Khalifah Utsman ibn 'Affan adalah khalifah ketiga umat Islam yang memerintah dari tahun 644-656 M. Ia berusaha mengembalikan ketentraman wilayah dan menyeragamkan Al-Quran, namun kebijakannya mengangkat kerabat menimbulkan konflik yang berakhir dengan kematiannya. Khalifah berikutnya adalah 'Ali bin Abi Thalib.
2. Khalifah Utsman ibn ‘Affan
• Bioghrafi Utsman ibn ‘Affan
• Nama lengkap Utsman adalah Abu ‘Abdillah ‘Utsman ibn ‘Affan ibn Abi al ‘Ash ibn
Umayyah ibn ‘Abd Syams ibn ‘Abd Manaf ibn Qushay al Amawiy. Ibunya bernama
Rumiy bint Kurayz ibn Rabi’ah ibn Habib ibn ‘Abd Manaf. ‘Utsman dilahirkan pada
tahun kelima setelah kelahiran Nabi Muhammad, atau ada juga yang mengatakan
pada tahun keenam Tahun Gajah. Sejak kecil ‘Utsman telah dilatih berdagang, dan
ketika dewasa dia telah menjadi seorang pedagang besar yang memiliki kekayaan
yang sangat banyak.
• ‘Utsman memeluk Islam atas ajakan Abu Bakr, rekannya sesama pedagang. Setelah
ia masuk Islam, Nabi Muhammad SAW menikahkannya dengan puterinya
Ruqayyah bint Muhammad. Pada saat Nabi Muhammad SAW berangkat
memimpin kaum muslimin ke Lembah Badr, Ruqayyah jatuh sakit, sehingga Nabi
SAW menugaskan ‘Utsman untuk menjaganya, dan pada saat terjadinya Perang
Badr tanggal 17 Ramadhan 2 H ( 15 Maret 624 M), Ruqayyah wafat di Madinah.
Kemudian Nabi SAW kembali menikahkan ‘Utsman dengan puterinya Ummu
Kaltsum, karena itu ‘Utsman digelari Dzu al Nurayn, yang dua kali menjadi
menantu Nabi Muhammad SAW. ‘Utsman wafat pada akhir tahun 23 H.
3. • Proses Pengangkatan Utsman ibn ‘Affan
• Sewaktu Kahlifah ‘Umar menderita luka parah akibat tikaman senjata abu
Lukluk, para sahabat memintanya untuk menunjuk penggantinya,
sebagaimana yang dilakukan Abu Bakr dahulu, namun ‘Umar menolak
untuk melakukan hal tersebut, karena itu telah dilakukan oleh Abu Bakr,
dan jika ia tidak menunjuk maka hal ini juga pernah diperbuat oleh Nabi
Muhammad SAW. Karena itu ‘Umar membentuk Ahl al Hall wa al ‘aqd ,
Majelis Syura atau semacam Tim Formatur yang akan memilih khalifah
pengganti dirinya.
• Tim Formatur tersebut beranggotakan enam orang sahabat utama dari
kalangan Ashhab al ‘Usyrat al Mubassyarah bi al Jannah ( sepuluh orang
yang telah dijamin masuk surga), yakni ‘Utsman ibn ‘Affan, ‘Aliy ibn Abi
Thalib, ‘ Abd al Rahman ibn ‘Awf, al Zubayr ibn al ‘Awwam, Sa ‘ad ibn Abi
Waqqash, dan Thalhah ibn ‘Ubaydillah, serta dibantu oleh ‘Abdullah ibn
‘Umar sebagai penengah bila diperlukan.
4. • Akhirnya setelah melalui proses yang rumit dan
panjang ‘Abd al Rahman ibn ‘Awf yang menjadi
pemimpin tim sampai pada kesimpulan bahwa
orang yang layak dan pantas untuk menduduki
jabatan khalifah itu hanyalah ‘Utsman dan ‘Ali
saja. Pada hari Minggu 30 Dzul al Hijjah 23 H/ 6
November 644 M telah banyak orang berkumpul
di mesjid Nabawi untuk menantikan keputusan.
