3. Sekolah luar biasa adalah sistem penyelenggaraan pendidikan khusus yang
terpisah dengan anak umum lainnya dimana anak – anak berkebutuhan
khusus di tempatkan secara khusus sesuai dengan kebutuhannya.
Kategori kecacatan SLB itu di kelompokkan menjadi :
A. SLB bagian A untuk anak tuna netra
B. SLB bagian B untuk anak tuna rungu
C. SLB bagian C untuk anak tuna Grahita
D. SLB bagian D untuk anak tuna daksa
E. SLB bagian E untuk anak tuna laras
F. SLB bagian F untuk anak cacat ganda
SLB (SEKOLAH LUAR BIASA)
5. KELEBIHAN SISTEM PENDIDIKAN
5
SLB INKLUSI
Rasa ketenangan pada anak luar biasa Keberadaan ABK diakui sejajar dengan anak normal
Metode pembelajaran yang khusus sesuai
dengan kondisi dan kemampuan anak.
Lingkungan mengajarkan kebersamaan dan menghilangkan
diskriminasi
Komunikasi yang mudah dan lancar ABK memiliki kesempatan untuk beraktivitas (yang
mungkin dapat diikutinya) dan berpartisipasi sehingga dapat
menunjukkan kemampuannya di lingkungan anak normal
Guru dengan latar belakang pendidikan
luar biasa
Membutuhkan pegangan diri yaitu dengan belajar secara
kompetitif, eksistensi ABK akan teruji dalam persaingan
secara sehat dengan anak pada umumnya.
Sarana dan prasarana yang sesuai. Anak yang berkelainan akan belajar menerima dirinya
sebagaimana adanya dan juga tidak menjadi asing lagi di
lingkungannya
Dapat mengembangakan bakat ,minta dan
kemampuan secara optimal
Memberi kesan pada orang tua dan masyarakat bahwa ABK
pun mampu seperti anak pada umumnya
6. Kekurangan penyelenggaraan pendidikan di sekolah
INKLUSI dan SLB
6
SLB INKLUSI
Siswa hanya mengenal lingkungan yang
sama dengan kondisinya, kurang meluas
dalam interaksi dan bermasyarakat
Masih kurangnya aksesibilitas dan sarana yang memadai bagi siswa
berkebutuhan khusus seperti tuna netra dan tuna daksa dalam mendapatkan
aksesibilitas di sekolah
Terkadang karena kekurangan guru,
dalam satu kelas masih ada bermacam-
macam kemampuan sehingga siswa harus
beradaptasi dengan semuanya
Masih banyak sekolah inklusi yang membutuhkan guru pendamping khusus
yang lulusan pendidikan luar biasa namun realitasnya banyak diisi dengan
lulusan di luar pendidikan luar biasa
Kurangnya pemantauan pemerintah
dalam mengevaluasi hasil pembelajaran
di sekolahan
Masih banyak sekolah inklusi yang hanya sekedar menerima siswa
berkebutuhan khusus tanpa memberikan fasilitas sarana, prasarana dan
mengakomodasi pembelajaran
Sosialisasi terbatas Masih belum akuratnya dalam adanya standarisasi dalam pengelolaan dan
pembukaan pendidikan khusus di sekolah reguler
Bebas persaingan antar siswa Seringnya terjadi ketumpang tindihan anatar guru, GPK dan orang tua
siswa, disamping orang tua terkadang memiliki harapan besar yang kurang
sesuai, atau guru yang belum memahami kondisi siswa
7. PERBEDAAN SEKOLAH SLB DENGAN INKLUSI
INDIKATOR SEKOLAH INKLUSI SEKOLAH LUAR BIASA
Siswa ATBK dan ABK ABK
Pengajar Guru dan guru pendamping khusus Guru SLB
Kurikulum Kurikulum reguler
Kurikulum reguler dengan modifikasi
Kurikulum Program Pembelajaran
Individual
Kurikulum pendidikan khusus
Sistem
pendidikan
Sistem pendidikan reguler Segregasi
Tujuan Berkembangnya kemandirian dan
kepercayaan diri anak
Anak mampu berinteraksi secara aktif
dengan anak tanpa berkebutuhaan
khusus
Anak dapat menerima adanya perbedaan
Agar anak mampu berkembang secara
optimal dan mandiri
9. Segregasi (slb)
Sekolah segregasi adalah sekolah yang memisahkan anak berkebutuhan
khusus dari sistem persekolahan reguler. Di Indonesia bentuk sekolah
segregasi ini berupa satuan pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa
sesuai dengan jenis kelainan peserta didik. Sebagai satuan pendidikan
khusus, maka sistem pendidikan yang digunakan terpisah sama sekali dari
sistem pendidikan di sekolah reguler, baik kurikulum, tenaga pendidik dan
kependidikan, sarana prasarana, sampai pada sistem pembelajaran dan
evaluasinya. Kelemahan dari sekolah segregasi ini antara lain aspek
perkembangan emosi dan sosial anak kurang luas karena lingkungan
pergaulan yang terbatas.
