SlideShare a Scribd company logo
1 of 56
ANATOMI DAN FISIOLOGI

Pengertian

    Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap
antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respons imun ini dapat melibatkan berbagai
macam sel dan protein, terutama sel makrofag, sel limfosit, komplemen, dansitokin yang saling
berinteraksi secara kompleks. Mekanisme pertahanan tubuh terdiri atas mekanisme pertahanan
non spesifik dan mekanisme pertahanan spesifik.
     Substansi asing yang bertemu dengan system itu bekerja sebagai antigen, anti melawan, +
genin menghasilkan. Contohnya jika terjadi suatu substansi terjadi suatu respon dari tuan rumah,
respon ini dapat selular, humoral atau keduanya. Antigen dapat utuh seperti sel bakteri sel tumor
atau berupa makro molekul, seperti protein, polisakarida atau nucleoprotein. Pada keadaan apa
saja spesitas respon imun secara relatif dikendalikan oleh pengaruh molekuler kecil dari
antigendetenniminan antigenic untuk protein dan polisakarida, determinan antigenic terdiri atas
empat sampai enam asam amino atau satuan monosa karida. Jika komplek antigen Yang
memiliki banyak determinan misalnya sel bakteri akan membangkitkan satu spectrum respon
humoral dan selular. Antibodi, disebut juga imunoglobulin adalah glikkoprotein plasma yang
bersirkulasi dan dapat berinteraksi secara spesifik dengan determinan antigenic yang merangsang
pembentukan antibody, antibody disekresikan oleh sel plasma yang terbentuk melalui proliferasi
dan diferensiasi limfosit B. Pada manusia ditemukan lima kelas imunoglobulin, Ig.G, terdiri dari
dua rantai ringan yang identik dan dua rantai berat yang identik diikat oleh ikatan disulfida dan
tekanan non kovalen. Ig G merupakan kelas yang paling banyak jumlahnya, 75 % dari
imunoglobulin serum IgG bertindak sebagai suatu model bagi kelas-kelas yang lain.

Adjuvant àSenyawa yang jika dicampur dengan imunogen à meningkatkan respon imun
terhadap imunogen : BCG, FCA, LPS, suspensi AL(OH)3

Imunogen à senyawa yang mampu menginduksi respon imun
Hapten: Molekul kecil yang tidak mampu menginduksi respon imun dalam keadaan
murni, namun bila berkonyugasi dengan protein tertentu (carrier) atau senyawa BM besar à
dapat menginduksi respon imun.
Epitop atau Antigenik Determinan :Unit terkecil dari suatu antigen yang mampu berikatan
dengan antibodi atau dengan reseptor spesifik pada limfosit

Mekanisme pertahanan tubuh
1. Mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau
imunitas alamiah, artinya mekanisme pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis
antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak bayi lahir dan
terdiri atas berbagai macam elemen non spesifik. Jadi bukan merupakan pertahanan khusus
untuk antigen tertentu.
2. Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau disebut juga komponen adaptif atau imunitas
didapat adalah mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, karena
itu tidak dapat berperan terhadap antigen jenis lain. Bedanya dengan pertahanan tubuh non
spesifik adalah bahwa pertahanan tubuh spesifik harus kontak atau ditimbulkan terlebih dahulu
oleh antigen tertentu, baru ia akan terbentuk. Sedangkan pertahanan tubuh non spesifik sudah
ada sebelum ia kontak dengan antigen.

Mekanisme Pertahanan Non Spesifik
Dilihat dari caranya diperoleh, mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga respons imun
alamiah. Yang merupakan mekanisme pertahanan non spesifik tubuh kita adalah kulit dengan
kelenjarnya, lapisan mukosa dengan enzimnya, serta kelenjar lain dengan enzimnya seperti
kelenjar air mata. Demikian pula sel fagosit (sel makrofag, monosit, polimorfonuklear) dan
komplemen merupakan komponen mekanisme pertahanan non spesifik.

Permukaan tubuh, mukosa dan kulit
Permukaan tubuh merupakan pertahanan pertama terhadap penetrasi mikroorganisme. Bila
penetrasi mikroorganisme terjadi juga, maka mikroorganisme yang masuk akan berjumpa
dengan pelbagai elemen lain dari sistem imunitas alamiah.
Kelenjar dengan enzim dan silia yang ada pada mukosa dan kulit
Produk kelenjar menghambat penetrasi mikroorganisme, demikian pula silia pada mukosa.
Enzim seperti lisozim dapat pula merusak dinding sel mikroorganisme.

Komplemen dan makrofag
Jalur alternatif komplemen dapat diaktivasi oleh berbagai macam bakteri secara langsung
sehingga eliminasi terjadi melalui proses lisis atau fagositosis oleh makrofag atau leukosit yang
distimulasi oleh opsonin dan zat kemotaktik, karena sel-sel ini mempunyai reseptor untuk
komponen komplemen (C3b) dan reseptor kemotaktik. Zat kemotaktik akan memanggil sel
monosit dan polimorfonuklear ke tempat mikroorganisme dan memfagositnya.

Protein fase akut
Protein fase akut adalah protein plasma yang dibentuk tubuh akibat adanya kerusakan jaringan.
Hati merupakan tempat utama sintesis protein fase akut. C-reactive protein(CRP) merupakan
salah satu protein fase akut. Dinamakan CRP oleh karena pertama kali protein khas ini dikenal
karena sifatnya yang dapat mengikat protein C dari pneumokok. Interaksi CRP ini juga akan
mengaktivasi komplemen jalur alternatif yang akan melisis antigen.


Sel ‘natural killer’ (NK) dan interferon
Sel NK adalah sel limfosit yang dapat membunuh sel yang dihuni virus atau sel tumor. Interferon
adalah zat yang diproduksi oleh sel leukosit dan sel yang terinfeksi virus, yang bersifat dapat
menghambat replikasi virus di dalam sel dan meningkatkan aktivasi sel NK.

Mekanisme Pertahanan Spesifik
Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas
spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang
diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti
sel makrofag dan komplemen. Dilihat dari caranya diperoleh maka mekanisme pertahanan
spesifik disebut juga respons imun didapat.
Imunitas spesifik hanya ditujukan terhadap antigen tertentu yaitu antigen yang
merupakan ligannya. Di samping itu, respons imun spesifik juga menimbulkan memori
imunologis yang akan cepat bereaksi bila host terpajan lagi dengan antigen yang sama di
kemudian hari. Pada imunitas didapat, akan terbentuk antibodi dan limfosit efektor yang spesifik
terhadap antigen yang merangsangnya, sehingga terjadi eliminasi antigen. Sel yang berperan
dalam imunitas didapat ini adalah sel yang mempresentasikan antigen (APC = antigen
presenting cell = makrofag) sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel limfosit T dan limfosit B
masing-masing berperan pada imunitas selular dan imunitas humoral. Sel limfosit T akan
meregulasi respons imun dan melisis sel target yang dihuni antigen. Sel limfosit B akan
berdiferensiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang akan menetralkan atau
meningkatkan fagositosis antigen dan lisis antigen oleh komplemen, serta meningkatkan
sitotoksisitas sel yang mengandung antigen yang dinamakan prosesantibody dependent cell
mediated cytotoxicy (ADCC). Limfosit berperan utama dalam respon imun diperantarai sel.
Limfosit terbagi atas 2 jenis yaitu Limfosit B dan Limfosit T. Berikut adalah perbedaan antara
Limfosit T dan Limfosit B.



Limfosit B                                 Limfosit T

Dibuat di sumsum tulang yaitu sel
batang            yang          sifatnya
pluripotensi(pluripotent stem cells) dan   Dibuat di sumsum tulang dari sel batang
dimatangkan di sumsum tulang(Bone          yang pluripotensi(pluripotent stem
Marrow)                                    cells) dan dimatangkan di Timus

Berperan dalam imunitas humoral            Berperan dalam imunitas selular

Menyerang antigen yang ada di cairan       Menyerang antigen yang berada di
antar sel                                  dalam sel

Terdapat 3 jenis sel Limfosit B yaitu :    Terdapat 3 jenis Limfosit T yaitu:
 · Limfosit B plasma, memproduksi          · Limfosit T pempantu (Helper T cells),
antibodi                                   berfungsi mengantur sistem imun dan
 · Limfosit B pembelah, menghasilkan       mengontrol kualitas sistem imun
Limfosit B dalam jumlah banyak dan          · Limfosit T pembunuh(Killer T cells)
cepat                                      atau Limfosit T Sitotoksik, menyerang
 · Limfosit B memori, menyimpan            sel tubuh yang terinfeksi oleh patogen
mengingat antigen yang pernah masuk         · Limfosit T surpressor (Surpressor T
ke dalam tubuh                             cells),   berfungsi   menurunkan      dan
                                           menghentikan respon imun jika infeksi
                                           berhasil diatasi



Imunitas selular
Imunitas selular adalah imunitas yang diperankan oleh limfosit T dengan atau tanpa bantuan
komponen sistem imun lainnya. Limfosit T adalah limfosit yang berasal dari sel pluripotensial
yang pada embrio terdapat pada yolk sac; kemudian pada hati dan limpa, lalu pada sumsum
tulang. Dalam perkembangannya sel pluripotensial yang akan menjadi limfosit T memerlukan
lingkungan timus untuk menjadi limfosit T matur.
Di dalam timus, sel prekusor limfosit T akan mengekspresikan molekul tertentu pada permukaan
membrannya yang akan menjadi ciri limfosit T. Molekul-molekul pada permukaan membran ini
dinamakan juga petanda permukaan atau surface marker, dan dapat dideteksi oleh antibodi
monoklonal yang oleh WHO diberi nama dengan huruf CD, artinya cluster of differentiation.
Secara garis besar, limfosit T yang meninggalkan timus dan masuk ke darah perifer (limfosit T
matur) terdiri atas limfosit T dengan petanda permukaan molekul CD4 dan limfosit T dengan
petanda permukaan molekul CD8. Sel limfosit CD4 sering juga dinamakan sel T4 dan sel
limfosit CD8 dinamakan sel T8 (bila antibodi monoklonal yang dipakai adalah keluaran Coulter
Elektronics).
        Di samping munculnya petanda permukaan, di dalam timus juga terjadi penataan kembali
gen (gene rearrangement) untuk nantinya dapat memproduksi molekul yang merupakan reseptor
antigen dari sel limfosit T (TCR). Jadi pada waktu meninggalkan timus, setiap limfosit T sudah
memperlihatkan reseptor terhadap antigen diri (self antigen) biasanya mengalami aborsi dalam
timus sehingga umumnya limfosit yang keluar dari timus tidak bereaksi terhadap antigen diri.
Secara fungsional, sel limfosit T dibagi atas limfosit T regulator dan limfosit T efektor. Limfosit
T regulator terdiri atas limfosit T penolong (Th = CD4) yang akan menolong meningkatkan
aktivasi sel imunokompeten lainnya, dan limfosit T penekan (Ts = CD8) yang akan
menekan aktivasi sel imunokompeten lainnya bila antigen mulai tereliminasi. Sedangkan limfosit
T efektor terdiri atas limfosit T sitotoksik (Tc = CD8) yang melisis sel target, dan limfosit T
yang berperan pada hipersensitivitas lambat (Td = CD4) yang merekrut sel radang ke tempat
antigen berada.

Pajanan antigen pada sel T
Umumnya antigen bersifat tergantung pada sel T (TD = T dependent antigen), artinya antigen
akan mengaktifkan sel imunokompeten bila sel ini mendapat bantuan dari sel Th melalui zat
yang dilepaskan oleh sel Th aktif. TD adalah antigen yang kompleks seperti bakteri, virus dan
antigen yang bersifat hapten. Sedangkan antigen yang tidak tergantung pada sel T (TI
= T independent antigen) adalah antigen yang strukturnya sederhana dan berulang-ulang,
biasanya bermolekul besar.
Limfosit Th umumnya baru mengenal antigen bila dipresentasikan bersama molekul produk
MHC (major histocompatibility complex) kelas II yaitu molekul yang antara lain terdapat pada
membran sel makrofag. Setelah diproses oleh makrofag, antigen akan dipresentasikan bersama
molekul kelas II MHC kepada sel Th sehingga terjadi ikatan antara TCR dengan antigen. Ikatan
tersebut terjadi sedemikian rupa dan menimbulkan aktivasi enzim dalam sel limfosit T sehingga
terjadi transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Th aktif dan sel Tc memori.
Sel Th aktif ini dapat merangsang sel Tc untuk mengenal antigen dan mengalami transformasi
blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Tc memori dan sel Tc aktif yang melisis sel target
yang telah dihuni antigen. Sel Tc akan mengenal antigen pada sel target bila berasosiasi dengan
molekul MHC kelas I (lihat Gambar 3-2). Sel Th aktif juga dapat merangsang sel Td untuk
mengalami transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Td memori dan sel Td
aktif yang melepaskan limfokin yang dapat merekrut makrofag ke tempat antigen.


Limfokin
Limfokin akan mengaktifkan makrofag dengan menginduksi pembentukan reseptor Fc dan C3B
pada permukaan makrofag sehingga mempermudah melihat antigen yang telah berikatan dengan
antibodi atau komplemen, dan dengan sendirinya mempermudah fagositosis. Selain itu limfokin
merangsang produksi dan sekresi berbagai enzim serta metabolit oksigen yang bersifat
bakterisid atau sitotoksik terhadap antigen (bakteri, parasit, dan lain-lain) sehingga meningkatkan
daya penghancuran antigen oleh makrofag.

Aktivitas lain untuk eliminasi antigen
Bila antigen belum dapat dilenyapkan maka makrofag dirangsang untuk melepaskan faktor
fibrogenik dan terjadi pembentukan jaringan granuloma serta fibrosis, sehingga penyebaran
dapat dibatasi.

Sel Th aktif juga akan merangsang sel B untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel
plasma yang mensekresi antibodi (lihat bab tentang imunitas humoral). Sebagai hasil akhir
aktivasi ini adalah eliminasi antigen. Selain eliminasi antigen, pemajanan ini juga menimbulkan
sel memori yang kelak bila terpajan lagi dengan antigen serupa akan cepat berproliferasi dan
berdiferensiasi.

Imunitas humoral
Imunitas humoral adalah imunitas yang diperankan oleh sel limfosit B dengan atau tanpa
bantuan sel imunokompeten lainnya. Tugas sel B akan dilaksanakan oleh imunoglobulin yang
disekresi oleh sel plasma. Terdapat lima kelas imunoglobulin yang kita kenal, yaitu IgM, IgG,
IgA, IgD, dan IgE.

Limfosit B juga berasal dari sel pluripotensial yang perkembangannya pada mamalia dipengaruhi
oleh lingkungan bursa fabricius dan pada manusia oleh lingkungan hati, sumsum tulang dan
lingkungan yang dinamakan gut-associated lymphoid tissue (GALT). Dalam perkembangan ini
terjadi penataan kembali gen yang produknya merupakan reseptor antigen pada permukaan
membran. Pada sel B ini reseptor antigen merupakan imunoglobulin permukaan (surface
immunoglobulin). Pada mulanya imunoglobulin permukaan ini adalah kelas IgM, dan pada
perkembangan selanjutnya sel B juga memperlihatkan IgG, IgA dan IgD pada membrannya
dengan bagian F(ab) yang serupa. Perkembangan ini tidak perlu rangsangan antigen hingga
semua sel B matur mempunyai reseptor antigen tertentu.
Pajanan antigen pada sel B
Antigen akan berikatan dengan imunoglobulin permukaan sel B dan dengan bantuan sel Th (bagi
antigen TD) akan terjadi aktivasi enzim dalam sel B sedemikian rupa hingga terjadilah
transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi dan
membentuk sel B memori. Selain itu, antigen TI dapat secara langsung mengaktivasi sel B tanpa
bantuan sel Th.

Antibodi yang disekresi dapat menetralkan antigen sehingga infektivitasnya hilang, atau
berikatan dengan antigen sehingga lebih mudah difagosit oleh makrofag dalam proses yang
dinamakan opsonisasi. Kadang fagositosis dapat pula dibantu dengan melibatkan komplemen
yang akan berikatan dengan bagian Fc antibodi sehingga adhesi kompleks antigen-antibodi pada
sel makrofag lebih erat, dan terjadi endositosis serta penghancuran antigen oleh makrofag.
Adhesi kompleks antigen-antibodi komplemen dapat lebih erat karena makrofag selain
mempunyai reseptor Fc juga mempunyai reseptor C3B yang merupakan hasil aktivasi
komplemen.

Selain itu, ikatan antibodi dengan antigen juga mempermudah lisis oleh sel Tc yang mempunyai
reseptor Fc pada permukaannya. Peristiwa ini disebut antibody-dependent cellular mediated
cytotoxicity (ADCC). Lisis antigen dapat pula terjadi karena aktivasi komplemen. Komplemen
berikatan dengan bagian Fc antibodi sehingga terjadi aktivasi komplemen yang menyebabkan
terjadinya lisis antigen.
Hasil akhir aktivasi sel B adalah eliminasi antigen dan pembentukan sel memori yang kelak bila
terpapar lagi dengan antigen serupa akan cepat berproliferasi dan berdiferensiasi. Hal inilah yang
diharapkan pada imunisasi. Walaupun sel plasma yang terbentuk tidak berumur panjang, kadar
antibodi spesifik yang cukup tinggi mencapai kadar protektif dan berlangsung dalam waktu
cukup lama dapat diperoleh dengan vaksinasi tertentu atau infeksi alamiah. Hal ini disebabkan
karena adanya antigen yang tersimpan dalam sel dendrit dalam kelenjar limfe yang akan
dipresentasikan pada sel memori sewaktu-waktu di kemudian hari.

Jumlah normal sel leukosit.
Leukosit adalah sel darah Yang mengendung inti, disebut juga sel darahputih. Didalam darah
manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari
12000, keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat
dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang
dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk
inti yang bervariasi, Yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk
bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : linfosit sel kecil, sitoplasma
sedikit; monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis
leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan
afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam.

       Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan
pada sebagian besar precursor (pra zatnya). Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan
seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan
amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos
antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. Jumlah leukosit per
mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-11000, waktu lahir 15000-25000, dan
menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi
kuantitatif dalam sel-sel darah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -
15 tahun persentase khas dewasa tercapai. Bila memeriksa variasi Fisiologi dan Patologi sel-sel
darah tidak hanya persentase tetapi juga jumlah absolut masing-masing jenis per unit volume
darah harus diambil.

Neutrofil
Neutrofil berkembang dalam sum-sum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi, selsel ini merupakan
60 -70 % dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12 um, satu inti dan 2-5 lobus.
Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula spesifik (0;3-0,8um) mendekati batas resolusi
optik, berwarna salmon pinkoleh campuran jenis romanovky. Granul pada neutrofil ada dua :

- Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase.

- Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal (protein
Kationik) yang dinamakan fagositin.
Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit mitokonria,
apparatus Golgi rudimenter dan sedikit granula glikogen. Neutrofil merupakan garis depan
pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik, menfagosit partikel kecil dengan aktif. Adanya
asam amino D oksidase dalam granula azurofilik penting dalam penceran dinding sel bakteri
yang mengandung asam amino D. Selama proses fagositosis dibentuk peroksidase. Mielo
peroksidase yang terdapat dalam neutrofil berikatan dengan peroksida dan halida bekerja pada
molekultirosin dinding sel bakteri dan menghancurkannya. Dibawah pengaruh zat toksik tertentu
seperti streptolisin toksin streptokokus membran granula-granula neutrofil pecah, mengakibatkan
proses pembengkakan diikuti oleh aglutulasiorganel- organel dan destruksi neutrofil. Neotrofil
mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan glikolisis baik secara arrob
maupun anaerob. Kemampuan nautropil untuk hidup dalam lingkungan anaerob sangat
menguntungkan, karena mereka dapat membunuh bakteri dan membantu membersihkan debris
pada jaringan nekrotik. Fagositosis oleh neutrfil merangsang aktivitas heksosa monofosfat shunt,
meningkatkan glicogenolisis.



EOSINOFIL
Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9um (sedikit lebih kecil
dari neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, Retikulum endoplasma mitokonria dan apparatus
Golgi kurang berkembang. Mempunyai granula ovoid yang dengan eosin asidofkik, granula
adalah lisosom yang mengandung fosfatae asam, katepsin, ribonuklase, tapi tidak mengandung
lisosim. Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid, dan mampu melakukan fagositosis, lebih
lambat tapi lebih selektif dibanding neutrifil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan anti
bodi, ini merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek
antigen dan antibody. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan
darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses Patologi.
Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat.
BASOFIL
Basofil jumlahnya 0-% dari leukosit darah, ukuran garis tengah 12um, inti satu, besar bentuk
pilihan ireguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma basofil terisi granul yang lebih besar, dan
seringkali granul menutupi inti, granul bentuknya ireguler berwarna metakromatik, dengan
campuran jenis Romanvaki tampak lembayung. Granula basofil metakromatik dan mensekresi
histamin dan heparin, dan keadaan tertentu, basofil merupakan sel utama pada tempat
peradangan ini dinamakan hypersesitivitas kulit basofil. Hal ini menunjukkan basofil mempunyai
hubungan kekebalan.

LIMFOSIT
Limfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8um, 20-30% leukosit darah.Normal, inti
relatifbesar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin inti padat, anak inti baru terlihat
dengan electron mikroskop. Sitoplasma sedikit sekali, sedikit basofilik, mengandung granula-
granula azurofilik. Yang berwarna ungu dengan Romonovsky mengandung ribosom bebas dan
poliribisom. Klasifikasi lainnya dari limfosit terlihat dengan ditemuinya tanda-tanda molekuler
khusus pada permukaan membran sel-sel tersebut. Beberapa diantaranya membawa reseptos
seperti imunoglobulin yang mengikat antigen spesifik pada membrannya. Lirnfosit dalam
sirkulasi darah normal dapat berukuran 10-12um ukuran yang lebih besar disebabkan
sitoplasmanya yang lebih banyak. Kadang-kadang disebut dengan limfosit sedang. Sel limfosit
besar yang berada dalam kelenjar getah bening dan akan tampak dalam darah dalam keadaan
Patologis, pada sel limfosit besar ini inti vasikuler dengan anak inti yang jelas. Limfosit-limfosit
dapat digolongkan berdasarkan asal, struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat
imunologisnya, siklus hidup dan fungsi.

MONOSIT
Merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal, diameter 9-10 um tapi
pada sediaan darah kering diameter mencapai 20um, atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya
lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda. Kromatin kurang padat, susunan lebih fibriler, ini
merupakan sifat tetap momosit Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa bim abu-
abu pada sajian kering. Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih
kecil. Ditemui retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak
mitokondria. Apa ratus Golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan
mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit ditemui dalam darah, jaingan penyambung, dan
rongga-rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan
mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya. Untuk imunoglobulin dan
komplemen. Monosit beredar melalui aliran darah, menembus dinding kapiler masuk kedalam
jaringan penyambung. DaIam darah beberapa hari. Dalam jaringan bereaksi dengan limfosit dan
memegang peranan penting dalam pengenalan dan interaksi sel-sel immunocmpetent dengan
antigen.

2.   DEFINISI

        Acquired     Immunodeficiency       Syndrome atau Acquired       Immune       Deficiency
        Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang
        timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV; atau
        infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-
        lain).Virusnya sendiri bernamaHuman Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV)
        yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia.
        AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan
        dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup.



3.   ETIOLOGI
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang
nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang
dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap
limfosit T. Virus ini ditransmisikan melalui kontak intim (seksual), darah atau produk darah yang
terinfeksi.


4.   GEJALA KLINIS
Stadium Klinis I :
1.Asimtomatik (tanpa gejala)
2.Limfadenopati Generalisata (pembesaran kelenjar getah bening/limfe seluruh tubuh)
3.Skala Penampilan
1 : asimtomatik, aktivitas normal.
Stadium Klinis II :
1.Berat badan berkurang <> 10%
2.Diare berkepanjangan > 1 bulan
3.Jamur pada mulut
4.TB Paru
5.Infeksi bakterial berat
6.Skala Penampilan 3 : <> 1 bulan)
7.Kanker kulit (Sarcoma Kaposi)
8.Radang Otak (Toksoplasmosis, Ensefalopati HIV)
9.Skala Penampilan 4 : terbaring di tempat tidur > 50% dalam masa 1 bulan terakhir.


5.   PATOFISIOLOGI
       Patofisiologi AIDS adalah kompleks, seperti halnya dengan semua sindrom. Pada
akhirnya, HIV menyebabkan AIDS dengan berkurangnya CD4 + limfosit T pembantu. Hal ini
melemahkan sistem kekebalan tubuh dan memungkinkan infeksi oportunistik. Limfosit T sangat
penting untuk respon kekebalan tubuh dan tanpa mereka, tubuh tidak dapat melawan infeksi atau
membunuh sel kanker. Mekanisme penurunan CD4 T + berbeda di fase akut dan kronis.
Selama fase akut, HIV-diinduksi lisis sel dan membunuh sel yang terinfeksi oleh sel sitotoksik
akun T untuk CD4 + T deplesi sel, walaupun apoptosis juga dapat menjadi faktor. Selama fase
kronis, konsekuensi dari aktivasi kekebalan umum ditambah dengan hilangnya bertahap
kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan sel baru T muncul untuk menjelaskan
penurunan lamban dalam jumlah CD4 + T sel.
Meskipun gejala defisiensi imun karakteristik AIDS tidak muncul selama bertahun-tahun setelah
seseorang terinfeksi, sebagian besar CD4 + T hilangnya sel terjadi selama minggu pertama
infeksi, terutama di mukosa usus, pelabuhan yang mayoritas limfosit ditemukan dalam tubuh.
Alasan hilangnya preferensial CD4 + T sel mukosa adalah bahwa mayoritas CD4 + T sel mukosa
mengungkapkan coreceptor CCR5, sedangkan sebagian kecil CD4 + sel T dalam aliran darah
melakukannya.
HIV mencari dan menghancurkan CD4 + sel CCR5 mengekspresikan selama infeksi akut.
Sebuah respon imun yang kuat akhirnya kontrol infeksi dan inisiat fase laten klinis. Namun,
CD4 + T sel dalam jaringan mukosa tetap habis seluruh infeksi, meskipun cukup tetap awalnya
menangkal infeksi yang mengancam jiwa.
Replikasi HIV terus-menerus menghasilkan keadaan aktivasi kekebalan umum bertahan selama
fase kronis. Aktivasi kekebalan tubuh, yang tercermin oleh negara aktivasi peningkatan sel
kekebalan dan pelepasan sitokin pro inflamasi, hasil dari aktivitas beberapa produk gen HIV dan
respon kebal terhadap replikasi HIV terus-menerus. Penyebab lainnya adalah kerusakan pada
sistem surveilans kekebalan penghalang mukosa yang disebabkan oleh penipisan mukosa
CD4 + sel T selama fase akut dari penyakit.
Hal ini mengakibatkan pemaparan sistemik dari sistem kekebalan tubuh untuk komponen
mikroba flora normal usus, yang pada orang sehat adalah disimpan di cek oleh sistem imun
mukosa. Aktivasi dan proliferasi sel T yang hasil dari aktivasi kekebalan memberikan target
segar untuk infeksi HIV. Namun, pembunuhan langsung dengan HIV saja tidak dapat
menjelaskan menipisnya diamati CD4 +sel T karena hanya 0,01-0,10% dari CD4 + T sel dalam
darah yang terinfeksi.
Penyebab utama hilangnya CD4 T + muncul hasil dari kerentanan mereka untuk apoptosis
meningkat ketika sistem kekebalan tubuh tetap diaktifkan. Meskipun baru sel T terus diproduksi
oleh timus untuk menggantikan yang hilang, kapasitas regeneratif timus secara perlahan
dihancurkan oleh infeksi langsung thymocytes dengan HIV. Akhirnya, jumlah minimal
CD4 + sel T yang diperlukan untuk menjaga respon imun yang cukup hilang, yang mengarah ke
AIDS


6.   PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
ELISA-Western Blot ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
adalah cara untuk mengetahui apakah klien sudah pernah terjangkit HIVWestern Blot adalah cara
untuk mendeteksi adanya HIV pada darah, untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV.
Pemeriksaan western Blot dilakukan untuk mengonfirmasi apakah tes ELISA benar/tidak.
IFA (indirect fluorescent antibody)
merupakan pemeriksaan konfirmasiELISA +, mendeteksi antibodi terhadap HIV.
Tes Viral load (VL/muatan virus) mengukur jumlah HIV dalam darah. Tesini pada umumnya
meramalkan seberapa cepat HIV akan merusak sitem kekebalan tubuh. Secara langsung, tes ini
memprediksi tingkat kerusakanCD4: semakin tinggi angka Viral Load, semakin tinggi resiko
kerusakan sistem imun. Dengan terapi yang tepat dapat secara signifikan mengurangi level HIV
dan memperlambat proses pembiakannya.


Tes hitungan CD4 cell mengukur level sel CD4, salah satu jenis sel darah putih. Tes ini dapat
mengukur tingkat penurunan sistem imun.
Meski dengan terapi ARV dapat memperlambat laju perlemahan sistem imun. Namun, banyak
orang yang memulai ARV mengalami peningkatan angka CD4 yang sangat tajam..


RIPA (radio immuno precipitation assay),mendeteksi kadar protein dalam darah.


PCR (polymerase chain reaction), memeriksa keberadaan HIV dalam darah.


7.   PENATALAKSANAAN
Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif adalah perawatan yang meringankan penderitaan penyakit atau pada tahap
yang tidak dapat disembuhkan. Perawatan tersebut mungkin dibutuhkan dari masa bayi dan
untuk bertahun-tahun untuk beberapa anak, sementara yang lain baru memerlukannya setelah
mereka lebih tua, dan untuk jangka waktu yang singkat.

Sebagian besar anak dengan penyakit berat dirawat di rumah. Orang tuanya adalah bagian dari
tim perawatan serta anggota keluarga yang membutuhkan dukungan. Sebagai perawat primer
anak, mereka harus terlibat dalam tim perawatan – diberi informasi, kesempatan untuk
membahas rencana pengobatan, keterampilan yang dibutuhkan, dan diyakinkan bahwa nasihat
dan dukungan tersedia 24 jam. Akhirnya, mereka harus diberi kesempatan untuk berduka cita
atas kehilangan anak yang meninggal dunia.
Pengobatan Rasa Nyeri (Sakit)

Strategi pengobatan bertahap untuk rasa nyeri yang berat, yang disebut „jenjang analgesik‟, tetap
cocok untuk anak. Langkah pertama pada jenjang tersebut meliputi pengobatan dengan obat
nonnarkotik, misalnya aspirin atau parasetamol. Langkah kedua memberikan obat narkotik
ringan, misalnya kodein. Jika pasien masih merasa nyeri, langkah ketiga memberikan opioid
sedang atau berat, biasanya morfin. Sayang, sebagian besar dokter belum berpengalaman
meresepkan morfin untuk anak, dan sering terlalu berhati-hati. Dengan pengobatan yang sesuai,
rasa nyeri yang berat hampir selalu dapat ditangani, dan seharusnya tidak ada pasien yang terlalu
menderita akibat rasa nyeri.

Anak kecil sering tidak dapat langsung menunjukkan tingkat rasa sakitnya. Ada gambar yang
dapat dipakai untuk menilai tingkat rasa nyeri pada anak; gambar ini bisa diminta dari dokter
anak.

Dukungan Untuk Keluarga

Keluarga membutuhkan dukungan mulai saat anaknya didiagnosis dan selama pengobatan,
bukan hanya pada waktu penyakit sangat lanjut. Setiap keluarga adalah berbeda, dengan
kekuatan dan keterampilan untuk menangani yang berbeda. Kebutuhan kakak-adik dan nenek-
kakek juga harus diperhatikan. Mungkin harus dipertimbangkan ketersediaan kelompok
dukungan sebaya untuk keluarga yang mengasuh anak dengan HIV.

Umumnya, sedikitnya ibu dari anak terinfeksi HIV juga terinfeksi sendiri. Oleh karena itu, orang
tua sering membutuhkan dukungan dan bantuan tambahan, apa lagi bila mereka merasa salah
karena anaknya harus menderita penyakit berat ini.


8.   PROGNOSIS
Tanpa pengobatan, waktu kelangsungan hidup rata-rata bersih setelah terinfeksi HIV
diperkirakan 9 sampai 11 tahun, tergantung pada subtipe HIV, Di daerah mana itu banyak
tersedia, pengembangan ART sebagai terapi efektif untuk infeksi HIV dan AIDS mengurangi
kematian tingkat dari penyakit ini sebesar 80%, dan meningkatkan harapan hidup untuk orang
terinfeksi HIV yang baru didiagnosis sampai sekitar 20 tahun.
9.   KOMPLIKASI

       Oral Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
       peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi,
       penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak
       putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut
       mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan
       menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal).

       Neurologik a.ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS
       (ADC; AIDS dementia complex).

a)   Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi,
konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup
gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan
yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan
kematian.
b)   Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise, kaku
kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan
analisis cairan serebospinal.

       Gastrointestinal Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang
       diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10%
       dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis,
       dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat
       menjelaskan gejala ini.

a)   Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma
Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
b) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan
anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c)   Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.

       Respirasi Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-
       batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi
       oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI),
       cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
       Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
       xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa
       terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes
       simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas
       kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan
       plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik
       dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat
       memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan
       mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
       Sensorik

a) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis sitomegalovirus
berefek kebutaan
b)   Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek
nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.


10. EPIDEMIOLOGI
       AIDS pertama dikenal sebagai gejala entitas klinis yang aneh pada tahun 1981; namun
secara retrospektif dapat dilacak kembali bahwa kasus AIDS secara terbatas telah muncul selama
tahun 1970-an di AS dan di beberapa bagian di dunia (Haiti, Afrika, Eropa). Akhir 1999, lebih
dari 700.000 kasus AIDS dilaporan di AS. Walaupun AS tercatat mempunyai kasus AIDS
terbesar, estimasi kumulatif dan angka tahunan AIDS di negara-negara sub- Sahara Afrika
ternyata jauh lebih tinggi. Di seluruh dunia, WHO memperkirakan lebih dari 13 juta kasus (dan
sekitar 2/3 nya di negara-negara sub-Sahara Afrika) terjadi pada tahun 1999. Di AS, distribusi
kasus AIDS disebabkan oleh faktor “risk behavior” yang berubah pada dekade yang lalu.
Walaupun wabah


AIDS di AS terutama terjadi pada pria yang berhubungan sex dengan pria, angka pertambahan
terbesar di laporkan pada pertengahan tahun 1990-an terjadi diantara wanita dan populasi
minoritas. Pada tahun 1993 AIDS muncul sebagai penyebab kematian terbesar pada penduduk
berusia 25 - 44 tahun, tetapi turun ke urutan kedua sesudah kematian yang disebabkan oleh
kecelakaan pada tahun 1996. Namun, infeksi HIV tetap merupakan kasus tertinggi penyebab
kematian pada pria dan wanita kulit hitam berusia 25 - 44 tahun. Penurunan insidens dan
kematian karena AIDS di Amerika Utara sejak pertengahan tahun 1990 antara lain karena
efektifnya pengobatan antiretroviral, disamping upaya pencegahan dan evolusi alamiah dari
wabah juga berperan. HIV/AIDS yang dihubungkan dengan penggunaan jarum suntik terus
berperan dalam wabah HIV terutama dikalangan kaum minoritas kulit berwarna di AS.
Penularan heteroseksual dari HIV di AS meningkat secara bermakna dan menjadi pola
predominan dalam penyebaran HIV di negara-negara berkembang. Kesenjangan besar dalam
mendapatkan terapi antiretroviral antara negera berkembang dan negara maju di ilustrasikan
dengan menurunnya kematian karena AIDS pertahun di semua negara maju sejak pertengahan
tahun 1990-an dibandingkan dengan meningkatnya kematian karena AIDS pertahun di sebagian
besar   negara     berkembang     yang     mempunyai      prevalensi    HIV     yang    tinggi.


Di AS dan negara-negara barat, insidens HIV pertahunnya menurun secara bermakna sebelum
pertengahan tahun 1980-an dan tetap relatif rendah sejak itu. Namun, di beberapa negara sub-
Sahara Afrika yang sangat berat terkena penyakit ini, insidens HIV tahunan yang tetap tinggi
hampir tidak teratasi sepanjang tahun 1980 dan 1990-an. Negara-negara di luar Sub-Sahara
Afrika, tingginya prevalensi HIV (lebih dari 1%) pada populasi usia 15 - 49 tahun, ditemukan di
negara-negara Karibia, Asia Selatan dan Asia Tenggara. Dari sekitar 33.4 juta orang yang hidup
dengan HIV/AIDS pada tahun 1999 diseluruh dunia, 22.5 juta diantaranya ada di negara-negara
sub-Sahara Afrika dan 6,7 juta ada di Asia Selatan dan Asia Tenggara, 1,4 juta ada di Amerika
Latin dan 665.000 di AS. Diseluruh dunia AIDS menyebabkan 14 juta kematian, termasuk 2,5
juta di tahun 1998. HIV-1 adalah yang paling tinggi; HIV-2 hanya ditemukan paling banyak di
Afrika Barat dan di negara lain yang secara epidemiologis berhubungan dengan Afrika Barat.
11. PENCEGAHAN
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan HIV antara lain :

       Dianjurkan untuk selalu mengganti jarum suntik setiap hendak melakukan injeksi obat.
       Melakukan hubungan seksual yang aman dengan tidak bergonta ganti pasangan.
       Menggunakan kondom bagi mereka yang suka berhubungan seksual yang beresiko.
       Menaati tata cara perlindungan diri bagi mereka yang bekerja di bidang kesehatan.
       Hindari kontak langsung dengan darah penderita HIV AIDS.

12. ASKEP
Asuhan Keperawatan
I.   Pengkajian.

       Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
       Penampilan umum : pucat, kelaparan.
       Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari
       berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
       Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan
       perasaan takut, cemas, meringis.
       Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang
       interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan
       atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
       HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir
       atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.
       Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku
       kuduk, kejang, paraplegia.
       Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
       Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
       Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan,
       batuk produktif atau non produktif.
GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,
         inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
         Gu : lesi atau eksudat pada genital,
         Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.



II.   Diagnosa keperawatan

         Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang
         beresiko.
         Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi
         nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
         Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,
         kelelahan.
         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
         meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
         Diare berhubungan dengan infeksi GI
         Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang
         dicintai.

