SlideShare a Scribd company logo
MAKALAH GENETIKA
                   SLB-B
      (SEKOLAH LUAR BIASA-B)




                Disusun oleh:

      Nama     : Lilis Suryaningsih
      NIM      : A420 070 066
      Kelompok : 15




LABORATORIUM BIOLOGI PROGRAM STUDI BIOLOGI
  FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
   UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
                 TAHUN 2010



                      1
LEMBAR PENGESAHAN


Mahasiswa dibawah ini :
      Nama             : Lilis Suryaningsih
      NIM              : A420 070 066
      Kelempok         : 15
Telah menyelesaikan Praktikum Genetika Semester Genap Tahun 2009/2010
dengan nilai akhir…




Mengesahkan,                                   Surakarta, 22 Mei 2010
Dosen Pengampu Praktikum                           Mahasiswa




      (Harini, S.Pd)                           (Lilis Suryaningsih)




                                         2ii
KATA PENGANTAR


       Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah Genetika.
       Makalah ini disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Praktikum
Genetika Fakultas Biologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
       Penyusun tidak akan berhasil menyelesaikan Makalah ini tanpa ada
bimbingan dan bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penyusun menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
   1. Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan, sehingga penyusun dapat
       menyelesaikan Makalah ini.

   2. Ibu Harini, S.Pd selaku dosen pengampu.

   3. Para asisten dosen praktikum Genetika.

   4. Rekan-rekan yang telah memberikan dukungan dalam pembuatan makalah
       ini.

   Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
kekurangan, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang ada pada
penyusun. Oleh karena itu, penyusun dapat sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, penyusun
berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya, dan pembaca
pada umumnya.




                                                   Surakarta, 22 Mei 2010




                                      3
DAFTAR ISI


                                          iii
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
     A. TUJUAN...............................................................................................1
     B. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................1
BAB II ISI.........................................................................................................5
     A. PENANGANAN, TINDAKAN, DAN PERLAKUAN.......................5
     B. ANALISIS GENETIKA.......................................................................7
     C. TERAPI PENYEMBUHAN.................................................................9
BAB III PENUTUP..........................................................................................10
     A. KESIMPULAN.....................................................................................10
     B. SARAN.................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA




                                                            4
iv




5
BAB I
                                    PENDAHULUAN


A.        TUJUAN
     1.          Untuk mengetahui pengaruh genotip pada penderita tuna rungu dan
          tuna wicara.
     2.          Untuk mengetahui faktor –faktor yang mempengaruhi tuna rungu
          dan tuna wicara.


B.        TINJAUAN PUSTAKA
          Anonim(2009), menyatakan bahwa keluarbiasaan adalah penyimpangan
yang signifikan dari kondisi normal. Anak luar biasa (ALB) adalah anak yang
menunjukkan penyimpangan yang signifikan dari anak normal, baik yang di atas
normal maupun yang di bawah normal, sehingga dampak penyimpangan tersebut
memerlukan pengaturan khusus dalam pelayanan pendidikan. Jenis keluarbiasaan
dapat dikelompokkan berdasarkan bidang yang mengalami penyimpangan dan
dapat pula berdasarkan arah penyimpangan. Berdasarkan bidang penyimpangan
dikenal penyimpangan dalam kemampuan (anak berbakat dan anak tunagrahita),
penyimpangan karena hambatan sensori (indera), anak berkesulitan belajar dan
mengalami gangguan komunikasi, penyimpangan perilaku, dan penyimpangan
ganda. Berdasarkan arah penyimpangan, dikenal penyimpangan di atas normal
yaitu anak berbakat, dan penyimpangan di bawah normal yang terdiri dari
tunanetra, tunarungu, gangguan komunikasi, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras,
anak berkesulitan belajar, dan tunaganda.
          Penyebab       keluarbiasaan   dapat   dikelompokkan   berdasarkan   masa
munculnya keluarbiasaan dan agen pembawa keluarbiasaan. Berdasarkan masa
kemunculan, ada tiga jenis penyebab, yaitu: penyebab prenatal, perinatal, dan
postnatal. Berdasarkan agen pembawa keluarbiasaan, pada dasarnya penyebabnya
dapat dibagi dua, yaitu penyebab bawaan (turunan) dan dapatan. Penyebab yang
didapat banyak jenisnya yang dikaitkan dengan keluarbiasaan tertentu, seperti




                                             1
infeksi, penyakit tertentu, kekurangan gizi, gangguan metabolisme, kecelakaan,
dan lingkungan.
       Dampak keluarbiasaan bagi anak, keluarga, dan masyarakat bervariasi
sesuai dengan latar belakang budaya, pendidikan, dan status sosial ekonomi. Bagi
anak, keluarbiasaan akan mempengaruhi perkembangannya dan berdampak
selama hidupnya. Intensitas dampak ini dipengaruhi pula oleh jenis dan tingkat
keluarbiasaan yang diderita, serta masa munculnya keluarbiasaan bagi keluarga,
dampak keluarbisaan bervariasi, namun pada umumnya keluarga merasa shok dan
tidak siap menerima keluarbiasaan (di bawah normal) vang diderita oleh anaknya.
Adanya ALB dalam keluarga dan masyarakat membuat keluarga dan masyarakat
menyediakan layanan, fasilitas yang dibutuhkan oleh ALB tersebut.
       Dullah (2004), menyatakan bahwa manusia memiliki tiga sifat penting
yaitu mampu mendengar, mampu berfikir sebagai manusia dan mampu bercakap-
cakap. Ketiga fungsi itu mempunyai hubungan yang sangat erat, fungsi
pendengaran tergolong yang paling tua, mempengaruhi dan melatih fungsi
berfikir, sedangkan fungsi berfikir untuk melatih berbicara. Jika seorang anak
cacat tuli sejak lahir atau sebelum bisa berbicara, pada hakekatnya dalam
pertumbuhan kecerdasanya hanya dapat mencapai tingkat yang tidak jauh berbeda
dengan hewan. Pengaruh ketulian tidak terbatas pada bisu tuli saja, tetapi dapat
mempengaruhi kepribadian karena itu merupakan salah satu penghubung dengan
masyarakat. Sehingga bila seseorang mempunyai cacat tuli maka jembatan
penghubung dengan masyarakat terputus. Tuli merupakan keadaan dimana orang
tidak dapat mendengar sama sekali (total deafness), suatu bentuk yang ekstrim
dari kekurangan pendengaran. Istilah yang sekarang lebih digunakan ialah
kekurangan pendengaran (hearing loss). Kekurangan pendengaran ialah keadaan
dimana orang kurang dapat mendengar dan mengerti perkataan yang didengarnya.
Sedangkan pendengaran normal adlah keadaan dimana orang tidak hanya dapat
mendengar, tetapi juga mengerti apa yang didengarnya.
       Kekurangan pendengaran ada tiga macam, yaitu:
1. Konduktif, disebabkan oleh adanya gangguan hantaran dari saluran telinga,
   kendangan, rongga tympani dan tulang-tulang pendengaran.



                                       2
2. Sensori-neural, disebabkan oleh kerusakan ditelinga dalam, dari alat corti,
    nervus coclearis, sampai ke otak.
3. Campuran, adalah tuli campuran dari kedua unsur konduktif dan sensori-
    neural.
          Guyton (1997), menyatakan bahwa kelainan pada system pendengaran
salah satunya adalah tuna rungu atau tuli. Tuli biasanya dibagi menjadi dua tipe
yaitu : tuli saraf yang disebabkan oleh kerusakan koklea atau nervus auditorius,
yang kedua adalah tuli konduksi disebabkan karena koklea atau nervus auditoris
sengaja dirusak sehingga akan mengalami tuli permanen.

