MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Laporan Hasil Diskusi Kelompok Kecil Kel. 3 B9M3
1. LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL
BLOK 9 MODUL 3
INFEKSI ODONTOGENIK
Disusun oleh : Kelompok 3
Luly Kartika Dewi Br. Kaban 2010026006
Nabila Maulida 2010026007
Fitria Ayu Cahyani 2010026008
Gusti Novia Ramadhana 2010026009
Cici Nur Aisyah Eka Putri 2010026013
Asri Puspita Dewi 2010026017
Airvin Wika Samiaji 2010026025
Sheviola Wahyu Okta Angelia 2010026027
Richardo Filbert Kwan 2010026028
Rheznandya Asylla Aulin Eddys 2010026033
Defirst Elfani Damayanti 2010026034
Tutor : Dr. drg. Lilies Anggarwati A, Sp. Perio
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021
2. i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Infeksi Odontogenik”
pada waktunya. Laporan ini kami susun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari
diskusi kelompok kecil (DKK) kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga terselesaikannya laporan ini, antara lain :
1. Dr. drg. Lilies Anggarwati A, Sp. Perio selaku tutor kelompok 3 yang telah
membimbing kami dalam menyelesaikan diskusi kelompok kecil (DKK).
2. drg. Syahril Samad, Sp. BM selaku dosen penanggung jawab kuliah modul ini
yang telah mengajar dan membimbing kami.
3. Teman-teman kelompok 3 yang telah menyampaikan pemikiran dan usulannya
sehingga Diskusi Kelompok Kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik,
serta dapat menyelesaikan laporan hasil Diskusi Kelompok Kecil (DKK).
4. Teman-teman mahasiswa Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman Angkatan 2020 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami
sebutkan satu per satu.
Kami menyadari bahwa kemampuan kami dalam menyusun laporan ini sangat
terbatas. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil Diskusi Kelompok
Kecil (DKK) ini.
Samarinda, 4 Desember 2021
Kelompok 3
3. ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................... .......................... i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1.LATAR BELAKANG................................................................... 1
1.2.TUJUAN PEMBELAJARAN........................................................ 2
1.3.MANFAAT .................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 3
2.1. SKENARIO.................................................................................. 3
2.2 IDENTIFIKASI ISTILAH ASING ............................................... 3
2.3. IDENTIFIKASI MASALAH........................................................ 4
2.4. ANALISIS MASALAH ............................................................... 4
2.5. STRUKTURISASI KONSEP ....................................................... 7
2.6. LEARNING OBJECTIVE............................................................ 7
2.7. BELAJAR MANDIRI .................................................................. 8
2.8. SINTESIS..................................................................................... 8
BAB III PENUTUP .................................................................................... 40
3.1. KESIMPULAN ............................................................................ 40
3.2. SARAN ....................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... iii
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi pada regio oromaksilofasial secara umum dikelompokkan dalam dua cabang
besar yaitu infeksi odontogenik dan infeksi non odontogen. Infeksi Non-Odontogenik
adalah infeksi yang berasal bukan dari gigi. Sedangkan Infeksi yang berasal dari gigi atau
struktur penyangga gigi merupakan infeksi odontogenik. Infeksi odontogenik telah menjadi
salah satu penyakit yang sering ditemukan dalam bagian bedah mulut dan maksilofasial.
Infeksi odontogenik adalah suatu penyakit yang sukar dikendalikan dalam bidang
kedokteran gigi.
Meskipun pada umumnya infeksi odontogenik dapat dirawat dengan prosedur
pembedahan minor dan terapi medikal suportif, dokter gigi harus waspada bahwa infeksi
odontogenik dapat menjadi parah dan membahayakan nyawa dalam waktu singkat. Infeksi
odontogenik dapat disebabkan oleh gigi yang karies dan penyakit periodontal dimana
penyakit tersebut dapat meluas ke jaringan sekitar atau gigi tetangga sampai ke wajah,
rahang dan leher. Menurut penelitian Sanchez dkk di Madrid 33,8% pencetus infeksi
odontogenik berasal dari bakteri.
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat mendorong terjadinya infeksi
odontogenik. Faktor tersebut adalah merokok, alkohol, penyakit sistemik, kebersihan
rongga mulut, flora normal dalam mulut, jenis kelamin dan usia. Menurut penelitian tentang
faktor resiko terjadinya infeksi odontogenik di West Scotland Oral & Maxillofacial Service
Centres, United Kingdom, dari 25 pasien yang diteliti, 80% adalah perokok, 16%
mengkonsumsi alkohol lebih dari 25 unit per minggu dan 24% mempunyai penyakit
sistemik. Penelitian yang dilakukan oleh Davis B di Kanada, menemukan bahwa 50%
infeksi odontogenik disebabkan oleh bakteri anaerob dan 44% gabungan bakteri anaerob
dan aerob.
Pasien yang menderita infeksi odontogenik dapat dirawat dengan berbagai cara.
Tujuan utama dari perawatan infeksi odontogenik adalah menghilangkan faktor infeksi dan
drainase pus serta debris nekrotik. Perawatan tersebut seperti ekstraksi gigi, drainase pus,
pemberian obat antibiotik dengan atau tanpa insisi. Perawatan tergantung keparahan infeksi
odontogenik tersebut.
5. 2
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari laporan kami, yaitu :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai klasifikasi dari infeksi
orofacial
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai etiologi dan patogenesis
dari infeksi orofacial
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai penjaluran dan mekanisme
dari infeksi orofacial
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai tanda dan gejala klinis dari
infeksi orofacial
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai prinsip dasar perawatan dari
infeksi orofacial
1.3 Manfaat
Diharapkan laporan hasil diskusi ini dapat menambah pengetahuan pembaca,
pembaca dapat mengerti dan memahami mengenai klasifikasi, etiologi, patogenesis,
penjaluran, mekanisme, tanda, gejala klinis, dan prinsip dasar perawatan dari infeksi
orofacial.
6. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario
Seorang laki-laki 20 tahun datang ke Poli Gigi RSUD AWS dengan keluhan rasa
sakit pada gigi 36. Rasa sakit cenat-cenut mulai timbul 5 hari yang lalu dan gusi terasa
menonjol, untuk mengunyah terasa sakit. Setelah dilakukan pemeriksaan intraoral dan
pemeriksaan penunjang, didapatkan hasil pemeriksaan : gigi 36 dengan karies
profunda disertai perforasi atap pulpa dan terlihat gambaran radiolusen tidak berbatas
jelas pada periapikal. Dari hasil pemeriksaan klinis yang dilakukan dokter di poli gigi
RSUD AWS, laki-laki tersebut didiagnosis menderita infeksi odontogenik.
2.2 Identifikasi Istilah Asing
1. Periapikal
- Intraoral 1-2 gigi.
- Jaringan berada ujung akar gigi yang menghubungkan pulpa gigi dan jaringan
periodontal.
2. Karies profunda
- Keries yang telah melewati setengah dentin maupun bahkan luas ke pulpa.
- Ada 3 stadium 1,2, dan 3.
3. Perforasi atap pulpa
- Mengalami luka atau lubang.
- Dapat diakibatkan karena tindakan preparasi kavitas saat pengambilan
jaringan karies pada kavitas yang dalam.
- Lubang yang diakibatkan karies profunda pada atap pulpa.
4. Infeksi odontogenik
- Infeksi yang berasal dari gigi yang merupukan penyakit awal atau pun lanjutan
yang disebabkan oleh pathogen yang ada di permukaan mukosa dan gigi.
- Dari flora normal, bakteri aerob maupun anaerob.
- Jaringan pendukung gigi menginfeksi pada jaringan apikal.
7. 4
2.3 Identifikasi Masalah
1. Apa penyebab infeksi odontogenik?
2. Apa saja jenis-jenis dan klasifikasi infeksi odotogenik dan non odontogenik?
3. Bagaimana gejala dan gambaran klinis dari infeksi odontogenik?
4. Apa saja faktor-faktor yang berperan dalam infeksi odontogenik?
5. Bagaimana mekanisme dari terjadinya infeksi odontogenik?
6. Pemeriksaan apa yang dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi odontogenik?
7. Bagaimana perawatan yang dapat dilakukan jika pasien mengalami infeksi
odontogenik?
8. Apa yang dimaksud radiolusen terbatas tak jelas?
2.4 Analisis Masalah
1. Penyebab infeksi odontogenik
- Etiologi: lesi periapikal, invasi bakteri ke jaringan apikal, bakteri dari flora
dalam mulut yang sering disebabkan oleh bakteri anaerob.
- Infeksi odontogenik dapat disebabkan oleh gigi yang karies dan penyakit
periodontal dimana penyakit tersebut dapat meluas ke jaringan sekitar atau gigi
tetangga sampai ke wajah, rahang dan leher.
- Bakteri flora normal dalam mulut yaitu bakteri dalam plak, dalam sulkus
gingiva dan mukosa mulut. Selain itu juga, asam mulut yang berpengaruh oleh
kebersihan mulut.
2. Jenis-jenis dan klasifikasi infeksi odotogenik dan non odontogenik
Infeksi odontogenik
- Berdasarkan organisme penyebab Infeksi, infeksi odontogenik
diklasifikasikan menjadi bakteri, virus, parasit.
- Berdasarkan lokasi masuknya dibedakan menjadi pulpa, periodontal,
perikoronal, fraktur, dan tumor.
- Berdasarkan tinjauan klinisnya dibedakan menjadi akut dan kronik.
- Infeksi odontogenik ada 3 jenis: abses periapikal, abses periodontal, dan
perikoronitis.
- Spasia Fosa Kanina
Fosa kanina merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang atas, pada
8. 5
regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak yang memudahkan terjadinya
akumulasi cairan jaringan.
- Spasia Bukal
Spasia bukal berada diantara muskulus maseter, muskulus pterigoid interna
dan muskulus buksinator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas dan ke
dalam diantara otot pengunyah, menutupi fosa retrozigomatik dan spasia
infratemporal. Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang
atas masuk ke dalam spasia bukal.
- Spasia Submental
Spasia ini terletak diantara muskulus milohioid dan plastima. Depannya
melintang muskulus digastrikus, berisi kelenjar limfe submental. Perjalanan
abses kebelakang dapat meluas ke spasia mandibula dan sebaliknya infeksi
dapat berasal dari spasia submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior
mandibula.
