1. ASKEP TUMOR TESTIS
DEFINISI
Kanker Testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar), yang bisa
menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum (kantung
zakar).
Kanker testikuler, yang menempati peringkat pertama dalam kematian akibat kanker diantara
pria dalam kelompok umur 20 sampai 35 tahun, adalah kanker yang paling umum pada pria yang
berusia 15 tahun hingga 35 tahun dan merupakan malignansi yang paling umum kedua pada
kelompok usia 35 tahun hingga 39 tahun.
Kanker yang demikian diklasifikasikan sebagai germinal atau nongerminal. Tumor germinal
timbul dari sel-sel germinal testis (seminoma, terakokarsinoma, dan karsinoma embrional);
tumor germinal timbul dari epithelium.
Klasifikasi patologik tumor testis menurut WHO:
1. Tumor sel bening:
1. Tumor dengan satu pola histologik:
1. Seminoma
1. Seminoma spermatositik
2. Karsinoma embrional
3. Yolk sac tumor (Karsinoma embrional tipe infantile)
2. Teratoma:
1. Matur
2. Imatur
3. Dengan transformasi maligna
2. Tumor dengan lebih dari satu pola histoligik:
1. Karsinoma embrional plus teratoma (teratokarsinoma)
2. Kariokarsinoma dan tipe lain apapun (perinci tipe-tipenya)
3. Kombinasi lain (perinci)
1. Tumor stromal-Tali kelamin:
1. Bentuk berdiferensiasi baik:
1. Tumor sel leydig
2. Tumor sel sertoli
3. Tumor sel granulosa
2. Bentuk campuran (perinci)
3. Bentuk berdiferensiasi tidak lengkap
2. Sebagian besar neoplasma adalah germinal, dengan sekitar 40% adalah seminoma. Seminoma
cenderung untuk tetap setempat, sementara tumor nonseminomas tumbuh cepat. Penyebab tumor
testikuler tidak diketahui, tetapi kriptokhidisme, infeksi, dan faktor-faktor genetic dan endokrin
tampak berperan dalam terjadinya tumor tersebut.
Risiko kanker testikuler adalah 35 kali lebih tinggi pada pria dengan segala tipe testis yang tidak
turun ke dalam skrotum dibanding dengan populasi umum. Tumor testis biasanya malignan dan
cenderung untuk bermetastasis lebih dini, menyebar dari testis ke dalam nodus limfe dalam
retroperineum dan ke paru-paru.
PATOFISIOLOGI
Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhinya mengenai seluruh parenkim
testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rate testis, epididimis, funikulus spermatikus, atau
bahkan ke kulit scrotum. Tunika albugenia merupakan barrier yang sangat kuat bagi penjalaran
tumor testis ke organ sekitarnya, sehingga kerusakan tunika albugenia oleh invasi tumor
membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar keluar testis
Kecuali kariokarsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe menuju ke kelenjar
limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun pertama, kemudian menuju ke kelenjar
mediastinal dan supraclavikula, sedangkan kariokarsinoma menyebar secara hematogen ke paru,
hepar, dan otak.
PENYEBAB
Kebanyakan kanker testis terjadi pada usia di bawah 40 tahun. Penyebabnya yang pasti tidak
diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang menunjang terjadinya kanker testis:
1. Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum)
2. Perkembangan testis yang abnormal
3. Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yang ditandai dengan rendahnya
kadar hormon pria, kemandulan, pembesaran payudara (ginekomastia) dan testis yang
kecil).
3. Faktor lainnya yang kemungkinan menjadi penyebab dari kanker testis tetapi masih dalam taraf
penelitian adalah pemaparan bahan kimia tertentu dan infeksi oleh HIV. Jika di dalam keluarga
ada riwayat kanker testis, maka resikonya akan meningkat. 1% dari semua kanker pada pria
merupakan kanker testis. Kanker testis merupakan kanker yang paling sering ditemukan pada
pria berusia 15-40 tahun. Kanker testis dikelompokkan menjadi:
1. Seminoma : 30-40% dari semua jenis tumor testis. Biasanya ditemukan pada pria berusia
30-40 tahun dan terbatas pada testis.
