SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
1
MAKALAH FARMAKOLOGI
EKRESI dan DOSIS OBAT
Disusun Oleh:
1. Asri Mayang
2. Awalia Eva
3. Dewi Friandani
4. Dewi Wulan
5. Ismi Puspita
6. Prita Alvina
7. Raudatul J
8. Yeny R
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN AKADEMIK 2013/2014
2
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT atas karunianya akhirnya penulis
dapat menyelesaikan makalah Farmakologi “Ekresi dan Dosis Obat” tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka Laporan Asuhan
Kebidanan ini tidak akan terwujud.Untuk itu penyusun ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Wahyudi S,S sebagai dosen pengampu
2. Semua pihak yang telah membantu pembuatan laporan ini sehingga dapat
tersusun dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih memerlukan
penyempurnaan maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada
umumnya.
Madiun,………..2013
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………….................... i
KATA PENGANTAR ............…………………………………………..... ii
DAFTAR ISI..............…………………………………………….. ……… iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………… ……. 1
B. Tujuan…………………………………………………... 1
C. Manfaat…………………..………………………..……. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ekresi……….………………………..…… 3
B. Proses Ekresi...........……………………………....….. 6
C. Pengertian Dosis...............................................................
D. Faktor yang Mempengaruhi Dosis Obat...........................
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN.................................................................
B. SARAN..............................................................................
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 8
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran organ dalam tubuh seseorang merupakan hal terpenting dalam proses
ekresi obat.Obat yang masuk kedalam tubuh akan mengalami
absorsi,distribusi,metabolisme dan yang terakhir ekresi.Dalam prosestersebut
dibutuhkan organ yang sehat dan kuat jika tidak obat dapat menjadi racun dalam
tubuh kita.
Peran perawat dalam pemberian obat dan pengobatan telah berkembang dengan
cepat dan luas seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan. Perawat
diharapkan terampil dan tepat saat melakukan pemberian obat. Tugas perawat
tidak sekedar memberikan pil untuk diminum atau injeksi obat melalui
pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian
obat tersebut. Oleh karena itu, pengetahuan tentang manfaat dan efek samping
obat sangat penting untuk dimiliki perawat. Perawat memiliki peran yang utama
dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk
proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu
klien membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan,
mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung jawab
dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan
lainnya.Keberhasilan promosi kesehatan sangat tergantung pada cara pandang
klien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, yang juga bertanggung jawab
terhadap menetapkan pilihan perawatan dan pengobatan, baik itu berbentuk obat
alternative, diresepkan oleh dokter, atau obat bebas tanpa resep dokter.
Sehingga, tenaga kesehatan terutama perawat harus dapat membagi pengetahuan
tentang obat-obatan sesuai dengan kebutuhan klien.
5
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui mekanisme ekresi obat serta dosis obat yang
tepat untuk terapi pasien
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme ekresi obat secara rinci dan
pemberian dosis yang tepat sesuai rumus danpenyakit pasien.
C. Manfaat
1.Bagi penulis
Sebagai bahan kepustakaan bagi yang membutuhkan referensi tentang ekresi
dan dosis obat.
2 Bagi Institusi
Sebagai bahan kepustakaan bagi yang membutuhkan referensi tentang ekresi
dan dosis obat.
3 Bagi Klien
Agar mereka dapat mengetahui bagaimana ekresi obat serta dosis obat yang
sesuai.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN EKRESI
Dalam proses farmakokinetik obat setelah obat mengalami fase absorpsi, distribusi,
dan biotransformasi, obat akhirnya mengalami fase ekresi. Ekresi merupakan
perpindahan obat dari sirkulasi sistemik menuju ke organ ekskresi. Obat mengalami
ekskresi bertujuan untuk mendetoksifikasi obat, karena telah diketahui bahwa obat
dianggap racun/ zat asing oleh tubuh. Organ ekskresi juga bermacam-macam
contohnya yang paling umum adalah ginjal, kemudian paru-paru, saliva, keringat, air
susu, empedu, dll.
Tetapi biasanya yang digunakan untuk menghetahui parameter ekresi obat adalah
melalui urin (dari ginjal). Hal ini dikarenakan sangat sedikit kadar obat yang
terekskresi melalui jalur selain urin. Sebagai contoh anggap saja kita pakai
parasetamol.
Kecepatan obat untuk diekresi dari tubuh dilihat dari waktu paruhnya (T 1/2). Setiap
obat memiliki waktu paro yang berbeda-beda. Obat A mungkin dalam 2 jam sudah
bersih dari tubuh, tapi ada juga yang baru 24 jam baru hilang dari tubuh. Waktu paro
sendiri adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu senyawa agar jumlahnya tersisa 1/2
nya. Jadi semisal kalau ada senyawa 100 mg, maka waktu paro adalah waktu yang
dibutuhkan senyawa tersebut sehingga senyawanya tinggal 50 mg. Jika dikaitkan
dengan ekresi maka waktu paro berarti waktu yang dibutuhkan suatu obat untuk
hilang separuhnya dari tubuh. Untuk lebih jelasnya pembahasan waktu paro teman-
teman bisa membaca tulisan saya tentang waktu paro orde nol dan orde satu.
7
Eliminasi obat dari tubuh bisa bertambah panjang jika ada kerusakan pada ginjal dan
hepar kita. Dengan bertambahnya waktu paro eliminasi maka durasi obat akan jadi
makin panjang, dan juga obat yang harusnya sudah keluar dari tubuh, ternyata belum
keluar. Maka dari itu, pada kebanyakan obat akan dikurangi dosisnya untuk
mengurangi toksisitas. Dalam proses ekskresi terdapat parameter Kliren (Clearance).
Kliren adalah Parameter eliminasi obat yang meliputi metabolisme/ biotransformasi
dan ekskresi untuk dikeluarkan dari tubuh melalui organ ekskresi.
B. PROSES EKRESI OBAT
Penyerapan dan difusi di dalam tubuh memungkinkan zat aktif mencapai titik ikatan,
secara simultan hal ini berperan dalam proses eliminasi yang merupakan proses akhir
nasib obat dalam tubuh. Seperti apa fase penyerapan dan penyebaran, fase eliminasi
berperan pada aktivitas toksitifitas obat.
Aturan umum perlintasan membran juga berlaku pada eliminasi, namun perlintasan
eliminasi terjadi dengan arah berbeda dengan arah penyerapan dan penyebaran ,yaitu
dari jaringan menuju darah, kemudian dari darah menuju ke luar tubuh. Molekul-
molekul obat dikeluarkan dari tubuh tanpa atau setelah mengalami perubahan hayati.
Pada umumnya molekul-molekul yang lebih larut air lebih mudah di eliminasi ,
sebaliknya senyawa larut lemak diubah menjadi bentuk yang kurang larut lemak.
Metabolit yang larut lemak ini lebih mudah dikeluarkan melalui ginjal yang
merupakan jalur eliminasi obat-obat yang terpenting. Fenomena pasif dari difusi
transmembran merupakan proses penting dalam eliminasi obat, tergantung jalur
pengeluaran dan gradien konsentrasi. Proses eliminasi tergantung pada penyebaran
senyawa, yang dipengaruhi oleh cara pemberian dan fenomena penyerapan. Misalnya
bentuk bebas yang berdifusi, peran gradien konsentrasi serta ikatan pada protein
plasma. adanya fiksasi pada tempat penimbunan (jaringan lemak) akan
memperlambat eliminasi total.
1. Ekresi melalui ginjal
8
Pada jalur ekskresi melalui ginjal, metabolit-metabolit obat diekskresikan
melalui urine melalui mekanisme filtrasi glomerulus, sekresi tubular aktif, dan
reabsorpsi tubular. Ginjal merupakan organ utama dalam proses ekskresi. Organ
ini mengekskresikan senyawa dari sirkulasi sistemik atau dari darah guna
mempertahankan miliu internal. Dalam ginjal terdapat unit fungsional terkecil
yang disebut dengan Nefron. Nefron terdiri atas pembuluh proksimal, lengkung
Henle, dan pembuluh distal, sedangkan bagian kapiler terdiri dari glomerulus
yang terdapat dalam kapsula Bowmann.
Proses ekresi obat dalam ginjal ada tiga tahap, yaitu filtrasi glomelurus,
reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.
1) Fase Filtrasi
Pada fase filtrasi obat yang tidak terikat protein plasma akan mengalami
filtrasi atau penyaringan di glomelurus sebelum menuju tubulus. Pada
bagian ini yang berpengaruh pada kecepatan filtrasi adalah ukuran
partikel, bentuk partikel, dan jumlah pori glomelurus.
Dari hal diatas kita dapat simpulkan jika obat yang terikat dengan protein
plasma tidak akan ikut terekskresi karena ukuran protein yang besar. Dan
jika kita temukan protein pada urin kita, maka glomelurus yang kita
miliki memang sudah rusak. Karena sejatinya tidak mungkin protein bisa
menembus glomerulus.
2) Fase reabsorsi tubulus
tahapan ini dilakukan penyerapan kembali senyawa obat yang mash non
polar dan masih dalam bentuk tak terion.Hal ini bisa dimanipulasi
dengan membentuk pH urin. Dengan memberi suasana basa pada urin
