Tubuh memiliki dua mekanisme pertahanan terhadap antigen yaitu mekanisme non-spesifik dan spesifik. Mekanisme non-spesifik meliputi kulit, enzim, dan sel fagosit sementara mekanisme spesifik melibatkan limfosit T dan B beserta antibodi yang dihasilkan. Kedua mekanisme bekerja secara kompleks untuk mendeteksi dan menghancurkan berbagai jenis antigen.
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Pengertian
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap
antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respons imun ini dapat melibatkan berbagai
macam sel dan protein, terutama sel makrofag, sel limfosit, komplemen, dansitokin yang saling
berinteraksi secara kompleks. Mekanisme pertahanan tubuh terdiri atas mekanisme pertahanan
non spesifik dan mekanisme pertahanan spesifik.
Substansi asing yang bertemu dengan system itu bekerja sebagai antigen, anti melawan, +
genin menghasilkan. Contohnya jika terjadi suatu substansi terjadi suatu respon dari tuan rumah,
respon ini dapat selular, humoral atau keduanya. Antigen dapat utuh seperti sel bakteri sel tumor
atau berupa makro molekul, seperti protein, polisakarida atau nucleoprotein. Pada keadaan apa
saja spesitas respon imun secara relatif dikendalikan oleh pengaruh molekuler kecil dari
antigendetenniminan antigenic untuk protein dan polisakarida, determinan antigenic terdiri atas
empat sampai enam asam amino atau satuan monosa karida. Jika komplek antigen Yang
memiliki banyak determinan misalnya sel bakteri akan membangkitkan satu spectrum respon
humoral dan selular. Antibodi, disebut juga imunoglobulin adalah glikkoprotein plasma yang
bersirkulasi dan dapat berinteraksi secara spesifik dengan determinan antigenic yang merangsang
pembentukan antibody, antibody disekresikan oleh sel plasma yang terbentuk melalui proliferasi
dan diferensiasi limfosit B. Pada manusia ditemukan lima kelas imunoglobulin, Ig.G, terdiri dari
dua rantai ringan yang identik dan dua rantai berat yang identik diikat oleh ikatan disulfida dan
tekanan non kovalen. Ig G merupakan kelas yang paling banyak jumlahnya, 75 % dari
imunoglobulin serum IgG bertindak sebagai suatu model bagi kelas-kelas yang lain.
Adjuvant àSenyawa yang jika dicampur dengan imunogen à meningkatkan respon imun
terhadap imunogen : BCG, FCA, LPS, suspensi AL(OH)3
Imunogen à senyawa yang mampu menginduksi respon imun
2. Hapten: Molekul kecil yang tidak mampu menginduksi respon imun dalam keadaan
murni, namun bila berkonyugasi dengan protein tertentu (carrier) atau senyawa BM besar à
dapat menginduksi respon imun.
Epitop atau Antigenik Determinan :Unit terkecil dari suatu antigen yang mampu berikatan
dengan antibodi atau dengan reseptor spesifik pada limfosit
Mekanisme pertahanan tubuh
1. Mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau
imunitas alamiah, artinya mekanisme pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis
antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak bayi lahir dan
terdiri atas berbagai macam elemen non spesifik. Jadi bukan merupakan pertahanan khusus
untuk antigen tertentu.
2. Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau disebut juga komponen adaptif atau imunitas
didapat adalah mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, karena
itu tidak dapat berperan terhadap antigen jenis lain. Bedanya dengan pertahanan tubuh non
spesifik adalah bahwa pertahanan tubuh spesifik harus kontak atau ditimbulkan terlebih dahulu
oleh antigen tertentu, baru ia akan terbentuk. Sedangkan pertahanan tubuh non spesifik sudah
ada sebelum ia kontak dengan antigen.
Mekanisme Pertahanan Non Spesifik
Dilihat dari caranya diperoleh, mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga respons imun
alamiah. Yang merupakan mekanisme pertahanan non spesifik tubuh kita adalah kulit dengan
kelenjarnya, lapisan mukosa dengan enzimnya, serta kelenjar lain dengan enzimnya seperti
kelenjar air mata. Demikian pula sel fagosit (sel makrofag, monosit, polimorfonuklear) dan
komplemen merupakan komponen mekanisme pertahanan non spesifik.
Permukaan tubuh, mukosa dan kulit
Permukaan tubuh merupakan pertahanan pertama terhadap penetrasi mikroorganisme. Bila
penetrasi mikroorganisme terjadi juga, maka mikroorganisme yang masuk akan berjumpa
dengan pelbagai elemen lain dari sistem imunitas alamiah.
3. Kelenjar dengan enzim dan silia yang ada pada mukosa dan kulit
Produk kelenjar menghambat penetrasi mikroorganisme, demikian pula silia pada mukosa.
Enzim seperti lisozim dapat pula merusak dinding sel mikroorganisme.
Komplemen dan makrofag
Jalur alternatif komplemen dapat diaktivasi oleh berbagai macam bakteri secara langsung
sehingga eliminasi terjadi melalui proses lisis atau fagositosis oleh makrofag atau leukosit yang
distimulasi oleh opsonin dan zat kemotaktik, karena sel-sel ini mempunyai reseptor untuk
komponen komplemen (C3b) dan reseptor kemotaktik. Zat kemotaktik akan memanggil sel
monosit dan polimorfonuklear ke tempat mikroorganisme dan memfagositnya.
Protein fase akut
Protein fase akut adalah protein plasma yang dibentuk tubuh akibat adanya kerusakan jaringan.
Hati merupakan tempat utama sintesis protein fase akut. C-reactive protein(CRP) merupakan
salah satu protein fase akut. Dinamakan CRP oleh karena pertama kali protein khas ini dikenal
karena sifatnya yang dapat mengikat protein C dari pneumokok. Interaksi CRP ini juga akan
mengaktivasi komplemen jalur alternatif yang akan melisis antigen.
Sel ‘natural killer’ (NK) dan interferon
Sel NK adalah sel limfosit yang dapat membunuh sel yang dihuni virus atau sel tumor. Interferon
adalah zat yang diproduksi oleh sel leukosit dan sel yang terinfeksi virus, yang bersifat dapat
menghambat replikasi virus di dalam sel dan meningkatkan aktivasi sel NK.
Mekanisme Pertahanan Spesifik
Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas
spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang
diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti
sel makrofag dan komplemen. Dilihat dari caranya diperoleh maka mekanisme pertahanan
spesifik disebut juga respons imun didapat.
4. Imunitas spesifik hanya ditujukan terhadap antigen tertentu yaitu antigen yang
merupakan ligannya. Di samping itu, respons imun spesifik juga menimbulkan memori
imunologis yang akan cepat bereaksi bila host terpajan lagi dengan antigen yang sama di
kemudian hari. Pada imunitas didapat, akan terbentuk antibodi dan limfosit efektor yang spesifik
terhadap antigen yang merangsangnya, sehingga terjadi eliminasi antigen. Sel yang berperan
dalam imunitas didapat ini adalah sel yang mempresentasikan antigen (APC = antigen
presenting cell = makrofag) sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel limfosit T dan limfosit B
masing-masing berperan pada imunitas selular dan imunitas humoral. Sel limfosit T akan
meregulasi respons imun dan melisis sel target yang dihuni antigen. Sel limfosit B akan
berdiferensiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang akan menetralkan atau
meningkatkan fagositosis antigen dan lisis antigen oleh komplemen, serta meningkatkan
sitotoksisitas sel yang mengandung antigen yang dinamakan prosesantibody dependent cell
mediated cytotoxicy (ADCC). Limfosit berperan utama dalam respon imun diperantarai sel.
Limfosit terbagi atas 2 jenis yaitu Limfosit B dan Limfosit T. Berikut adalah perbedaan antara
Limfosit T dan Limfosit B.
Limfosit B Limfosit T
Dibuat di sumsum tulang yaitu sel
batang yang sifatnya
pluripotensi(pluripotent stem cells) dan Dibuat di sumsum tulang dari sel batang
dimatangkan di sumsum tulang(Bone yang pluripotensi(pluripotent stem
Marrow) cells) dan dimatangkan di Timus
Berperan dalam imunitas humoral Berperan dalam imunitas selular
Menyerang antigen yang ada di cairan Menyerang antigen yang berada di
antar sel dalam sel
Terdapat 3 jenis sel Limfosit B yaitu : Terdapat 3 jenis Limfosit T yaitu:
· Limfosit B plasma, memproduksi · Limfosit T pempantu (Helper T cells),
antibodi berfungsi mengantur sistem imun dan
· Limfosit B pembelah, menghasilkan mengontrol kualitas sistem imun
5. Limfosit B dalam jumlah banyak dan · Limfosit T pembunuh(Killer T cells)
cepat atau Limfosit T Sitotoksik, menyerang
· Limfosit B memori, menyimpan sel tubuh yang terinfeksi oleh patogen
mengingat antigen yang pernah masuk · Limfosit T surpressor (Surpressor T
ke dalam tubuh cells), berfungsi menurunkan dan
menghentikan respon imun jika infeksi
berhasil diatasi
Imunitas selular
Imunitas selular adalah imunitas yang diperankan oleh limfosit T dengan atau tanpa bantuan
komponen sistem imun lainnya. Limfosit T adalah limfosit yang berasal dari sel pluripotensial
yang pada embrio terdapat pada yolk sac; kemudian pada hati dan limpa, lalu pada sumsum
tulang. Dalam perkembangannya sel pluripotensial yang akan menjadi limfosit T memerlukan
lingkungan timus untuk menjadi limfosit T matur.
