3. Pengertian Pelayanan Pendidikan dan Sejarah Perkembangan Pendidikan Khusus di
Indonesia
1. Makna Pelayanan Pendidikan
Pelayanan merupakan suatu jasa yang diberikan oleh seseorang atau suatu lembaga untuk memenuhi
kebutuhan orang lain. Dalam KBBI (1997:571), pelayanan diartikan sebagai:
▫ Perihal atau cara melayani
▫ Usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang)
▫ Kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang atau jasa.
Pelayanan pendidikan atau layanan pendidikan mengacu kepada penyediaan jenis layanan yang sesuai
dengan kebutuhan yang dilayani sehingga memungkinkan seseorang mengembangkan potensi dirinya.
Bagi penyandang kelainan, layanan pendidikan mempunyai makna yang cukup besar karena memang
mereka memerlukan pelayanan ekstra yang berbeda dari layanan yang diberikan kepada orang-orang
yang tidak menyandang kelainan.
3
4. 2. Jenis Pelayanan Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus
▫ Layanan pendidikan yang berkaitan dengan bidang kesehatan dan fisik,
melibatkan tenaga professional seperti ahli terapi fisik (physical therapist
occupational therapist, dan berbagai dokter ahli).
▫ Layanan pendidikan yang berkaitan dengan kebutuhan emosional sosial, seperti
kebutuhan yang berkaitan dengan konsep diri, penyesuaian diri dengan
lingkungan/masyarakat sekitar, menghadapi peristiwa penting dalam hidup, dan
kebutuhan bersosialisasi, melibatkan para psikolog dan pekerja sosial.
▫ Layanan pendidikan yang berkaitan langsung dengan kebutuhan pendidikan
(penyandang kelainan), melibatkan ahli pendidikan dari berbagai bidang dan
psikolog.
4
5. “
5
B. Sejarah Perkembangan Layanan Pendidikan Khusus
Di Indonesia dimulai ketika Belanda masuk ke Indonesia (1596-1942), dimana
dengan memperkenalkan sistem persekolahan dengan orientasi barat, untuk
pendidikan bagi anak penyandang cacat dibuka lembaga-lembaga khusus.
Lembaga pertama untuk anak tunanetra, tunagrahita tahun 1927 dan untuk
tunarungu tahun 1930 yang ketiganya terletak di Kota Bandung.
Tujuh tahun setelah proklamasi kemerdekaan, Pemerintah RI
mengundangundangkan tentang pendidikan.Undang-undang tersebut
menyebutkan pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan dengan khusus
untuk mereka yang membutuhkan (pasal 6 ayat 2) dan untuk itu anak-anak
tersebut berhak dan diwajibkan belajar di sekolah sedikitnya 6 tahun (pasal 8).
Dengan ini dapat dinyatakan berlakunya undang-undang tersebut
maka sekolahsekolah baru yang khusus bagi anak-anak penyandang cacat,
termasuk untuk anak tunadaksa dan tunalaras yang disebut dengan Sekolah
Luar Biasa (SLB).
6. Berdasarkan urutan berdirinya SLB pertama untuk masing-masing
kategori kecacatan SLB dikelompokkan menjadi :
▫ SLB A untuk anak tunanetra,
▫ SLB B untuk anak tunarungu,
▫ SLB C untuk anak tunagrahita,
▫ SLB D untuk anak tunadaksa,
▫ SLB E untuk anak tunalaras,
▫ SLB F untuk anak tunaganda.
6
8. 1. Layanan Pendidikan Segregasi
Bentuk layanan pendidikan segregasi memisahkan ABK dari anak normal.
Dengan demikian ABK mempunyai sekolah sendiri, alasan para
pendukung pelayanan pendidikan terpisah ini antara lain sebagai
berikut:
▫ Dalam layanan segregasi (terpisah) ABK akan mendapat
perlakuan/perhatian yang lebuh intensif karena para guru memang
disiapkan khusus ntuk melayani mereka.
▫ Dalam layanan segregasi, para ABK merasa senasib sehingga dapat
bergaul lebih akrab.
▫ Keinginan untuk bersaing lebih tinggi karena para ABK merasa
mempunyai kemampuan setara sehingga kesempatan untuk unggul akan
semakin terbuka.
8
9. 2. Layanan Pendidikan Integrasi
Layanan pendidikan dalam bentuk terpadu atau integrasi menyediakan
pendidikan bagi ABK di sekolah yang sama dengan anak normal. Melalui
pendidikan terintegrasi, para ABK dapat menghayati dunia yang sama
dengan anak normal, demikian pula bagi anak normal akan mendapat
kesempatan untuk menghayati keanekaragaman pada ABK. Disamping itu,
pendidikan integrasi akan membuat ABK dan anak normal saling belajar
sehingga tidak ada jurang pemisah antara anak normal dan ABK.
Sebaliknya, adapula penentang layanan pendidikan integrasi bahwa
pendidikan integrasi akan membawa dampak buruk bagi ABK, kemungkinan
ABK akan menjadi bahan ejekan bagi anak normal terbuka luas; dan jika ini
terjadi ABK akan semakin terpuruk.
9
10. 3. Layanan Pendidikan Inklusi
Inclusion yang berarti inklusi, yaitu setiap anak diakui sebagai bagian
dari anak-anak lain yang ada dalam satu sekolah.Pada praktiknya ABK
disekolahkan di sekolah yang terdekat dengan tempat tinggalnya, terlepas
dari tingkat kelainan yang disandang.