paka obat-obat asam akan terion sehingga tidak direabsorpsi dan menuju
tahap selanjutnya. Begitu juga sebaliknya untuk obat basa.
9
3) Fase sekresi. Yaitu proses pengeluaran senyawa obat dari tubuh melalui
urin.
2. Ekresi lewat urin
Mekanisme yang menjamin eliminasi obat sama dengan mekanisme yang
menjamin pembentukan urin. Peran yang diawali pada nefron yang merupakan
kesatuan anatomi-fisiologi dari ginjal.
Setiap nefron (1 juta tiap ginjal) merupakan tubulus yang panjang dengan epitel
monoseluler, dan terdiri dari dua bagian dengan fungsi yang berbeda yaitu
bagian glomerulus dan bagian tubulus.
Bagian glomerulus terletak pada daerah perifer ginjal di dalam korteks ginjal.
Glomerulus tersebut terbentuk dari kapsul Bowman dan tubuli nefron yang
melekuk, terdiri dari jaringan kapiler arterial. Glomeruli ginjal merupakan
keseluruhan kapsul Bowman dan glomerulus vaskuler yang membentuk badan
Malphigi yang dapat dilihat dengan mata telanjang ( berukuran 200-300 Mm ).
Bagian tubulus atau tubulus renalis, diawali dengan tubulus contortus
proksimalis yang terletak dalam korteks dan kemudian membentuk kapsul
Bowman. Selanjutnya adalah loop Henle yang mengikuti nefron, tertanam cukup
dalam di medula; ini didahului oleh tubulus kontortus distalis yang terletak di
dalam korteks. Tubulus distalis menyebar kedalam tubulus colengentes yang
diakhiri oleh pori uniferes dalam kantong. Urin dikumpulkan melalui ureter dan
dialirkan ke dalam vesica urinaria.
Ginjal mempunyai perfusi yang sangat besar yaitu 20% dari debit jantung atau
lebih kurang 1 liter darah yang lewat tiap menit didalam arteri renalis. Pada
setiap nefron terdapat 2 anyaman kapiler yaitu glomerulus yang terdiri atas
pembuluh darah arteri serta darah arteri kapiler yang dialirkan menuju jaringan
10
tubuler arteria-renalis. Darah vena dialirkan melalui vena renalis , dan
selanjutnya kembali pada sirkulasi umum( menuju vena cava anterior)
Pentingnya permukaan kontak dan tepi yang tipis dari endotelium vaskuler dan
epitel nefron memberikan peluang pertukaran antara darah kapiler ginjal dan
cairan tubuler. Semua nefron berperan pada proses peniadaan obat , juga pada
pembentukan air kemih. Mekanisme yang sama juga terjadi pada filtrasi
glomerulus dan penyerapan kembali serta sekresi tubuler.
Fitrasi glomerulus merupakan fenomena pasif yang erat hubungannya dengan
parameter kardiovaskuler , khususnya tentang debit jantung dan tekanan arteri.
Semua pengurangan aktivitas jantung akan mengurangi debit jantung dan debit
ginjal sedangkan pengurangan tekanan arteri akan menurunkan tekanan perfusi
dalam arteri renalis akan menurunkan tekanan perfusi dalam arteri renalis dan
menurunkan jumlah filtrat dan akibatnya terjadi diuresis.
Filtrasi glomerulus sangat efektif karena jumlah dan besarnya pori-pori
endothelium glomerulus . Glomerulus dapat menyaring hingga 1/5 volume
plasma yang melalui lumen kapsul , volume dari ultrafiltrat glomerulus
mencapai 120-130 ml tiap menit. Besarnya pori-pori dapat menyebabkan
lolosnya sejumlah partikel dalam plasma, kecuali molekul-molekul besar dengan
berat molekul diatas 68.000. jadi ultrafiltrat dari protein plasma komposisinya
sama dengan plasma, hal ini menunjukkan bahwa proses ultrafiltrasi glomerulus
terjadi secara difusi. Hampir pada semua obat, konsentrasi zat aktif yang
terdapat dalam filtrat sama dengan konsentrasi dalam plasma. Hal itu juga
berarti bahwa berkaitan dengan ikatan plasmatik , hanya satu fraksi bebas yang
terdapat dalam ultrafiltrat dan seimbang dengan fraksi dalam plasma. Beberapa
molekul obat tidak dapat berdifusi melalui membran glomerulus, karena berat
molekulnya yang besar sehingga molekul-molekul tersebut tetap tinggal dalam
lumen vaskuler dan digunakan untuk ekspansi vaskuler ( misalnya dekstran,
polivinil-pirolidon dan sebagainya ).
11
Laju ultrafiltrasi glomerulus (180 liter /24 jam) dan jumlah ultrafiltratnya
berbeda secara bermakna dibandingkan dengan urin (1,5 liter /24 jam), di satu
sisi keduanya berbeda secara bermakna dan di sisi lain perbedaan komposisinya
berkaitan erat dengan aktivitas intensif tubulus renalis, sesuai dengan fenomena
penyerapan kembali dan pengeluaran. Dengan adanya proses ini, konsentrasi
molekul-molekul yang terdapat di dalam ultrafiltrat glomerulus sama dengan
konsentrasi dalam plasma, dan selanjutnya dikeluarkan dari tubuh dengan laju
yang berbeda.
Jika molekul yang tersaring di sepanjang tubulus renalis tidak mengalami
perubahan, maka jumlah obat yang keluar dari tubuh dalam 1 menit dalam urin
(= U x V) adalah sama dengan jumlah obat yang melalui darah /menit dalam
ultrafiltrat glomerulus (= P x F).
Keterangan:
U = konsentrasi dalam urin
V = volume urin /menit
P = konsentrasi dalm plasma
F = volume filtrat glomerulus
Klirens dari suatu molekul obat atau jumlah plasma yang terinci /menit sama
dengan volume ultrafiltrat glomerulus :
Klirens = U x
P
V
Bila klirens molekul di atas 120-130 m/menit, maka selama melalui tubulus,
mekanisme aktif sekresi telah membantu proses eliminasi. Sebaliknya, bila
klirens lebih rendah dari volum ultrafiltrat , maka fenomena reabsorpsi
memperlambat eliminasi.
12
Dari perhitungan yang mengabaikan pengaruh-pengaruh luar, ternyata waktu
paruh biologik (waktu yang diperlukan agar konsentrasi zat aktif dalam darah
menurun separuhnya) adalah :
· 70 menit jika hanya terjadi proses filtrasi
· 7 menit jika terjadi sekresi melalui tubulus renalis
· 7 hari jika terjadi penyerapan kembali tubulus, dalam hal ini konsentrasi dalam
urin tidak melampaui konsentrasi plasma.
Perhitungan ini menggambarkan secara nyata bahwa peran eliminasi obat
melalui ginjal berkaitan erat dengan aktivitas obat.
Fenomena penyerapan kembali tubulus berperan nyata dalam pembentukan urin
: pengurangan volum dari 180 liter filtrat menjadi 1,5 liter urin menunjukkan
fenomena tersebut. Pentingnya proses penyerapan kembali air (99%)
menyangkut kepentingan reabsorpsi Natrium yang sebagian terjadi karena
pengaruh mekanisme hormonal (ADH). Pengurangan volum urin yang terbentuk
pada tubulus renalis yang menyebabkan adanya gradien konsentrasi yang
mendorong difusi obat dari cairan tubulus menuju plasma. Dengan demikian
konsentrasi intratubulus menjadi lebih besar dari konsentrasi plasma. Perlintasan
membran ginjal terjadi seperti halnya membran yang lain yaitu senyawa yang
paling larut lemak dan fraksi tak terionosasi dari asam/basa lemah yang lebih
mudah diserap kembali. Derajat ionosasi merupakan fungsi dari pH cairan
sekitar dan pH plasma relatif tetap, sedangkan pH urin dapat bervariasi
walaupun dalam keadaan normal bersifat asam. Sebanarnya ginjal bukan hanya
berperan untiuk mengeluarkan sisa-sisa kotoran tetapi juga berpartisipasi
mempertahankan homeostasis ; sebagian melalui fungsinya dengan sekresi ion
H+
pada tubulus distalis. Keragaman pH pada lumen tubulus mempengaruhi
keseimbangan antara bentuk yang terionkan dan yang tak terionkan, sehingga
penyerapan kembali elektrolit lemah mengalami perubahan.
13
Untuk asam lemah, penurunan pH mengurangi ionosasi molekul, sedangkan
bentuk tidak terionkan yang larut lemak konsentrasinya di dalam saluran cerna
lebih besar dari konsentrasi dalam plasma. Hal ini menguntungkan proses
penyerapan kembali. Pada keadaan fisiologis normal, asam asetil salisilat mudah
diserap kembali pada tubulus renalis. Maka, alkalinisasi air kemih melalui
perfusi Natrium bikarbonat merupakan cara yang sering dilakukan pada
overdosis obat untuk pengeluaran senyawa-senyawa seperti asam asetil salisilat
atau barbiturat. Sebaliknya juga berlaku untuk basa lemah eliminasinya
dipengaruhi oleh keasaman urin.
Sifat-sifat fisiko-kimia dari molekul zat aktif dan pH larutan menentukan
terjadinya penyerapan kembali. Namun perlu juga diperhatiakan bahwa adanya
ikatan plasmatik dan gradien difusi hanya tergantung pada bentuk yang tidak
terikat.
pH = pKa + log konsentrasi bentuk terionkan (I)
konsenterasi bentuk tak terion (NI)
Sekresi tubuler merupakan suatu mekanisme aktif yang ikut berperan dalam
pengeluaran senyawa asing dari tubuh bersama urin. Sekresi tubuler akan
membantu pengeluaran obat-obat tertentu secara cepat. Ada 2 sistem transport
pada tubulus contortus priximal, sebagian untuk asam-asam organik : penisilin,
metabolit glukoronat atau sulfat, yang lain untuk basa-basa organik : kinina,
amonium kuarterner dan sebagainya.
Kedua sistem tersebut merupakan kriteria transpor aktif transmembran. Tidak
ada tipe transpor yang spesifik untuk suatu molekul, adnya persainagn untuk
transporer yang sama dapat terjadi antara beberapa molekul. Contoh klasik
adalah penisilin dan probenesid. Penisilin merupakan senyawa yang larut air dan
mencapai tubulus proximal untuk disekresi (harga klirens penisilina lebih besar
dari penyaringan glomerulus yaitu 500 ml/menit); laju eliminasi tidak begitu
14
penting karena obat tersebut mempunyai batas efek terapetik dan mengharuskan
penderita disuntik ulang. Untuk memperpanjang efek terapetik maka penisilin