          Untuk menentukan sifat kelainan pendengaran digunakan alat bantu
dengar berupa audiometer, alat ini merupakan earphone yang dihubungkan
dengan osilator elektronik yang mampu memancarkan suara murni dari frekuensi
rendah sampai frekuensi tinggi. Audiometer selain dilengkapi dengan alat
earphone untuk menguji konduksi suara oleh telinga, dapat ditambah dengan
vibrator elektronik untuk menguji konduksi dari prosesus mastoideus kedalam
koklea.

          Audiogram pada tuli saraf ini mencakup kerusakan koklea nervus
auditorius atau sirkuit system saraf pusat dari telinga orang yang mengalami
penurunan atau kehilangan kemampuan untuk mendengar suara. Audiogram pada
tuli konduksi disebabkan oleh fibrosis telinga atau fibrosis yang terjadi pada
penyakit herediter yang otosklerosis.

          Suryo (1990), menyatakan bahwa suatu sifat keturunan ditentukan oleh
sebuah gen yang tunggal pada autosom. Tetapi kadang dijumpai peristiwa yang
tidak dapat diterangkan bahwa peristiwa itu ditentukan oleh sebuah gen tunggal
melainkan oleh adanya saling pengaruh dari beberapa gen. keadaan ini dinamakan
interaksi gen antara lain :

1. Epistasi ialah peristiwa bahwa sebuah gen mengalahkan pengaruh gen lain
    yang bukan alelnya. Epistasi dapat dibedakan menjadi :




                                        3
a. Epistasi dominan yaitu bila sebuah gen dominan mengalahkan pengaruh
        gen dominan lainnya.

    b. Epistasi resesif yaitu bila gen resesif mengalahkan pengaruh gen dominan
        yang bukan alelnya.

2. Gen-gen komplementer ialah gen-gen dominan yang berlainan tetapi bila
    terdapat bersama-sama dalam genotip akan saling membatu dalam
    menentukan fenotip.

        Contoh pada manusia adalah mengenai pendengaran normal bila gen
dominan D dan E terdapat bersama 2n dalam genotip seseorang, maka orang
tersebut dapat mendengar dan berbicara normal. Tetapi bila dalam genotip orang
tuanya terdapat D atau E saja atau sama sekali tidak terdapat gen dominan maka
orang itu bisa tuli sejak lahir.

        Stansfield (1991), menyatakan bahwa pada mulanya suatu gen atau lokus
yang menekan atau menyembunyikan kerja suatu gen pada lokus lain disebut
epistasis. Gen atau lokus yang ditekan adalah hipostasis. Belakangan diketahui
bahwa kedua lokus itu dapat saling bersifat epistasis satu dengan lainnya.
Sekarang istilah epistasis telah menjadi sinonim dengan hamper setiap tipe
interaksi gen. dominasi mencakup penekanan gen itro alelik, atau dapat
penyembunyian (penutupan) satu alel terhadap ekspresi alel lainnya pada lokus
yang sama. Epistasis melibatkan penekanan gen inter alelik atau dampak
penutupan dari suatu lokus gen terhadap ekspresi lokus gen lainnya. Rasio fenotip
klasik 9:3:3:1 yang teramati pada keturunan induk-induk hibrida di modifikasi
oleh epistasis menjadi rasio-rasio yang merupakan aneka kombinasi dari
penggolongan 9:3:3:1. Bila epistasi terjadi antara dua lokus gen, jumlah fenotip
yang muncul pada keturunan dari induk-induk hibrida akan kurang dari empat.
Ada enam tipe rasio epistasis yang umum dikenal, tiga diantaranya mempunyai
tiga fenotip dan tiga lainnya hanya mempunyai dua fenotip, antara lain :

    a. Epistasis dominan (12:3:1)




                                        4
b. Epistasis resesif (9:3:4)

   c. Gen-gen duplikat dengan efek komulatif (9:6:1)

   d. Gen-gen dominan duplikat (15:1)

   e. Gen-gen resesif duplikat (9:7)

   f. Interaksi dominan dan resesif (13:3)

                                    BAB II
                                         ISI


A. PENANGANAN, TINDAKAN DAN PERLAKUAN
       Seseorang yang mengalami tuna rungu-tuna wicara biasanya memiliki
sifat egosentrisme yang melebihi anak normal, mempunyai perasaan takut akan
lingkungan yang lebih luas, ketergantungan terhadap orang lain, perhatian mereka
lebih sukar dialihkan, mereka umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan
tanpa banyak masalah dan mereka lebih mudah marah dan cepat tersinggung
karena mereka tidak memahami apa yang sedang dibicarakan oleh orang normal.
Maka dari itu penderita tuna rungu- tuna wicara membutuhkan perhatian yang
lebih dari pada orang normal, karena penderita tunarungu- tunawicara memilki
kekurangan dalam mendengar dan berkomunikasi dengan orang, sehingga
jembatan komunikasi mereka terhambat dengan kekurangan yang mereka miliki.
Penderita tuna rungu-tuna wicara tidak selayaknya dijauhi melainkan dilatih untuk
mendengar dan berbicara meskipun para penderita tuna rungu- tuna wicara tidak
akan bisa berkomunokasi secara lancar.
       Anak tunarungu membutuhkan dukungan dan kita wajib untuk membantu
dengan berbagaicara, dengan mengajak berkomunikasi, memberikan penjelasan
tentang hal-hal yang belum mereka ketahui. Mereka membutuhkan pendidikan
untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, diperlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan karakteristik,
kemampuan, dan ketidakmampuannya, maka perlu diberikan pendidikan yang
layak dan sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki karena meskipun



                                         5
mereka mempunyai kekurangan dalam pendengaran dan percakapan mereka
memiliki kemampuan lain yang perlu di kembangkan.          Di samping sebagai
kebutuhan, pemberian layanan pendidikan kepada anak tunarungu, didasari oleh
beberapa landasan, yaitu landasan agama, kemanusiaan, hukum, dan pedagogis.
Ditinjau dari jenisnya, layanan pendidikan terhadap anak tunarungu, meliputi
layanan umum dan khusus. Layanan umum merupakam layanan yang biasa
diberikan kepada anak mendengar/normal, sedangkan layanan khusus merupakan
layanan yang diberikan untuk mengurangi dampak kelainannya, yang meliputi
layanan bina bicara serta bina persepsi bunyi dan irama.
        Untuk memfasilitasi sekolah bagi anak berkebutuhan khusus termasuk
tuna rungu untuk mendapatkan pendidikan yang layak, maka pemerintah dibantu
oleh pihak swasta membentuk sekolah luar biasa yang biasa disingkat SLB.
Sekolah ini mempunyai cara serta kurikulum yang disesuaikan bagi anak
berkebutuhan khusus agar dapat mandiri serta mensejajarkan diri dengan anak
normal. SLB dikategorikan berdasarkan jenis dari kebutuhan khusus yaitu, antara
lain:
1. SLB A sekolah untuk bagi anak yang mempunyai gangguan penglihatan atau
    tuna netra.
2. SLB B sekolah untuk anak yang mempunyai gangguan pendengaran atau tuna
    rungu.
3. SLB C sekolah untuk anak yang mempunyai masalah mental atau tuna daksa
        Sekolah bagi anak tuna rungu adalah SLB B, karena SLB B merupakan
sekolah bagi anak penderita tuna rungu yang mempunyai kurikulum yang
disesuaikan dengan kebutuhan anak dengan gangguan pendengaran, selain itu di
SLB B ini mempunyai guru dengan latar belakang pendidikan bagi anak yang
mempunyai gangguan pendengaran dan
Jumlah murid di SLB cenderung sedikit karena di dalam sistem pengajaran
menitikberatkan sistem individual.
        Kualitas komunikasi verbal anak dengan gangguan pendengaran yang
bersekolah di SLB biasanya tidak sebaik anak dengan gangguan pendengaran
yang bersekolah di sekolah umum, hal ini bisa jadi disebabkan karena mereka



                                        6
tidak terbiasa berkomunikasi dengan orang normal. Penggunaan bahasa isyarat
merupakan hal wajar untuk berkomunikasi di antara sesama.Peningkatan kualitas
komunikasi diperlihatkan karena anak dengan gangguan pendengaran dipaksa
oleh keadaan untuk berusaha dengan keras berkomunikasi dengan baik dengan
anak-anak dan lingkungan yang mendengaran.