2. Non-seminoma: merupakan 60% dari semua jenis tumor testis. Dibagi menjadi
subkategori:
1. Karsinoma embrional: sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada usia 20-30
tahun dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar ke paru-paru
dan hati.
2. Tumor yolk sac: sekitar 60% dari semua jenis kanker testis pada anak laki-laki.
3. Teratoma: sekitar 7% dari kanker testis pada pria dewasa dan 40% pada anak laki-
laki. - Koriokarsinoma.
4. Tumor sel stroma: tumor yang terdiri dari sel-sel Leydig, sel sertoli dan sel
granulosa. Tumor ini merupakan 3-4% dari seluruh jenis tumor testis. Tumor bisa
menghasilkan hormon estradiol, yang bisa menyebabkan salah satu gejala kanker
testis, yaitu ginekomastia.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala berupa :
1. Testis membesar atau teraba aneh (tidak seperti biasanya)
2. Benjolan atau pembengkakan pada salah satu atau kedua testis
3. Nyeri tumpul di punggung atau perut bagian bawah - Ginekomastia
4. Rasa tidak nyaman/rasa nyeri di testis atau skrotum terasa berat.
Tetapi mungkin juga tidak ditemukan gejala sama sekali. Gejala timbul dengan sangat bertahap
dengan massa atau benjolan pada testis yang tidak nyeri. Pasien dapat mengeluh rasa sesak pada
skrotum, area inguinal, atau abdomen dalam. Sakit pinggang (akibat perluasan nodus
retroperineal), nyeri pada abdomen, penurunan berat badan, dan kelemahan umum dapat
diakibatkan oleh metastasis. Pembesaran testis tanpa nyeri adalah temuan diagnostik yang
signifikan.
Satu-satunya metode deteksi dini yang efektif adalah pemeriksaan testis mandiri. Suatu bagian
penting dari promosi kesehatan untuk pria harus mencakup pameriksaan mandiri. Pengajaran
tentang pemeriksaan mandiri adalah intervensi penting untuk deteksi dini penyakit ini.
4. EVALUASI DIAGNOSTIK
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lainnya yang
biasa dilakukan:
1. USG skrotum
2. Pemeriksaan darah untuk petanda tumor AFP (alfa fetoprotein), HCG (human chorionic
gonadotrophin) dan LDH (lactic dehydrogenase).
Hampir 85% kanker non-seminoma menunjukkan peningkatan kadar AFP atau beta HCG.
1. Rontgen dada (untuk mengetahui penyebaran kanker ke paru-paru)
2. CT scan perut (untuk mengetahui penyebaran kanker ke organ perut)
3. Biopsi jaringan.
Human chorionic gonadotropin dan a-fetoprotein adalah penanda tumor yang mungkin
meningkat pada pasien kanker testis. (Penanda tumor adalah substansi yang disintesis oleh sel-
sel tumor dan dilepaskan ke dalam sirkulasi dalam jumlah yang abnormal).
Tehnik imunositokimia yang terbaru dapat membantu mengidentifikasi sel-sel yang tampaknya
menghasilkan penanda ini. Kadar penanda tumor dalam darah digunakan untuk mendiagnosis,
menggolongkan, dan memantau respon terhadap pengobatan. Uji diagnostic lainnya mencakup
urografi intravena untuk mendeteksi segala bentuk penyimpangan uretral yang disebabkan oleh
massa tumor; limfangiografi untuk mengkaji keluasan penyebaran tumor ke sistem limfatik; dan
pemindai CT dada dan abdomen untuk menentukan keluasan penyakit dalam paru-paru dan
retroperineum.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan tergantung kepada jenis, stadium dan beratnya penyakit. Setelah kanker ditemukan,
langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan jenis sel kankernya, selanjutnya ditentukan
stadiumnya:
1. Stadium I: kanker belum menyebar ke luar testis
2. Stadium II: kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di perut
3. Stadium III: kanker telah menyebar ke luar kelenjar getah bening, bisa sampai ke hati
atau paru-paru.