diberikan bersama dengan probenesid. Sistem eliminasi probenesid sama dengan
sistem eliminasi penisilin, dengan adanya persaingan pada transporter yang
sama, maka probenesid akan memperlambat eliminasi penisilin karena ionisasi
probenesid yang kuat akan mencegah penyerapan kembali penisilin.
Asam para-aminohipurat merupakan tipe yang sama dengan senyawa yang
dikeluarkan oleh ginjal. Pengeluarannya relatif terjadi sejak awal pengaliran
darah dalam ginjal dan hal itu menguntungkan untuk penentuan aliran darah
glomerulus
3. Ekresi lewat Empedu
Pengaliran darah hati menuju canaliculi biliaris serta zat aktif dan metabolitnya
yang terbentuk di dalam hati mengikuti hukum umum perlintasan membran.
Difusi pasif molekul-molekul tergantung pada ukurannya, sifat fisiko-kimia serta
perbedaan konsentrasi. Mekanisme transpor aktif berperan penting pada
eliminasi obat khususnya pada metabolit yang lebih polar dibandingkan senyawa
induknya seperti trurunan glokoronat. Seperti pada ginjal, pada empedu juga
terdapat 2 sistem transpor aktif transmembran. Mekanisme transpor aktif ini
penting untuk beberapa molekul antibiotika terutama tetrasiklin.hal ini karena
obat dapat menembus saluran empedu sampai konsentrasi yang cukup untuk
pengobatan infeksi.
Dengan adanya cairan empedu di dalam duodenum maka zat aktif dan
metabolitnya dapat dikeluarkan melalui pembentukan garam, atau zat aktif
diserap kembali di usus, jika sifat-sifat fisiko-kimianya dapat melewati sawar
usus dan masuk kembali dalm sirkulasi (siklus entero-hepatik). Fenomena ini
menyebabkan obat lebih lama berada di dalam tubuh dan pengeluaran secara
definitif baru terjadi melalui ginjal.
15
4. Ekresi lewat Feses
Seperti diketahui zat aktif atau metabolit yang ditiadakan melalui empedu tidak
mengalami siklus entero-hepatik. Di dalam feses terdapat pula senyawa yang
disekresi oleh getah saluran cerna seperti sekresi ludah (saliva). Feses dapat pula
mengandung sejumlah molekul yang dikeluarkan oleh saluran cerna dan tidak
diserap kembali oleh mukosa usus. Obat-obat tertentu dapat digunakan untuk
memerlukan efek terapi setempat pada sistem pencernaan misalnya
sulfaguanidin, bismuth.
5. Ekresi Lewat Paru
Sistem pernafasan berperan untuk pengeluaran beberapa senyawa yang
berbentuk gas atau zat yang mudah menguap pada suhu tubuh. Gradien tekanan
parsiil capillo-alveolaire yang positif dapat mendorong terjadinya difusi pasif
sehingga terjadi pengeluaran gas tersebut. Intensitas pengeluaran melalui
membran berhubungan erat dengan fenomena ventilasi yang menjamin
pembaharuan udara alveoli dan aliran darah di paru. Secara umum pada proses
difusi akan terjadi keseimbangan antara tekanan parsiil udara di dalam alveoli
dan darah kapiler paru. Penerapan fenomena difusi alveolo-kapiler misalnya
pada pengujian alkohol melalui napas, terutama bagi pengendara mobil.
6. Ekresi Lainya
Pengeluaran obat dari tubuh dapat mempengaruhi kerja obat meskipun secara
umum dapat dikatakan bahwa hal itu tidak terlalu berarti, kecuali pada kasus
khusus misalnya eliminasi tanpa perubahan bentuk melalui ludah. Oleh sebab itu
spiramisin sering diberikan pada stomatologi. Eliminasi yang terbatas ini
kadang-kadang dapat digunakan untuk diagnosis adanya alkaloid dalam air
ludah. Pengambilan cuplikan ludah pada saat perlombaan pacuan kuda dapat
mengontrol adanya “doping” kuda dengan morfin. Selain itu warna merah dari
sekresi lakrimalis juga disebabkan oleh rifampisin. Walaupun pengeluaran obat
16
melalui keringat telah lama dikenal seperti jodium, brom, kinin dan sebagainya.
Namun mekanisme yang terkait belum diketahui dengan jelas, mungkin
bersamaan dengan pembentukan keringat.
Bentuk yang lain dari eliminasi adalah pengeluaran zat aktif melalui air susu ibu
(ASI). Dengan mekanisme difusi dan fenomena transpor aktif maka konsentrasi
obat tertentu dalam air susu lebih tinggi dibandingkan konsentrasi plasmatik.
ASI lebih asam dibanding plasma, sehingga senyaa basa (alkaloid) dapat
berdifusi dengan mudah. Molekul-molekul berukuran kecil seperti halnya
alkohol dapat segera keluar dan membuat keseimbangan dengan plasm.
Meskipun jumlah yang ditemukan kembali dalam ASI jarang yang melebihi 1%
dari dosis yang diberikan. Namun hal ini tidak dapat diabaikan karena sistem
enzimatik pad bayi belum matang benar, terutamaenzim konjugasi. Demikian
pula sisitem saraf pada bayi lebih peka dibandingkan pada orang dewasa.
Orang dewasa juga dapat mengalami masalah berkaitan dengan pengeluaran
obat melalui air susu ternak pemakaian penisilin untuk pengobatan mastitis pada
sapi perah merupakan awal dari reaksi kepekaan terhadap antibiotika pada
manusia. Masalahnya tidak terbatas pada hal di atas, sediaan-sediaan tertentu
yang secara luas digunakan pada pertanian terutama yamg daya larut lemaknya
besar, seperti pestisida dan herbisida, dapat dikeluarkan melalui susu ternak.
Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dan toksisitas obat maka
eliminasi melalui perubahan hayati mempunyai peran yang cukup penting.
Karena ginjal berperan dalam proses eliminasi, maka mengingat kinetika obat
yang dapat mencapai organ tersebut perli diperhatikan aturan penggunaan untuk
semua obat pada penderita dengan kegagalan ginjal.Hal yang sama terjadi pada
penderita kegagalan hati dimana terjadi gangguan fungsi perubahan hayati dan
pengeluaran empedu.
C. PENGERTIAN DOSIS
17
Dengan dosis obat dimaksud jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam
satuan berat (gram, milligram,mikrogram) atau satuan isi (liter, mililiter) atau unit-
unit lainnya (Unit Internasional). Kecuali bila dinyatakan lain maka yang dimaksud
dengan dosis obat yaitu sejumlah obat yang memberikan efek terapeutik pada
penderita dewasa, juga disebut dosis lazim atau dosis medicinalis atau dosis
terapeutik. Bila dosis obat yang diberikan melebihi dosis terapeutik terutama obat
yang tergolong racun ada kemungkinan terjadi keracunan, dinyatakan sebagai dosis
toxic. Dosis toxic ini dapat sampai mengakibatkan kematian, disebut sebagai dosis
letal.
Obat-obat tertentu memerlukan dosis permulaan (initial dose) atau dosis awal
(loading dose) yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (maintenance dose). Dengan
memberikan dosis permulaan yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (misalnya
dua kali), kadar obat yang dikehendaki dalam darah dapat dicapai lebih awal. Hal ini
dilakukan antara lain pada pemberian oral preparal Sulfa (Sulfisoxazole,Trisulfa
pyrimidines), diberikan dosis permulaan 2 gram dan diikuti dengan dosis
pemeliharaan 1 gram tiap 6 jam.
D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DOSIS OBAT
Dosis obat yang diberikan kepada penderita dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
faktor obat, cara pemberian obat tersebut dan penderita. Terutama faktor-faktor
penderita seringkali kompleks sekali, karena perbedaan individual terhadap respon
obat tidak selalu
dapat diperkirakan.
Ada kemungkinan ketiga faktor tersebut di bawah ini didapati sekaligus.
1.Faktor Obat:
a. Sifat fisika : daya larut obat dalam air/lemak, kristal/amorf, dsb.
b. Sifat kimiawi : asam, basa, garam, ester, garam kompleks, pH, pKa.
c. Toksisitas : dosis obat berbanding terbalik dengan toksisitasnya.
18
2.Faktor Cara Pemberian Obat Kepada Penderita:
a. Oral : dimakan atau diminum
b. Parenteral : subkutan, intramuskular, intravena, dsb
c. Rektal, vaginal, uretral
d. Lokal, topikal
e. Lain-lain : implantasi, sublingual, intrabukal, dsb
3.Faktor Penderita:
a. Umur : neonatus, bayi, anak, dewasa, geriatrik
b. Berat badan : biarpun sama-sama dewasa berat badan dapat berbeda besar
c. Jenis kelamin : terutama untuk obat golongan hormon
d. Ras : “slow & fast acetylators”
e. Toleransi
f. Obesitas : untuk obat-obat tertentu faktor ini harus diperhitungkan
h. Keadaan pato-fisiologi : kelainan pada saluran cerna mempengaruhi absorbsi
obat, penyakit hati mempengaruhi metabolisme obat, kelainan pada ginjal
mempengaruhi ekskresi obat.
19
BAB III
PENUTUP
A.SIMPULAN
Mekanisme kerja obat setelah melalui proses absorpsi, distribusi, dan metabolisme
obat akan dikeluarkan dari tubuh. Fase ini dinamakan fase ekskresi.Eksresidapat
melalui ginjal,urin,feses,keringat dan lain-lain. Ginjaladalah eksresi paling sering
terjadi.
Dalam memberikan dosis obat harus sesuai dengan kondisi dan usia pasien. Dengan
menggunakan rumus yang telah ditetapkan untuk menentukan dosis yang tepat. Agar
pasien merasa puas atas tindakan keperawatan yang kita berikan.
B. SARAN
Dalam proses ekskresi juga dibutuhkan organ yang sehat agar semua berjalan dengan
lancer, dan menjaga kesehatan adalah hal yang utama. Dalam memberikan dosis obat
yang tepat dan juga akurat. Dibutuhkan kemampuan untuk mengetahui dan
menerapkan rumus perhitungan dosis. Jadi, kita sebagai perawat yang profesi
professional harus mampu menguasai tentang dosis obat.
20
DAFTAR PUSTAKA
http://brambutakala.blogspot.com/2011/01/makalah-perhitungan-dosis.html
http://shinkaoju.web.id/farmakologi/mekanisme-kerja-obat-fase-farmakokinetik-
ekskresi/