B. ANALISIS GENETIKA
         Tuna wicara (bisu) merupakan gangguan verbal pada seseorang sehingga
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi melalui melalui suara. Tunawicara
sering dikaitkan dengan tunarungu. Tuna rungu disini merupakan masalah dalam
kemampuan mendengar.Tuna rungu (tuli) dapat disebabkan bawaan sejak lahir
atau gangguan pendengaran.Biasanya tunrungu menjadi tunaganda karena
biasanya tunarungu diikuti dengan tunawicara. hal ini disebabkan adanya
gangguan pendengaran sejak lahir membuat anak tidak biasa berlatih berbicara
karena anak belajar berbicara dari apa yang mereka dengar.
         Tuna rungu dapat dibantu dengan alat bantu dengar. Tunarungu biasa
menggunakan bahasa isyarat. Bahasa isyarat adalah bahasa yang mengutamakan
komunikasi manual, bahasa tubuh, dan gerak bibir, bukannya suara, untuk
berkomunikasi. biasanya dengan mengkombinasikan bentuk tangan, orientasi dan
gerak tangan, lengan, dan tubuh, serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan
pikiran mereka.
Tuna rungu disebabkan oleh banyak faktor yang digolongkan kedalam dua tipe,
yaitu:
1. Tipe konduktif, disebabkan oleh beberapa kerusakan pada telinga diantaranya:
   a. Kerusakan atau gangguan yang terjadi pada telinga luar yang dapat
         disebabkan antara lain oleh tidak terbentuknya lubang telinga bagian luar
         (atresia meatus akustikus externus), dan terjadinya peradangan pada
         lubang telinga luar (otitis externa).
   b. Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga tengah, yang dapat
         disebabkan antara lain oleh ruda paksa, yaitu adanya tekanan/benturan



                                            7
yang keras pada telinga seperti karena jatuh tabrakan, tertusuk, dan
       sebagainya. Terjadinya peradangan/inpeksi pada telinga tengah (otitis
       media).
   c. Otosclerosis, yaitu terjadinya pertumbuhan tulang pada kaki tulang stapes.
   d. Tympanisclerosis, yaitu adanya lapisan kalsium/zat kapur pada gendang
       dengar (membran timpani) dan tulang pendengaran.
   e. Anomali congenital dari tulang pendengaran atau tidak terbentuknya
       tulang pendengaran yang dibawa sejak lahir.
   f. Disfungsi tuba eustaschius (saluran yang menghubungkan rongga telinga
       tengah dengan rongga mulut), akibat alergi atau tumor pada nasopharynx.
2. Tipe Sensorineural, disebabkan oleh faktor genetik (keturunan) dan faktor non
   genetik antara lain:
   a. Rubena (Campak Jerman)
   b. Ketidaksesuaian antara darah ibu dan anak.
   c. Meningitis (radang selaput otak )
   d. Trauma akustik.
   Tuna rungu- tuna wicara yang disebabkan oleh faktor genetik yaitu terjadi
akibat pengaruh genetik yang dibawa oleh kedua orang tuanya, karena sifat
keturunan ditentukan oleh sebuah gen yang tunggal pada autosom. Tetapi kadang
dijumpai peristiwa yang tidak dapat diterangkan bahwa peristiwa itu ditentukan
oleh sebuah gen tunggal melainkanoleh adanya saling pengaruh dari beberapa
gen. Sebagai contoh, apabila seseorang yang bisu-tuli(ddee) menikah dengan
seeorang yang normal (DDEE), maka hasil dari perkawina tersebut adalah
seseorang dengan pembawa sifat bisu-tuli, dapat dibuktikan bahwa:
       P      : ddee                x                     DDEE
       G      : de                                        DE
       F1     : DdEe

       Salah satu cara untuk mencegah tunarungu adalah sebaiknya menghindari
pernikahan sedarah atau pernikahan dengan saudara dekat, melakukan
pemeriksaan darah pada saat pranikah, dan melakukan konseling genetika.




                                          8
Kemudian upaya yang dapat dilakukan pada waktu hamil yaitu menjaga kesehatan
dan memeriksakan kehamilan secara teratur, mengkonsumsi gizi yang
baik/seimbang, tidak meminum obat sembarangan, dan melakukan imunisasi
tetanus. Selanjutnya upaya yang dapat dilakukan pada saat melahirkan, antara
lain, tidak menggunakan alat penyedot dan apabila Ibu tersebut terkena virus
herpes simplek pada daerah vaginanya,maka kelahiran harus melalui operasi
caesar, dan upaya yang dapat dilakukan pada masa setelah lahir antara lain:
melakukan imunisasi dasar serta imunisasi rubela yang sangat penting, terutama
bagi wanita; mencegah sakit influenza yang terlalu lama (terutama pada anak),
dan menjaga telinga dari kebisingan.


C. TERAPI PENYEMBUHAN
       Seseorang yang menderita tuna rungu- tuna wicara dapat dilakukan
beberapa terapi penyembuhan diantaranya adalah:
1. Terapi wicara, terapi ini dilakuakan untuk melatih penderita mengucap dan
   mengolah kosa kata.
2. Terapi mendengar, terapi ini dilakukan untuk melatih pendengaran bagi
   penderita.
3. Terapi terpadu (mendengar dan wicara) terapi ini lebih ke prefer pemasukan
   kosa kata atau ‘input’nya yang utama melalui telinga (bukan melihat gerak
   bibir) sementara terapi wicara untuk membantu output yaitu pengucapan kata-
   kata yang sudah dimengerti tapi kesulitan mengucapkannya (pada saat awal
   memperkenalkan prinsip berkomunikasi, karena saat itu jika ada orang yang
   bicara, masih cenderung untuk menirukan, bukan gantian berbicara). Terapi
   ini dilatih untuk mendengar dan mengeja dengan melihat gerak bibir yang
   diucapkan dan kemudian penderita diminta untuk menirukan, dengan cara
   mengeja kata-kata yang diucapkan. Selanjutnya untuk melatih pendengaran
   dengan pendekatan terapi mendengar/TAV, aba-aba seperti pengucapan kata-
   kata yang diajarkan dilakukan secara full verbal, jadi sekaligus untuk melatih
   si anak mengenali suara. Dengan menutupi mulut terapis dengan tangan atau




                                       9
kertas agar tidak terlihat gerak bibirnya, mengucapkannya dari samping atau
     belakang.
4. Terapi dengan musik, terapi ini lebih melatih penderita untuk mendengar.