- Berdasarkan tipe infeksinya, infeksi odontogen bisa dibagi menjadi :
1. Infeksi odontogen lokal / terlokalisir, misalnya: abses periodontal akut
2. Infeksi odontogen luas/ menyebar, misalnya: early cellulitis
3. Life-threatening, misalnya: Facilitis dan Ludwig’s angina
Infeksi non odontogenik
- Suatu kondisi akut, biasanya disertai dengan pembengkakan dan rasa sakit
yang hebat dengan manifestasi sistemik yaitu malaise dan demam yang
berkepanjangan.
- Bentuk kronis sering ditandai dengan ketidaknyamanan dalam berbagai
tingkatan dan rasa sakit, serta reaksi ringan dari jaringan sekitarnya.
- Jenis-jenis non odontogenik: osteomilitis, candidiasis, actynomikosis.
3. Gejala dan gambaran klinis dari infeksi odontogenik
Adapun gejala yang ditimbulkan dari infeksi yaitu:
- Rubor atau kemerahan.
- Kalor atau panas merupakan akibat aliran darah yang relatif hangat.
- Dolor atau rasa sakit yang merupakan akibat dari rangsangan pada saraf
sensorik yang di sebabkan oleh pembengkakan atau perluasan infeksi.
- Fungsi laesa atau kehilangan fungsi, seperti misalnya ketidakmampuan
mengunyah.
9. 6
Gambaran klinis:
- Kemerahan dan bengkak pada daerah infeksi
- Spasia fosa kanina pembengkakan pada muka, bibir atas terlihat bengkak,
spasia bukal terbentuk dibawah bukal pada perabaan tidak jelas dan ektraoral,
gejala klinis selulitis, intraoral tidak terlihat pembengkakan namun kemerahan.
- Spasia fosa kanina, bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit
yang tegang berwarna merah.
- Spasia bukal, pembengkakan difus, tidak jelas pada perabaan.
- Spasia submental, gusi disekitar gigi penyebab kadang lebih merah dari
jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar juga kearah
spasia yang terdekat terutama kearah belakang.
4. Faktor-faktor yang berperan dalam infeksi odontogenik
- Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat mendorong terjadinya infeksi
odontogenik. Faktor tersebut adalah merokok, alkohol, penyakit sistemik,
kebersihan rongga mulut, flora normal dalam mulut, jenis kelamin dan usia.
- Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyebaran dan kegawatan
infeksi odontogenik adalah:
1. Jenis dan virulensi kuman penyebab.
2. Daya tahan tubuh penderita.
3. Jenis dan posisi gigi sumber infeksi.
4. Panjang akar gigi sumber infeksi terhadap perlekatan otot-otot.
- Virulensi berkaitan dengan kualitas dari bakteri seperti daya invasi, toksisitas,
enzim dan produk-produk lainnya. Sedangkan kuantitas adalah jumlah dari
mikroorganisme yang dapat menginfeksi host dan juga berkaitan dengan
jumlah faktor-faktor yang bersifat virulen berupa kulit dan mukosa yang utuh,
menahan masuknya bakteri ke jaringan di bawahnya mengakibatkan infeksi
yang lebih berat) dan limfosit.
5. Mekanisme terjadinya infeksi odontogenik
Pembentukan karies pada daerah dentin, pembesaran ke daerah pulpa dan
akhirnya akan menyebabkan pulpitis. Lalu akan mengalami nekrosis sehingga
terjadi pembengkakan.
10. 7
6. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi odontogenik
- Pemeriksaan fisik intraoral, ektraoral, integral seperti palpasi, pemeriksaan
penunjang.
- Pemeriksaan klinis seperti anamnesa, visual, palpasi dan pemeriksaan
penunjang seperti radiograf.
7. Perawatan untuk pasien yang mengalami infeksi odontogenik
- Ekstraksi pus, drainase, dan tergantung keperahan infeksi odontogenik
tersebut.
- Secara sistemik diberikan obat analgesic, seperti penicillin (tergantung tingkat
keparahan), imunospresi, antibiotik.
- Drainase adalah langkah awal penatalaksaan odontogenik membersihkan
abses membuat sayatan di area dengan fluktuasi pada daerah jika abses dari
endodontic maka drainase dilakukan melalui saluran akar.
- Dapat dilakukan terapi suportif seperti memberikan ruborantia (roborantia
adalah zat yang dapat membangkitkan daya tahan tubuh seperti vitamin),
edukasi makanan yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
8. Makna radiolusen terbatas tak jelas
Bayangan gelap ada halangan cahaya yang masuk, tidak nampaknya jaringan
disekitar yang di radiografi, kemungkinan berupa penyakit maupun kesalahan foto
radiografi tersebut.
2.5 Strukturisasi Konsep
2.6 Learning Objective
1. Mahasiswa/I mampu memahami dan menjelaskan mengenai klasifikasi dari infeksi
orofacial.
Infeksi
Orofacial
Klasifikasi
Etiologi dan
Patogenesis
Penjaluran dan
Mekanisme
Tanda dan
Gejala Klinis
Penatalaksanaan
11. 8
2. Mahasiswa/I mampu memahami dan menjelaskan mengenai etiologi dan
patogenesis dari infeksi orofacial.
3. Mahasiswa/I mampu memahami dan menjelaskan mengenai penjaluran dan
mekanisme dari infeksi orofacial.
4. Mahasiswa/I mampu memahami dan menjelaskan mengenai tanda dan gejala klinis
dari infeksi orofacial.
5. Mahasiswa/I mampu memahami dan menjelaskan mengenai prinsip dasar
perawatan dari infeksi orofacial.
2.7 Belajar Mandiri
Pada step ini setiap anggota kelompok belajar secara mandiri untuk menemukan
jawaban dari learning objective yang sebelumnya sudah disepakati bersama.
2.8 Sintesis
1. Mahasiswa/I mampu memahami dan menjelaskan mengenai klasifikasi dari
infeksi orofacial.
Infeksi pada regio oromaksilofasial secara umum dikelompokkan dalam dua
cabang besar yaitu infeksi odontogenik dan infeksi non odontogen.
Infeksi odontogenik merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering terjadi.
Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan penyakit periodontal,
perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan. Infeksi odontogenik juga lebih
sering disebabkan oleh beberapa jenis bakteri seperti streptococcus. Infeksi dapat
terlokalisir atau dapat menyebar secara cepat ke sisi wajah lain. Infeksi bisa bersifat
akut atau kronis dan bersifat subyektif. Suatu kondisi akut biasanya disertai dengan
pembengkakan dan rasa sakit yang hebat dengan manifestasi sistemik yaitu malaise
dan demam yang berkepanjangan. Bentuk kronis dapat berkembang dari
penyembuhan sebagian keadaan akut, serangan yang lemah atau pertahanan yang
kuat. Infeksi-infeksi kronis sering ditandai dengan ketidaknyamanan dalam
berbagai tingkatan dan rasa sakit, serta reaksi ringan dari jaringan sekitarnya.23
Infeksi odontogenik terdiri dari 3 jenis utama:
1) abses periapikal, yang melibatkan nekrosis dari pulpa gigi dan infeksi
berikutnya saluran akar
12. 9
2) abses periodontal, dibentuk pada asosiasi periodontitis yang berkembang
dari poket periodontal
3) perikoronitis, merupakan infeksi perikoronal lembut jaringan yang melapisi
mahkota gigi.4,12
Klasifikasi infeksi odontogenik :
1) Berdasarkan organisme penyebab Infeksi, infeksi odontogenik
diklasifikasikan menjadi bakteri, virus, parasit, dan mikotik (jamur).
2) Berdasarkan lokasi masuknya dibedakan menjadi pulpa, periodontal,
perikoronal, fraktur, tumor, dan oportunistik.
3) Berdasarkan tinjauan klinisnya dibedakan menjadi akut dan kronik.
4) Sedangkan berdasarkan spasium yang terkena, dibedakan menjadi spasium
kaninus, spasium bukal, Spasium infratemporal, spasium submental,
spasium sublingual, spasium submandibula, spasium masseter, spasium
pterigomandibular, spasium temporal, spasium faringeal lateral, spasium
retrofaringeal, dan spasium prevertebral.23
Macam-macam abscess pada infeksi odontogenik :
1) Periodontal Abscess
Merupakan inflamasi purulen akut maupun kronis yang berkembang dari
poket periodontal.
2) Acute Dentoalveolar Abscess
Merupakan infeksi akut purulen yang berkembang pada bagian apikal gigi
pada tulang cancellous.7
Infeksi di daerah alveolar ini secara klinis dapat
berupa abses kronis dan akut. Abses kronis tidak menunjukkan gejala klinis
yang berarti, sehingga ditemukan secara tidak sengaja, misalnya pada saat
pembuatan ronsen untuk tujuan perawatan yang lain misalnya untuk
mencari ada tidaknya fokus infeksi.18
13. 10
3) Subperiosteal Abscess
Abses subperiosteal adalah abses yang terletak diantara tulang dan
periosteum baikpada bukal, palatal, maupun lingual gigi penyebab infeksi.
4) Submucosal Abscess
Abses ini tepat terletak di bawah mukosa vestibular bukal maupun
palatal/lingual gigiyang menjadi sumber infeksi. Secara klinis terlihat
pembesaran mukosa dengan fluktuasi yang jelas, sensitif terhadap palpasi,
serta hilangnya lipatan mucobukal pada area infeksi.
Perawatan dilakukan dengan insisi superfisial dengan pisau bedah.
Hemostat kecil lalu dimasukkan untuk memperbesar drainase dan rubber
drain dimasukkan untuk menjaga drainase tetap terbuka minimal 48 jam.
Insisi pada palatal dilakukan dengan menghindari arteri, vena, dan nervus
palatinus mayor.
14. 11
5) Abses pada fossacanina
Penyebaran infeksi yang timbul pada regio maksilar yang juga melibatkan
regio preorbital. Penyebaran infeksi yang timbul pada regio maksilar
biasanya melibatkan fossa canina dan regio preorbital.
