawa diterpen yang berasal dari tanaman genus Taxus. Golongan taksan sukar larut dalam air, sehingga formulasinya agak sukar. Mekanisme kerja utama golongan taksan adalah disrupsi fungsi mikrotubulus, yang merupakan komponen penting pembelahan sel. Contohnya : paclitaxel, docetaxel, cabazitaxel. d. Inhibitor Topoisomerase Golongan obat kemoterapi ini menghambat kerja enzim topoisomerase, baik topoisomerase I dan II. Enzim topoisomerase merupakan enzim yang mengatur perubahan struktur DNA. Sekarang ini enzim topoisomerase menjadi target populer bagi pengobatan kemoterapi. Hal
  • 13. 26 ini disebabkan karena adanya dugaan bahwa bila enzim ini dihambat maka tahap ligasi pada siklus sel akan terhambat pula, akibatnya akan terjadi pemecahan rantai DNA yang menyebabkan kematian sel dan apoptosis. Fakta yang cukup menarik adalah bahwa golongan inhibitor topoisomerase dapat pula bertindak sebagai antibiotika, contohnya adalah antibiotika golongan kuinolon seperti asam nalidiksat dan ciprofloxacin. Contohnya : irinotecan, topotecan. e. Inhibitor Protein Kinase Enzim protein kinase berperan dalam menambahkan gugus fosfat ke dalam protein dan memodulasi fungsinya. Gugus fosfat umumnya ditambahkan kepada asam amino jenis serin, treonin, dan tirosin. Obat kemoterapi golongan inhibitor protein kinase bekerja dengan cara menghambat enzim protein kinase, sehingga akan menghambat pembelahan sel kanker. Contohnya : bortezomib, erlotinib, gefitinib, imatinib, vemurafenib, vismodegib. f. Golongan Platin Merupakan obat kemoterapi yang berasal dari kompleks senyawa platinum. Sebanyak 50 % pasien kanker diobati dengan obat kemoterapi platin ini. Efek samping yang biasanya terjadi adalah neurotoksisitas yang menyebabkan neuropati perifer dan polineuropati. Mekanisme kerja obat golongan platin adalah dengan mengacaukan proses crosslinking DNA, sehingga menghambat proses perbaikan dan sintesis DNA sel kanker. Contohnya : carboplatin, cisplatin, oxaliplatin. g. Alkaloida Vinca Obat kemoterapi ini berasal dari tanaman tapak dara (Vinca rosea). Mekanisme kerja alkaloid vinca sebagai obat kemoterapi adalah dengan cara menghambat kemampuan sel kanker untuk membelah. Obat ini bekerja di tubulus, mencegah pembentukan mikotubulus, yaitu komponen penting dalam pembelahan sel. Contohnya : vinblastine, vincristine, vinorelbine
  • 14. 27 UniversitasIndonesia 2.2.3 Siklus Kemoterapi Siklus kemoterapi merupakan periode waktu yang digunakan untuk pemberian satu kali kemoterapi (Desen, 2013). Pemberian obat kemoterapi yang dilakukan dalam satu siklus dilakukan setiap 3 minggu atau 4 minggu, bahkan 1 minggu, kondisi tersebut didasari pada jenis dan cara kerja obat kemoterapi terhadap jenis dan siklus pertumbuhan sel kanker (Desen, 2013). Hal tersebut juga didasari pada telah ditentukannya untuk setiap jenis kanker yang harus diberikan jumlah siklusnya dan jumlah interval antar siklus tersebut (Boedina, 2012). Siklus kemoterapi digunakan untuk menghambat proses pertumbuhan sel kanker yang berkembang secara massif. Pertumbuhan sel kanker menjadi landasan dalam penentuan siklus kemoterapi yang juga akan berpengaruh terhadap efek samping obat-obatan kemoterapi yang digunakan. Pada tahap pertumbuhan sel terutama fase G2 yang digunakan untuk memahami karakteristik sel kanker. Proses tersebut dimulai dari fase G1 yang merupakan tahap proses siklus sel yang merupakan fase terjadinya sintesis ribonukleat dan protein. Boedina (2012), menuliskan tentang proses interfase sel yang terbagi dalam G0,G1,S (Sintesis) dan G2 proses ini dapat berjalan selama 12 sampai 24 jam yang akan membuat sel terus tumbuh dan terbentuk RNA dan protein. Fase G2 adala fase terakhir sebelum terjadinya mitosis dan pada fase ini sel akan berkembang secara normal selama sel masih hidup atau tidak mengalami kematian sel (apoptosis). Pada pasien kanker fase ini menyebabkan ketidakstabilan yang terjadi pada genomnya sehingga proses reproduksi sel tidak terkontrol (out of control). Sehingga perubahan yang terjadi terutama pada protein kinase, digunakan sebagai dasar untuk mengenali sifat sel kanker dan kemudian siklus kemoterapi ditentukan sesuai dengan dosis dan jenis obatnya (Desen, 2013).
  • 15. 28 2.3 Konsep Fatigue Pasien Kanker (cancer related fatigue) 2.3.1 Pengertian Fatigue yang terjadi pada pasien yang mengalami kanker (cancer related fatigue) merupakan sebuah perasaan yang muncul secara subjektif dari pasien itu sendiri, dimana pasien merasa lelah secara fisik, emosi maupun kognitif yang dihubungkan secara langsung dengan kondisi penyakit kanker atau pengobatan kemoterapi yang dijalani sehingga mengganggu aktivitas normal yang dijalani pasien sehari-hari (NCCN, 2014). Keadaan tersebut tergambarkan pada kondisi perasaan lelah tidak berdaya seperti merasakan kurangnya energi untuk melakukan sebuah aktivitas yang diinginkan (American Cancer Society, 2014). 2.3.2 Faktor penyebab fatigue Fatigue dapat terjadi karena penyakit kanker itu sendiri atau efek dari pengobatan kemoterapi. Ahlbergh et al., (2003) mengemukakan bahwa terdapat dua (2) faktor penyebab yang dapat memberikan pengaruh terjadinya fatigue diantara yaitu fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis terjadi akibat adanya anemia, terapi atau pengobatan kanker, terjadi kaheksi dan produksi sitokin. Sementara yang terjadi pada faktor psikologis diantaranya akibat adanya depresi, sulit tidur, beban kerja yang meningkat, bahkan akibat kurang melakukan aktivitas mampu menyebabkan terjadinya fatigue. Bahkan penyakit kanker sendiri secara fisiologis mampu menjadi penyebab terjadinya fatigue akan tetapi berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Rotonda, Guillemin, Velten dan Conroy (2013) menyatakan bahwa stadium pada pasien kanker tidak memiliki korelasi dengan kejadian tingkat fatigue pasien kanker setelah melakukan proses pembedahan. Menurut A. Iop et al (2004) bahwa faktor predisposisi proses terjadinya fatigue pada pasien kanker terdiri dari 2 faktor : a. Faktor fisiologi : pengobatan kanker (kemoterapi, radioterapi dan proses pembedahan), gangguan yang bersifat sistemik seperti anemia dan infeksi, dan penggunaan obat-obatan sedatip, nyeri dan nutrisi.