III. Perencanaan keperawatan.


       Diagnosa                                           Perencanaan Keperawatan
      Keperawatan         Tujuan dan criteria               Intervensi                       Rasional
                                  hasil
 Resiko tinggi         Pasien akan bebas       1.Monitor tanda-tanda infeksi     Untuk pengobatan dini
 infeksi               infeksi oportunistik dan  baru.                           Mencegah pasien terpapar oleh
 berhubungan           komplikasinya dengan2.    gunakan teknik aseptik pada     kuman patogen yang diperoleh di
 dengan                kriteria tak ada tanda-   setiap tindakan invasif. Cuci   rumah sakit.
 imunosupresi,         tanda infeksi baru, lab   tangan sebelum meberikan
 malnutrisi dan pola   tidak ada infeksi         tindakan.                       Mencegah bertambahnya infeksi
 hidup yang            oportunis, tanda vital 3. Anjurkan pasien metoda
 beresiko.             dalam batas normal,       mencegah terpapar terhadap
                       tidak ada luka atau       lingkungan yang patogen.
                       eksudat.                4.Kumpulkan spesimen untuk        Meyakinkan diagnosis akurat dan
                                                 tes lab sesuai order.           pengobatan
                                              5. Atur pemberian antiinfeksi
                                                 sesuai order                    Mempertahankan kadar darah
                                                                                 yang terapeutik
 Resiko tinggi         Infeksi HIV tidak      1.    Anjurkan pasien atau orang   Pasien dan keluarga mau dan
infeksi (kontak        ditransmisikan, tim        penting lainnya metode       memerlukan informasikan ini
pasien)                kesehatan                  mencegah transmisi HIV
berhubungan            memperhatikan              dan kuman patogen lainnya.   Mencegah transimisi infeksi HIV
dengan infeksi         universal precautions 2.   Gunakan darah dan cairan     ke orang lain
HIV, adanya            dengan kriteriaa kontak    tubuh precaution bial
infeksi                pasien dan tim             merawat pasien. Gunakan
nonopportunisitik      kesehatan tidak            masker bila perlu.
yang dapat             terpapar HIV, tidak
ditransmisikan.        terinfeksi patogen lain
                       seperti TBC.
Intolerans aktivitas   Pasien berpartisipasi 1.    Monitor respon fisiologis   Respon bervariasi dari hari ke
berhubungan            dalam kegiatan, dengan     terhadap aktivitas           hari
dengan kelemahan,      kriteria bebas dyspnea2.    Berikan bantuan perawatan
pertukaran oksigen,    dan takikardi selama       yang pasien sendiri tidak    Mengurangi kebutuhan energi
malnutrisi,            aktivitas.                 mampu
kelelahan.                                   3.    Jadwalkan perawatan         Ekstra istirahat perlu jika karena
                                                  pasien sehingga tidak        meningkatkan kebutuhan
                                                  mengganggu isitirahat.       metabolik
Perubahan nutrisi      Pasien mempunyai 1.         Monitor kemampuan           Intake menurun dihubungkan
kurang dari            intake kalori dan          mengunyah dan menelan.       dengan nyeri tenggorokan dan
kebutuhan tubuh        protein yang adekuat 2.     Monitor BB, intake dan      mulut
berhubungan            untuk memenuhi             ouput                        Menentukan data dasar
dengan intake yang     kebutuhan             3.    Atur antiemetik sesuai      Mengurangi muntah
kurang,                metaboliknya dengan        order                        Meyakinkan bahwa makanan
meningkatnya           kriteria mual dan     4.    Rencanakan diet dengan      sesuai dengan keinginan pasien
kebutuhan              muntah dikontrol,          pasien dan orang penting
metabolic, dan         pasien makan TKTP,         lainnya.
menurunnya             serum albumin dan
absorbsi zat gizi.     protein dalam batas n
                       ormal, BB mendekati
                       seperti sebelum sakit.
Diare berhubungan      Pasien merasa nyaman  1.  Kaji konsistensi dan          Mendeteksi adanya darah dalam
dengan infeksi GI      dan mengnontrol diare,   frekuensi feses dan adanya     feses
                       komplikasi minimal       darah.
                       dengan kriteria perut 2.  Auskultasi bunyi usus         Hipermotiliti mumnya dengan
                       lunak, tidak tegang, 3.   Atur agen antimotilitas dan   diare
                       feses lunak dan warna    psilium (Metamucil) sesuai     Mengurangi motilitas usus, yang
                       normal, kram perut       order                          pelan, emperburuk perforasi pada
                       hilang,               4.  Berikan ointment A dan D,     intestinal
                                                vaselin atau zinc oside        Untuk menghilangkan distensi
Tidak efektif          Keluarga atau orang 1. Kaji koping keluarga             Memulai suatu hubungan dalam
koping keluarga        penting lain             terhadap sakit pasein dan      bekerja secara konstruktif dengan
berhubungan            mempertahankan           perawatannya                   keluarga.
dengan cemas           suport sistem dan     2. Biarkan keluarga               Mereka tak menyadari bahwa
tentang keadaan        adaptasi terhadap        mengungkapkana perasaan        mereka berbicara secara bebas
yang orang             perubahan akan           secara verbal                  Menghilangkan kecemasan
dicintai.              kebutuhannya dengan 3. Ajarkan kepada keluaraga         tentang transmisi melalui kontak
                       kriteria pasien dan      tentang penyakit dan           sederhana.
                       keluarga berinteraksi    transmisinya.
                       dengan cara yang
                       konstruktif
13. ASPEK LEGAL ETIS
• Autonomy (penentu pilihan)
Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan
sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu secara
holistik.


• Non Maleficence (do no harm)
Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya.
Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti
dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja.


• Beneficence (do good)
Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan
baik, yaitu, mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga.


• Justice (perlakuan adil)
Perawat      sering   mengambil     keputusan     dengan     menggunakan       rasa   keadilan.


• Fidelity (setia)
Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang.


14. PENDKES
SATUAN ACARA PENYULUHAN
                                           (SAP)




Tema                        : Penyakit AIDS
       Sub Tema                      : Perawatan AIDS
       Sasaran                       : Ny. E
       Tempat                        : Bangsal Di rumah sakit
       Hari/Tanggal                  : Rabu, 14 Oktober 2012
       Waktu                                   : 20 Menit




A. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Ny. E dapat menjelaskan AIDS.




B. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Klien Dapat:
    Menjelaskan pengertian penyakit AIDS dengan benar
    Menjelaskan patofisiologi AIDS
    Menyebutkan faktor penyebab yang dapat menimbulkan penyakit AIDS
    Menyebutkan tanda/gejala dari penyakit AIDS
    Menjelaskan penatalaksanaan AIDS


C. Materi
1. Pengertian AIDS
2. Patofisiologi penyakit AIDS
3. Faktor penyebab dari AIDS
4. Tanda/gejala penyakit AIDS
5. Penatalaksanaan penyakit AIDS




D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab




E. Kegiatan Penyuluhan
 No      Kegiatan                Penyuluh                    Peserta           Waktu

  1.   Pembukaan       Salam pembuka                Menjawab salam
                       Menyampaikan tujuan          Menyimak,
                                                                              5 Menit
                      penyuluhan                    Mendengarkan, menjawab
                                                    pertanyaan
  2.   Kerja/ isi     Penjelasan pengertian,        Mendengarkan dengan
                      penyebab, gejala,             penuh perhatian
                      penatalaksanaan dan           Menanyakan hal-hal yang
                      patofisiologi penyakit AIDS   belum jelas
                                                                              10 menit
                      Memberi kesempatan            Memperhatikan jawaban
                      peserta untuk bertanya        dari penceramah
                      Menjawab pertanyaan           Menjawab pertanyaan
                      Evaluasi

                       Menyimpulkan                 Mendengarkan
 3.    Penutup                                                                5 Menit
                       Salam penutup                Menjawab salam




F. Media
1. Leaflet : Tentang penyakit AIDS
2. Poster tentang penyakit AIDS
G. Sumber/Referensi
a.   Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta.
b. Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
c.   FKUI. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. FKUI : Jakarta.
d. Griffith. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Arcan : Jakarta.


H. Evaluasi
Formatif    :
     Klien dapat menjelaskan pengertian AIDS
     Klien mampu menjelaskan faktor penyebab dari penyakit AIDS
     Klien dapat menjelaskan tanda/gejala penyakit AIDS
     Klien mampu menjelaskan penatalaksanaan AIDS


Sumatif     :
     Klien dapat memahami penyakit AIDS
HIV / AIDS

     1. DEFINISI

Aids adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus
yang disebut HIV yang di tandai dengan menurunnya system kekebalan tubuh sehingga pasien
AIDS mudah diserang oleh infeksi oportunistik dan kanker. ( djauzi dan djoerban,2003)

Aids adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh
yang diakibat oleh factor luar (bukan dibawa sejak lahir)

Aids diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan
dengan infeksi human immunodetciency virus HIV. (Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare)

Aids diartikan sebagai bentuk paling hebat paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan
ringan dalam respon imun tanpa dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan
berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan
malignitas yang jarang terjadi ( center for disease control and prevention).

     1. ETIOLOGI

Aids disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama HTL II, LAV, RAV. Yang nama
ilmiahnya disebutkan Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang
dikenal dengan retrovirus yang diularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap
limfosit T,

Yang ditularkan melalui :

     1. Hubungan seksual ( resiko 0,1 – 1%
     2. Darah

a)    Transfuse darah yang mengandung HIV ( resiko 90 – 98)

b)    Tertusuk jarum yang mengandung HIV ( resiko 0,3)
c)    Terpapar mukosa yang mengandung HIV (resiko 0,09 )

     1. Transmisi dari ibu ke anak ( rusak 25 – 45 % )

a)    Selama kehamilan ( rusak 7% )

b)     Saat persalinan ( rusak 18 % )

c)    Air susu ibu ( rusak 14 % )

Transmisi vertikel HIV

Tanpa intervensi : resiko total 35 %

        Selama kehamilan ( resiko 7% )
        Melahirkan (resiko 18 %)
        Sesudah persalinan ( resiko 13 %)

     1. TANDA DAN GEJALA

Stadium klinis ( stadium 1 – 4 )

Stadium klinis HIV ( WHO )

     1. Stadium klinis 1 :

        Asimtomatis
        Limfadenopati generalisasi persistemt ( LGP )

(Pembesaran kelenjar getah bening dibeberapa tempat yang menetap)

     1. Stadium klinis 2 :

        BB menurun <10 % dari BB semula
        Kelainan kulit dan mukosa ringan seperti : dermatitis seboroik, infeksi jamur kuku, ulkus
        oral
        Herpes zozter dalam 5 tahun terakhir
        Infeksi saluran napas bagian atas berulang seperti sinusitis bacterial

     1. Stadium klinis 3 :

        BB terus menurun > 10 % dari BB semula
        Diare kronis yang tidak diketahui penyebabnya berlangsung > 1 tahun
        Demam tanpa sebab yang jelas
        Kandidiasis oral
        TB paru dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakteri berat (pneumonia)
       Herpes zozter yang berkomlikasi

   1. Stadium klinis 4 :

       Badan menjadi kurus
       Pneumocystis carinii pneumonia (pcp)
       Toksoplasmosis pada otak
       Infeksi virus heper simpleks
       Mikosis ( infeksi jamur )
       Kandidiasis eosofagus, trakea, bronkus atau paru
       Sarcoma koposi
       Limfoma

Tanda dan gejala dimulai beberapa minggu sampai beberapa bulan sebelum timbulnya infeksi
oportonistik :

       Demam
       Malaise
       Keletihan
       Keringat malam
       Penurunan BB
       Diare kronik
       Limfadenopati umum
       Kamdidiasis oral

   1. MANIFESTASI KLINIS

Penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasarnya dapat mengenai semua organ.penyakit yang
berkaitan dengan HIV/AIDS terjadi akibat unfeksi, malignansi atau efek langsung HIV pada
jaringan tubuh.

Penyakit yang sering ditemukan:

   1. Respiratorius

Pneumonia pneumocystis carinii, gejala napas yang pendek, sesak napas ( dispnea),batuk, nyeri
dada dan demam akan menyertai palbagai infeksi oportunis,seperti yang disebabkan oleh
Mycobacterium aviumintracellulare (CMV)

Dan legionella.

   1. Gastrointestinal

Mencakup hilangnya selera makan, mual, vomitus, kandidiasis oral serta esophagus,dan diare
kronis.
1.   Kanker
    2.   Sarcoma Kaposi
    3.   Limfoma burkit
    4.   Penurunan imunitas
    5.
    6.   PATOFISOLOGI

         Sel t dan makrofag serta sel dendritik / langerhans (sel imun ) adalah sel-sel yang
         terinfeksi HIV dan terkonsentrasi di kelenje limfe, limpa dan sumsum tulang. HIV
         menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang
         bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon
         imun, maka HIV menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyak
         kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha
         mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
         Dengan menurunya jumlah sel t4, maka system imun seluler makin lemah secara
         progresif. Diikuti dengan berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunya fungsi
         sel T penolong.
         Seseorang yang terinfeks HIV dapat tetap tidak memperlihatkan gejala ( asimptomatik)
         selama bertahun-tahun.selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000
         sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah
         infeksi.
         Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
         oportunustik ) muncul, jumlah t4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru
         akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah.seorang
         didiagnosis mengidap AIDS apabila terjadi infeksi opurtunistik,kanker atau di mensi
         AIDS.

    1. PENATALAKSANAAN
         1. Pengobatan suporatif

Tujuan :

         Meningkatkan keadaan umum pasien
         Pemberian gizi yang sesuai
         Obat sistomatik dan vitamin
         Dukungan psikilogis

    1. Pengobatan infeksi oportunistik

Infeksi :

         Kandidiasis eosofagus
         Tuberculosis
         Toksoplasmosis
         Herpes
         Pcp
Pengobatan yang terkait AIDS,Limfoma malignum,sarcoma Kaposi dan sarcoma
       servik,di sesuaikan dengan standar terapi penyakit kanker.

Terapi :

       Flikonasol
       Rifampisin, INH, Etambutol, pirazinamid, stremptomisin
       Pirimetamin, sulfadiazine, asam folat
       Asiklovir
       Kotrimoksazol

   1. Pengobatan anti retro virus ( ARV )

Tujuan :

       Mengurangi kematian dan kesakitan
       Menurunkan jumlah virus
       Meningkatkan kekebalan tubuh
       Mengurangi resiko penularan

ASKEP HIV/AIDS

1.Pengkajian

a. Riwayat penyakit

banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Seperti diabetes
meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis. Keberadaan penyakit
seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imonokompetensi
pasien.

b.Pemeriksaan fisik dan keluhan

       Aktivitas / istirahat
          o Gejala :mudah lelah, intoleran activity, progresi malaise, perubahan pola tidur.
          o Tanda : Kelemahan otot, menurunnya assa otot, respo fisiologi aktivitas
              (perubahan TD, frekuensi jantung dan pernafasan).
          o Sirkulasi
                    Gejala : penyembuhan yang lambat (anemia),perdarahan lama pada
                        cedera.
                    Tanda : perubahan TD postural, menurunnya volume nadi perifer, pucat/
                        sianosis,        perpanjangan pengisian kapiler.
                    Intergitas dan ego
                             Gejala : stress berhubungan dengan kehilangan, menguatirkan
                                penampilan,        mengingkari diagnose, putus asa.
                             Tanda : mengingkari,cemas, depresi,takut, menarik diri, marah.
   Eliminasi
        Gejala : diare terus-menerus,sering dengan atau tanpa kram
           abdominal, nyeri               panggul , rasa tebakar saat
           miksi.
        Tanda : feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah,
           diare pekat,sering nyeri tekan abdominal,lesi/ abses rectal,
           perional ,perubahan jumlah, warna dan           karakter
           urine.
        Makanan atau cairan
                Gejala : anoreksia, mual, muntah, disfagia,
                Tanda : turgor kulit buruk, lesi rongga mulut
                   kesehatan gigi dan gusi yang buruk,edema .
                Hygiene
                        Gejala : tidak dapat menyelesaikan AKS
                        Tanda : penampilan tidak rapai,kurang
                           percaya diri.
                        Neurosensori
                                Gejala : pusing,sakit
                                  kepala,perubahan status
                                  mental,kerusakan status indera,
                                  kelemaan otot, tremor,perubahan
                                  penglihatan.
                                Tanda : perubahan status mental, ide
                                  paranoid,ansietas, reflek tidak
                                  normal,tremor,kejang, hemiparesis.
                                Nyeri/ nyaman
                                       Gejala : nyeri umum/ local,
                                         rasa terbakar, sakit kepala,
                                         nyeri dada pleuritas.
                                       Tanda : bengkak sendi, nyeri
                                         kelenjar, nyeri tekan,
                                         penurunan rentan gerak.
                                       Pernapasan

                                                Gejala : ISK sering/
                                                menetap,napas
                                                pendek,progresif,batu
                                                k,sesak pada dada.
                                                Tanda : takipnea,
                                                distress pernapasan,
                                                perubahan bunyi
                                                napas, adanya
                                                sputum.
                                                Keamanan
                                                    o Gejala :
                                                        riwayat jatuh,
terbakar,
    pingsan, luka,
    tranfusi darah,
    penyakit
    defisiensi
          imun,
    demam
    berulang,
    bekeringat
    malam.
o   Tanda :
    perubahan
    integritas
    kulit,
    pelebaran
    kelenjar
    limfe,menurun
    nya

    tekananan.
o   Seksualitas
         Gejala
           :
           riwayat
           berpril
           aku,
           sejs
           beresik
           o
           tinggi,
         Tanda
           :
           kehami
           lan,
           herpes,
           genetal
           ia.
         Interak
           si
           social
                     G
                      e
                      j
                      a
                      l
                      a
:

m
a
s
a
l
a
h

y
a
n
g

d
i
t
i
m
b
u
l
k
a
n

o
l
e
h

d
i
a
g
n
o
s
i
s
,

i
s
o
                                l
                                a
                                s
                                i
                                ,

                                k
                                e
                                s
                                e
                                p
                                i
                                a
                                n
                                .
                               T
                                a
                                n
                                d
                                a

                                :

                                p
                                e
                                r
                                u
                                b
                                a
                                h
                                a
                                n

                                i
                                n
                                t
                                e
                                r
                                a
                                k
                                s
                                i

Penyuluhan / pembelajaran
o   Gejala : kegagalan dalam perawatan, prilaku seks beresiko
               tinggi,                       penyalahgunaan obat-obatan.alkohol.

c. pemeriksaan diagnostic

1. Tes laboratorium

Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiaknosa HIV dan memantau
perkembangan penyakit serta respon terhadap terapi HIV.

   1. Serologis

       Tes antibody serum

Skrining HIV, hasil tes positf,tapi bukan merupakan diagnose

       Tes blot western

Mengkonfirmasi diagnose HIV

       Sel T limfosit

Penurunan jumlah total

       Sel T4 helper

Indicator system imun

       Sel T8 (Sel supresor sitopatik)
       P24 (Protein pembungkus HIV)

Peningkatan nilai kuantitatif protein mengindentifikasi progresi

       Kadar Ig
       Reaksi rantai polymerase

Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler

       Tes PHS

   1. Budaya

Histologist, pemeriksaan sitologis, urine, darah, feces, cairan spinal, luka

   1. Neutologis
EEG, MRI, CT scan otak, EMG (Pemeriksaan saraf)

   1. Sinar X dada
   2. Tes fungsi pulmonal

2. Tes antibody

Jika seseorang terinfeksi HIV maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody
terhadap virus tersebut. Anti body terbentuk dalam 3-12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai
6-12 bulan.

