2. No Jenis Kompetensi
DurasiWaktu (Menit)
Teori Praktek
1 Menerapkan K3 di Lokasi Kerja 15
2 Kode Etik/ Pedoman Perilaku Surveyor 30 -
3 Orientasi lokasi pengukuran 30 20
4 Identifikasi Batas Bidang Tanah 30 30
5
Membuat rintisan jalur pengukuran dan pembebasan sudut
pandang ke segala arah
15 30
6 Mengatur target ukur terestris 20 50
7 Membuat BM 20 50
8 PostTest 20 -
Total Waktu (Menit) 180 180
TotalWaktu (Jam) 3 3
3. Menerapkan K3L di Lokasi Kerja
1.Wajib MenggunakanAPD (Alat Pelindung Diri)
Helm
Kaca Mata
Rompi
SepatuSafety
Masker
KaosTangan
PenutupTelinga
(TidakWajib)
4. Selain memakaiAPD, surveyor harus selalu mempunyai alat penanganan
darurat yaitu,APAR dan P3K
Jumlah dan Penyimpanannya:
1. P3K Camp & Selalu dibawa minimal 2 2.APAR Camp
Selalu dibawa
Camp
5. Upaya mengurangi
resiko/ kerusakan pada
alat, manusia dan
lingkungan:
1. Selalu menggunakan
APD
2.Membawa jas hujan
dan paying saat di
lapangan
3. Berhenti mengukur
saat hujan deras
4.Memasukkan alat ukur
dalam box saat
berpindah
5.Tidak sembarangan
menebang pohon
6.Tidak membuang
sampah sembarangan
7. Ijin kepada pejabat
setempat
7. Orientasi lokasi pengukuran adalah sebuah kegiatan
yang dilakukan untuk mengetahui atau memahami
bagaimana kondisi lokasi yang akan dilaksanakan
pengukuran. Orientasi lokasi pengukuran dilaksanakan
untuk mengindentifikasi atau mengumpulkan data-data
yang nantinya akan berhubungan dengan kebutuhan titik
kontrol/titik ikat untuk pengukuran dan mengidentifikasi
posisi dan kondisinya di lapangan, serta melakukan
penelusuran rencana jalur pengukuran dan pengambilan
gambar/foto lokasi pengukuran. Pokok bahasan dalam
pembahasan ini ada dua (2), yaitu menyiapkan kegiatan
orientasi lokasi pengukuran dan melakukan identifikasi
pengukuran
8. 1. Menyiapkan kegiatan orientasi lokasi pengukuran
Dalam kegiatan orientasi lokasi pengukuran, diperlukan beberapa bahan dan alat yang harus dipersiapkan
serta hal yang harus dilakukan, diantaranya adalah menyiapkan peta kerja dan melakukan inventarisasi
lokasi, koordinat dan jumlah titik kontrol/titik ikat/titik kerangka yang akan digunakan
a. Menyiapkan Peta Kerja (Dasar,Topografi, Citra) Lokasi Pengukuran
Penyiapan Peta Kerja bertujuan untuk menggambarkan wilayah pekerjaan pengukuran dan pemetaan. Peta
kerja yang disiapkan bisa sesuai kebutuhan. Peta Kerja dapat berupa Peta Citra, Peta Topografi, atau Peta
lainnya sebagai acuan Pekerjaan.
Manfaat peta kerja secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:
letak lokasi yang diinginkan
a. Menunjukkan sebaran bidang tanah beserta koordinat lokasinya
b. Menjadi pijakan untuk berbagai kegiatan survei terutama menyangkut
c.Menjadi dasar untuk memuat berbagai informasi/ atribut lain
d. Menjadi bagian input data untuk penyusunan sistem informasi pertanahan
10. b. Melakukan inventarisasi lokasi, koordinat dan jumlah titik kontrol/titik
ikat/titik kerangka yang akan digunakan
Lokasi yang dipilih sebagai lokasi kegiatan pertanahan pada umumnya adalah
wilayah administrasi desa. Khusus untuk kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap (PTSL), lokasi yang menjadi tujuan adalah desa yang mana yang menjadi
target pemetaan dan seluruh bidang harus terpetakan. Untuk itu lokasi-lokasi yang
terpilih harus memiliki batas wilayah administrasi desa yang utuh.
Setelah diperoleh gambaran wilayah desa utuh pada peta kerja, langkah berikutnya
adalah membuat daftar (dicatat) untuk masing-masing lokasi berisi informasi:
a. Titik koordinat pada setiap sudut batas wilayah desa
b. Jumlah titik kontrol/titik ikat/titik kerangka yang akan digunakan
c. Catatan lain yang diperlukan
Lanjutan..
11. ContohGambar Peta Rencana Pengukuran
c. Menyiapkan PetaRencana Pengukuran
Peta rencana pengukuran adalah peta kerja yang ditambah dengan informasi jalur rencana
pengukuran, titik pengamatan pertama, pengikatan titik-titik pengukuran dan sebagainya. Peta
rencana pengukuran ini bertujuan untuk mempermudah operasional pekerjaan di lapangan
Lanjutan..