  • 16. 29 UniversitasIndonesia b. Faktor psikologis meliputi stress, kecemasan maupun depresi. Fatigue merupakan bagian dari efek samping yang muncul akibat mekanisme kemoterapi dan berefek pada toksisitas hematologik. Pemberian kemoterapi tidak hanya merusak atau menghambat pertumbuhan sel kanker, namun siklus sel normal juga dapat terganggu sehingga menurunkan proses absorbsi nutrisi bagi sel. Sebagai contoh gangguan pada proses pembentukan kepingan darah yang terjadi sumsum tulang atau myelosupresi dapat menyebabkan menurunnya sel darah merah, trombosit dan leukosit, hal tersebut dapat mempengaruhi munculnya kejadian fatigue (American Cancer Society, 2014). Pada saat menjalani kemoterapi tidak jarang setiap pasien kanker melaporkan bahwa mereka mengalami kelelahan (fatigue), hal tersebut terjadi saat melakukan terapi bahkan sampai terapi selesai dilakukan. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Morrow (dikutip oleh Hofman et al., 2007) disampaikan bahwa dari penderita ca mammae yang menjalani pengobatan radioterapi dan kemoterapi sebesar 28 % sampai dengan 91 % mengalami kejadian fatigue. Sementara Priestman (2008) menyatakan bahwa kondisi seseorang yang hanya menjalani pengobatan kemoterapi saja masih diragukan menjadi penyebab utama terjadinya fatigue secara langsung, selain itu justru kejadiannya adalah kondisi pasien kanker yang semakin memburuk fatiguenya adalah akibat sebelumnya terdapat riwayat terapi lain yang pernah dijalani contohnya radioterapi dan pembedahan. Beberapa kemungkinan terjadinya fatigue yang terjadi karena pengobatan kemoterapi biasanya di sebabkan karena efek samping dari obat- obatan kemoterapi yang digunakan. Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Slizia & Huggins (1998) mendeskripsikan bahwa obat-obatan kemoterapi seperti cyclophosphamide, methitrexate, 5-fluoracil (CMF) dapat menyebabkan terjadinya fatigue, allopesia bahkan dapat menyebabkan berat badan bertambah. Hasil penelitian yang dipaparkan tersebut diatas dapat
  • 17. 30 memberikan gambaran bahwa frekuensi dan komposisi penggunaan obat kemoterapi dapat berdampak pada kejadian fatigue. Berdasarkan faktor-faktor yang menyebabkan fatigue diatas dapat disimpulkan bahwa sitokin memiliki peranan yang berhubungan dengan pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Sitokin sendiri adalah protein yang menjadi alat penghubung antar sel, kadar sitokin pada orang sehat cenderung lebih sedikit apabila dibandingkan pada pasien kanker, hal tersebut terkait dengan sistem imun seseorang. Proses terjadinya produksi sitokin ini akibat adanya sel yang rusak dampak dari sifat sitotoksik obat- obatan kemoterapi yang digunakan. Apabila terjadi kerusakan pada sel yang terjadi secara fisiologis, maka hal tersebut akan direspon sebagai injury sehingga mengakibatkan inflamasi. Sementara respon imun yang terjadi dalam tubuh akan melibatkan monosit dan makrofag untuk merecovery sel sehingga tidak menyebabkan kerusakan secara luas. Proses aktivasi makrofag dapat menskresikan reseptor sitokin yang menyebabkan inflamasi contohnya interleukin 1 (IL-I), IL-6 dan tumor necrosis factor α (TNF-α) (Krause, 2013). Produksi sitokin yang meningkat mendeskripsikan adanya aktivasi reaksi respon inflamasi pada tubuh yang digunakan untuk melawan sel kanker dan kerusakan sel yang terjadi akibat kemoterapi. Melihat efek samping obat- obatan kemoterapi dapat membuktikan bahwa obat-obatan yang digunakan tersebut dapat mempengaruhi siklus pembelahan sel, bahkan obat ini tidak dapat membedakan mana sel yang sehat/normal dengan sel kanker (Priestman, 2008). Sehingga kerusakan sel yang terjadi tidak hanya pada sel kanker saja namun juga terjadi pada sel yang normal. Meskipun akibat dari efek tersebut sel yang normal mampu melakukan recovery dalam jangka 2 sampai 3 minggu, akan tetapi bagi sel kanker proses tersebut dapat berlangsung lebih lama, karena sel kanker merupakan sel yang abnormal dan menyebabkan kemampuan recovery sel tersebut berbeda dengan sel yang normal. Berdasar metode kemoterapi yang bersifat adjuvant, pemberian
  • 18. 31 UniversitasIndonesia obat-obatan kemoterapi dilakukan secara berkala berkisar 21 sampai 28 hari setelah kemoterapi siklus sebelumnya diberikan. Pada saat itu sel kanker belum mampu melakukan perbaikan pada selnya dari kerusakan awal yang terjadi akibat pemberian kemoterapi, sehingga harus menerima kembali obat-obatan kemoterapi yang akan diberikan kembali, maka hal tersebut akan berdampak pada kerusakan sel yang akan bertambah banyak. Sel-sel yang rusak akibat kemoterapi atau penyakit kanker itu sendiri akan bertambah banyak, memicu keberlangsungan produksi sitokin. Berdasarkan Indonesian Pediatric (2012) menyatakan bahwa beberapa sitokin seperti IL-6 beredar dikonsentrasi picomolar, yang merupakan sebuah konsentrasi dan mampu meningkatkan sitokin sampai 1000-fold selama masa trauma atau infeksi. Keadaan tersebut dapat diartikan sebagai kerusakan sel menjadi lebih banyak dan terjadi secara berulang selama program pemberian kemoterapi masih berjalan, sehingga menyebabkan respon inflamasi terjadi secara berkepanjangan. Beberapa respon inflamasi yang muncul diantaranya terjadi peningkatan metabolisme tubuh, demam, berkeringat sampai terjadi kelelahan secara terus menerus. Keadaan tersebut menjadikan landasan bahwa masih terdapat keluhan fatigue meskipun siklus kemoterapi telah selesai. Kondisi tersebut akan terjadi dalam jangka waktu yang lama bahkan mampu menyebabkan fatigue (Leukimia&Lymphoma Society [LLS], 2009). 2.3.3 Tanda dan Gejala Fatigue Sebagian pasien kanker yang mengalami fatigue akan menjalani masa-masa yang sangat berat akibat kelemahan yang dirasakan secara fisik dan mental. Hal tersebut terjadi akibat kemampuan aktivitas fisik yang berbeda dari saat – saat pasien kanker belum terdiagnosis kanker bahkan sebelum menerima kemoterapi. Bahkan faktor lain dapat mengganggu pengambilan keputusan dan aktivitas sehari-hari seperti keadaan cemas, depresi, kelemahan fisik, mudah tersinggung, sampai gangguan konsentrasi.