Ada 4 macam pengobatan yang bisa digunakan:
5. 1. Pembedahan: pengangkatan testis (orkiektomi) dan pengangkatan kelenjar getah bening
(limfadenektomi).
2. Terapi penyinaran: menggunakan sinar X dosis tinggi atau sinar energi tinggi lainnya,
seringkali dilakukan setelah limfadenektomi pada tumor non-seminoma.
Juga digunakan sebagai pengobatan utama pada seminoma, terutama pada stadium awal.
3. Kemoterapi: digunakan obat-obatan (misalnya cisplastin, bleomycin dan etoposid) untuk
membunuh sel-sel kanker.
Kemoterapi telah meningkatkan angka harapan hidup penderita tumor non-seminoma.
4. Pencangkokan sumsum tulang: dilakukan jika kemoterapi telah menyebabkan kerusakan
pada sumsum tulang penderita.
Tumor seminoma
1. Stadium I diobati dengan orkiektomi dan penyinaran kelenjar getah bening perut
2. Stadium II diobati dengan orkiektomi, penyinaran kelenjar getah bening dan kemoterapi
dengan sisplastin
3. Stadium III diobati dengan orkiektomi dan kemoterapi multi-obat.
Tumor non-seminoma:
1. Stadium I diobati dengan orkiektomi dan kemungkinan dilakukan limfadenektomi perut
2. Stadium II diobati dengan orkiektomi dan limfadenektomi perut, kemungkinan diikuti
dengan kemoterapi
3. Stadium III diobati dengan kemoterapi dan orkiektomi.
Jika kankernya merupakan kekambuhan dari kanker testis sebelumnya, diberikan kemoterapi
beberapa obat (ifosfamide, cisplastin dan etoposid atau vinblastin).
Kanker testikuler adalah salah satu tumor padat yang dapat disembuhkan. Tujuan
penatalaksanaan adalah untuk menyingkirkan penyakit dan mencapai penyembuhan. Pemilihan
pengobatan tergantung pada tipe sel dan keluasan anatomi penyakit. Testis diangkat dengan
orkhioektomi melalui suatu insisi inguinal dengan ligasi tinggi korda spermatikus.
Prosthesis yang terisi dengan jel dapat ditanamkan untuk mengisi testis yang hilang. setelah
orkhioektomi unilateral untuk kanker testis, sebagian besar pasien tidak mengalami fungsi
endokrin. Namun demikian, pasien lainnya mengalami penurunan kadar hormonal, yang
menandakan bahwa testis yang sehat tidak berfungsi pada tingkat yang normal. Diseksi nodus
limfe retroperineal (RPLND) untuk mencegah penyebaran kanker melalui jalur limfatik mungkin
dilakukan setelah orkhioektomi.
Meskipun libido dan orgasme normal tidak mengalami gangguan setelah RPLND, pasien
mungkin dapat mengalami disfungsi ejakulasi dengan akibat infertilitas. Menyimpan sperma di
bank sperma sebelum operasi mungkin menjadi pertimbangan.
Iradiasi nodus limfe pascaoperasi dari diagfragma sampai region iliaka digunakan untuk
mengatasi seminoma dan hanya diberikan pada tempat tumor saja. Testis lainnya dilindungi dari
6. radiasi untuk menyelamatkan fertilitas. Radiasi juga digunakan untuk pasien yang tidak
menunjukkan respon terhadap kemoterapi atau bagi mereka yang tidak direkomendasikan untuk
dilakukan pembedahan nodus limfe.
Karsinoma testis sangat responsive terhadap terapi medikasi. Kemoterapi multiple dengan
sisplantin dan preparat lainnya seperti vinblastin, bleomisin, daktinomisin, dan siklofosfamid
memberikan persentase remisi yang tinggi. Hasil yang baik dapat dicapai dengan
mengkombinasi tipe pengobatan yang berbeda, termasuk pembedahan, terapi radiasi, dan
kemoterapi. Bahkan kanker testikuler diseminata sekalipun, prognosisnya masih baik, dan
penyakit kemungkinan dapat disembuhkan karena kemajuan dalam diagnosis dan pengobatan.