B. Diaknosa keperawatan

Diagnosa        Perencanaan Keperawatan
Keperawatan     Tujuan dan criteria Intervensi                 Rasional
                hasil
Resiko tinggi   Pasien akan bebas       1. Monitor tanda-      Untuk pengobatan dini
infeksi         infeksi oportunistik       tanda infeksi baru.
berhubungan     dan komplikasinya       2. gunakan teknik      Mencegah pasien terpapar
dengan          dengan kriteria tak        aseptik pada setiap oleh kuman patogen yang
imunosupresi,   ada tanda-tanda            tindakan invasif. diperoleh di rumah sakit.
malnutrisi dan  infeksi baru, lab          Cuci tangan
pola hidup yang tidak ada infeksi          sebelum meberikan Mencegah bertambahnya
beresiko.       oportunis, tanda vital     tindakan.           infeksi
                dalam batas normal,     3. Anjurkan pasien
                tidak ada luka atau        metoda mencegah Meyakinkan diagnosis akurat
                eksudat.                   terpapar terhadap dan pengobatan
                                           lingkungan yang
                                           patogen.            Mempertahankan kadar darah
                                        4. Kumpulkan           yang terapeutik
                                           spesimen untuk tes
                                           lab sesuai order.
                                        5. Atur pemberian
                                           antiinfeksi sesuai
                                           order

Resiko tinggi       Infeksi HIV tidak       1. Anjurkan pasien Pasien dan keluarga mau dan
infeksi (kontak     ditransmisikan, tim        atau orang penting memerlukan informasikan ini
pasien)             kesehatan                  lainnya metode
berhubungan         memperhatikan              mencegah           Mencegah transimisi infeksi
dengan infeksi      universal precautions      transmisi HIV dan HIV ke orang lain
HIV, adanya         dengan kriteriaa           kuman patogen
infeksi             kontak pasien dan          lainnya.
nonopportunisitik   tim kesehatan tidak     2. Gunakan darah dan
yang dapat          terpapar HIV, tidak        cairan tubuh
ditransmisikan.     terinfeksi patogen         precaution bial
lain seperti TBC.          merawat pasien.
                                         Gunakan masker
                                         bila perlu.

Intolerans    Pasien berpartisipasi   1. Monitor respon
aktivitas     dalam kegiatan,            fisiologis terhadap
berhubungan   dengan kriteria            aktivitas
dengan        bebas dyspnea dan       2. Berikan bantuan
kelemahan,    takikardi selama           perawatan yang
pertukaran    aktivitas.                 pasien sendiri tidak
oksigen,                                 mampu
malnutrisi,                           3. Jadwalkan
kelelahan.                               perawatan pasien
                                         sehingga tidak
                                         mengganggu
                                         isitirahat.
Pengertian

AIDS atauAcquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya system kekebalan tubuh oleh vurus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia
dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.

Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan
Immune : Sistem kekebalan tubuh
Deficiency : Kekurangan
Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit

Kerusakan progrwsif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV
/AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang
biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan
meninggal.

AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh
yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir )

AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan
dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda
G.Bare )

AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam
respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan
dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang
jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention )


Etiologi

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang
nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang
dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap
limfosit T.


Patofisiologi

Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum
tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan
protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel
T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga
dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang
terinfeksi.

Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif.
Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.

Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4
dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per
ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik )
muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus
berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila
jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik,
kanker atau dimensia AIDS.


Klasifikasi

Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C)
dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.

1. Kategori Klinis A

Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis
B dan C

   1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
   2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized
      Limpanodenophaty )
   3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai
      atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.


2. Kategori Klinis B

Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :

   1.   Angiomatosis Baksilaris
   2.   Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
   3.   Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
   4.   Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
   5.   Leukoplakial yang berambut
6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu
      dermaton saraf.
   7. Idiopatik Trombositopenik Purpura
   8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii


3. Kategori Klinis C

Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :

   1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
   2. Kanker serviks inpasif
   3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
   4. Kriptokokosis ekstrapulmoner
   5. Kriptosporidosis internal kronis
   6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
   7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
   8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
   9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
   10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
   11. Isoproasis intestinal yang kronis
   12. Sarkoma Kaposi
   13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak

       Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner

   14. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
   15. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
   16. Pneumonia Pneumocystic Cranii
   17. Pneumonia Rekuren
   18. Leukoenselophaty multifokal progresiva
   19. Septikemia salmonella yang rekuren
   20. Toksoplamosis otak
   21. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)


Gejala Dan Tanda

Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan
sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami
demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit,
limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.

Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5
tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang
paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu
protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal

   1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

       Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam
       berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar
       getah bening, dan bercak merah ditubuh.



   2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala

       Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah
       akan diperoleh hasil positif.



   3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan
      kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.


Komplikasi

   1. Oral Lesi

       Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
       Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan
       berat badan, keletihan dan cacat.



   2. Neurologik
         o kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency
            Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan
            kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
         o Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
            ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala,
            malaise, demam, paralise, total / parsial.
         o Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
            endokarditis.
         o Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci
            Virus (HIV)
3. Gastrointestinal
         o Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
             sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
             badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
         o Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
             alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
         o Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
             sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-
             gatal dan siare.



   4. Respirasi

      Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus,
      dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.



   5. Dermatologik

      Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
      reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi
      skunder dan sepsis.



   6. Sensorik
         o Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
         o Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
             dengan efek nyeri.


Penatalaksanaan

Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus
(HIV), bisa dilakukan dengan :

      Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak
      terinfeksi.
      Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak
      terlindungi.
      Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human
      Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
      Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.


Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :

   1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik

       Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
       opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk
       mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi
       pasien dilingkungan perawatan kritis.



   2. Terapi AZT (Azidotimidin)

       Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS,
       obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
       menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah
       sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency
       Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3



   3. Terapi Antiviral Baru

       Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
       replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah
       :
           o Didanosine
           o Ribavirin
           o Diedoxycytidine
           o Recombinant CD 4 dapat larut




   4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus

       Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
       perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
       keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.



   5. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari
      stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
6. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
   reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
1. Pengertian

HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system
kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS.
Sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam
waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi
imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan
terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang
sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).

AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh
manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).

AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh (dr. JH.
Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).



   1. Etiologi

Penyebab AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yakni sejenis virus RNA yang
tergolong retrovirus. Dasar utama penyakit infeksi HIV ialah berkurangnya jenis sel darah putih
(Limfosit T helper) yang mengandung marker CD4 (Sel T4). Limfosit T4 mempunyai pusat dan
sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi kebanyakan
fungsi-fungsi kekebalan, sehingga kelainan-kelainan fungsional pada sel T4 akan menimbulkan
tanda-tanda gangguan respon kekebalan tubuh. Setelah HIV memasuki tubuh seseorang, HIV
dapat diperoleh dari lifosit terutama limfosit T4, monosit, sel glia, makrofag dan cairan otak
penderita AIDS.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

   1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
   2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
   3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
   4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, BB
      menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
   5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
      Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan
      manifestasi neurologist.



AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang
termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1.   Lelaki homoseksual atau biseks.
   2.   Orang yang ketagian obat intravena
   3.   Partner seks dari penderita AIDS
   4.   Penerima darah atau produk darah (transfusi).
   5.   Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.



   1. Macam Infeksi HIV

Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi menjadi tiga Tahap :

   1. Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan limfoid,
      terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan pengaturan
      replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara klinis merupakan
      penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok, mialgia non-spesifik, dan
      meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah CD4+ sel T menjadi normal terjadi
      dalam waktu 6-12 minggu.
   2. Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan replikasi. virus
      yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+ secara perlahan menurun.
      Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar limfe yang luas tanpa gejala yang jelas.
      Tahap ini dapat mencapai beberapa tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan
      kulit, kelelahan, dan viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun.
   3. Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh penderita secara
      cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan, diare, infeksi oportunistik,
      dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC
      di Amerika Serikat menganggap semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T
      CD4+ kurang dari 200 sel/µl sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum terlihat. (
      Robbins, dkk, 1998 : 143 )



   1. Patofisiologi

Menginfeksi limfosit T4 dan monosit. Partikel-2 HIV bebas yang dilepas dari sel yang terinfeksi
dpt berikatan dgn sel lain yang tidak terinfeksi. Segera setalah masuk kedlm sel, enzim dalam
kompleks nukleoprotein menjadi aktif dan dimulailah siklus reproduksi. Limfosit T,
monosit/makrofag adalah sel pertama yang terinfeksi. Besar kemungkinan bahwa sel dendritik
berperan dalam penyebabaran HIV dalam jaringan limfoid fungsi sel dendritik menangkap
antigen dalam epitel lalu masuk melalui kontak antar sel.

Dalam beberapa hari jumlah virus dalam kelenjar berlipat ganda dan mengakibatkan viremia.
Pada saat itu jumlah virus dalam darah infeksi akut. Viremia menyebabkan virus menyebar
diseluruh tubuh dan menginfeksi sel T, monosit maupun makrofag dlm jaringan limfoid perifer.
Sistem immun spesifik akan berupaya mengendalikan infeksi yang nampak dari menurunnya
kadar viremia. Setelah infeksi akut, berlangsung fase kedua dimana kelenjar getah bening dan
limfa merupakan tempat replikasi virus dan dekstruksi jaringan secara terus menerus fase laten.

Destruksi sel T dlm jaringan limfoid terus berlangsung sehingga jumlah sel T makin lama makin
menurun (jml sel T dlm jaringan limfoid 90 % dari jml sel T diseluruh tubuh). Selama masa
kronik progresif,m respon imun thdp infeksi lain akan meransang produksi HIV dan
mempercepat dekstruksi sel T, selanjutnya penyakit bertambah progresif dan mencapai fase letal
yang disebut AIDS.

   1. Viremis meningkat drastis karena karena replikasi virus di bagian lain dalam tubuh
      meningkat pasien menderita infeksi oportunistik, cacheksia, keganasan dan degenerasi
      susunan saraf pusat.
   2. Kehilangan limfosit Th menyebabkan pasien peka thdp berbagai jenis infeksi dan
      menunjukkan respon immune yang inefektif thdp virud onkogenik.Masa inkubasi
      diperkirakan bervariasi → 2 – 5 tahun

F. Tanda dan Gejala

Adanya HIV dalam tubuh seseorang tidak dapat dilihat dari penampilan luar. Orang yang
terinfeksi tidak akan menunjukan gejala apapun dalam jangka waktu yang relatif lama (±7-10
tahun) setelah tertular HIV. Masa ini disebut masa laten. Orang tersebut masih tetap sehat dan
bisa bekerja sebagaimana biasanya walaupun darahnya mengandung HIV. Masa inilah yang
mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat, karena orang terinfeksi secara tidak disadari dapat
menularkan kepada yang lainnya. Dari masa laten kemudian masuk ke keadaan AIDS dengan
gejala sebagai berikut:

Gejala Mayor:

   1.   Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
   2.   Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
   3.   Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
   4.   Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
   5.   Demensia/ HIV ensefalopati

Gejala Minor:

   1.   Batuk menetap lebih dari 1 bulan
   2.   Dermatitis generalisata
   3.   Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang
   4.   Kandidias orofaringeal
   5.   Herpes simpleks kronis progresif
   6.   Limfadenopati generalisata
   7.   Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
   8.   Retinitis virus sitomegalo

Ada beberapa Tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai timbul gejala AIDS:
1. Tahap 1: Periode Jendela
         1. HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV dalam
             darah
         2. Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
         3. Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini
         4. Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu – 6 bulan
   2. Tahap 2: HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:
         1. HIV berkembang biak dalam tubuh
         2. Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
         3. Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk
             antibody terhadap HIV
         4. Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya
             (rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek)
   3. Tahap 3: HIV Positif (muncul gejala)
         1. Sistem kekebalan tubuh semakin turun
         2. Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa
             di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll
         3. Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya
   4. Tahap 4: AIDS
         1. Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah
         2. Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah



G. Klasifikasi

Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C)
dan orang yang termasuk didalam kategori A atau B dianggap menderita AIDS.

   1. Kategori Klinis A

Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis
B dan C

   1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
   2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized
      Limpanodenophaty )
   3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai
      atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
   4. Kategori Klinis B

Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :

   1. Angiomatosis Baksilaris
   2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
   4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
   5. Leukoplakial yang berambut
   6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu
      dermaton saraf.
   7. Idiopatik Trombositopenik Purpura
   8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
   9. Kategori Klinis C

Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :

   1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
   2. Kanker serviks inpasif
   3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
   4. Kriptokokosis ekstrapulmoner
   5. Kriptosporidosis internal kronis
   6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
   7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
   8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
   9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
   10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
   11. Isoproasis intestinal yang kronis
   12. Sarkoma Kaposi
   13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
   14. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
   15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
   16. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
   17. Pneumonia Pneumocystic Cranii
   18. Pneumonia Rekuren
   19. Leukoenselophaty multifokal progresiva
   20. Septikemia salmonella yang rekuren
   21. Toksoplamosis otak
   22. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)



   1. Penularan HIV-AIDS

HIV dapat ditemukan pada semua cairan tubuh penderita, tetapi yang terbukti penularannya
adalah melalui darah, air mani dan cairan serviks/vagina saja. Cara penularan HIV/AIDS ini
dapat melalui :

   1. Hubungan seksual
   2. Penerimaan darah atau produk darah melalui transfusi darah
   3. Penggunaan alat suntik, alat medis dan alat tusuk lain (tato, tindik, akupuntur, dll.) yang
      tidak steril
4. Penerimaan organ, jaringan atau air mani
   5. Penularan dari ibu hamil kepada janin yang dinkandungnya.
   6. Sampai saat ini belum terbukti penularan melalui gigitan serangga, minuman, makanan
      atau kontak biasa dalam keluarga, sekolah, kolam renang, WC umum atau tempat kerja
      dengan penderita AIDS




   1. Pencegahan Penularan HIV-AIDS

Dengan mengetahui cara penularan HIV, maka akan lebih mudah melakukan langkah-langkah
pencegahannya. Secara mudah, pencegahan HIV dapat dilakukan dengan rumusan ABCDE
yaitu:

   1. A= Abstinence, tidak melakukan hubungan seksual atau tidak melakukan hubungan
      seksual sebelum menikah
   2. B = Being faithful, setia pada satu pasangan, atau menghindari berganti-ganti pasangan
      seksual
   3. C = Condom, bagi yang beresiko dianjurkan selalu menggunakan kondom secara benar
      selama berhubungan seksual
   4. D = Drugs injection, jangan menggunakan obat (Narkoba) suntik dengan jarum tidak
      steril atau digunakan secara bergantian
   5. E = Education, pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang hal-hal yang berkaitan
      dengan HIV/AIDS




   1. Pemeriksaan Diagnostik
         1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
                1. ELISA
                2. Western blot
                3. P24 antigen test
                4. Kultur HIV
                5. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
                       1. Hematokrit
                       2. LED
                       3. CD4 limfositRasio CD4/CD limfosit
                       4. Serum mikroglobulin B2
                       5. Hemoglobulin
1. Penatalaksanaan

Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi HIV perlu dilakukan.
Pencegahan berarti tdk kontak dgn cairan tubuh yang tercemar HIV.

   1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau
sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.

   1. Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat
ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat
enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 .
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif
asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

   1. Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi
virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :

       Didanosine
       Ribavirin
       Diedoxycytidine
       Recombinant CD 4 dapat larut

   1. Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit
khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan
penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

       Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari
       stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
       Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
       reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HIV-AIDS

   1. Pengkajian
         1. Identitas
         2. Riwayat Keperawatan
                 1. Riwayat penyakit sekarang

Kehilangan BB,Demam, Diare

   1. Riwayat penyakit masa lalu

Riwayat menerima tranfusi darah, Riwayat penyakit seksual

   1. Riwayat Sosial

Penggunaan obat obat terlarang, Pekerjaan, Support sistem

   1. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari
      berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
   2. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan
      perasaan takut, cemas, meringis.
   3. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang
      interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan
      atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi
   4. Pemeriksaan Fisik
          1. Keadaan umum tampak sakit sedang, berat
          2. Kulit terdapat rush, steven jhonson
          3. Mata merah, icterik, gangguan penglihatan
          4. Leher: pembesaran KGB
          5. Telinga dan hidung; sinusitis berdengung
          6. Rongga mulut: candidiasis
          7. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan ,
              kaku kuduk, kejang, paraplegia.
          8. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
          9. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
          10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu
              pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
          11. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,
              inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
          12. Gu : lesi atau eksudat pada genital,
          13. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.
1. Pemeriksaan penunjang
      1. Hitung limfosit
      2. CD4
      3. Mantouk test
      4. Test elisa




1. Diagnosa Keperawatan
      1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola
         hidup yang beresiko.
      2. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot
         pernafasan.
      3. Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
      4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
         kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
      5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
         malnutrisi, kelelahan.
      6. Gangguan eliminasi (BAB) berhubungan dengan infeksi GI
      7. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya
         infeksi non opportunisitik yang dapat ditransmisikan.
      8. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang
         orang dicintai.
IMUN RESPON
IMUN RESPON

More Related Content

What's hot

What's hot (20)

Soal dan pembahasan sistem imun by syifa rahmi fadhila
Soal dan pembahasan sistem imun by syifa rahmi fadhilaSoal dan pembahasan sistem imun by syifa rahmi fadhila
Soal dan pembahasan sistem imun by syifa rahmi fadhila
 
Sistem Kekebalan Tubuh (IMMUN)
Sistem Kekebalan Tubuh (IMMUN)Sistem Kekebalan Tubuh (IMMUN)
Sistem Kekebalan Tubuh (IMMUN)
 
Ibd sistem imun
Ibd sistem imunIbd sistem imun
Ibd sistem imun
 
imunologi
imunologiimunologi
imunologi
 
Sistem Kekebalan Tubuh Manusia
Sistem Kekebalan Tubuh ManusiaSistem Kekebalan Tubuh Manusia
Sistem Kekebalan Tubuh Manusia
 
Biologi sistem imun
Biologi sistem imunBiologi sistem imun
Biologi sistem imun
 
Anatomi & fisiologi sistem imunologi
Anatomi & fisiologi sistem imunologiAnatomi & fisiologi sistem imunologi
Anatomi & fisiologi sistem imunologi
 
Sistem imun kel 7
Sistem imun kel 7Sistem imun kel 7
Sistem imun kel 7
 
Makalah sistem imunologi jadi
Makalah sistem imunologi jadiMakalah sistem imunologi jadi
Makalah sistem imunologi jadi
 
Bab 10 sistem pertahanan tubuh
Bab 10 sistem pertahanan tubuhBab 10 sistem pertahanan tubuh
Bab 10 sistem pertahanan tubuh
 
PPT SIstem Imunitas / Sistem Kekebalan Tubuh
PPT SIstem Imunitas / Sistem Kekebalan TubuhPPT SIstem Imunitas / Sistem Kekebalan Tubuh
PPT SIstem Imunitas / Sistem Kekebalan Tubuh
 