  • 19. 32 Menurut LLS (2009) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tanda – tanda fatigue yang kemungkinan ditemukan pada hasil dari anamnesa pada data rekam medik dan hasil pemeriksaan fisik sampai pemeriksaan laboratorium pasien kanker diantaranya yaitu : kesulitan berjalan meskipun jaraknya dekat, sesak nafas, anemia, BB turun, intoleransi terhadap dingin, perubahan rambut dan kulit, kelemahan pada otot, cemas, gangguan tidur, libido menurun. Kondisi kelemahan (fatigue) dapat dideskripsikan juga melalui perubahan mood, kemampuan kognitif sampai perubahan sosial. Depresi, kecemasan, motivasi yang menurun, negatif thinking, kurang konsentrasi merupakan beberapa tanda yang dapat diamati. Kondisi fatigue yang dirasakan secara terus menerus akan menimbulkan respon distress bagi pasien kanker dan dapat berefek pada aktivitas serta proses perawatan pasien kanker. Bahkan kondisi yang demikian akan membuat pasien kanker menjadi tidak mampu untuk melanjutkan ketahap berikutnya yang diakibatkan menurunnya kondisi dan kemampuan atau kekuatan pasien kanker. Keadaan ini harus diatasi dengan terlebih dahulu dilakukan pengkajian secara tepat untuk kemudian dilakukan intervensi yang akurat untuk mempertahankan kualitas hidup pasien kanker. 2.3.4 Patofisiologi fatigue pasien kanker dengan kemoterapi Pada pasien kanker dengan kemoterapi, obat-obatan yang diberikan akan menyebar sampai pada sum-sum tulang atau terjadi supresi pada sum-sum tulang yang menyebabkan kondisi tersebut menjadi anemia. Keadaan ini diakibatkan adanya zat toksik yang terdapat pada obat-obatan kemoterapi yang masuk dan mengubah cara kerja sel yang normal, obat kanker memiliki sifat kerja yang tidak hanya mampu membunuh sel kanker tetapi juga mampu merusak sel normal yang sedang dalam proses perkembangan, terutama sum-sum tulang sebagai pusat pembentukan sel darah, keadaan ini akan berdampak pada kejadian fatigue karena sel darah merah membawa oksigen yang akan digunakan untuk metabolisme tubuh (Chang, 2009).
  • 20. 33 UniversitasIndonesia Kelelahan pada pasien kanker juga dapat disebabkan karena sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF-α) dapat mempengaruhi metabolisme 5-HT. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan umpan balik antara TNF-α dengan 5-HT dimana TNF-α yang disintesis perifer menyebabkan terjadinya pelepasan 5-HT, sehingga menghasilkan peningkatan clereance 5-HT dari ruang sinaps. Sebaliknya, keadaan tersebut akan mengakibatkan 5-HT menurunkan sintesis TNF-α. Proses umpan balik yang terjadi di SSP tersebut dapat membuat kondisi tidak teratur dan bersifat patologis sebagai respon terhadap terapi kanker. Secara langsung maupun tidak langsung bahwa sitokin juga mampu mempengaruhi kejadian fatigue pada pasien kanker dengan kemoterapi selain yang disebabkan oleh anemia. Proses peningkatan kadar sitokin (IL-6) akan memberikan dampak pada terjadinya anemia, cachexia, anoreksia, infeksi bahkan depresi yang mampu berkontribusi pada kejadian fatigue. Sitokin adalah faktor yang mampu memicu neoplasma yang akhirnya menyebabkan fatigue melalui IL -1 dan IL-6 dan TNF-α dimana kondisi tersebut terjadi penekanan eritropoises yang menjadi penyebab utama terjadinya anemia. Selain itu faktor lain seperti HPA (hipotalamus hipofisis adrenal) yang berfungsi mengontrol pelepasan kortisol untuk menanggapi stress baik fisik atau psikososial juga dikaitkan dengan kejadian fatigue. Corticotropin releasing hormone (CRH) disekresikan secara khusus dari paraventrikular hipotalamus dan bertindak sebagai vasopressin yang bekerja dengan melepas hormone adrenokartikotropik (ACTH) dan hipofisis anterior merangsang terjadinya pelepasan kortisol dari korteks adrenal HPA akan berpengaruh pada perkembangan kekebalan tubuh dan produksi sitokin. 2.3.5 Pengkajian fatigue pasien kanker Tingkat fatigue yang terjadi pada pasien kanker setelah menjalani kemoterapi harus menjadi perhatian yang penting terutama dalam proses keperawatan. Biasanya puncak terjadinya fatigue setelah menjalani kemoterapi yakni hari pertama sampai hari ketujuh, kemudian keadaan
  • 21. 34 tersebut berangsur-angsur turun sampai hari kelima belas (Miller, Maguire & Kearney, 2007). Obat-obatan kemoterapi yang diberikan akan bekerja secara sistemik dan bersifat sitotoksik, keadaan tersebut akan berdampak beragam /pada kondisi berat atau ringannya keluhan fatigue yang dirasakan dan perasaan fatigue yang muncul pada pasien kanker dengan kemoterapi bersifat subjektif pada setiap individu. Hal tersebut mengharuskan dilakukannya pengukuran untuk mendapatkan hasil yang akurat melalui pengkajian yang dilakukan. Terdapat berbagai alat ukur atau instrument yang digunakan dan sudah tersedia untuk mengukur kejadian fatigue salah satunya Piper Fatigue Scale yang bersifat skala verbal (visual analog scale) yang digunakan untuk mengkaji secara subjektif dan dapat mengidentifikasi tingkat fatigue yang dirasakan pasien kanker (Borneman, Piper, Virginia, Koezywa, Uman, ferrel, 2007). Paper Fatigue Scale (PFS) merupakan sebuah instrument yang telah dikembangkan oleh Barbara Piper, PFS adalah model pengukuran multidimensi pada fatigue dan sering digunakan untuk menilai tingkat fatigue pada pasien kanker. Questioner ini terdiri dari 22 item dengan skala numeric “0 sampai 10” dengan nilai 0 sebagai titik terendah dan 10 titik tertinggi. Quesioner PFS ini membagi menjadi 4 dimensi fatigue secara subjektif yang meliputi dimensi perilaku terdiri dari 6 item pertanyaan, dimensi afektif terdiri dari 5 item pertanyaan, dimensi sensori 5 item pertanyaan dan dimensi kognitif 6 item pertanyaan (Piper, Borneman, Virginia, Koezywa, Uman, Ferrel & James, 2007). Sementara itu, derajat fatigue dapat dikelompokkan menjadi derajat ringan (1-3), sedang (4-6) dan berat (7-10). Skor fatigue dapat dihitung secara total atau berdasarkan masing-masing dimensi fatigue. Nilai rata-rata skor yang telah diidentifikasi sebagai tingkat fatigue dijumlah total dari item pertanyaan 22 kemudian di bagi 22. Piper et al., 1998 dalam kim & kim (2005) menyatakan bahwa Questioner PFS telah dilakukan uji validitas dengan hasil menunjukkan angka 0,97 dengan alpha cronbach untuk total item.