More Related Content

What's hot

Mi 1 2. pengadaan obat di puskesmas
Mi 1   2. pengadaan obat di puskesmasMi 1   2. pengadaan obat di puskesmas
Mi 1 2. pengadaan obat di puskesmasLinaNadhilah2
 
Makalah anatomi dan fisiologi indra penglihatan
Makalah anatomi dan fisiologi indra  penglihatanMakalah anatomi dan fisiologi indra  penglihatan
Makalah anatomi dan fisiologi indra penglihatanWulan Yulian
 
Evaluasi sediaan steril
Evaluasi sediaan sterilEvaluasi sediaan steril
Evaluasi sediaan sterilArwinAr
 
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolitKeseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolitViodeta Viodeta
 
Prinsip kerja Obat
Prinsip kerja ObatPrinsip kerja Obat
Prinsip kerja ObatDokter Tekno
 
penghitungan dosis obat
penghitungan dosis obatpenghitungan dosis obat
penghitungan dosis obatpjj_kemenkes
 
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)pjj_kemenkes
 
Teori Sistem dalam pelayanan kesehatan
Teori Sistem dalam pelayanan kesehatanTeori Sistem dalam pelayanan kesehatan
Teori Sistem dalam pelayanan kesehatanMuhammad Awaludin
 
Anatomi dan Fisiologi Eliminasi Fekal
Anatomi dan Fisiologi Eliminasi FekalAnatomi dan Fisiologi Eliminasi Fekal
Anatomi dan Fisiologi Eliminasi FekalDestu Ayu Hapsari
 
Perhitungan Obat pada Anak
Perhitungan Obat pada Anak Perhitungan Obat pada Anak
Perhitungan Obat pada Anak Amalia Senja
 
Penggolongan obat berdasarkan jenisnya
Penggolongan obat berdasarkan jenisnyaPenggolongan obat berdasarkan jenisnya
Penggolongan obat berdasarkan jenisnyaRonaldo Tempone
 
Jenis spuit dan ukurannya
Jenis spuit dan ukurannyaJenis spuit dan ukurannya
Jenis spuit dan ukurannyaNs. Lutfi
 
Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
Anatomi Fisiologi Sistem PerkemihanAnatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
Anatomi Fisiologi Sistem PerkemihanYandrawati S.KM
 
Prinsip pemberian obat
Prinsip pemberian obatPrinsip pemberian obat
Prinsip pemberian obatary Camba
 

What's hot (20)

Mi 1 2. pengadaan obat di puskesmas
Mi 1   2. pengadaan obat di puskesmasMi 1   2. pengadaan obat di puskesmas
Mi 1 2. pengadaan obat di puskesmas
 
Makalah anatomi dan fisiologi indra penglihatan
Makalah anatomi dan fisiologi indra  penglihatanMakalah anatomi dan fisiologi indra  penglihatan
Makalah anatomi dan fisiologi indra penglihatan
 
Evaluasi sediaan steril
Evaluasi sediaan sterilEvaluasi sediaan steril
Evaluasi sediaan steril
 
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolitKeseimbangan cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolit
 
Prinsip kerja Obat
Prinsip kerja ObatPrinsip kerja Obat
Prinsip kerja Obat
 
Uji Mutu Sediaan Suspensi
Uji Mutu Sediaan SuspensiUji Mutu Sediaan Suspensi
Uji Mutu Sediaan Suspensi
 
penghitungan dosis obat
penghitungan dosis obatpenghitungan dosis obat
penghitungan dosis obat
 
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)
 
Teori Sistem dalam pelayanan kesehatan
Teori Sistem dalam pelayanan kesehatanTeori Sistem dalam pelayanan kesehatan
Teori Sistem dalam pelayanan kesehatan
 
Macam2 dan cara penyuntikan
Macam2 dan cara penyuntikanMacam2 dan cara penyuntikan
Macam2 dan cara penyuntikan
 
PPT KARDIOVASKULER
PPT KARDIOVASKULERPPT KARDIOVASKULER
PPT KARDIOVASKULER
 
KFT
KFTKFT
KFT
 
Farmakologi
Farmakologi Farmakologi
Farmakologi
 
Evaluasi sediaan
Evaluasi sediaanEvaluasi sediaan
Evaluasi sediaan
 
Anatomi dan Fisiologi Eliminasi Fekal
Anatomi dan Fisiologi Eliminasi FekalAnatomi dan Fisiologi Eliminasi Fekal
Anatomi dan Fisiologi Eliminasi Fekal
 
Perhitungan Obat pada Anak
Perhitungan Obat pada Anak Perhitungan Obat pada Anak
Perhitungan Obat pada Anak
 
Penggolongan obat berdasarkan jenisnya
Penggolongan obat berdasarkan jenisnyaPenggolongan obat berdasarkan jenisnya
Penggolongan obat berdasarkan jenisnya
 
Jenis spuit dan ukurannya
Jenis spuit dan ukurannyaJenis spuit dan ukurannya
Jenis spuit dan ukurannya
 
Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
Anatomi Fisiologi Sistem PerkemihanAnatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
 
Prinsip pemberian obat
Prinsip pemberian obatPrinsip pemberian obat
Prinsip pemberian obat
 

Viewers also liked

Ekskresi obat - Anak-farmasi.com
Ekskresi obat - Anak-farmasi.comEkskresi obat - Anak-farmasi.com
Ekskresi obat - Anak-farmasi.comCholid Maradanger
 
Farmakokinetik suatu obat pada ibu hamil dan
Farmakokinetik suatu obat pada ibu hamil danFarmakokinetik suatu obat pada ibu hamil dan
Farmakokinetik suatu obat pada ibu hamil danherahongkimyungsoo
 
Biotransformasi sediaan oral
Biotransformasi sediaan oralBiotransformasi sediaan oral
Biotransformasi sediaan oraljenjenjean11
 
New Hire Training Manual
New Hire Training ManualNew Hire Training Manual
New Hire Training ManualBrett Chase
 
Farmakodinamik interaksi obat (fauzi al amrie)
Farmakodinamik interaksi obat (fauzi al amrie)Farmakodinamik interaksi obat (fauzi al amrie)
Farmakodinamik interaksi obat (fauzi al amrie)Achmad Fauzi Al' Amrie
 
Metabolisme obat - Anak-farmasi.com
Metabolisme obat - Anak-farmasi.comMetabolisme obat - Anak-farmasi.com
Metabolisme obat - Anak-farmasi.comCholid Maradanger
 
Makalah farmakologi
Makalah farmakologi Makalah farmakologi
Makalah farmakologi dinana88
 
Distribusi Obat Dalam Tubuh
Distribusi Obat Dalam TubuhDistribusi Obat Dalam Tubuh
Distribusi Obat Dalam TubuhLilik Sholeha
 
Konsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
Konsep Dasar Farmakosetik, FarmakokinetikKonsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
Konsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetikpjj_kemenkes
 
Biofarmasetika ( i ) new2
Biofarmasetika ( i ) new2Biofarmasetika ( i ) new2
Biofarmasetika ( i ) new2husnul khotimah
 
Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas dan BioekivalensiBioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas dan BioekivalensiSurya Amal
 
Konsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
Konsep Dasar Farmakosetik, FarmakokinetikKonsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
Konsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetikpjj_kemenkes
 
Kimia Farmasi I - Antibiotik - DIII Farmasi - Universitas Pekalongan
Kimia Farmasi I - Antibiotik - DIII Farmasi - Universitas PekalonganKimia Farmasi I - Antibiotik - DIII Farmasi - Universitas Pekalongan
Kimia Farmasi I - Antibiotik - DIII Farmasi - Universitas PekalonganAnna Lisstya
 
Farmakokinetik dan farmakodinamik
Farmakokinetik dan farmakodinamikFarmakokinetik dan farmakodinamik
Farmakokinetik dan farmakodinamiksriapsari603
 
Farmakokinetika
FarmakokinetikaFarmakokinetika
Farmakokinetika4nakmans4
 

Viewers also liked (20)