Di dalam timus, sel prekusor limfosit T akan mengekspresikan molekul tertentu pada permukaan
membrannya yang akan menjadi ciri limfosit T. Molekul-molekul pada permukaan membran ini
dinamakan juga petanda permukaan atau surface marker, dan dapat dideteksi oleh antibodi
monoklonal yang oleh WHO diberi nama dengan huruf CD, artinya cluster of differentiation.
Secara garis besar, limfosit T yang meninggalkan timus dan masuk ke darah perifer (limfosit T
matur) terdiri atas limfosit T dengan petanda permukaan molekul CD4 dan limfosit T dengan
petanda permukaan molekul CD8. Sel limfosit CD4 sering juga dinamakan sel T4 dan sel
limfosit CD8 dinamakan sel T8 (bila antibodi monoklonal yang dipakai adalah keluaran Coulter
Elektronics).
Di samping munculnya petanda permukaan, di dalam timus juga terjadi penataan kembali
gen (gene rearrangement) untuk nantinya dapat memproduksi molekul yang merupakan reseptor
antigen dari sel limfosit T (TCR). Jadi pada waktu meninggalkan timus, setiap limfosit T sudah
memperlihatkan reseptor terhadap antigen diri (self antigen) biasanya mengalami aborsi dalam
timus sehingga umumnya limfosit yang keluar dari timus tidak bereaksi terhadap antigen diri.
Secara fungsional, sel limfosit T dibagi atas limfosit T regulator dan limfosit T efektor. Limfosit
T regulator terdiri atas limfosit T penolong (Th = CD4) yang akan menolong meningkatkan
6. aktivasi sel imunokompeten lainnya, dan limfosit T penekan (Ts = CD8) yang akan
menekan aktivasi sel imunokompeten lainnya bila antigen mulai tereliminasi. Sedangkan limfosit
T efektor terdiri atas limfosit T sitotoksik (Tc = CD8) yang melisis sel target, dan limfosit T
yang berperan pada hipersensitivitas lambat (Td = CD4) yang merekrut sel radang ke tempat
antigen berada.
Pajanan antigen pada sel T
Umumnya antigen bersifat tergantung pada sel T (TD = T dependent antigen), artinya antigen
akan mengaktifkan sel imunokompeten bila sel ini mendapat bantuan dari sel Th melalui zat
yang dilepaskan oleh sel Th aktif. TD adalah antigen yang kompleks seperti bakteri, virus dan
antigen yang bersifat hapten. Sedangkan antigen yang tidak tergantung pada sel T (TI
= T independent antigen) adalah antigen yang strukturnya sederhana dan berulang-ulang,
biasanya bermolekul besar.
Limfosit Th umumnya baru mengenal antigen bila dipresentasikan bersama molekul produk
MHC (major histocompatibility complex) kelas II yaitu molekul yang antara lain terdapat pada
membran sel makrofag. Setelah diproses oleh makrofag, antigen akan dipresentasikan bersama
molekul kelas II MHC kepada sel Th sehingga terjadi ikatan antara TCR dengan antigen. Ikatan
tersebut terjadi sedemikian rupa dan menimbulkan aktivasi enzim dalam sel limfosit T sehingga
terjadi transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Th aktif dan sel Tc memori.
Sel Th aktif ini dapat merangsang sel Tc untuk mengenal antigen dan mengalami transformasi
blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Tc memori dan sel Tc aktif yang melisis sel target
yang telah dihuni antigen. Sel Tc akan mengenal antigen pada sel target bila berasosiasi dengan
molekul MHC kelas I (lihat Gambar 3-2). Sel Th aktif juga dapat merangsang sel Td untuk
mengalami transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Td memori dan sel Td
aktif yang melepaskan limfokin yang dapat merekrut makrofag ke tempat antigen.
Limfokin
Limfokin akan mengaktifkan makrofag dengan menginduksi pembentukan reseptor Fc dan C3B
pada permukaan makrofag sehingga mempermudah melihat antigen yang telah berikatan dengan
antibodi atau komplemen, dan dengan sendirinya mempermudah fagositosis. Selain itu limfokin
7. merangsang produksi dan sekresi berbagai enzim serta metabolit oksigen yang bersifat
bakterisid atau sitotoksik terhadap antigen (bakteri, parasit, dan lain-lain) sehingga meningkatkan
daya penghancuran antigen oleh makrofag.
Aktivitas lain untuk eliminasi antigen
Bila antigen belum dapat dilenyapkan maka makrofag dirangsang untuk melepaskan faktor
fibrogenik dan terjadi pembentukan jaringan granuloma serta fibrosis, sehingga penyebaran
dapat dibatasi.
Sel Th aktif juga akan merangsang sel B untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel
plasma yang mensekresi antibodi (lihat bab tentang imunitas humoral). Sebagai hasil akhir
aktivasi ini adalah eliminasi antigen. Selain eliminasi antigen, pemajanan ini juga menimbulkan
sel memori yang kelak bila terpajan lagi dengan antigen serupa akan cepat berproliferasi dan
berdiferensiasi.
Imunitas humoral
Imunitas humoral adalah imunitas yang diperankan oleh sel limfosit B dengan atau tanpa
bantuan sel imunokompeten lainnya. Tugas sel B akan dilaksanakan oleh imunoglobulin yang
disekresi oleh sel plasma. Terdapat lima kelas imunoglobulin yang kita kenal, yaitu IgM, IgG,
IgA, IgD, dan IgE.
Limfosit B juga berasal dari sel pluripotensial yang perkembangannya pada mamalia dipengaruhi
oleh lingkungan bursa fabricius dan pada manusia oleh lingkungan hati, sumsum tulang dan
lingkungan yang dinamakan gut-associated lymphoid tissue (GALT). Dalam perkembangan ini
terjadi penataan kembali gen yang produknya merupakan reseptor antigen pada permukaan
membran. Pada sel B ini reseptor antigen merupakan imunoglobulin permukaan (surface
immunoglobulin). Pada mulanya imunoglobulin permukaan ini adalah kelas IgM, dan pada
perkembangan selanjutnya sel B juga memperlihatkan IgG, IgA dan IgD pada membrannya
dengan bagian F(ab) yang serupa. Perkembangan ini tidak perlu rangsangan antigen hingga
semua sel B matur mempunyai reseptor antigen tertentu.
8. Pajanan antigen pada sel B
Antigen akan berikatan dengan imunoglobulin permukaan sel B dan dengan bantuan sel Th (bagi
antigen TD) akan terjadi aktivasi enzim dalam sel B sedemikian rupa hingga terjadilah
transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi dan
membentuk sel B memori. Selain itu, antigen TI dapat secara langsung mengaktivasi sel B tanpa
bantuan sel Th.
Antibodi yang disekresi dapat menetralkan antigen sehingga infektivitasnya hilang, atau
berikatan dengan antigen sehingga lebih mudah difagosit oleh makrofag dalam proses yang
dinamakan opsonisasi. Kadang fagositosis dapat pula dibantu dengan melibatkan komplemen
yang akan berikatan dengan bagian Fc antibodi sehingga adhesi kompleks antigen-antibodi pada
sel makrofag lebih erat, dan terjadi endositosis serta penghancuran antigen oleh makrofag.
Adhesi kompleks antigen-antibodi komplemen dapat lebih erat karena makrofag selain
mempunyai reseptor Fc juga mempunyai reseptor C3B yang merupakan hasil aktivasi
komplemen.
Selain itu, ikatan antibodi dengan antigen juga mempermudah lisis oleh sel Tc yang mempunyai
reseptor Fc pada permukaannya. Peristiwa ini disebut antibody-dependent cellular mediated
cytotoxicity (ADCC). Lisis antigen dapat pula terjadi karena aktivasi komplemen. Komplemen
berikatan dengan bagian Fc antibodi sehingga terjadi aktivasi komplemen yang menyebabkan
terjadinya lisis antigen.