  • 22. 35 UniversitasIndonesia 2.4 Relaksasi pada pasien kanker dengan fatigue Relaksasi merupakan sebuah bentuk teknik pengobatan nonfarmakologi yang digunakan sebagai terapi untuk mengurangi ketegangan yang terjadi pada otot. Teknik relaksasi juga merupakan salah satu bentuk dari suatu mind-body therapy yang sering digunakan dalam pengobatan komplementer atau alternative (complementary and Alternative therapy) (Kwekkeboom, Cherwin, Lee & Wanta, 2010). Sudah diakui bahwa terapi komplementer dapat digunakan sebagai terapi pendamping dari terapi konvensional sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan bersama dalam proses pengobatan medis (Synder & Lyndquist, 2009). Tekhnik relaksasi yang dilakukan dapat merangsang kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Salah satu teknik atau metode relaksasi adalah relaksasi otot progresif atau Progressive Muscle Relaxation, teknik pernafasan, relaksasi perilaku (Teknik relaksasi lima jari) (Miltenberger 2004 dalam Ramdani 2008). Proses latihan atau intervensi teknik relaksasi yang diberikan mampu mengurangi ketegangan yang terjadi pada otot, sehingga merasakan keadaan yang rileks dan dapat mengurangi stress untuk meningkatkan kualitas hidup pasien kanker (Mustian, Sprood, Palesh, Peppone, Janelsins, Mohile & Carroll, 2009). 2.4.1 Definisi PMR Teknik relaksasi telah banyak digunakan secara luas untuk mengatasi keluhan-keluhan pasien dan kebanyakan teknik ini dikombinasikan sebagai pendamping untuk terapi medis. Salah satu teknik relaksasi yang digunakan salah satunya adalah Progressive Muscle Relaxation atau PMR. Teknik ini mudah dan sederhana dilakukan bahkan sudah digunakan secara luas. Prosedur PMR dapat dilakukan melalui dua langkah yakni, pemberian tegangan pada suatu kelompok otot, dan kemudian menghentikan tegangan tersebut dengan memusatkan perhatian terhadap kondisi bagaimana membuat otot menjadi rileks, merasakan sensasi rileks dan ketegangan menjadi hilang (Scheufele, 2000). Teknik PMR merupakan jenis relaksasi yang dilakukan dengan gerakan mengencangkan dan melemaskan secara
  • 23. 36 progresif kelompok otot tertentu secara berturut-turut (Synder dan Lyndquist, 2002). Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Progressive Muscle Relaxation adalah teknik yang dapat digunakan sebagai terapi pilihan atau pendamping terapi medis. Ketika melakukan teknik PMR, usahakan perhatian pasien diarahkan untuk membedakan perasaan yang dialami saat menegangkan otot dan melemaskannya kembali. 2.4.2 Mekanisme PMR terhadap Fatigue Ketegangan dan kecemasan yang terjadi pada seseorang terbukti mampu di reduksi secara efektif dengan pemberian Progressive Muscle Relaxation. PMR yang dilakukan secara rutin diyakini mampu menurunkan ketegangan pada otot sehingga menjadi rileks dan mengurangi nyeri, ketika nyeri berkurang dapat meningkatkan kemampuan fisik seseorang sehingga fatigue berkurang (Pathak, Mahal, Kohli & Nimbran, 2013). Bahkan Demiralp, Oflaz & Kamurcu (2010) menjelaskan tentang efek samping PMR terhadap Kualitas tidur yang mampu meningkatkan kemampuan untuk mengurangi terjadinya fatigue pada pasien yang menjalani kemoterapi. Stress merupakan suatu kondisi yang dapat muncul akibat suatu penyakit yang dijalani seseorang, keadaan tersebut dapat merangsang saraf simpatis yang mampu meningkatkan ketegangan pada otot dan cemas. Exercise yang dilakukan untuk menurunkan fatigue salah satunya adalah PMR yang bekerja dengan cara menghambat jalur aktivasi saraf simpatis dan mengaktivasi saraf parasimpatis, pikiran untuk memperkuat sikap positif sebagai rangsangan stress yang terjadi pada hipotalamus berkurang (Copstead & Banasik, 2000). PMR juga mampu memberikan efek rileks pada otot-otot sehingga kondisi tersebut memicu terjadinya vasodilatasi pada pembuluh darah yang mampu memberi efek tenang dan nyaman. Bahkan terdapat penelitian yang mengatakan bahwa teknik relaksasi PMR mampu mengatasi masalah lain pada pasien kanker seperti mual, muntah, anoreksia (Molassiotis, 2002).
