Makalah ini membahas tentang penanganan, analisis genetika, dan terapi penyembuhan untuk penderita tuna rungu dan tuna wicara. Penderita membutuhkan perhatian lebih besar karena memiliki hambatan dalam berkomunikasi. Mereka perlu dididik untuk mengembangkan potensi secara optimal dengan layanan pendidikan yang sesuai kemampuan. Analisis genetika digunakan untuk mengetahui pengaruh genotip dan faktor-faktor penyebab.
Extensive range of ice creams, Havmor is ice cream for all. This case study gets active engagement where people participate with the flavours of their choice and stand a chance to be the winner
The West was won by taste, innovation and quality. In the last six decades, from a handcart, Havmor has grown into a delicious facet of daily life of a large part of Western India
Borosil makes all your food look more beautiful when served in its glassware. The main objective of the #BeautifulFood campaign was to create interesting conversations around recipes and in turn create a network of great food shots with Borosil products. Another objective was to make sure there is good quality content in the digital space about Borosil and food prepared and served with it.
Our main goal was to let out the message that food looks beautiful when it is served in Borosil products.
Lakme Fashion Week Case Study - Instagram ShowSocial Kinnect
For Lakme Fashion Week Summer Resort 2015, we created a digital innovation wherein we hosted the First Ever Instagram Show for Designer Masaba Gupta's exclusive collection.
Extensive range of ice creams, Havmor is ice cream for all. This case study gets active engagement where people participate with the flavours of their choice and stand a chance to be the winner
The West was won by taste, innovation and quality. In the last six decades, from a handcart, Havmor has grown into a delicious facet of daily life of a large part of Western India
Borosil makes all your food look more beautiful when served in its glassware. The main objective of the #BeautifulFood campaign was to create interesting conversations around recipes and in turn create a network of great food shots with Borosil products. Another objective was to make sure there is good quality content in the digital space about Borosil and food prepared and served with it.
Our main goal was to let out the message that food looks beautiful when it is served in Borosil products.
Lakme Fashion Week Case Study - Instagram ShowSocial Kinnect
For Lakme Fashion Week Summer Resort 2015, we created a digital innovation wherein we hosted the First Ever Instagram Show for Designer Masaba Gupta's exclusive collection.
Handout mid term 1 kelas x mipa sma citra kasih jkt
Bab i
1. MAKALAH GENETIKA
SLB-B
(SEKOLAH LUAR BIASA-B)
Disusun oleh:
Nama : Lilis Suryaningsih
NIM : A420 070 066
Kelompok : 15
LABORATORIUM BIOLOGI PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
TAHUN 2010
1
2. LEMBAR PENGESAHAN
Mahasiswa dibawah ini :
Nama : Lilis Suryaningsih
NIM : A420 070 066
Kelempok : 15
Telah menyelesaikan Praktikum Genetika Semester Genap Tahun 2009/2010
dengan nilai akhir…
Mengesahkan, Surakarta, 22 Mei 2010
Dosen Pengampu Praktikum Mahasiswa
(Harini, S.Pd) (Lilis Suryaningsih)
2ii
3. KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah Genetika.
Makalah ini disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Praktikum
Genetika Fakultas Biologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Penyusun tidak akan berhasil menyelesaikan Makalah ini tanpa ada
bimbingan dan bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penyusun menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Makalah ini.
2. Ibu Harini, S.Pd selaku dosen pengampu.
3. Para asisten dosen praktikum Genetika.
4. Rekan-rekan yang telah memberikan dukungan dalam pembuatan makalah
ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
kekurangan, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang ada pada
penyusun. Oleh karena itu, penyusun dapat sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, penyusun
berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya, dan pembaca
pada umumnya.
Surakarta, 22 Mei 2010
3
4. DAFTAR ISI
iii
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. TUJUAN...............................................................................................1
B. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................1
BAB II ISI.........................................................................................................5
A. PENANGANAN, TINDAKAN, DAN PERLAKUAN.......................5
B. ANALISIS GENETIKA.......................................................................7
C. TERAPI PENYEMBUHAN.................................................................9
BAB III PENUTUP..........................................................................................10
A. KESIMPULAN.....................................................................................10
B. SARAN.................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
4
6. BAB I
PENDAHULUAN
A. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengaruh genotip pada penderita tuna rungu dan
tuna wicara.