10. inklusi
10
Sekolah inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan
terpadu. Pada sekolah inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya.
Semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai
modifikasi atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga
pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem
penilaiannya. Dengan kata lain pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah
yang harus menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik,
bukan peserta didik yang menyesuaikan dengan sistem persekolahan.
Keuntungan dari pendidikan inklusif anak berkebutuhan khusus maupun
anak biasa dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan
kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat
terpenuhi sesuai potensinya masing-masing. Konsekuensi penyelenggaraan
pendidikan inklusif adalah pihak sekolah dituntut melakukaan berbagai
perubahan, mulai cara pandang, sikap, sampai pada proses pendidikan yang
berorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi.
11. 11
DIMENSI SEGREGASI
(SLB)
INTEGRASI
(TERPADU)
INKLUSI
Pengertian Sekolah segregasi
(SLB) adalah sekolah
yang memisahkan anak
berkebutuhan khusus
dari sistem
persekolahan reguler.
Sekolah terpadu adalah
sekolah yang memberikan
kesempatan kepada peserta
didik berkebutuhan khusus
untuk mengikuti pendidikan di
sekolah reguler tanpa adanya
perlakuan khusus yang
disesuaikan dengan kebutuhan
individual anak
Sekolah inklusif merupakan
perkembangan baru dari pendidikan
terpadu. Pada sekolah inklusif setiap
anak sesuai dengan kebutuhan
khususnya. Semua diusahakan dapat
dilayani secara optimal dengan
melakukan berbagai modifikasi atau
penyesuaian
12. 12
DIMENSI SEGREGASI
(SLB)
INTEGRASI
(TERPADU)
INKLUSI
Kurikulum Kurikulum terpisah Mengikuti kurikulum
yang berlaku di
sekolah
Kurikulum dirancang
dan diajarkan
berdasarkan kebutuhan
ABK
Partisipasi dalam KBM Belum ada partisipasi
dalam KBM. Kalaupun
ada, hanya sebatas pada
kelompok tertentu saja.
Partisipasi penuh belum
terjadi atau bahkan tidak
ada.
Partisipasi penuh sudah
mulai terbentuk dan
merupakan faktor kunci
dalam keberhasilan
pelaksanaan pendidikan
inklusi
13. DIMENSI SEGREGASI
(SLB)
INTEGRASI
(TERPADU)
INKLUSI
Sistem Pendidikan Pendidikan untuk anak
berkebutuhan khusus
terpisah dari sekolah
umum.
Pendidikan untuk anak
berkebutuhan khusus
menjadi bagian dari
sekolah umum.
Ada di dalam sistem
sekolah umum, dimana
pelaksanaan pendidikan,
pengelolaan kelas dapat
menjamin peningkatan
pendidikan dan akses
untuk semua anak,
termasuk anak
berkebutuhan khusus.