INTERVENSI KEPERAWATAN/PENDIDIKAN PASIEN
Karena pasien mungkin mengalami kesulitan dalam menerima kondisi ini, isu-isu yang
berhubungan dengan citra tubuh dan seksualitas harus diungkapkan. Pasien memerlukan
dorongan untuk mempertahankan sikap yang positif selama perjalanan terapi. Pasien juga harus
mengetahui bahwa terapi radiasi tidak harus selalu menghambat pasien untuk menjadi seorang
ayah, dan eksisi tumor unilateral tidak harus menurunkan virilitas.
Pasien dengan riwayat satu tumor testikuler mempunyai peluang yang lebih besar untuk
mengalami tumor berikutnya. Pemeriksaan tindak lanjut mencakup rontgen, urografi ekskretori,
radioimmunoassay untuk human chorionic gonadotropins dan kadar a-fetoprotein, serta
pemeriksaan nodus limfe untuk mendeteksi malignansi kambuhan.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TUMOR TESTIS
Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan gangguan pertumbuhan
selular dan merupakan kelompok penyakit dan bukan penyakit tunggal. Saat ini ada lebih dari
120 perbedaan tipe pengetahuan tentang kanker. Karena kanker adalah penyakit seluler, ini dapat
timbul dari jaringan mana saja. Dengan manifestasi yang mengakibatkan kegagalan untuk
mengontrol proliferasi dan maturasi sel.
7. Selama bertahun-tahun observasi dan dokumentasi, telah ditemukan bahwa perilaku metastatik
dari kanker bervariasi sesuai dengan sisi primer diagnosis. Pola perilaku ini diketahui sebagai
"riwayat alamiah". Pengetahuan tentang etiologi dan riwayat alamiah dari tipe kanker adalah
penting pada perencanaan keperawatan pasien dan pada evaluasi kemajuan, prognosis, dan
keluhan fisik pasien.
DATA DASAR PENGKAJIAN PASIEN
Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan dan/atau keletihan. Perubahan pada pola
istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi tidur, misalnya nyeri, ansietas,
berkeringat malam.
Keterbatasan partisipasi dalam hobby, latihan.
Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan,
tingkat stress tinggi.
Sirkulasi
Gejala: Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
Kebiasaan: Perubahan pada tekanan darah.
Integritas ego
Gejala: Faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan
cara mengatasi stress (misalnya merokok, minum alkohol, menunda
mencari pengobatan, keyakinan religious/spiritual).
Masalah tentang perubahan dalam penampilan, misalnya alopesia,
lesi cacat, pembedahan.
Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak
mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan control, depresi.
Tanda: Menyangkal, menarik diri, marah.
Eliminasi
Gejala: Perubahan pada pola defekasi, misalnya darah pada feses,
nyeri pada defekasi.
Perubahan eliminasi urinarius, misalnya nyeri atau rasa terbakar
pada saat berkemih, hematuri, sering berkemih.
Tanda: Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
Makanan/cairan
Gejala: Kebiasaan diet buruk (misalnya rendah serat, tinggi lemak,
adiktif, bahan pengawet).
Anoreksia, mual/muntah.
Intoleransi makanan.
Perubahan pada berat badan; penurunan berat badan, kakeksia,
berkurangnya massa otot.
Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema.
Neurosensori Gejala: Pusing; sinkope.
Nyeri/kenyamanan
Gejala: Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi, misalnya
ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat (dihubungkan dengan
proses penyakit).
Pernapasan Gejala: Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang
8. yang merokok)
Pemajanan asbes
Keamanan
Gajala: Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen.
Pemajanan matahari lama/berlebihan.
Tanda: Demam. Ruam kulit, ulserasi.
Seksualitas
Gejala: Masalah seksualitas, misalnya dampak pada hubungan,
perubahan pada tingkat kepuasan.
Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun.
Multigravida, pasangan seks multiple, aktivitas seksual dini. Herpes
genital.
Interaksi sosial
Gejala: Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung.
Riwayat perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah,
dukungan, atau bantuan).