                                      BAB III
                                      PENUTUP


A.      KESIMPULAN
     1. Tuna rungu adalah orang yang mengalami kehilangan dalam pendengaran.
     2. Tuna Wicara adalah orang yang tidak mapu mengucap kata secara verbal.
     3. Tuna rungu dan Tuna wicara, tidak terjadi akibat faktor genetik saja.
     4. Faktor-faktor penyebab terjadinya tuna rungu dan tuna wicara adalah
        factor keturunan(genetik), kecelakan, dan keruskan pada telinga.
     5. Penderita tuna rungu dan tuna wicara, dapat melatih pendengaran dan
        pengucapan kosa kata dengan melakukan terapi.


B.      SARAN
     1. Tidak menjauhi para penderita tuna rungu dan tuna wicara
     2. Memberikan perhatian khusus dan pendidikan yang layak bagi penderita
        tuna rungu dan tuna wicara.
     3. Untuk menghindari tuna rungu sebainya menghindari pernikahan sedarah.
     4. Menghindari tempat- tempat yang terlalu bising.




                                         10
DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2009. keluarbiasaan pada manusia. http://pustaka.ut.ac.id./puslata/online.
      php?menu=bmpshort detail2&ID=282, diakses pada hari Kamis, 20 Mei
      2010 pukul 17.00 WIB.

Dullah.     2004. masalah Tuli. http://www.kalbe.co.id/file/04Masalahtuli009.
          pdf/04MasalahTuli009.html, diakses pada hari Kamis, 20 Mei 2010 pukul
          17.00 WIB.

Guyton, hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Stansfield. 1991. Genetika Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

Suryo. 1990. Genetika Manusia. Yogyakarta: UGM Press.




                                       11
DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2009. keluarbiasaan pada manusia. http://pustaka.ut.ac.id./puslata/online.
      php?menu=bmpshort detail2&ID=282, diakses pada hari Kamis, 20 Mei
      2010 pukul 17.00 WIB.

Dullah.     2004. masalah Tuli. http://www.kalbe.co.id/file/04Masalahtuli009.
          pdf/04MasalahTuli009.html, diakses pada hari Kamis, 20 Mei 2010 pukul
          17.00 WIB.

Guyton, hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Stansfield. 1991. Genetika Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

Suryo. 1990. Genetika Manusia. Yogyakarta: UGM Press.




                                       11

More Related Content

Viewers also liked

The Grand Bhagwati - Pledge for Veg - Case Study
The Grand Bhagwati -  Pledge for Veg - Case StudyThe Grand Bhagwati -  Pledge for Veg - Case Study
The Grand Bhagwati - Pledge for Veg - Case Study
Social Kinnect
 
Havmor Mera Flavour Case Study
Havmor Mera Flavour Case StudyHavmor Mera Flavour Case Study
Havmor Mera Flavour Case Study
Social Kinnect
 
BigFlix Case Study
BigFlix Case StudyBigFlix Case Study
BigFlix Case Study
Social Kinnect
 
Talaiots
TalaiotsTalaiots
Talaiots
Andrés Gil
 
гавал тархины гэмтэл
гавал тархины гэмтэлгавал тархины гэмтэл
гавал тархины гэмтэлДоржханд Б.
 
арьсны идээт өвчнүүд
арьсны идээт өвчнүүдарьсны идээт өвчнүүд
арьсны идээт өвчнүүдДоржханд Б.
 
Havmor - World Ice Cream Day
Havmor - World Ice Cream Day  Havmor - World Ice Cream Day
Havmor - World Ice Cream Day
Social Kinnect
 
Stepathlon Website Casestudy
Stepathlon Website CasestudyStepathlon Website Casestudy
Stepathlon Website Casestudy
Social Kinnect
 
Borosil #BeautifulFood
Borosil #BeautifulFoodBorosil #BeautifulFood
Borosil #BeautifulFood
Social Kinnect
 
Borosil Joy Of Giving Case Study
Borosil Joy Of Giving Case StudyBorosil Joy Of Giving Case Study
Borosil Joy Of Giving Case Study
Social Kinnect
 
Lakme Fashion Week Case Study - Instagram Show
Lakme Fashion Week Case Study - Instagram ShowLakme Fashion Week Case Study - Instagram Show
Lakme Fashion Week Case Study - Instagram Show
Social Kinnect
 
Visual round questions (3)
Visual round questions (3)Visual round questions (3)
Visual round questions (3)
Microsoft
 

Viewers also liked (12)

The Grand Bhagwati - Pledge for Veg - Case Study
The Grand Bhagwati -  Pledge for Veg - Case StudyThe Grand Bhagwati -  Pledge for Veg - Case Study
The Grand Bhagwati - Pledge for Veg - Case Study
 
Havmor Mera Flavour Case Study
Havmor Mera Flavour Case StudyHavmor Mera Flavour Case Study
Havmor Mera Flavour Case Study
 
BigFlix Case Study
BigFlix Case StudyBigFlix Case Study
BigFlix Case Study
 
Talaiots
TalaiotsTalaiots
Talaiots
 
гавал тархины гэмтэл
гавал тархины гэмтэлгавал тархины гэмтэл
гавал тархины гэмтэл
 
арьсны идээт өвчнүүд
арьсны идээт өвчнүүдарьсны идээт өвчнүүд
арьсны идээт өвчнүүд
 
Havmor - World Ice Cream Day
Havmor - World Ice Cream Day  Havmor - World Ice Cream Day
Havmor - World Ice Cream Day
 
Stepathlon Website Casestudy
Stepathlon Website CasestudyStepathlon Website Casestudy
Stepathlon Website Casestudy
 
Borosil #BeautifulFood
Borosil #BeautifulFoodBorosil #BeautifulFood
Borosil #BeautifulFood
 
Borosil Joy Of Giving Case Study
Borosil Joy Of Giving Case StudyBorosil Joy Of Giving Case Study
Borosil Joy Of Giving Case Study
 
Lakme Fashion Week Case Study - Instagram Show
Lakme Fashion Week Case Study - Instagram ShowLakme Fashion Week Case Study - Instagram Show
Lakme Fashion Week Case Study - Instagram Show
 
Visual round questions (3)
Visual round questions (3)Visual round questions (3)
Visual round questions (3)
 

Similar to Bab i

PENGKAJIAN TULI KONDUKTIF
PENGKAJIAN TULI KONDUKTIFPENGKAJIAN TULI KONDUKTIF
PENGKAJIAN TULI KONDUKTIF
Victorya Bambung
 
MPU3 – Minggu 1 (Pengenalan).pptx
MPU3 – Minggu 1 (Pengenalan).pptxMPU3 – Minggu 1 (Pengenalan).pptx
MPU3 – Minggu 1 (Pengenalan).pptx
FendiKaze
 
Materi 1 M1KB3 : Gangguan Komunikasi Pada pasien
Materi 1 M1KB3   : Gangguan Komunikasi Pada pasienMateri 1 M1KB3   : Gangguan Komunikasi Pada pasien
Materi 1 M1KB3 : Gangguan Komunikasi Pada pasien
ppghybrid4
 
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGANTUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
Diah Octarinie
 
Laporan Hasil DKK Kel. 3 B7M1 Pensinyalan Sel
Laporan Hasil DKK Kel. 3 B7M1 Pensinyalan SelLaporan Hasil DKK Kel. 3 B7M1 Pensinyalan Sel
Laporan Hasil DKK Kel. 3 B7M1 Pensinyalan Sel
elfanidamayanti1
 
BIOLOGI_M5KB2
BIOLOGI_M5KB2BIOLOGI_M5KB2
BIOLOGI_M5KB2
ppghybrid4
 
Ciri-ciri makhluk hidup
Ciri-ciri makhluk hidupCiri-ciri makhluk hidup
Ciri-ciri makhluk hidup
dio persada
 
Penyakit menurun pada manusia
Penyakit menurun pada manusiaPenyakit menurun pada manusia
Penyakit menurun pada manusia
Khomsha Sholikhah
 