14. DIMENSI SEGREGASI
(SLB)
INTEGRASI
(TERPADU)
INKLUSI
Tanggung jawab Tanggung jawab ada pada
masing-masing unit
penyelenggara
pendidikan.
Tanggung jawab
tergantung relasi dan
kepedulian masing-
masing guru.
Guru wali kelas, guru
bidang studi serta guru
pembimbing khusus
bertanggung jawab penuh
pada kelangsungan proses
belajar anak
berkebutuhan khusus.
16. Model Kurikulum bagi abk
16
Dalam pembelajaran inklusif, model kurikulum bagi ABK dapat dikelompokan
menjadi empat, yakni:
1) Duplikasi Kurikulum
Yakni ABK menggunakan kurikulum yang tingkat kesulitannya sama dengan siswa
rata-rata atau regular. Model kurikulum ini cocok untuk peserta didik tunanetra,
tunarungu wicara, tunadaksa, dan tunalaras. Alasannya peserta didik tersebut tidak
mengalami hambatan intelegensi. Namun demikian perlu memodifikasi proses, yakni
peserta didik tunanetra menggunkan huruf Braille, dan tunarungu wicara
menggunakan bahasa isyarat dalam penyampaiannya
17. 17
2) Modifikasi kurikulum
Yakni kurikulum siswa rata-rata atau regular disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan
atau potensi ABK. Modifikasi kurikulum ke bawah diberikan kepada peserta didik tunagrahita
(menyesuaikan) dan modifikasi kurikulum ke atas (eskalasi) untuk peserta didik gifted and
talented.
3) Substitusi kurikulum
Yakni beberapa bagian kurikulum anak rata-rata ditiadakan dan diganti dengan yang kurang
lebih setara. Model kurikulum ini untuk ABK dengan melihat situasi dan kondisinya.
4) Omisi kurikulum
Yaitu bagian dari kurikulum umum untuk mata pelajaran tertentu ditiadakan total, karena
tidak memungkinkan bagi ABK untuk dapat berfikir setara dengan anak rata-rata.
18. Model Pendidikan Inklusi
18
Terdapat DUA MODEL pendidikan inklusi:
1) Model inklusi penuh (full inclusion
Model ini menyertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk menerima pembelajaran
individual dalam kelas reguler.Kedua yaitu model inklusif parsial (partial inclusion). Model parsial ini
mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus dalam sebagian pembelajaran yang berlangsung
di kelas reguler dan sebagian lagi dalam kelas-kelas pull out dengan bantuan guru pendamping khusus.
2) Inklusif terbalik (reverse inclusive)
Model ini dikemukakan oleh brent hardin dan marie hardin. Dalam model ini, peserta didik normal
dimasukkan ke dalam kelas yang berisi peserta didik berkebutuhan khusus. Model ini berkebalikan
dengan model yang pada umumnya memasukkan peserta didik berkebutuhan khusus ke dalam kelas
yang berisi peserta didik normal.
19. Model kurikulum pada pendidikan inklusi
19
Model kurikulum pada pendidikan inklusi dapat dibagi tiga, yaitu :
1) Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang mengikutsertakan peserta didik
berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti kawan-
kawan lainnya di dalam kelas yang sama.
2) Model kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu kurikulum yang dimodifikasi
oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program
tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik
berkebutuhan khusus. Di dalam model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan
khusus yang memiliki PPI.
20. 20
3) Model kurikulum PPI yaitu kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI yang
dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan
khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait.Kurikulum PPI atau
dalam bahasa inggris individualized education program (IEP) merupakan karakteristik
paling kentara dari pendidikan inklusif. Konsep pendidikan inklusif yang berprinsip adanya
persamaan mensyaratkan adanya penyesuaian model pembelajaran yang tanggap
terhadap perbedaan individu. Maka PPI atau IEP menjadi hal yang perlu mendapat
penekanan lebih. Thomas M. Stephens menyatakan bahwa IEP merupakan pengelolaan
yang melayani kebutuhan unik peserta didik dan merupakan layanan yang disediakan
dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkan serta bagaimana efektivitas program
tersebut akan ditentukan.