2. Untuk mengetahui faktor –faktor yang mempengaruhi tuna rungu
dan tuna wicara.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Anonim(2009), menyatakan bahwa keluarbiasaan adalah penyimpangan
yang signifikan dari kondisi normal. Anak luar biasa (ALB) adalah anak yang
menunjukkan penyimpangan yang signifikan dari anak normal, baik yang di atas
normal maupun yang di bawah normal, sehingga dampak penyimpangan tersebut
memerlukan pengaturan khusus dalam pelayanan pendidikan. Jenis keluarbiasaan
dapat dikelompokkan berdasarkan bidang yang mengalami penyimpangan dan
dapat pula berdasarkan arah penyimpangan. Berdasarkan bidang penyimpangan
dikenal penyimpangan dalam kemampuan (anak berbakat dan anak tunagrahita),
penyimpangan karena hambatan sensori (indera), anak berkesulitan belajar dan
mengalami gangguan komunikasi, penyimpangan perilaku, dan penyimpangan
ganda. Berdasarkan arah penyimpangan, dikenal penyimpangan di atas normal
yaitu anak berbakat, dan penyimpangan di bawah normal yang terdiri dari
tunanetra, tunarungu, gangguan komunikasi, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras,
anak berkesulitan belajar, dan tunaganda.
Penyebab keluarbiasaan dapat dikelompokkan berdasarkan masa
munculnya keluarbiasaan dan agen pembawa keluarbiasaan. Berdasarkan masa
kemunculan, ada tiga jenis penyebab, yaitu: penyebab prenatal, perinatal, dan
postnatal. Berdasarkan agen pembawa keluarbiasaan, pada dasarnya penyebabnya
dapat dibagi dua, yaitu penyebab bawaan (turunan) dan dapatan. Penyebab yang
didapat banyak jenisnya yang dikaitkan dengan keluarbiasaan tertentu, seperti
1
7. infeksi, penyakit tertentu, kekurangan gizi, gangguan metabolisme, kecelakaan,
dan lingkungan.
Dampak keluarbiasaan bagi anak, keluarga, dan masyarakat bervariasi
sesuai dengan latar belakang budaya, pendidikan, dan status sosial ekonomi. Bagi
anak, keluarbiasaan akan mempengaruhi perkembangannya dan berdampak
selama hidupnya. Intensitas dampak ini dipengaruhi pula oleh jenis dan tingkat
keluarbiasaan yang diderita, serta masa munculnya keluarbiasaan bagi keluarga,
dampak keluarbisaan bervariasi, namun pada umumnya keluarga merasa shok dan
tidak siap menerima keluarbiasaan (di bawah normal) vang diderita oleh anaknya.
Adanya ALB dalam keluarga dan masyarakat membuat keluarga dan masyarakat
menyediakan layanan, fasilitas yang dibutuhkan oleh ALB tersebut.
Dullah (2004), menyatakan bahwa manusia memiliki tiga sifat penting
yaitu mampu mendengar, mampu berfikir sebagai manusia dan mampu bercakap-
cakap. Ketiga fungsi itu mempunyai hubungan yang sangat erat, fungsi
pendengaran tergolong yang paling tua, mempengaruhi dan melatih fungsi
berfikir, sedangkan fungsi berfikir untuk melatih berbicara. Jika seorang anak
cacat tuli sejak lahir atau sebelum bisa berbicara, pada hakekatnya dalam
pertumbuhan kecerdasanya hanya dapat mencapai tingkat yang tidak jauh berbeda
dengan hewan. Pengaruh ketulian tidak terbatas pada bisu tuli saja, tetapi dapat
mempengaruhi kepribadian karena itu merupakan salah satu penghubung dengan
masyarakat. Sehingga bila seseorang mempunyai cacat tuli maka jembatan
penghubung dengan masyarakat terputus. Tuli merupakan keadaan dimana orang
tidak dapat mendengar sama sekali (total deafness), suatu bentuk yang ekstrim
dari kekurangan pendengaran. Istilah yang sekarang lebih digunakan ialah
kekurangan pendengaran (hearing loss). Kekurangan pendengaran ialah keadaan
dimana orang kurang dapat mendengar dan mengerti perkataan yang didengarnya.
Sedangkan pendengaran normal adlah keadaan dimana orang tidak hanya dapat
mendengar, tetapi juga mengerti apa yang didengarnya.
Kekurangan pendengaran ada tiga macam, yaitu:
1. Konduktif, disebabkan oleh adanya gangguan hantaran dari saluran telinga,
kendangan, rongga tympani dan tulang-tulang pendengaran.