Buku
BukuBuku
Buku
 
Imunologi
ImunologiImunologi
Imunologi
 
(1) sistem imun
(1) sistem imun(1) sistem imun
(1) sistem imun
 
Imunokimia - Biokimia
Imunokimia - BiokimiaImunokimia - Biokimia
Imunokimia - Biokimia
 
soal-soal tentang sistem kekebalan tubuh
soal-soal tentang sistem kekebalan tubuhsoal-soal tentang sistem kekebalan tubuh
soal-soal tentang sistem kekebalan tubuh
 
Sistem pertahanan tubuh
Sistem pertahanan tubuhSistem pertahanan tubuh
Sistem pertahanan tubuh
 
Pertahanan tubuh
Pertahanan tubuhPertahanan tubuh
Pertahanan tubuh
 
Sistem pertahanan tubuh
Sistem pertahanan tubuhSistem pertahanan tubuh
Sistem pertahanan tubuh
 
Sistem imun akper
Sistem imun akperSistem imun akper
Sistem imun akper
 

Viewers also liked

Asuhan Keperawatan Pada Pasien AIDS
 Asuhan Keperawatan Pada Pasien AIDS Asuhan Keperawatan Pada Pasien AIDS
Asuhan Keperawatan Pada Pasien AIDSpjj_kemenkes
 
Imunologi
ImunologiImunologi
ImunologiCahya
 
Discussion Notes 2 : Respon Imun Adaptif
Discussion Notes 2 : Respon Imun AdaptifDiscussion Notes 2 : Respon Imun Adaptif
Discussion Notes 2 : Respon Imun AdaptifCatatan Medis
 
Curs 11-histo-limfopoieza-ly-sist-ly-timus
Curs 11-histo-limfopoieza-ly-sist-ly-timusCurs 11-histo-limfopoieza-ly-sist-ly-timus
Curs 11-histo-limfopoieza-ly-sist-ly-timusCristina Draghita
 
QBD 3 Hipersensitivitas
QBD 3 HipersensitivitasQBD 3 Hipersensitivitas
QBD 3 HipersensitivitasCatatan Medis
 
Humoral Immunity Lecture
Humoral Immunity LectureHumoral Immunity Lecture
Humoral Immunity LectureMD Specialclass
 
Humoral immunity
Humoral immunityHumoral immunity
Humoral immunityhussamdr
 
Humoral immune response
Humoral immune responseHumoral immune response
Humoral immune responsesufihannan
 
Biologi un 2014 materi
Biologi un 2014 materiBiologi un 2014 materi
Biologi un 2014 materi21 Memento
 

Viewers also liked (12)

Asuhan Keperawatan Pada Pasien AIDS
 Asuhan Keperawatan Pada Pasien AIDS Asuhan Keperawatan Pada Pasien AIDS
Asuhan Keperawatan Pada Pasien AIDS
 
Makalah imunologi2
Makalah imunologi2Makalah imunologi2
Makalah imunologi2
 
Imunologi
ImunologiImunologi
Imunologi
 
Discussion Notes 2 : Respon Imun Adaptif
Discussion Notes 2 : Respon Imun AdaptifDiscussion Notes 2 : Respon Imun Adaptif
Discussion Notes 2 : Respon Imun Adaptif
 
Curs 11-histo-limfopoieza-ly-sist-ly-timus
Curs 11-histo-limfopoieza-ly-sist-ly-timusCurs 11-histo-limfopoieza-ly-sist-ly-timus
Curs 11-histo-limfopoieza-ly-sist-ly-timus
 
QBD 3 Hipersensitivitas
QBD 3 HipersensitivitasQBD 3 Hipersensitivitas
QBD 3 Hipersensitivitas
 
Materi sistem imun
Materi sistem imun Materi sistem imun
Materi sistem imun
 
Sel b respon imun humoral
Sel b respon imun humoralSel b respon imun humoral
Sel b respon imun humoral
 
Humoral Immunity Lecture
Humoral Immunity LectureHumoral Immunity Lecture
Humoral Immunity Lecture
 
Humoral immunity
Humoral immunityHumoral immunity
Humoral immunity
 
Humoral immune response
Humoral immune responseHumoral immune response
Humoral immune response
 
Biologi un 2014 materi
Biologi un 2014 materiBiologi un 2014 materi
Biologi un 2014 materi
 

Similar to IMUN RESPON

desa imunology dan imunitas pada trauma.pptx
desa imunology dan imunitas pada trauma.pptxdesa imunology dan imunitas pada trauma.pptx
desa imunology dan imunitas pada trauma.pptxArfiantoNur1
 
Anatomi Sistem imun
Anatomi Sistem imunAnatomi Sistem imun
Anatomi Sistem imunYesi Tika
 
Makalah sistem imunologi
Makalah sistem imunologiMakalah sistem imunologi
Makalah sistem imunologiWarnet Raha
 
Imunologi sistem imun adaptive
Imunologi sistem imun adaptiveImunologi sistem imun adaptive
Imunologi sistem imun adaptiveSiti Avirda
 
SEL SEL IMUN INTERAKSI HOST DAN BAKTERI PADA PENYAKIT PERIODONTAL.pptx
SEL SEL IMUN INTERAKSI HOST DAN BAKTERI PADA PENYAKIT PERIODONTAL.pptxSEL SEL IMUN INTERAKSI HOST DAN BAKTERI PADA PENYAKIT PERIODONTAL.pptx
SEL SEL IMUN INTERAKSI HOST DAN BAKTERI PADA PENYAKIT PERIODONTAL.pptxjeongjaehyunkiyowo14
 
Sistem Pertahanan Tubuh (Imunitas)
Sistem Pertahanan Tubuh (Imunitas)Sistem Pertahanan Tubuh (Imunitas)
Sistem Pertahanan Tubuh (Imunitas)Ronald Siregar
 
Sistem imun dan peradangan 1
Sistem imun dan peradangan 1Sistem imun dan peradangan 1
Sistem imun dan peradangan 1ADRYAN LANGIT
 
Makalah anafilaktif
Makalah anafilaktifMakalah anafilaktif
Makalah anafilaktifWarnet Raha
 
Imunitas Seluler dan Humoral.pptx
Imunitas Seluler dan Humoral.pptxImunitas Seluler dan Humoral.pptx
Imunitas Seluler dan Humoral.pptxnaima462757
 
Makalah sistem imunitas 1
Makalah sistem imunitas 1Makalah sistem imunitas 1
Makalah sistem imunitas 1mohamad rizal
 
sistem pertahanan tubuh
sistem pertahanan tubuhsistem pertahanan tubuh
sistem pertahanan tubuhmarisamizani25
 
Kekebalan adaptif
Kekebalan adaptifKekebalan adaptif
Kekebalan adaptifRafiamartya
 
Materi Perkuliahan KONSEP DASAR IMUNOLOGI
Materi Perkuliahan KONSEP DASAR IMUNOLOGIMateri Perkuliahan KONSEP DASAR IMUNOLOGI
Materi Perkuliahan KONSEP DASAR IMUNOLOGISepti Purnamasari
 
3 BAB III. GAMBARAN UMUM SISTEM IMUN.ppt
3 BAB III. GAMBARAN UMUM SISTEM IMUN.ppt3 BAB III. GAMBARAN UMUM SISTEM IMUN.ppt
3 BAB III. GAMBARAN UMUM SISTEM IMUN.pptssuser297c991
 
Bab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptx
Bab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptxBab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptx
Bab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptxavita12
 
Bab_10_Sistem_Pertahanan_Tubuh.pptx
Bab_10_Sistem_Pertahanan_Tubuh.pptxBab_10_Sistem_Pertahanan_Tubuh.pptx
Bab_10_Sistem_Pertahanan_Tubuh.pptxGerlhyReynaldoWaworu
 

Similar to IMUN RESPON (20)

desa imunology dan imunitas pada trauma.pptx
desa imunology dan imunitas pada trauma.pptxdesa imunology dan imunitas pada trauma.pptx
desa imunology dan imunitas pada trauma.pptx
 
Anatomi Sistem imun
Anatomi Sistem imunAnatomi Sistem imun
Anatomi Sistem imun
 
Makalah sistem imunologi
Makalah sistem imunologiMakalah sistem imunologi
Makalah sistem imunologi
 
Imunologi sistem imun adaptive
Imunologi sistem imun adaptiveImunologi sistem imun adaptive
Imunologi sistem imun adaptive
 
SEL SEL IMUN INTERAKSI HOST DAN BAKTERI PADA PENYAKIT PERIODONTAL.pptx
SEL SEL IMUN INTERAKSI HOST DAN BAKTERI PADA PENYAKIT PERIODONTAL.pptxSEL SEL IMUN INTERAKSI HOST DAN BAKTERI PADA PENYAKIT PERIODONTAL.pptx
SEL SEL IMUN INTERAKSI HOST DAN BAKTERI PADA PENYAKIT PERIODONTAL.pptx
 
Sistem Pertahanan Tubuh (Imunitas)
Sistem Pertahanan Tubuh (Imunitas)Sistem Pertahanan Tubuh (Imunitas)
Sistem Pertahanan Tubuh (Imunitas)
 
Sistem imun dan peradangan 1
Sistem imun dan peradangan 1Sistem imun dan peradangan 1
Sistem imun dan peradangan 1
 
Makalah anafilaktif
Makalah anafilaktifMakalah anafilaktif
Makalah anafilaktif
 
Makalah anafilaktif
Makalah anafilaktifMakalah anafilaktif
Makalah anafilaktif
 
Makalah anafilaktif
Makalah anafilaktifMakalah anafilaktif
Makalah anafilaktif
 
Makalah anafilaktif
Makalah anafilaktifMakalah anafilaktif
Makalah anafilaktif
 
Imunitas Seluler dan Humoral.pptx
Imunitas Seluler dan Humoral.pptxImunitas Seluler dan Humoral.pptx
Imunitas Seluler dan Humoral.pptx
 
Makalah sistem imunitas 1
Makalah sistem imunitas 1Makalah sistem imunitas 1
Makalah sistem imunitas 1
 
sistem pertahanan tubuh
sistem pertahanan tubuhsistem pertahanan tubuh
sistem pertahanan tubuh
 
Kekebalan adaptif
Kekebalan adaptifKekebalan adaptif
Kekebalan adaptif
 
Materi Perkuliahan KONSEP DASAR IMUNOLOGI
Materi Perkuliahan KONSEP DASAR IMUNOLOGIMateri Perkuliahan KONSEP DASAR IMUNOLOGI
Materi Perkuliahan KONSEP DASAR IMUNOLOGI
 
3 BAB III. GAMBARAN UMUM SISTEM IMUN.ppt
3 BAB III. GAMBARAN UMUM SISTEM IMUN.ppt3 BAB III. GAMBARAN UMUM SISTEM IMUN.ppt
3 BAB III. GAMBARAN UMUM SISTEM IMUN.ppt
 
Bab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptx
Bab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptxBab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptx
Bab 10 Sistem Pertahanan Tubuh.pptx
 
Makalah imunoglobin fitri andriani
Makalah imunoglobin fitri andrianiMakalah imunoglobin fitri andriani
Makalah imunoglobin fitri andriani
 
Bab_10_Sistem_Pertahanan_Tubuh.pptx
Bab_10_Sistem_Pertahanan_Tubuh.pptxBab_10_Sistem_Pertahanan_Tubuh.pptx
Bab_10_Sistem_Pertahanan_Tubuh.pptx
 