Abses ini biasanya berasal dari gigi anterior, dan jarang dari gigi
premolar. Terjadinya tanda klinis yang paling dramatis termasuk
pembengkakan substansial pada daerah atas pipi, dengan rasa sakit yang
terletak di wilayah fossa kaninus. Kulit di atasnya tampak streched
(tertarik), eritem, dan pada umumnya mengkilap. Edema sering terjadi pada
bibir atas dan kelopak mata. Jaringan lunak hidung juga mungkin akan
terkena dampaknya. Rasa sakit yang parah dan menjalar menuju sudut
orbital median merupakan indikasi kemungkinan infeksi melalui vena.
Infeksi dapat menyebar melalui vena ini ke dalam sinus cavernous.
Perawatan terdiri dari insisi intraoral dan drainase abses, dan
menghilangkan agen penyebab. Ketika pembukaan abses harus dilakukan
secara hati-hati untuk menghindari cedera saraf infraorbital yang berasal
dari tengkorak. Anestesi diadministrasikan ekstraoral dekat foramen
infraorbital.
6) Abses vestibular
Abses vestibular biasanya berasal dengan gigi premolar rahang atas dan
geraham. Pemeriksaan klinis biasanya memperlihatkan pembengkakan
yang terasa sakit dalam vestibulum bukal dekat gigi yang menyebabkan
kondisi tersebut.
Pengobatannya dengan membuka abses, drainase, dan penghapusan
etiologi. Insisi utama harus vertikal, karna memudahkan untuk membuat
flap yang tepat jika kemudian diperlukan untuk menutup sinus.
15. 12
7) Abscess pada pipi (spasia bukal)
Spasia bukal berada diantara muskulus maseter, muskulus pterigoid
interna dan muskulus buksinator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas
dan ke dalam diantara otot pengunyah, menutupi fosa retrozigomatik dan
spasia infratemporal. Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga
rahang atas masuk ke dalam spasia bukal.
Abses vestibular dari rahang atas, serta dari mandibula, dapat menyebar
ke jaringan lunak pipi. Jika abses berkembang menuju ke arah cranial,
memenuhi jaringan adiposa di pipi, dengan penyebaran berikutnya pada
bidang anatomi menuju fossa infratemporal atau fossa pterygopalatine.
Kemungkinan terjadi penyebaran lebih lanjut pada dorsal dan cranial.
Pengobatannya dengan membuka abses dan memperbesar rongga abses.
Cabang-cabang dari arteri wajah melalui jaringan lunak. Untuk anestesi,
nervus bukal diinfiltrasi pada perbatasan anterior ramus.
8) Mental Abscess
Akumulasi pus pada regio anterior mandibula, mendekati tulang, lebih
tepatnya pada muskulus mentalis, dengan penyebaran infeksi melalui
symphysis menti (artikulasi median dari mandibular).
Spasia ini (submental) terletak diantara muskulus milohioid dan plastima.
Depannya melintang muskulus digastrikus, berisi kelenjar limfe submental.
16. 13
Perjalanan abses kebelakang dapat meluas ke spasia mandibula dan
sebaliknya infeksi dapat berasal dari spasia submandibula.
9) Sublingual Abscess
Merupakan abses yang terbentuk pada spasia sublingual di atas musculus
mylohyoid kanan atau kiri. Ada dua spasia sublingual diatas muskulus
milohioid, kanan dan kiri dari midline. Spasia ini dipisahkan oleh dense
fascia. Pada spasia inilah abses terbentuk yang dikenal sebagai abses
sublingual.
10) Submandibular Abscess
Abses submandibular di defenisikan sebagai terbentuknya abses pada
ruang potensial di regio submandibula yang disertai dengan nyeri
tenggorok, demam dan terbatasnya gerakan membuka mulut. Abses
submandibula merupakan bagian dari abses leher dalam. Spasia
submandibular dibatasi oleh corpus mandibula, venter anterior dan posterior
musculus digastricus, ligament stylohyoid, musculus mylohyoid dan
musculus hyoglossus. Spasia ini mengandung glandula submandibula dan
linfonodi submandibula.7
17. 14
11) Cellulitis
Merupakan kondisi inflamasi difus akut yang menginfiltrasi jaringan ikat
longgar di bawah kulit. Cellulitis biasanya berasal dari infeksi gigi,
mikroorganisma yang bertanggung jawab adalah golongan streptococcus
dan staphylococcus.7
12) Ludwig’s Angina 7,18
Ludwig’s angina/phlegmon dasar mulut atau sering juga disebut angina
ludovici merupakan suatu infeksi yang menyerang jaringan dasar mulut dan
berpotensi membahayakan hidup.
Ludwig angina merupakan salah satu jenis infeksi yang menyangkut
spasia submandibula kiri dan kanan, submental serta sublingual. Infeksi ini
merupakan kedaruratan yang harus segera ditangani karena dapat
menyebabkan terjadinya sumbatan jalannapas.18
18. 15
Non-Odontogenik (infeksi yang berasal bukan dari gigi)23
Beriku contoh dari infeksi non odontogenik :
1) Osteomielitis
Osteomielitis merupakan suatu kondisi dimana terjadi inflamasi tulang.
Osteomielitis bisa disebabkan oleh adanya infeksi dari beberapa organisme.
Terdapat berberapa macam jenis mikroorganisme patogen. Pada orang
dewasa, organisme yang paling umum ditemukan yakni Staphylococcus
aureus.2
Pada Osteomielitis, infeksi terjadi pada bagian tulang yg terklasifikasi
ketika cairan dalam rongga medulla atau dibawah periosteum mengganggu
suplai darah. Osteomielitis pada tulang rahang bermula dari infeksi dari
tempat lain yang masuk ke dalam tulang dan membentuk inflamasi supuratif
pada medulla tulang, karena adanya tekanan pus yang besar.
Osteomielitis sering disebabkan karena adanya penyakit periodontal,
seperti gingivitis dan periodontitis. Selain itu, osteomielitis juga dapat
disebabkan oleh tertinggalnya bakteri di dalam tulang rahang setelah
pencabutan gigi.21
2) Candidiasis
Candidiasis oral adalah salah satu infeksi fungal yang mengenai mukosa
oral, lesi ini disebabkan oleh jamur Candidia Albicans. Secara umum
presentasi klinis dari kandidiasis oral terbagi atas lima bentuk:
Kandidiasis Pseudomembranosa
Kandidiasis pseudomembranosa secara umum diketahui sebagai
thrush, yang merupakan bentuk yang sering terdapat pada neonates.
Kandidiasis pseudomembran memiliki presentasi dengan plak putih
yang multipel yang dapat dibersihkan. Plak putih tersebut
merupakan kumpulan dari hifa. Mukosa dapat terlihat eritema.
Kandidiasis Atropik
Kandidiasis atropik ditandai dengan adanya kemerahan difus,
sering dengan mukosa yang relatif kering. Area kemerahan biasanya
terdapat pada mukosa yang berada dibawah pemakaian seperti gigi
palsu.
19. 16
Kandidiasis Hiperplastik
Kandidiasis hiperplastik dikenal juga dengan leukoplakia
kandida. Kandidiasis hiperplastik ditandai dengan adanya plak putih
yang tidak dapat deibersihkan. Lesi harus disembuhkan dengan
terapi antifungal secara rutin.
Kandidiasis eritematosa
Penderita kandidiasis eritematosa tidak ditemui adanya plak-
plak putih. Tampilan klinis yang terlihat pada kandidiasis ini yaitu
daerah yang eritema atau kemerahan dengan adanya sedikit
perdarahan di daerah sekitar dasar lesi.
Keilitis angular
Keilitis angular ditandai dengan pecahpecah, mengelupas
maupun ulserasi yang mengenai bagian sudut mulut. Gejala ini
biasanya disertai dengan kombinasi dari bentuk infeksi kandidiasis
lainnya, seperti tipe erimatosa.8
3) Aktinomikosis
Aktinomikosis merupakan penyakit kronis granulomatosa yang jarang
terjadi (1:300.0000), berkembang lambat disebabkan oleh bakteri Gram
positif anaerob famili Actinomycetaceae (genus Actinomyces). Gejala
aktinomikosis oroservikofasial dapat berupa demam, pembengkakan
jaringan yang sering disertai dengan pembentukan infiltrat yang lambat
sampai dengan terbentuknya abses. Kondisi ini bersifat refrakter dan
seringkali kambuh setelah pemberian antibiotik jangka pendek. Keluhan
dapat disertai dengan atau tanpa nyeri. Infeksi dapat meluas ke struktur
sekitarnya seperti tulang dan otot atau menyebar ke organ jauh secara
hematogen maupun limfogen.
2. Mahasiswa/I mampu memahami dan menjelaskan mengenai etiologi dan
patogenesis dari infeksi orofacial.
Etiologi Infeki Oromaksilofasial
Pada umumnya, penyebab utama dari infeksi orofasial adalah perikoronitis
(karena semi-impaksi gigi mandibula), pencabutan gigi, granuloma periapikal yang
tidak dapat ditangani, dan kista. Penyebab yang lebih jarang antara lain: trauma
20. 17
pasca operasi, cacat karena patah tulang, lesi kelenjar ludah atau getah bening, dan
infeksi sebagai akibat dari anestesi lokal.23
Mikroorganisme yang sering dijumpai pada infeksi oromaksilofacial ialah
bakteri gram positif aerob (cocci), gram positif anaerob, serta gram negative
anaerob.9
Umumnya infeksi rongga mulut merupakan mixed infections, yaitu infeksi
karena dua atau lebih jenis kuman patogen. Infeksi dalam rongga mulut biasanya
berasal dari :
1) Jaringan apikal suatu gigi non vital, akar gigi, kista periapikal yang
terinfeksi
2) Jaringan periodontal
3) Jaringan perikoronal, yang akan menyebabkan infeksi pada jaringan di
sekitarnya.