2
8. 2. Sensori-neural, disebabkan oleh kerusakan ditelinga dalam, dari alat corti,
nervus coclearis, sampai ke otak.
3. Campuran, adalah tuli campuran dari kedua unsur konduktif dan sensori-
neural.
Guyton (1997), menyatakan bahwa kelainan pada system pendengaran
salah satunya adalah tuna rungu atau tuli. Tuli biasanya dibagi menjadi dua tipe
yaitu : tuli saraf yang disebabkan oleh kerusakan koklea atau nervus auditorius,
yang kedua adalah tuli konduksi disebabkan karena koklea atau nervus auditoris
sengaja dirusak sehingga akan mengalami tuli permanen.
Untuk menentukan sifat kelainan pendengaran digunakan alat bantu
dengar berupa audiometer, alat ini merupakan earphone yang dihubungkan
dengan osilator elektronik yang mampu memancarkan suara murni dari frekuensi
rendah sampai frekuensi tinggi. Audiometer selain dilengkapi dengan alat
earphone untuk menguji konduksi suara oleh telinga, dapat ditambah dengan
vibrator elektronik untuk menguji konduksi dari prosesus mastoideus kedalam
koklea.
Audiogram pada tuli saraf ini mencakup kerusakan koklea nervus
auditorius atau sirkuit system saraf pusat dari telinga orang yang mengalami
penurunan atau kehilangan kemampuan untuk mendengar suara. Audiogram pada
tuli konduksi disebabkan oleh fibrosis telinga atau fibrosis yang terjadi pada
penyakit herediter yang otosklerosis.
Suryo (1990), menyatakan bahwa suatu sifat keturunan ditentukan oleh
sebuah gen yang tunggal pada autosom. Tetapi kadang dijumpai peristiwa yang
tidak dapat diterangkan bahwa peristiwa itu ditentukan oleh sebuah gen tunggal
melainkan oleh adanya saling pengaruh dari beberapa gen. keadaan ini dinamakan
interaksi gen antara lain :
1. Epistasi ialah peristiwa bahwa sebuah gen mengalahkan pengaruh gen lain
yang bukan alelnya. Epistasi dapat dibedakan menjadi :
3
9. a. Epistasi dominan yaitu bila sebuah gen dominan mengalahkan pengaruh
gen dominan lainnya.
b. Epistasi resesif yaitu bila gen resesif mengalahkan pengaruh gen dominan
yang bukan alelnya.
2. Gen-gen komplementer ialah gen-gen dominan yang berlainan tetapi bila
terdapat bersama-sama dalam genotip akan saling membatu dalam
menentukan fenotip.
Contoh pada manusia adalah mengenai pendengaran normal bila gen
dominan D dan E terdapat bersama 2n dalam genotip seseorang, maka orang
tersebut dapat mendengar dan berbicara normal. Tetapi bila dalam genotip orang
tuanya terdapat D atau E saja atau sama sekali tidak terdapat gen dominan maka
orang itu bisa tuli sejak lahir.
Stansfield (1991), menyatakan bahwa pada mulanya suatu gen atau lokus
yang menekan atau menyembunyikan kerja suatu gen pada lokus lain disebut
epistasis. Gen atau lokus yang ditekan adalah hipostasis. Belakangan diketahui
bahwa kedua lokus itu dapat saling bersifat epistasis satu dengan lainnya.
Sekarang istilah epistasis telah menjadi sinonim dengan hamper setiap tipe
interaksi gen. dominasi mencakup penekanan gen itro alelik, atau dapat
penyembunyian (penutupan) satu alel terhadap ekspresi alel lainnya pada lokus
yang sama. Epistasis melibatkan penekanan gen inter alelik atau dampak
penutupan dari suatu lokus gen terhadap ekspresi lokus gen lainnya. Rasio fenotip
klasik 9:3:3:1 yang teramati pada keturunan induk-induk hibrida di modifikasi
oleh epistasis menjadi rasio-rasio yang merupakan aneka kombinasi dari
penggolongan 9:3:3:1. Bila epistasi terjadi antara dua lokus gen, jumlah fenotip
yang muncul pada keturunan dari induk-induk hibrida akan kurang dari empat.