Bahkan terjadi perpecahan antara orang
pendukung ‘Ali dengan pendukung ‘Utsman.
5. • Di hadapan orang ramai didalam mesjid, ‘Abd al Rahman
memanggil ‘Aliy ibn Abi Thalib dan bertanya kepadanya: “
Sanggupkah engkau berjanji kepada Allah SWT dengan
seteguh- teguhnya, bahwa engkau akan mengamalkan
Kitabullah dan Sunnah Rasul- Nya serta akanmengikuti jejak
langkah dua orang Khalifah sesudahnya?”. ‘Ali menjawab: “
Akan aku usahakan untuk mengamalkan dan
melaksanakannya sesuai dengan ilmu dan kemampuanku”.
Setelah itu, ‘Abd al Rahman memanggil Utsman dan
menanyakan hal yang sama. ‘Utsman tanpa ragu- ragu
menjawab dengan tegas: “ Sanggup”. Mendengar hal
tersebut ‘Abd Rahman segera membai’atkannya menjadi
Khalifah. Dengan demikian diangkatkatlah ‘Utsman menjadi
khalifah pengganti ‘Umar ibn al Khaththab.
6. • Usaha- Usaha Khalifah Utsman ibn ‘Affan
•
• Usaha Khalifah ‘Utsman untuk membina wilayah Islam dan kaum muslimin dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:
• Mengembalikan Ketentraman Wilayah
• Pada awal pemerintahan ‘Utsman, sebahagian dari daerah- daerah yang telah tunduk pada
kekuasaan Islam mencoba kembali untuk melepaskan diri. Daerah pertama yang ingin melepaskan
diri adalah Amid dan Ikrad di Irak, setelah itu daerah Khurasan dan Azerbijan. Namun semuanya itu
dapat ditanggulangi oleh Khalifah ‘Utsman.
• Penyeragaman Mush- haf al Qur-an al Karim
• Khalifah ‘Utsman berusaha menyeragamkan mush- haf al- Qur’an al Karim untuk seluruh kaum
muslimin, karena adanya pertingkaian yang timbul diantara sesama kaum muslimin pada saat Al-
Qur’an berupa Mush- haf. Beliau segera membentuk sebuah panitia khusus untuk menyalin mush-
haf pusaka warisan Abu Bark. Panitia ini diketuai oleh Zayd ibn Tsabit. Selain itu ‘Utsman juga
menyuruh mengumpulkan seluruh catatan- catatan al- Qur’an Al Karim yang ada dan
membakarnya. Mush- haf yang diperbanyaklah yang dinyatakan sah dan berlaku bagi aum
muslimin.
•
7. • Pengembangan Wilayah
• Untuk melaksanakan tugas- tugas yang bersifat eksternal berupa
pengembangan dan perluasan wilayah. ‘Utsman menunjuk
beberapa orang panglima untuk memimpin tentara Islam ke
berbagai daerah
• Pada tahun 25 H ( 645- 646 M), Gubernur Bashrah ‘Abdullah ibn
‘Amir berhasil menundukkan seluruh wilayah Parsi, dan setahun
kemudian, Habib bin Salamal al Fihriy berhasil pula menaklukan
daerah Armenia dan Kaukasus. Ibn Abi Sarh yang telah diangkat
kembali menjadi Gubernur Mesir, mencoba memasuki wilayah
pedalaman Afrika.
• Padamasa ini daerah- daerah yang sangat jauh, baik yang terletak di
frka, Asia Tengah, Asia kecil dan lain- lainnya seperti Barqah, Tripoli
Barat, Nubah, Armenia, Thabaristan, Balakh, harah, Kabul, dan
Ghaznah jatuh ketangan tentara Islam.
8. • Bidang Kemiliteran
• Pada masa Khalifa ‘Utsman inilah pertama kali dibentuk
angkatan laut untuk menyerang daerah kepulauan yang
terletak di Laut tengah. Pada masa ‘Utsman dibentuk kapal-
kapal perang, sehingga dapat menaklukan pulau Cuprus
pada tahun 28 H yang dipimpin oleh Mu’wiyah bin Abi
Sofyan. Pertempuran di lautan yang sangat dahsyat ini
dinamakan dengan Dzatus Sawari ( pertempuran tiang
kapal) terjadi antara panglima Abdullah ibn Abi Sarah,
Gubernur Mesir, dengan Kaisar Constantine, dari Bizantium,
pada tahun 31 H. Pertempuran ini diikuti 1000 buah kapal.