Infeksi pada rongga mulut umumnya disebabkan oleh adanya Streptococcus dan
Staphylococcus serta organisme mikrogram negatif yang berbentuk batang dan
anaerob. Bila tidak segera dilakukan perawatan yang baik, maka proses akan
berlanjut, sehingga terjadi supurasi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus
atau kadang-kadang juga terjadi mixed infection dengan kuman anaerob, kemudian
diikuti proses destruksi tulang alveolar dan tempat tersebut terisi oleh abses.14
Patogenesis Infeksi Oromaksilofasial
Mikoorganisme yang tersering dijumpai pada infeksi oromaksilofasial ialah
bakteri gram positif aerob (cocci), gram positif anaerob (cocci), serta gram negatif
anaerob (rods). Infeksi oromaksilfasial umunnya berasal dari infeksi odontogenik
yang berasal dari daerah periapeks dan periodontium. Dari kedua peryebab ini, yang
berasal dari periapeks adalah yang paling sering. Pulpa gigi yang nekrosis akibat
karies protunda memberi jalan bagi bakteri untuk masuk ke dalam jaringan
periapeks. Bila jaringan periapeks telah mengalami inokulasi dengan bakteri,
terjadilah suatu infeksi yang aktif dan akan menyebar ke berbagai arah terutama ke
daerah yang mempunyai resistensi minimal. Infeksi akan menyebar ke tulang
cancellous menuju plat kortikal. Bila plat kortikal ini tipis, infeksi akan mengerosi
tulang dan masuk ke dalam jaringan lunak, selanjutnya pada jaringan lunak
penyebaran tergantung pada potensial space dari origo dan insersio otot-otot pada
daerah maksila dan mandibula.9
21. 18
Infeksi yang berasal dari gigi-gigi rahang atas menembus plat
labiobuccocortical, dan juga menembus tulang di bawah perlekatan otot-otot yang
melekat pada maksila, sehingga gigi-gigi rahang atas biasanya muncul sebagai
abses vestibular. Kadang-kadang infeksi pada gigi caninus rahang atas yang
panjang akan mengerosi tulang di atas insersi otot levator anguli oris dan akan
menyebabkan infeksi pada ruang caninus. Untuk gigi molar rahang atas, umumnya
mengalami infeksi yang menembus tulas di atas insersi otot buccinator dan
menghasilkan infeksi spasial bukal. Ruang infra temporal jarang terinfeksi,
biasanya infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar ketiga rahang atas. Infeksi
odontogenik rahang atas dapat juga menyebar ke bagian atas dan menyebabkan
selulitis orbital atau periorbital sekunder, hal ini jarang teiadi, namun bila terjadi
gejala klinisnya sangat tipikal, yaitu kemerahan dan pembengkakan pada kelopak
mata disertai adanya keterlibatan pembuluh darah dan saraf dari orbita.9
Pada rahang bawah, infeksi yang berasal dari gigi insisivus, caninus, dan
premolar biasanya menembus plat labiobuccocortical dan di atas otot-otot
menghasilkan abses vestibular, namun juga dapat menyebar ke ruang fasial. Ruang
submental terinfeksi secara primer oleh gigi insisivus rahang bawah. Infeksi gigi
molar rahang bawah menembus melalui tulang linguocortical lebih sering
dibandingkan gigi-gigi anterior. Infeksi pada gigi molar pertama akan didrainase ke
arah bukal atau lingual. Infeksi pada molar keda akan dilokalisir ke arah bukal dan
lingual, tetapi biasanya ke lingual. Dan untuk infeksi molar ketiga hampir selalu
mengerosi plat kortikal lingual.9
Bila penyebaran infeksi melibatkan ruang submandibula, sublingual, dan
submental maka infeksi demikian dikenal dengan Angina Ludwig. Infeksi ini secara
cepat dapat menyebar ke posterior dan ruang sekunder mandibula lalu
menyebabkan terjadinya selulitis.9
A. Odontogenik
Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut,
yaitu bakteri dalam plak, dalam sulkus ginggiva, dan mukosa mulut. Bakteri
yang utama ditemukan adalah bakteri kokus aerob gram positif, kokus anaerob
gram positif dan batang anaerob gram negative. Bakteri-bakteri tersebut dapat
menyebabkan karies, gingivitis, dan periodontitis. Jika mencapai jaringan yang
22. 19
lebih yang lebih dalam melalui nekrosis pulpa dan pocket periodontal dalam,
maka akan terjadi infeksi odontogen.
Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih dari
setengah kasus infeksi odontogen yang ditemukan (sekitar 60 %) disebabkan
oleh bakteri anaerob. Organisme penyebab infeksi odontogen yang sering
ditemukan pada pemeriksaan kultur adalah alpha-hemolytic Streptococcus,
Peptostreptococcus, Peptococcus, Eubacterium, Bacteroides (Prevotella)
melaninogenicus, and Fusobacterium. Bakteri aerob sendiri jarang
menyebabkan infeksi odontogen (hanya sekitar 5 %). Bila infeksi odontogen
disebabkan bakteri aerob, biasanya organisme penyebabnya adalah species
Streptococcus. Infeksi odontogen banyak juga yang disebabkan oleh infeksi
campuran bakteri aerob dan anaerob yaitu sekitar 35 %. Pada infeksi campuran
ini biasanya ditemukan 5-10 organisme pada pemeriksaan kultur.3
Infeksi odontogenik disebabkan oleh campuran bakteri di mana
ditemukan prevalensi tertinggi pada bakteri gram positif kokus dan bakteri
gram negatif rod. Bakteri dengan prevalensi terbanyak adalah Streptococcus.
Terdapat perbandingan rasio bakteri anaerob dan aerob yaitu 3:1. Bakteri
anaerob dapat ditemukan sebanyak 75% sedangkan bakteri aerob sekitar
25%.15
Terdapat beberapa etiologi infeksi odontogenik. Infeksi odontogenik
dapat berasal dari:13
1) Gingivitis
Gingivitis didiagnosa dengan adanya peradangan, kemerahan, dan
edema pada jaringan gingiva. Mungkin juga terdapat peningkatan
kedalaman poket gingiva tanpa kehilangan perlekatan yang disebabkan
oleh pembesaran gingiva, dan pendarahan pada probing. Perawatan
23. 20
gingivitis meliputi diagnosa awal, terapi non-bedah sederhana, dan
meningkatkan kebersihan rongga mulut pasien.
2) Periodontitis
Periodontitis didefinisikan sebagai peradangan pada jaringan
pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik,
Gambaran klinis yang membedakan periodontitis dan gingivits adalah
adanya kehilangan perlekatan yang terlihat secara klinis. Kehilangan
ini sering diikuti dengan pembentukan poket gingiva dan perubahan
pada kepadatan dan tinggi tulang alveolar.
3) Pulpitis
Pulpitis adalah inflamasi yang terjadi pada pulpa. Terdapat 2 jenis
pulpitis yiatu: pulpitis reversibel (pulpa dirawat dengan menghilangkan
faktor iritasi dengan melakukan filling) dan pulpitis irreversible (pulpa
tidak dapat sembuh, harus dilakukan perawatan saluran akar). Pulpitis
yang tidak dirawat dapat menyebabkan nekrosis pulpa. Bakteri yang
berada pada nekrosis pulpa mempunyai potensi untuk menjadi infeksi
odontogenik.
4) Perikoronitis
Perikoronitis adalah inflamasi pada jaringan lunak disekitar
mahkota pada gigi yang baru erupsi sebagian. Ini sering terjadi pada
impaksi gigi molar tiga atau gigi molar tiga erupsi sebagian. Apabila
gigi molar tiga erupsi sebagian, bakteri dapat memasuki daerah sekitar
gigi sehingga menyebabkan infeksi. Makanan atau plak yang
terperangkap dibawah flep gingiva sekitar gigi dapat mengiritasi
gingiva. Perikoronitis yang parah dapat menyebabkan pembengkakan
yang meluas pada rahang, pipi, dan leher.
5) Peri-implantitis
Peri-implantitis adalah proses inflamasi yang ditandai dengan
kehilangan tulang disekitar implan secara berlebihan. Peri implantitis
mempunyai persamaan dengan periodontitis, yaitu sama-sama
menyebabkan kehilangan tulang alveolar. Namun, pada peri-implantitis
jaringan ikat tidak terikat pada implan. Peri-implantitis sering meluas
24. 21
ke permukaan tulang karena tidak mempunyai ligamen periodontal.
Oleh karena itu, peri implantitis dapat berlangsung lebih cepat dan
berpotensi menjadi penyakit yang agresif dan sulit untuk diobati.
6) Nekrosis pulpa
Nekrosis pulpa adalah suatu kondisi irreversibel yang ditandai
dengan adanya destruksi jaringan. Nekrosis pulpa disebut juga dengan
kematian pulpa. Nekrosis pulpa terjadi karena infeksi bakteri dan
respon inflamasi yang berkelanjutan. Nekrosis pulpa dapat terjadi pada
saluran pulpa atau pada seluruh korona pulpa maupun pada keduanya
yaitu korona dan saluran pulpa. Nekrosis pulpa berawal dari pulpitis.
Pulpitis yang berlanjut dan meluas dapat membunuh sel pulpa serta
menyebar ke rahang.
Patogenesis
Infeksi oromaksilofasial umumnya berasal dari infeksi odontogenik yang
berasal dari daerah periapeks dan periodontium. Dari kedua penyebab ini, yang
berasal dari periapeks adalah yang paling sering. Pulpa gigi yang nekrosis
akibat karies profunda memberi jalan bagi bakteri untuk masuk ke dalam
jaringan periapeks. Bila jaringan periapeks telah mengalami inokulasi dengan
bakteri, terjadilah suatu infeksi aktif yang akan menyebar ke berbagai arah
terutama ke daerah yang memiliki resistensi minimal. Infeksi akan menyebar
ke tulang cancellous menuju plat kortikal. Bila plat kortikal tipis, infeksi akan
mengerosi tulang dan masuk ke dalam jaringan lunak, selanjutnya pada
jaringan lunak penyebaran tergantung pada potensial space dan origo serta
insersio otot-otot pada daerah maksila dan mandibula.18
Penyebaran infeksi odontogenik akan melalui tiga tahap yaitu tahap abses
dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasium, dan tahap lebih lanjut yang
merupakan tahap komplikasi. Suatu abses akan terjadi bila bakteri dapat masuk
ke jaringan melalui suatu luka ataupun melalui folikel rambut. Pada abses
rahang dapat melalui foramen apikal atau marginal gingival. Penyebaran
infeksi melalui foramen apikal berawal dari kerusakan gigi atau karies,
kemudian terjadi proses inflamasi di sekitar periapikal di daerah membran
periodontal berupa suatu periodontitis apikalis. Rangsangan yang ringan dan
kronis menyebabkan membran periodontal di apikal mengadakan reaksi
25. 22
membentuk dinding untuk mengisolasi penyebaran infeksi. Respon jaringan
periapikal terhadap iritasi tersebut dapat berupa periodontitis apikalis yang
supuratif atau abses dentoalveolar.7
B. Non Odontogenik
1) Osteomielitis
Etiologi
Penyebab utama yang paling sering dari osteomielitis adalah penyakit
periodontal, seperti gingivitis, pyorrhea, atau periodontitis. Bakteri yang
berperan terhadap proses terjadinya penyakit ini yang tersering adalah
Staphylococcus aureus. Kuman yang lain adalah Streptococcus,
Pneumococcus, Klebsiela spp, Bacteroides spp, dan bakteri anaerob lainnya.