  • 24. 37 UniversitasIndonesia 2.4.3 Indikasi dan Kontra indikasi PMR Indikasi dilakukannya PMR adalah sebagai terapi manajemen stress, kecemasan, nyeri fisik seperti pada pasien asma, hipertensi, chronic obstructive pulmonary diseases, pasien gangguan jiwa, pasien kanker, pasien post operasi dan pasien lain yang mendapatkan prosedur tertentu (Synder dan Lyndquist, 2002). Disatu sisi, teknik PMR juga memiliki kontraindikasi diantaranya yaitu apabila pasien sedang mengalami masalah emosional selama melakukan tindakan PMR maka hal yang harus dilakukan adalah menghentikan terlebih dahulu teknik PMR dan mengkonsultasikannya kepada petugas kesehatan yang ada. Penerapan terapi PMR harus memperhatikan kondisi pasien, apakah pasien tampak lelah sekali atau tidak. Bahkan pada hal – hal tertentu seperti pasien yang memiliki riwayat psikiatri atau gangguan psikiatri tidak dapat dilakukan PMR (Cooke, 2013). 2.4.4 Manfaat PMR Jacobson (1938, dalam Synder dan Lindquist, 2002) mengemukakan bahwa teknik PMR dilakukan dengan maksud untuk mengurangi konsumsi oksigen didalam tubuh, mengurangi laju metabolisme tubuh, laju pernafasan, mengurangi terjadinya ketegangan otot, mengurangi gelombang alpha otak namun dapat meningkatkan beta endorphin dan bahkan mampu meningkatkan imun seluler. Teknik relaksasi dapat digunakan untuk meningkatkan koping yang aktif bagi individu, teknik tersebut digunakan dengan cara mengajarkan kapan dan bagaimana teknik relaksasi dilakukan dengan baik ketika masalah pada individu muncul. 2.4.5 Pelaksanaan terapi PMR Pelaksanaan teknik PMR dilakukan dengan melakukan latihan yang berpegang pada fokus terhadap tegangan yang dihasilkan dan relaksasi pada kelompok otot tertentu seperti wajah, leher, bahu, dada, tangan, lengan, punggung, perut dan kaki. Proses peregangan yang dilakukan secara
  • 25. 38 progresif dapat dimulai dengan menegangkan dan atau meregangkan terlebih dahulu kelompok-kelompok otot utama dalam tubuh, dengan harapan dapat disadari pada otot bagian mana yang tampak terlibat sehingga mampu meningkatkan kesadaran tubuh dalam merespon kecemasan dan ketegangan yang terjadi (Scheufele, 2000). Dalam melakukan teknik PMR terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencapai rileks diantaranya adalah lingkungan yang aman dan nyaman, posisi nyaman dan sikap yang baik dalam melakukan PMR. Kondisi lingkungan yang aman dan nyaman akan membuat seseorang terjaga konsentrasinya, terutama saat melakukan tindakan peregangan dan relaksasi otot, dengan tetap menjaga dan membatasi dari gangguan atau interupsi, suara atau bising yang mengganggu. PMR dapat dilaksanakan maksimal 2 kali sehari denga durasi sekitar 20 menit, sebaiknya tekhnik ini dilakukan setelah makan agar terhindar dari rasa kantuk dan untuk mencapai hasil maksimal teknik ini biasanya dilakukan miminal selama satu minggu berturut-turut. Pemberian terapi PMR dapat diberikan sebelum, selama atau sesudah dilakukannya prosedur tindakan medis. Durasi pemberian terapi PMR dapat diberikan berkisar 20 sampai dengan 30 menit, meskipun belum terdapat standard baku yang mengatur hal tersebut, sehingga masih banyak variasi yang digunakan baik dalam bentuk durasi, frekwensi dan jumlah kelompok otot yang terlibat dalam teknik PMR ini (Cooke, 2013). Bahkan beberapa penelitian menyampaikan bahwa paling sedikit 4 sesi teknik pemberian terapi PMR akan memberikan dampak positif (Synder dan Lynquist, 2002). 2.4.6 Langkah-langkah PMR 2.4.6.1 Persiapan umum 1) Berikan kesempatan istirahat selama 10 sampai dengan 15 menit ketika responden baru datang. 2) Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur dan inform consent didalamnya termasuk lembar persetujuan tindakan PMR kepada responden.
  • 26. 39 UniversitasIndonesia 3) Lepaskan assesoris yang digunakan seperti kacamata, jam tangan dan sepatu. 4) Longgarkan penggunaan ikat pinggang atau yang lainnya yang melekat di tubuh yang dapat mengganggu aktivitas PMR. 5) Posisikan senyaman mungkin dengan posisi berbaring dan mata tertutup, gunakan bantal sebagai sandaran di bawah kepala dan lutut. Dapat juga dengan posisi duduk diatas kursi kepala tertopang pada sandaran kursi, hindari posisi berdiri pada pelaksanaan teknik PMR ini. 2.4.6.2 Pra sesi pelaksanaan Ketika responden telah mendapatkan posisi yang nyaman mulai dengan melakukan relaksasi nafas dalam terlebih dahulu. Anjurkan responden menarik nafas dalam melalui hidung dibantu dengan 3 hitungan kemudian tahan selama 3 hitungan dan anjurkan untuk menghembuskan melalui mulut dengan perlahan selama 3 hitungan. Lakukan prosedur tersebut sekali lagi dan teknik ini dapat di kerjakan bersamaan dengan teknik PMR (Cooke, 2013). Prosedur relaksasi progresif (PMR) mengajarkan cara mengendurkan otot melalui proses dua langkah. Pertama, menerapkan ketegangan pada kelompok otot tertentu, lalu menghentikan ketegangan dan mengalihkan perhatian untuk memperhatikan bagaimana otot-otot menjadi rileks saat ketegangan mengalir. Berikut adalah beberapa saran untuk praktik relaksasi progresif (PMR) : a. Selalu berlatih relaksasi progressif penuh (PMR) di tempat yang sepi, sendirian, tanpa gangguan elektronik, bahkan musik sekalipun. b. Lepaskan sepatu dan kenakan pakaian longgar.