Ekskresi obat - Anak-farmasi.com
Ekskresi obat - Anak-farmasi.comEkskresi obat - Anak-farmasi.com
Ekskresi obat - Anak-farmasi.com
 
Ekskresi obat
Ekskresi obatEkskresi obat
Ekskresi obat
 
Farmakokinetik suatu obat pada ibu hamil dan
Farmakokinetik suatu obat pada ibu hamil danFarmakokinetik suatu obat pada ibu hamil dan
Farmakokinetik suatu obat pada ibu hamil dan
 
Ekskresi dan klirens ginjal
Ekskresi dan klirens ginjalEkskresi dan klirens ginjal
Ekskresi dan klirens ginjal
 
Biotransformasi sediaan oral
Biotransformasi sediaan oralBiotransformasi sediaan oral
Biotransformasi sediaan oral
 
Metabolisme obat
Metabolisme obatMetabolisme obat
Metabolisme obat
 
New Hire Training Manual
New Hire Training ManualNew Hire Training Manual
New Hire Training Manual
 
Farmakodinamik interaksi obat (fauzi al amrie)
Farmakodinamik interaksi obat (fauzi al amrie)Farmakodinamik interaksi obat (fauzi al amrie)
Farmakodinamik interaksi obat (fauzi al amrie)
 
Metabolisme obat - Anak-farmasi.com
Metabolisme obat - Anak-farmasi.comMetabolisme obat - Anak-farmasi.com
Metabolisme obat - Anak-farmasi.com
 
Reaksi Kimia dalam Metabolisme Obat
Reaksi Kimia dalam Metabolisme ObatReaksi Kimia dalam Metabolisme Obat
Reaksi Kimia dalam Metabolisme Obat
 
Makalah farmakologi
Makalah farmakologi Makalah farmakologi
Makalah farmakologi
 
Distribusi Obat Dalam Tubuh
Distribusi Obat Dalam TubuhDistribusi Obat Dalam Tubuh
Distribusi Obat Dalam Tubuh
 
Distribusi dan ikatan protein
Distribusi dan ikatan proteinDistribusi dan ikatan protein
Distribusi dan ikatan protein
 
Konsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
Konsep Dasar Farmakosetik, FarmakokinetikKonsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
Konsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
 
Biofarmasetika ( i ) new2
Biofarmasetika ( i ) new2Biofarmasetika ( i ) new2
Biofarmasetika ( i ) new2
 
Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas dan BioekivalensiBioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
 
Konsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
Konsep Dasar Farmakosetik, FarmakokinetikKonsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
Konsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
 
Kimia Farmasi I - Antibiotik - DIII Farmasi - Universitas Pekalongan
Kimia Farmasi I - Antibiotik - DIII Farmasi - Universitas PekalonganKimia Farmasi I - Antibiotik - DIII Farmasi - Universitas Pekalongan
Kimia Farmasi I - Antibiotik - DIII Farmasi - Universitas Pekalongan
 
Farmakokinetik dan farmakodinamik
Farmakokinetik dan farmakodinamikFarmakokinetik dan farmakodinamik
Farmakokinetik dan farmakodinamik
 
Farmakokinetika
FarmakokinetikaFarmakokinetika
Farmakokinetika
 

Similar to EKRESI DAN DOSIS

Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Novi Fachrunnisa
 
Konsep dasar
Konsep dasar Konsep dasar
Konsep dasar Dedi Kun
 
3 - The Relationship of Drug Metabolism and Nutrients.pptx
3 - The Relationship of Drug Metabolism and Nutrients.pptx3 - The Relationship of Drug Metabolism and Nutrients.pptx
3 - The Relationship of Drug Metabolism and Nutrients.pptxEmmyKardianasari
 
P2. Farmakokinetik & dinamik.pptx
P2. Farmakokinetik & dinamik.pptxP2. Farmakokinetik & dinamik.pptx
P2. Farmakokinetik & dinamik.pptxNFebrian
 
FARMAKOLOGI 1 - kuliah 1,2 ok.pptx
FARMAKOLOGI 1 - kuliah 1,2 ok.pptxFARMAKOLOGI 1 - kuliah 1,2 ok.pptx
FARMAKOLOGI 1 - kuliah 1,2 ok.pptxWahyuRaizHo
 
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptx
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptxFARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptx
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptxhaslinahaslina3
 
Farmakokinetika
FarmakokinetikaFarmakokinetika
Farmakokinetika4nakmans4
 
Farmakokinetika
FarmakokinetikaFarmakokinetika
Farmakokinetika4nakmans4
 
Farmakokinetika
FarmakokinetikaFarmakokinetika
Farmakokinetika4nakmans4
 
Farmakologi part i
Farmakologi part iFarmakologi part i
Farmakologi part iary Camba
 
Review Dasar farmakologi, Farmakoterapi dan Farmakodinamik.pptx
Review Dasar farmakologi, Farmakoterapi dan Farmakodinamik.pptxReview Dasar farmakologi, Farmakoterapi dan Farmakodinamik.pptx
Review Dasar farmakologi, Farmakoterapi dan Farmakodinamik.pptxAPOTEKERBAYUPAMUNGKA
 
BIOFARMASI SEDIAAN OBAT FARMASI 2024 fix
BIOFARMASI SEDIAAN OBAT FARMASI 2024 fixBIOFARMASI SEDIAAN OBAT FARMASI 2024 fix
BIOFARMASI SEDIAAN OBAT FARMASI 2024 fixRISMIFARMASI
 
Farmakoterapi Lanjutan Kel 3.pptx
Farmakoterapi Lanjutan Kel 3.pptxFarmakoterapi Lanjutan Kel 3.pptx
Farmakoterapi Lanjutan Kel 3.pptxHelmiMildani
 

Similar to EKRESI DAN DOSIS (20)

Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
 
Pertemuan-1.pptx
Pertemuan-1.pptxPertemuan-1.pptx
Pertemuan-1.pptx
 
Farmakokinetik
FarmakokinetikFarmakokinetik
Farmakokinetik
 
Konsep dasar
Konsep dasar Konsep dasar
Konsep dasar
 
3 - The Relationship of Drug Metabolism and Nutrients.pptx
3 - The Relationship of Drug Metabolism and Nutrients.pptx3 - The Relationship of Drug Metabolism and Nutrients.pptx
3 - The Relationship of Drug Metabolism and Nutrients.pptx
 
Farmakologi Dasar
Farmakologi DasarFarmakologi Dasar
Farmakologi Dasar
 
P2. Farmakokinetik & dinamik.pptx
P2. Farmakokinetik & dinamik.pptxP2. Farmakokinetik & dinamik.pptx
P2. Farmakokinetik & dinamik.pptx
 
Farmakologi
FarmakologiFarmakologi
Farmakologi
 
Kb 1
Kb 1Kb 1
Kb 1
 
Kb 1
Kb 1Kb 1
Kb 1
 
FARMAKOLOGI 1 - kuliah 1,2 ok.pptx
FARMAKOLOGI 1 - kuliah 1,2 ok.pptxFARMAKOLOGI 1 - kuliah 1,2 ok.pptx
FARMAKOLOGI 1 - kuliah 1,2 ok.pptx
 
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptx
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptxFARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptx
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptx
 
Farmakokinetika
FarmakokinetikaFarmakokinetika
Farmakokinetika
 
Farmakokinetika
FarmakokinetikaFarmakokinetika
Farmakokinetika
 
Farmakokinetika
FarmakokinetikaFarmakokinetika
Farmakokinetika
 
Farmakologi part i
Farmakologi part iFarmakologi part i
Farmakologi part i
 
Review Dasar farmakologi, Farmakoterapi dan Farmakodinamik.pptx
Review Dasar farmakologi, Farmakoterapi dan Farmakodinamik.pptxReview Dasar farmakologi, Farmakoterapi dan Farmakodinamik.pptx
Review Dasar farmakologi, Farmakoterapi dan Farmakodinamik.pptx
 
BIOFARMASI SEDIAAN OBAT FARMASI 2024 fix
BIOFARMASI SEDIAAN OBAT FARMASI 2024 fixBIOFARMASI SEDIAAN OBAT FARMASI 2024 fix
BIOFARMASI SEDIAAN OBAT FARMASI 2024 fix
 
Farmakoterapi Lanjutan Kel 3.pptx
Farmakoterapi Lanjutan Kel 3.pptxFarmakoterapi Lanjutan Kel 3.pptx
Farmakoterapi Lanjutan Kel 3.pptx
 