Masalah rentang fungsi/tanggung jawab peran.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Riwayat kanker pada keluarga, misalnya ibu atau bibi
dengan kanker payudara.
Sisi primer: penyakit primer dalam rumah tangga
ditemukan/didiagnosis.
Penyakit metastatik: sisi tambahan yang terlibat; bila tidak ada,
riwayat alamiah dari primer akan memberikan informasi penting
untuk mencari metastatik.
Pemeriksaan diagnostik
Tes, seleksi tergantung riwayat, manifestasi klinis, dan indeks kecurigaan untuk kanker tertentu.
1. Scan (misalnya MRI, CT, gallium) dan ultrasound: dilakukan untuk tujuan diagnostic,
identifikasi metastatik, dan evaluasi respon pada pengobatan.
2. Biopsy (aspirasi, eksisi, jarum, melubangi): dilakukan untuk diagnostik banding dan
menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui sumsum tulang, kulit, organ,
dan sebagainya.
3. Penanda tumor (zat yang dihasilkan dan disekresi oleh sel tumor dan ditemukan dalam
serum, misalnya CEA, antigen spesifik prostat, a-fetoprotein, HCG, asam fosfat prostat,
kalsitonin, antigen onkofetal pancreas, CA 15-3, CA 19-9, CA 125 dan sebagainya):
dapat membantu dalam mendiagnosis kanker tetapi lebih bermanfaat sebagai prognostic
dan/atau monitor terapeutik.
4. Tes kimia skrining, misalnya elektrolit (natrium, kalium, kalsium); tes ginjal (BUN/Cr);
tes hepar (bilirubin, AST/SGOT alkalin fosfat, LDH); tes tulang (alkalin fosfat, kalsium)
9. 5. JDL dengan diferensial dan trombosit: dapat menunjukan anemia, perubahan SDM dan
SDP; trombosit berkurang atau meningkat.
6. Sinar x dada: menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.
Prioritas keperawatan
1. Dukungan adaptasi dan kemandirian.
2. Meningkatkan kenyamanan.
3. Memeprtahankan fungsi fisiologis optimal.
4. Mencegah komplikasi.
5. Memberikan informasi tentang proses/kondisi penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan.
Tujuan pemulangan
1. Pasien menerima situasi denga realistis.
2. Nyeri hilang/terkontrol.
3. Homeostatis dicapai.
4. Komplikasi dicegah/dikurangi.
5. Proses/kondisi penyakit, prognosis, pilihan terapeutik dan aturan dipahami.
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Cemas/takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio
ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan
keluarga.
1. Tujuan:
1. Klien dapat mengurangi rasa cemasnya
2. Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
3. Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam
pengobatan.
2. Intervensi Keperawatan:
1. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang
dideritanya.
2. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.
10. 3. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut,
konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.
4. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien
mempersiapkan diri dalam pengobatan.
5. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak
berdayaan.
6. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.
7. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.
8. Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar.
3. Rasional:
1. Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan
dasar untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi.
2. Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses
penyakitnya.
3. Dapat menurunkan kecemasan klien.
4. Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek
sampingnya.
5. Mengetahui dan menggali pola koping klien serta
mengatasinya/memberikan solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan
dalam mengatasi kecemasan.
6. Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga.
7. Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istirahat.
8. Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-
benar di tolong.
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan
syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping
terapi kanker.
1. Tujuan:
1. Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
2. Melaporkan nyeri yang dialaminya
3. Mengikuti program pengobatan
4. Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui
aktivitas yang mungkin
2. intervensi Keperawatan:
1. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
2. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan
klien dan keluarga tentang cara menghadapinya
3. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti
mendengarkan musik atau nonton TV
4. Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi,
bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.
5. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.
3. Kolaboratif:
1. Disusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien.
2. Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narcotik dll
4. Rasional:
11. 1. Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
2. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah
menyebabkan komplikasi.
3. Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien
dari rasa nyeri.
4. Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress
dan ansietas.
5. Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai
sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan
klien akan obat-obatan anti nyeri.
6. Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.
7. Untuk mengatasi nyeri.
3. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan
hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekuensi kemotherapi, radiasi,
pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional
distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri.