  • 27. 40 c. Hindari makan, merokok, atau minum. Yang terbaik adalah berlatih relaksasi progresif sebelum makan dan bukan setelah, hal tersebut demi proses pencernaan. d. Jangan pernah berlatih setelah menggunakan minuman keras. e. Duduklah di kursi yang nyaman jika memungkinkan. Kondisi ini memungkinkan berlatih relaksasi progressif seraya berbaring, namun dapat menyebabkan kemungkinan tertidur. f. Apabila tertidur, berikan apresiasi terhadap apa yang telah dilakukan. g. Apabila berlatih di tempat tidur di malam hari, usahakan tertidur selama proses belum selesai. Sehingga, perlu mempertimbangkan sesi latihan di malam hari, di tempat tidur, untuk menjadi latihan relaksasi tambahan terhadap latihan. h. Setelah sesi selesai, rileks dengan mata tertutup selama beberapa detik, lalu bangun perlahan. (Hipotensi ortostatik akan tiba-tiba turun dalam tekanan darah sehingga berdiri dengan cepat dapat menyebabkan gangguan keseimbangan dan pingsan). Untuk mengatasi hal tersebut hitung mundur dari 5 menjadi 1, dengan memperlambat waktu memberikan kesempatan untuk memperlambat pernafasan, bernafas dalam, membuka mata, rileks dan tersadar kembali. 2.4.6.3 Langkah pertama Teknik relaksasi ini dilaksanakan dengan menegangkan otot-otot tertentu kemudian melepaskannya kembali dengan memfokuskan pikiran pada kelompok otot tersebut seraya menarik nafas dalam dan mengencangkan sekencang-kencangnya selama 8 detik. Contohnya membuat kepalan tangan sekencang-kencangnya. Sangat penting untuk benar-benar merasakan ketegangan. Dilakukan dengan benar, prosedur ketegangan akan menyebabkan otot mulai goyang, dan akan merasakan sedikit rasa sakit.
  • 28. 41 UniversitasIndonesia 2.4.6.4 Langkah kedua Setelah melalui proses penegangan kemudian rilekskan selama 8 detik dengan perlahan. Biarkan dan rasakan rasa sesak dan sakit menlair keotot-otot sambil menghembuskan nafas perlahan secara bersamaan. Fokuskan pikiran pada munculnya tegangan dan kemudian rileks. Tetap rileks selama 15 detik kemudian ulang kembali. Pelaksaan PMR ini dapat dilakukan dengan posisi senyaman mungkin seperti sandaran pada kursi maupun berbaring. Konsentrasikan pikiran pada sensasi otot saat menegang dan rileks. Lakukan teknik pernafasan secara perlahan dan jangan menahan nafas. Teknik PMR (Jacobson’s, 2006) berikut ini : 1) Tangan : menggenggam dengan erat dan merilekskan dengan melepas jari-jari. 2) Biseps dan trisep : menegangkan biseps kemudian meluruskannya kembali dengan rileks. Menekuk tangan juga akan menegangkan tricep kemudian rilekskan kembali. 3) Bahu : tarik bahu keatas mendekati daun telinga dan dorong kedepan, kemudian rilekskan kembali. 4) Leher Lateral : dengan posisi bahu tetap lurus dan rileks, kepala diputar kearah kanan, sejauh yang bias dilakukan kemudian rilekskan dengan kembali keposisi semula. Putar kembali kepala kearah kiri kemudian kembali keposisi semula dengan rileks. 5) Leher (maju) : tekuk dagu sampai menyentuh dada kemudian kembali lagi keposisi semula rileks (tidak disarankan kebelakang karena akan beresiko mematahkan tulang leher). 6) Mulut : mulut dibuka selebar mungkin kemudian rilekskan, bibir disatukan dan mecucu sekuat mungkin kemudian rilekskan. 7) Lidah (diperpanjang dan ditarik kembali) : mulut terbuka dan rentangkan lidah sejauh mungkin kemudian rileks. Dorong lidah kearah dalam tenggorakan dan rilekskan kembali.
  • 29. 42 8) Lidah (atap dan langit) : dorong lidah kearah langit-langit rongga mulut dan rilekskan kembali, kemudian dorong lidah ke bagian bawah mulut dan rilekskan kembali. 9) Mata : buka mata selebar mungkin kemudian rilekskan. Tutup erat-erat mata kemudian rileks kembali. Pastikan mata, dahi dan hidung kendur atau rileks setelah sebelumnya ditegangkan. 10) Pernafasan : tarik nafas sedalam mungkin tahan sebentar kemudian hembuskan secara perlahan, bernafas secara normal selama 15 detik kemudian tarik kembali pernafasan dan tahan selama 15 detik kemudian hembuskan perlahan. 11) Kembali : dengan posisi tersandar atau duduk dikursi bersandar, dorong tubuh kedepan sehingga punggung melengkung kemudian rileks (hati-hati melakukan step ini atau jangan dilakukan). 12) Butt : menegangkan otot-otot bokong dan angkat panggul sedikit dari kursi emudian rileks. 13) Paha : lebarkan posisi kaki kemudian angkat tetapi jangan sampai perut terasa tegang kemudian rilekskan. 14) Perut : kembungkan perut sbesar mungkin kemudian rilekskan. 15) Betis dan kaki : arahkan jari-jari kaki ke atas seolah-olah tangan menyambut jari-jari kaki (tanpa mengangkat kaki); kemudian rileks 2.5 Teknik Relaksasi Lima Jari dan kejadian fatigue 2.5.1 Pengertian relaksasi lima jari Tenik relaksasi merupakan bagian dari sebuah teknik hypnosis yang lahir untuk memberikan rasa rileks pada individu yang sedang mengalami stress. Hypnosis sendiri berasal dari bahasa yunani “Hypnos” yang berarti tidur. Akan tetapi kondisi tidur pada kondisi ini bukanlah tidur biasa, akan tetapi kondisi menutup mata dengan mengatur nafas dengan tenang dan lambat dari waktu bangun, keadaan ini untuk mengaplikasikan pikiran dan perasaan