Hasil akhir aktivasi sel B adalah eliminasi antigen dan pembentukan sel memori yang kelak bila
terpapar lagi dengan antigen serupa akan cepat berproliferasi dan berdiferensiasi. Hal inilah yang
diharapkan pada imunisasi. Walaupun sel plasma yang terbentuk tidak berumur panjang, kadar
antibodi spesifik yang cukup tinggi mencapai kadar protektif dan berlangsung dalam waktu
cukup lama dapat diperoleh dengan vaksinasi tertentu atau infeksi alamiah. Hal ini disebabkan
karena adanya antigen yang tersimpan dalam sel dendrit dalam kelenjar limfe yang akan
dipresentasikan pada sel memori sewaktu-waktu di kemudian hari.
Jumlah normal sel leukosit.
Leukosit adalah sel darah Yang mengendung inti, disebut juga sel darahputih. Didalam darah
manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari
9. 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat
dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang
dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk
inti yang bervariasi, Yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk
bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : linfosit sel kecil, sitoplasma
sedikit; monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis
leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan
afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam.
Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan
pada sebagian besar precursor (pra zatnya). Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan
seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan
amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos
antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. Jumlah leukosit per
mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-11000, waktu lahir 15000-25000, dan
menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi
kuantitatif dalam sel-sel darah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -
15 tahun persentase khas dewasa tercapai. Bila memeriksa variasi Fisiologi dan Patologi sel-sel
darah tidak hanya persentase tetapi juga jumlah absolut masing-masing jenis per unit volume
darah harus diambil.
Neutrofil
Neutrofil berkembang dalam sum-sum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi, selsel ini merupakan
60 -70 % dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12 um, satu inti dan 2-5 lobus.
Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula spesifik (0;3-0,8um) mendekati batas resolusi
optik, berwarna salmon pinkoleh campuran jenis romanovky. Granul pada neutrofil ada dua :
- Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase.
- Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal (protein
Kationik) yang dinamakan fagositin.
10. Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit mitokonria,
apparatus Golgi rudimenter dan sedikit granula glikogen. Neutrofil merupakan garis depan
pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik, menfagosit partikel kecil dengan aktif. Adanya
asam amino D oksidase dalam granula azurofilik penting dalam penceran dinding sel bakteri
yang mengandung asam amino D. Selama proses fagositosis dibentuk peroksidase. Mielo
peroksidase yang terdapat dalam neutrofil berikatan dengan peroksida dan halida bekerja pada
molekultirosin dinding sel bakteri dan menghancurkannya. Dibawah pengaruh zat toksik tertentu
seperti streptolisin toksin streptokokus membran granula-granula neutrofil pecah, mengakibatkan
proses pembengkakan diikuti oleh aglutulasiorganel- organel dan destruksi neutrofil. Neotrofil
mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan glikolisis baik secara arrob
maupun anaerob. Kemampuan nautropil untuk hidup dalam lingkungan anaerob sangat
menguntungkan, karena mereka dapat membunuh bakteri dan membantu membersihkan debris
pada jaringan nekrotik. Fagositosis oleh neutrfil merangsang aktivitas heksosa monofosfat shunt,
meningkatkan glicogenolisis.
EOSINOFIL
Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9um (sedikit lebih kecil
dari neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, Retikulum endoplasma mitokonria dan apparatus
Golgi kurang berkembang. Mempunyai granula ovoid yang dengan eosin asidofkik, granula
adalah lisosom yang mengandung fosfatae asam, katepsin, ribonuklase, tapi tidak mengandung
lisosim. Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid, dan mampu melakukan fagositosis, lebih
lambat tapi lebih selektif dibanding neutrifil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan anti
bodi, ini merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek
antigen dan antibody. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan
darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses Patologi.
Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat.
11. BASOFIL
Basofil jumlahnya 0-% dari leukosit darah, ukuran garis tengah 12um, inti satu, besar bentuk
pilihan ireguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma basofil terisi granul yang lebih besar, dan
seringkali granul menutupi inti, granul bentuknya ireguler berwarna metakromatik, dengan
campuran jenis Romanvaki tampak lembayung. Granula basofil metakromatik dan mensekresi
histamin dan heparin, dan keadaan tertentu, basofil merupakan sel utama pada tempat
peradangan ini dinamakan hypersesitivitas kulit basofil. Hal ini menunjukkan basofil mempunyai
hubungan kekebalan.
LIMFOSIT
Limfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8um, 20-30% leukosit darah.Normal, inti
relatifbesar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin inti padat, anak inti baru terlihat
dengan electron mikroskop. Sitoplasma sedikit sekali, sedikit basofilik, mengandung granula-
granula azurofilik. Yang berwarna ungu dengan Romonovsky mengandung ribosom bebas dan
poliribisom. Klasifikasi lainnya dari limfosit terlihat dengan ditemuinya tanda-tanda molekuler
khusus pada permukaan membran sel-sel tersebut. Beberapa diantaranya membawa reseptos
seperti imunoglobulin yang mengikat antigen spesifik pada membrannya. Lirnfosit dalam
sirkulasi darah normal dapat berukuran 10-12um ukuran yang lebih besar disebabkan
sitoplasmanya yang lebih banyak. Kadang-kadang disebut dengan limfosit sedang. Sel limfosit
besar yang berada dalam kelenjar getah bening dan akan tampak dalam darah dalam keadaan
Patologis, pada sel limfosit besar ini inti vasikuler dengan anak inti yang jelas. Limfosit-limfosit
dapat digolongkan berdasarkan asal, struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat
imunologisnya, siklus hidup dan fungsi.
MONOSIT
Merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal, diameter 9-10 um tapi
pada sediaan darah kering diameter mencapai 20um, atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya
lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda. Kromatin kurang padat, susunan lebih fibriler, ini
merupakan sifat tetap momosit Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa bim abu-
abu pada sajian kering. Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih
kecil. Ditemui retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak
12. mitokondria. Apa ratus Golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan
mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit ditemui dalam darah, jaingan penyambung, dan
rongga-rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan
mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya. Untuk imunoglobulin dan
komplemen. Monosit beredar melalui aliran darah, menembus dinding kapiler masuk kedalam
jaringan penyambung. DaIam darah beberapa hari. Dalam jaringan bereaksi dengan limfosit dan
memegang peranan penting dalam pengenalan dan interaksi sel-sel immunocmpetent dengan
antigen.
2. DEFINISI
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang
timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV; atau
infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-
lain).Virusnya sendiri bernamaHuman Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV)
yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia.
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan
dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup.
3. ETIOLOGI
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang
nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang
dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap
limfosit T. Virus ini ditransmisikan melalui kontak intim (seksual), darah atau produk darah yang
terinfeksi.
4. GEJALA KLINIS
Stadium Klinis I :
1.Asimtomatik (tanpa gejala)
2.Limfadenopati Generalisata (pembesaran kelenjar getah bening/limfe seluruh tubuh)
13. 3.Skala Penampilan
1 : asimtomatik, aktivitas normal.
Stadium Klinis II :
1.Berat badan berkurang <> 10%
2.Diare berkepanjangan > 1 bulan
3.Jamur pada mulut
4.TB Paru
5.Infeksi bakterial berat
6.Skala Penampilan 3 : <> 1 bulan)
7.Kanker kulit (Sarcoma Kaposi)
8.Radang Otak (Toksoplasmosis, Ensefalopati HIV)
9.Skala Penampilan 4 : terbaring di tempat tidur > 50% dalam masa 1 bulan terakhir.
5. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi AIDS adalah kompleks, seperti halnya dengan semua sindrom. Pada
akhirnya, HIV menyebabkan AIDS dengan berkurangnya CD4 + limfosit T pembantu. Hal ini
melemahkan sistem kekebalan tubuh dan memungkinkan infeksi oportunistik. Limfosit T sangat
penting untuk respon kekebalan tubuh dan tanpa mereka, tubuh tidak dapat melawan infeksi atau
membunuh sel kanker. Mekanisme penurunan CD4 T + berbeda di fase akut dan kronis.
Selama fase akut, HIV-diinduksi lisis sel dan membunuh sel yang terinfeksi oleh sel sitotoksik
akun T untuk CD4 + T deplesi sel, walaupun apoptosis juga dapat menjadi faktor. Selama fase
kronis, konsekuensi dari aktivasi kekebalan umum ditambah dengan hilangnya bertahap
kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan sel baru T muncul untuk menjelaskan
penurunan lamban dalam jumlah CD4 + T sel.
Meskipun gejala defisiensi imun karakteristik AIDS tidak muncul selama bertahun-tahun setelah
seseorang terinfeksi, sebagian besar CD4 + T hilangnya sel terjadi selama minggu pertama
infeksi, terutama di mukosa usus, pelabuhan yang mayoritas limfosit ditemukan dalam tubuh.
Alasan hilangnya preferensial CD4 + T sel mukosa adalah bahwa mayoritas CD4 + T sel mukosa
mengungkapkan coreceptor CCR5, sedangkan sebagian kecil CD4 + sel T dalam aliran darah
melakukannya.