Ada enam tipe rasio epistasis yang umum dikenal, tiga diantaranya mempunyai
tiga fenotip dan tiga lainnya hanya mempunyai dua fenotip, antara lain :
a. Epistasis dominan (12:3:1)
4
10. b. Epistasis resesif (9:3:4)
c. Gen-gen duplikat dengan efek komulatif (9:6:1)
d. Gen-gen dominan duplikat (15:1)
e. Gen-gen resesif duplikat (9:7)
f. Interaksi dominan dan resesif (13:3)
BAB II
ISI
A. PENANGANAN, TINDAKAN DAN PERLAKUAN
Seseorang yang mengalami tuna rungu-tuna wicara biasanya memiliki
sifat egosentrisme yang melebihi anak normal, mempunyai perasaan takut akan
lingkungan yang lebih luas, ketergantungan terhadap orang lain, perhatian mereka
lebih sukar dialihkan, mereka umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan
tanpa banyak masalah dan mereka lebih mudah marah dan cepat tersinggung
karena mereka tidak memahami apa yang sedang dibicarakan oleh orang normal.
Maka dari itu penderita tuna rungu- tuna wicara membutuhkan perhatian yang
lebih dari pada orang normal, karena penderita tunarungu- tunawicara memilki
kekurangan dalam mendengar dan berkomunikasi dengan orang, sehingga
jembatan komunikasi mereka terhambat dengan kekurangan yang mereka miliki.
Penderita tuna rungu-tuna wicara tidak selayaknya dijauhi melainkan dilatih untuk
mendengar dan berbicara meskipun para penderita tuna rungu- tuna wicara tidak
akan bisa berkomunokasi secara lancar.
Anak tunarungu membutuhkan dukungan dan kita wajib untuk membantu
dengan berbagaicara, dengan mengajak berkomunikasi, memberikan penjelasan
tentang hal-hal yang belum mereka ketahui. Mereka membutuhkan pendidikan
untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, diperlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan karakteristik,
kemampuan, dan ketidakmampuannya, maka perlu diberikan pendidikan yang
layak dan sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki karena meskipun
5
11. mereka mempunyai kekurangan dalam pendengaran dan percakapan mereka
memiliki kemampuan lain yang perlu di kembangkan. Di samping sebagai
kebutuhan, pemberian layanan pendidikan kepada anak tunarungu, didasari oleh
beberapa landasan, yaitu landasan agama, kemanusiaan, hukum, dan pedagogis.
Ditinjau dari jenisnya, layanan pendidikan terhadap anak tunarungu, meliputi
layanan umum dan khusus. Layanan umum merupakam layanan yang biasa
diberikan kepada anak mendengar/normal, sedangkan layanan khusus merupakan
layanan yang diberikan untuk mengurangi dampak kelainannya, yang meliputi
layanan bina bicara serta bina persepsi bunyi dan irama.
Untuk memfasilitasi sekolah bagi anak berkebutuhan khusus termasuk
tuna rungu untuk mendapatkan pendidikan yang layak, maka pemerintah dibantu
oleh pihak swasta membentuk sekolah luar biasa yang biasa disingkat SLB.
Sekolah ini mempunyai cara serta kurikulum yang disesuaikan bagi anak
berkebutuhan khusus agar dapat mandiri serta mensejajarkan diri dengan anak
normal. SLB dikategorikan berdasarkan jenis dari kebutuhan khusus yaitu, antara
lain:
1. SLB A sekolah untuk bagi anak yang mempunyai gangguan penglihatan atau
tuna netra.
2. SLB B sekolah untuk anak yang mempunyai gangguan pendengaran atau tuna
rungu.
3. SLB C sekolah untuk anak yang mempunyai masalah mental atau tuna daksa
Sekolah bagi anak tuna rungu adalah SLB B, karena SLB B merupakan
sekolah bagi anak penderita tuna rungu yang mempunyai kurikulum yang
disesuaikan dengan kebutuhan anak dengan gangguan pendengaran, selain itu di
SLB B ini mempunyai guru dengan latar belakang pendidikan bagi anak yang
mempunyai gangguan pendengaran dan
Jumlah murid di SLB cenderung sedikit karena di dalam sistem pengajaran
menitikberatkan sistem individual.
Kualitas komunikasi verbal anak dengan gangguan pendengaran yang
bersekolah di SLB biasanya tidak sebaik anak dengan gangguan pendengaran
yang bersekolah di sekolah umum, hal ini bisa jadi disebabkan karena mereka
6
12. tidak terbiasa berkomunikasi dengan orang normal. Penggunaan bahasa isyarat
merupakan hal wajar untuk berkomunikasi di antara sesama.Peningkatan kualitas
komunikasi diperlihatkan karena anak dengan gangguan pendengaran dipaksa
oleh keadaan untuk berusaha dengan keras berkomunikasi dengan baik dengan
anak-anak dan lingkungan yang mendengaran.