  • 30. 43 UniversitasIndonesia yang digunakan dalam menurunkan kecemasan (Davis, et al.,1995; Clark, 2004). Respon relaksasi yang diperoleh dari teknik lima jari ini merupakan kebalikan dari respon stress yang muncul. Respon relaksasi memberi kesempatan otak untuk bekerja menjalankan peran utamanya sebagai pemelihara keseimbangan secara fisik, mental dan emosi (Davis, et al.,1995). Teknik lima jari dapat di pelajari secara cepat dan diaplikasikan secara aman. Latihan yang dilakukan selama 20 menit ini mampu meningkatkan kedamaian hati, relaksasi dan menghilangkan stress (Davis, et al.,1995; Clark, 2004). Jadi, teknik relaksasi lima jari merupakan sebuah teknik hypnosis yang dilakukan dengan memberikan sentuhan pada jari tangan secara bergantian seraya membayangkan hal-hal yang menyenangkan, dengan tujuan meningkatkan mood dan mengurangi stressor yang muncul pada individu. Kondisi tersebut mampu membuat pasien kanker terbebas dari tekana dan kecemasan akan penyakit kanker yang dihadapi dan dapat berakibat pada kematian. Ketenangan mampu menurunkan keadaan stress pada pasien kanker sehingga kemampuan sel-sel normal untuk melawan sel kanker meningkat (Kanojja, dalam Danismaya, 2008). 2.5.2 Peran relaksasi lima jari pada stress penyebab fatigue Relaksasi akhir-akhir ini semakin banyak digunakan sebagai terapi untuk meminimalisir terjadinya stress, sehingga mampu memberikan pikiran menjadi tenang dan jauh dari penyebab stress. Teknik lima jari didefinisikan sebagai terapi hypnosis dengan tujuan memberikan relaksasi yang digunakan untuk memberikan perasaan relaks, mampu mengurangi tanda-tanda dan gejala yang tidak diinginkan seperti, mual, cemas, stress penyebab fatigue (Dochterman & Bulechek, 2004). Stressor merupakan sebuah masalah psikologis yang tidak dapat dihindari oleh individu selama menjalani proses kehidupan yang dijalaninya, kapan,
  • 31. 44 dimana, bentuk stressor dan siapa sajanya sangat mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pasien kanker yang menjalani pengobatan khususnya kemoterapi dapat mengalami stress bahkan sampai terjadi depresi, sehingga kondisi tersebut akan menjadi masalah yang serius bagi penderita kanker. Respon yang muncul akibat stressor akan melibatkan sistem syaraf, sistem imun dan endokrin. Ketika ketiga sistem tersebut tidak mampu menghadapi bahkan mengontrol stressor yang ada, maka akan mengganggu keseimbangan pasien dengan kanker. Hipotalamus akan merespon stressor fisik dan psikologis dengan mengaktifkan beberapa hormone, kondisi tersebut dinamakan alarm reaction (Selye dalam Danismaya, 2008). Hipotalamus akan mengaktifkan sistem saraf simpatis, mengeluarkan CRH (Corticotropin Releasing Hormone) untuk merangsang sekresi ACTH serta kortisol yang berasal dari hipofisis dan meningkatkan pengeluaran vasopressin (www.elib.fk.uwks.ac.id). Ketika stressor yang ada belum mampu teratasi maka hipotalamus akan memproduksi katekolamin yang terdiri dari Norephineprin dan ephineprin, keduanya memiliki efek pada system kardiovaskuler. Pada kondisi stress norepinefrin mampu membuat pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi sehingga membuat tekanan darah meningkat. Sementara epinefrin mampu meningkatkan kontraksi pada otot jantung (myocardium), selain memiliki efek metabolic dengan meningkatkan proses glikogenolisis untuk melepas glukosa hati. Teknik relaksasi lima jari yang dilakukan akan memberikan dampak pada katekolamin, sehingga individu mampu beradaptasi dan menjadikan keadaan stress sebagai habituallynya. Pada keadaan ini mampu memproduksi kortisol dalam jumlah yang tidak sedikit dan digunakan untuk mengurai munculnya stress. Pada keadaan ini teknik lima jari yang dilakukan dengan baik dan pasien kanker mampu menjalankan dengan baik maka akan meningkatkan homeostasis. Kondisi homeostasis mampu meningkatkan koping terhadap stress dan meningkatkan fatigue. Teknik relaksasi lima jari dilakukan untuk merubah hypothalamus dalam memanipulasi untuk mengurangi stress.
  • 32. 45 UniversitasIndonesia 2.5.3 Relaksasi lima jari dan fatigue Teknik lima jari merupakan jenis pengobatan yang termasuk dalam kategori CAT (Complementary Alternative Therapy) dan bekerja pada bagian korteks yang terdapat pada serebral otak, untuk saling berkomunikasi dengan bagian tubuh seperti hipothalamus dan sistem saraf simpatis dan saraf parasimpatis (Bauer-Wu, 2002 dalam Winarto, 2008). Hipofisis akan merangsang pengeluaran hormone yang digunakan untuk mengontrol fungsi vital dalam beradaptasi terhadap stress (Potter & Perry, 2005). Selama teknik lima jari ini, stress yang ada mampu ditekan dengan pengendalian sugesti positif sehingga mampu mengontrol hipofisis (Winarto, 2008). Pada saat teknik lima jari dilakukan, terjadi induksi pikiran spiritual, experience, imagery,yang dapat mengaktivasi otak kanan untuk menstimulus saraf parasimpatis sehingga berdampak pada fungsi internal tubuh (Nicholas & Humenick, 2000). Stimulasi saraf parasimpatis menghambat saraf simpatis agar tercipta perasaan rileks pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi, sehingga kondisi tersebut mampu meningkatkan oksigenasi yang ada karena mampu merilekskan otot-otot dan pembuluh darah pembawa oksigen. 2.5.4 Langkah-langkah teknik lima jari Teknik lima jari merupakan sebuah teknik yang telah dikembangkan oleh M. Davis, teknik ini adalah salah satu dari terapi yang sifatnya umum digunakan dan memberikan efek relaksasi, memberikan ketenangan yang dilakukan dengan cara mengingat pengalaman-pengalaman yang telah dialami dan menyenangkan. Berikut langkah-langkah untuk melakukan relaksasi teknik lima jari menurut M. Davis et al (2008) sebagai berikut : 1) Langkah pertama : menyatukan ujung ibu jari dengan jari telunjuk, seraya mengingat kembali saat anda sehat, dan anda melakukan apapun yang diinginkan.