200 buah kapal kepunyaaan Islam dan 800 buah kapal
kepunyaan Bizantium. Perperangan ini dimenangkan oleh
umat Islam.
9. • Pentadwinan Mushhaf ‘Utsmani
• Umat Islam pada masa pemerintahan Khalifah ‘Utsman tinggal
dalam wilayah yang luas dan terpencar- pencar, seperti di Mesir,
Iraq, Hijaz dan sebagainya. Penduduk masing- masing daerah
tersebut kadang- kadang membaca ayat- ayat Al- Qur’an menurut
bacaan yang mereka pelajari dari tokoh- tokoh sahabat yang
terkenal diwilayah mereka. akan tetapi persoalan timbul karena
tidak jarang terdapat perbedaan bacaan di antara mereka, bahkan
perbedaan tersebut sering menimbulkan perselisihan di kalangan
umat Islam.
• Untuk mengatasi persoalan tersebut Khalifah ‘Utsman membentuk
tim resmi yang bertugas menyalin dan membukukan ayat- ayat al-
Qur’an kedalam bentuk mush-haf resmi yang dikenal dengan
Mushaf al- Imam atau Mushaf Utsmani.
10. • Kekacauan dan Konflik Politik pada Masa Utsman ibn
‘Affan yang Berakhir dengan Kematian ‘Utsman bin
Affan
• Masa kekhalifan ‘Utsman pada enam tahun pertama
dapat berjalan dengan baik. Masa pertengahan kedua
pemerintahan ‘Utsman, dunia retak dan ditimpa
perpecahan. Ini disebabkan karena kebijakan ‘Utsman
dalam mengganti para gubernur yang diangkat ‘Umar.
Penggantinya lebih banyak dari kalangan kuarga Bani
Umayah. ‘Utsman terlalu mengabulkan ambisi
keluarganya sendiri untuk menduduki jabatan
pemerintahan.
11. • Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa kebijakan Khalifah ‘Utsman aam
mengangkat para pejabat barunya menggunakan politik nepotisme, yaitu:
• Khalifah ‘Utsman memberhentikan Sa’ad bin Abi Waqas dari jabatan gubernur
Koufah dan kemudian digantikan oleh Walid bin Uqbah yang merupakan saudara
seibu ‘Utsman.
• khalifah‘Utsman memberhentikan Abu Musa al- Asy’ari dari jabatan gubernur
Basah dan digantikan oleh Abdullah bin Amir, yang merupakan putera paman
‘Utsman sendiri.
• Khalifah ‘Utsman memberhentikan Amru bn Ash dari jabatan gubernur Mesir dan
menggantinya dengan Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarah. yang merupakan saudara
sepesusuan Khalifah ‘Utsman.
• Khalifah ‘Utsman bin Affan mengangkat Marwan bin hakam sebagai sekretaris
khalifah. Marwan bin Hakam salah seorang tokoh Bani Umayah yang sangat fanatik
terhadap keturunannya.
• Khalifah ‘Utsman bin Affan mengukuhkan jabatan Mu’awiyah bin Abi Sofyan
sebagai gubenur Siria, bahkan wilayah kekuasaannya diperluas ke luar Siria yakni
Palestina.
12. • Khalifah ‘Utsman bin Affan sering membelanjakan uang
kas Bait al- Mal secara boros atau tanpa perhitungan
apabila digunakan untuk kepentingan orang- orang
yang berasal dari keturunan Bani Umayah.
• Kebijakan- kebijakan yang dilakukan oleh Khalifah
‘Utsman bin Affan di atas merupakan penyimpangan
dari politik dan kebijaksanaan pemerintah. Selain itu
para pejabat baru yang diangkat oleh Khalifah ‘Utsman
bin Affan tersebut dinilai kurang memiliki kepribadiaan
dan moral yang tidak disenangi oleh masyarakat.