IMUN RESPON

  • 1. ANATOMI DAN FISIOLOGI Pengertian Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respons imun ini dapat melibatkan berbagai macam sel dan protein, terutama sel makrofag, sel limfosit, komplemen, dansitokin yang saling berinteraksi secara kompleks. Mekanisme pertahanan tubuh terdiri atas mekanisme pertahanan non spesifik dan mekanisme pertahanan spesifik. Substansi asing yang bertemu dengan system itu bekerja sebagai antigen, anti melawan, + genin menghasilkan. Contohnya jika terjadi suatu substansi terjadi suatu respon dari tuan rumah, respon ini dapat selular, humoral atau keduanya. Antigen dapat utuh seperti sel bakteri sel tumor atau berupa makro molekul, seperti protein, polisakarida atau nucleoprotein. Pada keadaan apa saja spesitas respon imun secara relatif dikendalikan oleh pengaruh molekuler kecil dari antigendetenniminan antigenic untuk protein dan polisakarida, determinan antigenic terdiri atas empat sampai enam asam amino atau satuan monosa karida. Jika komplek antigen Yang memiliki banyak determinan misalnya sel bakteri akan membangkitkan satu spectrum respon humoral dan selular. Antibodi, disebut juga imunoglobulin adalah glikkoprotein plasma yang bersirkulasi dan dapat berinteraksi secara spesifik dengan determinan antigenic yang merangsang pembentukan antibody, antibody disekresikan oleh sel plasma yang terbentuk melalui proliferasi dan diferensiasi limfosit B. Pada manusia ditemukan lima kelas imunoglobulin, Ig.G, terdiri dari dua rantai ringan yang identik dan dua rantai berat yang identik diikat oleh ikatan disulfida dan tekanan non kovalen. Ig G merupakan kelas yang paling banyak jumlahnya, 75 % dari imunoglobulin serum IgG bertindak sebagai suatu model bagi kelas-kelas yang lain. Adjuvant àSenyawa yang jika dicampur dengan imunogen à meningkatkan respon imun terhadap imunogen : BCG, FCA, LPS, suspensi AL(OH)3 Imunogen à senyawa yang mampu menginduksi respon imun
  • 2. Hapten: Molekul kecil yang tidak mampu menginduksi respon imun dalam keadaan murni, namun bila berkonyugasi dengan protein tertentu (carrier) atau senyawa BM besar à dapat menginduksi respon imun. Epitop atau Antigenik Determinan :Unit terkecil dari suatu antigen yang mampu berikatan dengan antibodi atau dengan reseptor spesifik pada limfosit Mekanisme pertahanan tubuh 1. Mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau imunitas alamiah, artinya mekanisme pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen. Imunitas alamiah sudah ada sejak bayi lahir dan terdiri atas berbagai macam elemen non spesifik. Jadi bukan merupakan pertahanan khusus untuk antigen tertentu. 2. Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau disebut juga komponen adaptif atau imunitas didapat adalah mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, karena itu tidak dapat berperan terhadap antigen jenis lain. Bedanya dengan pertahanan tubuh non spesifik adalah bahwa pertahanan tubuh spesifik harus kontak atau ditimbulkan terlebih dahulu oleh antigen tertentu, baru ia akan terbentuk. Sedangkan pertahanan tubuh non spesifik sudah ada sebelum ia kontak dengan antigen. Mekanisme Pertahanan Non Spesifik Dilihat dari caranya diperoleh, mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga respons imun alamiah. Yang merupakan mekanisme pertahanan non spesifik tubuh kita adalah kulit dengan kelenjarnya, lapisan mukosa dengan enzimnya, serta kelenjar lain dengan enzimnya seperti kelenjar air mata. Demikian pula sel fagosit (sel makrofag, monosit, polimorfonuklear) dan komplemen merupakan komponen mekanisme pertahanan non spesifik. Permukaan tubuh, mukosa dan kulit Permukaan tubuh merupakan pertahanan pertama terhadap penetrasi mikroorganisme. Bila penetrasi mikroorganisme terjadi juga, maka mikroorganisme yang masuk akan berjumpa dengan pelbagai elemen lain dari sistem imunitas alamiah.
  • 3. Kelenjar dengan enzim dan silia yang ada pada mukosa dan kulit Produk kelenjar menghambat penetrasi mikroorganisme, demikian pula silia pada mukosa. Enzim seperti lisozim dapat pula merusak dinding sel mikroorganisme. Komplemen dan makrofag Jalur alternatif komplemen dapat diaktivasi oleh berbagai macam bakteri secara langsung sehingga eliminasi terjadi melalui proses lisis atau fagositosis oleh makrofag atau leukosit yang distimulasi oleh opsonin dan zat kemotaktik, karena sel-sel ini mempunyai reseptor untuk komponen komplemen (C3b) dan reseptor kemotaktik. Zat kemotaktik akan memanggil sel monosit dan polimorfonuklear ke tempat mikroorganisme dan memfagositnya. Protein fase akut Protein fase akut adalah protein plasma yang dibentuk tubuh akibat adanya kerusakan jaringan. Hati merupakan tempat utama sintesis protein fase akut. C-reactive protein(CRP) merupakan salah satu protein fase akut. Dinamakan CRP oleh karena pertama kali protein khas ini dikenal karena sifatnya yang dapat mengikat protein C dari pneumokok. Interaksi CRP ini juga akan mengaktivasi komplemen jalur alternatif yang akan melisis antigen. Sel ‘natural killer’ (NK) dan interferon Sel NK adalah sel limfosit yang dapat membunuh sel yang dihuni virus atau sel tumor. Interferon adalah zat yang diproduksi oleh sel leukosit dan sel yang terinfeksi virus, yang bersifat dapat menghambat replikasi virus di dalam sel dan meningkatkan aktivasi sel NK. Mekanisme Pertahanan Spesifik Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen. Dilihat dari caranya diperoleh maka mekanisme pertahanan spesifik disebut juga respons imun didapat.
  • 4. Imunitas spesifik hanya ditujukan terhadap antigen tertentu yaitu antigen yang merupakan ligannya. Di samping itu, respons imun spesifik juga menimbulkan memori imunologis yang akan cepat bereaksi bila host terpajan lagi dengan antigen yang sama di kemudian hari. Pada imunitas didapat, akan terbentuk antibodi dan limfosit efektor yang spesifik terhadap antigen yang merangsangnya, sehingga terjadi eliminasi antigen. Sel yang berperan dalam imunitas didapat ini adalah sel yang mempresentasikan antigen (APC = antigen presenting cell = makrofag) sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel limfosit T dan limfosit B masing-masing berperan pada imunitas selular dan imunitas humoral. Sel limfosit T akan meregulasi respons imun dan melisis sel target yang dihuni antigen. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang akan menetralkan atau meningkatkan fagositosis antigen dan lisis antigen oleh komplemen, serta meningkatkan sitotoksisitas sel yang mengandung antigen yang dinamakan prosesantibody dependent cell mediated cytotoxicy (ADCC). Limfosit berperan utama dalam respon imun diperantarai sel. Limfosit terbagi atas 2 jenis yaitu Limfosit B dan Limfosit T. Berikut adalah perbedaan antara Limfosit T dan Limfosit B. Limfosit B Limfosit T Dibuat di sumsum tulang yaitu sel batang yang sifatnya pluripotensi(pluripotent stem cells) dan Dibuat di sumsum tulang dari sel batang dimatangkan di sumsum tulang(Bone yang pluripotensi(pluripotent stem Marrow) cells) dan dimatangkan di Timus Berperan dalam imunitas humoral Berperan dalam imunitas selular Menyerang antigen yang ada di cairan Menyerang antigen yang berada di antar sel dalam sel Terdapat 3 jenis sel Limfosit B yaitu : Terdapat 3 jenis Limfosit T yaitu: · Limfosit B plasma, memproduksi · Limfosit T pempantu (Helper T cells), antibodi berfungsi mengantur sistem imun dan · Limfosit B pembelah, menghasilkan mengontrol kualitas sistem imun
  • 5. Limfosit B dalam jumlah banyak dan · Limfosit T pembunuh(Killer T cells) cepat atau Limfosit T Sitotoksik, menyerang · Limfosit B memori, menyimpan sel tubuh yang terinfeksi oleh patogen mengingat antigen yang pernah masuk · Limfosit T surpressor (Surpressor T ke dalam tubuh cells), berfungsi menurunkan dan menghentikan respon imun jika infeksi berhasil diatasi Imunitas selular Imunitas selular adalah imunitas yang diperankan oleh limfosit T dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya. Limfosit T adalah limfosit yang berasal dari sel pluripotensial yang pada embrio terdapat pada yolk sac; kemudian pada hati dan limpa, lalu pada sumsum tulang. Dalam perkembangannya sel pluripotensial yang akan menjadi limfosit T memerlukan lingkungan timus untuk menjadi limfosit T matur. Di dalam timus, sel prekusor limfosit T akan mengekspresikan molekul tertentu pada permukaan membrannya yang akan menjadi ciri limfosit T. Molekul-molekul pada permukaan membran ini dinamakan juga petanda permukaan atau surface marker, dan dapat dideteksi oleh antibodi monoklonal yang oleh WHO diberi nama dengan huruf CD, artinya cluster of differentiation. Secara garis besar, limfosit T yang meninggalkan timus dan masuk ke darah perifer (limfosit T matur) terdiri atas limfosit T dengan petanda permukaan molekul CD4 dan limfosit T dengan petanda permukaan molekul CD8. Sel limfosit CD4 sering juga dinamakan sel T4 dan sel limfosit CD8 dinamakan sel T8 (bila antibodi monoklonal yang dipakai adalah keluaran Coulter Elektronics). Di samping munculnya petanda permukaan, di dalam timus juga terjadi penataan kembali gen (gene rearrangement) untuk nantinya dapat memproduksi molekul yang merupakan reseptor antigen dari sel limfosit T (TCR). Jadi pada waktu meninggalkan timus, setiap limfosit T sudah memperlihatkan reseptor terhadap antigen diri (self antigen) biasanya mengalami aborsi dalam timus sehingga umumnya limfosit yang keluar dari timus tidak bereaksi terhadap antigen diri. Secara fungsional, sel limfosit T dibagi atas limfosit T regulator dan limfosit T efektor. Limfosit T regulator terdiri atas limfosit T penolong (Th = CD4) yang akan menolong meningkatkan
  • 6. aktivasi sel imunokompeten lainnya, dan limfosit T penekan (Ts = CD8) yang akan menekan aktivasi sel imunokompeten lainnya bila antigen mulai tereliminasi. Sedangkan limfosit T efektor terdiri atas limfosit T sitotoksik (Tc = CD8) yang melisis sel target, dan limfosit T yang berperan pada hipersensitivitas lambat (Td = CD4) yang merekrut sel radang ke tempat antigen berada. Pajanan antigen pada sel T Umumnya antigen bersifat tergantung pada sel T (TD = T dependent antigen), artinya antigen akan mengaktifkan sel imunokompeten bila sel ini mendapat bantuan dari sel Th melalui zat yang dilepaskan oleh sel Th aktif. TD adalah antigen yang kompleks seperti bakteri, virus dan antigen yang bersifat hapten. Sedangkan antigen yang tidak tergantung pada sel T (TI = T independent antigen) adalah antigen yang strukturnya sederhana dan berulang-ulang, biasanya bermolekul besar. Limfosit Th umumnya baru mengenal antigen bila dipresentasikan bersama molekul produk MHC (major histocompatibility complex) kelas II yaitu molekul yang antara lain terdapat pada membran sel makrofag. Setelah diproses oleh makrofag, antigen akan dipresentasikan bersama molekul kelas II MHC kepada sel Th sehingga terjadi ikatan antara TCR dengan antigen. Ikatan tersebut terjadi sedemikian rupa dan menimbulkan aktivasi enzim dalam sel limfosit T sehingga terjadi transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Th aktif dan sel Tc memori. Sel Th aktif ini dapat merangsang sel Tc untuk mengenal antigen dan mengalami transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Tc memori dan sel Tc aktif yang melisis sel target yang telah dihuni antigen. Sel Tc akan mengenal antigen pada sel target bila berasosiasi dengan molekul MHC kelas I (lihat Gambar 3-2). Sel Th aktif juga dapat merangsang sel Td untuk mengalami transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Td memori dan sel Td aktif yang melepaskan limfokin yang dapat merekrut makrofag ke tempat antigen. Limfokin Limfokin akan mengaktifkan makrofag dengan menginduksi pembentukan reseptor Fc dan C3B pada permukaan makrofag sehingga mempermudah melihat antigen yang telah berikatan dengan antibodi atau komplemen, dan dengan sendirinya mempermudah fagositosis. Selain itu limfokin
  • 7. merangsang produksi dan sekresi berbagai enzim serta metabolit oksigen yang bersifat bakterisid atau sitotoksik terhadap antigen (bakteri, parasit, dan lain-lain) sehingga meningkatkan daya penghancuran antigen oleh makrofag. Aktivitas lain untuk eliminasi antigen Bila antigen belum dapat dilenyapkan maka makrofag dirangsang untuk melepaskan faktor fibrogenik dan terjadi pembentukan jaringan granuloma serta fibrosis, sehingga penyebaran dapat dibatasi. Sel Th aktif juga akan merangsang sel B untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi (lihat bab tentang imunitas humoral). Sebagai hasil akhir aktivasi ini adalah eliminasi antigen. Selain eliminasi antigen, pemajanan ini juga menimbulkan sel memori yang kelak bila terpajan lagi dengan antigen serupa akan cepat berproliferasi dan berdiferensiasi. Imunitas humoral Imunitas humoral adalah imunitas yang diperankan oleh sel limfosit B dengan atau tanpa bantuan sel imunokompeten lainnya. Tugas sel B akan dilaksanakan oleh imunoglobulin yang disekresi oleh sel plasma. Terdapat lima kelas imunoglobulin yang kita kenal, yaitu IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE. Limfosit B juga berasal dari sel pluripotensial yang perkembangannya pada mamalia dipengaruhi oleh lingkungan bursa fabricius dan pada manusia oleh lingkungan hati, sumsum tulang dan lingkungan yang dinamakan gut-associated lymphoid tissue (GALT). Dalam perkembangan ini terjadi penataan kembali gen yang produknya merupakan reseptor antigen pada permukaan membran. Pada sel B ini reseptor antigen merupakan imunoglobulin permukaan (surface immunoglobulin). Pada mulanya imunoglobulin permukaan ini adalah kelas IgM, dan pada perkembangan selanjutnya sel B juga memperlihatkan IgG, IgA dan IgD pada membrannya dengan bagian F(ab) yang serupa. Perkembangan ini tidak perlu rangsangan antigen hingga semua sel B matur mempunyai reseptor antigen tertentu.
  • 8. Pajanan antigen pada sel B Antigen akan berikatan dengan imunoglobulin permukaan sel B dan dengan bantuan sel Th (bagi antigen TD) akan terjadi aktivasi enzim dalam sel B sedemikian rupa hingga terjadilah transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi dan membentuk sel B memori. Selain itu, antigen TI dapat secara langsung mengaktivasi sel B tanpa bantuan sel Th. Antibodi yang disekresi dapat menetralkan antigen sehingga infektivitasnya hilang, atau berikatan dengan antigen sehingga lebih mudah difagosit oleh makrofag dalam proses yang dinamakan opsonisasi. Kadang fagositosis dapat pula dibantu dengan melibatkan komplemen yang akan berikatan dengan bagian Fc antibodi sehingga adhesi kompleks antigen-antibodi pada sel makrofag lebih erat, dan terjadi endositosis serta penghancuran antigen oleh makrofag. Adhesi kompleks antigen-antibodi komplemen dapat lebih erat karena makrofag selain mempunyai reseptor Fc juga mempunyai reseptor C3B yang merupakan hasil aktivasi komplemen. Selain itu, ikatan antibodi dengan antigen juga mempermudah lisis oleh sel Tc yang mempunyai reseptor Fc pada permukaannya. Peristiwa ini disebut antibody-dependent cellular mediated cytotoxicity (ADCC). Lisis antigen dapat pula terjadi karena aktivasi komplemen. Komplemen berikatan dengan bagian Fc antibodi sehingga terjadi aktivasi komplemen yang menyebabkan terjadinya lisis antigen. Hasil akhir aktivasi sel B adalah eliminasi antigen dan pembentukan sel memori yang kelak bila terpapar lagi dengan antigen serupa akan cepat berproliferasi dan berdiferensiasi. Hal inilah yang diharapkan pada imunisasi. Walaupun sel plasma yang terbentuk tidak berumur panjang, kadar antibodi spesifik yang cukup tinggi mencapai kadar protektif dan berlangsung dalam waktu cukup lama dapat diperoleh dengan vaksinasi tertentu atau infeksi alamiah. Hal ini disebabkan karena adanya antigen yang tersimpan dalam sel dendrit dalam kelenjar limfe yang akan dipresentasikan pada sel memori sewaktu-waktu di kemudian hari. Jumlah normal sel leukosit. Leukosit adalah sel darah Yang mengendung inti, disebut juga sel darahputih. Didalam darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari
  • 9. 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, Yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : linfosit sel kecil, sitoplasma sedikit; monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra zatnya). Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-11000, waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel darah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 - 15 tahun persentase khas dewasa tercapai. Bila memeriksa variasi Fisiologi dan Patologi sel-sel darah tidak hanya persentase tetapi juga jumlah absolut masing-masing jenis per unit volume darah harus diambil. Neutrofil Neutrofil berkembang dalam sum-sum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi, selsel ini merupakan 60 -70 % dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12 um, satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula spesifik (0;3-0,8um) mendekati batas resolusi optik, berwarna salmon pinkoleh campuran jenis romanovky. Granul pada neutrofil ada dua : - Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase. - Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal (protein Kationik) yang dinamakan fagositin.
  • 10. Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit mitokonria, apparatus Golgi rudimenter dan sedikit granula glikogen. Neutrofil merupakan garis depan pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik, menfagosit partikel kecil dengan aktif. Adanya asam amino D oksidase dalam granula azurofilik penting dalam penceran dinding sel bakteri yang mengandung asam amino D. Selama proses fagositosis dibentuk peroksidase. Mielo peroksidase yang terdapat dalam neutrofil berikatan dengan peroksida dan halida bekerja pada molekultirosin dinding sel bakteri dan menghancurkannya. Dibawah pengaruh zat toksik tertentu seperti streptolisin toksin streptokokus membran granula-granula neutrofil pecah, mengakibatkan proses pembengkakan diikuti oleh aglutulasiorganel- organel dan destruksi neutrofil. Neotrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan glikolisis baik secara arrob maupun anaerob. Kemampuan nautropil untuk hidup dalam lingkungan anaerob sangat menguntungkan, karena mereka dapat membunuh bakteri dan membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik. Fagositosis oleh neutrfil merangsang aktivitas heksosa monofosfat shunt, meningkatkan glicogenolisis. EOSINOFIL Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9um (sedikit lebih kecil dari neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, Retikulum endoplasma mitokonria dan apparatus Golgi kurang berkembang. Mempunyai granula ovoid yang dengan eosin asidofkik, granula adalah lisosom yang mengandung fosfatae asam, katepsin, ribonuklase, tapi tidak mengandung lisosim. Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid, dan mampu melakukan fagositosis, lebih lambat tapi lebih selektif dibanding neutrifil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan anti bodi, ini merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek antigen dan antibody. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses Patologi. Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat.
  • 11. BASOFIL Basofil jumlahnya 0-% dari leukosit darah, ukuran garis tengah 12um, inti satu, besar bentuk pilihan ireguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti, granul bentuknya ireguler berwarna metakromatik, dengan campuran jenis Romanvaki tampak lembayung. Granula basofil metakromatik dan mensekresi histamin dan heparin, dan keadaan tertentu, basofil merupakan sel utama pada tempat peradangan ini dinamakan hypersesitivitas kulit basofil. Hal ini menunjukkan basofil mempunyai hubungan kekebalan. LIMFOSIT Limfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8um, 20-30% leukosit darah.Normal, inti relatifbesar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin inti padat, anak inti baru terlihat dengan electron mikroskop. Sitoplasma sedikit sekali, sedikit basofilik, mengandung granula- granula azurofilik. Yang berwarna ungu dengan Romonovsky mengandung ribosom bebas dan poliribisom. Klasifikasi lainnya dari limfosit terlihat dengan ditemuinya tanda-tanda molekuler khusus pada permukaan membran sel-sel tersebut. Beberapa diantaranya membawa reseptos seperti imunoglobulin yang mengikat antigen spesifik pada membrannya. Lirnfosit dalam sirkulasi darah normal dapat berukuran 10-12um ukuran yang lebih besar disebabkan sitoplasmanya yang lebih banyak. Kadang-kadang disebut dengan limfosit sedang. Sel limfosit besar yang berada dalam kelenjar getah bening dan akan tampak dalam darah dalam keadaan Patologis, pada sel limfosit besar ini inti vasikuler dengan anak inti yang jelas. Limfosit-limfosit dapat digolongkan berdasarkan asal, struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat imunologisnya, siklus hidup dan fungsi. MONOSIT Merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal, diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 20um, atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda. Kromatin kurang padat, susunan lebih fibriler, ini merupakan sifat tetap momosit Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa bim abu- abu pada sajian kering. Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil. Ditemui retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak
  • 12. mitokondria. Apa ratus Golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit ditemui dalam darah, jaingan penyambung, dan rongga-rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya. Untuk imunoglobulin dan komplemen. Monosit beredar melalui aliran darah, menembus dinding kapiler masuk kedalam jaringan penyambung. DaIam darah beberapa hari. Dalam jaringan bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan dan interaksi sel-sel immunocmpetent dengan antigen. 2. DEFINISI Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV; atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain- lain).Virusnya sendiri bernamaHuman Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup. 3. ETIOLOGI AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T. Virus ini ditransmisikan melalui kontak intim (seksual), darah atau produk darah yang terinfeksi. 4. GEJALA KLINIS Stadium Klinis I : 1.Asimtomatik (tanpa gejala) 2.Limfadenopati Generalisata (pembesaran kelenjar getah bening/limfe seluruh tubuh)