DRUGS DELIVERY SYSTEM
DRUGS DELIVERY SYSTEMDRUGS DELIVERY SYSTEM
DRUGS DELIVERY SYSTEM
 

EKRESI DAN DOSIS

  • 1. 1 MAKALAH FARMAKOLOGI EKRESI dan DOSIS OBAT Disusun Oleh: 1. Asri Mayang 2. Awalia Eva 3. Dewi Friandani 4. Dewi Wulan 5. Ismi Puspita 6. Prita Alvina 7. Raudatul J 8. Yeny R STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN TAHUN AKADEMIK 2013/2014
  • 2. 2 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT atas karunianya akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah Farmakologi “Ekresi dan Dosis Obat” tepat waktu. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka Laporan Asuhan Kebidanan ini tidak akan terwujud.Untuk itu penyusun ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Wahyudi S,S sebagai dosen pengampu 2. Semua pihak yang telah membantu pembuatan laporan ini sehingga dapat tersusun dengan baik. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih memerlukan penyempurnaan maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Madiun,………..2013 Penulis
  • 3. 3 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………………………………….................... i KATA PENGANTAR ............…………………………………………..... ii DAFTAR ISI..............…………………………………………….. ……… iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang…………………………………… ……. 1 B. Tujuan…………………………………………………... 1 C. Manfaat…………………..………………………..……. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Ekresi……….………………………..…… 3 B. Proses Ekresi...........……………………………....….. 6 C. Pengertian Dosis............................................................... D. Faktor yang Mempengaruhi Dosis Obat........................... BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN................................................................. B. SARAN.............................................................................. DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 8
  • 4. 4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran organ dalam tubuh seseorang merupakan hal terpenting dalam proses ekresi obat.Obat yang masuk kedalam tubuh akan mengalami absorsi,distribusi,metabolisme dan yang terakhir ekresi.Dalam prosestersebut dibutuhkan organ yang sehat dan kuat jika tidak obat dapat menjadi racun dalam tubuh kita. Peran perawat dalam pemberian obat dan pengobatan telah berkembang dengan cepat dan luas seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan. Perawat diharapkan terampil dan tepat saat melakukan pemberian obat. Tugas perawat tidak sekedar memberikan pil untuk diminum atau injeksi obat melalui pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian obat tersebut. Oleh karena itu, pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat sangat penting untuk dimiliki perawat. Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya.Keberhasilan promosi kesehatan sangat tergantung pada cara pandang klien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, yang juga bertanggung jawab terhadap menetapkan pilihan perawatan dan pengobatan, baik itu berbentuk obat alternative, diresepkan oleh dokter, atau obat bebas tanpa resep dokter. Sehingga, tenaga kesehatan terutama perawat harus dapat membagi pengetahuan tentang obat-obatan sesuai dengan kebutuhan klien.
  • 5. 5 B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu mengetahui mekanisme ekresi obat serta dosis obat yang tepat untuk terapi pasien 2. Tujuan Khusus Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme ekresi obat secara rinci dan pemberian dosis yang tepat sesuai rumus danpenyakit pasien. C. Manfaat 1.Bagi penulis Sebagai bahan kepustakaan bagi yang membutuhkan referensi tentang ekresi dan dosis obat. 2 Bagi Institusi Sebagai bahan kepustakaan bagi yang membutuhkan referensi tentang ekresi dan dosis obat. 3 Bagi Klien Agar mereka dapat mengetahui bagaimana ekresi obat serta dosis obat yang sesuai.
  • 6. 6 BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN EKRESI Dalam proses farmakokinetik obat setelah obat mengalami fase absorpsi, distribusi, dan biotransformasi, obat akhirnya mengalami fase ekresi. Ekresi merupakan perpindahan obat dari sirkulasi sistemik menuju ke organ ekskresi. Obat mengalami ekskresi bertujuan untuk mendetoksifikasi obat, karena telah diketahui bahwa obat dianggap racun/ zat asing oleh tubuh. Organ ekskresi juga bermacam-macam contohnya yang paling umum adalah ginjal, kemudian paru-paru, saliva, keringat, air susu, empedu, dll. Tetapi biasanya yang digunakan untuk menghetahui parameter ekresi obat adalah melalui urin (dari ginjal). Hal ini dikarenakan sangat sedikit kadar obat yang terekskresi melalui jalur selain urin. Sebagai contoh anggap saja kita pakai parasetamol. Kecepatan obat untuk diekresi dari tubuh dilihat dari waktu paruhnya (T 1/2). Setiap obat memiliki waktu paro yang berbeda-beda. Obat A mungkin dalam 2 jam sudah bersih dari tubuh, tapi ada juga yang baru 24 jam baru hilang dari tubuh. Waktu paro sendiri adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu senyawa agar jumlahnya tersisa 1/2 nya. Jadi semisal kalau ada senyawa 100 mg, maka waktu paro adalah waktu yang dibutuhkan senyawa tersebut sehingga senyawanya tinggal 50 mg. Jika dikaitkan dengan ekresi maka waktu paro berarti waktu yang dibutuhkan suatu obat untuk hilang separuhnya dari tubuh. Untuk lebih jelasnya pembahasan waktu paro teman- teman bisa membaca tulisan saya tentang waktu paro orde nol dan orde satu.
  • 7. 7 Eliminasi obat dari tubuh bisa bertambah panjang jika ada kerusakan pada ginjal dan hepar kita. Dengan bertambahnya waktu paro eliminasi maka durasi obat akan jadi makin panjang, dan juga obat yang harusnya sudah keluar dari tubuh, ternyata belum keluar. Maka dari itu, pada kebanyakan obat akan dikurangi dosisnya untuk mengurangi toksisitas. Dalam proses ekskresi terdapat parameter Kliren (Clearance). Kliren adalah Parameter eliminasi obat yang meliputi metabolisme/ biotransformasi dan ekskresi untuk dikeluarkan dari tubuh melalui organ ekskresi. B. PROSES EKRESI OBAT Penyerapan dan difusi di dalam tubuh memungkinkan zat aktif mencapai titik ikatan, secara simultan hal ini berperan dalam proses eliminasi yang merupakan proses akhir nasib obat dalam tubuh. Seperti apa fase penyerapan dan penyebaran, fase eliminasi berperan pada aktivitas toksitifitas obat. Aturan umum perlintasan membran juga berlaku pada eliminasi, namun perlintasan eliminasi terjadi dengan arah berbeda dengan arah penyerapan dan penyebaran ,yaitu dari jaringan menuju darah, kemudian dari darah menuju ke luar tubuh. Molekul- molekul obat dikeluarkan dari tubuh tanpa atau setelah mengalami perubahan hayati. Pada umumnya molekul-molekul yang lebih larut air lebih mudah di eliminasi , sebaliknya senyawa larut lemak diubah menjadi bentuk yang kurang larut lemak. Metabolit yang larut lemak ini lebih mudah dikeluarkan melalui ginjal yang merupakan jalur eliminasi obat-obat yang terpenting. Fenomena pasif dari difusi transmembran merupakan proses penting dalam eliminasi obat, tergantung jalur pengeluaran dan gradien konsentrasi. Proses eliminasi tergantung pada penyebaran senyawa, yang dipengaruhi oleh cara pemberian dan fenomena penyerapan. Misalnya bentuk bebas yang berdifusi, peran gradien konsentrasi serta ikatan pada protein plasma. adanya fiksasi pada tempat penimbunan (jaringan lemak) akan memperlambat eliminasi total. 1. Ekresi melalui ginjal
  • 8. 8 Pada jalur ekskresi melalui ginjal, metabolit-metabolit obat diekskresikan melalui urine melalui mekanisme filtrasi glomerulus, sekresi tubular aktif, dan reabsorpsi tubular. Ginjal merupakan organ utama dalam proses ekskresi. Organ ini mengekskresikan senyawa dari sirkulasi sistemik atau dari darah guna mempertahankan miliu internal. Dalam ginjal terdapat unit fungsional terkecil yang disebut dengan Nefron. Nefron terdiri atas pembuluh proksimal, lengkung Henle, dan pembuluh distal, sedangkan bagian kapiler terdiri dari glomerulus yang terdapat dalam kapsula Bowmann. Proses ekresi obat dalam ginjal ada tiga tahap, yaitu filtrasi glomelurus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus. 1) Fase Filtrasi Pada fase filtrasi obat yang tidak terikat protein plasma akan mengalami filtrasi atau penyaringan di glomelurus sebelum menuju tubulus. Pada bagian ini yang berpengaruh pada kecepatan filtrasi adalah ukuran partikel, bentuk partikel, dan jumlah pori glomelurus. Dari hal diatas kita dapat simpulkan jika obat yang terikat dengan protein plasma tidak akan ikut terekskresi karena ukuran protein yang besar. Dan jika kita temukan protein pada urin kita, maka glomelurus yang kita miliki memang sudah rusak. Karena sejatinya tidak mungkin protein bisa menembus glomerulus. 2) Fase reabsorsi tubulus tahapan ini dilakukan penyerapan kembali senyawa obat yang mash non polar dan masih dalam bentuk tak terion.Hal ini bisa dimanipulasi dengan membentuk pH urin. Dengan memberi suasana basa pada urin paka obat-obat asam akan terion sehingga tidak direabsorpsi dan menuju tahap selanjutnya. Begitu juga sebaliknya untuk obat basa.