14. HIV mencari dan menghancurkan CD4 + sel CCR5 mengekspresikan selama infeksi akut.
Sebuah respon imun yang kuat akhirnya kontrol infeksi dan inisiat fase laten klinis. Namun,
CD4 + T sel dalam jaringan mukosa tetap habis seluruh infeksi, meskipun cukup tetap awalnya
menangkal infeksi yang mengancam jiwa.
Replikasi HIV terus-menerus menghasilkan keadaan aktivasi kekebalan umum bertahan selama
fase kronis. Aktivasi kekebalan tubuh, yang tercermin oleh negara aktivasi peningkatan sel
kekebalan dan pelepasan sitokin pro inflamasi, hasil dari aktivitas beberapa produk gen HIV dan
respon kebal terhadap replikasi HIV terus-menerus. Penyebab lainnya adalah kerusakan pada
sistem surveilans kekebalan penghalang mukosa yang disebabkan oleh penipisan mukosa
CD4 + sel T selama fase akut dari penyakit.
Hal ini mengakibatkan pemaparan sistemik dari sistem kekebalan tubuh untuk komponen
mikroba flora normal usus, yang pada orang sehat adalah disimpan di cek oleh sistem imun
mukosa. Aktivasi dan proliferasi sel T yang hasil dari aktivasi kekebalan memberikan target
segar untuk infeksi HIV. Namun, pembunuhan langsung dengan HIV saja tidak dapat
menjelaskan menipisnya diamati CD4 +sel T karena hanya 0,01-0,10% dari CD4 + T sel dalam
darah yang terinfeksi.
Penyebab utama hilangnya CD4 T + muncul hasil dari kerentanan mereka untuk apoptosis
meningkat ketika sistem kekebalan tubuh tetap diaktifkan. Meskipun baru sel T terus diproduksi
oleh timus untuk menggantikan yang hilang, kapasitas regeneratif timus secara perlahan
dihancurkan oleh infeksi langsung thymocytes dengan HIV. Akhirnya, jumlah minimal
CD4 + sel T yang diperlukan untuk menjaga respon imun yang cukup hilang, yang mengarah ke
AIDS
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
ELISA-Western Blot ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
adalah cara untuk mengetahui apakah klien sudah pernah terjangkit HIVWestern Blot adalah cara
untuk mendeteksi adanya HIV pada darah, untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV.
Pemeriksaan western Blot dilakukan untuk mengonfirmasi apakah tes ELISA benar/tidak.
IFA (indirect fluorescent antibody)
merupakan pemeriksaan konfirmasiELISA +, mendeteksi antibodi terhadap HIV.
15. Tes Viral load (VL/muatan virus) mengukur jumlah HIV dalam darah. Tesini pada umumnya
meramalkan seberapa cepat HIV akan merusak sitem kekebalan tubuh. Secara langsung, tes ini
memprediksi tingkat kerusakanCD4: semakin tinggi angka Viral Load, semakin tinggi resiko
kerusakan sistem imun. Dengan terapi yang tepat dapat secara signifikan mengurangi level HIV
dan memperlambat proses pembiakannya.
Tes hitungan CD4 cell mengukur level sel CD4, salah satu jenis sel darah putih. Tes ini dapat
mengukur tingkat penurunan sistem imun.
Meski dengan terapi ARV dapat memperlambat laju perlemahan sistem imun. Namun, banyak
orang yang memulai ARV mengalami peningkatan angka CD4 yang sangat tajam..
RIPA (radio immuno precipitation assay),mendeteksi kadar protein dalam darah.
PCR (polymerase chain reaction), memeriksa keberadaan HIV dalam darah.
7. PENATALAKSANAAN
Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif adalah perawatan yang meringankan penderitaan penyakit atau pada tahap
yang tidak dapat disembuhkan. Perawatan tersebut mungkin dibutuhkan dari masa bayi dan
untuk bertahun-tahun untuk beberapa anak, sementara yang lain baru memerlukannya setelah
mereka lebih tua, dan untuk jangka waktu yang singkat.
Sebagian besar anak dengan penyakit berat dirawat di rumah. Orang tuanya adalah bagian dari
tim perawatan serta anggota keluarga yang membutuhkan dukungan. Sebagai perawat primer
anak, mereka harus terlibat dalam tim perawatan – diberi informasi, kesempatan untuk
membahas rencana pengobatan, keterampilan yang dibutuhkan, dan diyakinkan bahwa nasihat
dan dukungan tersedia 24 jam. Akhirnya, mereka harus diberi kesempatan untuk berduka cita
atas kehilangan anak yang meninggal dunia.
16. Pengobatan Rasa Nyeri (Sakit)
Strategi pengobatan bertahap untuk rasa nyeri yang berat, yang disebut „jenjang analgesik‟, tetap
cocok untuk anak. Langkah pertama pada jenjang tersebut meliputi pengobatan dengan obat
nonnarkotik, misalnya aspirin atau parasetamol. Langkah kedua memberikan obat narkotik
ringan, misalnya kodein. Jika pasien masih merasa nyeri, langkah ketiga memberikan opioid
sedang atau berat, biasanya morfin. Sayang, sebagian besar dokter belum berpengalaman
meresepkan morfin untuk anak, dan sering terlalu berhati-hati. Dengan pengobatan yang sesuai,
rasa nyeri yang berat hampir selalu dapat ditangani, dan seharusnya tidak ada pasien yang terlalu
menderita akibat rasa nyeri.
Anak kecil sering tidak dapat langsung menunjukkan tingkat rasa sakitnya. Ada gambar yang
dapat dipakai untuk menilai tingkat rasa nyeri pada anak; gambar ini bisa diminta dari dokter
anak.
Dukungan Untuk Keluarga
Keluarga membutuhkan dukungan mulai saat anaknya didiagnosis dan selama pengobatan,
bukan hanya pada waktu penyakit sangat lanjut. Setiap keluarga adalah berbeda, dengan
kekuatan dan keterampilan untuk menangani yang berbeda. Kebutuhan kakak-adik dan nenek-
kakek juga harus diperhatikan. Mungkin harus dipertimbangkan ketersediaan kelompok
dukungan sebaya untuk keluarga yang mengasuh anak dengan HIV.
Umumnya, sedikitnya ibu dari anak terinfeksi HIV juga terinfeksi sendiri. Oleh karena itu, orang
tua sering membutuhkan dukungan dan bantuan tambahan, apa lagi bila mereka merasa salah
karena anaknya harus menderita penyakit berat ini.
8. PROGNOSIS
Tanpa pengobatan, waktu kelangsungan hidup rata-rata bersih setelah terinfeksi HIV
diperkirakan 9 sampai 11 tahun, tergantung pada subtipe HIV, Di daerah mana itu banyak
tersedia, pengembangan ART sebagai terapi efektif untuk infeksi HIV dan AIDS mengurangi
kematian tingkat dari penyakit ini sebesar 80%, dan meningkatkan harapan hidup untuk orang
terinfeksi HIV yang baru didiagnosis sampai sekitar 20 tahun.
17. 9. KOMPLIKASI
Oral Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi,
penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak
putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut
mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan
menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal).
Neurologik a.ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS
(ADC; AIDS dementia complex).
a) Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi,
konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup
gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan
yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan
kematian.
b) Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise, kaku
kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan
analisis cairan serebospinal.
Gastrointestinal Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang
diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10%
dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis,
dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat
menjelaskan gejala ini.
a) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma
Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
b) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan
anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
18. c) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.
Respirasi Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-
batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi
oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI),
cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa
terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes
simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas
kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan
plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik
dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat
memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan
mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
Sensorik
a) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis sitomegalovirus
berefek kebutaan
b) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek
nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.
10. EPIDEMIOLOGI
AIDS pertama dikenal sebagai gejala entitas klinis yang aneh pada tahun 1981; namun
secara retrospektif dapat dilacak kembali bahwa kasus AIDS secara terbatas telah muncul selama
tahun 1970-an di AS dan di beberapa bagian di dunia (Haiti, Afrika, Eropa). Akhir 1999, lebih
dari 700.000 kasus AIDS dilaporan di AS. Walaupun AS tercatat mempunyai kasus AIDS
terbesar, estimasi kumulatif dan angka tahunan AIDS di negara-negara sub- Sahara Afrika
ternyata jauh lebih tinggi. Di seluruh dunia, WHO memperkirakan lebih dari 13 juta kasus (dan
sekitar 2/3 nya di negara-negara sub-Sahara Afrika) terjadi pada tahun 1999. Di AS, distribusi
19. kasus AIDS disebabkan oleh faktor “risk behavior” yang berubah pada dekade yang lalu.