  • 33. 46 2) Langkah kedua : menyatukan ujung ibu jari dengan jari tengah, seraya tetap mengingat kembali bagaimana momen-momen indah yang pernah terjadi dan dijalani bersama orang yang dikasihi dan dicintai. 3) Langkah ketiga : sentuhkan ujung ibu jari anda dengan jari manis, dan kembali mengingat saat masa-masa anda mendapatkan sebuah penghargaan yang sangat berarti dalam hidup anda atas hasil usaha dan kerja keras yang pernah anda lakukan. 4) Langkah ke empat : pindahkan ibu jari dan menyentuh jari kelingking anda untuk kembali membayangkan ketika anda sedang berada disuatu tempat yang sangat indah dan anda merasa nyaman untuk mengunjungi. Berikan waktu sejenak untuk kembali mengingat masa-masa itu. Teknik ini telah diadaptasi untuk diaplikasikan di Indonesia, bahkan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan memberikan evidence teknik relaksasi lima jari efektif digunakan untuk mengatasi masalah bahkan kualitas tidur (Banon et al, 2014). Teknik relaksasi lima jari banyak dilakukan sebagai terapi relaksasi yang dikemas seperti pemberian hipnotis (self hipnosis) dan mampu memberikan efek relaksasi yang tinggi untuk meningkatkan konsentrasi, sehingga seseorang akan merasa rileks dan rasa tegang atau stress menjadi berkurang. Penggunaan teknik relaksasi lima jari ini mampu merangsang pengeluaran hormon yang mampu memicu stress. Teknik relaksasi ini dapat dilakukan sekitar 10 menit untuk merangsang konsentrasi dan rasa rileks mulai dari sentuhan pertama ibu jari ke jari telunjuk (Keliat, 2011). 2.6 Latihan fisik Range of Motion 2.6.1 Pengertian latihan Range of Motion Latihan Range of Motion merupakan sebuah latihan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan otot, massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). Sedangkan Ni Made Suarti et. Al (2009) mengemukakan bahwa
  • 34. 47 UniversitasIndonesia gerakan ROM ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi sendi dan otot juga mempertahankannya dari berbagai proses penyakit, meningkatkan aktivitas. Latihan ROM dapat diklasifikasikan menjadi ROM aktif dan ROM pasif. ROM aktif merupakan latihan gerakan yang dilakukan oleh pasien itu sendiri dengan menggerakkan anggota sendi sedangkan ROM pasif dilakukan dengan bantuan perawat untuk menggerakkan sendi tubuh. Bahkan terdapat ROM aktif asistif dimana gerakan sendi yang dilakukan oleh pasien dibantu oleh orang lain atau perawat. ROM aktif resistif gerakan yang dilakukan dengan melawan suatu tahanan dan ROM isometric yaitu latihan yang dicapai dengan cara mengencangkan dan mengendurkan otot tanpa gerak sendi. 2.6.2 Tujuan Range of Motion Range of Motion merupakan sebuah latihan fisik yang dapat dilakukan secara aktif atau pasif. Kedua teknik tersebut memiliki tujuan yang sama, dan menurut Ni Made Suarti et. Al (2009) tujuan tersebut yaitu : 2.6.2.1 Mempertahankan fungsi mobilisasi 2.6.2.2 Memulihkan dan meningkatkan kekuatan otot 2.6.2.3 Mencegah terjadinya kelemahan 2.6.2.4 Melancarkan perederan darah 2.6.3 Manfaat Range of Motion ROM yang dilakukan oleh pasien kanker yang menjalani kemoterapi dan mengalami fatigue memiliki manfaat yang dapat membantu meningkatkan kekuatan otot, sehingga latihan ini memiliki manfaat seperti : 1). Memperlancar sirkulasi darah; 2). Meningkatkan mobilisasi otot dan sendi, menilai kemampuan otot dan sendi untuk melakukan pergerakan. 2.6.4 Range of Motion dan Fatigue Latihan Range of Motion ini dilakukan secara aktif oleh penderita kanker yang menjalani kemoterapi dan mengalami fatigue. Sehingga latihan ini biasa disebut ROM aktif. Pada kondisi fatigue terdapat kelemahan pada otot-
  • 35. 48 otot yang disebabkan kurangnya asupan sumber energi yang harus digunakan oleh otot (Synder & Lindquist, 2002). Dengan latihan ROM akan meningkatkan kemampuan otot dalam melancarkan sirkulasi pembuluh darah pembawa nutrisi dan oksigen sebagai sumber energi yang digunakan oleh otot untuk bergerak (Cooke, 2013). Latihan ROM mampu menjaga elastisitas otot untuk bergerak, dengan gerakan yang dilakukan mampu meningkatkan dan menguatkan ligament dan sendi, membuka aliran pada pembuluh darah sehingga memperlancar pembuluh darah untuk mendistribusikan nutrisi dan oksigen keseluruh tubuh (Yamin, 2005). Kondisi tersebut akan menurunkan tingkat fatigue pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi akibat terjadinya kerusakan sel dan berkurangnya kebutuhan nutrisi. 2.6.5 Indikasi ROM Latihan Range of Motion ini dilakukan secara aktif kepada pasien yang mengalami fatigue. Gerakan ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan otot sehingga mampu menurunkan tingkat fatigue. Pada saat diberikan latihan ini pasien tidak dalam kondisi cidera yang dapat menjadikan cidera pada pasien (Ni Made Suarti et. Al, 2009). 2.6.6 Pelaksanaan latihan Range of Motion Feigin, 2006; Kozier & Blais, 1995 mengemukakan tentang gerakan yang dilakukan pada latihan fisik ROM ini, sebagai berikut : 2.6.6.1 Fleksi = menggerakkan tungkai kedepan atas 2.6.6.2 Ekstensi = menggerakkan tungkai kebelakang tubuh 2.6.6.3 Abduksi = menggerakkan tungkai kesamping menjauhi tubuh 2.6.6.4 Adduksi = menggerakkan tungkai kembali ke posisi media dan melebihi jika memungkinkan 2.6.6.5 Fleksi = menggerakkan tumit kearah belakang paha Latihan ROM aktif ini dilakukan meliputi latihan bahu, latihan siku, latihan lengan, latihan pergelangan tangan dan latihan jari-jari tangan
  • 36. 49 UniversitasIndonesia yang merupakan anggota gera atas. Sedangka anggota gerak bawah meliputi latihan pangkal paha, latihan lutut, latihan pergelangan kaki dan latihan jari-jari kaki. 2.7 Kerangka Teori Berdasarkan landasan pustaka yang telah terurai diatas, maka secara sistematis terbentuk kerangka teori pada penelitian dan tergambarkan sebagai berikut :
  • 37. 50 Skema 2.1 Kerangka Teori Kanker Differensiasi sel Pertumbuhan sel kanker Angiogenesis Perdarahan Anemia Fatigue Kemoterapi Bersifat toksik terhadap pertumbuhan sel normal Supresi sumsum tulang Kerusakan pembentukan eritrosit, Hemoglobin menurun Cemas Peningkatan kebutuhan energi Perubahan metabolisme otot Konsentrasi ATP, Creatinin phospates, protein synthesis menurun sedangkan latat meningkat Kebutuhan energi tidak terpenuhi PMR+T5J Mind-body therapy Menurunkan ketegangan otot  Menghambat jalur saraf simpatis yang dapat meningkatkan ketegangan otot dan kecemasan  Aktivasi syaraf parasimpatis untum meningkatkan konsentrasi dan menurunkan kecemasan Rileks Vasodilatasi Memperlancar aliran pembuluh darah Menurunkan fatigue ROM Latihan peningkatan kekuatan otot Melancarkan sirkulasi Meningkatkan suplai nutrisi dan oksigen Dimodifikasi berdasarkan Synder & Lindquist, 2009; Copstead & Banasik, 2000; Nicholas & Humenick, 2000; Beur-Wu 2002