Lewat penyakit periodontal, juga dapat menyebabkan penyakit jantung
melalui perjalanan infeksinya. Kekurangan vitamin C dan bioflavanoid
dapat menyebabkan sariawan yang merupakan salah satu awal penyakit
periodontal, dapat dicegah dengan mengkonsumsinya secara cukup.
Penyebab lain osteomielitis adalah tertinggalnya bakteri di dalam tulang
rahang setelah pencabutan gigi. Hal ini terjadi karena buruknya daerah
operasi pada daerah gigi yang diekstraksi dan tertinggalnya bakteri di
dalamnya. Hal tersebut menyebabkan tulang rahang membentuk tulang baru
di atas soket sebagai pengganti pembentukan tulang baru di dalam lubang,
yang meninggalkan ruang kosong atau kavitas pada tulang rahang. Pada
kavitas ini ditemukan jaringan iskemik akibat berkurangnya vaskularisasi,
nekrotik, osteomielitik, gangren dan bahkan sangat toksik. Kavitas tersebut
akan bertahan, memproduksi toksin dan menghancurkan tulang di
sekitarnya, dan membuat toksin tertimbun dalam sistem imun. Bila sudah
sampai keadaan seperti ini, maka penanganannya harus ditangani oleh ahli
bedah mulut.21
Patogenesis
Osteomielitis pada tulang rahang bermula dari infeksi dari tempat lain
yang masuk ke dalam tulang dan membentuk inflamasi supuratif pada
medula tulang, karena tekanan dari pus yang besar. Infeksi kemudian
meluas ke tulang spongiosa menuju ke daerah korteks tulang, sehingga
struktur tulang rahang yang harusnya kompak dan padat menjadi rapuh dan
berlubang-lubang seperti halnya sarang lebah dan mengeluarkan pus yang
26. 23
bermuara di kulit seperti fistel yang tampak seperti bisul. Jika kondisi
demikian dibiarkan, akibatnya bisa fatal karena pada rahang yang rapuh
dapat mengalami fraktur patologis.21
2) Candidiasis
Etiologi
Kandidiasis oral adalah salah satu infeksi fungal yang mengenai mukosa
oral. Lesi ini disebabkan oleh jamur Candida albicans. Candida albicans
adalah salah satu komponen dari mikroflora oral dan sekitar 30-50% orang
sebagai karier organisme ini.8
Patogenesis
Oral candidiasis terjadi melalui transmisi patogen dari species candida
melalui jalur endogen dan eksogen. Untuk jalur endogen dimana spesies
candida itu terdapat microbiota dari letak anatomi yang bervariasi dan
terjadinya kondisi host yang lemah berpeluang terjadinya patogenitas.
Untuk mekanisme jalur eksogen dapat terjadi melalui tangan dari tenaga
kesehatan yang merawat pasien dimana kurang terjaga kebersihannya
sehingga apabila tenaga medis tersebut tidak cuci tangan atau menjaga
kebersihannya setelah menangani pasien yang satu ke pasien yang lain dapat
menimbulkan terjadinya patogenitas. Infeksi juga bisa berasal dari
kontaminasi pemasangan kateter dan intravena.19
Keberadaan Candida dalam rongga mulut terjadi melalui beberapa
tahapan yaitu akuisisi Candida dari lingkungan, stabilitas pertumbuhan,
perlekatan dan penetrasi Candida dalam jaringan. Tahap akuisisi adalah
masuknya sel jamur ke dalam rongga mulut. Umumnya terjadi melalui
minuman dan makanan yang terkontaminasi oleh Candida. Dalam rongga
mulut dengan kolonisasi, Candida dapat ditemukan dalam saliva dengan
konsentrasi 300-500 sel/ml. Candida dalam saliva menjadikan saliva dapat
berperan sebagai media transmisi.
Tahap stabilitas pertumbuhan adalah keadaan ketika Candida yang telah
masuk melalui akuisisi dapat menetap, berkembang, dan membentuk
populasi dalam rongga mulut. Hal itu berkaitan erat dengan interaksi antara
sel jamur dengan sel epitel rongga mulut hospes. Pergerakan saliva yang
terjadi secara terus menerus mengakibatkan sel Candida tertelan bersama
27. 24
saliva dan keluar dari dalam rongga mulut. Jika penghilangan lebih besar
dari akuisisi maka tidak terjadi kolonisasi. Jika penghilangan sama banyak
dengan akuisisi maka agar terjadi kolonisasi diperlukan faktor predisposisi.
Jika penghilangan lebih kecil dari pada akuisisi maka Candida akan melekat
dan bereplikasi. Hal itu yang merupakan bagian penting kolonisasi yang
merupakan awal terjadinya infeksi.19
3) Actinomikosis
Etiologi dan Patogenesis
Infeksi ini disebabkan oleh bakteri dari genus Actinomyces sp. yang pada
keadaan normal menjadi mikrobiota pada daerah orofaring, traktus
gastrointestinal, dan genitourinarius. Kolonisasi bakteri ini dapat dipicu oleh
rusaknya membran mukosa dan penurunan sistem kekebalan tubuh,
walaupun beberapa laporan kasus menunjukkan penyakit ini dapat terjadi
pada orang-orang yang imunokompeten.1
Keutuhan jaringan yang terganggu menyebabkan bakteri ini dengan
mudah menyerang struktur lokal. Hal ini rentan terjadi pada pasien dengan
faktor risiko berupa riwayat trauma pada wajah, manipulasi gigi, higiene
gigi yang buruk, keganasan, pengobatan radioterapi, pengobatan steroid
jangka panjang, penyakit imunodefisiensi, diabetes, dan malnutrisi.17
Distribusi aktinomikosis terjadi pada daerah servikofasial (50%),
abdominopelvis (20%), toraks (15%), dan organ lain (15%). Kesalahan
diagnosis penyakit ini sering terjadi karena menyerupai banyak penyakit
lain, seperti tumor, tuberkulosis, dan infeksi jamur.1
3. Mahasiswa/I mampu memahami dan menjelaskan mengenai penjaluran dan
mekanisme dari infeksi orofacial.
Infeksi oromaksilofasial pada umumnya didahului dengan terjadinya karies
gigi. Bakteri yang terdapat pada karies gigi selanjutnya akan memasuki kamar pulpa
dan menuju ke bagian akar gigi. Apabila bakteri telah mencapai akar gigi, maka
selanjutnya infeksi akan mencari jalan melalui rongga medulla rahang bawah
maupun rahang atas. Infeksi selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya lubang pada
plat kortikal dan membuat jalur ke jaringan superfisial pada rongga mulut, atau
28. 25
masuk ke dalam fasia yang lebih dalam. Jika infeksi tidak mengering, maka infeksi
akan terlokalisasi dan berkembang menjadi abses periapikal atau abses periodontal.
Skema
Gambar. Julia, V., Pasaribu, A. (2006). Penatalaksanaan Infeksi Oro Maksilo Fasial Yang Dapat
Dilakukan Oleh Dokter Gigi Umum.
Infeksi oromaksilofasial menyebar melalui beberapa cara yaitu:
1) Perkontinuitatum, yaitu penyebaran infeksi langsung dari jaringan menjalar
ke jaringan di sekitarnya
2) Limfogen, yaitu melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe regional. Bila
infeksi terjadi pada kelenjar limfe, maka akan menyebabkan infeksi
sekunder di situ dan menyebar pula ke jaringan di sekitarnya
3) Hematogen, yaitu melalu pembuluh darah.9
Infeksi Odontogenik
Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu (1) jalur periapikal,
sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal; (2) jalur
periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket; dan (3)
jalur perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah
29. 26
operkulum tetapi hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak/belum dapat tumbuh
sempuna. Dan yang paling sering terjadi adalah melalui jalur periapikal.10
Infeksi odontogenik umumnya melewati tiga tahap sebelum mereka menjalani
resolusi: Terjadi pembengkakan lunak, ringan, lembut, dan konsisten dimulai dari
hari pertama sampai hari ke tiga. Bagian tengah pembengkakan mulai melunak dan
abses merusak kulit atau mukosa sehingga dapat di tekan. Pus mungkin dapat dilihat
lewat lapisan epitel, membuatnya berfluktuasi. Ini terjadi dari hari ke lima sampai
hari ke tujuh. Abses pecah, dapat terjadi secara spontan atau setelah drainase.
Selama fase pemecahan, regio yang terlibat/berbatas tegas saat dipalpasi
disebabkan oleh proses pemisahan jaringan dan jaringan bakteri. Proses ini terjadi
setelah lebih dari tujuh hari.5
Infeksi odontogenik biasanya menyebar pada daerah kepala dan leher setelah
menembus periosteum pada prosesus alveolaris. Infeksi tersebut dapat menyebar ke
spasium-spasium tertentu di sekitar kepala dan leher yang berkaitan dengannya.
Arah penyebaran infeksi odontogenik
Infeksi Non Odontogenik
Nyeri non-odontogenik bervariasi dan dapat meniru gangguan nyeri lainnya
yang mungkin tidak berasal dari daerah orofasial. Tingkat nyeri dapat bervariasi
dari rasa sakit yang sangat ringan dan intermiten hingga berat, tajam, dan
berkesinambungan. Selain itu, rasa sakit yang dirasakan di gigi tidak selalu berasal
dari struktur gigi sehingga sangat penting untuk membedakan antara situs dan
sumber nyeri untuk memberikan diagnosis yang benar dan perawatan yang tepat.