12. 2. Melakukan identifikasi pengukuran
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam melakukan
identifikasi pengukuran, diantaranya adalah:
a. Mengidentifikasi posisi dan kondisi fisik titik
kontrol/titik ikat di lapangan
Titik kontrol atau titik ikat yang sudah
diperoleh harus dicek keberadaannya di
lapangan apakah masih dalam keadaan baik
atau tidak, kemudian dicatat. Dalam keadaan
baik artinya adalah masih terdapt informasi
koordinat, kondisi fisik masih utuh tidak ada
yang berkurang atau rusak, dan posisinya tetap
atau tidak ada tanda bergeser.
b. Melakukan pengambilan foto/gambar titik
kontrol/titik ikat dan kondisi disekitarnya
Pada saat melakukan identifikasi posisi dan
kondisi fisik titik kontrol/titik ikat di lapangan
harus dilakukan pengambilan foto/gambar titik
kontrol/titik ikat dan kondisi disekitarnya yang
bertujuan untuk mendokumentasikan
keadaan/ kondisi titik-titik tersebut sesuai
dengan yang diidentifikasikan atau tidak.
ContohGambar Identifikasi titik Kontol/Titik Ikat
ContohGambar Identifikasi titik Kontol/Titik Ikat
13. c. Melakukan penelusuran pada rencana jalur
pengukuran
Penelusuran pada rencana jalur pengukuran
dilakukan menggunakan Peta Rencana
Pengukuran yang sudah disiapkan. Penelusuran
pada rencana jalur pengukuran ini bertujuan
untuk mengetahui kondisi medan dan bentuk
topografi lokasi yang selanjutnya hasilnya dapat
direncanakan untuk pekerjaan selanjutnya.
Penelusuran pada rencana jalur pengukuran
dilakukan dengan menggunakan GNSS pada HP
Android dan kompas.
d. Melakukan pengambilan foto/gambar di sekitar
lokasi dan rencana jalur pengukuran
Pada saat melakukan penelusuran pada rencana
jalur pengukuran di lapangan harus dilakukan
pengambilan foto/gambar medan dan kondisi
bertujuan untuk
keadaan/ kondisi nyata
disekitarnya yang
mendokumentasikan
pada lokasi tersebut.
Lanjutan..
Melakukan penelusuran pada rencana jalur
pengukuran
15. Identifikasi Batas BidangTanah
Identifikasi batas bidang tanah Proses menentukan atau menetapkan identitas
batas bidang tanah.
Acuan 1. Peraturan Pemerintah Nomor 24Tahun 1997 tentang PendaftaranTanah
2. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24Tahun 1997 tentang PendaftaranTanah
3. Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran
TanahSistematis Lengkap
16. Dalam mengidentifikasi batas bidang tanah, pengidentfikasi harus mengetahui apa saja yang
harus ditentukan dan dipersipakan.
Berdasarkan Pasal 17 PP No 24Tahun1997:
Untuk memperoleh data fisik yang diperlukan bagi pendaftaran tanah bidang-bidang tanah yang akan
dipetakan, diukur setelah ditetapkan letaknya, batas-batasnya dan menurut keperluannya ditempatkan
tanda-tanda batas di setiap sudut bidang tanah yang bersangkutan.
Dalam penetapan batas bidang tanah pada pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah
secara sporadik diupayakan penataan batas berdasarkan kesepakatan para pihak yang
berkepentingan. Penempatan tanda-tanda batas termasuk pemeliharaannya, wajib dilakukan oleh
pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
Berdasarkan Pasal 19 PP No 24Tahun 1997:
Jika pemohon pengukuran atau pemegang hak atas tanah tidak dapat hadir pada waktu yang ditentukan
untuk menunjukan batas-batas bidang tanahnya penunjukan batas itu dapat dikuasakan dengan kuasa
tertulis kepada orang lain .
17. Berdasarkan Pasal 21 PP No 24Tahun 1997:
Tanda-tanda batas dipasang pada setiap sudut batas tanah dan apabila dianggap perlu
dipasang juga pada titik-titik tertentu sepanjang garis batas bidang tanah tersebut.
Untuk sudut-sudut batas yang sudah jelas letaknya karena ditandai oleh benda-benda yang
terpasang secara tetap seperti pagar beton, pagar tembok atau tugu/patok penguat pagar
kawat, tidak harus dipasang batas.
Spesifikasi patok tanda batas bidang tanah mengacu pada Peraturan Menteri Negara
Agraria No. 3Tahun 1997 Pasal 22:
1. Untuk bidang tanah yang luasnya kurang dari 10 ha, dipergunakan tanda batas sebagai
berikut:
a. Pipa besi atau batang besi, panjang sekurang-kurangnya 100 cm dan bergaris tengah
sekurang-kurangnya 5 cm, dimasuukan ke dalam tanah sepanjang 80 cm, sedang
selebihnya 20 cm diberi tutup dan dicat merah, atau
18. b. Pipa paralon yang diisi dengan beton (pasir campur kerikil dan semen) panjdng sekurang-
kurangnya 100 cm dan bergaris tengah sekurang-kurangnya 5 cm, dimasukan ke dalam
tanah sepanjang 80 cm, sedang selebihnya 20 cm dicat merah, atau
c. Kayu besi, bengkirai, jati dan kayu lain yang kuat dengan panjang sekurang-kurangnya 100
cm, lebar kayu sekurangkurangnya 7,5 cm dimasukan ke dalam tanah sepanjang 80 cm, dan
selebihnya 20 cm di permukaan tanah dicat warna merah, dengan ketentuan bahwa untuk
di daerah rawa panjangnya kayu tersebut sekurang-kurangnya 1,5 m dan lebar
sekurangkurangnya 10 cm, yang 1 meter dimasukkan ke dalam tanah dan yang muncul ke
permukaan tanah dicat merah, atau
19. d. Tugu dari batu bata atau batako yang dilapis dengan semen yang besarnya sekurang-
kurangnya 20 cm x 20 cm dan tinggi sekurang-kurangnya 40 cm yang setengahnya
dimasukan ke dalam tanah, atau
e. Tugu dari beton, batu kali atau granit dipahat sekurangkurangnya sebesar 10 cm persegi
dan panjang 50 cm, yang 40 cm dimasukan ke dalam tanah dengan ketentuan bahwa
apabila tanda batas itu terbuat dari beton ditengah-tengahnya dipasang paku atau besi.