Terlepas dari silang pertentangan antara layanan segregasi atau
integrasi, kita tentu harus mencari jalan yang terbaik bagi ABK.Hal ini dapat
kita kaji dari jenis sekolah yang tersedia untuk jenis ABK, dari SLB-A hingga
SLB-G.Meskipun kemudian pemisahan jenis sekolah ini tidak tercantum lagi
dalam PP No. 17/2010.
10
11. Oleh karena itu, ada baiknya kita kaji model integrasi atau
mainstreaming yang digagas oleh Reynolds & Birch (1988).Model Integrasi
terdiri dari 3 jenis yaitu:
1. Integrasi Fisik, Sosial dan pembelajaran.
Integrasi fisik terjadi dalam bentuk kebersamaan antara anak normal dan
ABK. Misalnya saat mereka bermain bersama dalam satu ruangan yang
sama.
2. Integrasi Sosial
Integrasi Sosial terjadi jika anka normal dan ABK terjadi komunikasi
misalnya saling menyapa, bersenda-gurau, atau bermain.
3. Integrasi pembelajaran
Integrasi pembelajaran terjadi jika anak normal dan ABK belajar bersama-
sama.
11
12. B. Jenis Pelayanan Pendididkan Khusus
Menurut Mc Laughlin and Lewis (1985) jenis - jenis layanan pendidikan khusus dapat
dibedakan dan dideskripsiskan sebagai berikut :
1. Layanan di sekolah biasa
Anak–anak berkebutuhan khusus yang memenuhi syarat bersekolah
bersama–sama dengan anak-anak lain disekolah biasa.
2. Sekolah biasa dengan guru konsultan.
Dalam model layanan ini ABK bersekolah disekolah biasa namun sekolah
tersebut dibantu oleh guru pendidikan khusus sebagai konsultan bagi para guru,
kepala sekolah dan orang tua ABK yang ada disekolah tersebut.
3. Sekolah biasa dengan guru kunjung
ABK bersekolah di sekolah biasa dengan para guru yang mengajar di sekolah
tersebut dibantu oleh guru kunjung. Guru kunjung adalah guru pendididkan khusus
yang bertugas dilebih dari satu sekolah. Oleh karena itu ia tidak setiap hari berada
disekolah yang sama, melainkana mempunyai jadwal kunjungan tetap disekolha-
sekolah tempatnya bertugas.
12
13. 4. Model Ruang Sumber
Dalam model ini ABK belajar dikelas/ sekolah biasa yang dilengkapi dengan
ruang khusus yang disebut ruang sumber (resource room) atau dapat pula disebut
sebagai bimbingan khusus.ABK belajar bersama-sama dengan siswa normal namun
pada waktu tertentu ABK meninggalakan kelas biasa dan pergi keruang sumber untuk
mendapat bimbingan dari guru pembimbing khusus (GPK).
5. Model Kelas khusus
Dalam model ini layanan untuk ABK diberikan di kelas-kelas khusus terpisah
dari anak normal.
6. Model Sekolah khusus siang hari
Model ini menyediakan layanan bagi ABK dalam satu sekolah khusus pada
siang hari (hari sekolah), sedangkan pada waktu-waktu di luar hari/jam sekolah, para
ABK berada dirumah bersama keluarga dan dilingkungan masyarakat dan sekitarnya.
7. Model Sekolah dalam Panti Asuhan atau Rumah Sakit
Dalam model ini layanan pendidikan bagi ABK diberikan di panti-panti
asuhan atau rumah sakit tempat ABK dirawat.
13
14. C. PENDEKATAN KOLABORATIF DALAM PELAYANAN PENDIDIKAN ABK
Pelayanan Pendidikan untuk ABK merupakan proses yang sangat kompleks dan memerlukan
kerjasama dari berbagai pakar yang professional dan tidak dapat dilakukan seorang diri. Anggota
yang terlibat dalam pelayanan Pendidikan bagi ABK harus dari berbagai bidang yang relavan
dengan kebutuhan ABK seperti :
▫ Guru sekolah biasa
▫ Guru Pendidikan khusus
▫ Pengawas sekolah
▫ Kepala sekolah
▫ Orang tua ABK
▫ Psikolog sekolah
▫ Guru binawicara dan perssepsi bunyi
▫ Dokter spesialis
▫ Perawat sekolah
▫ Guu Pendidikan jasmani yang mendapatkan keahlian khusus dalam menangani ABK
▫ Ahli terapi fisik
▫ Pekerja sosial
14
15. Menurut Reynold & Birch (1988) kolaborasi tersebut dapat dilakukan dengan teman
sejawat serta orang tua ABK meliputi :
1. Guru memberikan supervise kepada orang tua ABK yang ingin membantu dalam
Pendidikan anaknya
2. Guru menilai kemajuan siswa ABK serta melaporkannya kepada orang tua siswa
3. Guru bekerjasama dengan orang tua ABK dalam membuat perencanaan mengambil
keputusan yang berkaitan dengan kebijakan dan penyelenggaraan sekolah
4. Guru bekonsultasi dengan orang tua ABK tentang situasi sekolah dan situasi rumah
yang mungkin mempengaruhi anak
Jika dianggap perlu, guru bertindak sebagai orang tua ABK
Jadi pendekatan kolaboratif dalam pelayanan Pendidikan ABK akan menjadi lebih
efektif jika dilakukan oleh TIM professional yang berasal dari berbagai bidang
keahlian untuk memenuhi kebutuhan ABK tersebut.
15