B. ANALISIS GENETIKA
Tuna wicara (bisu) merupakan gangguan verbal pada seseorang sehingga
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi melalui melalui suara. Tunawicara
sering dikaitkan dengan tunarungu. Tuna rungu disini merupakan masalah dalam
kemampuan mendengar.Tuna rungu (tuli) dapat disebabkan bawaan sejak lahir
atau gangguan pendengaran.Biasanya tunrungu menjadi tunaganda karena
biasanya tunarungu diikuti dengan tunawicara. hal ini disebabkan adanya
gangguan pendengaran sejak lahir membuat anak tidak biasa berlatih berbicara
karena anak belajar berbicara dari apa yang mereka dengar.
Tuna rungu dapat dibantu dengan alat bantu dengar. Tunarungu biasa
menggunakan bahasa isyarat. Bahasa isyarat adalah bahasa yang mengutamakan
komunikasi manual, bahasa tubuh, dan gerak bibir, bukannya suara, untuk
berkomunikasi. biasanya dengan mengkombinasikan bentuk tangan, orientasi dan
gerak tangan, lengan, dan tubuh, serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan
pikiran mereka.
Tuna rungu disebabkan oleh banyak faktor yang digolongkan kedalam dua tipe,
yaitu:
1. Tipe konduktif, disebabkan oleh beberapa kerusakan pada telinga diantaranya:
a. Kerusakan atau gangguan yang terjadi pada telinga luar yang dapat
disebabkan antara lain oleh tidak terbentuknya lubang telinga bagian luar
(atresia meatus akustikus externus), dan terjadinya peradangan pada
lubang telinga luar (otitis externa).
b. Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga tengah, yang dapat
disebabkan antara lain oleh ruda paksa, yaitu adanya tekanan/benturan
7
13. yang keras pada telinga seperti karena jatuh tabrakan, tertusuk, dan
sebagainya. Terjadinya peradangan/inpeksi pada telinga tengah (otitis
media).
c. Otosclerosis, yaitu terjadinya pertumbuhan tulang pada kaki tulang stapes.
d. Tympanisclerosis, yaitu adanya lapisan kalsium/zat kapur pada gendang
dengar (membran timpani) dan tulang pendengaran.
e. Anomali congenital dari tulang pendengaran atau tidak terbentuknya
tulang pendengaran yang dibawa sejak lahir.
f. Disfungsi tuba eustaschius (saluran yang menghubungkan rongga telinga
tengah dengan rongga mulut), akibat alergi atau tumor pada nasopharynx.
2. Tipe Sensorineural, disebabkan oleh faktor genetik (keturunan) dan faktor non
genetik antara lain:
a. Rubena (Campak Jerman)
b. Ketidaksesuaian antara darah ibu dan anak.
c. Meningitis (radang selaput otak )
d. Trauma akustik.
Tuna rungu- tuna wicara yang disebabkan oleh faktor genetik yaitu terjadi
akibat pengaruh genetik yang dibawa oleh kedua orang tuanya, karena sifat
keturunan ditentukan oleh sebuah gen yang tunggal pada autosom. Tetapi kadang
dijumpai peristiwa yang tidak dapat diterangkan bahwa peristiwa itu ditentukan
oleh sebuah gen tunggal melainkanoleh adanya saling pengaruh dari beberapa
gen. Sebagai contoh, apabila seseorang yang bisu-tuli(ddee) menikah dengan
seeorang yang normal (DDEE), maka hasil dari perkawina tersebut adalah
seseorang dengan pembawa sifat bisu-tuli, dapat dibuktikan bahwa:
P : ddee x DDEE
G : de DE
F1 : DdEe
Salah satu cara untuk mencegah tunarungu adalah sebaiknya menghindari
pernikahan sedarah atau pernikahan dengan saudara dekat, melakukan
pemeriksaan darah pada saat pranikah, dan melakukan konseling genetika.