13. • Pada suatu hari sahabat- sahabat terkemuka memberi nasehat kepada ‘Utsman bin Affan agar
beristirahat dan mengundurkan diri karena dinilai sudah tua, tetapi ‘Utsman bin Affan salah paham
dan ia menjawab: “ Kenapa aku akan menanggalkan pakaian yang telah dipakaikan Tuhan kepada
ku”. Permasalahan ini semakin dipicu oleh propokator Abdullah ibnu Saba’ seorang yang mengaku
Islam berasal dari orang Yahudi. Ia dapat merangkul beberapa orang sahabat- sahabat besar seperti
Abu Zar al- ghifari, Ammar ibnu Yasir dan Abdullah ibnu Mas’ud. Akibatnya, kebencian raknyat tak
dapat dibendung dan muncullah pemberontak di Koufah, Basrah dan Mesir. Para pemberontak dari
Mesir melakukan demonstrasi di madinah. Mereka menuntut agar gubernur Mesir diganti.
Tuntutan para demonstran tersebut dikabulkan oleh Khalifah ‘Utsman bin Affan. Sewaktu mereka
kembali ke Mesir, dapat ditangkap sepujuk surat dari seorang yang sedang dalam perjalanan ke
Mesir, surat tersebut adalah surat perintah kepada gubernur Mesir supaya membunuh dan
mencencang Muhammad ibn Abu Bakr beserta pengikutnya. Surat perintah ini memakai stempel
‘Utsman bin Affan. Sewaktu surat tersebut diperlihatkan Muhammad ibn Abu Bakr kepada ‘Utsman
bin Affan, dia mengingkari menulis dan menyuruh menulis surat semacam itu. Dia sama sekali tidak
tahu menahu dengan surat tersebut. Akan tetapi sewaktu diminta kepadanya agar menyerahkan
orang yang memegang stempel, untuk diminta pertanggung jawabannya, beliau enggan dan
menolak. Akhirnya Muhammad ibn Abu Bakr keluar dan para pemberontak menyerbu rumah
‘Utsman bin Affan, tetapi pintu- pintu dijaga oleh Hasan dan Husen beserta kawan- kawannya.
Walaupun pintu dapat dihalangi, namun para pemberontak dapat memanjat dinding rumah
‘Utsman bin Affan dan dapat masuk dua orang laki- laki. Kedua orang ini membunuh ‘Utsman bin
Affan dan jari istrinya yang berusaha menghalangi serangan para penyusup terpotong . Kejadian itu
terjadi pada hari Jum’at 17 Dzu al Hijjah 35 H/ 16 Juni 656 M, pada usia sekitar 82 tahun.
14. Khalifah ‘Aliy ibn Abi Thalib
• Biografi ‘Aliy ibn Abi Thalib
• Nama lengkap ‘Aliy adalah Abu al Hasan ‘Ali ibn Abi Thalib
‘Abd Manaf ibn ‘Abd al Muthallib ibn Hasyim al Hasyimiy.
Ayahnya ‘Abd Manaf yang lebih termasyur dengan
kuniyahnya Abu Thalib yang merupakan paman Nabi SAW.
‘Aliy lahir sekitar 10 tahun sebelum Bi’tsat al Rasul, ia
dibesarkan oleh saudara sepupunya Muhammad ibn
‘Abdillah. ‘Aliy kemudian tumbuh dan berkembang menjadi
seorang pemuda yang prima. Dia adalah seorang orator
yang paling ulung, berani dan dermawan.
• Putera- puteri ‘Aliy berjumlah 33 orang, yang terdiri dari 14
orang putera dan 19 orang puteri yang dilahirkan oleh
beberapa orang istrinya dan umm al walad.
15. • Proses Pengangkatan ‘Aliy ibn Abi Thalib
• Setelah ‘Utsman wafat, orang banyak ingin
segera membai’at ‘Aliy menjadi khalifah. ‘Aliy
tidak mau, tetapi banyak orang yang terus
mendesaknya. ‘Aliy bahkan sampai
bersembunyi disebuah pondok dalam kebun
milik ‘Amr ibn Mabdul, tetapi mereka berhasil
menemukan ‘Aliy dan kembali mendesaknya,
sampai ‘Aliy menerima desakan tersebut.