Walaupun wabah
AIDS di AS terutama terjadi pada pria yang berhubungan sex dengan pria, angka pertambahan
terbesar di laporkan pada pertengahan tahun 1990-an terjadi diantara wanita dan populasi
minoritas. Pada tahun 1993 AIDS muncul sebagai penyebab kematian terbesar pada penduduk
berusia 25 - 44 tahun, tetapi turun ke urutan kedua sesudah kematian yang disebabkan oleh
kecelakaan pada tahun 1996. Namun, infeksi HIV tetap merupakan kasus tertinggi penyebab
kematian pada pria dan wanita kulit hitam berusia 25 - 44 tahun. Penurunan insidens dan
kematian karena AIDS di Amerika Utara sejak pertengahan tahun 1990 antara lain karena
efektifnya pengobatan antiretroviral, disamping upaya pencegahan dan evolusi alamiah dari
wabah juga berperan. HIV/AIDS yang dihubungkan dengan penggunaan jarum suntik terus
berperan dalam wabah HIV terutama dikalangan kaum minoritas kulit berwarna di AS.
Penularan heteroseksual dari HIV di AS meningkat secara bermakna dan menjadi pola
predominan dalam penyebaran HIV di negara-negara berkembang. Kesenjangan besar dalam
mendapatkan terapi antiretroviral antara negera berkembang dan negara maju di ilustrasikan
dengan menurunnya kematian karena AIDS pertahun di semua negara maju sejak pertengahan
tahun 1990-an dibandingkan dengan meningkatnya kematian karena AIDS pertahun di sebagian
besar negara berkembang yang mempunyai prevalensi HIV yang tinggi.
Di AS dan negara-negara barat, insidens HIV pertahunnya menurun secara bermakna sebelum
pertengahan tahun 1980-an dan tetap relatif rendah sejak itu. Namun, di beberapa negara sub-
Sahara Afrika yang sangat berat terkena penyakit ini, insidens HIV tahunan yang tetap tinggi
hampir tidak teratasi sepanjang tahun 1980 dan 1990-an. Negara-negara di luar Sub-Sahara
Afrika, tingginya prevalensi HIV (lebih dari 1%) pada populasi usia 15 - 49 tahun, ditemukan di
negara-negara Karibia, Asia Selatan dan Asia Tenggara. Dari sekitar 33.4 juta orang yang hidup
dengan HIV/AIDS pada tahun 1999 diseluruh dunia, 22.5 juta diantaranya ada di negara-negara
sub-Sahara Afrika dan 6,7 juta ada di Asia Selatan dan Asia Tenggara, 1,4 juta ada di Amerika
Latin dan 665.000 di AS. Diseluruh dunia AIDS menyebabkan 14 juta kematian, termasuk 2,5
juta di tahun 1998. HIV-1 adalah yang paling tinggi; HIV-2 hanya ditemukan paling banyak di
Afrika Barat dan di negara lain yang secara epidemiologis berhubungan dengan Afrika Barat.
20. 11. PENCEGAHAN
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan HIV antara lain :
Dianjurkan untuk selalu mengganti jarum suntik setiap hendak melakukan injeksi obat.
Melakukan hubungan seksual yang aman dengan tidak bergonta ganti pasangan.
Menggunakan kondom bagi mereka yang suka berhubungan seksual yang beresiko.
Menaati tata cara perlindungan diri bagi mereka yang bekerja di bidang kesehatan.
Hindari kontak langsung dengan darah penderita HIV AIDS.
12. ASKEP
Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian.
Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
Penampilan umum : pucat, kelaparan.
Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari
berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan
perasaan takut, cemas, meringis.
Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang
interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan
atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir
atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.
Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku
kuduk, kejang, paraplegia.
Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan,
batuk produktif atau non produktif.
21. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,
inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
Gu : lesi atau eksudat pada genital,
Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.
II. Diagnosa keperawatan
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang
beresiko.
Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi
nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,
kelelahan.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
Diare berhubungan dengan infeksi GI
Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang
dicintai.
III. Perencanaan keperawatan.
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan criteria Intervensi Rasional
hasil
Resiko tinggi Pasien akan bebas 1.Monitor tanda-tanda infeksi Untuk pengobatan dini
infeksi infeksi oportunistik dan baru. Mencegah pasien terpapar oleh
berhubungan komplikasinya dengan2. gunakan teknik aseptik pada kuman patogen yang diperoleh di
dengan kriteria tak ada tanda- setiap tindakan invasif. Cuci rumah sakit.
imunosupresi, tanda infeksi baru, lab tangan sebelum meberikan
malnutrisi dan pola tidak ada infeksi tindakan. Mencegah bertambahnya infeksi
hidup yang oportunis, tanda vital 3. Anjurkan pasien metoda
beresiko. dalam batas normal, mencegah terpapar terhadap
tidak ada luka atau lingkungan yang patogen.
eksudat. 4.Kumpulkan spesimen untuk Meyakinkan diagnosis akurat dan
tes lab sesuai order. pengobatan
5. Atur pemberian antiinfeksi
sesuai order Mempertahankan kadar darah
yang terapeutik
Resiko tinggi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan pasien atau orang Pasien dan keluarga mau dan
22. infeksi (kontak ditransmisikan, tim penting lainnya metode memerlukan informasikan ini
pasien) kesehatan mencegah transmisi HIV
berhubungan memperhatikan dan kuman patogen lainnya. Mencegah transimisi infeksi HIV
dengan infeksi universal precautions 2. Gunakan darah dan cairan ke orang lain
HIV, adanya dengan kriteriaa kontak tubuh precaution bial
infeksi pasien dan tim merawat pasien. Gunakan
nonopportunisitik kesehatan tidak masker bila perlu.
yang dapat terpapar HIV, tidak
ditransmisikan. terinfeksi patogen lain
seperti TBC.
Intolerans aktivitas Pasien berpartisipasi 1. Monitor respon fisiologis Respon bervariasi dari hari ke
berhubungan dalam kegiatan, dengan terhadap aktivitas hari
dengan kelemahan, kriteria bebas dyspnea2. Berikan bantuan perawatan
pertukaran oksigen, dan takikardi selama yang pasien sendiri tidak Mengurangi kebutuhan energi
malnutrisi, aktivitas. mampu
kelelahan. 3. Jadwalkan perawatan Ekstra istirahat perlu jika karena
pasien sehingga tidak meningkatkan kebutuhan
mengganggu isitirahat. metabolik
Perubahan nutrisi Pasien mempunyai 1. Monitor kemampuan Intake menurun dihubungkan
kurang dari intake kalori dan mengunyah dan menelan. dengan nyeri tenggorokan dan
kebutuhan tubuh protein yang adekuat 2. Monitor BB, intake dan mulut
berhubungan untuk memenuhi ouput Menentukan data dasar
dengan intake yang kebutuhan 3. Atur antiemetik sesuai Mengurangi muntah
kurang, metaboliknya dengan order Meyakinkan bahwa makanan
meningkatnya kriteria mual dan 4. Rencanakan diet dengan sesuai dengan keinginan pasien
kebutuhan muntah dikontrol, pasien dan orang penting
metabolic, dan pasien makan TKTP, lainnya.
menurunnya serum albumin dan
absorbsi zat gizi. protein dalam batas n
ormal, BB mendekati
seperti sebelum sakit.
Diare berhubungan Pasien merasa nyaman 1. Kaji konsistensi dan Mendeteksi adanya darah dalam
dengan infeksi GI dan mengnontrol diare, frekuensi feses dan adanya feses
komplikasi minimal darah.
dengan kriteria perut 2. Auskultasi bunyi usus Hipermotiliti mumnya dengan
lunak, tidak tegang, 3. Atur agen antimotilitas dan diare
feses lunak dan warna psilium (Metamucil) sesuai Mengurangi motilitas usus, yang
normal, kram perut order pelan, emperburuk perforasi pada
hilang, 4. Berikan ointment A dan D, intestinal
vaselin atau zinc oside Untuk menghilangkan distensi
Tidak efektif Keluarga atau orang 1. Kaji koping keluarga Memulai suatu hubungan dalam
koping keluarga penting lain terhadap sakit pasein dan bekerja secara konstruktif dengan
berhubungan mempertahankan perawatannya keluarga.
dengan cemas suport sistem dan 2. Biarkan keluarga Mereka tak menyadari bahwa
tentang keadaan adaptasi terhadap mengungkapkana perasaan mereka berbicara secara bebas
yang orang perubahan akan secara verbal Menghilangkan kecemasan
dicintai. kebutuhannya dengan 3. Ajarkan kepada keluaraga tentang transmisi melalui kontak
kriteria pasien dan tentang penyakit dan sederhana.
keluarga berinteraksi transmisinya.
dengan cara yang
konstruktif
23. 13. ASPEK LEGAL ETIS
• Autonomy (penentu pilihan)
Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan
sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu secara
holistik.
• Non Maleficence (do no harm)
Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya.
Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti
dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja.
• Beneficence (do good)
Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan
baik, yaitu, mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga.
• Justice (perlakuan adil)
Perawat sering mengambil keputusan dengan menggunakan rasa keadilan.
• Fidelity (setia)
Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang.
14. PENDKES
24. SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)
Tema : Penyakit AIDS
Sub Tema : Perawatan AIDS
Sasaran : Ny. E
Tempat : Bangsal Di rumah sakit
Hari/Tanggal : Rabu, 14 Oktober 2012
Waktu : 20 Menit
A. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Ny. E dapat menjelaskan AIDS.
B. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Klien Dapat:
Menjelaskan pengertian penyakit AIDS dengan benar
Menjelaskan patofisiologi AIDS
Menyebutkan faktor penyebab yang dapat menimbulkan penyakit AIDS
Menyebutkan tanda/gejala dari penyakit AIDS
Menjelaskan penatalaksanaan AIDS
C. Materi
1. Pengertian AIDS
2. Patofisiologi penyakit AIDS
3. Faktor penyebab dari AIDS
25. 4. Tanda/gejala penyakit AIDS
5. Penatalaksanaan penyakit AIDS
D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
E. Kegiatan Penyuluhan
No Kegiatan Penyuluh Peserta Waktu
1. Pembukaan Salam pembuka Menjawab salam
Menyampaikan tujuan Menyimak,
5 Menit
penyuluhan Mendengarkan, menjawab
pertanyaan
2. Kerja/ isi Penjelasan pengertian, Mendengarkan dengan
penyebab, gejala, penuh perhatian
penatalaksanaan dan Menanyakan hal-hal yang
patofisiologi penyakit AIDS belum jelas
10 menit
Memberi kesempatan Memperhatikan jawaban
peserta untuk bertanya dari penceramah
Menjawab pertanyaan Menjawab pertanyaan
Evaluasi
Menyimpulkan Mendengarkan
3. Penutup 5 Menit
Salam penutup Menjawab salam
F. Media
1. Leaflet : Tentang penyakit AIDS
2. Poster tentang penyakit AIDS
26. G. Sumber/Referensi
a. Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta.
b. Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
c. FKUI. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. FKUI : Jakarta.
d. Griffith. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Arcan : Jakarta.
H. Evaluasi
Formatif :
Klien dapat menjelaskan pengertian AIDS
Klien mampu menjelaskan faktor penyebab dari penyakit AIDS
Klien dapat menjelaskan tanda/gejala penyakit AIDS
Klien mampu menjelaskan penatalaksanaan AIDS
Sumatif :
Klien dapat memahami penyakit AIDS
27. HIV / AIDS
1. DEFINISI
Aids adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus
yang disebut HIV yang di tandai dengan menurunnya system kekebalan tubuh sehingga pasien
AIDS mudah diserang oleh infeksi oportunistik dan kanker. ( djauzi dan djoerban,2003)
Aids adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh
yang diakibat oleh factor luar (bukan dibawa sejak lahir)
Aids diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan
dengan infeksi human immunodetciency virus HIV. (Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare)
Aids diartikan sebagai bentuk paling hebat paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan
ringan dalam respon imun tanpa dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan
berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan
malignitas yang jarang terjadi ( center for disease control and prevention).
1. ETIOLOGI
Aids disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama HTL II, LAV, RAV. Yang nama
ilmiahnya disebutkan Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang
dikenal dengan retrovirus yang diularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap
limfosit T,
Yang ditularkan melalui :
1. Hubungan seksual ( resiko 0,1 – 1%
2. Darah
a) Transfuse darah yang mengandung HIV ( resiko 90 – 98)
b) Tertusuk jarum yang mengandung HIV ( resiko 0,3)
28. c) Terpapar mukosa yang mengandung HIV (resiko 0,09 )
1. Transmisi dari ibu ke anak ( rusak 25 – 45 % )
a) Selama kehamilan ( rusak 7% )
b) Saat persalinan ( rusak 18 % )
c) Air susu ibu ( rusak 14 % )
Transmisi vertikel HIV
Tanpa intervensi : resiko total 35 %
Selama kehamilan ( resiko 7% )
Melahirkan (resiko 18 %)
Sesudah persalinan ( resiko 13 %)
1. TANDA DAN GEJALA
Stadium klinis ( stadium 1 – 4 )
Stadium klinis HIV ( WHO )
1. Stadium klinis 1 :
Asimtomatis
Limfadenopati generalisasi persistemt ( LGP )
(Pembesaran kelenjar getah bening dibeberapa tempat yang menetap)
1. Stadium klinis 2 :
BB menurun <10 % dari BB semula
Kelainan kulit dan mukosa ringan seperti : dermatitis seboroik, infeksi jamur kuku, ulkus
oral
Herpes zozter dalam 5 tahun terakhir
Infeksi saluran napas bagian atas berulang seperti sinusitis bacterial
1. Stadium klinis 3 :
BB terus menurun > 10 % dari BB semula
Diare kronis yang tidak diketahui penyebabnya berlangsung > 1 tahun
Demam tanpa sebab yang jelas
Kandidiasis oral
TB paru dalam 1 tahun terakhir
29. Infeksi bakteri berat (pneumonia)
Herpes zozter yang berkomlikasi
1. Stadium klinis 4 :
Badan menjadi kurus
Pneumocystis carinii pneumonia (pcp)
Toksoplasmosis pada otak
Infeksi virus heper simpleks
Mikosis ( infeksi jamur )
Kandidiasis eosofagus, trakea, bronkus atau paru
Sarcoma koposi
Limfoma
Tanda dan gejala dimulai beberapa minggu sampai beberapa bulan sebelum timbulnya infeksi
oportonistik :
Demam
Malaise
Keletihan
Keringat malam
Penurunan BB
Diare kronik
Limfadenopati umum
Kamdidiasis oral
1. MANIFESTASI KLINIS
Penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasarnya dapat mengenai semua organ.penyakit yang
berkaitan dengan HIV/AIDS terjadi akibat unfeksi, malignansi atau efek langsung HIV pada
jaringan tubuh.
Penyakit yang sering ditemukan:
1. Respiratorius
Pneumonia pneumocystis carinii, gejala napas yang pendek, sesak napas ( dispnea),batuk, nyeri
dada dan demam akan menyertai palbagai infeksi oportunis,seperti yang disebabkan oleh
Mycobacterium aviumintracellulare (CMV)
Dan legionella.
1. Gastrointestinal
Mencakup hilangnya selera makan, mual, vomitus, kandidiasis oral serta esophagus,dan diare
kronis.
30. 1. Kanker
2. Sarcoma Kaposi
3. Limfoma burkit
4. Penurunan imunitas
5.
6. PATOFISOLOGI
Sel t dan makrofag serta sel dendritik / langerhans (sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi HIV dan terkonsentrasi di kelenje limfe, limpa dan sumsum tulang. HIV
menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang
bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon
imun, maka HIV menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyak
kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha
mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel t4, maka system imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti dengan berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunya fungsi
sel T penolong.
Seseorang yang terinfeks HIV dapat tetap tidak memperlihatkan gejala ( asimptomatik)
selama bertahun-tahun.selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000
sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah
infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
oportunustik ) muncul, jumlah t4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru
akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah.seorang
didiagnosis mengidap AIDS apabila terjadi infeksi opurtunistik,kanker atau di mensi
AIDS.
1. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan suporatif
Tujuan :
Meningkatkan keadaan umum pasien
Pemberian gizi yang sesuai
Obat sistomatik dan vitamin
Dukungan psikilogis
1. Pengobatan infeksi oportunistik
Infeksi :
Kandidiasis eosofagus
Tuberculosis
Toksoplasmosis
Herpes
Pcp
31. Pengobatan yang terkait AIDS,Limfoma malignum,sarcoma Kaposi dan sarcoma
servik,di sesuaikan dengan standar terapi penyakit kanker.
Terapi :
Flikonasol
Rifampisin, INH, Etambutol, pirazinamid, stremptomisin
Pirimetamin, sulfadiazine, asam folat
Asiklovir
Kotrimoksazol
1. Pengobatan anti retro virus ( ARV )
Tujuan :
Mengurangi kematian dan kesakitan
Menurunkan jumlah virus
Meningkatkan kekebalan tubuh
Mengurangi resiko penularan
ASKEP HIV/AIDS
1.Pengkajian
a. Riwayat penyakit
banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Seperti diabetes
meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis. Keberadaan penyakit
seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imonokompetensi
pasien.
b.Pemeriksaan fisik dan keluhan
Aktivitas / istirahat
o Gejala :mudah lelah, intoleran activity, progresi malaise, perubahan pola tidur.
o Tanda : Kelemahan otot, menurunnya assa otot, respo fisiologi aktivitas
(perubahan TD, frekuensi jantung dan pernafasan).
o Sirkulasi
Gejala : penyembuhan yang lambat (anemia),perdarahan lama pada
cedera.
Tanda : perubahan TD postural, menurunnya volume nadi perifer, pucat/
sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
Intergitas dan ego
Gejala : stress berhubungan dengan kehilangan, menguatirkan
penampilan, mengingkari diagnose, putus asa.
Tanda : mengingkari,cemas, depresi,takut, menarik diri, marah.