21. MODEL KEUNGGULAN KELEMAHAN
Kurikulum Regular
Penuh
Peserta didik
berkebutuhan khusus
dapat mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya.
(Freiberg, 1995)
Peserta didik berkebutuhan khusus harus
menyesuaikan diri dengan metode pengajaran dan
kurikulum yang ada. Pada saat-saat tertentu kondisi
ini dapat menyulitkan mereka. Misalnya saat siswa
diwajibkan mengikuti mata pelajaran menggambar.
Karena memiliki hambatan penglihatan, tentu saja
siswa disability tidak bisa menggambar. Tapi karena
mata pelajaran ini wajib dengan kurikulum yang ketat,
tidak fleksibel, tidaklah dimungkinkan bagi guru
maupun siswa disability untuk melakukan adaptasi
atau subsitusi untuk mata pelajaran menggambar
tersebut.
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN
22. MODEL KEUNGGULAN KELEMAHAN
Kurikulum Regular
Dengan Modifikasi
Peserta didik
berkebutuhan
khusus dapat diberi
pendidikan yang
sesuai dengan
kebutuhannya.
Tidak semua guru di sekolah regular paham
tentang ABK. Untuk itu perlu adanya
sosialisasi mengenai ABK dan kebutuhannya.
Kurikulum PPI Peserta didik
mendapatkan
layanan pendidikan
yang sesuai dengan
kebutuhan.
Guru kesulitan dalam menyusun IEP dan
sangat membutuhkan waktu yang banyak.
24. Model pendidikan inklusif yang diselenggarakan pemerintah Indonesia yaitu model
pendidikan inklusif moderat.
Pendidikan inklusif moderat yang dimaksud yaitu:
1.Pendidikan inklusif yang memadukan antara pendidikan terpadu dan inklusi penuh.
2.Model moderat ini dikenal dengan model mainstreaming
Model pendidikan mainstreaming merupakan model yang memadukan antara pendidikan
untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah Luar Biasa) dengan pendidikan reguler. Peserta
didik berkebutuhan khusus digabungkan ke dalam kelas reguler hanya untuk beberapa waktu
saja.
Filosofinya tetap pendidikan inklusif, tetapi dalam praktiknya anak berkebutuhan khusus
disediakan berbagai alternatif layanan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
MODEL PEMBELAJARAN INKLUSI MODERAT
25. Anak berkelainan belajar bersama
anak lain (normal) sepanjang hari
di kelas reguler dengan
menggunakan kurikulum yang
sama
Anak berkelainan belajar bersama
anak lain (normal) di kelas reguler
dalam kelompok khusus
Anak berkelainan belajar bersama
anak lain (normal) di kelas reguler
namun dalam waktu-waktu tertentu
ditarik dari kelas reguler ke ruang
sumber untuk belajar dengan guru
pembimbing khusus
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAPAT BERPINDAH DARI SATU
BENTUK LAYANAN KE BENTUK LAYANAN YANG LAIN, SEPERTI:
26. Anak berkelainan belajar bersama
anak lain (normal) di kelas reguler
dalam kelompok khusus, dan dalam
waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas
reguler ke ruang sumber untuk belajar
bersama dengan guru pembimbing
khusus
Anak berkelainan belajar di kelas
khusus pada sekolah reguler, namun
dalam bidang-bidang tertentu dapat
belajar bersama anak lain (normal) di
kelas reguler
Anak berkelainan belajar di dalam
kelas khusus pada sekolah reguler
27. Dengan demikian, pendidikan inklusif seperti pada model di tersebut tidak
mengharuskan semua anak berkelainan berada di kelas reguler setiap saat dengan
semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Hal ini dikarenakan sebagian anak
berkelainan dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi dengan gradasi
kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkelainan yang gradasi
kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus
pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi yang gradasi kelainannya
sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat
disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah sakit).