8
14. Kemudian upaya yang dapat dilakukan pada waktu hamil yaitu menjaga kesehatan
dan memeriksakan kehamilan secara teratur, mengkonsumsi gizi yang
baik/seimbang, tidak meminum obat sembarangan, dan melakukan imunisasi
tetanus. Selanjutnya upaya yang dapat dilakukan pada saat melahirkan, antara
lain, tidak menggunakan alat penyedot dan apabila Ibu tersebut terkena virus
herpes simplek pada daerah vaginanya,maka kelahiran harus melalui operasi
caesar, dan upaya yang dapat dilakukan pada masa setelah lahir antara lain:
melakukan imunisasi dasar serta imunisasi rubela yang sangat penting, terutama
bagi wanita; mencegah sakit influenza yang terlalu lama (terutama pada anak),
dan menjaga telinga dari kebisingan.
C. TERAPI PENYEMBUHAN
Seseorang yang menderita tuna rungu- tuna wicara dapat dilakukan
beberapa terapi penyembuhan diantaranya adalah:
1. Terapi wicara, terapi ini dilakuakan untuk melatih penderita mengucap dan
mengolah kosa kata.
2. Terapi mendengar, terapi ini dilakukan untuk melatih pendengaran bagi
penderita.
3. Terapi terpadu (mendengar dan wicara) terapi ini lebih ke prefer pemasukan
kosa kata atau ‘input’nya yang utama melalui telinga (bukan melihat gerak
bibir) sementara terapi wicara untuk membantu output yaitu pengucapan kata-
kata yang sudah dimengerti tapi kesulitan mengucapkannya (pada saat awal
memperkenalkan prinsip berkomunikasi, karena saat itu jika ada orang yang
bicara, masih cenderung untuk menirukan, bukan gantian berbicara). Terapi
ini dilatih untuk mendengar dan mengeja dengan melihat gerak bibir yang
diucapkan dan kemudian penderita diminta untuk menirukan, dengan cara
mengeja kata-kata yang diucapkan. Selanjutnya untuk melatih pendengaran
dengan pendekatan terapi mendengar/TAV, aba-aba seperti pengucapan kata-
kata yang diajarkan dilakukan secara full verbal, jadi sekaligus untuk melatih
si anak mengenali suara. Dengan menutupi mulut terapis dengan tangan atau
9
15. kertas agar tidak terlihat gerak bibirnya, mengucapkannya dari samping atau
belakang.
4. Terapi dengan musik, terapi ini lebih melatih penderita untuk mendengar.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Tuna rungu adalah orang yang mengalami kehilangan dalam pendengaran.
2. Tuna Wicara adalah orang yang tidak mapu mengucap kata secara verbal.
3. Tuna rungu dan Tuna wicara, tidak terjadi akibat faktor genetik saja.
4. Faktor-faktor penyebab terjadinya tuna rungu dan tuna wicara adalah
factor keturunan(genetik), kecelakan, dan keruskan pada telinga.
5. Penderita tuna rungu dan tuna wicara, dapat melatih pendengaran dan
pengucapan kosa kata dengan melakukan terapi.
B. SARAN
1. Tidak menjauhi para penderita tuna rungu dan tuna wicara
2. Memberikan perhatian khusus dan pendidikan yang layak bagi penderita
tuna rungu dan tuna wicara.
3. Untuk menghindari tuna rungu sebainya menghindari pernikahan sedarah.
4. Menghindari tempat- tempat yang terlalu bising.
10
16. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. keluarbiasaan pada manusia. http://pustaka.ut.ac.id./puslata/online.
php?menu=bmpshort detail2&ID=282, diakses pada hari Kamis, 20 Mei
2010 pukul 17.00 WIB.
Dullah. 2004. masalah Tuli. http://www.kalbe.co.id/file/04Masalahtuli009.
pdf/04MasalahTuli009.html, diakses pada hari Kamis, 20 Mei 2010 pukul
17.00 WIB.
Guyton, hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Stansfield. 1991. Genetika Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Suryo. 1990. Genetika Manusia. Yogyakarta: UGM Press.
11
17. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. keluarbiasaan pada manusia. http://pustaka.ut.ac.id./puslata/online.
php?menu=bmpshort detail2&ID=282, diakses pada hari Kamis, 20 Mei
2010 pukul 17.00 WIB.
Dullah. 2004. masalah Tuli. http://www.kalbe.co.id/file/04Masalahtuli009.
pdf/04MasalahTuli009.html, diakses pada hari Kamis, 20 Mei 2010 pukul
17.00 WIB.
Guyton, hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Stansfield. 1991. Genetika Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Suryo. 1990. Genetika Manusia. Yogyakarta: UGM Press.
11