20. 2.Untuk bidang tanah yang luasnya 10 ha atau lebih dipergunakantanda batas sebagai
berikut :
a. Pipa besi panjang sekurang-kurangnya 1,5 m dan bergaris tengah sekurang-
kurangnya 10 cm, dimasuukan ke dalam tanah sepanjang 1 m, sedang selebihnya
diberi tutup dan dicat merah, atau
b. Besi balok dengan panjang sekurang-kurangnya 1,5 m dan bergaris tengah sekurang-
kurangnya 10 cm, dimasukan ke dalam tanah sepanjang 1 m, sedang selebihnya
diberi tutup dan dicat merah, atau
21. c. Kayu besi, bengkirai, jati dan kayu lain yang kuat dengan panjang sekurang-kurangnya 1,5
m, lebar kayu sekurangkurangnya 10 cm dimasukan ke dalam tanah sepanjang 1 m, dan
selebihnya dipermukaan tanah dicat warna merah, atau
d. Tugu dari batu bata atau batako yang dilapis dengan semen yang besarnya sekurang-
kurangnya 30 cm x 30 cm dan tinggi sekurang-kurangnya 60 cm yang setengahnya
dimasukan ke dalam tanah, atau
e. Pipa paralon yang diisi dengan beton panjang sekurangkurangnya 1,5 m dan bergaris
tengah sekurang-kurangnya 10 cm, dimasukan ke dalam tanah sepanjang 1 m, sedang
selebihnya dicat merah.
Berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 Dalam menetapkan batas-batas bidang tanah
dengan memperhatikan batas-batas bidang atau bidang-bidang tanah yang telah
terdaftar dan surat ukur atau gambar situasi yang bersangkutan. Persetujuan dituangkan
dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh mereka yang memberikan persetujuan
22. Berdasarkan Pasal 26 PP No 24Tahun 1997:
Pengukuran bidang tanah di daerah yang telah tersedia peta dasar pendaftaran yang berupa peta foto
dilaksanakan dengan cara identifikasi bidang tanah yang batasnya telah ditetapkan sesuai ketentuan
yang berlaku.
Batas-batas bidang tanah yang diidentifikasi pada peta foto harus diukur di lapangan.
Apabila titik titik batas tidak dapat diidentifikasi pada peta foto karena tumbuhan atau halangan
pandangan lain, maka dilakukan pengukuran dari titik-titik batas yang berdekatan atau titik-titik lain
yang dapat diidentifikasi pada peta foto, sehingga titik batas yang tidak terlihat tersebut dapat
ditandai di peta foto dengan cara pemotongan kemuka.
Peta foto sebagaimana yang dimaksud digunakan sebagai dasar untuk memetakan letak batas bidang-
bidang tanah dan mencatat data ukuran bidang bidang tanah.
23. Prosedur Pengidetifikasian Batas BidangTanah
1. Menyiapkan dokumen
pendaftaran hak atas tanah.
2. Menyiapkan Surat
Pemberitahuan Penunjukan
Batas BidangTanah dibuat
sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Surat tertulis yang ditujukan
kepada pemohon untuk
menunjukkan batas dan
menghadirkan para pihak yang
berkepentingan dalam
penetapan batas bidang yang
berisi waktu penetapan batas
dan pengukuran.
24. 3. Melakukan identifikasi tanda-
tanda batas bidang tanah
sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
5. Menentukan tanda-tanda batas
bidang tanah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
4. Memverifikasi natas-batas bidang tanah kepada
pihak-pihak yang berkepentingan (yang
mempunyai tanah dan tetangga berbatasan)
26. I. Membuat Rintisan Jalur Pengukuran
Rintisan jalur pengukuran dilakukan untuk memenuhi syarat
jarak pandang (line of sight). Titik-titik yang akan dilakukan
pengukuran harus mempunyai akses jalur yang memadai, misalnya
tidak boleh terhalang sesuatu benda atau semak-semak atau
pepohonan, dll. Oleh karena itu diperlukan pembuatan rintisan
jalur pengukuran. Membuat rintisan jalur pengukuran adalah suatu
kegiatan yang dilakukan untuk menentukan jalur pengukuran
dengan cara memberi petunjuk arah sesuai kebutuhan.
27. Lanjutan
Setelah ditentukan jalurnya, kemudian dilakukan
pemasangan patok/ tanda titik ukur dan diberikan
keterangan sesuai ketentuan sebagai berikut:
1. Pembuatan tanda ukur dan keterangan pilar
disiapkan sesuai dengan spesifikasi teknis yang
diminta.