16. • Permasalahan yang Timbul pada Masa ‘Aliy ibn Abi Thalib
• Perang Jamal
• Setelah kecewa atas kebijakan ‘Aliy, terutama dalam penggantian gubernur baru Thalhah danZubir
bin Awwam mendorong dan bergabubg dengan Siti Aisyah menentang Khalifah ‘Aliy. Siti Aisyah
setelah mendengar keterangan dari Thalhah dan Zubir bin Awwam tentang peristiwa pembunuhan
‘Utsman, sangat menentang kebijakan ‘Aliy yang menunda penyelesaian perkara pembunuhan
‘Utsman sampai suasana tentram dan stabil. Siti Aisyah tidak dapat menerima alasan penundaan
tersebut. Oleh karena itu ia mengumpulkan sebaian besar penduduk Mekkah untuk berangkat ke
Madinah meminta Khalifah ‘Aliy untuk menindak pembunuhan ‘Utsman. Sebelum berangkat ada
sebahagian tokoh umat Islam di Mekkah yang menasehati Siti Aisyah agar tidak ikut campur dalam
urusan politik tersebut. Seperti Ummu Salamah pernah menasehati Siti Aisyah agar mengurungkan
rencananya tersebut. Tetapi karena dipengaruhi oleh Thalhah dan Zubir bi Awwam serta mantan
gubernur Mekkah Abdullah bin Amir, Siti Aisyah tetap meneruskan rencananya tersebut. Ia
memimpin rombongan penduduk Mekkah yang hendak menentang Khalifah ‘Aliy, ia mengendarai
onta, dalam perjalanan sebelum memasuki kota Basrah, ia bertemu dengan pasukan ‘Aliy. Setelah
terjadi beberapa kali negosiasi diantara kedua kubu ini. Akan tetapi mengalami kegagalan untuk
mencari penyelesaian pertikaian secara diplomasi, maka berkobarlah perperangan antara kedua
pasukan, yang dikenal dengan Perang Jamal atau Perang Beronta. Perang ini merupakan perang
pertama yang terjadi antara sesama umat Islam secara terbuka dan melibatkan 60.000 orang.
Perperangan ini akhirnya dimenangkan oleh ‘Aliy bin Abi Thalib, setelah banyak korban yang gugur
pada masing- masing pasukan.
•
17. • Perang Shiffin
• Muawiyah bin Abu Sofyan adalah satu- satunya gubernur yang
diangkat oleh Khalifah ‘Utsman bin Affan yang tidak mengindahkan
pemecatan oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib. Telah berkali- kali
diadakan pendekatan diplomatik untuk mencapai penyelesaian
pertingkaian antara kedua tokoh dan pemimpinan umat Islam ini,
namun tetap gagal, sebab Khalifah ‘Aliy tetap pada pendiriannya
agar Muawiyah mematuhi pemberhentiannya dari jabatan
gubernur Siria, setelah itu baru perkara pembunuhan ‘Utsman
diselesaikan. Sebaliknya, Muawiyah bin Abi Sofyan tetap
mengaitkan pengakuannya atas kekhalifahan ‘Aliy dengan
penyelesaian perkara pembunuhan ‘Utsman bin Affan. Oleh karena
itu pertentangan antara kedua tokoh umat Islam ini bertambah
luas, dan telah memecah umat Islam paling tidak kepada dua-
kutub, yaitu Kutub Bani Hasyim dan Bani Umaiyah yan mendukung
Mu’awiyah bin Abi Sofyan.
18. • Sebagian besar penduduk Iraq mendukung Ali dengan
jumlah 90.000 tentara, dan sebagian besar penduduk
Siria sebanyak 85.000 tentara pendukung Muawiyah.