Jilid biologi-kelas-10
Jilid biologi-kelas-10Jilid biologi-kelas-10
Jilid biologi-kelas-10yulianarika20
 
Jilid biologi-kelas-10
Jilid biologi-kelas-10Jilid biologi-kelas-10
Jilid biologi-kelas-10yulianarika20
 
BIOLOGI_M5KB4 PDF
BIOLOGI_M5KB4 PDFBIOLOGI_M5KB4 PDF
BIOLOGI_M5KB4 PDF
ppghybrid4
 
270110130006 erika silviani b tugas ke 3 keanekaragaman budaya dan bahasa daerah
270110130006 erika silviani b tugas ke 3 keanekaragaman budaya dan bahasa daerah270110130006 erika silviani b tugas ke 3 keanekaragaman budaya dan bahasa daerah
270110130006 erika silviani b tugas ke 3 keanekaragaman budaya dan bahasa daerah
Erika Silviani
 
MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM...
MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM...MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM...
MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM...
dwiputri123
 
landasan sosiologi dan antropologi pendidikan
landasan sosiologi dan antropologi pendidikanlandasan sosiologi dan antropologi pendidikan
landasan sosiologi dan antropologi pendidikan
Mey Wulan
 
RUANG LINGKUP BIOLOGI
RUANG LINGKUP  BIOLOGIRUANG LINGKUP  BIOLOGI
RUANG LINGKUP BIOLOGI
Ivho Mamonto
 
Norma dan Adat Istiadat Keluarga Membentuk Pribadi Mahasiswa Berbudaya
Norma dan Adat Istiadat Keluarga Membentuk Pribadi Mahasiswa BerbudayaNorma dan Adat Istiadat Keluarga Membentuk Pribadi Mahasiswa Berbudaya
Norma dan Adat Istiadat Keluarga Membentuk Pribadi Mahasiswa BerbudayaCandra Waskito
 
Laporan Hasil Diskusi Kelompok Kecil Kel. 3 B9M3
Laporan Hasil Diskusi Kelompok Kecil Kel. 3 B9M3Laporan Hasil Diskusi Kelompok Kecil Kel. 3 B9M3
Laporan Hasil Diskusi Kelompok Kecil Kel. 3 B9M3
elfanidamayanti1
 
Handout mid term 1 kelas x mipa sma citra kasih jkt
Handout mid term 1 kelas x mipa sma citra kasih jktHandout mid term 1 kelas x mipa sma citra kasih jkt
Handout mid term 1 kelas x mipa sma citra kasih jkt
Fajar Adinugraha
 

Similar to Bab i (20)

PENGKAJIAN TULI KONDUKTIF
PENGKAJIAN TULI KONDUKTIFPENGKAJIAN TULI KONDUKTIF
PENGKAJIAN TULI KONDUKTIF
 
MPU3 – Minggu 1 (Pengenalan).pptx
MPU3 – Minggu 1 (Pengenalan).pptxMPU3 – Minggu 1 (Pengenalan).pptx
MPU3 – Minggu 1 (Pengenalan).pptx
 
Materi 1 M1KB3 : Gangguan Komunikasi Pada pasien
Materi 1 M1KB3   : Gangguan Komunikasi Pada pasienMateri 1 M1KB3   : Gangguan Komunikasi Pada pasien
Materi 1 M1KB3 : Gangguan Komunikasi Pada pasien
 
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGANTUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
 
Laporan Hasil DKK Kel. 3 B7M1 Pensinyalan Sel
Laporan Hasil DKK Kel. 3 B7M1 Pensinyalan SelLaporan Hasil DKK Kel. 3 B7M1 Pensinyalan Sel
Laporan Hasil DKK Kel. 3 B7M1 Pensinyalan Sel
 
BIOLOGI_M5KB2
BIOLOGI_M5KB2BIOLOGI_M5KB2
BIOLOGI_M5KB2
 
Ciri-ciri makhluk hidup
Ciri-ciri makhluk hidupCiri-ciri makhluk hidup
Ciri-ciri makhluk hidup
 
Penyakit menurun pada manusia
Penyakit menurun pada manusiaPenyakit menurun pada manusia
Penyakit menurun pada manusia
 
Jilid biologi-kelas-10
Jilid biologi-kelas-10Jilid biologi-kelas-10
Jilid biologi-kelas-10
 
Jilid biologi-kelas-10
Jilid biologi-kelas-10Jilid biologi-kelas-10
Jilid biologi-kelas-10
 
BIOLOGI_M5KB4 PDF
BIOLOGI_M5KB4 PDFBIOLOGI_M5KB4 PDF
BIOLOGI_M5KB4 PDF
 
270110130006 erika silviani b tugas ke 3 keanekaragaman budaya dan bahasa daerah
270110130006 erika silviani b tugas ke 3 keanekaragaman budaya dan bahasa daerah270110130006 erika silviani b tugas ke 3 keanekaragaman budaya dan bahasa daerah
270110130006 erika silviani b tugas ke 3 keanekaragaman budaya dan bahasa daerah
 
MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM...
MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM...MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM...
MAKALAH EPIDEMIOLOGI UKURAN ASOSIASI (KHUSUS) PENYAKIT DIARE DI WILAYAH DALAM...
 
Makalah komunikasi ilas AKPER PEMKAB MUNA
Makalah komunikasi ilas AKPER PEMKAB MUNA Makalah komunikasi ilas AKPER PEMKAB MUNA
Makalah komunikasi ilas AKPER PEMKAB MUNA
 
landasan sosiologi dan antropologi pendidikan
landasan sosiologi dan antropologi pendidikanlandasan sosiologi dan antropologi pendidikan
landasan sosiologi dan antropologi pendidikan
 
Tugasan kumpulan
Tugasan kumpulanTugasan kumpulan
Tugasan kumpulan
 
RUANG LINGKUP BIOLOGI
RUANG LINGKUP  BIOLOGIRUANG LINGKUP  BIOLOGI
RUANG LINGKUP BIOLOGI
 
Norma dan Adat Istiadat Keluarga Membentuk Pribadi Mahasiswa Berbudaya
Norma dan Adat Istiadat Keluarga Membentuk Pribadi Mahasiswa BerbudayaNorma dan Adat Istiadat Keluarga Membentuk Pribadi Mahasiswa Berbudaya
Norma dan Adat Istiadat Keluarga Membentuk Pribadi Mahasiswa Berbudaya
 
Laporan Hasil Diskusi Kelompok Kecil Kel. 3 B9M3
Laporan Hasil Diskusi Kelompok Kecil Kel. 3 B9M3Laporan Hasil Diskusi Kelompok Kecil Kel. 3 B9M3
Laporan Hasil Diskusi Kelompok Kecil Kel. 3 B9M3
 
Handout mid term 1 kelas x mipa sma citra kasih jkt
Handout mid term 1 kelas x mipa sma citra kasih jktHandout mid term 1 kelas x mipa sma citra kasih jkt
Handout mid term 1 kelas x mipa sma citra kasih jkt
 