2. Tanda ukur dan keterangan pilar dibuat sesuai
spesifikasi teknis yang ditentukan.
3. Koordinat pendekatan patok dan/atau tanda ukur
dicatat pada formulir pengukuran.
4. Patok dan/atau tanda ukur diberi nomor sesuai
ketentuan penomoran patok.
5. Patok dan/atau tanda ukur diberi deskripsi sesuai
kondisi lapangan.
6. Lokasi patok dan/atau tanda ukur difoto dari arah
utara, timur, selatan dan barat. ContohGambarTanda ukur
28. Lanjutan
Penentuan jalur tersebut juga harus
dibuat:
1.Sketsa dengan rinci
2.Letak titik-titik yang sudah
ditentukan dan juga objek-objek
yang mudah dikenali wajib
digambarkan
Titik-titik yang sudah ditentukan
pada jalur pengukuran juga harus
dicatat sesuai dengan ketentuan
penomoran.
Tujuan dari kegiatan ini adalah
untuk mempermudah kegiatan
pengukuran yang berhubungan
dengan akses dan terjangkaunya
jarak pandang terhadap lokasi yang
akan di ukur. ContohGambarSketsa
Digital/ denganAplikasi
ContohGambarSketsa
Analog
29. II. Pembebasan Sudut Pandang ke Segala Arah
Dalam melakukan pengukuran menggunakan metode terestris (total station
dan GNSS) tidak selalu mudah dilakukan. Hal tersebut karena kendala posisi
titik yang akan diukur pandangannya terhalang, untuk itu sebelum dilakukan
pengukuran perlu dilakukan kegiatan pembebasan sudut pandang ke segala
arah.
Pembebasan sudut pandang ke segala arah adalah suatu kegiatan yang
dilakukan untuk membebaskan objek yang menghalangi pandangan alat ukur.
30. III. Langkah Kerja
1. Menyiapkan Buku Petunjuk
sebagai acuan untuk penentuan
pekerjaan rintisan jalur
pengukuran dan pembebasan
sudut pandang ke segala arah.
2. Menentukan persyaratan Lokasi
penempatan jalur pengukuran dan
pembebasan sudut pandang
3. Menentukan Peralatan serta
perlengkapan Pembuatan rintisan
jalur pengukuran dan
pembebasan sudut pandang
ContohGambar buku petunjuk
31. 4. Menyiapkan peralatan yang akan digunakan, seperti Golok/ parang, HT,
HandphoneAndroid, Patok, Pilox. Serta diperiksa fungsinya.
32. 5. Membuat sketsa jalur pengukuran
dengan rinci menggunakan HP
android kemudian mencatat nomor
titik-titik pada jalur pengukuran
sesuai ketentuan penomoran.
6. Melakukan identifikasi keberadaan
objek yang menghalangi, setelah itu
melakukan tindakan/ permbersihan
segala obejk yang menghalangi alat.
7. Melakukan pencatatan dan
mendokumentasikan sekitaran lokasi.
ContohGambarSketsa Jalur
Pengukuran
34. Mengatur Target UkurTerestris
Metode pengukuran terestris merupakan rangkaian pengukuran menggunakan alat ukur sudut, jarak dan
beda tinggi di atas permukaan bumi sehingga diperoleh hubungan posisi suatu tempat terhadap tempat
lainnya.
Untuk memperoleh pengukuran yang hasilnya baik, maka diperlukan posisi, letak, dan arah yang baik dari
target ukur ke arah alat. Untuk mencapai hal tersebut, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh Surveyor dalam mengatur target ukur terestris. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui Kriteria Lokasi Target Ukur
2. Memberi Penomoran Target Ukur
3. Mengetahui Jenis dan Kegunaan Target Ukur Terestris
4. Mengetahui Bagian-bagian dan Fungsi Target Ukur
5. Mampu Melakukan Centering Target Ukur
6. Mengetahui Pengaturan Target Ukur Terestris
35. 1. Kriteria Lokasi Target Ukur
Penentuan Lokasi Target juga
diperlukan beberapa
kriteria/ketentuan, diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Target Ukur Harus Terlihat
Jelas
Yang dimaksud target dapat
terlihat jelas berarti target
dapat terlihat langsung dari
tempat berdirinya alat ukur
atau dengan kata lain tidak
ada hambatan yang
menghalangi terlihatnya
target ukur dari tempat
berdirinya alat.
36. Lanjutan
b. Target dapat terjangkau oleh kemampuan
alat
Masing- masing alat ukur terstris
mempunyai spesifikasi limit jarak ukur yang
berbeda-beda, oleh karena itu memilih
posisi target ukur harus disesuaikan dengan
spesifikasi alat yang diberikan, dan tidak
boleh melebihinya.
c. Lokasi target tetap
Lokasi target ukur merupakan lokasi yang
tetap atau permanen dan tidak mudah
untuk dipindah-pindahkan atau dihilangkan.
Lokasi target ukur tetap seperti, benchmark,
patok besi, pohon, dan lain sebagianya.
Contoh Lokasi target ukur merupakan
lokasi yang tetap atau permanen
37. Lanjutan
d. Lokasi yang relatif datar
Untuk menghasilkan hasil ukuran yang akurat, maka dalam pemasangan target ukur harus
stabil.