Situs nyeri adalah tempat rasa sakit yang dirasakan oleh pasien, sedangkan sumber
rasa sakit adalah struktur darimana rasa sakit sebenarnya berasal. Sakit primer, situs
dan sumber rasa sakit yang kebetulan berada di lokasi yang sama. Ini artinya, nyeri
30. 27
terjadi dimana kerusakan struktur telah terjadi. Terapi untuk nyeri primer jelas dan
tidak menimbulkan dilema diagnosis bagi dokter. Nyeri dengan situs dan sumber
yang berbeda yang dikenal sebagai nyeri heterotopik, diagnosisnya bisa menantang.
Setelah didiagnosis, pengobatan harus diajukan pada sumber rasa sakit daripada
situs.6
Mekanisme neurologis nyeri heterotopik tidak dipahami dengan baik tetapi
diperkirakan berhubungan dengan efek sentral input nociceptive konstan dari
struktur-struktur dalam seperti otot, sendi dan ligamen. Meskipun istilah nyeri
heterotopik dan disebut nyeri sering digunakan secara bergantian, ada pembedaan
spesifik antara istilah-istilah ini. Nyeri heterotopik dapat dibagi menjadi 3 jenis
umum: a) nyeri pusat, b) diproyeksikan sakit dan c) nyeri. Nyeri pusat hanya nyeri
yang berasal dari sistem saraf pusat yang mengakibatkan rasa sakit yang dirasakan
perifer. Contoh dari nyeri pusat adalah intrakranial karena hal ini biasanya tidak
akan menyebabkan nyeri pada SSP karena ketidakpekaan otak untuk merasakan
sakit melainkan dirasakan periferal. Nyeri yang diproyeksikan adalah nyeri yang
terasa diperifer distribusi saraf yang sama yang dimediasi nociceptive input primer.
Contoh dari nyeri yang diproyeksikan adalah nyeri yang terasa di distribusi
dermatom paska herpes neuralgia.6
Nyeri adalah nyeri heterotopik spontan terasa di situs nyeri dengan persarafan
terpisah dengan sumber utama dari rasa sakit. Hal ini diduga diperantarai oleh
kepekaan interneurons terletak di dalam sistem saraf pusat. Nyeri berasal dari otot
sternokleidomastoid ke sendi temporomandibular adalah contoh dari nyeri
tersebut.6
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi adalah mikroorganisme
(jenis mikroorganisme, jumlah mikroorganisme dan virulensi mikroorganisme),
host (umur, status kesehatan) dan faktor lokal (suplai darah, efektivitas sistem
imun), sedangkan faktor yang memperberat penyebaran infeksi di antaranya
diabetes mellitus, neutropenia, alkoholik, anemia aplastik, glomerulonefritis,
dermatomyositis dan sistemik lupus eritematosus. Penyakit diabetes mielitus dapat
memperberat penyakit infeksi melalui mekanisme meningkatkan virulensi kuman
dan menghambat proses penyembuhan.15
31. 28
4. Mahasiswa/I mampu memahami dan menjelaskan mengenai tanda dan gejala
klinis dari infeksi orofacial.
Gejala yang ditimbulkan dari infeksi yaitu berupa gejala lokal dan sistemik.
Gejala lokal seperti rubor, kalor, tumor, dolor, dan fungsio lesa. Adapun gejala
sistemiknya seperti demam, malaise (tidak enak badan), hipotensi, takhikardi (detak
jantung cepat), takhipnea (pernafasan cepat), limpadenopati (pembesaran kelenjar
getah bening) dan perubahan laju endap darah. Rubor merupakan kemerahan yang
terlihat pada daerah permukaan infeksi yang disebabkan oleh vasodilatasi. Tumor
atau edema merupakan pembengkakan daerah infeksi, kalor merupakan panas yang
disebabkan oleh aliran darah dan meningkatnya metabolisme. Dolor merupakan
rasa sakit yang diakibatkan dari rangsangan pada saraf sensorik yang disebabkan
oleh pembengkakan atau perluasan infeksi. Rasa sakit juga dapat disebabkan oleh
aksi faktor bebas atau faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau bradikinin
pada akhiran saraf. Fungsio laesa merupakan kehilangan fungsi, seperti misalnya
ketidakmampuan mengunyah dan kemampuan bernafas yang terhambat.
Kehilangan fungsi pada daerah inflamasi disebabkan oleh faktor mekanis dan
refleks inhibisi dari pergerakan otot yang disebabkan oleh rasa sakit.5
Infeksi oromaksilofasial memperlihatkan beberapa manifestasi klinis seperti
pembengkakan pada area vestibular, nyeri orofasial, trismus, gangguan pernafasan,
hingga sepsis. Nyeri orofasial yang bersifat odontogenik merupakan akibat dari
proses inflamasi yang terjadi sebagai akibat infeksi yang terjadi di dalam kamar
pulpa serta area periapikal. Rasa nyeri yang terjadi sebagai akibat dari infeksi
oromaksilofasial membutuhkan penanganan khusus mengingat bahwa nyeri
orofasial berpotensi untuk mengganggu aktivitas maupun kualitas hidup
penderitanya.23
Tanda dan Gejala klinis Infeksi Odontogenik:7
1) Periodontal Abscess (spasia periodontal)
Secara klinis terlihat edema di tengah gigi disertai rasa nyeri dan
kemerahan pada gusi. Namun gejala yang timbul tidak separah
dentoalveolar abses. 7
32. 29
2) Dentoalveolar Abscess
Infeksi di daerah alveolar ini secara klinis dapat berupa abses kronis dan
akut. Abses akut merupakan infeksi akut purulen yang berkembang pada
bagian apikal gigi pada tulang cancellous. Gejala yang khas adalah rasa sakit
yang berat, gigi goyang, serta gigi penyebab serasa memanjang. Sedangkan
abses kronis tidak menunjukkan gejala klinis yang berarti, sehingga
ditemukan secara tidak sengaja, misalnya pada saat pembuatan ronsen untuk
tujuan perawatan yang lain misalnya untuk mencari ada tidaknya fokus
infeksi. Pada kasus abses dentoalveolar kronis, secara radiografik,
radiolusen difus terbatas atau ekstensif terlihat, yang disebabkan oleh
destruksi tulang.7
3) Subperiosteal Abscess (spasia subperiosteal)
Tanda dan gejala klinis abses subperiosteal : selulitis jaringan lunak
mulut dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra
oral, warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita
merasakan sakit yang hebat, berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir.
Pada rahang bawah bila berasal dari gigi premolar atau molar,
pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibular tetapi
33. 30
masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitive terhadap sentuhan atau
tekanan. 7
4) Submucosal Abscess
Secara klinis terlihat mukosa tampak kemerahan, pembesaran mukosa
dengan fluktuasi yang jelas, sensitif terhadap palpasi, serta hilangnya lipatan
mucobukal pada area infeksi. 7
5) Canine Fossa Abscess / Abses pada fossacanina
Gejala klinis ditandai dengan adanya pembengkakan pada daerah diatas
pipi, kehilangan sulkus nasolabialis dan edema pelupuk mata bawah
sehingga tampak tertutup. Bibir atas bengkak, kulit di atasnya tampak
streched (tertarik), eritem (kemerahan), dan umumnya mengkilap. Gejala
yang dirasakan biasanya terasa sakit di wilayah fossa kaninus (di atas pipi).7
34. 31
6) Vestibular Abscess
Pemeriksaan klinis biasanya memperlihatkan pembengkakan yang terasa
sakit dalam vestibulum bukal dekat gigi yang menyebabkan kondisi
tersebut. Abses vestibular biasanya berasal dengan gigi premolar rahang
atas dan geraham.7
7) Buccal Space Abscess/ Abses pada pipi (spasia bukal)
Abses ini terbentuk di bawah mukosa bukal dan menonjol ke arah rongga
mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi negatif dan
gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas. Infeksi dapat turun ke spasia
terdekat lainnya. Pada pemeriksaan estraoral tampak pembengkakan difus
(menyebar). 7
8) Mental Abscess (spasia submental)
Tanda klinisnya berupa pembesaran yang cekat dan nyeri pada dagu
(regio submental) dan kemerahan pada kulit disekitarnya. Pada pemeriksaan
intra oral tidak tampak adanya pembengkakan tapi gusi disekitar gigi
penyebab kadang lebih merah dari jaringan sekitarnya.7
35. 32
9) Sublingual Abscess (spasia sublingual)
Secara klinis terlihat pembesaran mukosa pada dasar mulut menyebabkan
lidah terangkat. Kelenjar sublingual akan tampak menonjol karena terdesak
oleh akumulasi pus di bawahnya. Pasien kesulitan berbicara yang
disebabkan oleh edema, juga mengalami kesulitan menelen dan nyeri saat
menggerakkan lidah. 7
10) Submandibular Abscess (spasia submandibular)
Gejala klinisnya ditandai dengan sudut mandibula yang menghilang, serta
terdapat nyeri saat palpasi dan terjadi trismus ringan. 7
36. 33
11) Cellulitis (Phlegmon)
Gejala klinis cellulitis ditandai dengan pusing disertai edema dan
kemerahan pada kulit. Edema memiliki batas tidak jelas dan dapat berada di
berbagai tempat tergantung gigi yang terinfeksi. Jika gigi posterior
mandibula yang bertanggung jawab, edema berada pada submandibular dan
pada kasus yang parah dapat menyebar ke pipi dan sisi berlawanan
menyebabkan perubahan bentuk wajah. Jika infeksi berasal dari gigi
anterior maksila, edema dapat melibatkan bibir atas sehingga terlihat
protrusif. Pada tahap awal, cellulitis terasa lunak pada palpasi dan tidak
terdapat pus. Pada tahap lanjut, penebalan terlihat dan terdapat adanya
supurasi serta terdapat pus pada dasar lidah. 7
12) Ludwig’s Angina (spasia submandibular, sublingual, dan submental)
Pasien mengalami demam disertai kesulitan menelan, berbicara dan
bernafas. Secara klinis terlihat adanya pembesaran yang keras seperti papan
dikarenakan pus terletak pada jaringan yang dalam. Secara intra oral,
terdapat edema dasar mulut yang keras sehingga lidah terangkat dan
menyebabkan tersumbatnya saluran udara. 7
37. 34
Tanda dan Gejala klinis Infeksi Non-Odontogenik :
1) Osteomyelitis
Osteomyelitis lebih sering terjadi pada mandibula daripada maksila; dan
pada keadaan akut sifatnya simtomatik, sedangkan pada keadaan kronik
biasanya asimtomatik tetapi juga disertai eksaserbasi (kondisi di mana
gejala PPOK seseorang menjadi memburuk) secara episodik. Penyakit ini
jarang terjadi pada maksila karena maksila adalah tulang kortikal yang tipis
dan kaya akan suplai darah.21
Gejalanya berupa rasa nyeri dan pembengkakan yang sifatnya bervariasi,
adanya limpadenopati regional, rasa panas dan malaise, gigi goyang dan
sensitif terhadap perkusi, adanya fistel, paraestesia n. mentale pada bibir
bawah, trismus jika otot mastikasi terinfiltrasi, pembesaran mandibula, dan
rahang asimetris. Gejala awalnya seperti nyeri gigi dan terjadi
pembengkakan di sekitar pipi, kemudian pembengkakan ini mereda.