Bab i

  • 1. MAKALAH GENETIKA SLB-B (SEKOLAH LUAR BIASA-B) Disusun oleh: Nama : Lilis Suryaningsih NIM : A420 070 066 Kelompok : 15 LABORATORIUM BIOLOGI PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2010 1
  • 2. LEMBAR PENGESAHAN Mahasiswa dibawah ini : Nama : Lilis Suryaningsih NIM : A420 070 066 Kelempok : 15 Telah menyelesaikan Praktikum Genetika Semester Genap Tahun 2009/2010 dengan nilai akhir… Mengesahkan, Surakarta, 22 Mei 2010 Dosen Pengampu Praktikum Mahasiswa (Harini, S.Pd) (Lilis Suryaningsih) 2ii
  • 3. KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah Genetika. Makalah ini disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Praktikum Genetika Fakultas Biologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penyusun tidak akan berhasil menyelesaikan Makalah ini tanpa ada bimbingan dan bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penyusun menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah ini. 2. Ibu Harini, S.Pd selaku dosen pengampu. 3. Para asisten dosen praktikum Genetika. 4. Rekan-rekan yang telah memberikan dukungan dalam pembuatan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang ada pada penyusun. Oleh karena itu, penyusun dapat sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, penyusun berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya. Surakarta, 22 Mei 2010 3
  • 4. DAFTAR ISI iii HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................ii KATA PENGANTAR......................................................................................iii DAFTAR ISI....................................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1 A. TUJUAN...............................................................................................1 B. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................1 BAB II ISI.........................................................................................................5 A. PENANGANAN, TINDAKAN, DAN PERLAKUAN.......................5 B. ANALISIS GENETIKA.......................................................................7 C. TERAPI PENYEMBUHAN.................................................................9 BAB III PENUTUP..........................................................................................10 A. KESIMPULAN.....................................................................................10 B. SARAN.................................................................................................10 DAFTAR PUSTAKA 4
  • 6. BAB I PENDAHULUAN A. TUJUAN 1. Untuk mengetahui pengaruh genotip pada penderita tuna rungu dan tuna wicara. 2. Untuk mengetahui faktor –faktor yang mempengaruhi tuna rungu dan tuna wicara. B. TINJAUAN PUSTAKA Anonim(2009), menyatakan bahwa keluarbiasaan adalah penyimpangan yang signifikan dari kondisi normal. Anak luar biasa (ALB) adalah anak yang menunjukkan penyimpangan yang signifikan dari anak normal, baik yang di atas normal maupun yang di bawah normal, sehingga dampak penyimpangan tersebut memerlukan pengaturan khusus dalam pelayanan pendidikan. Jenis keluarbiasaan dapat dikelompokkan berdasarkan bidang yang mengalami penyimpangan dan dapat pula berdasarkan arah penyimpangan. Berdasarkan bidang penyimpangan dikenal penyimpangan dalam kemampuan (anak berbakat dan anak tunagrahita), penyimpangan karena hambatan sensori (indera), anak berkesulitan belajar dan mengalami gangguan komunikasi, penyimpangan perilaku, dan penyimpangan ganda. Berdasarkan arah penyimpangan, dikenal penyimpangan di atas normal yaitu anak berbakat, dan penyimpangan di bawah normal yang terdiri dari tunanetra, tunarungu, gangguan komunikasi, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, anak berkesulitan belajar, dan tunaganda. Penyebab keluarbiasaan dapat dikelompokkan berdasarkan masa munculnya keluarbiasaan dan agen pembawa keluarbiasaan. Berdasarkan masa kemunculan, ada tiga jenis penyebab, yaitu: penyebab prenatal, perinatal, dan postnatal. Berdasarkan agen pembawa keluarbiasaan, pada dasarnya penyebabnya dapat dibagi dua, yaitu penyebab bawaan (turunan) dan dapatan. Penyebab yang didapat banyak jenisnya yang dikaitkan dengan keluarbiasaan tertentu, seperti 1
  • 7. infeksi, penyakit tertentu, kekurangan gizi, gangguan metabolisme, kecelakaan, dan lingkungan. Dampak keluarbiasaan bagi anak, keluarga, dan masyarakat bervariasi sesuai dengan latar belakang budaya, pendidikan, dan status sosial ekonomi. Bagi anak, keluarbiasaan akan mempengaruhi perkembangannya dan berdampak selama hidupnya. Intensitas dampak ini dipengaruhi pula oleh jenis dan tingkat keluarbiasaan yang diderita, serta masa munculnya keluarbiasaan bagi keluarga, dampak keluarbisaan bervariasi, namun pada umumnya keluarga merasa shok dan tidak siap menerima keluarbiasaan (di bawah normal) vang diderita oleh anaknya. Adanya ALB dalam keluarga dan masyarakat membuat keluarga dan masyarakat menyediakan layanan, fasilitas yang dibutuhkan oleh ALB tersebut. Dullah (2004), menyatakan bahwa manusia memiliki tiga sifat penting yaitu mampu mendengar, mampu berfikir sebagai manusia dan mampu bercakap- cakap. Ketiga fungsi itu mempunyai hubungan yang sangat erat, fungsi pendengaran tergolong yang paling tua, mempengaruhi dan melatih fungsi berfikir, sedangkan fungsi berfikir untuk melatih berbicara. Jika seorang anak cacat tuli sejak lahir atau sebelum bisa berbicara, pada hakekatnya dalam pertumbuhan kecerdasanya hanya dapat mencapai tingkat yang tidak jauh berbeda dengan hewan. Pengaruh ketulian tidak terbatas pada bisu tuli saja, tetapi dapat mempengaruhi kepribadian karena itu merupakan salah satu penghubung dengan masyarakat. Sehingga bila seseorang mempunyai cacat tuli maka jembatan penghubung dengan masyarakat terputus. Tuli merupakan keadaan dimana orang tidak dapat mendengar sama sekali (total deafness), suatu bentuk yang ekstrim dari kekurangan pendengaran. Istilah yang sekarang lebih digunakan ialah kekurangan pendengaran (hearing loss). Kekurangan pendengaran ialah keadaan dimana orang kurang dapat mendengar dan mengerti perkataan yang didengarnya. Sedangkan pendengaran normal adlah keadaan dimana orang tidak hanya dapat mendengar, tetapi juga mengerti apa yang didengarnya. Kekurangan pendengaran ada tiga macam, yaitu: 1. Konduktif, disebabkan oleh adanya gangguan hantaran dari saluran telinga, kendangan, rongga tympani dan tulang-tulang pendengaran. 2