Muawiyah sudah memperelat baju Khalifah ‘Utsman
bin Affan yang berlumuran darah dan jari kelingking
istrinya Na’ilah yang terpotong, untuk membangkitkan
kemarahan penduduk Siria kepada pembunuh Khalifah
Usman bin Affan. Akhirnya pertentangan politik antar
Khalifah Ali dengan Muawiyah meningkat kepada
pemberontakan pisik atau senjata, perperangan ini
terjadi di Shifin pada bulan Zulhijjah 36 H.
19. • Tahkim Siffin dan Perpecahan Umat Islam dan Perang Nahrawan
• Perperangan berkecamuk antara kedua pasukan sehingga banyak korban
berjatuhan. Pasukan Muawiyah mulai terdesak oleh kekuatan ‘Aliy.
Diperkirakan apabila perperangan terus terjadi maka kemenangan ada
dipihak ‘Aliy. Disaat- saat genting seperti itulah Amru bin Ash, seorang
pendukung setia Muawiyah bin Abi Sofyan mengambil inisiatif untuk
mengangkat mushaf sebagai isyarat untuk ingin berdamai sesuai dengan
Kitabullah. Untuk itu diadakan Tahkim atau Arbitrase. Dalam menanggapi
usulan arbitrase tersebut, pasukan ‘Aliy terpecah dua, sebagian mau
menerima usulan tersebut dan sebagian lagi menolaknya. Alasan
kelompok yang kedua ialah apabila peperangan dilanjutkan, pasti
kemenangan di pihak ‘Aliy. Jika demikian, maka sudah tentu semua
anggota pasukan dan harta bendanya akan menjadi harta rampasan
perang ( Ghanimah) bagi pasukan ‘Aliy. Namun demikian, khalifah ‘Aliy
tetap menerima usulan arbitrase. Oleh karena itu kelompok kedua
pasukan ‘Aliy ini membelok dan keluar dari pasukannya. Mereka inilah
yang kemudian lebih dikenal dengan golongan Khawarij.
20. • Dalam pelaksanaan arbitrase yang suah
disetujui oleh pihak ‘Aliy dan Muawiyah bin
Abu Sofyan masing- masing pihak diwakili oleh
Abu Musa al- Ansyari dan Amru bin Ash.
Arbitrase ini diadakan di Daumatul Jandal
pada tanggal 13 Shafar 37 H. Setelah kedua
belah pihak berunding, disepakati bahwa
untuk mencari penyelesaian pertentangan
antara Ali dengan Muawiyah mestilah melalui
cara:
21. • Keduanya dirutunkan dari jabatanya masing- masing
• Setelah itu diadakan pemilihan khalifah baru berdasarkan musyawarah
• Abu Musa al- Asy’ari adalah orang yang pertama mengumumkan hasil
perundingan tersebut, sesuai dengan apa yang telah disepakatinya dengan
Amru bin Ash menyampaikan hasil perundingan tersebut. Setelah itu, baru
Amru bin Ash menyampaikan hasil perundingan tersebut. Akan tetapi ia
menyampaikan kepada masyarakat bahwa ia hanya menyetujui apa yang
telah dikemukakan oleh Abu Musa al- Asy’ari tentang pemecatan ‘Aliy.
Sebaliknya, ia mengukuhkan pemimpinnya Mu’awiyah bin Abi Sofyan
menjadi Khalifah, sebaga engganti ‘Utsman. Alasannya karena Muawiyah
adalah Gubernur yang diangkat oleh Utsman dan merupakan orang satu-
satunya yang secara gigih menuntut bela atas kematiannya. Oleh karena
itu, orang yang paling berhak menggantikan jabatan khalifah adalah
Mu’awiyah bin abi Sofyan.
22. • Jika demikian keadaannya tentu dapat dikatakan bahwa arbitrase tidak
menyelesaikan maslah, tetapi malah menambah rumit dan kompleknya
masalah, sebab setelah arbitrase muncul dua khalifah dikalangan umat
Islam, yang masing- masingnya didukung oleh dua kelompok yang paling
bertentangan, yaitu Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu
Sofyan. Padahal keadaan seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Pendukung ‘Aliy nanti menjadi kelompok Syi’ah
• Sebagian pengikut ‘Aliy tidak menerima hasil Tahkim, bahkan menyatakan
keluar dari kelompok ‘Aliy. Mereka inilah yang dikenal dengan Khawarij.