32. Eliminasi
Gejala : diare terus-menerus,sering dengan atau tanpa kram
abdominal, nyeri panggul , rasa tebakar saat
miksi.
Tanda : feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah,
diare pekat,sering nyeri tekan abdominal,lesi/ abses rectal,
perional ,perubahan jumlah, warna dan karakter
urine.
Makanan atau cairan
Gejala : anoreksia, mual, muntah, disfagia,
Tanda : turgor kulit buruk, lesi rongga mulut
kesehatan gigi dan gusi yang buruk,edema .
Hygiene
Gejala : tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : penampilan tidak rapai,kurang
percaya diri.
Neurosensori
Gejala : pusing,sakit
kepala,perubahan status
mental,kerusakan status indera,
kelemaan otot, tremor,perubahan
penglihatan.
Tanda : perubahan status mental, ide
paranoid,ansietas, reflek tidak
normal,tremor,kejang, hemiparesis.
Nyeri/ nyaman
Gejala : nyeri umum/ local,
rasa terbakar, sakit kepala,
nyeri dada pleuritas.
Tanda : bengkak sendi, nyeri
kelenjar, nyeri tekan,
penurunan rentan gerak.
Pernapasan
Gejala : ISK sering/
menetap,napas
pendek,progresif,batu
k,sesak pada dada.
Tanda : takipnea,
distress pernapasan,
perubahan bunyi
napas, adanya
sputum.
Keamanan
o Gejala :
riwayat jatuh,
33. terbakar,
pingsan, luka,
tranfusi darah,
penyakit
defisiensi
imun,
demam
berulang,
bekeringat
malam.
o Tanda :
perubahan
integritas
kulit,
pelebaran
kelenjar
limfe,menurun
nya
tekananan.
o Seksualitas
Gejala
:
riwayat
berpril
aku,
sejs
beresik
o
tinggi,
Tanda
:
kehami
lan,
herpes,
genetal
ia.
Interak
si
social
G
e
j
a
l
a
35. o
l
a
s
i
,
k
e
s
e
p
i
a
n
.
T
a
n
d
a
:
p
e
r
u
b
a
h
a
n
i
n
t
e
r
a
k
s
i
Penyuluhan / pembelajaran
36. o Gejala : kegagalan dalam perawatan, prilaku seks beresiko
tinggi, penyalahgunaan obat-obatan.alkohol.
c. pemeriksaan diagnostic
1. Tes laboratorium
Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiaknosa HIV dan memantau
perkembangan penyakit serta respon terhadap terapi HIV.
1. Serologis
Tes antibody serum
Skrining HIV, hasil tes positf,tapi bukan merupakan diagnose
Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnose HIV
Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
Sel T4 helper
Indicator system imun
Sel T8 (Sel supresor sitopatik)
P24 (Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengindentifikasi progresi
Kadar Ig
Reaksi rantai polymerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler
Tes PHS
1. Budaya
Histologist, pemeriksaan sitologis, urine, darah, feces, cairan spinal, luka
1. Neutologis
37. EEG, MRI, CT scan otak, EMG (Pemeriksaan saraf)
1. Sinar X dada
2. Tes fungsi pulmonal
2. Tes antibody
Jika seseorang terinfeksi HIV maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody
terhadap virus tersebut. Anti body terbentuk dalam 3-12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai
6-12 bulan.
B. Diaknosa keperawatan
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan criteria Intervensi Rasional
hasil
Resiko tinggi Pasien akan bebas 1. Monitor tanda- Untuk pengobatan dini
infeksi infeksi oportunistik tanda infeksi baru.
berhubungan dan komplikasinya 2. gunakan teknik Mencegah pasien terpapar
dengan dengan kriteria tak aseptik pada setiap oleh kuman patogen yang
imunosupresi, ada tanda-tanda tindakan invasif. diperoleh di rumah sakit.
malnutrisi dan infeksi baru, lab Cuci tangan
pola hidup yang tidak ada infeksi sebelum meberikan Mencegah bertambahnya
beresiko. oportunis, tanda vital tindakan. infeksi
dalam batas normal, 3. Anjurkan pasien
tidak ada luka atau metoda mencegah Meyakinkan diagnosis akurat
eksudat. terpapar terhadap dan pengobatan
lingkungan yang
patogen. Mempertahankan kadar darah
4. Kumpulkan yang terapeutik
spesimen untuk tes
lab sesuai order.
5. Atur pemberian
antiinfeksi sesuai
order
Resiko tinggi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan pasien Pasien dan keluarga mau dan
infeksi (kontak ditransmisikan, tim atau orang penting memerlukan informasikan ini
pasien) kesehatan lainnya metode
berhubungan memperhatikan mencegah Mencegah transimisi infeksi
dengan infeksi universal precautions transmisi HIV dan HIV ke orang lain
HIV, adanya dengan kriteriaa kuman patogen
infeksi kontak pasien dan lainnya.
nonopportunisitik tim kesehatan tidak 2. Gunakan darah dan
yang dapat terpapar HIV, tidak cairan tubuh
ditransmisikan. terinfeksi patogen precaution bial
38. lain seperti TBC. merawat pasien.
Gunakan masker
bila perlu.
Intolerans Pasien berpartisipasi 1. Monitor respon
aktivitas dalam kegiatan, fisiologis terhadap
berhubungan dengan kriteria aktivitas
dengan bebas dyspnea dan 2. Berikan bantuan
kelemahan, takikardi selama perawatan yang
pertukaran aktivitas. pasien sendiri tidak
oksigen, mampu
malnutrisi, 3. Jadwalkan
kelelahan. perawatan pasien
sehingga tidak
mengganggu
isitirahat.
39. Pengertian
AIDS atauAcquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya system kekebalan tubuh oleh vurus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia
dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.
Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan
Immune : Sistem kekebalan tubuh
Deficiency : Kekurangan
Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit
Kerusakan progrwsif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV
/AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang
biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan
meninggal.
AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh
yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir )
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan
dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda
G.Bare )
AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam
respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan
dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang
jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention )
Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang
nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang
dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap
limfosit T.
Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum
tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan
protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel
T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga
40. dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang
terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif.
Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4
dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per
ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik )
muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus
berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila
jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik,
kanker atau dimensia AIDS.
Klasifikasi
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C)
dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.
1. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis
B dan C
1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized
Limpanodenophaty )
3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai
atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
2. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
1. Angiomatosis Baksilaris
2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
5. Leukoplakial yang berambut
41. 6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu
dermaton saraf.
7. Idiopatik Trombositopenik Purpura
8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
3. Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
2. Kanker serviks inpasif
3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
4. Kriptokokosis ekstrapulmoner
5. Kriptosporidosis internal kronis
6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
11. Isoproasis intestinal yang kronis
12. Sarkoma Kaposi
13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
14. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
15. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
16. Pneumonia Pneumocystic Cranii
17. Pneumonia Rekuren
18. Leukoenselophaty multifokal progresiva
19. Septikemia salmonella yang rekuren
20. Toksoplamosis otak
21. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
Gejala Dan Tanda
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan
sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami
demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit,
limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5
tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang
42. paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu
protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam
berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar
getah bening, dan bercak merah ditubuh.
2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah
akan diperoleh hasil positif.
3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan
kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
Komplikasi
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
o kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency
Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan
kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
o Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala,
malaise, demam, paralise, total / parsial.
o Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
o Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci
Virus (HIV)
43. 3. Gastrointestinal
o Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
o Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
o Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-
gatal dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus,
dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi
skunder dan sepsis.
6. Sensorik
o Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
o Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri.
Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus
(HIV), bisa dilakukan dengan :
Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak
terinfeksi.
Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak
terlindungi.
Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human
Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
44. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :
1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk
mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi
pasien dilingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS,
obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah
sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah
:
o Didanosine
o Ribavirin
o Diedoxycytidine
o Recombinant CD 4 dapat larut
4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
5. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari
stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
45. 6. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
46. 1. Pengertian
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system
kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS.
Sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam
waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi
imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan
terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang
sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh
manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh (dr. JH.
Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
1. Etiologi
Penyebab AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yakni sejenis virus RNA yang
tergolong retrovirus. Dasar utama penyakit infeksi HIV ialah berkurangnya jenis sel darah putih
(Limfosit T helper) yang mengandung marker CD4 (Sel T4). Limfosit T4 mempunyai pusat dan
sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi kebanyakan
fungsi-fungsi kekebalan, sehingga kelainan-kelainan fungsional pada sel T4 akan menimbulkan
tanda-tanda gangguan respon kekebalan tubuh. Setelah HIV memasuki tubuh seseorang, HIV
dapat diperoleh dari lifosit terutama limfosit T4, monosit, sel glia, makrofag dan cairan otak
penderita AIDS.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, BB
menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan
manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang
termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
47. 1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Orang yang ketagian obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
1. Macam Infeksi HIV
Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi menjadi tiga Tahap :
1. Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan limfoid,
terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan pengaturan
replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara klinis merupakan
penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok, mialgia non-spesifik, dan
meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah CD4+ sel T menjadi normal terjadi
dalam waktu 6-12 minggu.
2. Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan replikasi. virus
yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+ secara perlahan menurun.
Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar limfe yang luas tanpa gejala yang jelas.
Tahap ini dapat mencapai beberapa tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan
kulit, kelelahan, dan viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun.
3. Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh penderita secara
cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan, diare, infeksi oportunistik,
dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC
di Amerika Serikat menganggap semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T
CD4+ kurang dari 200 sel/µl sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum terlihat. (
Robbins, dkk, 1998 : 143 )
1. Patofisiologi
Menginfeksi limfosit T4 dan monosit. Partikel-2 HIV bebas yang dilepas dari sel yang terinfeksi
dpt berikatan dgn sel lain yang tidak terinfeksi. Segera setalah masuk kedlm sel, enzim dalam
kompleks nukleoprotein menjadi aktif dan dimulailah siklus reproduksi. Limfosit T,
monosit/makrofag adalah sel pertama yang terinfeksi. Besar kemungkinan bahwa sel dendritik
berperan dalam penyebabaran HIV dalam jaringan limfoid fungsi sel dendritik menangkap
antigen dalam epitel lalu masuk melalui kontak antar sel.
Dalam beberapa hari jumlah virus dalam kelenjar berlipat ganda dan mengakibatkan viremia.
Pada saat itu jumlah virus dalam darah infeksi akut. Viremia menyebabkan virus menyebar
diseluruh tubuh dan menginfeksi sel T, monosit maupun makrofag dlm jaringan limfoid perifer.
Sistem immun spesifik akan berupaya mengendalikan infeksi yang nampak dari menurunnya
48. kadar viremia. Setelah infeksi akut, berlangsung fase kedua dimana kelenjar getah bening dan
limfa merupakan tempat replikasi virus dan dekstruksi jaringan secara terus menerus fase laten.
Destruksi sel T dlm jaringan limfoid terus berlangsung sehingga jumlah sel T makin lama makin
menurun (jml sel T dlm jaringan limfoid 90 % dari jml sel T diseluruh tubuh). Selama masa
kronik progresif,m respon imun thdp infeksi lain akan meransang produksi HIV dan
mempercepat dekstruksi sel T, selanjutnya penyakit bertambah progresif dan mencapai fase letal
yang disebut AIDS.
1. Viremis meningkat drastis karena karena replikasi virus di bagian lain dalam tubuh
meningkat pasien menderita infeksi oportunistik, cacheksia, keganasan dan degenerasi
susunan saraf pusat.
2. Kehilangan limfosit Th menyebabkan pasien peka thdp berbagai jenis infeksi dan
menunjukkan respon immune yang inefektif thdp virud onkogenik.Masa inkubasi
diperkirakan bervariasi → 2 – 5 tahun
F. Tanda dan Gejala
Adanya HIV dalam tubuh seseorang tidak dapat dilihat dari penampilan luar. Orang yang
terinfeksi tidak akan menunjukan gejala apapun dalam jangka waktu yang relatif lama (±7-10
tahun) setelah tertular HIV. Masa ini disebut masa laten. Orang tersebut masih tetap sehat dan
bisa bekerja sebagaimana biasanya walaupun darahnya mengandung HIV. Masa inilah yang
mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat, karena orang terinfeksi secara tidak disadari dapat
menularkan kepada yang lainnya. Dari masa laten kemudian masuk ke keadaan AIDS dengan
gejala sebagai berikut:
Gejala Mayor:
1. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
5. Demensia/ HIV ensefalopati
Gejala Minor:
1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
2. Dermatitis generalisata
3. Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang
4. Kandidias orofaringeal
5. Herpes simpleks kronis progresif
6. Limfadenopati generalisata
7. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
8. Retinitis virus sitomegalo
Ada beberapa Tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai timbul gejala AIDS:
49. 1. Tahap 1: Periode Jendela
1. HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV dalam
darah
2. Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
3. Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini
4. Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu – 6 bulan
2. Tahap 2: HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:
1. HIV berkembang biak dalam tubuh
2. Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
3. Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk
antibody terhadap HIV
4. Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya
(rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek)
3. Tahap 3: HIV Positif (muncul gejala)
1. Sistem kekebalan tubuh semakin turun
2. Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa
di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll
3. Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya
4. Tahap 4: AIDS
1. Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah
2. Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah
G. Klasifikasi
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C)
dan orang yang termasuk didalam kategori A atau B dianggap menderita AIDS.
1. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis
B dan C
1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized
Limpanodenophaty )
3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai
atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
4. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
1. Angiomatosis Baksilaris
2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
50. 3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
5. Leukoplakial yang berambut
6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu
dermaton saraf.
7. Idiopatik Trombositopenik Purpura
8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
9. Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
2. Kanker serviks inpasif
3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
4. Kriptokokosis ekstrapulmoner
5. Kriptosporidosis internal kronis
6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
11. Isoproasis intestinal yang kronis
12. Sarkoma Kaposi
13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
14. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
16. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
17. Pneumonia Pneumocystic Cranii
18. Pneumonia Rekuren
19. Leukoenselophaty multifokal progresiva
20. Septikemia salmonella yang rekuren
21. Toksoplamosis otak
22. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
1. Penularan HIV-AIDS
HIV dapat ditemukan pada semua cairan tubuh penderita, tetapi yang terbukti penularannya
adalah melalui darah, air mani dan cairan serviks/vagina saja. Cara penularan HIV/AIDS ini
dapat melalui :
1. Hubungan seksual
2. Penerimaan darah atau produk darah melalui transfusi darah
3. Penggunaan alat suntik, alat medis dan alat tusuk lain (tato, tindik, akupuntur, dll.) yang
tidak steril
51. 4. Penerimaan organ, jaringan atau air mani
5. Penularan dari ibu hamil kepada janin yang dinkandungnya.
6. Sampai saat ini belum terbukti penularan melalui gigitan serangga, minuman, makanan
atau kontak biasa dalam keluarga, sekolah, kolam renang, WC umum atau tempat kerja
dengan penderita AIDS
1. Pencegahan Penularan HIV-AIDS
Dengan mengetahui cara penularan HIV, maka akan lebih mudah melakukan langkah-langkah
pencegahannya. Secara mudah, pencegahan HIV dapat dilakukan dengan rumusan ABCDE
yaitu:
1. A= Abstinence, tidak melakukan hubungan seksual atau tidak melakukan hubungan
seksual sebelum menikah
2. B = Being faithful, setia pada satu pasangan, atau menghindari berganti-ganti pasangan
seksual
3. C = Condom, bagi yang beresiko dianjurkan selalu menggunakan kondom secara benar
selama berhubungan seksual
4. D = Drugs injection, jangan menggunakan obat (Narkoba) suntik dengan jarum tidak
steril atau digunakan secara bergantian
5. E = Education, pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan HIV/AIDS
1. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
1. ELISA
2. Western blot
3. P24 antigen test
4. Kultur HIV
5. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
1. Hematokrit
2. LED
3. CD4 limfositRasio CD4/CD limfosit
4. Serum mikroglobulin B2
5. Hemoglobulin
52. 1. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi HIV perlu dilakukan.
Pencegahan berarti tdk kontak dgn cairan tubuh yang tercemar HIV.
1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau
sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
1. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat
ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat
enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 .
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif
asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
1. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi
virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
Didanosine
Ribavirin
Diedoxycytidine
Recombinant CD 4 dapat larut
1. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit
khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan
penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari
stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
53. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HIV-AIDS
1. Pengkajian
1. Identitas
2. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat penyakit sekarang
Kehilangan BB,Demam, Diare
1. Riwayat penyakit masa lalu
Riwayat menerima tranfusi darah, Riwayat penyakit seksual
1. Riwayat Sosial
Penggunaan obat obat terlarang, Pekerjaan, Support sistem
1. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari
berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
2. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan
perasaan takut, cemas, meringis.
3. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang
interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan
atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi
4. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum tampak sakit sedang, berat
2. Kulit terdapat rush, steven jhonson
3. Mata merah, icterik, gangguan penglihatan
4. Leher: pembesaran KGB
5. Telinga dan hidung; sinusitis berdengung
6. Rongga mulut: candidiasis
7. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan ,
kaku kuduk, kejang, paraplegia.
8. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
9. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu
pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
11. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,
inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
12. Gu : lesi atau eksudat pada genital,
13. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.
54. 1. Pemeriksaan penunjang
1. Hitung limfosit
2. CD4
3. Mantouk test
4. Test elisa
1. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola
hidup yang beresiko.
2. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot
pernafasan.
3. Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
6. Gangguan eliminasi (BAB) berhubungan dengan infeksi GI
7. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya
infeksi non opportunisitik yang dapat ditransmisikan.
8. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang
orang dicintai.