1. Tujuan:
1. Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada
tanda malnutrisi
2. Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
3. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan
penyakitnya
2. Intervensi Keperawatan:
1. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan
kebutuhannya.
2. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat
badan.
3. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar
parotis.
4. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake
cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien.
5. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan
makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas.
6. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama
teman atau keluarga.
7. Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan.
8. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami
klien.
3. Kolaboratif:
1. Amati studi laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan
albumin
2. Berikan pengobatan sesuai indikasi
Phenotiazine, antidopaminergik, corticosteroids, vitamin khususnya A, D,
E dan B6, antacida
3. Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral,
imbangi dengan infus.
12. 4. Rasional:
1. Memberikan informasi tentang status gizi klien.
2. Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan
klien.
3. Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk.
4. Kalori merupakan sumber energi.
5. Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan
penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat
meningkatkan ansietas.
6. Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri.
7. Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera makan.
8. Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan
klien).
9. Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat
perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien.
10. Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping, meningkatkan
status kesehatan klien.
11. Mempermudah intake makanan/minuman dengan hasil yang maksimal
dan sesuai kebutuhan.
4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif.
1. Tujuan:
1. Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan
pada tingkatan siap.
2. Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan
mengikuti prosedur tersebut.
3. Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam
pengobatan.
4. Bekerjasama dengan pemberi informasi.
2. Intervensi Keperawatan:
1. Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan
akibatnya.
2. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan
pada klien tentang pengalaman klien lain yang menderita kanker.
3. Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik,
hindarkan informasi yang tidak diperlukan.
4. Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur
pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien.
5. Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi
miskonsepsi tentang penyakitnya.
6. Review klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal.
7. Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin,
perhatikan adanya eritema, ulcerasi.
8. Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut.
3. Rasional:
13. 1. Menghindari adanya duplikasi dan pengulangan terhadap pengetahuan
klien.
2. Memungkinkan dilakukan pembenaran terhadap kesalahan persepsi dan
konsepsi serta kesalahan pengertian.
3. Membantu klien dalam memahami proses penyakit.
4. Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan.
5. Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman klien dan keluarga mengenai
penyakit klien.
6. Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi yang
adekuat.
7. Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tanda-tanda
infeksi serta masalah dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi
intake makanan dan minuman.
8. Meningkatkan integritas kulit dan kepala.
5. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping
kemoterapi dan radiasi/radiotherapi.
1. Tujuan:
1. Membran mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi
dan ulcerasi
2. Klien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal.
3. Klien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga
kebersihan rongga mulut.
2. Intervensi Keperawatan:
1. Kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan klien dan
secara periodik.
2. Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati
tanda terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah.
3. Diskusikan dengan klien tentang metode pemeliharan oral hygiene.
4. Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas,
asam, makanan keras.
5. Amati dan jelaskan pada klien tentang tanda superinfeksi oral.
3. Kolaboratif:
1. Konsultasi dengan dokter gigi sebelum kemotherapi
2. Berikan obat sesuai indikasi, analgetik, topikal lidocaine, antimikrobial
mouthwash preparation.
3. Kultur lesi oral.
4. Rasional:
1. Mengkaji perkembangan proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi
memberikan informasi penting untuk mengembangkan rencana
keperawatan.
2. Masalah dengan kesehatan mulut dapat mempengaruhi pemasukan
makanan dan minuman.
3. Mencari alternatif lain mengenai pemeliharaan mulut dan gigi.
4. Mencegah rasa tidak nyaman dan iritasi lanjut pada membran mukosa.
5. Agar klien mengetahui dan segera memberitahu bila ada tanda-tanda
tersebut.
14. 6. Meningkatkan kebersihan dan kesehatan gigi dan gusi.
7. Tindakan/terapi yang dapat menghilangkan nyeri, menangani infeksi
dalam rongga mulut/infeksi sistemik.
8. Untuk mengetahui jenis kuman sehingga dapat diberikan terapi antibiotik
yang tepat.
6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal
(vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake.
1. Tujuan:
1. Klien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal,
membran mukosa normal, turgor kulit bagus, capilary refill normal, urine
output normal.