Selanjutnya penyakitnya bersifat kronis membentuk fistel dan kadang tidak
menimbulkan rasa nyeri pada penderita. Pada sebagian besar kasus, tidak
ada rasa nyeri pada daerah wajah, tetapi ada keengganan pihak medis untuk
mencabut gigi yang gangren, serta kebiasaan pasien yang sering menunda
pengobatan giginya yang infeksi.21
2) Candidiasis
Presentasi klinis dari kandidiasis oral terbagi atas lima bentuk:8
Pasien dapat menunjukan satu atau kombinasi dari beberapa presentasi ini.
Kandidiasis pseudomembranosa
Kandidiasis pseudomembran memiliki presentasi dengan plak
putih yang multipel yang dapat dibersihkan. Plak putih tersebut
merupakan kumpulan dari hifa. Mukosa dapat terlihat eritema.
Ketika gejala-gejala ringan pada jenis kandidiasis ini pasien akan
mengeluhkan adanya sensasi seperti tersengat ringan atau kegagalan
dalam pengecapan.
Kandidiasis atropik
Kandidiasis atropik ditandai dengan adanya kemerahan difus,
sering dengan mukosa yang relatif kering. Area kemerahan biasanya
38. 35
terdapat pada mukosa yang berada dibawah pemakaian seperti gigi
palsu.
Kandidiasis hiperplastik
Kandidiasis hiperplastik ditandai dengan adanya plak putih yang
tidak dapat deibersihkan. Lesi harus disembuhkan dengan terapi
antifungal secara rutin.
Kandidiasis eritematosa
Lesi sering timbul pada lidah dah palatum. Berlainan dengan
bentuk kandidiasis pseudomembran, penderita kandidiasis
eritematosa tidak ditemui adanya plak-plak putih. Tampilan klinis
yang terlihat pada kandidiasis ini yaitu daerah yang eritema atau
kemerahan dengan adanya sedikit perdarahan di daerah sekitar dasar
lesi.8
3) Actynomykosis
Gejala aktinomikosis oroservikofasial dapat berupa demam,
pembengkakan jaringan yang sering disertai dengan pembentukan infiltrat
yang lambat sampai dengan terbentuknya abses. Kondisi ini bersifat
refrakter dan seringkali kambuh setelah pemberian antibiotik jangka
pendek. Keluhan dapat disertai dengan atau tanpa nyeri. Limpadenopati
regional seringkali muncul pada penyakit tahap lanjut. Infeksi dapat meluas
ke struktur sekitarnya seperti tulang dan otot atau menyebar ke organ jauh
secara hematogen maupun limfogen.17
39. 36
5. Mahasiswa/I mampu memahami dan menjelaskan mengenai prinsip dasar
perawatan dari infeksi orofacial.
Prinsip dasar perawatan kasus infeksi odontogen antara lain : 11,20
1) Mempertahankan dan meningkatkan faktor pertahanan tubuh penderita,
2) Pemberian antibiotik yang tepat dengan dosis yang memadai,
3) Tindakan drainase secara bedah dari infeksi yang ada,
4) Menghilangkan secepat mungkin sumber infeksi
5) Evaluasi terhadap efek perawatan yang diberikan.
Diagnosis
Diagnosis dilakukan agar penatalaksanaan infeksi oromaksilofasial dapat
dilakukan secara cepat dan tepat. Untuk mendapatkan diagnosis yang tepat maka
perlu dilakukan :
1) Anamnesa mengenai mulai terjadinya penyakit, lamanya, kemungkinan
lolasi infeksi primer, intensitas penyakit, adanya kambuh ulang dan
penyakit serupa, serta perawatan yang telah didapat. Perlu juga ditanyakan
kemungkinan adanya gejala sistemik, demam, malaise, kesulitan menelan,
kesulitan bernafas. Kemungkinan adanya penyakit sistemik yang dapat
memperberat infeksi dan yang dapat mempengaruhi perawatannya. 9
2) Pemeriksaan klinis meliput; pemeriksaan umum, pemeriksaan ekstra oral,
dan intra oral. Pemeriksaan keadaan umum pasien meliputi pemeriksaan
tensi, suhu, nadi dan pernafasan untuk mengetahui apakah ada penyebaran
atau komplikasi infeksi oromaksilofasial ke bagian tubuh lain. Dalam
pemeriksaan ekstra oral diperhatikan adanya pembengkakan, lokasi, luas
dan besarnya, cardinal signs, fluktuasi limfadenopati pada kelenjar limfe
regional, adanya trismus, sinus tract atau fistula. Pada pemeriksaan intra oral
perlu diperhatikan keadaan gigi geligi, adanya karies, gigi non vital, nyeri
tekan dan mobilitas gigi. Kemudian dilihat pula apakah ada proses supurasi
pada jaringan periodontium, adanya pembengkakan jaringan lunak di dasar
mulut, vestibulum, pipi, palatum dan daerah orofaring. 9
3) Pemeriksaan radiografik Pada sebagian besar infeksi jenis ini perlu
dilakukan pemeriksaan radiogafik, dalam hal ini foto panoramik, untuk
mengetahui gigi penyebab dan mengevaluasi perluasan dan intensitas
40. 37
kerusakan tulang. Apabila infeksi sudah lebih lanjut perlu pula dilakukan
foto toraks. 9
4) Pemeriksaan laboratorik. Pada kasus infeksi yang berat atau yang berpotensi
berat, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorik (darah dan urin), serta
identifikasi kuman penyebab dan test resistensi kuman. 9
Penatalaksanaan
1) Perawatan medikamentosa.
Pada perawatan ini perlu diberikan antibiotik yang tepat dan adekuat
untuk meredakan infeksinya. Antibiotik yang efektif untuk infeksi
oromaksilofasial ialah golongan penisilin, eritromisin, klindamisin,
cefadroxil, metronidazole, dan tetrasiklin. Bila dicurigai kemungkinan
adanya kuman penyebab yang resisten terhadap penisilin, atau adanya
kuman opportunistik atau anaerob, maka perlu dipertimbangkan
penggunaan antibiotik bukan golongan penisilin. Pada infeksi odontogenik
yang berat, disarankan untuk pemberian antibiotik bakterisid dosis tinggi
secara parenteral (menyuntukkan obat ke jaringan tubuh) bila perlu
dilakukan kultur bakteri dan tes resistensi. Analgetik antipiretik untuk
mengurangi rasa sakit dan demamnya. Perlu juga diberikan terapi suportif
seperti pemberian roborantia dan makanan yang tinggi kalori dan tinggi
protein untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Hospitalisasi dan konsultasi
medik perlu dilakukan sesuai indikasi. Perbaikan jalan napas dan dehidrasi
bila ada. 9
2) Perawatan pembedahan.
Pengeluaran pus dengan cara insisi dan drainase, merupakan tindakan
yang sangat penting dalam perawatan abses oromaksilofasial, hal ini dapat
mengurangi rasa sakit dan mempercepat proses penyembuhan. Insisi dapat
dilakukan bila pus telah terlokalisir di daerah permukaan, sudah ada
fluktuasi. Misalnya pada daerah intra oral telah mencapai permukaan
gingiva dan mukobukal fold sudab terangkat dan telah ada fluktuasi,
sedangkan pada daerah ekstra oral telah mencapai daerah subkutan dan ada
fluktuasi. Fluktuasi dilakukan dengan cara palpasi bimanual. Dalam
melakukan insisi dan drainase abses perlu mempertimbangkan waktu yang
tepat. 9
41. 38
3) Perawatan gigi penyebab.
Gigi penyebab perlu dilakukan ekstraksi bila tidak mungkin lagi
dirawat secara endodonsia. Ekstraksi gigi dilakukan setelah tanda-tanda
infeksi reda, karena bila dilakukan pada saat fase akut, maka dikhawatirkan
akan terjadi penyebaran infeksi, selain itu anestesi lokal menjadi kurang
efektif sehingga menimbulkan rasa sakit yang akan menambah penderitaan
pasien. 9
Bila kasus infeksi terus berlanjut secara cepat dan progresif, penjalaran
infeksi telah mencapai ruang fascia, pasien sulit bemafas dan menelan, suhu
meningkat dan terdapat trismus kurang dari 1 cm, maka dokter gigi umum
harus segera merujuk ke dokter gigi spesialis bedah mulut. 9
Prinsip berikut ini harus digunakan bila memungkinkan pada saat melakukan insisi
dan drainase:
1) Melakukan insisi pada kulit dan mukosa yang sehat. Insisi yang ditempatkan
pada sisi fluktuasi maksimum di mana jaringannya nekrotik atau mulai
perforasi dapat menyebabkan kerutan, jaringan parut yang tidak estetis.
2) Tempatkan insisi pada daerah yang dapat diterima secara estetis, seperti di
bawah bayangan rahang atau pada lipatan kulit alami.
3) Apabila memungkinkan tempatkan insisi pada posisi yang bebas agar
drainase sesuai dengan gravitasi.