  • 13. 3.Skala Penampilan 1 : asimtomatik, aktivitas normal. Stadium Klinis II : 1.Berat badan berkurang <> 10% 2.Diare berkepanjangan > 1 bulan 3.Jamur pada mulut 4.TB Paru 5.Infeksi bakterial berat 6.Skala Penampilan 3 : <> 1 bulan) 7.Kanker kulit (Sarcoma Kaposi) 8.Radang Otak (Toksoplasmosis, Ensefalopati HIV) 9.Skala Penampilan 4 : terbaring di tempat tidur > 50% dalam masa 1 bulan terakhir. 5. PATOFISIOLOGI Patofisiologi AIDS adalah kompleks, seperti halnya dengan semua sindrom. Pada akhirnya, HIV menyebabkan AIDS dengan berkurangnya CD4 + limfosit T pembantu. Hal ini melemahkan sistem kekebalan tubuh dan memungkinkan infeksi oportunistik. Limfosit T sangat penting untuk respon kekebalan tubuh dan tanpa mereka, tubuh tidak dapat melawan infeksi atau membunuh sel kanker. Mekanisme penurunan CD4 T + berbeda di fase akut dan kronis. Selama fase akut, HIV-diinduksi lisis sel dan membunuh sel yang terinfeksi oleh sel sitotoksik akun T untuk CD4 + T deplesi sel, walaupun apoptosis juga dapat menjadi faktor. Selama fase kronis, konsekuensi dari aktivasi kekebalan umum ditambah dengan hilangnya bertahap kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan sel baru T muncul untuk menjelaskan penurunan lamban dalam jumlah CD4 + T sel. Meskipun gejala defisiensi imun karakteristik AIDS tidak muncul selama bertahun-tahun setelah seseorang terinfeksi, sebagian besar CD4 + T hilangnya sel terjadi selama minggu pertama infeksi, terutama di mukosa usus, pelabuhan yang mayoritas limfosit ditemukan dalam tubuh. Alasan hilangnya preferensial CD4 + T sel mukosa adalah bahwa mayoritas CD4 + T sel mukosa mengungkapkan coreceptor CCR5, sedangkan sebagian kecil CD4 + sel T dalam aliran darah melakukannya.
  • 14. HIV mencari dan menghancurkan CD4 + sel CCR5 mengekspresikan selama infeksi akut. Sebuah respon imun yang kuat akhirnya kontrol infeksi dan inisiat fase laten klinis. Namun, CD4 + T sel dalam jaringan mukosa tetap habis seluruh infeksi, meskipun cukup tetap awalnya menangkal infeksi yang mengancam jiwa. Replikasi HIV terus-menerus menghasilkan keadaan aktivasi kekebalan umum bertahan selama fase kronis. Aktivasi kekebalan tubuh, yang tercermin oleh negara aktivasi peningkatan sel kekebalan dan pelepasan sitokin pro inflamasi, hasil dari aktivitas beberapa produk gen HIV dan respon kebal terhadap replikasi HIV terus-menerus. Penyebab lainnya adalah kerusakan pada sistem surveilans kekebalan penghalang mukosa yang disebabkan oleh penipisan mukosa CD4 + sel T selama fase akut dari penyakit. Hal ini mengakibatkan pemaparan sistemik dari sistem kekebalan tubuh untuk komponen mikroba flora normal usus, yang pada orang sehat adalah disimpan di cek oleh sistem imun mukosa. Aktivasi dan proliferasi sel T yang hasil dari aktivasi kekebalan memberikan target segar untuk infeksi HIV. Namun, pembunuhan langsung dengan HIV saja tidak dapat menjelaskan menipisnya diamati CD4 +sel T karena hanya 0,01-0,10% dari CD4 + T sel dalam darah yang terinfeksi. Penyebab utama hilangnya CD4 T + muncul hasil dari kerentanan mereka untuk apoptosis meningkat ketika sistem kekebalan tubuh tetap diaktifkan. Meskipun baru sel T terus diproduksi oleh timus untuk menggantikan yang hilang, kapasitas regeneratif timus secara perlahan dihancurkan oleh infeksi langsung thymocytes dengan HIV. Akhirnya, jumlah minimal CD4 + sel T yang diperlukan untuk menjaga respon imun yang cukup hilang, yang mengarah ke AIDS 6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ELISA-Western Blot ELISA (enzyme linked immunosorbent assay) adalah cara untuk mengetahui apakah klien sudah pernah terjangkit HIVWestern Blot adalah cara untuk mendeteksi adanya HIV pada darah, untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV. Pemeriksaan western Blot dilakukan untuk mengonfirmasi apakah tes ELISA benar/tidak. IFA (indirect fluorescent antibody) merupakan pemeriksaan konfirmasiELISA +, mendeteksi antibodi terhadap HIV.
  • 15. Tes Viral load (VL/muatan virus) mengukur jumlah HIV dalam darah. Tesini pada umumnya meramalkan seberapa cepat HIV akan merusak sitem kekebalan tubuh. Secara langsung, tes ini memprediksi tingkat kerusakanCD4: semakin tinggi angka Viral Load, semakin tinggi resiko kerusakan sistem imun. Dengan terapi yang tepat dapat secara signifikan mengurangi level HIV dan memperlambat proses pembiakannya. Tes hitungan CD4 cell mengukur level sel CD4, salah satu jenis sel darah putih. Tes ini dapat mengukur tingkat penurunan sistem imun. Meski dengan terapi ARV dapat memperlambat laju perlemahan sistem imun. Namun, banyak orang yang memulai ARV mengalami peningkatan angka CD4 yang sangat tajam.. RIPA (radio immuno precipitation assay),mendeteksi kadar protein dalam darah. PCR (polymerase chain reaction), memeriksa keberadaan HIV dalam darah. 7. PENATALAKSANAAN Perawatan Paliatif Perawatan paliatif adalah perawatan yang meringankan penderitaan penyakit atau pada tahap yang tidak dapat disembuhkan. Perawatan tersebut mungkin dibutuhkan dari masa bayi dan untuk bertahun-tahun untuk beberapa anak, sementara yang lain baru memerlukannya setelah mereka lebih tua, dan untuk jangka waktu yang singkat. Sebagian besar anak dengan penyakit berat dirawat di rumah. Orang tuanya adalah bagian dari tim perawatan serta anggota keluarga yang membutuhkan dukungan. Sebagai perawat primer anak, mereka harus terlibat dalam tim perawatan – diberi informasi, kesempatan untuk membahas rencana pengobatan, keterampilan yang dibutuhkan, dan diyakinkan bahwa nasihat dan dukungan tersedia 24 jam. Akhirnya, mereka harus diberi kesempatan untuk berduka cita atas kehilangan anak yang meninggal dunia.
  • 16. Pengobatan Rasa Nyeri (Sakit) Strategi pengobatan bertahap untuk rasa nyeri yang berat, yang disebut „jenjang analgesik‟, tetap cocok untuk anak. Langkah pertama pada jenjang tersebut meliputi pengobatan dengan obat nonnarkotik, misalnya aspirin atau parasetamol. Langkah kedua memberikan obat narkotik ringan, misalnya kodein. Jika pasien masih merasa nyeri, langkah ketiga memberikan opioid sedang atau berat, biasanya morfin. Sayang, sebagian besar dokter belum berpengalaman meresepkan morfin untuk anak, dan sering terlalu berhati-hati. Dengan pengobatan yang sesuai, rasa nyeri yang berat hampir selalu dapat ditangani, dan seharusnya tidak ada pasien yang terlalu menderita akibat rasa nyeri. Anak kecil sering tidak dapat langsung menunjukkan tingkat rasa sakitnya. Ada gambar yang dapat dipakai untuk menilai tingkat rasa nyeri pada anak; gambar ini bisa diminta dari dokter anak. Dukungan Untuk Keluarga Keluarga membutuhkan dukungan mulai saat anaknya didiagnosis dan selama pengobatan, bukan hanya pada waktu penyakit sangat lanjut. Setiap keluarga adalah berbeda, dengan kekuatan dan keterampilan untuk menangani yang berbeda. Kebutuhan kakak-adik dan nenek- kakek juga harus diperhatikan. Mungkin harus dipertimbangkan ketersediaan kelompok dukungan sebaya untuk keluarga yang mengasuh anak dengan HIV. Umumnya, sedikitnya ibu dari anak terinfeksi HIV juga terinfeksi sendiri. Oleh karena itu, orang tua sering membutuhkan dukungan dan bantuan tambahan, apa lagi bila mereka merasa salah karena anaknya harus menderita penyakit berat ini. 8. PROGNOSIS Tanpa pengobatan, waktu kelangsungan hidup rata-rata bersih setelah terinfeksi HIV diperkirakan 9 sampai 11 tahun, tergantung pada subtipe HIV, Di daerah mana itu banyak tersedia, pengembangan ART sebagai terapi efektif untuk infeksi HIV dan AIDS mengurangi kematian tingkat dari penyakit ini sebesar 80%, dan meningkatkan harapan hidup untuk orang terinfeksi HIV yang baru didiagnosis sampai sekitar 20 tahun.
  • 17. 9. KOMPLIKASI Oral Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal). Neurologik a.ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS dementia complex). a) Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian. b) Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal. Gastrointestinal Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini. a) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi. b) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
  • 18. c) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare. Respirasi Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk- batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis. Sensorik a) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan b) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat. 10. EPIDEMIOLOGI AIDS pertama dikenal sebagai gejala entitas klinis yang aneh pada tahun 1981; namun secara retrospektif dapat dilacak kembali bahwa kasus AIDS secara terbatas telah muncul selama tahun 1970-an di AS dan di beberapa bagian di dunia (Haiti, Afrika, Eropa). Akhir 1999, lebih dari 700.000 kasus AIDS dilaporan di AS. Walaupun AS tercatat mempunyai kasus AIDS terbesar, estimasi kumulatif dan angka tahunan AIDS di negara-negara sub- Sahara Afrika ternyata jauh lebih tinggi. Di seluruh dunia, WHO memperkirakan lebih dari 13 juta kasus (dan sekitar 2/3 nya di negara-negara sub-Sahara Afrika) terjadi pada tahun 1999. Di AS, distribusi
  • 19. kasus AIDS disebabkan oleh faktor “risk behavior” yang berubah pada dekade yang lalu. Walaupun wabah AIDS di AS terutama terjadi pada pria yang berhubungan sex dengan pria, angka pertambahan terbesar di laporkan pada pertengahan tahun 1990-an terjadi diantara wanita dan populasi minoritas. Pada tahun 1993 AIDS muncul sebagai penyebab kematian terbesar pada penduduk berusia 25 - 44 tahun, tetapi turun ke urutan kedua sesudah kematian yang disebabkan oleh kecelakaan pada tahun 1996. Namun, infeksi HIV tetap merupakan kasus tertinggi penyebab kematian pada pria dan wanita kulit hitam berusia 25 - 44 tahun. Penurunan insidens dan kematian karena AIDS di Amerika Utara sejak pertengahan tahun 1990 antara lain karena efektifnya pengobatan antiretroviral, disamping upaya pencegahan dan evolusi alamiah dari wabah juga berperan. HIV/AIDS yang dihubungkan dengan penggunaan jarum suntik terus berperan dalam wabah HIV terutama dikalangan kaum minoritas kulit berwarna di AS. Penularan heteroseksual dari HIV di AS meningkat secara bermakna dan menjadi pola predominan dalam penyebaran HIV di negara-negara berkembang. Kesenjangan besar dalam mendapatkan terapi antiretroviral antara negera berkembang dan negara maju di ilustrasikan dengan menurunnya kematian karena AIDS pertahun di semua negara maju sejak pertengahan tahun 1990-an dibandingkan dengan meningkatnya kematian karena AIDS pertahun di sebagian besar negara berkembang yang mempunyai prevalensi HIV yang tinggi. Di AS dan negara-negara barat, insidens HIV pertahunnya menurun secara bermakna sebelum pertengahan tahun 1980-an dan tetap relatif rendah sejak itu. Namun, di beberapa negara sub- Sahara Afrika yang sangat berat terkena penyakit ini, insidens HIV tahunan yang tetap tinggi hampir tidak teratasi sepanjang tahun 1980 dan 1990-an. Negara-negara di luar Sub-Sahara Afrika, tingginya prevalensi HIV (lebih dari 1%) pada populasi usia 15 - 49 tahun, ditemukan di negara-negara Karibia, Asia Selatan dan Asia Tenggara. Dari sekitar 33.4 juta orang yang hidup dengan HIV/AIDS pada tahun 1999 diseluruh dunia, 22.5 juta diantaranya ada di negara-negara sub-Sahara Afrika dan 6,7 juta ada di Asia Selatan dan Asia Tenggara, 1,4 juta ada di Amerika Latin dan 665.000 di AS. Diseluruh dunia AIDS menyebabkan 14 juta kematian, termasuk 2,5 juta di tahun 1998. HIV-1 adalah yang paling tinggi; HIV-2 hanya ditemukan paling banyak di Afrika Barat dan di negara lain yang secara epidemiologis berhubungan dengan Afrika Barat.
  • 20. 11. PENCEGAHAN Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan HIV antara lain : Dianjurkan untuk selalu mengganti jarum suntik setiap hendak melakukan injeksi obat. Melakukan hubungan seksual yang aman dengan tidak bergonta ganti pasangan. Menggunakan kondom bagi mereka yang suka berhubungan seksual yang beresiko. Menaati tata cara perlindungan diri bagi mereka yang bekerja di bidang kesehatan. Hindari kontak langsung dengan darah penderita HIV AIDS. 12. ASKEP Asuhan Keperawatan I. Pengkajian. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat. Penampilan umum : pucat, kelaparan. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
  • 21. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning. Gu : lesi atau eksudat pada genital, Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif. II. Diagnosa keperawatan Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi. Diare berhubungan dengan infeksi GI Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai. III. Perencanaan keperawatan. Diagnosa Perencanaan Keperawatan Keperawatan Tujuan dan criteria Intervensi Rasional hasil Resiko tinggi Pasien akan bebas 1.Monitor tanda-tanda infeksi Untuk pengobatan dini infeksi infeksi oportunistik dan baru. Mencegah pasien terpapar oleh berhubungan komplikasinya dengan2. gunakan teknik aseptik pada kuman patogen yang diperoleh di dengan kriteria tak ada tanda- setiap tindakan invasif. Cuci rumah sakit. imunosupresi, tanda infeksi baru, lab tangan sebelum meberikan malnutrisi dan pola tidak ada infeksi tindakan. Mencegah bertambahnya infeksi hidup yang oportunis, tanda vital 3. Anjurkan pasien metoda beresiko. dalam batas normal, mencegah terpapar terhadap tidak ada luka atau lingkungan yang patogen. eksudat. 4.Kumpulkan spesimen untuk Meyakinkan diagnosis akurat dan tes lab sesuai order. pengobatan 5. Atur pemberian antiinfeksi sesuai order Mempertahankan kadar darah yang terapeutik Resiko tinggi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan pasien atau orang Pasien dan keluarga mau dan
  • 22. infeksi (kontak ditransmisikan, tim penting lainnya metode memerlukan informasikan ini pasien) kesehatan mencegah transmisi HIV berhubungan memperhatikan dan kuman patogen lainnya. Mencegah transimisi infeksi HIV dengan infeksi universal precautions 2. Gunakan darah dan cairan ke orang lain HIV, adanya dengan kriteriaa kontak tubuh precaution bial infeksi pasien dan tim merawat pasien. Gunakan nonopportunisitik kesehatan tidak masker bila perlu. yang dapat terpapar HIV, tidak ditransmisikan. terinfeksi patogen lain seperti TBC. Intolerans aktivitas Pasien berpartisipasi 1. Monitor respon fisiologis Respon bervariasi dari hari ke berhubungan dalam kegiatan, dengan terhadap aktivitas hari dengan kelemahan, kriteria bebas dyspnea2. Berikan bantuan perawatan pertukaran oksigen, dan takikardi selama yang pasien sendiri tidak Mengurangi kebutuhan energi malnutrisi, aktivitas. mampu kelelahan. 3. Jadwalkan perawatan Ekstra istirahat perlu jika karena pasien sehingga tidak meningkatkan kebutuhan mengganggu isitirahat. metabolik Perubahan nutrisi Pasien mempunyai 1. Monitor kemampuan Intake menurun dihubungkan kurang dari intake kalori dan mengunyah dan menelan. dengan nyeri tenggorokan dan kebutuhan tubuh protein yang adekuat 2. Monitor BB, intake dan mulut berhubungan untuk memenuhi ouput Menentukan data dasar dengan intake yang kebutuhan 3. Atur antiemetik sesuai Mengurangi muntah kurang, metaboliknya dengan order Meyakinkan bahwa makanan meningkatnya kriteria mual dan 4. Rencanakan diet dengan sesuai dengan keinginan pasien kebutuhan muntah dikontrol, pasien dan orang penting metabolic, dan pasien makan TKTP, lainnya. menurunnya serum albumin dan absorbsi zat gizi. protein dalam batas n ormal, BB mendekati seperti sebelum sakit. Diare berhubungan Pasien merasa nyaman 1. Kaji konsistensi dan Mendeteksi adanya darah dalam dengan infeksi GI dan mengnontrol diare, frekuensi feses dan adanya feses komplikasi minimal darah. dengan kriteria perut 2. Auskultasi bunyi usus Hipermotiliti mumnya dengan lunak, tidak tegang, 3. Atur agen antimotilitas dan diare feses lunak dan warna psilium (Metamucil) sesuai Mengurangi motilitas usus, yang normal, kram perut order pelan, emperburuk perforasi pada hilang, 4. Berikan ointment A dan D, intestinal vaselin atau zinc oside Untuk menghilangkan distensi Tidak efektif Keluarga atau orang 1. Kaji koping keluarga Memulai suatu hubungan dalam koping keluarga penting lain terhadap sakit pasein dan bekerja secara konstruktif dengan berhubungan mempertahankan perawatannya keluarga. dengan cemas suport sistem dan 2. Biarkan keluarga Mereka tak menyadari bahwa tentang keadaan adaptasi terhadap mengungkapkana perasaan mereka berbicara secara bebas yang orang perubahan akan secara verbal Menghilangkan kecemasan dicintai. kebutuhannya dengan 3. Ajarkan kepada keluaraga tentang transmisi melalui kontak kriteria pasien dan tentang penyakit dan sederhana. keluarga berinteraksi transmisinya. dengan cara yang konstruktif
  • 23. 13. ASPEK LEGAL ETIS • Autonomy (penentu pilihan) Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu secara holistik. • Non Maleficence (do no harm) Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja. • Beneficence (do good) Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan baik, yaitu, mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga. • Justice (perlakuan adil) Perawat sering mengambil keputusan dengan menggunakan rasa keadilan. • Fidelity (setia) Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang. 14. PENDKES
  • 24. SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) Tema : Penyakit AIDS Sub Tema : Perawatan AIDS Sasaran : Ny. E Tempat : Bangsal Di rumah sakit Hari/Tanggal : Rabu, 14 Oktober 2012 Waktu : 20 Menit A. Tujuan Instruksional Umum Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Ny. E dapat menjelaskan AIDS. B. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Klien Dapat: Menjelaskan pengertian penyakit AIDS dengan benar Menjelaskan patofisiologi AIDS Menyebutkan faktor penyebab yang dapat menimbulkan penyakit AIDS Menyebutkan tanda/gejala dari penyakit AIDS Menjelaskan penatalaksanaan AIDS C. Materi 1. Pengertian AIDS 2. Patofisiologi penyakit AIDS 3. Faktor penyebab dari AIDS
  • 25. 4. Tanda/gejala penyakit AIDS 5. Penatalaksanaan penyakit AIDS D. Metode 1. Ceramah 2. Tanya jawab E. Kegiatan Penyuluhan No Kegiatan Penyuluh Peserta Waktu 1. Pembukaan Salam pembuka Menjawab salam Menyampaikan tujuan Menyimak, 5 Menit penyuluhan Mendengarkan, menjawab pertanyaan 2. Kerja/ isi Penjelasan pengertian, Mendengarkan dengan penyebab, gejala, penuh perhatian penatalaksanaan dan Menanyakan hal-hal yang patofisiologi penyakit AIDS belum jelas 10 menit Memberi kesempatan Memperhatikan jawaban peserta untuk bertanya dari penceramah Menjawab pertanyaan Menjawab pertanyaan Evaluasi Menyimpulkan Mendengarkan 3. Penutup 5 Menit Salam penutup Menjawab salam F. Media 1. Leaflet : Tentang penyakit AIDS 2. Poster tentang penyakit AIDS
  • 26. G. Sumber/Referensi a. Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta. b. Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta. c. FKUI. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. FKUI : Jakarta. d. Griffith. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Arcan : Jakarta. H. Evaluasi Formatif : Klien dapat menjelaskan pengertian AIDS Klien mampu menjelaskan faktor penyebab dari penyakit AIDS Klien dapat menjelaskan tanda/gejala penyakit AIDS Klien mampu menjelaskan penatalaksanaan AIDS Sumatif : Klien dapat memahami penyakit AIDS
  • 27. HIV / AIDS 1. DEFINISI Aids adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV yang di tandai dengan menurunnya system kekebalan tubuh sehingga pasien AIDS mudah diserang oleh infeksi oportunistik dan kanker. ( djauzi dan djoerban,2003) Aids adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibat oleh factor luar (bukan dibawa sejak lahir) Aids diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi human immunodetciency virus HIV. (Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare) Aids diartikan sebagai bentuk paling hebat paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( center for disease control and prevention). 1. ETIOLOGI Aids disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebutkan Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang diularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T, Yang ditularkan melalui : 1. Hubungan seksual ( resiko 0,1 – 1% 2. Darah a) Transfuse darah yang mengandung HIV ( resiko 90 – 98) b) Tertusuk jarum yang mengandung HIV ( resiko 0,3)
  • 28. c) Terpapar mukosa yang mengandung HIV (resiko 0,09 ) 1. Transmisi dari ibu ke anak ( rusak 25 – 45 % ) a) Selama kehamilan ( rusak 7% ) b) Saat persalinan ( rusak 18 % ) c) Air susu ibu ( rusak 14 % ) Transmisi vertikel HIV Tanpa intervensi : resiko total 35 % Selama kehamilan ( resiko 7% ) Melahirkan (resiko 18 %) Sesudah persalinan ( resiko 13 %) 1. TANDA DAN GEJALA Stadium klinis ( stadium 1 – 4 ) Stadium klinis HIV ( WHO ) 1. Stadium klinis 1 : Asimtomatis Limfadenopati generalisasi persistemt ( LGP ) (Pembesaran kelenjar getah bening dibeberapa tempat yang menetap) 1. Stadium klinis 2 : BB menurun <10 % dari BB semula Kelainan kulit dan mukosa ringan seperti : dermatitis seboroik, infeksi jamur kuku, ulkus oral Herpes zozter dalam 5 tahun terakhir Infeksi saluran napas bagian atas berulang seperti sinusitis bacterial 1. Stadium klinis 3 : BB terus menurun > 10 % dari BB semula Diare kronis yang tidak diketahui penyebabnya berlangsung > 1 tahun Demam tanpa sebab yang jelas Kandidiasis oral TB paru dalam 1 tahun terakhir
  • 29. Infeksi bakteri berat (pneumonia) Herpes zozter yang berkomlikasi 1. Stadium klinis 4 : Badan menjadi kurus Pneumocystis carinii pneumonia (pcp) Toksoplasmosis pada otak Infeksi virus heper simpleks Mikosis ( infeksi jamur ) Kandidiasis eosofagus, trakea, bronkus atau paru Sarcoma koposi Limfoma Tanda dan gejala dimulai beberapa minggu sampai beberapa bulan sebelum timbulnya infeksi oportonistik : Demam Malaise Keletihan Keringat malam Penurunan BB Diare kronik Limfadenopati umum Kamdidiasis oral 1. MANIFESTASI KLINIS Penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasarnya dapat mengenai semua organ.penyakit yang berkaitan dengan HIV/AIDS terjadi akibat unfeksi, malignansi atau efek langsung HIV pada jaringan tubuh. Penyakit yang sering ditemukan: 1. Respiratorius Pneumonia pneumocystis carinii, gejala napas yang pendek, sesak napas ( dispnea),batuk, nyeri dada dan demam akan menyertai palbagai infeksi oportunis,seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium aviumintracellulare (CMV) Dan legionella. 1. Gastrointestinal Mencakup hilangnya selera makan, mual, vomitus, kandidiasis oral serta esophagus,dan diare kronis.
  • 30. 1. Kanker 2. Sarcoma Kaposi 3. Limfoma burkit 4. Penurunan imunitas 5. 6. PATOFISOLOGI Sel t dan makrofag serta sel dendritik / langerhans (sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi HIV dan terkonsentrasi di kelenje limfe, limpa dan sumsum tulang. HIV menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka HIV menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyak kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi. Dengan menurunya jumlah sel t4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti dengan berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeks HIV dapat tetap tidak memperlihatkan gejala ( asimptomatik) selama bertahun-tahun.selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunustik ) muncul, jumlah t4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah.seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila terjadi infeksi opurtunistik,kanker atau di mensi AIDS. 1. PENATALAKSANAAN 1. Pengobatan suporatif Tujuan : Meningkatkan keadaan umum pasien Pemberian gizi yang sesuai Obat sistomatik dan vitamin Dukungan psikilogis 1. Pengobatan infeksi oportunistik Infeksi : Kandidiasis eosofagus Tuberculosis Toksoplasmosis Herpes Pcp