29. Sekolah SLB
Menurut Prof. Suyanto, PhD. 2010
Jumlah total SekoLah Luar Biasa (SLB) ada 1.311 sekolah
dengan status negeri 23 persen, atau 301 sekolah.
Sekola Swasta 77 persen, atau 1.010 sekolah.
Ini menunjukkan bahwa dalam penyelenggaraan Pendidikan bagi
ABK (anak berkebutuhan khusus), masih belum dominan.
Sebarannya juga belum merata, cenderung terpusat di Jawa saja.
Jatim (302), Jabar (203). dan Jateng (109).
30. 30
Beberapa langkah berikut dilakukan pemerintah agar dapat
membantu anak dengan kebutuhan khusus untuk lebih cepat
mengakses layanan pendidikan
1. Membuat UU yang terkait dengan penyediaan layanan bagi anak-anak
berkebutuhan khusus
2. Menganggarkan dana khusus dari APBN ataupun APBD untuk
pendidikan anak berkebutuhan khusus
3. Memberikan dukungan dan sarana layanan secara lebih luas berbagai
informasi untuk para penyandang cacat tuna netra seperti jasa layanan
yang lebih diperluas dalam bentuk naskah berhuruf braile, kaset audio,
computer suara, penyediaan jasa layanan pembacaan, tuna rungu,
dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan
melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh pada lembaga-
lembaga pendidikannya,
31. 31
4. Penyediaan sarana umum pendidikan yang dapat
diakses secara mandiri oleh anak berkubutuhan
khusus misalnya perpustakaan dan gedung
kualiah
5. Mendorong adanya empati bagi para pembuat
kebijakan terhadap mereka yang berkebutuhan
khusus.
6. Mendorong peran swasta untuk ikut serta
membantu pemberdayaan anak berkebutuhan
khusus, untuk membuat mereka (ABK) semakin
mandiri
32. 32
Program penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa (PLB)
yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh Direktorat
Pendidikan Luar Biasa (PLB ) antara lain
1. Upaya Penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun.
2. Peningkatan Mutu PLB Upaya peningkatan mutu Pendidikan Luar Biasa melalui :
a. Peningkatan mutu dan kualifikasi guru sekolah luar biasa
b. Penyediaan buku-buku teks, penyediaan sarana dan prasarana PLB, dan pelaksanaan
EBTA SLB Khusus secara nasional.
c. Pembinaan dan pengembangan center percetakan Braille
3. Pengembangan Pendidikan untuk Anak Autisme Autisme.
anak autisme memerlukan cara atau metode khusus sehingga mereka mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya. Berdasarkan pemikiran tersebut maka
Direktorat PLB perlu memfasilitasi agar anak-anak autisme mendapat pelayanan
pendidikan sesuai dengan kebutuhannya.
33. 33
4. Resource Center.
Resource Center dalam implementasinya adalah SLB-A Negeri dan Swasta untuk menjadi
pusat pencetakan buku bagi siswa dan kaum tuna netra di masyarakat dalam huruf Braille.
5. Sheltered Workshop
Life Skills merupakan salah satu fokus analisis dalam pengembangan kurikulum pendidikan
sekolah yang menekankan pada kecakapan atau keterampilan hidup atau bekerja.
6. Pendidikan Keterampilan bagi Lulusan SLTPLB dan SMLB
Pendidikan keterampilan bagi para lulusan SLTPLB dan SMLB yang diberikan, sesuai dengan
kemampuan fisik dan minat anak yang mengacu pada kurikulum PLB.
7. Program Percepatan Belajar (akselerasi)
Program percepatan belajar merupakan salah satu model pelayanan pendidikan bagi peserta
didik yanng memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa (Gifted dan Talented).