Lokasi target ukur terestris yang ideal merupakan lokasi yang relatif datar.
Tidak disarankan meletakkan target ukur terestris pada lokasi terjal dengan kemiringan yang
curam dan berbahaya seperti ujung tebing, pinggir jurang, daerah lembah dan lain sebagainya
38. Pengukuran di lapangan biasanya melibatkan lebih dari satu detil atau target yang akan
diukur, maka diperlukan sistem penamaan atau penomoran untuk membedakan suatu
target dengan target lainnya.
Untuk membedakan suatu target dengan target lainnya, maka nomor target ukur harus
unik dan mampu menggambarkan atau mendeskripsikan target yang diukur.
Unik artinya setiap target ukur mempunyai nomornya masing-masing dan tidak boleh
duplikat dengan target ukur lainnya.
Nomor target ukur harus mampu menggambarkan target yang diukur, misal BM untuk titik
benchmark, JLN untuk titik jalan, BGN untuk titik bangunan, dan lain sebagainya.
Nomor target ukur biasanya terdiri dari kombinasi angka dan huruf. Misal : BM0001 yang
berarti target berupa titik benchmark dengan nomor urut 0001, JLN1005 yang berarti target
merupakan bagian jalan dengan nomor urut 1005, BGN0099 yang berarti bahwa target
merupakan titik pada bangunan dengan nomor urut 0099, dan seterusnya.
Penomoran target ukur seharusnya dilakukan secara urut mengikuti sketsa lokasi
pengukuran.
2. Penomoran Target Ukur
39. Jenis target ukur terestris dibedakan berdasarkan
alat ukur terestris yang digunakan. Berikut
merupakan jenis target ukur terestris berdasarkan
alat ukurnya:
a. Rambu/ Bak Ukur
Rambu Ukur adalah target ukur yang digunakan
pada alat ukur terestris berupa Waterpass.
Rambu Ukur atau Bak Ukur atau Mistar ukur
adalah sebuah pita ukur yang ditopang vertikal
dan digunakan untuk mengukur jarak vertikal
antara garis bidik dan sebuah titik tertentu yang
berada di atas atau di bawah garis bidik.
Rambu terbuat dari bahan kayu atau aluminium.
Panjang rambu ukur bervariasi, mulai dari 3 m,
4m, hingga 5 m sesuai kebutuhan.
3. Jenis dan Kegunaan Target Ukur
ContohGambar Rambu/
Bak Ukur
40. b. Target untuk Pengukuran Sudut Horizontal
Dalam kegiatan pengukuran terestris
menggunakan theodolit, dimana hasil
ukurannya merupakan sudut horizontal,
maka digunakan target ukur.
Target ini dapat dipasang di pole ataupun
statif sesuai kebutuhan.
Pada pusat target terdapat satu titik yang
menjadi target bidik theodolite
Titik tersebut biasanya ditandai dengan
garis silang
Target ukur untuk pengukuran sudut
horizontal ini mempunyai bentuk yang
bermacam- macam.
Lanjutan
ContohGambarTarget
PengukuranSudut Horizontal
41. C. Prisma atau Reflektor
Prisma adalah target ukur alat Total
Station.
Target ini dapat dipasang di pole ataupun
statif sesuai kebutuhan.
Cara kerja Prisma adalah dengan
mengirimkan sinyal berupa gelombang
elektromagnetik ke target (prisma atau
reflektor), yang selanjutnya dipantulkan
kembali keTotalStation.
Reflektor berupa prisma kubus yang
permukaan tegaknya dibuat irisan-irisan
tertentu, sehingga bidang-bidang irisan
tersebut saling tegak lurus.
Posisi prisma harus selalu centering
Lanjutan
ContohGambar prisma yang
sudah berdiri diatas statif
42. a. Rambu/ Bak Ukur
Rambu ukur terdiri dari skala rambu
atau interval jarak dalam satuan cm.
Satu garis pada Rambu Ukur bernilai 1
cm
Tiap 5 garis pada Rambu Ukur
membentuk huruf E yang berarti
memiliki nilai 5 cm.
Sehingga, tiap 2 huruf E bernilai 10 cm
atau 1 dm yang dilambangkan dengan
angka.
4. Bagian-bagian dan Fungsi Target Ukur
ContohGambar Bacaan Rambu Ukur
b. Target untuk Pengukuran Sudut Horizontal
Target ini terdiri dari 2 bagian, yaitu
tanda titik tengah (center) dan bingkai
target
Targetuntuk Pengukuran Sudut Horizontal
43. c. Prisma/ Reflektor
Prisma yang
menggunakan pole
dipasang
biasanya
disebut dengan prisma detil,
sedangkan prisma yang
statif
dipasang menggunakan
biasanya disebut dengan
prisma polygon
Prisma yang dipasangkan pada
statif memerlukan tribrach
Tribach
tempat
adalah landasan
target ukur yang
menghubungkan target dengan
statif.
Pada tribrach terdapat nivo
kotak yang befungsi untuk
pedoman penyetalan sumbu I
vertikal.
Lanjutan
44. 5. Prosedur Centering Target Ukur
Untuk menghasilkan data ukuran yang akurat dan presisi, maka target ukur harus berdiri di atas titik ukur secara
tepat dan tegak.
Untuk meletakkan target ukut di atas titik ukur secara tepat dan tegak diperlukan proses centering.