4) Lakukan pemotongan tumpul, dengan clamp bedah rapat atau jari, sampai
ke jaringan paling bawah dan jalajahi seluruh bagian kavitas abses dengan
perlahan-lahan sehingga daerah kompartemen pus terganggu dan dapat
diekskavasi. Perluas pemotongan ke akar gigi yang bertanggung jawab
terhadap infeksi.
5) Tempatkan drain (lateks steril atau catheter) dan stabilkan dengan jahitan.
6) Pertimbangkan penggunaan drain tembus bilateral, infeksi ruang
submandibula.
7) Jangan tinggalkan drain pada tempatnya lebih dari waktu yang ditentukan;
lepaskan drain apabila drainase sudah minimal. Adanya drain dapat
mengeluarkan eksudat dan dapat menjadi pintu gerbang masuknya bakteri
penyerbu sekunder.
8) Bersihkan tepi luka setiap hari dalam keadaan steril untuk membersihkan
bekuan darah dan debris.22
42. 39
Tahapan teknik insisi
1) Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi.
2) Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan dilakukan
dengan anestesi infiltrasi.
3) Untuk mencegah penyebaran mikroba ke jaringan sekitarnya maka
direncanakan insisi :
a) Menghindari duktus Wharton dan Stensen dan pembuluh darah besar.
b) Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian superfisial
pada titik terendah akumulasi untuk menghindari sakit dan
pengeluaran pus sesuai gravitasi.
c) Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik secara
estetik, jika memungkinkan dilakukan secara intraoral.
d) Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat, saat
fluktuasi positif.
4) Drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan ke dalam rongga abses
dengan ujung tertutup, lakukan eksplorasi kemudian dikeluarkan dengan
unjung terbuka. Bersamaan dengan eksplorasi, dilakukan pijatan lunak
untuk mempermudah pengeluaran pus.
5) Penembatan drain karet di dalam rongga abses dan distabilasi dengan jahitan
pada salah satu tepi insisi untuk menjaga insisi menutup dan drainase.
6) Pencabutan gigi penyebab secepatnya.
43. 40
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Infeksi pada regio oromaksilofasial secara umum dikelompokkan dalam dua cabang
besar yaitu infeksi odontogenik dan infeksi non odontogen. Infeksi odontogenik
merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering terjadi. Infeksi odontogenik dapat
merupakan awal atau kelanjutan penyakit periodontal, perikoronal, trauma, atau infeksi
pasca pembedahan. Sedangkan infeksi Non-Odontogenik adalah infeksi yang berasal
bukan dari gigi.
Pada umumnya, penyebab utama dari infeksi orofasial adalah perikoronitis (karena
semi-impaksi gigi mandibula), pencabutan gigi, granuloma periapikal yang tidak dapat
ditangani, dan kista. Penyebab yang lebih jarang antara lain: trauma pasca operasi, cacat
karena patah tulang, lesi kelenjar ludah atau getah bening, dan infeksi sebagai akibat dari
anestesi lokal. Pada patogenesis infeksi oromaksilofasial Mikoorganisme yang tersering
dijumpai pada infeksi oromaksilofasial ialah bakteri gram positif aerob (cocci), gram
positif anaerob (cocci), serta gram negatif anaerob (rods). Infeksi oromaksilfasial umunnya
berasal dari infeksi odontogenik yang berasal dari daerah periapeks dan periodontium.
Dari kedua peryebab ini, yang berasal dari periapeks adalah yang paling sering.
Infeksi oromaksilofasial pada umumnya didahului dengan terjadinya karies gigi.
Bakteri yang terdapat pada karies gigi selanjutnya akan memasuki kamar pulpa dan
menuju ke bagian akar gigi. Apabila bakteri telah mencapai akar gigi, maka selanjutnya
infeksi akan mencari jalan melalui rongga medulla rahang bawah maupun rahang atas.
Infeksi selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya lubang pada plat kortikal dan membuat
jalur ke jaringan superfisial pada rongga mulut, atau masuk ke dalam fasia yang lebih
dalam.
Gejala yang ditimbulkan dari infeksi yaitu berupa gejala lokal dan sistemik. Gejala
lokal seperti rubor, kalor, tumor, dolor, dan fungsio lesa. Adapun gejala sistemiknya
seperti demam, malaise (tidak enak badan), hipotensi, takhikardi (detak jantung cepat) ,
takhipnea (pernafasan cepat), limpadenopati (pembesaran kelenjar getah bening) dan
perubahan laju endap darah. Infeksi oromaksilofasial memperlihatkan beberapa
44. 41
manifestasi klinis seperti pembengkakan pada area vestibular, nyeri orofasial, trismus,
gangguan pernafasan, hingga sepsis.
Prinsip dasar perawatan kasus infeksi odontogen antara lain yaitu: Mempertahankan
dan meningkatkan faktor pertahanan tubuh penderita, Pemberian antibiotik yang tepat
dengan dosis yang memadai, Tindakan drainase secara bedah dari infeksi yang ada,
Menghilangkan secepat mungkin sumber infeksi, dan Evaluasi terhadap efek perawatan
yang diberikan.
3.2 Saran
Dengan disusunnya laporan, diharapkan pembaca dapat mengerti dan memahami
mengenai Infeksi oromaksilofasial yang terdiri dari infeksi odontogen dan non odontogen.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak. Namun, mengingat masih
banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi diskusi kelompok, penulisan
tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen-
dosen yang mengajar, baik sebagai tutor ataupun dosen yang memberi materi kuliah dan
dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.
45. iii
DAFTAR PUSTAKA
1. A’ini, Raden Isma Nurul., dkk. (2017). Aktinomikosis di tonsil lingualis dan
supraglotis sebagai manifestasi klinis pertama pada pasien
imunokompromais. ORLI Vol. 47 No. 1.
2. Adidharma, A.A.G.B., Asmara, A.A.G.Y., Dusak, I.W.S. (2020). Gambaran
Tata Lksana Terapi Pasien Osteomilitis Di RSUP Snglah April 2015-2016:
Sebuah Studi Deskriptif. Jurnal Medika Udayana, Vol. 9 No.4. Program Studi
Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
3. Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh M, Kurita K, Natsume N, Ariji E. (2002).
Odontogenic Infection Pathway to The Submandibular Space: Imaging
Assessment.
4. Bahl R, Sandhu S, Singh K, Sahai N. Gupta M. (2014). Odontogenic
infections: Microbiology and management. Contemp Clin Dent; 5(3): p. 307-
11.
5. Balaji S. (2013). Textbook of oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. New
Delhi; Elsevier: 116-22.
6. Balasubramaniam R, Turner LN, Fischer D, Klasser GD, Okeson JP. (2011).
Non- odontogenic toothache revisited. Open Journal of Stomatology; 1: p. 92-
102.
7. Fragiskos DF. (2007). Oral Surgery. Heidelberg, Germany: Springer-Verlag.
8. Hakim, Luqmanul dan M. Ricky Ramadhian. (2015). Kandidiasis Oral.Vol 4,
No.8: 53-57. Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Lampung.
9. Julia, V., Pasaribu, A. (2006). Penatalaksanaan Infeksi Oro Maksilo Fasial
Yang Dapat Dilakukan Oleh Dokter Gigi Umum. Indonesian Journal of
Dentistry; Edisi Khusus KPPIKG XIV: 174-179. Departemen Bedah Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
46. iv
10. Karasutisna, Tis dkk. (2001). Buku Ajar Ilmu Bedah Mulut. Infeksi
Odontogenik. Bandung: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.
11. Mahmood, MHS. & Mahmood, SSA. (2005). Odontogenic Neck Infections.
The Journal of Teachers Association. 18(1): 55-59.
12. Malik NA. (2012). Textbook of oral and maxillofacial surgery. 3rd
ed;
Newdelhi: Jaype Brothers Medical Publisher.
13. Martinez AB, Corcuera MM, Meurman JH. (2009). Odontogenic infections in
the etiology of infective endocarditis. Bentham science publisher Ltd: 231-5.
14. Maulina, T., Sjamsudin, E., Hardianto, A. (2019). Edukasi Pencegahan
Infeksi Oromaksilofasial Serta Penatalaksanaan Nyeri Pada Pasien Infeksi
Nyeri Oromaksilofasial. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Vol. 4, No. 3:
72 – 76. Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran
Gigi, Universitas Padjadjaran.
15. Ortiz, Roberto dan Vanessa Espimoza. (2021). Odontogenic Infection. Review
of the Pathogenesis, Diagnosis, Complications and Treatment. Research
Reports in Oral and Maxillofacial Surgery. Volume 5. Issue 2. Agustus 2021.
h. 1 – 10.
16. Peterson, LJ. (2003). Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. Fourth
Edition. St. Louise: MosbyLtd.
17. Puspitasari, Tita dkk. (2020). Penatalaksanaan Aktinomikosis
Oroservikofasial dengan Berbagai Faktor Risiko. JSK, Juni. Vol 5, No 4.
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
18. Rasul, Muh. Irfan., dan Netty N. Kawulusan. (2018). Penatalaksanaan infeksi
rongga mulut: Ludwig’s angina (Laporan Kasus). Makassar Dent J; 7(1): 30-
34. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
47. v
19. Sabila, Addina Aimana., dkk. (2017). ORAL HYGIENE BURUK PASIEN
RAWAT INAP TIDAK BERKAITAN DENGAN PERTUMBUHAN ORAL
CANDIDIASIS. ODONTO Dental Journal.Volume 4. Nomer 1.
20. Soemartono. (2000). Infeksi Odontogen dan Penyebabnya. Surabaya:
Pelatihan Spesialis kedokteran Gigi Bidang bedah Mulut
21. Syamsoelily, Leliya dkk. (2013). Osteomyelitis supuratif kronis pada
mandibula edentulous. Dentofasial, Vol.12, No 1, Februari: 33-37.
22. Topazian, RG. Goldberg, MH. Hupp, JR. (1994). Oral and Maxillofacial
Infection: Odontogenic Infections and Deep Fascial Space Infections of
Dental Origin. 3rd edition. Chapter 6. Philadelphia: WB Sounders Co.
23. Toppo, Syamsiar, dkk. (2013). Abses Spasium Temporal Akibat Infeksi
Odontogenik. Makassar: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.