8. Pemberian Beasiswa
Direktorat PLB memberikan bantuan beasiswa kepada siswa SLB/SDLB dengan tujuan:
a. meringankan beban orang tua siswa
b. memberi motivasi kepada siswa untuk lebih giat belajar
c. memberi motivasi kepada orangtua untuk lebih memperhatikan pendidikan anaknya
d. mendorong sekolah untuk lebih memberikan pelayanan pendidikan.
34. 34
Landasan Pemerintah Dalam Pendidikan Inklusi
Di Indonesia telah melaksanakan pendidikan inklusi di sekolah serta memiliki landasan baik
filosofi maupun yuridis dan empiris, landasan secara filosofis yaitu :
1. Pendidikan adalah hak mendasar bagi setiap anak, termaksud anak berkebutuhan khusus
2. Anak adalah pribadi yang unik yang memiliki karakteristik, minat, kemampuan, dan
kebutuhan belajar yang berbeda.
3. Penyelenggaraan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara orangtua,
masyarakat dan pemerintah
4. Setiap anak berhak mendapat pendidikan yang layak
5. Setiap anak berhak memperoleh akses pendidikan yang ada dilingkungan sekitarnya.
35. 35
Sedangkan landasan secara yuridis dan empiris mengacu pada :
1. UUSPN No 20 Tahun 2003, Pasal 5 Ayat (1), (2)
(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus.
2. UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1),(2) dan (3)
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa yang diatur dengan undang-undang.
3. Peraturan Pemerintah No 17 Tahun (2010), Tentang Pengelolaan dan Pelaksanaan Pendidikan
4. Permen No 70 Tahun (2009), Tentang Pendidikan Inklusif
5. Deklarasi Hak Asasi Manusia (1948)
6. Konfeksi Hak Anak (1989)
7. Konferensi Pendidikan untuk Semua Tahun (1990)
8. Pernyataan Salamanca (1994) tentang pendidikan Inklusi Komitmen Dakar (2000) Mengenai
pendidikan untuk Semua Deklarasi Bandung (2004) dan Rekomendasi Bukit Tinggi (2005) “Komitmen
Pendidikan Inklusi”
36. Implementasi Pendidikan Inklusi di Indonesia
Indonesia, pada dasarnya peraturan perundangan yang ada secara umum sudah sejalan dengan semangat yang
direkomendasikan pada tingkat internasional, di antaranya UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, UU No. 4/1997 tentang Penyandang Cacat, UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No.
23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya peran pemerintah dalam penyelenggaraannya sehingga tanggung jawab tidak
semata-mata dibebankan pada sekolah penyelenggara, karena peraturan –peraturan dan kebijakan mewajibkan
pemerintah kabupaten/kota menunjuk minimal satu SD dan SMP di tingkat kecamatan dan satu SMA di tingkat
kabupaten/kota.
Pemerintah kabupaten/kota juga wajib menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif serta tersedia sumber daya
pendidikan inklusif pada satuan pendidikan yang ditunjuk, melalui peningkatkan kompetensi di bidang
pendidikan khusus bagi pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan penyelenggara pendidikan
inklusif.
37. 37
Penyelenggaraan pendidikan iklusif melibatkan perubahan dan modifikasi,
pendekatan, struktur dan strategi, dengan satu visi bersama yang meliputi
semua anak yang berbeda pada rentangan usia yang sama dan satu
keyakinan bahwa pendidikan inklusif adalah tanggung jawab pendidikan
sistem regular yang mendidik semua peserta didik Konsep pendidikan
inklusif sebagai penciptaan masyarakat pembelajar, dimana pembelajaran
dirancang secara khusus dann merespon kebutuhan siswa, oleh karena itu
keberhasilan penyelenggaraan pendidikan inklusif akan bergantung pada
pekerjaan guru dan orang tua secara bersama-sama
38. Meskipun demikian, implementasi pendidikan inklusif di Indonesia dapat dikatakan belum
optimal. Hal itu berkaitan dengan berbagai permasalahan seperti banyaknya anak
berkebutuhan khusus yang belum mendapat hak pendidikan, sumber daya guru dan
persoalan kurikulum serta persepsi masyarakat. Pelaksanaan pembelajaran dalam kelas
inklusif sama dengan pelaksanaan pembelajaran di kelas reguler. Namun anak berkebutuhan
khusus memerlukan perlakuan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan anak
berkebutuhan khusus. Untuk mengetahui kondisi dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus
diperlukan proses skrinning dan assement. Assement yang dimaksud adalah proses kegiatan
untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan setiap peserta didik dalam segi perkembangan
kognitif dan perkembangan social melalui pengamatan yang sensitive.