2. Intervensi Keperawatan:
1. Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti
emesis, diare, drainase luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam.
2. Timbang berat badan jika diperlukan.
3. Monitor vital sign. Evaluasi pulse peripheral, capilary refill.
4. Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan
pada klien.
5. Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan
individu.
6. Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran
mukosa, luka bedah, adanya ekimosis dan petekie.
7. Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah.
3. Kolaboratif:
1. Berikan cairan IV bila diperlukan.
2. Berikan therapy antiemetik.
3. Monitor hasil laboratorium: Hb, elektrolit, albumin.
4. Rasional:
1. Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat menyebabkan hipovolemia.
2. Dengan memonitor berat badan dapat diketahui bila ada
ketidakseimbangan cairan.
3. Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya takikardi,
hipotensi dan suhu tubuh yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi.
4. Dengan mengetahui tanda-tanda dehidrasi dapat mencegah terjadinya
hipovolemia.
5. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.
6. Segera diketahui adanya perubahan keseimbangan volume cairan.
7. Mencegah terjadinya perdarahan.
8. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.
9. Mencegah/menghilangkan mual muntah.
10. Mengetahui perubahan yang terjadi.
7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder
dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif.
1. Tujuan:
1. Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan
pencegahan infeksi.
15. 2. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka
berlangsung normal.
2. Intervensi Keperawatan:
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Batasi
pengunjung.
2. Jaga personal hygine klien dengan baik.
3. Monitor temperatur.
4. Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi.
5. Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur.
3. Kolaboratif:
1. Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets.
2. Berikan antibiotik bila diindikasikan.
4. Rasional:
1. Mencegah terjadinya infeksi silang.
2. Menurunkan/mengurangi adanya organisme hidup.
3. Peningkatan suhu merupakan tanda terjadinya infeksi.
4. Mencegah/mengurangi terjadinya resiko infeksi.
5. Mencegah terjadinya infeksi.
6. Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi.
7. Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang diberikan dapat
mengatasi organisme penyebab infeksi.
8. Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan defisit
pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan,
penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan.
1. Tujuan:
1. Klien dapat mengungkapkan pengertiannya terhadap efek kanker dan
terapi terhadap seksualitas
2. Mempertahankan aktivitas seksual dalam batas kemampuan
2. Intervensi:
1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang proses seksualitas dan
reaksi serta hubungannya dengan penyakitnya.
2. Berikan advis tentang akibat pengobatan terhadap seksualitasnya.
3. Berikan privacy kepada klien dan pasangannya. Ketuk pintu sebelum
masuk.
3. Rasional:
1. Meningkatkan ekspresi seksual dan meningkatkan komunikasi terbuka
antara klien dengan pasangannya.
2. Membantu klien dalam mengatasi masalah seksual yang dihadapinya.
3. Memberikan kesempatan bagi klien dan pasangannya untuk
mengekspresikan perasaan dan keinginan secara wajar.
9. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan
kemotherapi, defisit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
1. Tujuan:
1. Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi
spesifik
16. 2. Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan
penyembuhan
2. Intervensi Keperawatan:
1. Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker,
amati penyembuhan luka.
2. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.
3. Ubah posisi klien secara teratur.
4. Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit,
minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter.
3. Rasional:
1. Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan
identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit.
2. Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi.
3. Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu.
4. Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Basuki B Purnomo, Dasar-dasar Urologi.Edisi kedua, cetakan ketiga, CV. Sagung Seto:
Jakarta 2007.
2. Carpenito Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta, 2001.
3. Danielle Gale & Jane Charette, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta, 2000.
4. Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta,
1999.
5. Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II, Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1996.
6. Long Barbara C. Perawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Edisi 1, Yayasan IAPK Pajajaran,
Bandung, 1996
7. Price A. Sylvia & Wilson M. Lorraine, Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit,
Edisi 4, Buku II, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1995.
8. Robbins Stanley L, Buku Saku
Dasar Patologi Penyakit, Edisi 5, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1996.
9. Suzanne. C. Smeltzer & Brenda.G.Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,
volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2001.