  • 9. 9 3) Fase sekresi. Yaitu proses pengeluaran senyawa obat dari tubuh melalui urin. 2. Ekresi lewat urin Mekanisme yang menjamin eliminasi obat sama dengan mekanisme yang menjamin pembentukan urin. Peran yang diawali pada nefron yang merupakan kesatuan anatomi-fisiologi dari ginjal. Setiap nefron (1 juta tiap ginjal) merupakan tubulus yang panjang dengan epitel monoseluler, dan terdiri dari dua bagian dengan fungsi yang berbeda yaitu bagian glomerulus dan bagian tubulus. Bagian glomerulus terletak pada daerah perifer ginjal di dalam korteks ginjal. Glomerulus tersebut terbentuk dari kapsul Bowman dan tubuli nefron yang melekuk, terdiri dari jaringan kapiler arterial. Glomeruli ginjal merupakan keseluruhan kapsul Bowman dan glomerulus vaskuler yang membentuk badan Malphigi yang dapat dilihat dengan mata telanjang ( berukuran 200-300 Mm ). Bagian tubulus atau tubulus renalis, diawali dengan tubulus contortus proksimalis yang terletak dalam korteks dan kemudian membentuk kapsul Bowman. Selanjutnya adalah loop Henle yang mengikuti nefron, tertanam cukup dalam di medula; ini didahului oleh tubulus kontortus distalis yang terletak di dalam korteks. Tubulus distalis menyebar kedalam tubulus colengentes yang diakhiri oleh pori uniferes dalam kantong. Urin dikumpulkan melalui ureter dan dialirkan ke dalam vesica urinaria. Ginjal mempunyai perfusi yang sangat besar yaitu 20% dari debit jantung atau lebih kurang 1 liter darah yang lewat tiap menit didalam arteri renalis. Pada setiap nefron terdapat 2 anyaman kapiler yaitu glomerulus yang terdiri atas pembuluh darah arteri serta darah arteri kapiler yang dialirkan menuju jaringan
  • 10. 10 tubuler arteria-renalis. Darah vena dialirkan melalui vena renalis , dan selanjutnya kembali pada sirkulasi umum( menuju vena cava anterior) Pentingnya permukaan kontak dan tepi yang tipis dari endotelium vaskuler dan epitel nefron memberikan peluang pertukaran antara darah kapiler ginjal dan cairan tubuler. Semua nefron berperan pada proses peniadaan obat , juga pada pembentukan air kemih. Mekanisme yang sama juga terjadi pada filtrasi glomerulus dan penyerapan kembali serta sekresi tubuler. Fitrasi glomerulus merupakan fenomena pasif yang erat hubungannya dengan parameter kardiovaskuler , khususnya tentang debit jantung dan tekanan arteri. Semua pengurangan aktivitas jantung akan mengurangi debit jantung dan debit ginjal sedangkan pengurangan tekanan arteri akan menurunkan tekanan perfusi dalam arteri renalis akan menurunkan tekanan perfusi dalam arteri renalis dan menurunkan jumlah filtrat dan akibatnya terjadi diuresis. Filtrasi glomerulus sangat efektif karena jumlah dan besarnya pori-pori endothelium glomerulus . Glomerulus dapat menyaring hingga 1/5 volume plasma yang melalui lumen kapsul , volume dari ultrafiltrat glomerulus mencapai 120-130 ml tiap menit. Besarnya pori-pori dapat menyebabkan lolosnya sejumlah partikel dalam plasma, kecuali molekul-molekul besar dengan berat molekul diatas 68.000. jadi ultrafiltrat dari protein plasma komposisinya sama dengan plasma, hal ini menunjukkan bahwa proses ultrafiltrasi glomerulus terjadi secara difusi. Hampir pada semua obat, konsentrasi zat aktif yang terdapat dalam filtrat sama dengan konsentrasi dalam plasma. Hal itu juga berarti bahwa berkaitan dengan ikatan plasmatik , hanya satu fraksi bebas yang terdapat dalam ultrafiltrat dan seimbang dengan fraksi dalam plasma. Beberapa molekul obat tidak dapat berdifusi melalui membran glomerulus, karena berat molekulnya yang besar sehingga molekul-molekul tersebut tetap tinggal dalam lumen vaskuler dan digunakan untuk ekspansi vaskuler ( misalnya dekstran, polivinil-pirolidon dan sebagainya ).
  • 11. 11 Laju ultrafiltrasi glomerulus (180 liter /24 jam) dan jumlah ultrafiltratnya berbeda secara bermakna dibandingkan dengan urin (1,5 liter /24 jam), di satu sisi keduanya berbeda secara bermakna dan di sisi lain perbedaan komposisinya berkaitan erat dengan aktivitas intensif tubulus renalis, sesuai dengan fenomena penyerapan kembali dan pengeluaran. Dengan adanya proses ini, konsentrasi molekul-molekul yang terdapat di dalam ultrafiltrat glomerulus sama dengan konsentrasi dalam plasma, dan selanjutnya dikeluarkan dari tubuh dengan laju yang berbeda. Jika molekul yang tersaring di sepanjang tubulus renalis tidak mengalami perubahan, maka jumlah obat yang keluar dari tubuh dalam 1 menit dalam urin (= U x V) adalah sama dengan jumlah obat yang melalui darah /menit dalam ultrafiltrat glomerulus (= P x F). Keterangan: U = konsentrasi dalam urin V = volume urin /menit P = konsentrasi dalm plasma F = volume filtrat glomerulus Klirens dari suatu molekul obat atau jumlah plasma yang terinci /menit sama dengan volume ultrafiltrat glomerulus : Klirens = U x P V Bila klirens molekul di atas 120-130 m/menit, maka selama melalui tubulus, mekanisme aktif sekresi telah membantu proses eliminasi. Sebaliknya, bila klirens lebih rendah dari volum ultrafiltrat , maka fenomena reabsorpsi memperlambat eliminasi.
  • 12. 12 Dari perhitungan yang mengabaikan pengaruh-pengaruh luar, ternyata waktu paruh biologik (waktu yang diperlukan agar konsentrasi zat aktif dalam darah menurun separuhnya) adalah : · 70 menit jika hanya terjadi proses filtrasi · 7 menit jika terjadi sekresi melalui tubulus renalis · 7 hari jika terjadi penyerapan kembali tubulus, dalam hal ini konsentrasi dalam urin tidak melampaui konsentrasi plasma. Perhitungan ini menggambarkan secara nyata bahwa peran eliminasi obat melalui ginjal berkaitan erat dengan aktivitas obat. Fenomena penyerapan kembali tubulus berperan nyata dalam pembentukan urin : pengurangan volum dari 180 liter filtrat menjadi 1,5 liter urin menunjukkan fenomena tersebut. Pentingnya proses penyerapan kembali air (99%) menyangkut kepentingan reabsorpsi Natrium yang sebagian terjadi karena pengaruh mekanisme hormonal (ADH). Pengurangan volum urin yang terbentuk pada tubulus renalis yang menyebabkan adanya gradien konsentrasi yang mendorong difusi obat dari cairan tubulus menuju plasma. Dengan demikian konsentrasi intratubulus menjadi lebih besar dari konsentrasi plasma. Perlintasan membran ginjal terjadi seperti halnya membran yang lain yaitu senyawa yang paling larut lemak dan fraksi tak terionosasi dari asam/basa lemah yang lebih mudah diserap kembali. Derajat ionosasi merupakan fungsi dari pH cairan sekitar dan pH plasma relatif tetap, sedangkan pH urin dapat bervariasi walaupun dalam keadaan normal bersifat asam. Sebanarnya ginjal bukan hanya berperan untiuk mengeluarkan sisa-sisa kotoran tetapi juga berpartisipasi mempertahankan homeostasis ; sebagian melalui fungsinya dengan sekresi ion H+ pada tubulus distalis. Keragaman pH pada lumen tubulus mempengaruhi keseimbangan antara bentuk yang terionkan dan yang tak terionkan, sehingga penyerapan kembali elektrolit lemah mengalami perubahan.
  • 13. 13 Untuk asam lemah, penurunan pH mengurangi ionosasi molekul, sedangkan bentuk tidak terionkan yang larut lemak konsentrasinya di dalam saluran cerna lebih besar dari konsentrasi dalam plasma. Hal ini menguntungkan proses penyerapan kembali. Pada keadaan fisiologis normal, asam asetil salisilat mudah diserap kembali pada tubulus renalis. Maka, alkalinisasi air kemih melalui perfusi Natrium bikarbonat merupakan cara yang sering dilakukan pada overdosis obat untuk pengeluaran senyawa-senyawa seperti asam asetil salisilat atau barbiturat. Sebaliknya juga berlaku untuk basa lemah eliminasinya dipengaruhi oleh keasaman urin. Sifat-sifat fisiko-kimia dari molekul zat aktif dan pH larutan menentukan terjadinya penyerapan kembali. Namun perlu juga diperhatiakan bahwa adanya ikatan plasmatik dan gradien difusi hanya tergantung pada bentuk yang tidak terikat. pH = pKa + log konsentrasi bentuk terionkan (I) konsenterasi bentuk tak terion (NI) Sekresi tubuler merupakan suatu mekanisme aktif yang ikut berperan dalam pengeluaran senyawa asing dari tubuh bersama urin. Sekresi tubuler akan membantu pengeluaran obat-obat tertentu secara cepat. Ada 2 sistem transport pada tubulus contortus priximal, sebagian untuk asam-asam organik : penisilin, metabolit glukoronat atau sulfat, yang lain untuk basa-basa organik : kinina, amonium kuarterner dan sebagainya. Kedua sistem tersebut merupakan kriteria transpor aktif transmembran. Tidak ada tipe transpor yang spesifik untuk suatu molekul, adnya persainagn untuk transporer yang sama dapat terjadi antara beberapa molekul. Contoh klasik adalah penisilin dan probenesid. Penisilin merupakan senyawa yang larut air dan mencapai tubulus proximal untuk disekresi (harga klirens penisilina lebih besar dari penyaringan glomerulus yaitu 500 ml/menit); laju eliminasi tidak begitu