40. 40
TEKNIK PENILAIAN UNTUK ABK
TEKNIK PENILAIAN BENTUK INSTRUMEN JENIS ABK
1. Tes tertulis Tes objektif: pilihan ganda,
benar-salah, menjodohkan.
Tes uraian: isian singkat dan
uraian.
Semua ABK kecuali
tunagrahita sedang dan berat,
serta tunadaksa berat.
2. Tes kinerja Tes keterampilan menulis
Tes simulasi
Tes petik kerja: tes petik kerja
prosedur dan/atau tes petik kerja
produk
Semua ABK
41. 41
TEKNIK PENILAIAN BENTUK INSTRUMEN JENIS ABK
3. Observasi Pedoman observasi Semua ABK
4. Penugasan individual atau
kelompok
Tugas rumah
Projek
Semua ABK
5. Tes lisan Daftar pertanyaan Semua ABK kecuali tunagrahita
sedang dan berat, tunadaksa
berat, serta autis yang belum
dapat berbicara.
6. Penilaian Portofolio Lembar penilaian portofolio Semua ABK
7. Jurnal Buku cacatan jurnal Semua ABK
42. 42
TEKNIK PENILAIAN BENTUK INSTRUMEN JENIS ABK
8. Inventori Pedoman inventori Semua ABK
9. Penilaian diri Kuesioner/lembar penilaian diri Semua ABK kecuali tunagrahita
berat, tunadaksa berat, dan autis
10. Penilaian antar teman Lembar penilaian antarteman Semua ABK kecuali tunagrahita
berat, tunadaksa berat, dan autis.
43. Keterangan Teknik Penilaian ABK
43
1. Tes Tertulis
tes tertulis adalah teknik penilaian yang menuntut jawaban secara tertulis, baik berupa tes objektif dan uraian.
2. Observasi
observasi adalah teknik penilaian yang dilakukan dengan cara mencatat hasil pengamatan terhadap objek tertentu.
3. Tes Kinerja
tes kinerja adalah teknik penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan kemahirannya dalam
melakukan kegiatan sehari-hari
4. Penugasan
penugasan adalah suatu teknik penilaian yang menuntut peserta didik menyelesaikan tugas di luar kegiatan
pembelajaran di kelas/laboratorium
5. Tes Lisan
tes lisan dilaksanakan melalui komunikasi langsung tatap muka antara peserta didik dengan seorang guru atau
beberapa guru. pertanyaan dan jawaban diberikan secara lisan dan spontan
44. 44
6. PENILAIAN PORTOFOLIO
Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai hasil karya peserta didik.
7. JURNAL
Jurnal merupakan catatan pendidik selama proses pembelajaran yang berisi informasi kekuatan dan kelemahan
peserta didik yang berkait dengan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang dipaparkan secara deskriptif.
8. INVENTORI
Inventori merupakan skala psikologis yang dipakai untuk mengungkapkan sikap, minat, emosi, motivasi, hubungan
antar pribadi dan persepsi peserta didik terhadap suatu objek psikologis yang dapat dilakukan melalui
wawancara dan pemberian angket.
9. PENILAIAN DIRI
Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan
kekurangan dirinya dalam berbagai hal.
10. PENILAIAN ANTARTEMAN
Penilaian antarteman merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan
kelebihan dan kekurangan temannya dalam hal tertentu.