  • 8. 2. Sensori-neural, disebabkan oleh kerusakan ditelinga dalam, dari alat corti, nervus coclearis, sampai ke otak. 3. Campuran, adalah tuli campuran dari kedua unsur konduktif dan sensori- neural. Guyton (1997), menyatakan bahwa kelainan pada system pendengaran salah satunya adalah tuna rungu atau tuli. Tuli biasanya dibagi menjadi dua tipe yaitu : tuli saraf yang disebabkan oleh kerusakan koklea atau nervus auditorius, yang kedua adalah tuli konduksi disebabkan karena koklea atau nervus auditoris sengaja dirusak sehingga akan mengalami tuli permanen. Untuk menentukan sifat kelainan pendengaran digunakan alat bantu dengar berupa audiometer, alat ini merupakan earphone yang dihubungkan dengan osilator elektronik yang mampu memancarkan suara murni dari frekuensi rendah sampai frekuensi tinggi. Audiometer selain dilengkapi dengan alat earphone untuk menguji konduksi suara oleh telinga, dapat ditambah dengan vibrator elektronik untuk menguji konduksi dari prosesus mastoideus kedalam koklea. Audiogram pada tuli saraf ini mencakup kerusakan koklea nervus auditorius atau sirkuit system saraf pusat dari telinga orang yang mengalami penurunan atau kehilangan kemampuan untuk mendengar suara. Audiogram pada tuli konduksi disebabkan oleh fibrosis telinga atau fibrosis yang terjadi pada penyakit herediter yang otosklerosis. Suryo (1990), menyatakan bahwa suatu sifat keturunan ditentukan oleh sebuah gen yang tunggal pada autosom. Tetapi kadang dijumpai peristiwa yang tidak dapat diterangkan bahwa peristiwa itu ditentukan oleh sebuah gen tunggal melainkan oleh adanya saling pengaruh dari beberapa gen. keadaan ini dinamakan interaksi gen antara lain : 1. Epistasi ialah peristiwa bahwa sebuah gen mengalahkan pengaruh gen lain yang bukan alelnya. Epistasi dapat dibedakan menjadi : 3
  • 9. a. Epistasi dominan yaitu bila sebuah gen dominan mengalahkan pengaruh gen dominan lainnya. b. Epistasi resesif yaitu bila gen resesif mengalahkan pengaruh gen dominan yang bukan alelnya. 2. Gen-gen komplementer ialah gen-gen dominan yang berlainan tetapi bila terdapat bersama-sama dalam genotip akan saling membatu dalam menentukan fenotip. Contoh pada manusia adalah mengenai pendengaran normal bila gen dominan D dan E terdapat bersama 2n dalam genotip seseorang, maka orang tersebut dapat mendengar dan berbicara normal. Tetapi bila dalam genotip orang tuanya terdapat D atau E saja atau sama sekali tidak terdapat gen dominan maka orang itu bisa tuli sejak lahir. Stansfield (1991), menyatakan bahwa pada mulanya suatu gen atau lokus yang menekan atau menyembunyikan kerja suatu gen pada lokus lain disebut epistasis. Gen atau lokus yang ditekan adalah hipostasis. Belakangan diketahui bahwa kedua lokus itu dapat saling bersifat epistasis satu dengan lainnya. Sekarang istilah epistasis telah menjadi sinonim dengan hamper setiap tipe interaksi gen. dominasi mencakup penekanan gen itro alelik, atau dapat penyembunyian (penutupan) satu alel terhadap ekspresi alel lainnya pada lokus yang sama. Epistasis melibatkan penekanan gen inter alelik atau dampak penutupan dari suatu lokus gen terhadap ekspresi lokus gen lainnya. Rasio fenotip klasik 9:3:3:1 yang teramati pada keturunan induk-induk hibrida di modifikasi oleh epistasis menjadi rasio-rasio yang merupakan aneka kombinasi dari penggolongan 9:3:3:1. Bila epistasi terjadi antara dua lokus gen, jumlah fenotip yang muncul pada keturunan dari induk-induk hibrida akan kurang dari empat. Ada enam tipe rasio epistasis yang umum dikenal, tiga diantaranya mempunyai tiga fenotip dan tiga lainnya hanya mempunyai dua fenotip, antara lain : a. Epistasis dominan (12:3:1) 4
  • 10. b. Epistasis resesif (9:3:4) c. Gen-gen duplikat dengan efek komulatif (9:6:1) d. Gen-gen dominan duplikat (15:1) e. Gen-gen resesif duplikat (9:7) f. Interaksi dominan dan resesif (13:3) BAB II ISI A. PENANGANAN, TINDAKAN DAN PERLAKUAN Seseorang yang mengalami tuna rungu-tuna wicara biasanya memiliki sifat egosentrisme yang melebihi anak normal, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas, ketergantungan terhadap orang lain, perhatian mereka lebih sukar dialihkan, mereka umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak masalah dan mereka lebih mudah marah dan cepat tersinggung karena mereka tidak memahami apa yang sedang dibicarakan oleh orang normal. Maka dari itu penderita tuna rungu- tuna wicara membutuhkan perhatian yang lebih dari pada orang normal, karena penderita tunarungu- tunawicara memilki kekurangan dalam mendengar dan berkomunikasi dengan orang, sehingga jembatan komunikasi mereka terhambat dengan kekurangan yang mereka miliki. Penderita tuna rungu-tuna wicara tidak selayaknya dijauhi melainkan dilatih untuk mendengar dan berbicara meskipun para penderita tuna rungu- tuna wicara tidak akan bisa berkomunokasi secara lancar. Anak tunarungu membutuhkan dukungan dan kita wajib untuk membantu dengan berbagaicara, dengan mengajak berkomunikasi, memberikan penjelasan tentang hal-hal yang belum mereka ketahui. Mereka membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan karakteristik, kemampuan, dan ketidakmampuannya, maka perlu diberikan pendidikan yang layak dan sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki karena meskipun 5
  • 11. mereka mempunyai kekurangan dalam pendengaran dan percakapan mereka memiliki kemampuan lain yang perlu di kembangkan. Di samping sebagai kebutuhan, pemberian layanan pendidikan kepada anak tunarungu, didasari oleh beberapa landasan, yaitu landasan agama, kemanusiaan, hukum, dan pedagogis. Ditinjau dari jenisnya, layanan pendidikan terhadap anak tunarungu, meliputi layanan umum dan khusus. Layanan umum merupakam layanan yang biasa diberikan kepada anak mendengar/normal, sedangkan layanan khusus merupakan layanan yang diberikan untuk mengurangi dampak kelainannya, yang meliputi layanan bina bicara serta bina persepsi bunyi dan irama. Untuk memfasilitasi sekolah bagi anak berkebutuhan khusus termasuk tuna rungu untuk mendapatkan pendidikan yang layak, maka pemerintah dibantu oleh pihak swasta membentuk sekolah luar biasa yang biasa disingkat SLB. Sekolah ini mempunyai cara serta kurikulum yang disesuaikan bagi anak berkebutuhan khusus agar dapat mandiri serta mensejajarkan diri dengan anak normal. SLB dikategorikan berdasarkan jenis dari kebutuhan khusus yaitu, antara lain: 1. SLB A sekolah untuk bagi anak yang mempunyai gangguan penglihatan atau tuna netra. 2. SLB B sekolah untuk anak yang mempunyai gangguan pendengaran atau tuna rungu. 3. SLB C sekolah untuk anak yang mempunyai masalah mental atau tuna daksa Sekolah bagi anak tuna rungu adalah SLB B, karena SLB B merupakan sekolah bagi anak penderita tuna rungu yang mempunyai kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan anak dengan gangguan pendengaran, selain itu di SLB B ini mempunyai guru dengan latar belakang pendidikan bagi anak yang mempunyai gangguan pendengaran dan Jumlah murid di SLB cenderung sedikit karena di dalam sistem pengajaran menitikberatkan sistem individual. Kualitas komunikasi verbal anak dengan gangguan pendengaran yang bersekolah di SLB biasanya tidak sebaik anak dengan gangguan pendengaran yang bersekolah di sekolah umum, hal ini bisa jadi disebabkan karena mereka 6