Centering adalah keadaan dimana sumbu I (sumbu vertikal) target ukur segaris dengan garis gaya berat yang
melalui titik tempat berdiri alat (paku atau titik silang di atas patok di tanah).
Hal yang harus diperhatikan dalam proses centering adalah:
a. Memastikan target ukur berdiri tepat di atas titik yang akan diukur
b. Memastikan nivo kotak seimbang atau sumbu I vertikal
Tahapan centering pada prisma target menggunakan statif, sebagai berikut;
1. Pemasangan Statif
a. Mengendorkan skrup kaki-kaki statif.
b. Menyiapkan ujung kaki-kaki statif di permukaan tanah dan angkat kepala statif kurang lebih setinggi
dagu. Mengencangkan skrup kaki-kaki statif.
c. Melebarkan statif sedemikian rupa, sehingga kepala statif berasa tepat di atas titik ukur.
d. Memastikan kepala statif mendekati datar
45. Lanjutan
2. Levelling
a. Memasang prisma target dengan tribrach, lalu menguncinya menggunakan skrup pengunci
pada tribrach.
b. Memasang tribrach beserta prisma target pada statif. Mengaitkan pengait pada statif pada
lubang yang terdapat pada tribrach. Memastikan bahwa tribrach sudah terkait dengan sempurna.
c. Mengatur eyepiece plummet untuk memfokuskan titik ukur. Lalu putar skrup penyetel (ABC) untuk
menyetering reticle tepat pada titik ukur.
d. Mengatur gelembung nivo kotak agar berada tepat di tengah lingkarang dengan menyesuaikan panjang
kaki-kaki statif. Merendahkan kaki yang terdekat dengan gelembung atau panjangkan kaki yang terjauh
dengan gelembung.
e. Setelah nivo kotak terpusat, lihat kembali melalu plummet apakah reticle masih berhimpit dengan titik
ukur. Jika bergeser, maka geser kembali tribrach secara perlahan dengan membuka pengait statif.
f. Namun jika sudah, maka target ukur siap digunakan
46. 6. Ketentuan Pengaturan Target Ukur
Setelah target ukur center pada titik
ukur, maka tahap selanjutnya adalah
pengaturan target ukur terestris, baik
menggunakan Jalon atau statif.
Pengaturan target ukur ini sebagai
berikut:
a. Posisi target ukur harus
menghadap alat ukur
b. Tinggi target ukur harus diukur dan
dicatat
c. Dokumentasi tinggi target ukur
sesuai prosedur
Contoh Gambar Posisi target ukur
harus menghadap alat ukur
47. 6.1. Prosedur MenyiapkanTarget Ukur
Menggunakan Jalon
Langkah 1.
Langkah 1.
SiapkanJalon dan Prisma, kemudian Pasang prisma padaJalon
Langkah 2.
Atur tinggi Prisma padaJalon sesuai
Kenutuhan di lokasi
Langkah 2.
48. Lanjutan
Langkah 3
Langkah 3
Posisikan Jalon pada titik yang akan diambil, kemudian
arahkan prisma ke posisi alatTotal
Langkah 4
Sentringkan nivo kotak pada Jalon, Jika nivo suda
sentring beri kode pada surveyor yang mengoperasikan
alatTotalStation bahwa pengukuran siap dilakukan.
Langkah 4
49. 6.2. Prosedur MenyiapkanTarget Ukur
Menggunakan Statif
Langkah 1.
SiapkanStatif dan Prisma
Langkah 1.
Langkah 2.
Berdirikan statif diatas patok setinggi dagu surveyor yang
akan mengoperasikan alat, dan pastikan titik pada patok
terlihat dari atasStatif, kemudian kunci masing masing kaki
statif
Langkah 2.
50. Lanjutan
Langkah 3
Langkah 3
Pasang tribrach pada statif, lalu kunci menggukan klem pengunci pada
statif, agar tribrach tidak bergeser atau jatuh
Langkah 4
Lakukan sentring optis dengan cara mengamati posisi
paku terhadap alat melalui optical plummet. Posisikan
target pada optical plummet berasa tepat diatas paku atau
titik pada patok
Langkah 4
51. Langkah 5
Sentringkan nivo kotak dan nivo tabung pada tribrach dengan cara
menggerakkan sekrupABC secara halus.Untuk nivo tabung lakukan pada
ketiga sisi tribrach.Untuk nivo kotak dapat dilakukan dengan menaik-
turunkan kaki statif.
Lanjutan
Langkah 5 Menyenteringkan
nivo kotak
52. Langkah 6
Jika proses sentring optis, nivo kotak dan nivo tabung telah selesai, pasang
prisma pada bagian atas tribrach, lalu kunci dengan skrup pengunci prisma pada
tribrach.Ukur tinggi prisma dari patok lalu arahkan prisma ke posisi alatTotal
Station
Lanjutan
Langkah 6
53. Kesalahan AkibatTarget UkurTidak Baik Posisinya
Prinsip penentuan posisi
menggunakan Theodolite, Total
dengan
Station
adalah menggunakan sudut dan jarak
sedangkan waterpass, adalah menggunakan
jarak saja.