  • 14. 14 penting karena obat tersebut mempunyai batas efek terapetik dan mengharuskan penderita disuntik ulang. Untuk memperpanjang efek terapetik maka penisilin diberikan bersama dengan probenesid. Sistem eliminasi probenesid sama dengan sistem eliminasi penisilin, dengan adanya persaingan pada transporter yang sama, maka probenesid akan memperlambat eliminasi penisilin karena ionisasi probenesid yang kuat akan mencegah penyerapan kembali penisilin. Asam para-aminohipurat merupakan tipe yang sama dengan senyawa yang dikeluarkan oleh ginjal. Pengeluarannya relatif terjadi sejak awal pengaliran darah dalam ginjal dan hal itu menguntungkan untuk penentuan aliran darah glomerulus 3. Ekresi lewat Empedu Pengaliran darah hati menuju canaliculi biliaris serta zat aktif dan metabolitnya yang terbentuk di dalam hati mengikuti hukum umum perlintasan membran. Difusi pasif molekul-molekul tergantung pada ukurannya, sifat fisiko-kimia serta perbedaan konsentrasi. Mekanisme transpor aktif berperan penting pada eliminasi obat khususnya pada metabolit yang lebih polar dibandingkan senyawa induknya seperti trurunan glokoronat. Seperti pada ginjal, pada empedu juga terdapat 2 sistem transpor aktif transmembran. Mekanisme transpor aktif ini penting untuk beberapa molekul antibiotika terutama tetrasiklin.hal ini karena obat dapat menembus saluran empedu sampai konsentrasi yang cukup untuk pengobatan infeksi. Dengan adanya cairan empedu di dalam duodenum maka zat aktif dan metabolitnya dapat dikeluarkan melalui pembentukan garam, atau zat aktif diserap kembali di usus, jika sifat-sifat fisiko-kimianya dapat melewati sawar usus dan masuk kembali dalm sirkulasi (siklus entero-hepatik). Fenomena ini menyebabkan obat lebih lama berada di dalam tubuh dan pengeluaran secara definitif baru terjadi melalui ginjal.
  • 15. 15 4. Ekresi lewat Feses Seperti diketahui zat aktif atau metabolit yang ditiadakan melalui empedu tidak mengalami siklus entero-hepatik. Di dalam feses terdapat pula senyawa yang disekresi oleh getah saluran cerna seperti sekresi ludah (saliva). Feses dapat pula mengandung sejumlah molekul yang dikeluarkan oleh saluran cerna dan tidak diserap kembali oleh mukosa usus. Obat-obat tertentu dapat digunakan untuk memerlukan efek terapi setempat pada sistem pencernaan misalnya sulfaguanidin, bismuth. 5. Ekresi Lewat Paru Sistem pernafasan berperan untuk pengeluaran beberapa senyawa yang berbentuk gas atau zat yang mudah menguap pada suhu tubuh. Gradien tekanan parsiil capillo-alveolaire yang positif dapat mendorong terjadinya difusi pasif sehingga terjadi pengeluaran gas tersebut. Intensitas pengeluaran melalui membran berhubungan erat dengan fenomena ventilasi yang menjamin pembaharuan udara alveoli dan aliran darah di paru. Secara umum pada proses difusi akan terjadi keseimbangan antara tekanan parsiil udara di dalam alveoli dan darah kapiler paru. Penerapan fenomena difusi alveolo-kapiler misalnya pada pengujian alkohol melalui napas, terutama bagi pengendara mobil. 6. Ekresi Lainya Pengeluaran obat dari tubuh dapat mempengaruhi kerja obat meskipun secara umum dapat dikatakan bahwa hal itu tidak terlalu berarti, kecuali pada kasus khusus misalnya eliminasi tanpa perubahan bentuk melalui ludah. Oleh sebab itu spiramisin sering diberikan pada stomatologi. Eliminasi yang terbatas ini kadang-kadang dapat digunakan untuk diagnosis adanya alkaloid dalam air ludah. Pengambilan cuplikan ludah pada saat perlombaan pacuan kuda dapat mengontrol adanya “doping” kuda dengan morfin. Selain itu warna merah dari sekresi lakrimalis juga disebabkan oleh rifampisin. Walaupun pengeluaran obat
  • 16. 16 melalui keringat telah lama dikenal seperti jodium, brom, kinin dan sebagainya. Namun mekanisme yang terkait belum diketahui dengan jelas, mungkin bersamaan dengan pembentukan keringat. Bentuk yang lain dari eliminasi adalah pengeluaran zat aktif melalui air susu ibu (ASI). Dengan mekanisme difusi dan fenomena transpor aktif maka konsentrasi obat tertentu dalam air susu lebih tinggi dibandingkan konsentrasi plasmatik. ASI lebih asam dibanding plasma, sehingga senyaa basa (alkaloid) dapat berdifusi dengan mudah. Molekul-molekul berukuran kecil seperti halnya alkohol dapat segera keluar dan membuat keseimbangan dengan plasm. Meskipun jumlah yang ditemukan kembali dalam ASI jarang yang melebihi 1% dari dosis yang diberikan. Namun hal ini tidak dapat diabaikan karena sistem enzimatik pad bayi belum matang benar, terutamaenzim konjugasi. Demikian pula sisitem saraf pada bayi lebih peka dibandingkan pada orang dewasa. Orang dewasa juga dapat mengalami masalah berkaitan dengan pengeluaran obat melalui air susu ternak pemakaian penisilin untuk pengobatan mastitis pada sapi perah merupakan awal dari reaksi kepekaan terhadap antibiotika pada manusia. Masalahnya tidak terbatas pada hal di atas, sediaan-sediaan tertentu yang secara luas digunakan pada pertanian terutama yamg daya larut lemaknya besar, seperti pestisida dan herbisida, dapat dikeluarkan melalui susu ternak. Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dan toksisitas obat maka eliminasi melalui perubahan hayati mempunyai peran yang cukup penting. Karena ginjal berperan dalam proses eliminasi, maka mengingat kinetika obat yang dapat mencapai organ tersebut perli diperhatikan aturan penggunaan untuk semua obat pada penderita dengan kegagalan ginjal.Hal yang sama terjadi pada penderita kegagalan hati dimana terjadi gangguan fungsi perubahan hayati dan pengeluaran empedu. C. PENGERTIAN DOSIS
  • 17. 17 Dengan dosis obat dimaksud jumlah obat yang diberikan kepada penderita dalam satuan berat (gram, milligram,mikrogram) atau satuan isi (liter, mililiter) atau unit- unit lainnya (Unit Internasional). Kecuali bila dinyatakan lain maka yang dimaksud dengan dosis obat yaitu sejumlah obat yang memberikan efek terapeutik pada penderita dewasa, juga disebut dosis lazim atau dosis medicinalis atau dosis terapeutik. Bila dosis obat yang diberikan melebihi dosis terapeutik terutama obat yang tergolong racun ada kemungkinan terjadi keracunan, dinyatakan sebagai dosis toxic. Dosis toxic ini dapat sampai mengakibatkan kematian, disebut sebagai dosis letal. Obat-obat tertentu memerlukan dosis permulaan (initial dose) atau dosis awal (loading dose) yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (maintenance dose). Dengan memberikan dosis permulaan yang lebih tinggi dari dosis pemeliharaan (misalnya dua kali), kadar obat yang dikehendaki dalam darah dapat dicapai lebih awal. Hal ini dilakukan antara lain pada pemberian oral preparal Sulfa (Sulfisoxazole,Trisulfa pyrimidines), diberikan dosis permulaan 2 gram dan diikuti dengan dosis pemeliharaan 1 gram tiap 6 jam. D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DOSIS OBAT Dosis obat yang diberikan kepada penderita dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor obat, cara pemberian obat tersebut dan penderita. Terutama faktor-faktor penderita seringkali kompleks sekali, karena perbedaan individual terhadap respon obat tidak selalu dapat diperkirakan. Ada kemungkinan ketiga faktor tersebut di bawah ini didapati sekaligus. 1.Faktor Obat: a. Sifat fisika : daya larut obat dalam air/lemak, kristal/amorf, dsb. b. Sifat kimiawi : asam, basa, garam, ester, garam kompleks, pH, pKa. c. Toksisitas : dosis obat berbanding terbalik dengan toksisitasnya.
  • 18. 18 2.Faktor Cara Pemberian Obat Kepada Penderita: a. Oral : dimakan atau diminum b. Parenteral : subkutan, intramuskular, intravena, dsb c. Rektal, vaginal, uretral d. Lokal, topikal e. Lain-lain : implantasi, sublingual, intrabukal, dsb 3.Faktor Penderita: a. Umur : neonatus, bayi, anak, dewasa, geriatrik b. Berat badan : biarpun sama-sama dewasa berat badan dapat berbeda besar c. Jenis kelamin : terutama untuk obat golongan hormon d. Ras : “slow & fast acetylators” e. Toleransi f. Obesitas : untuk obat-obat tertentu faktor ini harus diperhitungkan h. Keadaan pato-fisiologi : kelainan pada saluran cerna mempengaruhi absorbsi obat, penyakit hati mempengaruhi metabolisme obat, kelainan pada ginjal mempengaruhi ekskresi obat.
  • 19. 19 BAB III PENUTUP A.SIMPULAN Mekanisme kerja obat setelah melalui proses absorpsi, distribusi, dan metabolisme obat akan dikeluarkan dari tubuh. Fase ini dinamakan fase ekskresi.Eksresidapat melalui ginjal,urin,feses,keringat dan lain-lain. Ginjaladalah eksresi paling sering terjadi. Dalam memberikan dosis obat harus sesuai dengan kondisi dan usia pasien. Dengan menggunakan rumus yang telah ditetapkan untuk menentukan dosis yang tepat. Agar pasien merasa puas atas tindakan keperawatan yang kita berikan. B. SARAN Dalam proses ekskresi juga dibutuhkan organ yang sehat agar semua berjalan dengan lancer, dan menjaga kesehatan adalah hal yang utama. Dalam memberikan dosis obat yang tepat dan juga akurat. Dibutuhkan kemampuan untuk mengetahui dan menerapkan rumus perhitungan dosis. Jadi, kita sebagai perawat yang profesi professional harus mampu menguasai tentang dosis obat.