  • 12. tidak terbiasa berkomunikasi dengan orang normal. Penggunaan bahasa isyarat merupakan hal wajar untuk berkomunikasi di antara sesama.Peningkatan kualitas komunikasi diperlihatkan karena anak dengan gangguan pendengaran dipaksa oleh keadaan untuk berusaha dengan keras berkomunikasi dengan baik dengan anak-anak dan lingkungan yang mendengaran. B. ANALISIS GENETIKA Tuna wicara (bisu) merupakan gangguan verbal pada seseorang sehingga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi melalui melalui suara. Tunawicara sering dikaitkan dengan tunarungu. Tuna rungu disini merupakan masalah dalam kemampuan mendengar.Tuna rungu (tuli) dapat disebabkan bawaan sejak lahir atau gangguan pendengaran.Biasanya tunrungu menjadi tunaganda karena biasanya tunarungu diikuti dengan tunawicara. hal ini disebabkan adanya gangguan pendengaran sejak lahir membuat anak tidak biasa berlatih berbicara karena anak belajar berbicara dari apa yang mereka dengar. Tuna rungu dapat dibantu dengan alat bantu dengar. Tunarungu biasa menggunakan bahasa isyarat. Bahasa isyarat adalah bahasa yang mengutamakan komunikasi manual, bahasa tubuh, dan gerak bibir, bukannya suara, untuk berkomunikasi. biasanya dengan mengkombinasikan bentuk tangan, orientasi dan gerak tangan, lengan, dan tubuh, serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan pikiran mereka. Tuna rungu disebabkan oleh banyak faktor yang digolongkan kedalam dua tipe, yaitu: 1. Tipe konduktif, disebabkan oleh beberapa kerusakan pada telinga diantaranya: a. Kerusakan atau gangguan yang terjadi pada telinga luar yang dapat disebabkan antara lain oleh tidak terbentuknya lubang telinga bagian luar (atresia meatus akustikus externus), dan terjadinya peradangan pada lubang telinga luar (otitis externa). b. Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga tengah, yang dapat disebabkan antara lain oleh ruda paksa, yaitu adanya tekanan/benturan 7
  • 13. yang keras pada telinga seperti karena jatuh tabrakan, tertusuk, dan sebagainya. Terjadinya peradangan/inpeksi pada telinga tengah (otitis media). c. Otosclerosis, yaitu terjadinya pertumbuhan tulang pada kaki tulang stapes. d. Tympanisclerosis, yaitu adanya lapisan kalsium/zat kapur pada gendang dengar (membran timpani) dan tulang pendengaran. e. Anomali congenital dari tulang pendengaran atau tidak terbentuknya tulang pendengaran yang dibawa sejak lahir. f. Disfungsi tuba eustaschius (saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan rongga mulut), akibat alergi atau tumor pada nasopharynx. 2. Tipe Sensorineural, disebabkan oleh faktor genetik (keturunan) dan faktor non genetik antara lain: a. Rubena (Campak Jerman) b. Ketidaksesuaian antara darah ibu dan anak. c. Meningitis (radang selaput otak ) d. Trauma akustik. Tuna rungu- tuna wicara yang disebabkan oleh faktor genetik yaitu terjadi akibat pengaruh genetik yang dibawa oleh kedua orang tuanya, karena sifat keturunan ditentukan oleh sebuah gen yang tunggal pada autosom. Tetapi kadang dijumpai peristiwa yang tidak dapat diterangkan bahwa peristiwa itu ditentukan oleh sebuah gen tunggal melainkanoleh adanya saling pengaruh dari beberapa gen. Sebagai contoh, apabila seseorang yang bisu-tuli(ddee) menikah dengan seeorang yang normal (DDEE), maka hasil dari perkawina tersebut adalah seseorang dengan pembawa sifat bisu-tuli, dapat dibuktikan bahwa: P : ddee x DDEE G : de DE F1 : DdEe Salah satu cara untuk mencegah tunarungu adalah sebaiknya menghindari pernikahan sedarah atau pernikahan dengan saudara dekat, melakukan pemeriksaan darah pada saat pranikah, dan melakukan konseling genetika. 8
  • 14. Kemudian upaya yang dapat dilakukan pada waktu hamil yaitu menjaga kesehatan dan memeriksakan kehamilan secara teratur, mengkonsumsi gizi yang baik/seimbang, tidak meminum obat sembarangan, dan melakukan imunisasi tetanus. Selanjutnya upaya yang dapat dilakukan pada saat melahirkan, antara lain, tidak menggunakan alat penyedot dan apabila Ibu tersebut terkena virus herpes simplek pada daerah vaginanya,maka kelahiran harus melalui operasi caesar, dan upaya yang dapat dilakukan pada masa setelah lahir antara lain: melakukan imunisasi dasar serta imunisasi rubela yang sangat penting, terutama bagi wanita; mencegah sakit influenza yang terlalu lama (terutama pada anak), dan menjaga telinga dari kebisingan. C. TERAPI PENYEMBUHAN Seseorang yang menderita tuna rungu- tuna wicara dapat dilakukan beberapa terapi penyembuhan diantaranya adalah: 1. Terapi wicara, terapi ini dilakuakan untuk melatih penderita mengucap dan mengolah kosa kata. 2. Terapi mendengar, terapi ini dilakukan untuk melatih pendengaran bagi penderita. 3. Terapi terpadu (mendengar dan wicara) terapi ini lebih ke prefer pemasukan kosa kata atau ‘input’nya yang utama melalui telinga (bukan melihat gerak bibir) sementara terapi wicara untuk membantu output yaitu pengucapan kata- kata yang sudah dimengerti tapi kesulitan mengucapkannya (pada saat awal memperkenalkan prinsip berkomunikasi, karena saat itu jika ada orang yang bicara, masih cenderung untuk menirukan, bukan gantian berbicara). Terapi ini dilatih untuk mendengar dan mengeja dengan melihat gerak bibir yang diucapkan dan kemudian penderita diminta untuk menirukan, dengan cara mengeja kata-kata yang diucapkan. Selanjutnya untuk melatih pendengaran dengan pendekatan terapi mendengar/TAV, aba-aba seperti pengucapan kata- kata yang diajarkan dilakukan secara full verbal, jadi sekaligus untuk melatih si anak mengenali suara. Dengan menutupi mulut terapis dengan tangan atau 9
  • 15. kertas agar tidak terlihat gerak bibirnya, mengucapkannya dari samping atau belakang. 4. Terapi dengan musik, terapi ini lebih melatih penderita untuk mendengar. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Tuna rungu adalah orang yang mengalami kehilangan dalam pendengaran. 2. Tuna Wicara adalah orang yang tidak mapu mengucap kata secara verbal. 3. Tuna rungu dan Tuna wicara, tidak terjadi akibat faktor genetik saja. 4. Faktor-faktor penyebab terjadinya tuna rungu dan tuna wicara adalah factor keturunan(genetik), kecelakan, dan keruskan pada telinga. 5. Penderita tuna rungu dan tuna wicara, dapat melatih pendengaran dan pengucapan kosa kata dengan melakukan terapi. B. SARAN 1. Tidak menjauhi para penderita tuna rungu dan tuna wicara 2. Memberikan perhatian khusus dan pendidikan yang layak bagi penderita tuna rungu dan tuna wicara. 3. Untuk menghindari tuna rungu sebainya menghindari pernikahan sedarah. 4. Menghindari tempat- tempat yang terlalu bising. 10
  • 16. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. keluarbiasaan pada manusia. http://pustaka.ut.ac.id./puslata/online. php?menu=bmpshort detail2&ID=282, diakses pada hari Kamis, 20 Mei 2010 pukul 17.00 WIB. Dullah. 2004. masalah Tuli. http://www.kalbe.co.id/file/04Masalahtuli009. pdf/04MasalahTuli009.html, diakses pada hari Kamis, 20 Mei 2010 pukul 17.00 WIB. Guyton, hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Stansfield. 1991. Genetika Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. Suryo. 1990. Genetika Manusia. Yogyakarta: UGM Press. 11
  • 17. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. keluarbiasaan pada manusia. http://pustaka.ut.ac.id./puslata/online. php?menu=bmpshort detail2&ID=282, diakses pada hari Kamis, 20 Mei 2010 pukul 17.00 WIB. Dullah. 2004. masalah Tuli. http://www.kalbe.co.id/file/04Masalahtuli009. pdf/04MasalahTuli009.html, diakses pada hari Kamis, 20 Mei 2010 pukul 17.00 WIB. Guyton, hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Stansfield. 1991. Genetika Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. Suryo. 1990. Genetika Manusia. Yogyakarta: UGM Press. 11