1. Prinsip Penentuan Posisi Menggunakan
Theodolite dan Total Station
Untuk penentuan posisi menggunakan
Theodolite dan total station
menggunakan rumus:
Ket : Posisi yang di cari, i (Xi ; Yi)
Posisi yang di ketahui,a (Xa ; Ya)
dai = Jarak antar titik i dan a
αai = sudut jurudan/azimut a ke I
Xi = Xa + dai . sin αai
Yi = Ya + dai . cos αai
Kesalalahan akibat posisi target ukur
yang tidak baik atau tidak centering akan
berakibat perhitungan posisi yang
diproses akan berbeda, hal tersebut
dapat dilihat pada Sketsa Gambar
disamping.
Prisma 1 adalah prisma yang centering
centering
Dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan
jarak. Apabila prisma tersebut
kemiringannya tidak hanya ke
depan/belakang sejajar dengan ,
melainkan ke depan atau ke belakang
sudah dipastikan bahwa jarak dan
sudut antar kedua titik tersebut akan
berbeda dengan yang centering.
Hal tersebut maka akan berpengaruh
terhadap perhitungan koordinat
nantinya.
Hal tersebut berlaku juga untuk
pengukuran tinggi menggunakan
Waterpass.
U Prisma 2 adalah prisma yang tidak
a
(Xa ; Ya)
Berdiri alat
Total station
i(Xi ; Yi)
αai
dai
1
2
55. Benchmark (BM)/Hydro Pilar atau diistilahkan dengan Titik Dasar Teknik (TDT) yaitu titik yang
mempunyai koordinat yang diperoleh dari suatu pengukuran dan perhitungan dalam suatu sistem
tertentu. BM/Hydro Pilar merupakan Jaring Kontrol Horisontal. Jaring Kontrol Horisontal adalah
sekumpulan titik kontrol horizontal yang satu sama lainnya dikaitkan dengan data ukuran jarak
dan/atau sudut, dan koordinatnya ditentukan dengan metode pengukuran/pengamatan tertentu
dalam suatu sistem referensi koordinat horisontal tertentu.
Contoh Bentuk BM
56. 1. Klasifikasi Benchmark/Hydro Pilar
Pembuatan Benchmark yang selanjutnya disebut BM tidak boleh dilakukan sembarang karena BM inilah
yang nantinya akan menjadi acuan segala pengukuran. Pembuatan BM memiliki ketentuannya masing-
masing. BM diklasifikasikan dalam kelas dan orde. Klasifikasi berdasarkan kelas dan orde.
Tabel 1. Kelas JaringKontrol Horizontal
Yang dimaksud kelas dalam tabel 1 adalah atribut yang mengkarakteristikan ketelitian internal (tingkat presisi) dari
jaringan, yang pada prinsipnya bergantung pada tiga faktor utama, yaitu kualitas data, geometri jaringan, sertametode
pengolahan data
57. Lanjutan
Yang dimaksut orde dalam tabel diatas adalah atribut yang mengkarakterisasi tingkat ketelitian (akurasi)
jaring, yaitu tingkat kedekatan jaring tersebut terhadap jaring titik kontrol yang sudah ada yang
digunakan sebagai referensi; dan orde jaringan ini akan bergantung pada kelasnya, tingkat presisi dari
titik- titiknya terhadap titik-titik ikat yang digunakan, serta tingkat presisi dari proses transformasi yang
diperlukan untuk mentransformasikan koordinat dari suatu ke datum ke datum lainnya.
Tabel 2. Orde Jaring Kontrol Horizontal
58. 2. Penentuan Lokasi BM
Dalam pembuatan BM, tidak bisa dilakukan disembarang tempat.
Lokasi BM harus ditentukan berdasarkan ketentuan yang ada, mengacu pada SNI 19-6724-2002.
Lokasi titik-titik kontrol yang dipilih diusahakan sesuai dengan desain jaringan yang dibuat
sebelumnya, dan apabila memungkinkan, selain untuk jaring Orde-4, titik-titik tersebut dipilih pada
halaman instansi pemerintah ataupun institusi pendidikan dengan persetujuan pihak-pihak yang
bersangkutan.
Lokasi titik-titik kontrol yang dipilih sebaiknya memenuhi persyaratan berikut:
1. Distribusinya sesuai dengan desain jaringan yang telah dibuat;
2. Kondisi dan struktur tanahnya yang stabil ;
3. Mudah dicapai (lebih baik dengan kendaraan bermotor) dan ditemukan kembali;
4. Sebaiknya ditempatkan di tanah milik negara;
59. Lanjutan
5. Tidak mengganggu (terganggu oleh) fasilitas dan utilitas umum;
6. Ditempatkan pada lokasi sehingga monumen tidak mudah terganggu atau rusak, baik akibat
gangguan, manusia, binatang, ataupun alam;
7. Penempatan titik pada suatu lokasi juga harus memperhatikan rencana penggunaan lokasi
yang bersangkutan pada masa depan;
8. Titik-titik harus dapat diikatkan ke beberapa titik yang telah diketahui koordinatnya dari orde
yang lebih tinggi, untuk keperluan perhitungan, pendefinisian datum, serta penjagaan
konsistensi dan homogenitas dari datum dan ketelitian titik-titik dalam jaringan.