  • 31. Pengobatan yang terkait AIDS,Limfoma malignum,sarcoma Kaposi dan sarcoma servik,di sesuaikan dengan standar terapi penyakit kanker. Terapi : Flikonasol Rifampisin, INH, Etambutol, pirazinamid, stremptomisin Pirimetamin, sulfadiazine, asam folat Asiklovir Kotrimoksazol 1. Pengobatan anti retro virus ( ARV ) Tujuan : Mengurangi kematian dan kesakitan Menurunkan jumlah virus Meningkatkan kekebalan tubuh Mengurangi resiko penularan ASKEP HIV/AIDS 1.Pengkajian a. Riwayat penyakit banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Seperti diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis. Keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imonokompetensi pasien. b.Pemeriksaan fisik dan keluhan Aktivitas / istirahat o Gejala :mudah lelah, intoleran activity, progresi malaise, perubahan pola tidur. o Tanda : Kelemahan otot, menurunnya assa otot, respo fisiologi aktivitas (perubahan TD, frekuensi jantung dan pernafasan). o Sirkulasi  Gejala : penyembuhan yang lambat (anemia),perdarahan lama pada cedera.  Tanda : perubahan TD postural, menurunnya volume nadi perifer, pucat/ sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.  Intergitas dan ego  Gejala : stress berhubungan dengan kehilangan, menguatirkan penampilan, mengingkari diagnose, putus asa.  Tanda : mengingkari,cemas, depresi,takut, menarik diri, marah.
  • 32. Eliminasi  Gejala : diare terus-menerus,sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul , rasa tebakar saat miksi.  Tanda : feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat,sering nyeri tekan abdominal,lesi/ abses rectal, perional ,perubahan jumlah, warna dan karakter urine.  Makanan atau cairan  Gejala : anoreksia, mual, muntah, disfagia,  Tanda : turgor kulit buruk, lesi rongga mulut kesehatan gigi dan gusi yang buruk,edema .  Hygiene  Gejala : tidak dapat menyelesaikan AKS  Tanda : penampilan tidak rapai,kurang percaya diri.  Neurosensori  Gejala : pusing,sakit kepala,perubahan status mental,kerusakan status indera, kelemaan otot, tremor,perubahan penglihatan.  Tanda : perubahan status mental, ide paranoid,ansietas, reflek tidak normal,tremor,kejang, hemiparesis.  Nyeri/ nyaman  Gejala : nyeri umum/ local, rasa terbakar, sakit kepala, nyeri dada pleuritas.  Tanda : bengkak sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan rentan gerak.  Pernapasan Gejala : ISK sering/ menetap,napas pendek,progresif,batu k,sesak pada dada. Tanda : takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum. Keamanan o Gejala : riwayat jatuh,
  • 33. terbakar, pingsan, luka, tranfusi darah, penyakit defisiensi imun, demam berulang, bekeringat malam. o Tanda : perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe,menurun nya tekananan. o Seksualitas  Gejala : riwayat berpril aku, sejs beresik o tinggi,  Tanda : kehami lan, herpes, genetal ia.  Interak si social  G e j a l a
  • 35. o l a s i , k e s e p i a n .  T a n d a : p e r u b a h a n i n t e r a k s i Penyuluhan / pembelajaran
  • 36. o Gejala : kegagalan dalam perawatan, prilaku seks beresiko tinggi, penyalahgunaan obat-obatan.alkohol. c. pemeriksaan diagnostic 1. Tes laboratorium Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiaknosa HIV dan memantau perkembangan penyakit serta respon terhadap terapi HIV. 1. Serologis Tes antibody serum Skrining HIV, hasil tes positf,tapi bukan merupakan diagnose Tes blot western Mengkonfirmasi diagnose HIV Sel T limfosit Penurunan jumlah total Sel T4 helper Indicator system imun Sel T8 (Sel supresor sitopatik) P24 (Protein pembungkus HIV) Peningkatan nilai kuantitatif protein mengindentifikasi progresi Kadar Ig Reaksi rantai polymerase Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler Tes PHS 1. Budaya Histologist, pemeriksaan sitologis, urine, darah, feces, cairan spinal, luka 1. Neutologis
  • 37. EEG, MRI, CT scan otak, EMG (Pemeriksaan saraf) 1. Sinar X dada 2. Tes fungsi pulmonal 2. Tes antibody Jika seseorang terinfeksi HIV maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Anti body terbentuk dalam 3-12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6-12 bulan. B. Diaknosa keperawatan Diagnosa Perencanaan Keperawatan Keperawatan Tujuan dan criteria Intervensi Rasional hasil Resiko tinggi Pasien akan bebas 1. Monitor tanda- Untuk pengobatan dini infeksi infeksi oportunistik tanda infeksi baru. berhubungan dan komplikasinya 2. gunakan teknik Mencegah pasien terpapar dengan dengan kriteria tak aseptik pada setiap oleh kuman patogen yang imunosupresi, ada tanda-tanda tindakan invasif. diperoleh di rumah sakit. malnutrisi dan infeksi baru, lab Cuci tangan pola hidup yang tidak ada infeksi sebelum meberikan Mencegah bertambahnya beresiko. oportunis, tanda vital tindakan. infeksi dalam batas normal, 3. Anjurkan pasien tidak ada luka atau metoda mencegah Meyakinkan diagnosis akurat eksudat. terpapar terhadap dan pengobatan lingkungan yang patogen. Mempertahankan kadar darah 4. Kumpulkan yang terapeutik spesimen untuk tes lab sesuai order. 5. Atur pemberian antiinfeksi sesuai order Resiko tinggi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan pasien Pasien dan keluarga mau dan infeksi (kontak ditransmisikan, tim atau orang penting memerlukan informasikan ini pasien) kesehatan lainnya metode berhubungan memperhatikan mencegah Mencegah transimisi infeksi dengan infeksi universal precautions transmisi HIV dan HIV ke orang lain HIV, adanya dengan kriteriaa kuman patogen infeksi kontak pasien dan lainnya. nonopportunisitik tim kesehatan tidak 2. Gunakan darah dan yang dapat terpapar HIV, tidak cairan tubuh ditransmisikan. terinfeksi patogen precaution bial
  • 38. lain seperti TBC. merawat pasien. Gunakan masker bila perlu. Intolerans Pasien berpartisipasi 1. Monitor respon aktivitas dalam kegiatan, fisiologis terhadap berhubungan dengan kriteria aktivitas dengan bebas dyspnea dan 2. Berikan bantuan kelemahan, takikardi selama perawatan yang pertukaran aktivitas. pasien sendiri tidak oksigen, mampu malnutrisi, 3. Jadwalkan kelelahan. perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.
  • 39. Pengertian AIDS atauAcquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh vurus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan. Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan Immune : Sistem kekebalan tubuh Deficiency : Kekurangan Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit Kerusakan progrwsif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal. AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir ) AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare ) AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention ) Etiologi AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T. Patofisiologi Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga
  • 40. dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi. Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS. Klasifikasi Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS. 1. Kategori Klinis A Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C 1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik. 2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty ) 3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut. 2. Kategori Klinis B Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup : 1. Angiomatosis Baksilaris 2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi 3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ ) 4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan. 5. Leukoplakial yang berambut
  • 41. 6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf. 7. Idiopatik Trombositopenik Purpura 8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii 3. Kategori Klinis C Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup : 1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus 2. Kanker serviks inpasif 3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata 4. Kriptokokosis ekstrapulmoner 5. Kriptosporidosis internal kronis 6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe ) 7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan ) 8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) 9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis ) 10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner ) 11. Isoproasis intestinal yang kronis 12. Sarkoma Kaposi 13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner 14. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner ) 15. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner 16. Pneumonia Pneumocystic Cranii 17. Pneumonia Rekuren 18. Leukoenselophaty multifokal progresiva 19. Septikemia salmonella yang rekuren 20. Toksoplamosis otak 21. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV) Gejala Dan Tanda Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral. Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang
  • 42. paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal 1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh. 2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif. 3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan. Komplikasi 1. Oral Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat. 2. Neurologik o kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social. o Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial. o Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis. o Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
  • 43. 3. Gastrointestinal o Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi. o Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis. o Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal- gatal dan siare. 4. Respirasi Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas. 5. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis. 6. Sensorik o Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan o Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri. Penatalaksanaan Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan : Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
  • 44. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu : 1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis. 2. Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3 3. Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : o Didanosine o Ribavirin o Diedoxycytidine o Recombinant CD 4 dapat larut 4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS. 5. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
  • 45. 6. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
  • 46. 1. Pengertian HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS. Sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171). AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09). AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17). 1. Etiologi Penyebab AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yakni sejenis virus RNA yang tergolong retrovirus. Dasar utama penyakit infeksi HIV ialah berkurangnya jenis sel darah putih (Limfosit T helper) yang mengandung marker CD4 (Sel T4). Limfosit T4 mempunyai pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi kebanyakan fungsi-fungsi kekebalan, sehingga kelainan-kelainan fungsional pada sel T4 akan menimbulkan tanda-tanda gangguan respon kekebalan tubuh. Setelah HIV memasuki tubuh seseorang, HIV dapat diperoleh dari lifosit terutama limfosit T4, monosit, sel glia, makrofag dan cairan otak penderita AIDS. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu : 1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala. 2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness. 3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada. 4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, BB menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut. 5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist. AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
  • 47. 1. Lelaki homoseksual atau biseks. 2. Orang yang ketagian obat intravena 3. Partner seks dari penderita AIDS 4. Penerima darah atau produk darah (transfusi). 5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi. 1. Macam Infeksi HIV Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi menjadi tiga Tahap : 1. Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan pengaturan replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara klinis merupakan penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok, mialgia non-spesifik, dan meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah CD4+ sel T menjadi normal terjadi dalam waktu 6-12 minggu. 2. Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan replikasi. virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+ secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun. 3. Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh penderita secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan, diare, infeksi oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat menganggap semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200 sel/µl sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum terlihat. ( Robbins, dkk, 1998 : 143 ) 1. Patofisiologi Menginfeksi limfosit T4 dan monosit. Partikel-2 HIV bebas yang dilepas dari sel yang terinfeksi dpt berikatan dgn sel lain yang tidak terinfeksi. Segera setalah masuk kedlm sel, enzim dalam kompleks nukleoprotein menjadi aktif dan dimulailah siklus reproduksi. Limfosit T, monosit/makrofag adalah sel pertama yang terinfeksi. Besar kemungkinan bahwa sel dendritik berperan dalam penyebabaran HIV dalam jaringan limfoid fungsi sel dendritik menangkap antigen dalam epitel lalu masuk melalui kontak antar sel. Dalam beberapa hari jumlah virus dalam kelenjar berlipat ganda dan mengakibatkan viremia. Pada saat itu jumlah virus dalam darah infeksi akut. Viremia menyebabkan virus menyebar diseluruh tubuh dan menginfeksi sel T, monosit maupun makrofag dlm jaringan limfoid perifer. Sistem immun spesifik akan berupaya mengendalikan infeksi yang nampak dari menurunnya
  • 48. kadar viremia. Setelah infeksi akut, berlangsung fase kedua dimana kelenjar getah bening dan limfa merupakan tempat replikasi virus dan dekstruksi jaringan secara terus menerus fase laten. Destruksi sel T dlm jaringan limfoid terus berlangsung sehingga jumlah sel T makin lama makin menurun (jml sel T dlm jaringan limfoid 90 % dari jml sel T diseluruh tubuh). Selama masa kronik progresif,m respon imun thdp infeksi lain akan meransang produksi HIV dan mempercepat dekstruksi sel T, selanjutnya penyakit bertambah progresif dan mencapai fase letal yang disebut AIDS. 1. Viremis meningkat drastis karena karena replikasi virus di bagian lain dalam tubuh meningkat pasien menderita infeksi oportunistik, cacheksia, keganasan dan degenerasi susunan saraf pusat. 2. Kehilangan limfosit Th menyebabkan pasien peka thdp berbagai jenis infeksi dan menunjukkan respon immune yang inefektif thdp virud onkogenik.Masa inkubasi diperkirakan bervariasi → 2 – 5 tahun F. Tanda dan Gejala Adanya HIV dalam tubuh seseorang tidak dapat dilihat dari penampilan luar. Orang yang terinfeksi tidak akan menunjukan gejala apapun dalam jangka waktu yang relatif lama (±7-10 tahun) setelah tertular HIV. Masa ini disebut masa laten. Orang tersebut masih tetap sehat dan bisa bekerja sebagaimana biasanya walaupun darahnya mengandung HIV. Masa inilah yang mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat, karena orang terinfeksi secara tidak disadari dapat menularkan kepada yang lainnya. Dari masa laten kemudian masuk ke keadaan AIDS dengan gejala sebagai berikut: Gejala Mayor: 1. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan 2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan 3. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan 4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis 5. Demensia/ HIV ensefalopati Gejala Minor: 1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan 2. Dermatitis generalisata 3. Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang 4. Kandidias orofaringeal 5. Herpes simpleks kronis progresif 6. Limfadenopati generalisata 7. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita 8. Retinitis virus sitomegalo Ada beberapa Tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai timbul gejala AIDS:
  • 49. 1. Tahap 1: Periode Jendela 1. HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV dalam darah 2. Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat 3. Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini 4. Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu – 6 bulan 2. Tahap 2: HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun: 1. HIV berkembang biak dalam tubuh 2. Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat 3. Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk antibody terhadap HIV 4. Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya (rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek) 3. Tahap 3: HIV Positif (muncul gejala) 1. Sistem kekebalan tubuh semakin turun 2. Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll 3. Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya 4. Tahap 4: AIDS 1. Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah 2. Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah G. Klasifikasi Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A atau B dianggap menderita AIDS. 1. Kategori Klinis A Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C 1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik. 2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty ) 3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut. 4. Kategori Klinis B Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup : 1. Angiomatosis Baksilaris 2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
  • 50. 3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ ) 4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan. 5. Leukoplakial yang berambut 6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf. 7. Idiopatik Trombositopenik Purpura 8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii 9. Kategori Klinis C Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup : 1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus 2. Kanker serviks inpasif 3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata 4. Kriptokokosis ekstrapulmoner 5. Kriptosporidosis internal kronis 6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe ) 7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan ) 8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) 9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis ) 10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner ) 11. Isoproasis intestinal yang kronis 12. Sarkoma Kaposi 13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak 14. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner 15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner ) 16. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner 17. Pneumonia Pneumocystic Cranii 18. Pneumonia Rekuren 19. Leukoenselophaty multifokal progresiva 20. Septikemia salmonella yang rekuren 21. Toksoplamosis otak 22. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV) 1. Penularan HIV-AIDS HIV dapat ditemukan pada semua cairan tubuh penderita, tetapi yang terbukti penularannya adalah melalui darah, air mani dan cairan serviks/vagina saja. Cara penularan HIV/AIDS ini dapat melalui : 1. Hubungan seksual 2. Penerimaan darah atau produk darah melalui transfusi darah 3. Penggunaan alat suntik, alat medis dan alat tusuk lain (tato, tindik, akupuntur, dll.) yang tidak steril
  • 51. 4. Penerimaan organ, jaringan atau air mani 5. Penularan dari ibu hamil kepada janin yang dinkandungnya. 6. Sampai saat ini belum terbukti penularan melalui gigitan serangga, minuman, makanan atau kontak biasa dalam keluarga, sekolah, kolam renang, WC umum atau tempat kerja dengan penderita AIDS 1. Pencegahan Penularan HIV-AIDS Dengan mengetahui cara penularan HIV, maka akan lebih mudah melakukan langkah-langkah pencegahannya. Secara mudah, pencegahan HIV dapat dilakukan dengan rumusan ABCDE yaitu: 1. A= Abstinence, tidak melakukan hubungan seksual atau tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah 2. B = Being faithful, setia pada satu pasangan, atau menghindari berganti-ganti pasangan seksual 3. C = Condom, bagi yang beresiko dianjurkan selalu menggunakan kondom secara benar selama berhubungan seksual 4. D = Drugs injection, jangan menggunakan obat (Narkoba) suntik dengan jarum tidak steril atau digunakan secara bergantian 5. E = Education, pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang hal-hal yang berkaitan dengan HIV/AIDS 1. Pemeriksaan Diagnostik 1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV : 1. ELISA 2. Western blot 3. P24 antigen test 4. Kultur HIV 5. Tes untuk deteksi gangguan system imun. 1. Hematokrit 2. LED 3. CD4 limfositRasio CD4/CD limfosit 4. Serum mikroglobulin B2 5. Hemoglobulin
  • 52. 1. Penatalaksanaan Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi HIV perlu dilakukan. Pencegahan berarti tdk kontak dgn cairan tubuh yang tercemar HIV. 1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis. 1. Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3 1. Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : Didanosine Ribavirin Diedoxycytidine Recombinant CD 4 dapat larut 1. Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
  • 53. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HIV-AIDS 1. Pengkajian 1. Identitas 2. Riwayat Keperawatan 1. Riwayat penyakit sekarang Kehilangan BB,Demam, Diare 1. Riwayat penyakit masa lalu Riwayat menerima tranfusi darah, Riwayat penyakit seksual 1. Riwayat Sosial Penggunaan obat obat terlarang, Pekerjaan, Support sistem 1. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur. 2. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis. 3. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi 4. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum tampak sakit sedang, berat 2. Kulit terdapat rush, steven jhonson 3. Mata merah, icterik, gangguan penglihatan 4. Leher: pembesaran KGB 5. Telinga dan hidung; sinusitis berdengung 6. Rongga mulut: candidiasis 7. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia. 8. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL. 9. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness. 10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif. 11. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning. 12. Gu : lesi atau eksudat pada genital, 13. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.
  • 54. 1. Pemeriksaan penunjang 1. Hitung limfosit 2. CD4 3. Mantouk test 4. Test elisa 1. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko. 2. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan. 3. Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik. 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi. 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan. 6. Gangguan eliminasi (BAB) berhubungan dengan infeksi GI 7. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi non opportunisitik yang dapat ditransmisikan. 8. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.