Golongan Khawarij tumbuh dan berkembang menjadi sebuah kelompok
yang sangat prihatin terhadap keadaan umat Islam setelah peristiwa
Tahkim yang gagal, bahkan telah membawa perpecahan dikalangan umat
islam. Golongan ini diangkap sebagai sekte yang pertama dalam Islam.
Jumlah mereka berkisar 4.000 orang di bawah pimpinan Abdullah bin
Wahab al- Rasibi. Pada tahun 659 ‘Aliy menyerang mereka di tepi terusan
Nahrawan dan hampir melenyapkan mereka. perang ini dinamakan Perang
Nahrawan.
23. • Keteladanan dari ‘Aliy ibn Abi Thalib
• Khalifah Al Hasan ibn ‘Aliy
• Penangkatan al Hasan ibn ‘Aliy
• Setelah Khalifah Ali ibn Abi Thalib wafat, penduduk Kufah
yang pada umumnya adalah pendukung Ahl al- Bayt
mengangkat dan membai’ah al Hasan ibn ‘Ali menjadi
Khalifah. Al Hasan adalah putera tertua Ali ibn Abi Thalib
dan merupakan cucu dari Nabi SAW, sehingga ia adalah
khalifah pengganti yang sah. Pusat pemerintahannya tetap
di Damaskus, kota yang telah didiaminya sejak 20 tahun
yang lalu. Sejak itu, pertentangan politi antar Ali ibn Abi
Thalib dan Muawiyah ibn Abi Sufyan dilanjutkan oleh al
Hasan ibn Ali untuk beberapa waktu lamanya.
24. • Pertentangan politik antara al Hasan bin Ali dan Muawiyah ibn Abi
Sufyan bertambah meningkat, setelah meningkat Mu’awiyah
menganggap dirinyalah yang pantas menjadi khalifah.
• Pertentangan antar al Hasan dan Mu’awiyah ini berlangsung selama
beberapa bulan, namun tidak sampai memuncak kebentrokan fisik
atau kekuatan, karena pertentangan kedua tokoh ini lebih banyak
berbentuk polemik politik dan perang urat saraf. Akhirnya,
pertentangan antara politik antara Hasandengan Muawiyah tidak
berlansung lama, karena kedua tokoh ini tampak tidak seimbang,
baik keahlian dalam bidangnberpolitik maupun dalam pengaruhnya
dalam kalangan umat Islam. Al Hasan mengemukakan usul
perdamaian kepada Muawiyah, dengan beberapa persyaratan yaitu:
25. • Bahwa Muawiyah ibn Abi Sufyan harus menyerahkan
uang sebanyak 50.000 dirham pertahun kepadanya dan
sanak familinya.
• Bahwa Muawiyah ibn Abi Sufyan mesti bersedia dan
mampu menghentikan segala kegiatan yang berbau
menjelek- jelekan Ali ibn Abi Thalib dan keturunannya.
• Bahwa Muawiyah ibn Abi Sufyan mesti melakukan
musyawarah untuk memilih dan mengangkat orang
yang akan menjadi khalifah sesudah ia wafat.
• Meskipun isi persyaratan yang dikemukakan Hasan
agak memberatkan Muawiyah, namun Muawiyah
dapat menerimah uslan al Hasan tersebut.
26. • ‘Am Al Jama’ah
• Secara resmi Muawiyah menerima usulan perdamaian
yang dikemukakan oleh al Hasan itu pada penghujung
bulan Rabi al Akhir 41 H/ awal September 661 M. Sejak
saat itulah al Hasan ibn Ali mengundurkan diri dari
jabatan kha;ifah yang telah dipegangnya beberapa
bulan itu, sehingga Muawiyah satu- satunya khalifah
yang memimpin pemerintahan umat Islam. Tahun
perdamaian ini dikenal dengan nama Am al Jama’ah
yang sekaligus mengakhiri masa pemerintahan al
Khulafa al- Rasyidun yang telah berlansung sejak tahun
11 H/ 632 M dahulu, dan menjadi awal pemerintahan
Khalifah Mu’awiyah ibn Sufyan.