Untuk pengamatan dengan satelit GPS, yaitu untuk jaring Orde-0 s/d Orde-3 dan jaring orde-
4 (GPS), persyaratan berikut juga harus diperhatikan yaitu :
1. Mempunyai ruang pandang langit yang bebas ke segala arah di atas elevasi 15
2. Jauh dari objek-objek reflektif yang mudah memantulkan sinyal gps, untuk meminimalkan
atau mencegah terjadinya multipath;
3. Jauh dari objek-objek yang dapat menimbulkan interferensi elektris terhadap penerimaan
sinyalGPS
60. 3. Prosedur Pembuatan BM
Lokasi pemasangan serta pilihan jenis orde tugu benchmark/hydro pilar atau TDT harus direncanakan
dengan baik, dengan memperhitungkan banyak faktor. Tugas ini tentu saja menjadi bagian pemikiran
serta pertimbangan pada level Surveyor bukan Asisten Surveyor. Asisten bertugas dalam pelaksanaan
pemasangannya saja sekaligus pengawasannya jika menggunakan pekerja bangunan/tukang. Secara
umum tahapan kegiatan pemasangan benchmark/hydro pilar atauTDT adalah sebagai berikut:
1. Inventarisasi
Pengumpulan peta-peta (topografi, rupa bumi,dasar teknik, peta dasar pendaftaran, dll) dimana
benchmark/hydro pilar tersebut direncanakan akan dipasang. Dalam peta-peta tersebut kita dapat
melihat data kondisi geografis, batas wilayah, dan lain-lain.
2. Perencanaan
Diperhitungkan pemasangannya tersebar merata dengan kerapatan yang optimal mudah dijangkau
untuk keperluan pengukuran-pengukuran bidang tanah. Selanjutnya dilakukan penomoran TDT
berdasarkan pedoman wilayah setempat.
61. 3. Survei Pendahuluan
Survai Pendahuluan adalah
tahapan kegiatan yang
dilakukan untuk memastikan
lokasi pemasangan
benchmark/hydro pilar atau
TDT sesuai dengan
perencanaan, dengan
mengamati kesesuaian
dengan kondisi nyata
dilapangan.
4. Monumentasi
Monumentasi berupa
pemasangan konstruksi fisik
benchmark/hydro pilar atau
TDT.
Lanjutan
62. 4. Pembuatan BM
Setelah lokasi titik di lapangan ditentukan, maka proses monumentasi (pembuatan BM) selanjutnya
dilaksanakan. Dalam monumentasi ini ada beberapa hal yang perlu di spesifikasikan yaitu sebagai
berikut :
1. Setiap monumen pada setiap titik harus dilengkapi dengan tablet logam dan marmer yang
dipasang pada tugu beton;
2. Monumen harus dibuat dari campuran semen, pasir, dan kerikil (1:2:3), sesuai dengan desain dan
ukuran yang dispesifikasikan. Desain dan spesifikasi BM sesuai SNI 19-6724-2002 adalah sebagai
berikut:
Gambar Desain KeteranganTugu Dalam Bentuk Kuningan yang
Ditempelkan Pada BadanTugu
63. Brass-tablet dan nomor pilar tampak atas
Diamter 10 cm
Desain dan spesifikasi BMOrde 1
Lanjutan
67. Dalam monumentasi ini ada beberapa hal yang perlu di spesifikasikan yaitu sebagai berikut :
3. Untuk membedakan jenis monumen dari setiap orde jaring titik kontrol dan untuk sistemisasi
pengarsipan, titik-titik kontrol harus diberi nomor berdasarkan suatu sistem yang baku.
Nomor titik harus merefleksikan orde jaringan serta lokasi (propinsi dan kabupaten) dari titik
tersebut;
4. Untuk setiap monumen yang dibangun harus dibuatkan sketsa lapangan dan deskripsinya.
Foto dari empat arah (utara, timur, selatan, dan barat) juga harus dibuat sehingga bisa
didapatkan gambaran latar belakang lokasi dari setiap arah. Spesifikasi untuk formulir-
formulir deskripsi titik, sketsa lokasi serta foto monumen diberikan.
Lanjutan
68. Peralatan dan perlengkapan yang harus
dipersiapkan untuk melaksanakan pembuatan
tugu benchmark/hydro pilar, berupa:
1. Peralatan:
a. Cangkul
b. Linggis
c. Papan
d. Sendok semen
e. Pita ukur
f. Alat tulis
2. Perlengkapan:
a. Papan kayu
b. Rangka besi
c. Semen, kerikil, pasir, dan air tawar
d. Brasstablet (tanda untuk membuat
benchmark/hydro pilar)
e. Cat dan kuas
f. Alat pelindung diri di tempat kerja
69. Step Pembuatan BM
1. MempersiapkanAlat dan Bahan
2. Menentukan Lokasi BM
3. MenggaliTanah 2X ukuran BM
4. Mengatur kedalaman galian,Sedalam 100m
5. BM dimunculkan dari PermukaanTanah setinggi 15cm
6. Proses memasukkan batu koral
7. Memasukan KerangkaBesi
8. Memasukan Bekisting
9. Membuat adukan semen 1:2Semen,
2:2 Pasir, 3:2 Batu.
10. Masukan adukan semen, sampai ke atas permukaan tanah setinggi 15cm.
11. Memasukan baut ditengah.
12. Pengecatan BM
73. 4. Proses pembuatan adukan semen 1:2Semen, 2:2 Pasir, 3:2 Batu.
5.Adukan semen yang telah dimasukkan, sampai ke atas permukaan tanah setinggi
15cm.
6. Baut yang telah dipasang ditengah ditengah